BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
2.1.1. Pengertian IPA
Ilmu pengetahuan alam diambil dari kata dalam bahasa Inggris natural
science, artinya ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan alam atau
bersangkut paut dengan alam. Samatowa mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu
yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini. Selanjutnya Powler
(dalam Samatowa, 2009: 3) mengatakan bahwa IPA merupakan ilmu yang
berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun
secara teratur, berlaku umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan
eksperimen/sistematis. Selanjutnya Winataputra (dalam Samatowa, 2009: 3)
mengatakan bahwa IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang
benda atau makhluk hidup, melainkan cara kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan masalah..
Sri dan Irianto (2006: iii) menyatakan bahwa IPA berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam yang sistematis, sehinga IPA bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep atau prinsip-
prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Dengan begitu,
pendidikan IPA di SD diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Dari uraian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa IPA adalah:
a. IPA dapat dipandang sebagai produk dari upaya manusia memahami
berbagai gejala alam. Produk ini dapat berupa prinsip-prinsip, teori-teori,
hukum-hukum maupun fakta-fakta yang kesemuanya itu ditunjukkan untuk
menjelaskan berbagai gejala alam.
b. IPA dipandang sebagai proses, yaitu tata cara tertentu/ketrampilan tertentu
yang sifatnya analitis, cermat, lengkap, serta menghubungkan gejala alam
yang satu dengan gejala alam yang lain, sehingga keseluruhannya
membentuk suatu sudut pandang yang baru tentang obyek yang diamatinya.
7
2.1.2. Tujuan Pembelajaran IPA di SD
Sulistyorini (2007: 40), mengemukakan tujuan pembelajaran IPA di
sekolah dasar, sebagai berikut:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan YME berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan ciptaan-Nya.
2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingin tahu sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4) Mengembangkan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran dalam berperan serta dalam memelihara, menjaga, melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dengan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaaan Tuhan.
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Tujuan di atas mengisyaratkan bahwa pembelajaran IPA di SD, hendaknya
tidak menitikberatkan pada upaya pencapaian akademik semata, tetapi juga
berorientasi pada penanaman nilai-nilai IPA secara komprehensif. Dengan
demikian, penyajian materi atau konsep tidak dilakukan secara informatif melalui
ceramah. Pembelajaran IPA, sebaiknya melibatkan siswa dalam kegiatan yang
memungkinkan siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri. Agar situasi ini
terjadi, dengan demikian, memilih model pembelajaran menjadi penentu penting.
Dengan demikian, diharapkan dengan menerapkan model learning community
tujuan pendidikan IPA seperti yang diharapkan dapat tercapai.
2.1.3. Fungsi Pembelajaran IPA di SD
Fungsi pengajaran IPA di sekolah dasar adalah sebagai berikut (Tn, 2001:
3)
1) lingkungan alam dan lingkungan buatan dalam kaitannya dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari.
2) mengembangkan ketrampilan proses.3) mengembangkan wawasan, sikap dan nilai yang berguna bagi siswa untuk
meningkatkan kualitas kehidupan sehari-hari.
8
4) mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan keterkaitan yang saling mempengaruhi antara kemajuan IPA dan teknologi, dengan keadaan lingkungan dan pemanfaatannya dalam kehidupan sehari-hari.
5) memberikan pengetahuan tentang berbagai jenis dan perangai mengembangkan ketrampilan untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta ketrampilan yang berguna dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.
2.1.4. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di SD
Berdasarkan kurikulum 2006 (KTSP), ruang lingkup bahan kajian IPA
meliputi beberapa aspek kajian pokok IPA yang diajarkan di SD, yaitu:
1) mahkluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
2) benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya.3) energi dan perubahannya, meliputi: magnet, listrik, cahaya, dan pesawat
sederhana4) bumi dan alam semesta, meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
2.2. Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) Tipe
Learning Community
2.2.1. Pengertian Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep
pembelajaran yang membantu guru mengaitkan materi yang diajarkan dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari (Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137). Dengan konsep itu,
hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofis bahwa
siswa mampu menangkap pelajaran apabila mereka mampu menangkap makna
dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna
dalam tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson,
Eleine B dalam Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur, 2007: 137).
9
2.2.2. Prinsip-prinsip Model Pembelajaran CTL
Pada dasarnya model pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL) mempunyai beberapa prinsip pokok. Jika prinsip itu dilaksanakan maka
dapat dijamin bahwa pembelajaran kontekstual yang dilaksanakan akan berhasil
seutuhnya. Ada tujuh prinsip utama pembelajaran yang mendasari pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) di kelas. Nurhadi, dkk
(2004: 31), mengemukakan sebagai berikut: (1) konstruktivisme (constructivism),
(2) penemuan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) komunitas belajar
(learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), (7)
penilaian yang sebenarnya (authentic assasement).
2.2.3. Pengertian Model Pembelajaran CTL Tipe Learning Community
Kata kunci model pembelajaran CTL tipe learning community (masyarakat
belajar) adalah berbicara dan berbagi pengalaman dengan orang lain, bekerjasama
dengan orang lain untuk menciptakan pembelajaran yang lebih baik dibandingkan
belajar sendiri ( Nurhadi, dkk, 2004: 47).
Learning community (masyarakat belajar) bisa terjadi apabila hasil belajar
diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hal ini berarti bahwa hasil belajar
bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu
kepada yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas (Muslich, 2007: 46).
Pada dasarnya, learning community (masyarakat belajar), mengandung arti
sebagai berikut (Nurhadi, 2004: 47-48).
1) Adanya kelompok belajar yang berkomunikasi untuk berbagi gagasan dan
pengalaman.
2) Ada kerjasama untuk memecahkan masalah.
3) Pada umumnya hasil kerja kelompok lebih baik daripada hasil kerja
individual.
4) Ada rasa tanggungjawab kelompok, semua anggota kelompok memiliki
tanggungjawab yang sama.
5) Upaya membangun motivasi belajar bagi anak yang belum mampu dapat
diadakan.
10
6) Menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan seorang anak belajar
dengan anak lainnya.
7) Ada rasa tanggungjawab dan kerjasama antara anggota kelompok untuk
saling memberi dan saling menerima.
8) Ada fasilitator/guru yang memandu proses belajar dalam kelompok.
9) Harus ada komunikasi dua arah atau multi arah.
10) Ada kemuan untuk menerima pendapat yang lebih baik.
11) Ada kesediaan untuk menghargai pendapat orang lain.
12) Tidak ada kebenaran yang hanya satu saja.
13) Dominasi siswa yang pintar perlu diperhatikan, agar yang lambat, lemah
bisa pula berperan.
14) Siswa bertanya kepada teman-temannya itu sudah mengandung arti
learning community.
Learning community dapat terjadi apabila antara siswa dan guru atau
antara siswa dengan siswa, memiliki interaksi yang efektif dan komunikatif.
Proses pembelajaran yang signifikan jika dilakukan dalam kelompok-kelompok
belajar, baik secara homogen maupun secara heterogen, sehingga didalamnya
akan terjadi berbagi masalah (sharing problems), berbagi informasi (sharing
information), berbagi pengalaman (sharing experience) dan berbagi pemecahan
masalah (sharing solving problems), yang memungkinkan semakin banyaknya
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh ( Nanang Hanafia dan Cucu Suhana,
2009: 74).
2.2.4. Langkah-langkah Model Pembelajaran CTL tipe Learning
Community
Menurut Muslich (2007: 46), langkah-langkah pembelajaran learning
community adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan
1) Guru membuka pelajaran dimulai dengan absensi, berdoa dan
apersepsi.
2) Guru menyampaiakan tujuan pembelajaran dan langkah-langkah
pembelajaran learning community yang akan dilaksanakan.
11
b. Kegiatan Inti
1) Guru memberikan garis besar materi yang akan diajarkan.
2) Guru menuntun siswa ke dunia nyata siswa melalui pengalaman-
pengalaman yang pernah dialami yang berkaitan dengan materi
pelajaran.
3) Guru memotivasi siswa agar berani bertanya untuk membuktikan
asumsi atau mendengarkan pendapat yang berbeda dengan teman
lainnya.
4) Guru membentuk learning community dengan membagi siswa dalam
kelompok-kelompok kecil untuk memecahkan permasalahan bersama-
sama.
5) Guru memberikan pengarahan tentang bagaimana cara belajar yaitu
pembelajaran ketrampilan yang dapat dicontoh siswa.
6) Guru mengadakan evaluasi sebagai akhir dari kegiatan pembelajaran.
c. Penutup
1) Guru menanyakan pendapat siswa tentang suasana belajar di kelas.
2) Guru bersama siswa mengadakan refleksi terhadap proses dan hasil
belajar.
3) Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang dipelajari.
2.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran CTL tipe Learning
Community
Setiap metode pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangannya
masing-masing. Menurut Roestiyah (2001: 17), kelebihan learning community
adalah sebagai berikut:
1) Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk menggunakan
ketrampilan bertanya dan membahas suatu masalah.
2) Dapat memberikan kesempatan pada para siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai sesuatu kasus atau masalah.
3) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan ketrampilan
berdiskusi.
12
4) Dapat memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu serta kebutuhan belajarnya.
5) Para siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran mereka, dan mereka lebih
aktif berpartisipasi dalam diskusi.
6) Dapat memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan
rasa menghargai dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat
orang lain: hal mana mereka telah saling membantu kelompok dalam
usahanya mencapai tujuan bersama.
Adapun kekurangan metode learning community adalah sebagai berikut
(Roestiyah, 2001: 17) adalah sebagai berikut:
1) Kerjasama sering-sering hanya melibatkan kepada siswa yang mampu sebab
mereka cakap memimpin dan emngarahkan mereka yang kurang.
2) Metode ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang
berbeda-beda yang mengajar yang berbeda pula.
3) Keberhasilan metode ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin
kelompok atau bekerja sendiri.
2.3. Hasil Belajar
2.3.1 Pengertian Hasil Belajar
Sebelum membicarakan pengertian hasil belajar terlebih dahulu akan
dikemukakan apa yang dimaksud dengan hasil dan belajar. Hasil menurut kamus
Bahasa Indonesia berasal dari kata “hasil” yang berarti apa yang telah dicapai, dan
“belajar” yang berarti penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau nilai (angka) yang diberikan oleh guru. Jadi hasil belajar adalah hasil yang
telah dicapai dalam penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan melalui mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
yang diberikan oleh guru.
Selanjutnya menurut Winkel (2006: 53), belajar adalah suatu aktivitas
mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan
lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap. Hasil belajar merupakan hal yang tidak
13
dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses,
sedangkan hasil merupakan hasil dari proses belajar. Memahami pengertian hasil
belajar secara garis besar harus bertitik tolak kepada pengertian belajar itu sendiri;
untuk itu para ahli mengemukakan pendapatnya yang berbeda-beda sesuai
denagan pandangan yang mereka anut. Namun dari pendapat pendapat yang
berbeda itu dapat kita temukan satu titik persamaan.
Menurut Djamarah (2002:19), hasil adalah suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok”. Pengertian
yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu bukti atau simbol keberhasilan
yang dapat dicapai dalam suatu proses yang berlangsung dalam proses interaksi
belajar baik yang diciptakan secara individual maupun dalam kelompok.
.Sementara itu, Syah (2006) mencoba meluaskan pemahaman dengan
menyampaikan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang dianggap
penting yang diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai
hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta, dan rasa maupun yang berdimensi
karsa. Kata lainnya, hasil belajar adalah sebuah usaha perubahan tingkah laku
siswa yang berorientasi menuju perubahan tingkah laku siswa yang mengandung
nilai-nilai positif sebagai hasil dari hasil belajar siswa.
Selanjutnya Winkel (2006: 162) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah
suatu bukti keberhasilan belajar atau kemampuan seseorang siswa dalam
melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang dicapainya.”
Di atas, tampak bahwa meskipun memberikan batasan-batasan yang
berbeda-beda tentang apa itu hasil belajar, namun demikian, para ahli tersebut
tetap sampai pada satu titik temu yang sama, bahwa hasil belajar adalah sebuah
capaian yang dalam pemaparan Syah (2006) disebut sebagai perubahan tingkah
laku pada dimensi cipta, rasa dan karsa, sedangkan Djamarah (2002)
menyebutkan sebagai simbol keberhasilan yang dicapai dalam proses interaksi
karena proses belajar mengajar yang berlangsung. Winkel (2006) sendiri
membatasi hasil belajar dengan menyebutkan bahwa hasil belajar sebagai bukti
keberhasilan atau kemampuan siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya.
14
Namun demikian, demi kepentingan penelitian ini, penulis memilih untuk
membuat batasan tentang hasil belajar sebagai hasil atau capaian yang telah
diperoleh siswa karena telah melewati proses belajar mengajar, dimana hasil atau
capaian itu diukur dengan memberikan tes. Nilai yang diperoleh dari hasil tes
tersebut kemudian yang diukur untuk melihat siswa tersebut telah berhasil
mencapai belajarnya atau masih belum. Agar lebih terukur, kriteria nilai sebagai
bukti keberhasilan bahwa siswa tersebut telah berhasil mengikuti proses
pembelajaran, diukur berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM). Khusus
dalam penelitian ini, acuan ukuran KKM adalah sebagai berikut:
Ketuntasan individual = jumlah nilai maksimal
jumlah nilaix100%
Ketuntasan klasikal = jumlah siswa yang tuntas belajar
jumlah seluruh siswa x100%Keterangan
Ketuntasan indiviual : Jika siswa mencapai ketuntasan skor > 65
Ketuntasan klasikal : Jika > 75% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan skor
> 65.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Demi mencapai hasil belajar siswa sebagaimana yang diharapkan, maka
perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Pertama adalah
faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern) diantaranya kecerdasan,
bakat, minat dan tingkat motivasi siswa. Kedua adalah faktor dari luar siswa
(faktor ekstern), diantaranya keadaan keluarga, sekolah dan lingkungan
masyarakatnya. Slameto (2010: 54-70), juga mengungkapkan sekaligus
menguraikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar itu adalah faktor
intern dan faktor ekstern. Masih menurut Slameto (2010: 54-70), faktor intern
adalah faktor dalam diri peserta didik itu sendiri, sedangkan faktor ekstern adalah
faktor yang ada di luar diri peserta didik seperti sekolah, orangtua, dan
masyarakat. Uraiannya adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor intern terbagi menjadi 3 bagian yaitu faktor jasmaniah yaitu
kesehatan dan catat tubuh. Kedua yaitu faktor psikologis inteligensi,
perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan. Sementara
15
faktor ketiganya yaitu faktor kelelahan, antara lain faktor kelelahan
jasmani dan faktor kelelahan rohani.
2. Faktor-faktor ekstern yang berasal dari luar diri peserta didik, yaitu:
keluarga diantaranya adalah cara orang tua mendidik anak, relasi antar
anggota keluarga dalam hal ini relasi orangtua dengan anak, suasana
rumah, keadaan ekonomi orangtua, pengertian orangtua kepada anak-
anaknya, dan faktor kebudayaan yang dimiliki orangtua. Faktor berikut
yang termasuk dalam faktor eksternal adalah sekolah diantaranya adalah
model pembelajaran yang di terapkan sekolah, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan peserta didik, disipilin yang diterapkan
sekolah, alat peraga yang digunakan waktu mengajar, jam pelajaran,
gedung sekolah dan pekerjaan rumah yang diberikan guru terlalu banyak.
Faktor terakhir yang masuk dalam faktor eksternal adalah masyarakat,
diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat, media, dan teman bergaul
peserta didik.
Telah dipaparkan atas, berdasarkan pemikiran ahli dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar seorang peserta didik terdiri dari
faktor internal yang disampaikan oleh Slameto (2003: 60), antara lain faktor
fisiologis, faktor psikologis, kondisi panca indera, inteligensi/kecerdasan, bakat
dan motivasi. Selain faktor internal di atas, faktor lain yang mempengaruhi hasil
belajar peserta didik adalah faktor eksternal. Faktor eksternal ini adalah
lingkungan dengan memberikan pemisahan yaitu lingkungan alami dan
lingkungan sosial. Mengacu pada pendapat ahli di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor internal dan
faktor eksternal.
2.4. Motivasi Belajar
2.4.1. Pengertian Motivasi Belajar
Sebelum membahas motivasi belajar, terlebih dahulu akan dibahas
mengenai motivasi. Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yakni
“movere” yang berarti “menggerakkan” (Winardi, 2007: 41). Menurut James
O Whittaker (Wasty Soemanto 2003: 205) motivasi adalah kondisi-kondisi atau
16
keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada mahluk untuk
bertingkah laku mencapai tujuan yang ditimbulkan oleh motivasi tersebut.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa motif dan
motivasi memiliki pengertian yang sama yaitu menunjukkan suatu dorongan yang
timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertndak
melakukan sesuatu guna tujuan yang diinginkan.
Dalam proses belajar, motivasi sangat diperlukan oleh seseorang yang
tidak mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan
aktivitas belajar. Hal ini merupakan suatu pertanda yang akan dikerjakan itu tidak
menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum
tentu dapat membangkitkan minatnya sejauh apa yang ia lihat itu mempunyai
hubungan dengan kepentingannya sendiri.
Seseorang yang melakukan aktivitas secara terus menerus tanpa motivasi
dari dirinya merupakan motivasi intrinsik yang sangat penting dalam aktivitas
belajar. Namun seseorang yang tidak mempunyai keinginan belajar, dorongan dari
luar merupakan motivasi ekstrinsik yang diharapkan. Oleh motivasi intrinsik
dperlukan bila motivasi intrinsik tidak ada dalam diri seseorang sebagai subyek
belajar.
Menurut Sadirman AM (2003: 33) mengatakan motivasi belajar adalah
keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan
belajar, yang menjamin kelangsungan dan kegiatan belajar siswa dan memberikan
arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar
tercapai.
Dari pengertian motivasi belajar, dapat disimpulkan 3 fungsi motivasi sebagi berikut:a. Mendorong manusia untuk berbuat (motivasi sebagai motor penggerak
dari setiap kegiatan yang akan dilakukan).
b. Menyeleksi sesuatu perbuatan (menentukan perbuatan-perbuatan) yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan).
c. Menentukan arah perbuatan (kearah tujuan yang hendak dicapai) (M
Ngalim Purwanto, 2002: 33).
17
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan motivasi belajar adalah dorongan yang timbul dalam diri
individu untuk melakukan sesuatu tindakan, sehingga mencapai hasil yang lebih
baik dari pada hasil sebelumnya. Hasil yang dimaksudkan disini adalah hasil
belajar. Karena itu, motivasi belajar merupakan dorongan yang timbul baik dari
dalam diri maupun dari luar diri siswa untuk melakukan aktivitas belajar, demi
mencapai hasil belajar yang memuaskan.
2.4.2. Aspek-aspek Motivasi Belajar
Dalam membicarakan aspek-aspek motivasi belajar, hanya dibahas dari dua
sudut pandang yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang yang disebut
“motivasi intrinsik” dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang disebut
“motivasi ekstrinsik” Djamarah (dalam Samsudin 2003).
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah motiv-motif yang menjadi aktif dan berfungsi
tanpa perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu.
Bila seseorang memiliki motif intrinsik dalam dirinya, maka ia sadar akan
melakukan sesuatu kegiatan yang tidak menimbulkan motivasi dari luar dirinya.
Dalam aktivitas belajar, motivasi intrinsik diperlukan terutama belajar sendiri.
Seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju sulit sekali
melakukan aktifitas belajar terus menerus. Sedangkan seseorang yang memiliki
motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan ini dilatarbelakangi
oleh pemikiran yang positif, bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sangat
dibutuhkan dan sangat berguna kini dan mendatang. Motivasi memang
berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkn kesadaran untuk
melakukan aktifitas atau kegiatan.
Siswa yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi seseorang
yang terdidik, berpengetahuan yang mempunyai keahlian dalam bidang tertentu.
Untuk mendapatkan semuanya itu perlu belajar. Belajar adalah suatu cara untuk
mendapatkan suatu ilmu pengetahuan dan ketrampilan.
18
Sebenarnya motivasi baik kitu intrinsik maupun ekstrinsik adalah sesuatu
yang abstrak dan tidak dapat dilihat bentuknya. Karena itu, pertanyaannya adalah
bagaimana mengukur motivasi tersebut?Uno (2011: 23) menyebutkan bahwa
untuk dapat mengetahui motivasi intrinsik atau motivasi yang datang dari dalam
diri seseorang dapat diukur dengan: (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil; (2)
adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar; (3) adanya harapan dan cita-cita
masa depan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yag aktif dan berfungsi karena
adanya perangsang dari luar. (Djamarah, 2003). Motivasi ekstrinsik diperlukan
agar siswa mau belajar. Guru harus dapat membangkitkan minat siswa dengan
motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya. Kesalahan dalam menggunakan
motif-motif ekstrinsik bukan menjadi pendorong, tetapi menjadikan siswa malas
belajar. Untuk itu guru harus tepat dan benar dalam memotovasi siswa dalam
rangka proses interaksi belajar mengajar.
Dalam pendidikan dan pengajaran, guru bukan hanya berperan menjadi
administator, demonstrator, pengolola kelas, mediator, fasilitator, supervisor dan
evaluator, tetapi juga sebagai motivator dan pembimbing.
Sebagai motivator guru berperan untuk mendorong siswa agar giat belajar.
Usaha ini dapat diusahakan guru dengan memanfaatkan bentuk – bentuk motivasi
sekolah agar dapat membangkitkan gairah belajar siswa. Menurut Djamarah
(Samsudin 2003) ada enam hal yang dapat diusahakan guru yaitu:
1) Membangkitkan dorongan kepada siswa agar belajar.
2) Menjelaskan secara konkrit kepada siswa apa yang dapat di lakukan pada
akhir pengajaran.
3) Memberikan ganjaran kepada terhadap prestasi yang dicapai siswa sehingga
dapat merangsang untuk mendapat prestasi yang lebih baik di kemudian
hari.
4) Membentuk kebiasaan belajar siswa secara individual maupun kelompok.
5) Membantu kesulitan belajar siswa secara individual maupun kelompok.
6) Menggunakan metode yang bervariasi.
19
Selain Djamarah, Uno menyebutkan bahwa upaya agar siswa dapat
termotivasi untuk belajar, hal-hal di luar diri siswa yang dapat mendorong dirinya
untuk belajar antara lain:
1) Adanya penghargaan dalam belajar;
2) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, dan;
3) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Dari paparan di atas, dapat kita mengerti bahwa motivasi dapat terjadi
karena dua hal. Pertama bahwa motivasi ada karena ada keinginan dari dalam diri
sendiri untuk belajar. Motivasi jenis ini disebut juga dengan motivasi intrinsik,
dan kedua adalah motivasi belajar yang muncul dari dalam diri siswa untuk
tertarik belajar karena adanya dorongan dari pihak-pihak di luar dirinya. Dalam
penelitian ini, penulis akan menggunakan dua motivasi ini untuk melihat motivasi
belajar siswa. Khusus untuk motivasi intrinsik, indikator yang akan digunakan
untuk mengukur dua jenis motivasi belajar ini, yaitu indikator yang disampikan
oleh Uno (2011). Sedangkan untuk motivasi ekstrinsik, indikator yang akan
digunakan pada motivasi belajar siswa adalah indikator yang disampaikan oleh
Djamarah (2003).
2.5. Kajian Penelitian yang Relevan
1. Marsiti (2008) melakukan penelitian dengan judul: “Efektivitas Penerapan
Metode Contextual Teaching and Learning (CTL) tipe Learning Community
dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan, Materi
Norma Siswa Kelas III SDN Jatiguwi V Sumberpucung Malang tahun 2008.
Latar belakang perlunya penerapan CTL tipe Learning Community, karena
berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa: penguasaan siswa terhadap
materi PKn cenderung rendah dan motivasi belajar kurang. Pembelajaran
kurang menerapkan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia
kehidupan peserta didiknya secara nyata. Rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah penerapan metode CTL tipe Learning Community, motivasi belajar
PKn, efektivitas penerapan metode CTL dalam meningkatkan motivasi
belajar PKn Siswa kelas III SDN Jatiguwi V Sumberpucung. Tujuan
penelitian yaitu mendeskripsikan penerapan metode CTL tipe Learning
20
Community, motivasi belajar PKn, dan menjelaskan efektivitas penerapan
metode CTL. Metodologi penelitian ini dirancang dengan PTK yang melihat
dua siklus. Subyek penelitian sebanyak 19 orang siswa. Instrumen penelitian
yang digunakan untuk pengumpulan data adalah lembar observasi
(pengamatan). Teknik analisa data dilakukan dengan mendeskripsikan
perolehan skor, situasi belajar mengajar, minat dan motivasi siswa sebelum
dan sesudah menggunakan CTL. Pembahasan data pra tindakan, yang
dikategorikan tuntas 4 siswa dengan nilai rata-rata 65,2 nilai tertinggi 77 dan
terendah 52. Pada siklus I mengalami peningkatan yaitu dari total siswa
sebanyak 19, ada 17 siswa dikategorikan tuntas, nilai rata-rata 79, 4. Nilai
tertinggi 88 dan terendah 68. Pembahasan data pada siklus II dari 19 siswa,
18 dikategorikan tuntas, dengan nilai rata-rata 81,4 nilai tertinggi 90 dan
terendah 68. Dengan demikian, saran yang disampaikan adalah penggunaan
CTL dalam pembelajaran PKn perlu ditingkatkan sebagai alternatif dalam
upaya meningkatkan kemampuan proses dan hasil belajar; pendekatan CTL
layak dipertimbangkan sebagai alternatif dalam pembelajaran PKn
2. Penelitian yang dilakukan oleh Maria Agustina, dengan judul penelitian:
Penerapan Model CTL (Contextual Teaching and Learning) tipe Learning
Community untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Tentang
Lingkungan Alam dan Buatan dalam Pembelajaran IPS. penelitian tindakan
kelas ini dilatar belakangi rendahnya motivasi belajar siswa, sehingga
menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa sebagai akibat kurangnya siswa
dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Untuk itu dilakukan penelitian
tindakan kelas (PTK) mengenai model CTL yang dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa. adapun rumusan masalahnya: bagaimana upaya
meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa dengan menerapkan
model CTL tipe Learning Community dapat dalam pembelajaran lingkungan
alam dan buatan di kelas III SD? Tujuan yang ingin dicapai adalah
meningkatkan efektivitas langkah-langkah, mengidentifikasikan peningkatan
motivasi belajar, dan meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran
IPS tentang lingkungan alam dan buatan. Metode yang digunakan dalam
21
penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian ini
terdiri dari 3 siklus, dimana teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan pedoman observasi, catatan lapangan, lembar wawancara,
lembar penilaian proses, Lembar Kerja Siswa (LKS), lembar evaluasi data
yang diperoleh direfleksi dan dianalisis dengen menggunakan metode
deksriptif kualtitatif. Sebagai kesimpulan bahwa model CTL yang diterapkan
dalam pembelajaran lingkungan alam dan buatan di kelas III SD dengan
metode bervariasi dan didukung media yang tepat dapat memotivasi dan
meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, model CTL dapat menjadi
alternatif dalam perbaikan kualitas pembelajaran di sekolah.
3. Endah Retno Prihatin, 2010 dengan judul penelitian: “Efektivitas Penggunaan
Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) tipe Learning
Community Berbantuan Media Komputer Terhadap Hasil Belajar Sifat Zat
Pada Kelas VII SMPN 14 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan pendekatan pembelajaran
CTL berbantuan media komputer terhadap hasil belajar kelas VII SMPN 14
Surakarta tahun Pelajaran 2009/2010. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas. Dari hasil penelitian
ditemukan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar pada siklus I ke siklus II.
Dengan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan untuk dapat menggunakan
metode pembelajaran contextual teaching and learning dalam pembelajaran
di sekolah.
2.6. Kerangka Berpikir
Situasi yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian pada mata
pelajaran IPA, pada siswa kelas 4 SDN Kalibeji 01 Kecamatan Tuntang
Kabupaten Semarang, didasarkan pada dua hal yaitu: bahwa berdasarkan
pengamatan peneliti, pada mata pelajaran IPA masih digunakan model
pembelajaran konvensional yang menekankan pada metode ceramah; dan kedua,
hasil belajar IPA siswa yang masih jauh dari kriteria KKM. Dengan menerapkan
model pembelajaran konvensional dengan metode ceramah maka pembelajaran
yang berlangsung adalah sebagai berikut: guru menjadi kurang memaksimalkan
22
kegiatan siswa di kelas, karena pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan siswa
menjadi tidak bosan dan malas serta tidak termotivasi dalam belajar yang
diajarkan. Akibatnya, hasil belajar IPA siswa rendah, dimana capaiannya adalah
di bawah standar KKM, yaitu ≤ 65.
Dengan mendasarkan pada kenyataan ini, maka penelitian ini dirancang
dengan fokus pada penerapan model pembelajaran CTL tipe learning community
pada mata pelajaran IPA. Dengan diterapkannya model pembelajaran tipe
learning community, maka hasil akhir pembelajaran adalah kegiatan pembelajaran
lebih bermakna, siswa lebih termotivasi dalam belajar, dan akhirnya hasil belajar
IPA siswa meningkat di atas KKM yaitu yaitu ≥ 65. Jika digambarkan dalam
bagan, maka kerangka pikir penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 1 Kerangka Berpikir Penelitian
Kondisi awalGuru :
Mengajar dengan model ceramah
Siswa :Hasil belajar siswa rendah
TindakanHasil belajar
Menerapkan Model Pembelajaran CTLlearning community
Siklus I:Model
Pembelajaran tipe learning community
Siklus II:Menerapkan model pembelajaran CTL
tipe learning community dengan perbaikan hasil refleksi.
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.Kondisi Akhir
23
2.7. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan keseluruhan pemaparan pada bab II, maka hipotesis tindakan
dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran CTL tipe learning
community dapat meningkatkan hasil dan motivasi belajar IPA pada peserta didik
kelas 4 SD Negeri Kalibeji 01 Kecamatan Tuntang Kabupten Semarang Semester
II Tahun Pelajaran 2012/2013.