BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran · 2018. 7. 10. · 8 BAB II...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Efektivitas Pembelajaran · 2018. 7. 10. · 8 BAB II...
-
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas berasal dari kata “efektif”. Dalam Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia “efektif” berarti: (1) ada efeknya (akibatnya,
pengaruhnya, kesannya), (2) dapat membawa hasil, berhasil guna.
Sedangkan efektivitas berarti (1) keadaan berpengaruh: hal berkesan, (2)
keberhasilan usaha atau tindakan. Handoko (Basmal, 2015: 8)
mengemukakan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih
tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan. Selanjutnya Said (Basmal, 2015: 8) mengemukakan bahwa
efektivitas berarti berusaha untuk dapat mencapai sasaran yang telah
ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, sesuai pula dengan
rencana, baik dalam penggunaan data, sarana, maupun waktunya atau
berusahan melalui aktivitas tertentu baik secara fisik maupun non fisik
untuk memperoleh hasil yang maksimal baik secara kuantitatif maupun
kualitatif.
Eggen & Kauchak (Basmal, 2015: 8) menyatakan bahwa
pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam
pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan). Siswa tidak
hanya secara pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan
-
9
demikian dalam pembelajaran sangat perlu diperhatikan bagaimana
keterlibatan siswa dalam pengorganisasian pelajaran dan pengetahuannya.
Semakin aktif siswa maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran semakin
besar, sehingga semakin efektif pula pembelajaran.
Ekosusilo (Aswar, 2016: 6) mengemukakan efektivitas adalah suatu
keadaan yang menunjukkan sejauh mana apa yang sudah direncanakan
dapat tercapai. Jadi efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya
suatu tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. Sedangkan menurut
Sadiman (Aswar, 2016: 6) Efektivitas pembelajaran adalah hasil guna yang
diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas
pembelajaran adalah suatu keadaan yang menunjukan sejauh mana hasil
yang diharapkan diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar.
Adapun indikator efektivitas dalam penelitian ini adalah:
a. Hasil Belajar
Hasil adalah suatu istilah yang digunakan untuk
menunjuk sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan suatu usaha.
Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil menunjuk sesuatu yang
dicapai oleh seseorang yang belajar dalam selang waktu tertentu.
Sedangkan hasil belajar merupakan kemampuan maksimum yang dicapai
sebagai akibat dari perilaku dalam kegiatan. Sehubungan dengan hal ini,
Adolfina (Asdar, 2011: 12) memberikan batasan tentang hasil belajar,
yaitu: “Hasil belajar adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat
-
10
terukur, berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan yang dicapai oleh
siswa dari apa yang dipelajari di sekolah”.
Hasil belajar tidak akan dihasilkan selama seseorang tidak
melakukan kegiatan belajar. Kenyataan menunjukkan bahwa untuk
mendapatkan hasil belajar yang baik tidak semudah yang dibayangkan
tetapi penuh perjuangan dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi
untuk mencapainya.
Hasil belajar dapat dilihat dari 3 aspek antara lain:
1) Ketuntasan Belajar Matematika
Ketuntasan belajar dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil
belajar) siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajarinya
dan memperoleh nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.
2) Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) Klasikal
Ketuntasan belajar secara klasikal dapat dikatakan tuntas ketika
mencapai minimal 80% siswa dari jumlah keseluruhan siswa didalam
kelas mencapai nilai minimal sesuai dengan kriteria ketuntasan
minimal (KKM) yang ditentukan oleh sekolah bersangkutan.
3) Gain Ternormalisasi
Gain adalah selisih antara nilai Posttest dan Pretest, gain
menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan konsep siswa
setelah pembelajaran dilakukan guru.
-
11
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan yang dimaksud
dengan hasil belajar merupakan hasil penilaian terhadap kegiatan
pembelajaran sebagai tolak ukur tingkat keberhasilan siswa dalam
memahami pembelajaran yang dinyatakan dengan nilai berupa huruf atau
angka dan secara psikologis menampakkan perubahan perilaku pada
siswa.
b. Aktivitas Siswa
Aktivitas belajar matematika adalah proses komunikasi antara
siswa dengan guru dalam lingkungan kelas sebagai hasil interaksi siswa
dan guru atau siswa dengan siswa sehingga menghasilkan perubahan
akademik, sikap, tingkah laku dan keterampilan yang dapat diamati
melalui perhatian siswa, kesungguhan siswa, kedisiplinan siswa dan
kerjasama siswa dalam kelompok.
c. Kemampuan Guru dalam Mengelola Pembelajaran
Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil
pelaksanaan dari pembelajaran yang telah diterapkan, sebab guru adalah
pengajar di kelas. Untuk keperluan analitis tugas guru adalah sebagai
pengajar, maka kemampuan guru yang banyak hubungannya dengan
usaha meningkatkan proses pembelajaran dapat diguguskan ke dalam
empat kemampuan yaitu:
1) Merencanakan program belajar mengajar (membuat RPP)
2) Melaksanakan dan memimpin/mengelola proses belajar mengajar
3) Menilai kemajuan proses belajar mengajar
-
12
4) Menguasai bahan pelajaran dalam pengertian menguasai bidang studi
atau mata pelajaran yang dipegangnya.
Keempat kemampuan guru di atas merupakan kemampuan yang
sepenuhnya harus dikuasai guru yang bertaraf profesional. Berdasarkan
uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran adalah kemampuan guru dalam melaksanakan
serangkaian kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Respons Siswa
Respons siswa yang dimaksudkan di sini adalah tanggapan siswa
terhadap pembelajaran yang telah dilakukan, khususnya model
pembelajaran yang digunakan. Data respons siswa diambil dengan
menggunakan angket respons siswa yang diberikan pada saat kegiatan
pembelajaran berakhir yaitu sesaat setelah pertemuan keempat.
2. Pembelajaran Matematika
a. Belajar dan Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara
etimologis belajar memiliki arti: “berusaha memperoleh kepandaian atau
ilmu”. Definisi tersebut memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah
kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu.
Menurut Suyono dan Hariyanto (2011: 9) belajar adalah suatu
aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan
-
13
mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses
memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional,
kontak manusia dengan alam yang diistilahkan dengan pengalaman
(experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan
pengetahuan. Sedangkan menurut Gagne (Suyono dan Hariyanto, 2011:
12) menyatakan bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan tingkah
laku yang meliputi perubahan kecenderungan manusia, seperti sikap,
minat, atau nilai dan perubahan kemampuannya, yaitu peningkatan
kemampuan untuk melakukan berbagai jenis kinerja.
Menurut Bower dan Hilgrad dalam buku Theories of Learning
(Muyassaroh, 2015: 11) mengemukakan:
“Learning refers to the change in a subject’s behavior or
behavior potential to a given situation brought about by the
subject’s repeated experiences in that situation, provided that the
behavior change cannot be explained on the basis of the subject’s
native response tendencies, maturation, or temporary states (such
as fatigue, drunkenness, and so on)’’.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku atau kebiasaan tertentu
karena pengalaman yang diulang-ulang pada situasi tersebut, tidak dapat
dijelaskan berdasarkan tanggapan alamiah peserta didik, pendewasaan,
ataupun kondisi sementara (seperti kelelahan, keadaan mabuk, dan lain-
lain).
Menurut Fontana (Suherman, dkk., 2001: 8) belajar adalah
“proses perubahan tingkah laku yang relatif tetap sebagai hasil dari
pengalaman”.
-
14
Berdasarkan pengertian belajar yang sudah dikemukakan, dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru, secara keseluruhan sebagai hasil latihan dan pengalaman individu
itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Perubahan perilaku
atau hasil belajar dalam pengertian ini sudah termasuk menemukan
sesuatu yang baru yang sebelumnya belum ada. Pada intinya belajar
adalah proses perubahan.
Menurut Slavin (Wardoyo, 2015: 20) “pembelajaran didefinisikan
sebagai perubahan dalam diri seseorang yang disebabkan oleh
pengalaman”. Perubahan yang terjadi bersifat permanen, artinya bahwa
perubahan yang terjadi bukan secara serta merta namun melalui proses
interaksi dan pengalaman yang sistematis. Proses pembelajaran terjadi
dalam tiga ranah kompetensi yaitu afektif (sikap), psikomotorik
(keterampilan), dan Kognitif (pengetahuan). Sedangkan menurut Jihad
dan Haris (Wardoyo, 2015: 21) “pembelajaran merupakan suatu proses
yang terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar dan mengajar”.
Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan oleh siswa, sedangkan
mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai
pemberi pelajaran.
Dalam arti sempit, proses pembelajaran adalah proses pendidikan
dalam lingkup persekolahan, sehingga arti dari proses pembelajaran
adalah proses sosialisasi individu siswa dengan lingkungan sekolah,
-
15
seperti guru, sumber/fasilitas, dan teman sesama siswa (Suherman, dkk.,
2001: 9).
Pola interaksi antara guru dengan siswa pada hakekatnya adalah
hubungan antar dua pihak yang setara, yaitu interaksi antara dua manusia
yang tengah mendewasakan diri, meskipun yang satu telah ada pada
tahap yang seharusnya lebih maju dalam aspek akal, moral, maupun
emosional. Dengan kata lain, guru dan siswa merupakan subyek, karena
masing-masing memiliki kesadaran dan kebebasan secara aktif.
b. Matematika Sekolah
Kata matematika berasal dari bahasa latin, “manthanein” atau
“mathema” yang berarti “belajar atau hal yang dipelajari”. Dalam kamus
besar bahasa Indonesia, istilah matematika mengandung pengertian ilmu
tentang bilangan-bilangan, hubungan antar bilangan dan prosedur
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan.
Menurut Hamzah B. Uno (Muyassaroh, 2015: 14), matematika
sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir, berkomunikasi, alat
untuk memecahkan berbagai persoalan praktis, yang unsur-unsurnya
logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalitas dan individualitas
serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmetika, aljabar, geometri,
dan analisis. Jadi pada hakikatnya matematika adalah ilmu pasti yang
berkaitan dengan logika.
-
16
Sedangkan menurut Reyt.,et al. (Asdar, 2011) mengatakan bahwa
“matematika adalah (1) Studi pola dan hubungan (study of patterns and
relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling
berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2) Cara berpikir
(way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur,
menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam
masalah sehari-hari, (3) Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya
urutan dan konsistensi internal, dan (4) Sebagai bahasa (a language)
dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam term dan simbol
yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains,
keadaan kehidupan riil, dan matematika itu sendiri, serta (5) Sebagai alat
(a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari”.
Definisi lain mengenai matematika menurut Johnson dan Rising
(Asdar, 2011) adalah “matematika merupakan pola pikir, pola
mengorganisasikan pembuktian logik, pengetahuan struktur yang
terorganisasi memuat: sifat-sifat, teori-teori dibuat secara deduktif
berdasarkan unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang
telah dibuktikan kebenarannya”.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
matematika merupakan suatu ilmu deduktif yang tersusun dari unsur-
unsur baik yang tidak terdefinisi maupun terdefinisi, aksioma, dalil,
-
17
terstruktur, serta membicarakan tentang bilangan dan kaitan antar
bilangan.
Dalam Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah, yang
dimaksud matematika adalah matematika sekolah, yaitu matematika yang
diajarkan di tingkat Pendidikan Dasar (SD dan SMP) dan Pendidikan
Menengah (SMA dan SMK). Matematika sekolah terdiri atas bagian-
bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan
kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu pada
perkembangan IPTEK. Ini menunjukkan bahwa matematika sekolah
tetap memiliki ciri-ciri yang dimiliki oleh matematika, yaitu memiliki
objek kajian yang abstrak serta berpola pikir deduktif konsisten.
(Suherman, dkk., 2001: 54).
Fungsi mata pelajaran matematika dan sekaligus dijadikan acuan
dalam pembelajaran sekolah (Suherman, dkk., 2001: 55) adalah sebagai
berikut:
1) Matematika sebagai Alat
Matematika sebagai alat berfungsi untuk memecahkan masalah
yang dihadapi, baik itu masalah dalam mata pelajaran yang lain
maupun masalah dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diberi
pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk memahami
atau menyampaikan suatu informasi, misalnya melalui persamaan,
atau tabel dalam model matematika yang merupakan penyederhanaan
dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya.
-
18
2) Matematika sebagai Pola Pikir
Pelajaran matematika yang berfungsi sebagai pola pikir, yaitu
pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun
dalam penalaran suatu hubungan di antara pengertian-pengertian itu.
Dengan pengamatan terhadap contoh diharapkan siswa mampu
menangkap pengertian suatu konsep, kemudian dilatih untuk membuat
perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan pengalaman atau
pengetahuan yang dikembangkan melalui contoh khusus
(generalisasi).
3) Matematika sebagai Ilmu
Matematika sebagai ilmu atau pengetahuan, dalam hal ini,
seorang guru harus mampu menunjukkan bahwa matematika selalu
mencari kebenaran dan bersedia meralat kebenaran yang sementara
diterima, bila ditemukan kesempatan untuk mencoba mengembangkan
penemuan-penemuan sepanjang mengikuti pola pikir yang sah.
Dari uraian di atas, jelas bahwa matematika sekolah mempunyai
peranan sangat penting bagi siswa untuk memenuhi kebutuhan praktis
dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, matematika sekolah ditujukan agar siswa mampu mengikuti
pelajaran matematika lebih lanjut, untuk membantu memahami bidang
studi lain, serta siswa dapat berpikir logis, kritis, dan praktis, bersikap
positif dan berjiwa kreatif.
-
19
c. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah suatu upaya/kegiatan
(merancang dan menyediakan sumber-sumber belajar,
membantu/membimbing, memotivasi, mengarahkan) dalam
membelajarkan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika,
yaitu: belajar bernalar secara matematis, penguasaan konsep, dan
terampil memecahkan masalah, belajar memiliki dan menghargai
matematika sebagai bagian dari budaya, menjadi percaya diri dengan
kemampuan diri sendiri, dan belajar berkomunikasi secara matematis.
Fitri, dkk (2014:18) menyatakan bahwa Pembelajaran matematika
adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-
hubungan serta simbol-simbol kemudian diterapkan pada situasi nyata.
Hudojo (Rokhayati, 2010: 13) juga menambahkan bahwa pembelajaran
matematika berarti pembelajaran tentang konsep-konsep dan struktur-
struktur yang terdapat dalam batasan yang dipelajari serta mencari
hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur tersebut. Dengan
mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang
dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu.
Belajar matematika bagi para siswa, juga merupakan
pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun
dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian itu.
(Suherman, dkk. 2001:55).
-
20
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru yang
dirancang untuk menciptakan interaksi antara siswa dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan
yang diharapkan.
3. Model Problem Based Learning (PBL)
a. Pengertian Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Fathurrohman (2015: 113) Problem Based Learning
(PBL) adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan peserta didik
untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah
sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah.
Menurut Harrison (Wardoyo, 2015: 72) “Problem Based Learning
is a curriculum development and instructional method that places the
student is an active role as a problem solver confronted with ill-
structured, real-life problem”. Dalam Problem Based Learning adalah
pengembangan kurikulum pembelajaran di mana siswa ditempatkan
dalam proses yang memiliki peranan aktif dalam menyelesaikan setiap
permasalahan yang mereka hadapi. Artinya bahwa Model Problem Based
Learning (PBL) menuntut adanya peran aktif siswa agar dapat mencapai
-
21
pada penyelesaian masalah yang diharapkan sesuai dengan tujuan
pembelajaran.
Menurut Arends sebagaimana dikutip oleh M. Hosnan
(Muyassaroh, 2015), Model Problem Based Learning (PBL) merupakan
model pembelajaran dengan pendekatan peserta didik pada masalah
autentik sehingga peserta didik dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi secara inquiry.
Menurut Dwiyogo (Asdar, 2011), pembelajaran berbasis masalah
atau Problem Based Learning (PBL) adalah pengajaran yang dirancang
berdasarkan masalah riil kehidupan yang bersifat tidak tentu (ill-
structured), terbuka (open-ended), dan mendua. Di mana masalah yang
tidak tentu adalah masalah yang kabur, tidak jelas, atau belum
terdefinisikan.
Sebelum pembelajaran menggunakan model PBL dimulai, peserta
didik akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang diberikan adalah
masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat
dengan dunia nyata, akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan
kecakapan peserta didik. Dari masalah yang diberikan ini, peserta didik
bekerjasama dalam kelompok, mencoba memecahkannya dengan
pengetahuan yang mereka miliki, dan sekaligus mencari informasi-
informasi baru yang relevan untuk menentukan solusi yang tepat.
Problem Based Learning (PBL) mempunyai karakteristik sebagai
berikut (Rusman, 2012: 232):
-
22
1) Permasalahan menjadi starting point dalam belajar
2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia
nyata yang tidak terstruktur
3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective)
4) Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi
kebutuhan dan bidang baru dalam belajar
5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama
6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya,
dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial
dalam PBL
7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif
8) Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan masalah sama
pentingnya dalam penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi
dari sebuah permasalahan
9) Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari
sebuah proses belajar
10) PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses
belajar
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning (PBL)
adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa yang
berorientasi pada pemecahan masalah dunia nyata yang bertujuan untuk
-
23
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, kesadaran metakognitif,
dan hasil belajar kognitif.
b. Langkah-langkah Model Problem Based Learning (PBL)
Ismail (Rusman, 2012: 243) mengemukakan bahwa langkah-
langkah Model Problem Based Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Fase Indikator Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada
masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan,
dan memotivasi siswa terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah.
2 Mengorganisasi
pengalaman
individual/kelompok
Membantu siswa mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut.
3 Membimbing
pengalaman
individual/kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan
informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah.
4 Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya
Membantu siswa dalam merencanakan
dan menyiapkan karya yang sesuai,
seperti laporan, dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan temannya.
5 Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Membantu siswa untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan
Sumber: Ismail (2002)
Pada fase pertama siswa membutuhkan pemahaman yang jelas
tentang maksud dan tujuan pembelajaran dengan Model Problem Based
Learning (PBL) sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar untuk
memperoleh informasi baru tetapi untuk menyelidiki masalah yang
dihadapi sehingga siswa bertanggung jawab atas pencapaian tujuan
pembelajaran secara mandiri.
-
24
Pada fase kedua guru mengatur siswa untuk melaksanakan
kegiatan pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran dengan
Model Problem Based Learning (PBL) menghendaki siswa
berkolaborasi untuk menyelidiki masalah bersama. Guru membantu
siswa untuk mengembangkan keterampilan sosialnya melalui kerjasama.
Agar dapat belajar bersama maka siswa mudah dikontrol dan tidak
membosankan. Pengelompokan siswa dapat diatur berdasarkan berbagai
kepentingan misalnya guru membagi kelompok-kelompok siswa
berdasarkan gender, etnik, dan tingkat kemampuan. Jika perbedaan-
perbedaan tidak berpengaruh maka guru dapat mengelompokkan siswa
berdasarkan minat siswa yang sama atau kelompok teman akrab atau
dekat.
Setelah pembentukan kelompok siswa akan secara bersama-sama
menyusun rencana. Kegiatan penyusunan rencana perlu memperhatikan
waktu yang disediakan untuk sub topik khusus, menyelidiki tugas-tugas
dan batas waktu untuk tugas-tugas tersebut. Pada kegiatan selanjutnya
berdasarkan rencana yang disusun bersama, guru membimbing siswa-
siswa secara individual atau kelompok-kelompok kecil. Kegiatan
investigasi dilaksanakan secara mandiri, kelompok ataupun berpasangan.
Kegiatan investigasi meliputi kegiatan mengumpulkan data dan
melakukan eksperimen jika perlu, menyusun hipotesis, menyelesaikan
masalah dan menyiapkan alternatif penyelesaian.
-
25
Selanjutnya siswa dituntut untuk menghasilkan produk berupa
solusi-solusi dan mempresentasikannya. Produk yang dihasilkan oleh
siswa berupa laporan, tabel, diagram, dan bentuk-bentuk yang bersifat
fisik. Kegiatan pada fase ini akan dilanjutkan dengan kegiatan
mempresentasikan hasil karya. Pada tahap ini siswa diharapkan dapat
mengomunikasikan gagasan-gagasan dengan simbol, tabel, atau diagram.
Tahap terakhir dari kegiatan pembelajaran dengan Model Problem Based
Learning (PBL) adalah aktivitas yang ditunjukkan untuk membantu siswa
membuat analisis dan mengevaluasi hasil pekerjaannya sehingga dapat
menemukan pengetahuan yang merupakan tujuan pembelajaran.
c. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Warsono dan Hariyanto (Muyassaroh, 2015) Model
Problem Based Learning (PBL) memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan model Problem Based Learning (PBL) antara
lain:
1) Peserta didik akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan
merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait
dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi masalah
yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real world).
2) Memupuk solidaritas dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman
sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.
3) Meningkatkan keakraban antara guru dan peserta didik
4) Membiasakan peserta didik untuk bereksperimen.
-
26
5) Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
6) Meningkatkan keaktifan peserta didik.
7) Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mencari informasi.
8) Mendorong peserta didik untuk mengembangkan keterampilan
komunikasi matematika, baik lisan dan tulisan.
Sedangkan kelemahan dari Model Problem Based Learning
(PBL), antara lain:
1) Memerlukan biaya mahal dan waktu panjang.
2) Aktivitas peserta didik yang dilaksanakan di luar kelas sulit dipantau
guru.
3) Beberapa peserta didik yang memiliki kelemahan dalam percobaan
dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan.
4) Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
5) Ketika topik/masalah yang diberikan kepada masing-masing
kelompok berbeda, dikhawatirkan peserta didik tidak bisa memahami
topik/masalah secara keseluruhan.
4. Materi Statistika
4.1 Pengertian Statistika
Statistik dapat diartikan sebagai berikut:
a. Kumpulan angka-angka suatu permasalahan, sehingga dapat
memberikan gambaran mengenai masalah tersebut.
b. Ukuran yang dihitung dari sekumpulan data dan merupakan wakil
dari data.
-
27
Statistika adalah ilmu yang mempelajari pengumpulan,
pengaturan, perhitungan, penggambaran, dan penganalisaan data, serta
penarikan kesimpulan yang valid (sahih) berdasarkan penganalisaan
yang dilakukan dan pembuatan keputusan yang rasional
4.2 Pengertian Data
Data merupakan bentuk jamak dari datum. Kumpulan datum
membentuk data. Data statistik bisa diperoleh dengan cara-cara berikut:
1. Survei, yaitu suatu daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang
telah ditentukan atau terbuka yang diberikan kepada responden
(objek yang diteliti). Survei dapat dilakukan secara tertulis
(kuesioner), dan dilakukan secara lisan, misalnya wawancara.
2. Review, yaitu mengambil data dari literatur lain yang sudah terbit
3. Observasi, yaitu mengambil data melalui pengamatan atau penelitian
langsung
4.3 Membaca data
1. Tabel
Contoh:
Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota pada
tahun 2016 diberikan oleh tabel berikut:
Tabel 2.2 Data Jumlah Siswa pada Setiap Tingkat Sekolah
Tingkat sekolah Jumlah siswa
TK
SD
SMP
SMA
SMK
1.500
1.800
1.400
1.650
1.050
2. Diagram Batang
Data jumlah siswa pada setiap tingkat sekolah pada suatu kota
pada tahun 2016
-
28
Gambar 2.1 Data Jumlah Siswa Tingkat Sekolah
3. Diagram Lingkaran
Gambar 2.2 Jenis Olahraga yang Disukai Siswa
4. Diagram Garis
1500
1800
1400
1650
1050
0.00
200.00
400.00
600.00
800.00
1,000.00
1,200.00
1,400.00
1,600.00
1,800.00
2,000.00
TK SD SMP SMA SMK
Jum
lah
Sis
wa
Tingkat Sekolah
Sepak
Bola
25.0%
Bulu
Tangkis
21.6% Bola
Volli
17.4%
Bola
Basket
12.2%
Karate
8.1%
Lain-lain
15.7%
Gambar 2.3 Jumlah Pemakaian Listrik
148
192
136
170 180 184
0
50
100
150
200
250
Januari Februari Maret April Mei Juni
Pem
ak
aia
n (
kw
h)
Bulan
-
29
5. Ogive
Gambar 2.4 Hasil Ulangan Matematika Siswa
4.4 Menyajikan Data
1. Tabel distribusi frekuensi
Distribusi frekuensi adalah daftar yang membagi data yang ada
ke dalam beberapa kelompok atau kelas.
Ada dua macam distribusi frekuensi yaitu distribusi frekuensi
data tunggal dan distribusi frekuensi data kelompok.
a) Distribusi frekuensi data tunggal
Langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data tunggal
a. Mengurutkan data dari yang terkecil ke yang terbesar (array)
b. Menentukan data terkecil
c. Menentukan frekuensi masing-masing data dengan sistem
turus/tally atau melidi
b) Distribusi frekuensi data berkelompok
Langkah-langkah menyusun tabel distribusi frekuensi data
kelompok
a. Menentukan jangkauan/rentang
Jangkauan/rentang disebut juga dengan range adalah
selisih antara data terbesar dan data terkecil.
Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)
Ogive Hasil Ulangan Matematika
45 Siswa kls XI-IA.1 SMAN 4 Watampone
45
39
29
14
8
300
6
16
31
37
4245
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
29.5 39.5 49.5 59.5 69.5 79.5 89.5 99.5
Nilai (tb/ta)
Frek
. Kum
ulat
if
Ogive Negatif
Ogive Positif
-
30
b. Menetapkan banyak kelas (K)
Berdasarkan kebiasaan yang ada, banyak kelas berkisar
antara 5 sampai dengan 15 (5 ≤ k ≤ 15). Cara lain untuk
menetapkan banyak kelas adalah menggunakan rumus Sturges,
yaitu:
Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)
Keterangan:
K = banyak kelas (kelas interval)
N = banyaknya data
c. Menentukan interval kelas (i)
Besarnya interval kelas bagi tiap-tiap kelas dalam
distribusi frekuensi sebaiknya diusahakan sama. Adapun besarnya
i (interval kelas) dapat ditentukan dengan rumus:
Sumber: Sutrima dkk (2009: 14)
Keterangan:
i = interval kelas
R = rentang/jangkauan
K = banyaknya kelas
d. Menentukan batas bawah dari kelas pertama
Batas bawah dari kelas pertama hendaknya dipilih
sedemikian sehingga tidak terdapat satupun yang tidak masuk ke
dalam kelompok data. Dalam hal ini, batas bawah dari kelas
diambil data dengan nilai terkecil.
2. Penyajian data dalam bentuk diagram
a. Diagram garis
Diagram garis adalah suatu cara penyajian data statistik
menggunakan garis-garis lurus. Biasanya, diagram garis digunakan
-
31
untuk menyajikan data yang diperoleh dari hasil pengamatan
terhadap suatu objek dari waktu ke waktu secara berurutan.
b. Diagram batang
Diagram batang adalah diagram yang digunakan untuk
menyajikan data statistik, dengan batang berbentuk persegi panjang.
Langkah-langkah dalam melukis diagram batang adalah:
1) Melukis sumbu mendatar dan sumbu tegak yang berpotongan
2) Memberikan nama pada sumbu mendatar dan sumbu tegak
3) Membuat skala yang sesuai
4) Menentukan letak batang dan membuat batang
Penyajian data dalam bentuk diagram batang dapat dibuat dalam
posisi vertikal atau horizontal.
c. Diagram lingkaran
Diagram lingkaran adalah diagram yang menggunakan daerah
lingkaran untuk menggambarkan suatu keadaan. Langkah-langkah
dalam membuat diagram lingkaran adalah sebagai berikut:
1) Mencari derajat dan persentase masing-masing data
2) Lukislah lingkaran
3) Bagi lingkaran menurut data yang ada dengan menggunakan
busur derajat (membagi lingkaran dalam beberapa juring tertentu
sesuai data
3. Histogram dan polygon
Histogram adalah satu cara untuk menyajikan data statistik
dalam bentuk gambar. Histogram sering disebut sebagai grafik
frekuensi yang bertangga, yang terdiri dari serangkaian persegi panjang
yang mempunyai luas yang sebanding dengan frekuensi yang terdapat
dalam kelas-kelas interval yang bersangkutan. Cara menggambarnya,
antara persegi panjang yang berdekatan berimpit pada satu sisi. Setiap
persegi panjang pada suatu histogram mewakili kelas tertentu, dengan
pengertian: lebar persegi panjang menyatakan panjang kelas, tinggi
persegi panjang menyatakan frekuensi kelas dan digambarkan secara
-
32
vertikal. Oleh karena itu, jika setiap kelas mempunyai panjang yang
sama, maka luas setiap persegi panjang itu berbanding lurus dengan
frekuensinya. Selanjutnya, jika setiap titik tengah dari bagian sisi atas
persegi panjang pada histogram itu dihubungkan, maka kita peroleh
diagram garis. Diagram garis semacam ini disebut polygon frekuensi.
4. Ogive
Frekuensi kumulatif kurang dari (fk kurang dari) jumlah
frekuensi semua nilai amatan yang kurang dari batas atas (). Tabel
distribusi frekuensi kumulatif dapat digambarkan diagramnya berupa
ogive. Karena tabel distribusi frekuensi kumulatif ada dua macam, yaitu
tabel distribusi kumulatif kurang dari dan tabel distribusi frekuensi
kumulatif lebih dari, sebagai konsekuensinya kita mempunyai dua
macam ogive, yaitu ogive positif dan ogive negatif. Caranya adalah
dengan menempatkan nilai-nilai tepi kelas pada sumbu mendatar dan
nilai-nilai frekuensi kumulatif pada sumbu tegak. Titik-titik yang
diperoleh (pasangan nilai tepi kelas dengan nilai frekuensi kumulatif)
dihubungkan dengan garis lurus, maka diperoleh diagram garis yang
disebut polygon frekuensi kumulatif. Kurva frekuensi kumulatif inilah
yang disebut ogive.
4.5 Ukuran Pemusatan Data Tunggal
1. Rataan (Mean)
Nilai rataan adalah salah satu ukuran yang memberikan
gambaran yang lebih jelas dan singkat tentang sekelompok data
mengenai suatu masalah, baik tentang sampel atu populasi. Rataan yang
diperoleh dari hasil pengukuran sampel disebut statistik, sedangkan
rataan yang diperoleh dari populasi disebut parameter. Rataan hitung
(mean) dari suatu kumpulan data dengan banyak nilai data. Jadi,
-
33
Sumber: Sutrima dkk (2009: 23)
Dengan:
̅ = rataan dari kumpulan data
xi = nilai data ke-i
n = banyak data
Notasi ∑ (dibaca: sigma) menyatakan penjumlahan suku-suku.
2. Median
Median adalah nilai tengah dari sekumpulan data yang telah
diurutkan dari terkecil ke terbesar.
Maka median dari kumpulan data itu ditentukan dengan cara
berikut:
a. Jika n adalah bilangan ganjil, maka median adalah nilai data ke
,
Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)
b. Jika n adalah bilangan genap, maka Me adalah rataan dari nilai data
ke-
dan nilai data ke-
, ditulis
Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)
3. Modus
Modus didefinisikan sebagai angka statistik yang mempunyai
frekuensi tertinggi.
4.6 Ukuran Pemusatan Data Kelompok
1. Rataan (Mean)
Untuk data berkelompok, nilai mean ditentukan oleh rumus
berikut:
̅
∑
(
)
-
34
Sumber: Sutrima dkk (2009: 25)
Keterangan:
̅ = Mean
xi = Nilai tengah
fi = Frekuensi
2. Median
Untuk data berkelompok, nilai median ditentukan oleh rumus
berikut:
Sumber: Sutrima dkk (2009: 29)
Keterangan:
Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi
n = Banyaknya data
F = Frekuensi kumulatif sebelum kelas interval yang memuat Me
fm = frekuensi kelas interval yang memuat Me
p = Panjang kelas interval
3. Modus
Untuk data berkelompok, nilai modus ditentukan oleh rumus
berikut:
Sumber: Sutrima dkk (2009: 27)
Keterangan:
Bb = Tepi bawah kelas interval yang mempunyai frekuensi tertinggi
̅ ∑ ∑
(
)
(
)
-
35
b1 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sebelumnya
b2 = Selisih frekuensi kelas modus dengan frekuensi sesudahnya
p = Panjang kelas interval
B. Penelitian Relevan
Na’imatun Muyassaroh (2015) dengan penelitiannya yang berjudul
“Efektivitas Model Problem Based Learning (PBL) Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematika Peserta Didik Materi Pokok Segiempat Semester Genap
Kelas VII SMPN 02 Kalinyamatan Jepara Tahun Pelajaran 2014/2015”
menyatakan bahwa model Problem Based Learning (PBL) efektif dalam
meningkatkan kemampuan komuniaksi siswa. Hal ini ditunjukkan oleh th 𝑢 𝑔 =
2,122 > ttabel = 1,675, karena t berada pada daerah penolakan 𝐻0, sehingga 𝐻1
diterima. Artinya rata-rata kemampuan komunikasi matematika kelas eksperimen
(menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih baik dari rata-rata
kemampuan komunikasi matematika kelas kontrol (menggunakan model
pembelajaran konvensional).
Yusna, D. P. S. (2015) dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan
Model Problem Based Learning (PBL) dalam Materi Relasi dan Fungsi Bagi
Siswa Kelas X MAN Model Banda Aceh” menyatakan bahwa ketuntasan belajar
siswa tercapai serta respon siswa lebih dari 80% ketika diterapkan Model Problem
Based Learning (PBL). Sehingga dapat dikatakan bahwa Model Problem Based
Learning (PBL) efektif digunakan.
Penelitian lain yang menggunakan model Problem Based Learning (PBL)
dilaksanakan oleh Iwan Supriyono (2014) yang berjudul “Pengaruh Problem
Based Learning (PBL) Terhadap Prestasi Belajar Matematika Pada Sub Pokok
-
36
Bahasan Pecahan Di SMP Negeri 2 Nogosari Boyolali” mengatakan bahwa ada
perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa yang diberi pengajaran
dengan menggunakan pembelajaran Konvensional dan Problem Based Learning
(PBL) terhadap pembelajaran matematika siswa hal ini dapat dilihat pada hasil
analisis nilai Thitung > Ttabel yang meninjukkan hasil sebesar 4,602 > 2,048. Prestasi
belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL)
mempunyai rata-rata yang lebih tinggi daripada pembelajaran yang menggunakan
metode Konvensional pada sub pokok bahasan pecahan sehingga prestasi belajar
yang dicapai lebih tinggi.
C. Kerangka Pikir
Matematika masih menjadi mata pelajaran yang sulit di mata para pelajar
di setiap jenjang pendidikan. Hal ni terlihat dari masih rendahnya nilai
matematika siswa di sekolah-sekolah. Berbagai upaya telah dilakukan oleh guru
bersangkutan untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satunya dengan
memilih model yang sesuai dengan permasalahan yang ada didalam kelas.
Model Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran
yang senantiasa mengharapkan guru untuk menyajikan masalah-masalah nyata
yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari kemudian meyelesaikannya
dengan menggunakan prinsip-prinsip matematika.
Model ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk memecahkan
persoalan yang mereka hadapi, baik secara perorangan maupun dalam kelompok
dengan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang mereka hadapi. Proses
-
37
PBL diawali dengan orientasi siswa terhadap masalah hingga siswa diharapkan
mampu menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Dengan
demikian siswa akan terbiasa mengidentifikasi masalah, merumuskan masalah,
dan membuat alternatif pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sehingga
dapat mendorong siswa untuk memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Gambar 2.5 Skema Kerangka Pikir
Model Problem Based Learning
(PBL)
Hasil Belajar Aktivitas Siswa Respons Siswa
Kelebihan Model Problem Based Learning (PBL) salah satunya
Meningkatkan kemampuan memecahkan masalah dan membiasakan
peserta didik untuk bereksperimen
Rata-rata hasil
belajar siswa
setelah diajar
dengan
menggunakan
model
Problem
Based
Learning
(PBL)
meningkat
Masalah yang terdapat di kelas:
1. Model pembelajaran yang kurang tepat dan tidak variatif
2. Teacher centered.
3. Hasil belajar rendah
Persentase
aktivitas aktif
meningkat
(sesuai yang
dikehendaki)
Persentase
respons siswa
terhadap
penerapan
model
Problem
Based
Learning
(PBL) lebih
dari 70%
merespons
positif
-
38
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
Hipotesis Mayor
“Pembelajaran matematika efektif dengan penerapan Model Problem Based
Learning (PBL) pada siswa kelas XI IPA SMA Tridharma MKGR Makassar ”.
Hipotesis Minor
1. Rata-rata hasil belajar siswa setelah di ajar dengan Model Problem Based
Learning (PBL), minimal 73 (KKM).
2. Rata-rata Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) secara klasikal setelah di
ajar dengan Model Problem Based Learning (PBL), minimal 80%.
3. Rata-rata gain ternormalisasi siswa setelah diajar dengan menggunakan
Model Problem Based Learning (PBL), minimal 0,3.
4. Persentase respons siswa terhadap penerapan Model Problem Based
Learning (PBL), minimal 70% merespons positif.