BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Makanan
Makanan adalah semua substansi yang diperlukan oleh tubuh, kecuali air
dan obat – obatan dan substansi – substansi yang diperlukan untuk pengobatan
(Anwar dalam Pohan 2009: 18).
Makanan sehat merupakan makanan yang higienis dan bergizi
mengandung zat hidrat arang, protein, vitamin, dan mineral. Agar makanan sehat
bagi konsumen diperlukan persyaratan khusus antara lain cara pengolahan yang
memenuhi syarat, cara penyimpanan yang betul, dan pengangkutan yang sesuai
dengan ketentuan. Makanan sehat selain ditentukan oleh kondisi sanitasi juga di
tentukan oleh macam makanan yang mengandung karbohidrat, protein,
lemak,vitamin dan mineral (Mukono, 2006 ).
Agar makanan sehat maka makanan tersebut harus bebas dari kontaminasi.
Makanan yang terkontaminasi akan menyebabkan penyakit yang dikenal dengan
food borne dsease.
2.1.1 Higiene dan Sanitasi Makanan
Higiene sanitasi makanan merupakan bagian yang penting dalam proses
pengolahan makanan yang harus dilaksanakan dengan baik (Fathonah, 2005).
Menurut Permenkes No. 942 Higiene sanitasi adalah upaya untuk
mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat
atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.
9
2.1.2 Pengertian Higiene
Higiene adalah ilmu yang berhubungan dengan masalah kesehatan, serta
berbagai usaha untuk mempertahankan atau untuk memperbaiki kesehatan
(Ensiklopedia Indonesia dalam Fathonah, 2005). Higiene juga mencakup upaya
perawatan kesehatan dini, termasuk ketepatan sikap tubuh. Upaya higiene
mencakup perlunya perlindungan bagi pekerja yang terlibat dalam proses
pengolahan makanan agar terhindar dari sakit, baik yang disebabkan oleh penyakit
pada umumnya, penyakit akibat kecelakaan ataupun penyakit akibat prosedur
kerja yang tidak memadai (Fathonah, 2005 : 1).
Apabila ditinjau dari kesehatan lingkungan, higiene adalah usaha
kesehatan yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan
manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena factor lingkungan.
Pengertian tersebut termasuk pula upaya melindungi, memelihara dan
mempertinggi derajat kesehtan manusia., sedemikian rupa sehingga berbagai
factor lingkungan yang tidak menguntungkan tidak sampai menimbulkan penyakit
(Fathonah, 2005).
2.1.3 Pengertian Sanitasi makanan
Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha pencegahan penyakit dengan
cara menghilangkan atau mengatur faktor – faktor lingkungan yang berkaitan
dengan rantai perpindahan penyakit tersebut (Fathonah, 2005: 1).
Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan
makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mukono,2006). Diperlukan penerapan
10
sanitasi makanan untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat – zat yang
dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
Usaha – usaha sanitasi meliputi kegiatan – kegiatan :
a. Keamanan makanan dan minuman yang disediakan
b. Higiene perorangan dan praktek-praktek penanganan makanan oleh
karyawan yang bersangkutan
c. Keamanan terhadap penyediaan air
d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran
e. Perlindungan makan terhadap kontaminasi selama dalam proses
pengolahan, penyajian dan penyimpanan
f. Pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat/ perlengkapan.
Dalam Permenkes No. 1096 Tahun 2011 telah ditetapkan makanan yang
dikonsumsi harus higienis, sehat dan aman yaitu bebas dari cemaran fisik, kimia
dan bakteri.
Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan 3 faktor yakni faktor fisik,
faktor kimia dan faktor mikrobiologi. Faktor fisik terkait dengan kondisi ruangan
yang tidak mendukung pengamanan makanan seperti sirkulasi udara yang kurang
baik., temperatur ruangan yang panas dan lembab, dan sebagainya. Untuk
menghindari kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik, maka perlu di
perhatikan susunan dan konstruksi dapur serta tempat penyimpanan makanan
(Mulia, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh factor kimia karena adanya
zat – zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan
11
makanan, obat – obat penyemprot hama, penggunaan wadah bekas obat – obat
pertanian untuk kemasan makanan dan lain – lain (Mulia, 2005).
Sanitasi makanan yang buruk disebabkan oleh faktor mikrobiologis karena
adanya kontaminasi oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Akibat buruknya
sanitasi makanan dapat timbul gangguan kesehatan pada orang yang
mengkonsumsi makanan tersebut (Mulia, 2005).
2.1.4 Pemeriksaan Higiene Sanitasi
Menurut Permenkes RI No. 1096 : Pemeriksaan higiene sanitasi dilakukan
untuk menilai kelaikan persyaratan teknis fisik yaitu bangunan, peralatan dan
ketenagaan serta persyaratan makanan dari cemaran kimia dan bakteriologis. Nilai
pemeriksaan ini dituangkan di dalam berita acara kelaikan fisik dan berita acara
pemeriksaan sampel/specimen.
Pemeriksaan laboratorium terdiri dari :
a. Cemaran kimia pada makanan negatif
b. Angka kuman E.coli pada makanan 0/gr contoh makanan
c. Angka kuman pada peralatan makan 0 (nol)
d. Tidak diperoleh adanya carrier (pembawa kuman patogen) pada penjamah
makanan yang diperiksa (usap dubur/rectal swab)
2.1.5 Gangguan Kesehatan Akibat Makanan
Gangguan kesehatan yang dapat terjadi akibat makanan dapat
dikelompokkan menjadi keracunan makanan, dan penyakit bawaan makanan
(Slamet dalam Mulia, 2005).Keracunan makanan dapat disebabkan oleh racun asli
yang berasal dari tumbuhan atau hewan itu sendiri maupun oleh racun yang ada
12
didalam panganan akibat kontaminasi. Makanan dapat terkontaminasi oleh
berbagai racun yang dapat berasal dari tanah, udara, manusia dan vektor. Apabila
racun tadi tidak dapat diuraikan, dapat terjadi bioakomulasi didalam tubuh mahluk
hidup melalui rantai makanan (Mulia, 2005).
Penyakit bawaan makanan pada hakekatnya tidak dapat terpisahkan secara
nyata dari penyakit bawaan air. Yang dimaksud dengan penyakit bawaan makanan
adalah penyakit umum yang dapat diderita seseorang akibat memakan sesuatu
makanan yang terkontaminasi mikroba pathogen, kecuali keracunan (Mulia,
2005).
Peran makanan dalam penyebaran penyakit, adalah :
1. Makanan sebagai penyebab penyakit (agent)
Makanan sebagai penyebab penyakit bisa terjadi apabila dalam
makanan tersebut sudah mengandung bahan yang menjadi penyebab
langsung suatu penyakit, misalnya jamur beracun, ikan beracun dan
adanya racun yang secara alamiah sudah mengandung racun.
2. Makanan sebagai pembawa penyakit (Vehicle)
Makanan dapat sebagai pembawa penyakit apabila makanan
tersebut tercemar oleh bahan yang membahayakan kehidupan, misalnya
mikroorganisme dan bahan kima beracun. Semula makanan tidak
berbahaya namun setelah terkontaminasi oleh mikriorganisme atau bahan
kimia beracun maka akhirnya makanan tersebut berbahaya bagi kesehatan.
13
3. Makanan sebagai media
Makanan yang terkontaminasi dengan keadaan suhu dan waktu
yang cukup serta kondisi yang memungkinkan suburnya mikrooorganisme
atau kuman penyakit, maka makanan akan menjadi media yang
menguntungkan bagi kuman untuk berkembang biak dan apabila
dikonsumsi akan berbahaya bagi kesehatan (Mukono, 2002).
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan aspek hygiene makanan
atau minuman. Penyakit yang berhubungan dengan unsur makanan atau minuman
lazim disebut sebagai water and food borne disease. Penyakit yang ditularkan oleh
mikro-organisme yang ada pada makanan/minuman tersebut biasanya berupa
penyakit infeksi. Dibawah ini adalah mikroorganisme penyebab food and water
borne disease (Mukono, 2002).
Table 1.1 Beberapa Mikroorganisme Penyebab Food and Water Borne Disease
Mikroorganisme Food and Water Borne Disease
Salmonella thyposa
Vibrio cholera
Entamoeba histolytica
Shigella dysentrie
Spirochaeta
Virus hepatitis A
Protozoa
Parasit
Thypus abdominalis
Cholera
Dysentrie amoeba
Dysentrie baciler
Leptospirosis
Hepatitis A
Giadiasis
Ascariasis lumbricoides dan penyakit
cacing lainnya.
Sumber : Mukono, 2002
14
Bakteri-bakteri tersebut umumnya hidup ditanah, tubuh manusia seperti
usus, hidung, tenggorokan, kulit, luka. Pada binatang seperti serangga dan burung.
Penyebarannya dapat melalui manusia seperti pada waktu batuk, bersin,
memegang makanan dengan tangan, bulu binatang yang jatuh ke makanan,
melalui alat-alat pengolahan, handuk, serbet yang tidak bersih (Widyati &
Yuliarsih, 2002).
Untuk Pencegahan preventif diperlukan standar higienis pekerja yang
tinggi, alat-alat yang bersih, dan penanganan makanan yang baik.
Menurut Anwar dalam Pohan 2009 membagi food borne disease dalam 6
kategori yaitu :
1. Food Infection
Adalah penyakit yang disebabkan oleh makanan, karena didalam
makanan terdapat bakteri pathogen. Misalnya adalahan bakteri Shigella sp
yang dapat menyebabkan penyakit Basilary disentry, bakteri Coryne
menyebabkan Haemolitic Infection, Mycobakterium tuberculosa
menyebabkan penyakit TBC, salmonella typosa menyebabkan penyakit
paratypus dan typus.
2. Parasitic infection
Yaitu penyakit yang disebabkan oleh Karena didalam makanan
terdapat parasit dari pathogen. Contohnya adalah Entamoeba hystolitica
menyababkan Amoeba dysentri, Taenia saginata menyebabkan Taenasis
(beef), dan Taenia solium menyebabkan Taenasis (pork).
15
3. Food Intoxication
Yaitu penyakit yang disebabklan oleh makanan,karena dalam
makanan terdapat toksin (racun) yang berasal dari bakteri. Contoh antara
lain : Clostridium botulium penyebab Botulism, Enteri toxin
mengakibatkan Clostridium Welchii Poisoning.
4. Physical
Yaitu penyakit yang disebabkan oleh karena adanya pengaruh dari
kegiatan sekitarnya dan benda – benda asing. Contohnya adalah : Ionozing
Radiation yang menyebabkan Radiation Poising.
5. Chemicals
Adalah penyakit keracunan yang disebabkan karena adanya zat
kimia beracun pada makanan. Contohnya Antonomy mengakibatkan
Antonomy Poisoning, insectisida / Rodentisida penyebab Arsenic
Poisoning, pestisida mengakibatkan Lead Poisoning.
6. Poisoning of Plant and Animals
Adalah penyakit yang disebabkan adanya racun atau zat yang
berasal dari makanan itu sendiri, baik makanan yang berasal dari tumbuh –
tumbuhan maupun yang berasal dari hewan. Contohnya : Ricin (Caster
bean toxin) dapat mengakibatkan Caster bean poisoning, Fungus of ryc
menyebabkan Ergotion, Solonin menyebabkan Solonin leave poisoning.
16
2.2 Hubungan Sanitasi Rumah makan/restoran/warung makan dengan
Penyakit
Sanitasi tempat umum merupakan prioritas dalam penanganannya, hal
tersebut disebabkan karena tempat umum merupakan tempat yang mempunyai
impotensi untuk penyebaran penyakit. Oleh sebab itu memerlukan
penatalaksanaan yang spesifik agar tidak menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat (Mukono, 2002:41)
Rumah makan atau restoran merupakan salah satu tempat yang banyak
dikunjungi oleh masyarakat umum dengan demikian memerlukan perhatian
khusus dibidang sanitasi. Sanitasi yang tidak memerlukan persyaratan akan
menimbulkan masalah kesehatan, dianataranya adalah water and food borne
disease dan munculnya vektor penyakit. Hal ini dapat kita lihat dari adanya
kejadian-kejadian/ wabah penyakit perut yang justru disebabkan oleh kelalaian
dari pengusahan restoran yang kurang mengerti masalah kebersihan dalam
penyelenggaraan makanan dan minuman. (Mukono,2002:41)
Sanitasi rumah makan berpengaruh terhadap timbulnya penyakit khususnya
penyakit water and food borne disease. Dipandang dari aspek kesehatan
lingkungan tempat pengelolaan makanan yang tidak terjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungannya akan berpengaruh pada kesehatan konsumen. Yang
perlu diketahui dalam pengelolaan makanan adalah diterapkannya kaidah dari
prinsip hygiene dan sanitasi makanan yang merupakan hal penting didalam
kebersihan pengelolaan makananan. Unsur penting yang perlu diikuti oleh para
pengelola adalah pengetahuan tentang penyehatan makanan (Mukono, 2002).
17
Pengelolaan makanan yang higienis ditentukan oleh beberapa factor anatara
lain :
1. Faktor lingkungan (environmental sanitation) :
a. Bangunan dan lokasi
b. Peralatan untuk proses pengelolaan
c. Perabotan kerja
d. Fasilitas sanitasi
2. Faktor manusia (personal hygiene) :
a. Keadaan fisik tubuh dan pakaian yang dipakai
b. Pengetahuan yang dimiliki
c. Sikap atau pandangan hidup
d. Perilaku atau tindakan yang biasa dikerjakan
3. Faktor makanan (food hygiene) :
a. Pemilihan bahan baku makanan
b. Penyimpanan bahan makanan
c. Pengelolaan makanan
d. Penyimpanan makanan jadi
e. Pengangkutan makanan
f. Penyajian makanan (Mukono, 2002).
Usaha Pencegahan Rumah Makan/ Restoran tetap sehat :
1. Rumah makan/restoran harus mempunyai bank sampel untuk menyimpan
sampel makanan dalam lemari es selama 24 jam sebagai upaya
18
kewaspadaan dini bila terjadi keracunan makanan sehingga dapat dilacak
untuk konfirmasi.
2. Melakukan pemeriksaan berkala tiap semester (tiap 6 bulan), meliputi ;
a. Pemeriksaan kesehatan penjamah termaksuk rectal swab
b. Sampel makanan
c. Sampel air
d. Usap alat makan dan alat masak (Mukono, 2002).
Kegiatan tersebut untuk mengetahui kualitas/tingkat pelaksanaan
penyehatan makanan secara laboratories dan sekaligus dapat berfungsi sebagai
langkah pencegahan.
2.3 Kualitas Bakteriologis Air
Air adalah salah satu kebutuhan pokok bagi kelangsungan hidup manusia.
Dalam kehidupan sehari – hari air diperlukan untuk mandi, mencuci,
membersihkan dan dalam proses pengolahan makanan (Fathonah, 2005: 71).
Penyakit menular yang disebarkan oleh air secara langsung dalam
masyarakat disebut penyakit bawaan air atau water borne disease. Penyakit ini
hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya masuk kedalam air yang
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya (Sarudji, 2010).
2.4 Pengertian Peralatan Makanan
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 304 Tahun 1989 Peralatan adalah
segala macam alat yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan.
Perlindungan terhadap peralatan makan dimulai dari keadaan bahan.
Bahan yang baik adalah bila tidak larut dalam makanan, mudah di cuci dan aman
19
digunakan. Peralatan utuh, aman dan kuat, peralatan yang sudah retak atau pecah
selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan ) juga menjadi sumber
pengumpulan kotoran karena tidak dapat tercuci dengan sempurna (Depkes RI
dalam Pohan, 2009 : 23).
Demikian pula bila berukir hiasan, hiasan merek atau cat pada permukaan
tempat makanan tidak boleh di gunakan. (Pohan, 2009:23)
2.4.1 Pengawasan Peralatan Makan
Permukaan peralatan makan seringkali menjadi sumber kontaminasi pada
bahan pangan yang diolah jika tidak dibersihkan dengan baik. Bahan yang
digunakan untuk membuat wadah atau peralatan dapat berupa stainless steel,
plastik, kaca, keramik, kayu bahkan batu (Fadila, 2001).
Sanitasi yang diperlukan umumnya meliputi pencucian dan perlakuan
sanitasi menggunakan sanitaiser. Pencucian terutama dilakukan untuk
menghilangkan kotoran-kotoran dan sisa- sisa bahan yang diolah, sedangkan
perlakuan sanitasi menggunakan sanitaiser ditujukan untuk membunuh sebagian
besar atau seluruh mikroorganisme yang terdapat pada permukaan wadah atau
peralatan pengolahan tersebut (Fadila, 2001).
Selain air, dalam pencucian biasanya menggunakan deterjen untuk
mengemulsifikasi lemak dan melarutkan mineral serta komponen- komponen larut
lainnya sebanyak mungkin. Detergen yang digunakan harus memenuhi
persyaratan tidak bersifat korosif dan mudah dibersihkan dari permukaan
(Fadila,2001).
20
Dalam proses sanitasi, sanitaiser yang sering digunakan adalah uap panas,
air panas, halogen (khlorin atau iodine). Jenis sanitaiser, konsentrasi yang
digunakan, suhu dan metode yang diterapkan bervariasi tergantung dari jenis
wadah dan alat yang dibersihkan maupun jenis mikroorganisme yang akan
dibasmi (Fadila, 2001).
Untuk mengetahui kesempurnaan perlakuan sanitasi terhadap suatu wadah
atau peralatan pengolahan maka permukaan dari peralatan tersebut diuji secara
mikrobiologis. Tergantung dari bentuk wadah atau peralatan yang akan diuji,
terutama beberapa metode uji, misalnya untuk botol atau wadah yang
permukaannya cekung diterapkan metode bilas sedangkan peralatan pengolahan
dengan permukaan relative datar digunakan metode usap atau swap (Fadila,
2001).
2.4.2 Persyaratan Peralatan Makan
Adapun persyaratan peralatan makan menurut permenkes No. 304 tahun
1989 yaitu :
1. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan tidak boleh
mengeluarkan zat beracun yang melebihi ambang batas sehinga
membahayakan kesehatan antara lain:
a) Timah (Pb)
b) Arsenikum (As)
c) Tembaga (Cu)
d) Seng (Zn)
e) Cadmium (Cd)
21
f) Antimon (Sb)
2. Peralatan tidak rusak, gompel, retak dan tidak menimbulkan pencemaran
terhadap makanan
3. Permukaan yang kontak langsung dengan makanan harus tidak ada sudut
mati, rata halus dan mudah dibersihkan.
4. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan.
5. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas, dan tidak
boleh mengandung E. coli per cm2 permukaan air.
6. Cara pencucian alat harus memenuhi ketentuan:
a) Pencucian peralatan harus menggunakan sabun/detergen air dingin,
air panas, sampai bersih.
b) Dibebashamakan sedikitnya dengan larutan kaporit 50 ppm atau
iodophor 12,5 ppm air panas 80 °C selama 2 menit.
7. Pengeringan peralatan harus memenuhi ketentuan: Peralatan yang sudah
didesinfeksi harus ditiriskan pada rak-rak anti karat sampai kering sendiri
dengan bantuan sinar matahari atau sinar buatan/mesin dan tidak boleh
dilap dengan kain.
8. Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan:
a. Semua peraalatan yang kontak dengan makanan harus disimpan
dalam keadaan kering dan bersih.
b. Cangkir, mangkok, gelas dan sejenisnya cara penyimpanannya
harus dibalik.
22
c. Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak
aus/rusak.
d. Laci-laci penyimpanan peralatan peralatan terpelihara
kebersihannya.
e. Ruang penyimpanan peralatan tidak lembab, terlindung dan
sumber pengotoran/kontaminasi dari binatang perusak (Depkes RI,
1989).
2.4.3 Sarana Tempat Pencucian Peralatan
Persyaratan Tempat mencuci peralatan menurut Permenkes No 309 tahun
1989 yaitu :
a. Terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah
dibersihkan.
b. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi dengan air panas dengan suhu
40 derajat Celcius - 80 derajat Celcius dan air dingin yang bertekanan 15
psi (1,2kg/cm2).
c. Tempat pencuci peralatan dihubungkan dengan saluran pembuangan air
limbah.
d. Bak pencucian sedikitnya terdiri dan 3 (tiga) bilik/bak pencuci yaitu untuk
mengguyur, menyabun membilas.
Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat dapur yang
kotor. Oleh karena itu, pencucian alat dapur seharusnya mendapatkan perhatian
yang sungguh – sungguh (Widyati & Yuliarsih, 2002).
23
Pencucian perlengkapan dapur dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
secara manual dan machine (Widyati & Yuliarsih, 2002).
a. Pencucian dengan cara manual adalah sebagai berikut :
1) Pertama, menggunakan bak cuci yang terdiri dari dua bak. Bak
pertama digunakan untuk merendam alat dapur yang kotorannya
telah disingkirkan, didalam air panas bertemperatur sekitar 40-50 c
dengan campuran sabun atau detergen.
2) Bak yang kedua digunakan untuk membilas dengan menggunakan
air yang panas sekali dengan temperature 770 C-820C.
3) Untuk mencapai hasil yang baik diperlukan pembilasan sebanyak
dua kali, kemudian diletakkan pada rak – rak hingga kering. Jadi,
sebaiknya tidak dikeringkan dengan menggunakan kain pengering
tersebut karena mengandung bakteri – bakteri yang disebabkan
penggunaan kain tersebut berkali- kali.
4) Cara yang terbaik adalah pengeringan dengan menggunakan kertas
pengering yang hanya dapat digunakan sekali untuk setiap
pemakaian.
5) Bak cuci sebaiknya terbuat dari stainless steel serta dilengkapi
dengan keran air panas dan dingin. Selain dengan bak cuci dapat
juga digunakan mesin pencuci (washing machine), yang alatnya
didesain khusus untuk alat dapur.
24
b. Pencucian dengan washing machine adalah sebagai berikut :
1) Alat – alat kotor yang sudah dibersihkan dari sisa makanan
dimasukkan kedalam kotak mesin cuci, lalu di tutup dan
dinyalakan mesinnya.
2) Secara otomatis alat tersebut akan menyemburkan air panas yang
sudah mengandung sabun untuk beberapa saat, lalu pembilasan dan
terakhir pengeringan.
3) Alat pencuci piring dan gelas yang digunakan untuk
penyelenggaraan makanan bagi orang banyak biasanya
menggunakan alat pencuci yang menggunakan alat pencuci yang
memakai conveyor (ban berjalan).
Dengan perincian sebagai berikut :
a) Bak terbagi menjadi tiga bagian, yaitu bak pertama untuk
membersihkan dan mencuci, bak kedua untuk pembilasan awal,
dan bak ketiga untuk pembilasan terakhir.
b) Cara penggunaannya ialah sisa-sisa makanan yang terdapat di
piring dibuang, kemudian piring diletakkan pada rak plastik
khusus untuk piring, rak plastik khusus untuk piring, rak plastic
berbentuk segi empat dan tahan panas dan bila dicuci berupa
gelas maka bibir gelas menghadap ke atas.
c) Rak tersebut diletakkan di conveyor dan secara otomatis rak
akan berjalan ke arah mesin pencuci dan pintu masuk ke alat-
alat tersebut ditutup dengan sejenis tirai yang terbelah-belah.
25
Hindari pekerja dari semburan dari bak yang satu ke bak yang
lainnya sehingga tidak bercampur yang mengakibatkan
kotornya piring-piring dan gelas yang sedang dibilas.
d) Rak-rak ini berjalan menuju bak pertama. Pada bak pertama ini
akan menyembur air yang mengandung detergen dari arah
nilon yang bergerak secara otomatis dengan tujuan untuk
membantu membersihkan sisa-sisa kotoran yang tertinggal di
piring. Temperatur air berkisar 66 0C – 82oC, lalu rak berjalan
ke arah bak kedua untuk pembilasan awal dan temperatur
berkisar 66 0C – 82oC serta pada bak ini air pembilas diberi
klorin sebanyak 40 ppm sebagai desinfektan.
e) Terahir rak berjalan menuju bak ketiga untuk pembilasan kedua
serta pengeringan.
f) Proses pencucian berlangsung cepat sekali berkisar antara 40-
45 detik
g) Bersih atau tidaknya hasil cucian bergantung pada ketepatan
temperatur air yang digunakan pada masing-masing bak,
tekanan air keluar yang digunakan untuk menyemprot piring
dan gelas, danjenis detergen yang dipakai.
2.4.4 Teknik Pencucian Peralatan Makan
Menurut Departemen Kesehatan RI 2006, tehnik pencucian yang benar
akan memberikan hasil pencucian yang aman dan sehat. Tahap – tahap pencucian
yang perlu di ikuti agar hasil pencucian sehat dan aman adalah sebagai berikut :
26
1. Scraping (membuang sisa kotoran), membersihkan sisa kotoran dengan
sisa – sisa makanan yang terdapat pada peralatan yang akan di cuci, seperti
sisa makanan di atas piring, gelas, sendok dll. Kotoran tersebut di
kumpulkan di tempat sampah (kantong plastik) selanjutnya di ikat dan
dibuang di tempat sampah yang kedap air (drum/tong plastic yang
tertutup). Penanganan sampah yang rapi perlu diperhatikan untuk
mencegah pengotoran pada pencucian yang berakibat tersumbatnya
suluran limbah.
2. Flusing (merendam dengan air), yaitu mengguyur air pada peralatan yang
akan dicuci sehingga terendam seluruh permukaan peralatan. Sebelum
peralatan yang dicuci telah dibersihkan dari sisa makanan dan
ditempatkan pada bak yang tersedia, sehingga perendaman dapat
berlangsung sempurna. Perendaman peralatan dapat juga dilakukan tidak
dalam bak, tetapti kurang efektif, karena tidak tidak seluruh bagian alat
dapat terendam dengan sempurna. Perendaman di maksud untuk member
kesempatan peresapan air ke dalam sisa makanan yang menempel atau
mengeras (karena sudah lama) sehingga mudah untuk dibersihkan atau
terlepas dari permukaan alat.
3. Washing (mencuci dengan detergen), yaitu mencuci peralatan dengan cara
menggosok atau melarutkan sisa makanan dengan zat pencuci atu
detergen. Detergen yang baik yaitu terdiri dari detergen cair ayau bubuk,
karena detergen sangat mudah larut dalam air, sehingga sedikit
27
kemungkinan membekas pada alat yang dicuci. Pada tahap ini digunakan
sabun, tapas atau zat pembuang bau (abu gosok, arang atau air jeruk nipis)
4. Rinsing (membilas dengan air), yaitu memcuci peralatan yang telah
digosok getergen sampai bersih dengan cara dibilas dengan air bersih.
Pada tahap ini penggunaan air harus banyak, mengalir dan selalu diganti.
Setiap peralatan yang dibersihkan dibilas dengan cara menggosok-gosok
dengan tangan sampai terasa kesat, tidak licin. Bila mana masih terasa
licin berarti pada peralatan tersebut masih menempel sisa-sisa detergen
dan kemungkinan mengandung bau amis atau anyir.
5. Sanitizing/Disinfection (membebashamakan), yaitu tidak untuk tidak untuk
membebashamakan peralatan setelah proses pencucian. Peralatan yang
selesai dicuci perlu dijamin aman dari mikroba dengan cara sanitasi atau
yang dikenal dengan istilah desinfeksi.
Cara desinfeksi yang umum dilakukan yaitu :
a. Dengan rendaman air panas 1000C selama 2 menit
b. Dengan larutan klor aktif (50 ppm)
c. Dengan udara panas (oven)
d. Dengan sinar ultraviolet (sinar matahari pagi jam 9 sampai jam
11) atau peralatan elektrik yang menghasilkan sinar ultraviolet.
e. Dengan uap panas (stem) yang biasanya terdapat pada mesin
cuci piring (dishwashing machine)
6. Toweling (mengeringkan), yaitu mengusap kain lap bersih atau
mengeringkan dengan menggunakan kain atau handuk dengan maksud
28
untuk menghilangkan sisa – sisa kotoran yang mungkin masih menempel
sebagai akibat proses pencucian seperti noda detergen, noda klor, dan
sebagainya. Sebenarnya kalau proses pencucian berlangsung dengan baik,
noda – noda itu tidak boleh terjadi. Noda bisa terjadi pada mesin-mesin
pencuci. Prinsip menggunakan lap pada alat yang sudah dicuci bersih
sebenarnya tidak boleh digunakan, karena akan terjadi pencemaran
sekunder (rekomendasi). Towelling dapat dilakukan dengan syarat bahwa
lap yang digunakan harus steril serta sering diganti. Penggunaan lap yang
paling baik adalah yang sekali dipakai /single use (Depkes RI dalam
Pohan,2009).
2.4.5 Pemeriksaan Alat Makan
1. Metode Swab
Metode ini memerlukan swab atau alat pengoles berupa lidi yang ujungnya
diberi kapas steril dan larutan buffer fosfat atau garam fisiologis, pertama – tama
swab dimasukkan kedalam larutan pengencer kemudian diperas dengan cara
menekankan pada dinding tabung bagian atas sambil diputar – putar. Selanjutnya
permukaan peralatan yang diuji diusap dengan swab tertentu dengan luasan
tertentu. Penyekaan pada satu area dilakukan sebanyak tiga kali (Fadila, 2001).
Adapun tujuan dari pengambilan sampel usap alat bertujuan sebagai bahan
pemeriksaan angka kuman kuman yang ada pada peralatan makan agar dapat
diketahui sejauh mana tingkat hygienis atau kebersihan peralatan makan yang
digunakan.
29
2. Metode Hitung Cawan
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang muncul
pada cawan merupakan suatu indeks jumlah mikroba yang hidup terkandung
dalam sampel (Waluyo,2008).
Metode hitung cawan dibedakan atas dua cara yaitu metode tuang (pour
plate) dan metode permukaan atau surface/ spread plate (Waluyo, 2008). Dalam
penelitian ini menggunakan metode tuang atau pour plate.
Pada metode tuang, sejumlah sampel dari pengenceran yang dikehendaki
dimasukkan kedalam cawan petri, kemudian agar – agar cair steril yang telah
didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar.
Pada pemupukan dengan metode permukaan, terlebih dahulu dibuat agar cawan
kemudian sebanyak 0,1 sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan
agar – agar tersebut dan diratakan dengan batang gelas melengkung yang steril
(Waluyo,2008)
Jumlah koloni dalam sampel dapat dihitung sebagai berikut :
Koloni per ml = jumlah koloni x 1
Atau per gram per cawan Faktor pengenceran
Laporan dari hasil menghitung dengan cara hitungan cawan menggunakan
standar yang disebut Standard Plate Counts (SPC) sebagai berikut:
a. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni
antara 30-300; jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih yang
jumlahnya mendekati 300.
30
b. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan satu kumpulan
koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan dapat dihitung
sebagai satu koloni.
c. Satu deretan tantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung
sebagai satu koloni.
d. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri disk;
koloni demikian dinamakan spreader.
e. Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut – turut
antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya; jika
sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata- rata, tetapi jika lebih besar dari
2 dipakai jumlah mikroba dari hasil pengenceran sebelumnya.
f. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata
(Waluyo,2008).
2.5 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan kerangka yang dijabarkan menurut kerangka
teori dan kerangka konsep
31
2.5.1 Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
2.5.2 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Penyimpanan peralatan makan
Proses pencucian peralatan makan
Higiene sanitasi
Faktor makanan Penjamah Faktor Tempat Peralatan
1. Fisik 2. Mikrobiologis 3. Kimia
Konstruksi bangunan
1. Keadaan bahan 2. Proses
pencucian 3. Proses
pengeringan 4. Proses
penyimapanan
1. Pemeriksaan Kesehatan
2. Kebersihan tangan & jari
3. Kesehatan rambut
4. kebersihan Hidung
5. Keberssihan mulut & gigi
Angka Kuman pada peralatan
Kontaminasi pada makanan
Gangguan kesehatan
Lokasi
Pemeriksaan Angka Kuman Pada Usapan
peralatan Makan
32
Ket :
: Variabel Independen (bebas)
: Variabel Dependen (terikat)
Faktor – faktor yang yang merupakan variable yang diteliti dalam
penelitian ini adalah : proses pencucian peralatan makan dan penyimpanan
peralatan makan. Berikut ini uraian tentang variabel yang akan di teliti antara lain;
1. Proses pencucian peralatan makan
Pencucian alat – alat makan adalah penting untuk mencegah
timbulnya serta menularnya penyakit. Prinsipnya adalah bahwa setiap
peralatan makan atau masak haruslah selalu dijaga kebersihannya setiap
saat digunakan. Untuk itu peranan pembersihan dan pencucian
peralatan makan sangat penting di ketahui secara mendasar. Dengan
membersihkan peralatan secara baik, akan menghasilkan peralatan yang
bersih dan sehat selanjutnya makanan yang diolah atau disajikan akan
sehat pula. Dengan menjaga kebersihan pealatan makan berarti telah
membantu mencegah pencemaran atau kontaminasi makanan karena
peralatan yang digunakan.
2. Penyimpanan peralatan makan
Penyimpanan peralatan makan juga berpengaruh dalam keadaan
hygiene dan sanitasi peralatan makan yang akan digunakan, keadaan
tempat penyimpanan peralatan makan yang telah dibersihkan di tinjau
dari keadaan/aspek kebersihannya, kemunkinan untuk tida terjadi
kontaminasi dan pencahayaan tempat penyimpanan peralatan makan.
33
Penyimpanan peralatan makan yang dilakukan dengan baik akan
mencegah terjadinya kontaminasi melalui serangga, binatang pengerat
dan hewan – hewan lainnya, misalnya tikus dan mencit dapat
menularkan penyakit karena membawa organisme yang berasal dari
selokan, tempat sampah dan sumber lainnya melalui kulitnya yang
berbulu, urin, tinja dan salivanya, selain itu juga kontaminasi ini dapat
melalui kecoa yang merupakan serangga yang menimbulkan bau khas
pada bendanya dan mengotorinya dengan feses yang agak cair. Kecoa
sering mengkontaminasi peralatan makan dengan membawa kotoran –
kotoran yang mungkin mengandung mikroba ptogen pada kaki dan
tubuhnya.