BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA . Banyak riset yang telah berusaha untuk...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.pdf · BAB II KAJIAN PUSTAKA . Banyak riset yang telah berusaha untuk...
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Banyak riset yang telah berusaha untuk menyelidiki berbagai aspek dari
kepuasan pernikahan. Salah satunya, hubungan kepuasan pernikahan dengan
persepsi pasangan, ekspresi emosi, dampak faktor kepribadian, dan dampak
strategi penanggulangan (Campbell & Snow, 1992; Gottman & Krokoff, 1989;
Huston, Caughlin, Houts, Smith, & George, 2001). Pada penelitian ini, peneliti
memilih untuk menyelidiki religiusitas dan cinta dalam kaitannya terhadap
kepuasan pernikahan.
Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)
Kehidupan Keagamaan Kementerian Agama (Kemenag) angka perceraian di
Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2010-2014, dari sekitar 2 juta
pasangan yang menikah, 15% di antaranya bercerai. Pada tahun 2010 perceraian
terjadi sebanyak 251.208 kasus, sedangkan pada tahun 2014 telah terjadi 382.231.
Kasus perceraian dalam lima tahun terakhir ini meningkat 52%. Sebanyak 70%
perceraian diajukan oleh istri (Anna, 2015). Menurut psikolog Ratih Ibrahim,
fenomena istri menggugat cerai dikarenakan merasa tidak dihargai, karir yang
lebih bagus dibandingkan suami, suami yang memiliki sifat posesif, tidak ada
kesetaraan, memiliki „bargain power‟ dan masyarakat yang semakin toleran
dengan status „single parent‟ (Johara, 2017).Pada penelitian ini, peneliti hanya
memilih istri sebagai subjek dikarenakan fenomena yang terjadi saat ini, sebagian
besar perceraian yang terjadi diajukan oleh pihak istri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
10
2.1. Definisi Kepuasan Pernikahan
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No 1 Tahun 1974 Pasal 1
tentang pernikahan, menyatakan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan
Yang Maha Esa. Setiap individu yang menikah memiliki harapan untuk
memperoleh kepuasan dalam pernikahannya. Hal ini menyebabkan kepuasan
pernikahan menjadi topik penting yang telah diteliti secara luas selama 20 tahun
terakhir terutama karena hubungannya dengan perceraian. Beberapa definisi
kepuasan pernikahan yang didapatkan dari penelitian sebelumnya yaitu sebagai
berikut:
Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan merupakan evaluasi dari
suami istri terhadap hubungan pernikahan yang sukar berubah sepanjang
perjalanan pernikahan itu sendiri. Spanier dan Cole menyebutkan kepuasan
pernikahan adalah evaluasi subjektif mengenai perasaan seseorang atas
pasangannya, atas pernikahannya dan atas hubungannya dengan pasangannya. Hal
ini berkaitan dengan perasaan senang, bahagia dan puas yang dirasakan pasangan
suami istri dari hubungan pernikahan yang mereka jalani (Prasetya, 2007).
Kepuasan pernikahan mengacu pada bagaimana pasangan suami istri
mengevaluasi hubungan pernikahan mereka, apakah baik, buruk, atau memuaskan
(Hendrick & Hendrick, 1992).
Kepuasan pernikahan diartikan sebagai sejauh mana pasangan yang
menikah merasakan dirinya tercukupi dan terpenuhi dalam hubungan yang
mereka jalani (DeGenova & Rice, 2009).Kepuasan pernikahan adalah pengalaman
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
11
subjektif dari kebahagiaan pasangan dan kebahagiaan dalam pernikahan mereka
(Sternberg & Hojjat, 1997). Dan menurut Olson & Fower (1993), kepuasan
pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal dalam pernikahan yang mencakup
komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan, penyelesaian
konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan teman, kesetaraan
peran serta pengasuhan anak.
Berdasarkan uraian definisi kepuasan pernikahan dari beberapa teori di
atas, dalam penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teori Olson &
Fower, karena paling rinci dalam menjelaskan kepuasan pernikahan. Menurut
Olson& Fowers (1993), kepuasan pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal
dalam pernikahan yang mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang,
orientasi keagamaan, penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan
seksual, keluarga dan teman, kesetaraan peran serta pengasuhan anak.
2.1.1 Aspek Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek dalam
pernikahan seperti yang dikemukakan oleh Olson & Fower (1993). Adapun
aspek-aspek tersebut antara lain:
1) Komunikasi
Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap
komunikasi dalam hubungan mereka sebagai suami istri. Aspek ini berfokus
pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam saling berbagi
dan menerima informasi secara emosional dan kognitif.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
12
2) Kegiatan mengisi waktu luang
Aspek ini mengukur pada pemilihan kegiatan yang untuk menghabiskan
waktu senggang. Aspek ini merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas
personal, pilihan untuk saling berbagi satu sama lain, dan harapan untuk
menghabiskan waktu senggang bersama pasangan.
3) Orientasi Agama
Aspek ini mengukur makna kepercayaan agama dan prakteknya dalam
pernikahan. Nilai yang tinggi menunjukan agama merupakan bagian yang
penting dalam pernikahan. Agama secara langsung mempengaruhi kualitas
pernikahan dengan menjaga nilai-nilai suatu hubungan, norma dan dukungan
sosial yang turut memberikan pengaruh besar dalam pernikahan, juga
mengurangi perilaku yang berbahaya dalam pernikahan (Christiano, 2000;
Wilcox, 2004 dalam Wolfinger & Wilcox, 2008).
4) Penyelesaian Konflik
Aspek ini mengukur persepsi pasangan terhadap eksistensi dan resolusi
terhadap konflik dalam hubungan mereka. Aspek ini berpusat pada
keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pengenalan dan penyelesaian, juga
strategi-strategi yang digunakan untuk menghentikan pertikaian, serta saling
mendukung dalam mengatasi masalah bersama dan membangun kepercayaan
satu sama lain.
5) Pengelolaan Keuangan
Aspek ini berfokus pada sikap dan bagaimana cara pasangan mengelola
keuangan mereka. Aspek ini mengukur pola bagaimana pasangan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
13
menggunakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial
mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi
kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki benda yang diinginkan, serta
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah
dalam pernikahan (Hurlock, 1999). Konflik dapat muncul jika salah satu pihak
menunjukkan otoritas terhadap pasangannya, juga tidak percaya terhadap
kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.
6) Orientasi Seksual
Aspek ini mengukur perasaan pasangan mengenai afeksi dan hubungan
seksual mereka. Aspek ini menunjukan sikap mengenai isu-isu seksual,
perilaku seksual, kelahiran, dan juga kesetiaan. Penyesuaian seksual dapat
menjadi penyebab konflik dan ketidakbahagiaan jika tidak tercapai
kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat meningkat seiring
berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah
memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu
mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, juga membaca tanda-tanda yang
diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami
istri.
7) Keluarga dan Teman
Aspek ini menunjukan perasaan-perasan dan hubungan dengan anggota
keluarga dan keluarga dari pasangan, dan teman-teman. Aspek menunjukan
harapan-harapan dan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama
keluarga dan teman-teman.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
14
8) Pengasuhan Anak
Aspek ini mengukur sikap-sikap dan perasaan-perasaan mengenai memiliki
dan membesarkan anak. Aspek ini berfokus pada keputusan yang
berhubungan dengan disiplin, tujuan-tujuan untuk anak-anak dan pengaruh
anak-anak terhadap hubungan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam
hal mengasuh dan mendidik anak penting dalam pernikahan. Orangtua
biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan
kepuasan bila cita-cita tersebut terwujud.
9) Kepribadian
Aspek ini mengukur persepsi individu mengenai pasangan mereka dalam
menghargai perilaku-perilaku dan tingkat kepuasan yang dirasakan terhadap
masalah-masalah perilaku tersebut.
10) Kesetaraan Peran
Aspek ini mengukur perasaan-perasaan dan sikap-sikap individu mengenai
peran-peran dalam pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada
pekerjaan, pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Semakin tinggi
nilai ini, menunjukan bahwa pasangan memilih peran-peranegalitarian.
2.1.2 Faktor-faktor Kepuasan Pernikahan
Beberapa tokoh mengemukakan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller (1985) kepuasan pernikahan
meliputi dua faktor, yaitu latar belakang dan keadaan saat ini. Faktor latar
belakang diartikan sebagai kondisi sebelum terjadinya pernikahan yang dapat
mempengaruhi kepuasan pernikahan. Faktor-faktor tersebut antara lain, kondisi
pernikahan orang tua, kehidupan pasa masa kanak-kanak, kedisiplinan dari orang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
15
tua, pendidikan seks, tingkat pendidikan, dan waktu pengenalan dengan pasangan
sebelum menikah.
Penikahan orang tua dapat menjadi contoh atau role model bagi anak yang
pakan menjalani kehidupan pernikahannya sendiri. Kemungkinan perceraian akan
lebih tinggi pada anak yang orang tuanya bercerai (Papalia, Olds, & Feldman,
2007). Kehidupan masa kanak-kanak juga dapat mempengaruhi kepuasan
pernikahan pada pasangan. Menurut Duvall dan Miller (1985) kedisiplinan yang
di terapkan sejak kecil dengan cara yang sesuai dapat mendukung penyesuaian
diri dalam kehidupan pernikahan.
Faktor keadaan saat ini merupakan kondisi setelah terjadinya pernikahan,
antara lain, ekspresi cinta, kepercayaan satu sama lain, kesetaraan dalam peran,
komunikasi, hubungan seksual, pendapatan, hubungan sosial satu sama lain dan
tempat tinggal. Latar belakang ekonomi, pekerjaan dan tingkat pendidikan rendah
pada individu berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan. Penelitian Ratna dan
Kaur (2004) menyatakan bahwa pasangan yang memiliki tingkat ekonomi yang
rendah memiliki tingkat kepuasan pernikahan yang juga rendah, bahkan hampir
sama dengan tingkat kepuasan pernikahan pada pasangan yang baru bercerai.
Selain itu, penelitian Vaijayanthimala, Kumari, dan Panda (2004) menemukan
bahwa pasangan yang memiliki pendidikan yang tinggi juga memiliki pernikahan
yang stabil dan bahagia, sedangkan pasangan yang memiliki pendidikan rendah
lebih rentan bercerai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
16
2.1.3 Kriteria Pernikahan yang Memiliki Kepuasan Tinggi
Menurut Skolnick (dalam Lemme, 1995) ada beberapa kriteria dari
pernikahan yang memiliki kepuasan yang tinggi, antara lain:
1) Adanya relasi personal yang penuh kasih sayang dan menyenangkan, dimana
dalam keluarga terdapat hubungan yang hangat, saling berbagi dan menerima
antar sesama anggota dalam keluarga.
2) Kebersamaan, adanya rasa kebersamaan dan bersatu dalam keluarga. Setiap
anggota keluarga merasa menyatu dan menjadi bagian dalam keluarga.
3) Model parental role yang baik
Pola orangtua yang baik akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anak
mereka. Hal ini bisa memberntuk keharmonisan dalam keluarga.
4) Penerimaan terhadap konflik-konflik
Konflik yang muncul dalam keluarga dapat diterima secara normatif, tidak
dihindari melainkan berusaha untuk diselesaikan dengan baik dan
menguntungkan bagi semua anggota keluarga.
5) Kepribadian yang sesuai
Dimana pasangan memiliki kecocokan dan saling memahami satu sama lain.
Hal yang penting juga yaitu adanya kelebihan yang satu dapat menutupi
kekurangan yang lainnya sehingga pasangan dapat saling melengkapi satu
sama lain.
6) Mampu memecahkan konflik
Levenson (dalam Lemme, 1995) mengatakan bahwa kemampuan pasangan
untuk memecahkan masalah serta strategi yang digunakan oleh pasangan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
17
untuk menyelesaikan konflik yang ada dapat mendukung kepuasan pernikahan
pasangan tersebut.
Berbagai alat ukur yang digunakan dalam mengukur kepuasan pernikahan
telah disusun oleh para ahli. Calyton (1975) menyusun skala kepuasan pernikahan
berdasarkan delapan aspek yaitu (a) kemampuan sosial suami isteri, (b)
persahabatan dalam pernikahan, (c) urusan ekonomi, (d) kekuatan pernikahan, (e)
hubungan dengan keluarga besar, (f) persamaan ideology, (g) keintiman
pernikahan, (h) taktik‐ taktik interaksi.Funk dan Rogge (2007) mengembangkan
Couples Satisfaction Index (CSI) untuk mengukur kepuasan pernikahan yang
terdiri dari 32 item. Lalu, Olson & Fowers (1993) menyusun skala Enrich Marital
Satisfaction (EMS) untuk pengukur kepuasan pernikahan. Dari berbagai macam
alat ukur diatas, peneliti memilih skala Enrich Marital Satisfaction (EMS)untuk
mengukur kepuasan pernikahan dalam penelitian ini dikarenakan skala ini banyak
dipakai pada penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.
2.2. Definisi Religiusitas
Religiusitas merupakan ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia
dan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama
bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi
juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural.
Bukan hanya mengenai aktivitas yang tampak oleh mata, tapi juga aktivitas yang
tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang (Ancok dan Suroso, 2008;
Nasution, dalam Jalaluddin, 2010).Berikut peneliti uraikan tentang teori-teori
religiusitas dari beberapa tokoh pada penelitian sebelumnya, diantaranya ;
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
18
Brown (1969) menyatakan bahwa religiusitas merupakan fenomena
kompleks yang melibatkan kepercayaan, perilaku atau praktik kontingen,
semacam pengalaman, dan 'iman' atau komitmen terhadap kebenaran sistem
kepercayaan. Religiusitas adalah kedalaman seseorang dalam meyakini adanya
Tuhan yang diwujudkan dengan mematuhi setiap perintah dan menjauhi larangan
dengan keikhlasan hati dan dengan seluruh jiwa raga (Chatijah dan Purwadi,
2007). Lalu, menurut Glock dan Stark (1970) religiusitas adalah tingkat
pengetahuan seseorang terhadap agama yang dianutnya serta suatu tingkat
pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang dianutnya.
Berdasarkan uraian definisi di atas penelitian ini menggunakan teori Glock
dan Stark (1970). Karena teori Glock dan Stark tersebut sesuai dengan kriteria
agama dalam penelitian ini yaitu Islam. El-Menouar (2014) telah
mengkalsifikasikan dimensi dari Glock dalam terminologi islam, oleh karena itu
teori dari Glock dan Stark dapat digunakan untuk mengukur religiusitas pada
subjek yang beragama Islam.
Definisi operasional menurut Glock dan Stark (1970) religiusitas adalah
tingkat pengetahuan seseorang terhadap agama yang dianutnya serta suatu tingkat
pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang dianutnya.
2.2.1 Dimensi Religiusitas
Glock dan Stark (1970) membagi religiusitas kedalam lima dimensi, diantaranya :
1) Dimensi Keyakinan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
19
Dimensi ini mencakup sejauh mana individu dapat menerima hal-hal yang
dogmatik dalam agamanya. Percaya dan tidak ragu dengan apa yang ada pada
agama yang di anutnya.
2) Dimensi praktik agama atau ritualistik
Dimensi ini mencakup pelaksanaan kewajiban-kewajiban ritual agama,
ketaatan dan hal-hal yang dilakukan individu untuk menunjukkan komitmen
terhadap agama yang dianutnya.
3) Dimensi Penghayatan
Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan, dan persepsi
yang pernah dialami dan dirasakan.
4) Dimensi Pengetahuan Agama
Dimensi ini mengacu pada sajauh mana individu mengetahui dan memahami
ajaran-ajaran agamanya dan aktivitas yang dilakukan untuk menambah
pengetauan tersebut.
5) Dimensi Pengamalan
Dimensi ini mengacu pada akibat-akibat dari ajaran keagamaan, praktik,
pengalaman dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari. Efek dari ajaran
agama pada perilaku individu dalam kehidupannya.
2.2.2 Faktor-faktor Religiusitas
Thouless (2000) menyebutkan beberapa faktor yang mungkin ada dalam
sikap keagamaan, yaitu:
1) Faktor Sosial
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
20
Faktor sosial agama terdiri dari berbagai pengaruh terhadap keyakinan dari
perilaku keagamaan, dari pendidikan pada masa kanak-kanak, orang-orang
disekitar kita, dan berbagai tradisi yang sudah ada dahulu.
2) Faktor Pengalaman
Faktor pengalaman artinya adalah faktor alamiah yang dirasakan seseorang
ketika dirinya mampu menyadari bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini
adalah karena Allah Subhanahu Wa Ta‟ala.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala religiusitas dari Glock &
Stark (1970), yang telah di modifikasi oleh Satriani (2011) yang terdiri dari 40
pernyataan. Lalu, peneliti modifikasi kembali sesuai dengan subjek penelitian.
2.3. Intimacy
Terdapat beberapa pandangan dan definisi cinta yang dikemukakan oleh
para tokoh. Cinta merupakan emosi yang mendalam dan vital yang berasal dari
pemenuhan kebutuhan emosi ditandai dengan adanya perhatian dan penerimaan
terhadap seseorang yang dicintai dalam hubungan yang intim (Berhm, 2007).
Menurut DeGenova (2008) cinta dikatakan sebagai bagian yang utama dari
sebagian besar kehidupan manusia. Baron & Bryne (2000) mengungkapkan
bahwa cinta adalah gabungan dari emosi atau perasaan, kognisi, dan perilaku yang
ada dalam hubungan intim. Sedangkan, Kelley (dalam Sternberg, 1987)
mendefinisikan cinta sebagai :
“positive feeling and behaviors, and commitment to the stability of the force that affect an ongoing relationship.”
(Kelley, dalam Sternberg, 1987)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
21
Menurut definisi diatas, cinta merupakan perasaan dan perilaku, juga
komitmen untuk menjaga keseimbangan hubungan yang sedang di jalani. Untuk
memahami cinta lebih dalam. Sternberg (1987) membuat teori tentang cinta yang
dikenal sebagai Triangular Theory of Loveatau triangulasi cinta yang menjelaskan
bahwa cinta dapat dipahami dalam bentuk tiga komponen yang secara
keseluruhan dapat dilihat sebagai pembentuk sudut dari sebuah segitiga. Ketiga
komponen ini adalah intimacy (sudut bagian atas), passion (sudut bagian kiri),
dan commitment (sudut bagian kanan). Intimacy adalah perasaan dekat dan terikat
secara emosional yang menciptakan kehangatan dalam hubungan. Passion
berhubungan dengan dorongan pada daya tarik fisik yang mengarah pada
percintaan, penyempurnaan seksual. Lalu, commitment yaitu keputusan seseorang
untuk mencintai dan menjaga cinta tersebut.Sternberg, 1988 (dalam Mahmudah,
2012) memilih ketiga komponen tersebut dikarenakan ketiga komponen tersebut
berdiri sendiri, sehingga individu dapat memiliki salah satu dari komponen tanpa
harus memiliki dua komponen lainnya.
Penelitian Doughlas (2013) yang berjudul A Study of Love Factors and
Marital Satisfaction menunjukan hasil r=0.76 untuk intimacy, r=0.74 untuk
passion, dan r=0.73 untuk commitment. Hal tersebut menunjukan bahwa intimacy
berkolerasi paling signifikan dengan kepuasan pernikahan. Mendukung hasil
penelitian Doughlas, M. Doreen (2011) pada penelitiannya Intimacy, Passion, and
Commitment As Predictors of Couples’ Relationship Satisfaction juga
menunjukan kolerasi paling tinggi terdapat pada komponen intimacy. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut peneliti memilih komponen intimacy sebagai ukuran dari
cinta.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
22
Intimacy diartikan sebagai seperangkat kasih sayang dari perasaan,
pikiran, dan perilaku saling berbagi antara dua individu (Hook, dkk, 2003).
Menurut Atwater (dalam Yesilaen, 2011) intimacy merupakan kedekatan satu
sama lain, yang ditandai adanya saling bertukar pikiran dan perasaan yang dalam.
Lalu, Rogers menambahkan (dalam Nuryani, 2010) intimacy merupakan
kedekatan pribadi dengan orang lain, dimana terdapat saling berbagi, pikiran dan
perasaan. Menurut Sternberg (1986) Intimacy adalah perasaan kedekatan,
keterikatan, dan hubungan cinta yang terikat bersama.
Menurut Sternberg (1978), intimacy refer to those feelings in a
relationship that promote closeness, bondednes, and connectedness.Intimacy
mengacu pada perasaan hangat, pemahaman, dukungan, komunikasi, dan adanya
saling berbagi di antara pasangan (Miller & Perlman, 2009).
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menggunakan teori dari Sternberg
(1978) dalam penelitian ini, di karenakan teori Sternberg lebih banyak
menjelaskan tentang intimacy.Definisi operasional dalam penelitian ini adalah
perasaan kedekatan, keterikatan, dan hubungan cinta yang terikat bersama
(Sternberg, 1978)
2.3.1 Komponen Intimacy
Sternberg & Grajek (dalam Sternberg, 1978) mengidentifikasikan sepuluh
aspek intimacy dalam cinta, di antaranya :
1. Memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejahteraan pasangan.
2. Merasa bahagia dan menikmati saat-saat menyenangkan dengan orang yang
dicintai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
23
3. Menghormati dan menghargai pasangan dengan baik.
4. Dapat mengharapkan dan mengandalkan pasangan saat dibutuhkan.
5. Saling mengerti dan memahami kelebihan atau kekurangan satu sama lain.
6. Saling berbagi, waktu, kepemilikan, dan rahasia bersama dengan orang yang
dicintai.
7. Merasa mendapat dukungan dan dorongan dari pasangan.
8. Berempati dan memberikan dukungan emosional pada orang yang dicintai
kapanpun dibutuhkan.
9. Dapat berkomunikasi secara intim, mendalam, dan terbuka mengenai
perasaan-perasaan terdalam dengan orang yang dicintai.
10. Menilai dan menganggap penting orang yang dicintai.
Penelitian ini menggunakan skala intimacy dari Sternberg (1988) yang terdiri
dari 15 pernyataan. Peneliti memodifikasi skala dengan menerjemahkan
menterjemahkan skala yang awalnya menggunakan Bahasa Inggris ke dalam
Bahasa Indonesia yang selanjutnya menyusaikan skala dengan partisipan dalam
penelitian ini.
2.4. Dinamika Kepuasan Pernikahan, Religiusitas dan Intimacy
Beberapa penelitian telah mengungkapkan tentang religiusitas, intimacy,
dan kepuasan pernikahan. Sullivan (2001) dalam penelitiannya yang berjudul
Understanding the Relationship Between Religiosity and Marriage: An
Investigation of the Immediate and Longitudinal Effects of Religiosity on
Newlywed Couples. Menyatakan bahwa semakin tinggi religiusitas, maka sikap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
24
perceraian menjadi lebih konservatif, meningkatnya komitmen, dan kemungkinan
akan meminta pertolongan ketika terjadi masalah dalam pernikahannya.
Lambert dan Dollahite (2006) dalam penelitiannya yang berjudul How
Religiosity Help Couples Prevent, Resolve, and Overcome Marital Conflict.
Menunjukan hasil bahwa religiusitas dapat (a) mencegah masalah dalam
hubungan, (b) menyelesaikan konflik, (c) rekonsiliasi. Penelitian Khurana (2017)
Effect of Spiritually Dimensions on Marital Satisfaction, menunjukan hasil bahwa
religiusitas berhubungan secara signifikan dengan kepuasan pernikahan.
Menurutnya, religiusitas bertindak sebagai sesuatu yang menenangkan bagi
pasangan yang bertikai.PenelitianImannatul (2015) melakukan penelitian yang
berjudul Hubungan Antara Religiusitas dengan Kepuasan Perkawinan,
memperoleh kolerasi r=0.582 dengan probabilitas p=0.000 (p≤0.01). Hasil analisis
data menunjukan adanya hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan
kepuasan perkawinan yang dimiliki oleh pasangan suami istri di Kecamatan
Tampan Pekanbaru.
Hasil peneltian Doughlas (2013) A Study of Love Factors and Marital
Satisfaction, menunjukan adanya hubungan yang kuat dan signifikan antara love
factors dan kepuasan pernikahan. Intimacy merupakan faktor yang paling
signifikan berhubungan dengan kepuasan pernikahan yaitu r=0.76, lalu passion
r=0.74, dan commitment r=0.73, dengan p
-
25
Pada penelitian Welingan (2015) yang berjudul “Hubungan Triangular Love dan
Kepuasan Perkawinan pada Pasangan Menikah 5-25 Tahun”, menunjukan hasil
uji kolerasi dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment menunjukan
terdapat hubungan yang positif antara cinta dan kepuasan perkawinan pada
pasangan suami dan istri.
Berbagai penjelasan mengenai religiusitas, intimacy dan kepuasan
pernikahan, serta adanya variable lain yang dianggap penting bagi ketiga variabel
tersebut telah dijelaskan. Berdasarkan hasil studi literatur tersebut, peneliti
membuat hipotesis bahwa terdapat hubungan yang positif antara variabel
religiusitas dan intimacy terhadap kepuasan pernikahan, khususnya pada istri yang
mengajukan perceraian di Jakarta Timur. Karena hasil penelitian-penelitian
sebelumnya berbanding terbalik dengan fenomena saat ini, peneliti ingin menguji
kembali hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan subjek yang berbeda
di tempat yang berbeda.
2.5. Kerangka Berpikir dan Hipotesa Penelitian
Kepuasan pernikahan adalah evaluasi terhadap hal-hal dalam pernikahan
yang mencakup komunikasi, kegiatan mengisi waktu luang, orientasi keagamaan,
penyelesaian konflik, pengelolaan keuangan, hubungan seksual, keluarga dan
teman, kesetaraan peran serta pengasuhan anak (Olson dan Fowers, 1993).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
26
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir Penelitian dan Hipotesa 1
Religiusitas adalah tingkat pengetahuan seseorang terhadap agama yang
dianutnya serta suatu tingkat pemahaman yang menyeluruh terhadap agama yang
dianutnya (Glock dan Stark, 1970). Hipotesa pada bagan ini yaitu terdapat
hubungan antara religiusitas dan kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan
perceraian di Jakarta Timur.
Religiusitas
(IV¹)
1. Keyakinan
2. Praktik keagamaan
3. Penghayatan
4. Pengetahuan
5. Pengalaman
Kepuasan Pernikahan
(DV) 1. Komunikasi
2. Aktivitas waktu luang
3. Orientasi agama
4. Pemecahan masalah
5. Pengaturan keuangan
6. Orientasi seksual
7. Keluarga dan sahabat
8. Peran menjadi orang tua
9. Kepribadian pasangan
10. Peran dalam keluarga
http://digilib.mercubuana.ac.id/
-
27
Gambar 2.2
Skema Kerangka Berpikir Penelitian dan Hipotesa 2
Intimacyadalah perasaan kedekatan, keterikatan, dan hubungan cinta yang
terikat bersama (Sternberg, 1987). Hipotesa pada bagan ini adalah terdapat
hubungan antara intimacy dan kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan
perceraian di Jakarta Timur.
Hipotesa ketiga, terdapat hubungan antara religiusitas dan intimacy
terhadap kepuasan pernikahan pada istri yang mengajukan perceraian di Jakarta
Timur. Hipotesa keempat, hubungan mana yang paling signifikan di antara
religiusitas dan intimacy terhadap kepuasan pernikahan pada istri yang
mengajukan perceraian di Jakarta Timur.
Intimacy
(IV²)
1.Memiliki keinginan untuk meningkatkan kesejateraan pasangan
2. Merasa bahagia dan menikmati saat-saat menyenangkan dengan orang yang dicintai
3. Menghormati dan menghargai pasangan dengan baik
4. Dapat mengharapkan dan mengandalkan pasangan saat dibutuhkan
5. Saling mengerti dan memahami kelebihan atau kekurangan satu sama lain
6. Saling berbagi waktu, kepemilikan, dan rahasia bersama dengan orang yang dicintai
7. Berempati dan memberikan dukungan emosioanl pada orang yang dicintai kapanpun dibutuhkan
8. Dapat berkomunikasi secara intim, mendalam, dan terbuka mengenai perasaan-perasaan terdalam dengan orang yang dicintai
Kepuasan Pernikahan
(DV) 1. Komunikasi
2. Aktivitas waktu luang
3. Orientasi agama
4. Pemecahan masalah
5. Pengaturan keuangan
6. Orientasi seksual
7. Keluarga dan sahabat
8. Peran menjadi orang tua
9. Kepribadian pasangan
10. Peran dalam keluarga
http://digilib.mercubuana.ac.id/