BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bab II...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori II.pdfBAB II KAJIAN PUSTAKA . 2.1 Kajian Teori . Bab II...
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
Bab II berisi tentang teori-teori pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning-PBL), pengertian hasil belajar, sikap siswa, hasil–hasil penelitian
yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis.
2.1.1 Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Ada berbagai pendapat dari para ahli mengenai definisi dari pembelajaran
berbasis masalah. Berikut ini merupakan pengertian menurut para ahli:
Menurut Mugla (2011), prinsip utama dalam pembelajaran berbasis masalah
didasarkan pada memaksimal pembelajaran dengan investigasi, penjelasan dan
pemecahan masalah dengan dimulai dari masalah yang nyata dan berarti. Maka dari
itu pembelajaran berbasis masalah adalah seni dari pemecahan masalah. Barrow
dalam Teresa M. Sindelar (2002) juga menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis
masalah adalah produk asli dari penyelidikan berbasis instruksi.
Jerry A.Colliver (2003) mengatakan bahwa “Pendekatan yang digunakan
dalam pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada pembelajaran yang aktif
dalam kelompok kecil, dengan menggunakan masalah yang kritis sebagai
perangsang dalam belajar”.
Barrow (1986) juga menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
mempunyai beberapa ciri utama seperti:
a. Pembelajaran itu berpusat pada siswa dan siswa mempunyai tanggung
jawab yang besar terhadap pembelajaran mereka sendiri.
b. Pembelajaran berlangsung di kelompok yang kecil.
c. Guru hanya sebagai fasilitator atau pembimbing.
7
d. Bentuk masalah yang diangkat teratur dan perangsang untuk
pembelajaran.
e. Masalah, berhubungan dengan pekerjaan yang mungkin akan siswa
temui di masa mendatang dan berhubungan dengan kemampuan untuk
memecahkan suatu masalah.
f. Informasi baru yang diperoleh melalui pembelajaran mandiri secara
langsung.
Di bawah ini adalah beberapa gambaran skema pelaksanaan pembelajaran berbasis
masalah (problem based learning):
a. Model Skema Pembelajaran Berbasis Masalah oleh Mattew B. Etherington
(2011)
Gambar 2.1 Model Pelaksanaan Problem based learning
Mengkonfirma
si Masalah
Mengadakan
Penelitian
Solusi usulan
Hasil
laporan
Contoh
Nyata
Siswa
menganalisis
masalah ini
Apa yang saya
tahu tentang
masalah ini ?
Apa yang saya
perlukan untuk
mengetahui
masalah ini?
8
b. Skema Pembelajaran Berbasis Masalah oleh Cindy E. Hmelo-Silver (2004)
Gambar 2.2 Siklus Pembelajaran Berbasis Masalah.
Berdasarkan uraian dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah adalah suatu proses
pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dalam proses
pembelajarannya, tidak hanya itu saja, pembelajaran berbasis masalah juga
menuntut siswa untuk lebih aktif dan peka karena dalam prosesnya akan banyak
memasukkan unsur-unsur kehidupan sehari hari kedalam proses pembelajaran.
Sehingga pada akhirnya sikap siswa diharapkan bisa menjadi mandiri dan kritis
dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Ada lima tahap dalam model pembelajaran berbasis masalah (Problem
Based Learning-PBL) dan perilaku yang dibutuhkan oleh guru menurut Arends
(2007). Untuk penjelasannya masing-masingnya akan disajikan dalam table 2.1
dibawah ini.
9
Tabel 2.1 Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Fase Perilaku Guru
Fase 1 :
Memberikan orientasi
permasalahannya kepada siswa
Guru membalas tujuan pembelajaran,
mendeskripsikan dan memotivasi
siswa untuk terlibat dalam kegiatan
mengatasi masalah
Fase 2:
Mengorganisasikan siswa untuk
meneliti
Guru membantu siswa untuk
mendefisinikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar
yang terkait dengan permasalahannya.
Fase 3:
Membantu menyelidiki secara mandiri
atau kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mendapatkan informasi yang tepat,
melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4:
Mengembangkan dan
mempresentasikan hasil kerja
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan hasil-
hasil yang tepat, seperti laporan,
rekaman video, dan model-model yang
membantu mereka untuk
menyampaikan kepada orang lain.
10
Fase 5:
Menganalisis dan mengevaluasi proses
mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk
melakukan refleksi terhadap
investigasinya dan proses-proses yang
mereka gunakan.
Uraian mengenai kelima langkah pembelajaran berbasis masalah akan dijelaskan
berikut.
Fase I : Memberikan orientasi permasalahannya kepada siswa.
Suatu pembelajaran baik menggunakan metode apapun diawal proses
pembelajaran guru harus menjelaskan terlebih dahulu tujuan dan maksud dari
pembelajaran hari ini. Ini dimaksudkan agar siswa sudah mempunyai sedikit
gambaran mengenai pembelajaran tersebut dan bisa mengambil tindakan apa yang
akan mereka lakukan. Sebelum guru memasuki proses pembelajaran, sebaiknya
guru harus menjelaskan dengan teliti proses pembelajaran ini untuk mengantisipasi
siswa yang belum mengerti dan terbiasa dengan model pembelajaran seperti ini.
Disini guru akan melontarkan pertanyaan yang ada hubungan dengan materi
pelajaran dan memancing siswa untuk bisa ikut dan mengkuti alur pembelajaran
tanpa mereka sadari. Guru juga harus cerdik dalam memberikan pertanyaan yang
sesuai dengan materi pelajaran.
Fase II : Mengorganisasikan siswa untuk meneliti
Disinilah tujuan pembelajaran berbasis masalah dimulai. Siswa dibantu oleh
guru akan menggali dan mencari informasi tentang materi dengan cara mereka
sendiri. Siswa akan dituntut untuk menjadi aktif dan mandiri dan di sini guru hanya
bisa menjadi pembimbing atau fasilitator saja.
11
Fase III: Membantu menyelidiki secara mandiri atau kelompok
Dalam fase ini siswa dapat bekerja secara mandiri atau individu maupun
dalam kelompok-kelompok kecil dalam mencari informasi. Kegiatan yang sering
dilakukan adalah investigasi mencari masalah, mencari informasi lain yang
mendukung, menyusun hipotesis dan mencari solusi untuk memecahkan
permasalahan yang dikemukakan oleh guru.
Fase IV: Mengembangkan dan mempresentasikan hasil kerja
Setelah mencari informasi tentang permasalahan yang ada dengan
kemampuan mereka sendiri, siswa diminta untuk mempresentasikan hasil
investigasi dan diskusi mereka tersebut. Tidak hanya itu, mereka juga diminta untuk
membuat bentuk nyata dari permasalahannya tersebut dengan berupa poster,
rekaman video, presentasi, dan lainnya.
Fase V : Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Fase terakhir dalam proses pembelajaran berbasis masalah adalah
menganalisis dan mengevaluasi proses pembelajaran. Guru akan membimbing
siswa untuk kembali mengingat apa yang sudah siswa lakukan dan kesulitan-
kesulitan apa yang sudah mereka hadapi. Sehingga di kesempatan lain siswa bisa
lebih baik lagi.
2. 1. 2 Pengertian Belajar
Para ahli mempunyai definisi dan pendapat yang berbeda mengenai belajar.
Menurut Slameto (2010:2) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya”. Hamalik (1994:45) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan
sikap dan tingkah laku setelah menerima pelajaran atau setelah mempelajari
sesuatu. Sementara itu menurut Ngalim Purwanto (1986) belajar adalah perubahan
di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.
12
Hilgard dan Bower dalam bukunya Theories of learning (1975)
mengemukakan, “Belajar berhubungan dengan tingkah laku seseorang terhadap
suatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang terulang-ulang
dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau
dasar kecenderungan respon pembawaaan kematangan, atau keadaaan-keadaan
seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya).”
Gagne dalam bukunya The Condition of Learning (1977) menyatakan
bahwa: “Belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya)
berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu ia mengalami situasi
tadi.”
Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology (1978) mengemukakan:
“Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman.”
Ngalim Purwanto (1990) menyimpulkan bahwa belajar mempunyai
beberapa ciri-ciri penting yaitu:
a. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
b. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau
pengalaman dalam arti perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau
kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-
perubahan yang terjadi pada seorang bayi.
Setelah membaca definisi dan pennjelasan yang telah dikemukan oleh para
ahli, maka ada beberapa poin atau inti dari belajar, yaitu:
a. Belajar adalah proses mengalami secara langsung yang dilakukan oleh
siswa atau anak.
13
b. Ada perubahan positif yang terjadi pada anak tersebut antara lain
perubahan sikap menjadi lebih rajin, penambahan pengalaman, dan
peningkatan hasil belajar.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar
Telah dikatakan bahwa belajar adalah adanya proses yang menimbulkan
terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan.
Sampai dimanakah perubahan itu dapat terjadi (berhasil atau tidak berhasil)
dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Menurut Ngalim Purwanto dalam bukunya Psikologi Pendidikan (1990)
berpendapat bahwa secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi
proses dan hasil belajar, yaitu:
a. Faktor yang ada pada diri sendiri yang kita sebut faktor individual dan yang
termasuk dalam faktor individual adalah kematangan/pertumbuhan,
kecerdasan, latihan, motivasi, dan faktor pribadi.
b. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial dan yang
termasuk antara lain faktor keluarga/keadaan rumah tangga, alat-alat yang
digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang
tersedia, dan motivasi sosial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar akan diuraikan sebagai berikut:
1) Kematangan/pertumbuhan
Kita tidak bisa melatih anak yang masih berumu 6 bulan untuk
belajar berjalan. Begitu pula dengan ilmu pendidikan, kita tidak bisa
mengajarkan ilmu filsafat pada anak yang di bangku sekolah menengah
pertama. Sehingga, mengajarkan sesuatu akan berhasil apabila tarap
pertumbuhan pribadi telah memungkinkannya; potensi-potensi jasmani atau
rohaninya telah matang.
2) Kecerdasan/Intelijensi
Kecerdasan yang dimiliki oleh setiap masing-masing anak adalah
berbeda. Kita bisa melihat bahwa anak yang berumur 14 tahun ke atas sudah
14
belajar ilmu pasti, tetapi tidak semua anak bisa ataupun pandai dalam ilmu
pasti tersebut. Begitu pula dengan belajar tentang bahasa asing, tidak semua
anak mempunyai kecakapan dalam berbicara bahasa asing. Contoh lain
adalah memasak dan olahraga.
3) Latihan dan Ulangan
Kecakapan yang diperoleh atau didapat seringkali disebabkan oleh
latihan dan ulangan sehingga membuat kemampuan yang dimiliki semakin
meningkat dan mendalam. Sebaliknya, tanpa adanya latihan dan
pengulangan akan membuat pengalaman yang sudah pernah dialami
menjadi hilang atau berkurang. Semakin besar minat semakin besar pula
perhatiaannya sehingga memperbesar hasratnya untuk mempelajarinya.
4) Motivasi
Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk
melakukan. Tidak mungkin seseorang mau berusah mempelajari sesuatu
dengan sebaik-baiknya, jika ia tidak mengetahui betapa penting dan
faedahnya hasil yang akan dicapai dari belajarnya itu bagi dirinya.
5) Sifat-sifat Pribadi Seseorang
Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, itupula
yang mempengaruhi hasil belajar seseorang dapat dicapai. Termasuk
kedalam sifat-sifat kepribadian ini adalah faktor kesehatan dan kondisi
badan.
6) Keadaan Keluarga
Suasana keluarga yang bermacam-macam seperti kaya, miskin,
kondisi yang tentram dan damai, ayah ibu yang terpelajar atau tidak juga
akan mempengaruhi tingkat keberhasilan belajar yang dicapai oleh anak-
anak. Fasilitas dalam rumah juga menjadi pengaruh.
7) Guru dan Cara Mengajarnya
Di sekolah guru menjadi aktor utama dalam membantu proses
belajar. Cara guru mengajar, kepribadian, tingkat pengetahuan yang guru
menjadi hal yang sangat penting untuk menentukan bagaimana hasil belajar
yang dicapai oleh anak.
15
8) Alat-Alat Pelajarannya
Faktor guru dan cara mengajarnya juga tidak bisa kita lepaskan dari
fasilitas atau alat-alat pelajaran yang tersedia disekolah.Semakin lengkap
alat peraga di sekolah akan mempermudah dan mempercepat proses belajar
anak-anak.
9) Motivasi Sosial
Karena belajar adalah suatu proses yang timbul dari dalam, maka
faktor motivasi memegang peranan pula. Motivasi yang baik (memberi
semangat) yang diberikan oleh orang-orang disekitar seperti orang tua,
keluarga, guru dan teman akan mampu memberikan dorongan dan hasrat
untuk belajar.
10) Lingkungan dan Kesempatan
Pengaruh lingkungan dan kehidupan sehari-hari begitu kuat dalam
proses ini. Belum tentu anak yang dengan kondisi serba baik sanggup untuk
belajar dengan baik, begitu sebaliknya.
Gambar 2.3 Skema Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran (Purwanto:
1990)
Gambar di atas menunjukan bahwa masukan mentah (raw input) merupakan
bahan baku yang perlu diolah, dalam hal ini diberi pengalaman belajar dalam proses
belajar mengajar (teaching and learning process). Dan di dalam proses belajar -
mengajar terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain masukan
lingkungan (environment input) dan sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan
RAW INPUT
INSTRUMENTAL
INPUT
TEACHING – LEARNING PROCESS
ENVIROMENTAL
INPUT
OUTPUT
16
dimanipulasi (masukan instrumental) untuk mencapai keluaran atau hasil yang di
inginkan (output). Jadi kesimpulannya adalah berbagai faktor tersebut saling
berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain dalam menghasilkan keluaran
tertentu.
2.1.4 Sikap
Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sikap. Slameto
(2010) mengatakan bahwa sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap
menentukan bagaimana individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa
yang dicari individu dalam kehidupan. Sikap juga mengandung tiga komponen
yaitu, komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen tingkah laku.
Merangsang perubahan diri pada siswa memang tidaklah mudah karena ada
kencedenrungan sikap-sikap untuk mempertahankan sikapnya tersebut. Menurut
Slameto dalam bukunya Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (2010)
berpendapat bahwa ada beberapa metode yang bisa digunakan dalam mengubah
sikap, antara lain:
1) Dengan mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan.
2) Mengadakan kontak langsung dengan objek sikap.
3) Dengan memaksa orang menampilkan tingkah laku-tingkah laku baru yang
tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada.
2.1.4.1 Komponen Sikap
Menurut Azwar (2005) dalam buku yang berjudul Sikap Manusia, ada tiga
komponen sikap yakni :
a. Kognitif
Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang
selanjutnya diproses untuk menghasilkan suatu keputusan atau tindakan.
b. Afektif
Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek,
secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap suatu obyek.
17
c. Konatif
Menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya.
2.1.4.2 Tingkatan Sikap
Notoadmodjo (2003) membagi sikap menjadi berbagai tingkatan, yaitu:
a. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (obyek).
b. Merespon (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan sesuatu dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap.
c. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap.
d. Bertanggung jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.1.5 Pembelajaran IPA
2.1.5.1 Hakekat Pembelajaran IPA
Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA dikenal juga dengan istilah sains.
Kata sains ini berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti “saya tahu”.
Dalam bahasa Inggris, kata sains berasal dari kata science yang berarti
“pengetahuan”.
IPA didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan tentang objek dan
fenomena alam yang diperoleh dari hasil pemikiran dan penyelidikan ilmuwan yang
dilakukan dengan keterampilan bereksperimen dengan menggunakan metode
ilmiah. Secara umum, kegiatan dalam IPA berhubungan dengan eksperimen.
Namun dalam hal-hal tertentu, konsep IPA adalah hasil tanggapan pikiran manusia
atas gejala yang terjadi di alam. Seorang ahli IPA (ilmuwan) dapat memberikan
18
sumbangan besar kepada IPA tanpa harus melakukan sendiri suatu percobaan, tanpa
membuat suatu alat atau tanpa melakukan observasi (Wasih, 2012).
2.1.5.2 Tujuan Pembelajaran IPA SD
Mata pelajaran IPA di SD/MI mempunyai tujuan untuk membentuk peserta
didik yang memiliki kemampuan sebagai berikut (Depdiknas 2006):
a. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c. Mengembangkaasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
d. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
e. Meningkatkan kesadaran untuk berprestasi dalam memelihara,
menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
2.2.1 Hasil Penelitian Peningkatan Hasil Belajar
Penelitian-penelitian yang mendukung model pembelajaran berbasis
masalah (Problem based Learning –PBL) yang diterapkan dalam usaha
meningkatkan hasil belajar siswa, antara lain:
Penelitian Fitri Yuni Astuti (2007) yang berjudul Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas VIII Semester II SMP N 5 Semarang Pokok Bahasan Bangun
19
Ruang Sisi Datar Tahun Pelajaran 2006/2007. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Pada siklus I belum menunjukkan hasil yang optimal dalam meningkatkan
hasil belajar, oleh karena itu dilakukan siklus II. Pada siklus II menunjukkan adanya
peningkatan antara lain: Pada siklus I yang tuntas belajar sebanyak 32 siswa dengan
prosentase ketuntasan klasikal 76,19% dengann nilai rata-rata kelasnya 76,36 dan
pada siklus II banyaknya siswa yang tuntas adalah 35 siswa dengan prosentase
ketuntasan klasikal 88,1% dengan nilai rata-rata kelasnya 81,7 %. Aktivitas siswa
selama pembelajaran mengalami peningkatan setiap siklusnya, dari 61,1% pada
siklus pertama menjadi 72,2% pada siklus kedua. Hipotesis tindakan dan indikator
kinerja telah tercapai sehingga tidak perlu dilaksanakan siklus selanjutnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi (2002). Dengan judul
“Peningkatan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Melalui Penerapan
Problem-Based Learning dalam Pembelajaran Matematika” hasil penelitian
menunjukkan bahwa penerapan problem-based learning dalam pembelajaran
matematika dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita
matematika sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Dari total nilai yang
didapat, siswa dengan nilai ≥ 75 pada kondisi awal ada 8 siswa (30,77%)
dengan mean 62,20 meningkat menjadi 25 siswa (96,62%) dengan mean 88,34 dan
daya serap 96,62%. Peningkatan hasil belajar siswa tersebut karena adanya
perubahan aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran dengan penerapan
problem-based learning. Kelebihan siswa mampu mengidentifikasi masalah yang
diberikan, mencari informasi yang relevan yang digunakan untuk
menentukan hipotesis, merencanakan penyelesaian atau solusi masalah,
memilih alternatif solusi masalah yang paling tepat melalui proses diskusi, dan
akhirnya siswa mampu menyampaikan hasil solusi masalah kepada kelompok yang
lain. Keunggulan yang lain adalah adalah siswa semakin terbiasa menggunakan
logika/ penalarannya dalam menyelesaikan soal cerita. Siswa juga mampu
menganalisa soal dengan baik, membuat perencanaan penyelesaian dengan tepat,
menyelesaikan soal dengan baik. Kelemahannya yaitu membutuhkan waktu yang
lama, karena anak-anak belum terbiasa dengan model pembelajaran yang
20
digunakan. Mendasarkan kelemahan di atas pada penelitian berikutnya dapat
digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya.
2.2.2 Hasil Penelitian Peningkatan Sikap Siswa
Penelitian-penelitian yang mendukung model pembelajaran berbasis
masalah (Problem based Learning –PBL) yang diterapkan dalam usaha
meningkatkan sikap siswa, antara lain:
Penelitian yang dilakukan oleh Orhan Akinoglu dan Ruhan Ozkardez
Tandogan (2006) dengan judul “The Effect of Problem-Based Active Learning in
Science Education on Students’ Academic Achievment, Attitude and Concept
Learning”. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas 7 SMP di Istanbul pada
tahun ajaran 2004-2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan PBL
dapat meningkatkan sikap siswa, ini tunjukan dengan skor rata-rata di proses pra-
sikap yaitu 77,16 untuk penelitian dalam kelompok dan 71,76 untuk kelompok
siswa yang diawasi. Tidak ada perbedaan yang terlalu banyak dalam proses ini
hanya 0,05 perbedaaan intervalnya. Berbeda dengan hasil sikap di proses post
attitute yang menunjukan 73,80 untuk penelitian dalam kelompok dan 65,60 untuk
kelompok siswa yang diawasi. Pada proses ini terjadi peningkatan yang tinggi
berbeda dengan proses sebelumnya. Ini menunjukan bahwa terjadi perubahan
positif terhadap sikap siswa penelitian kelompok siswa pada mata pelajaran IPA.
Penelitian yang dilakukan oleh Maria M. Ferreira dan Anthony R. Trudel
(2012) yang berjudul “The Impact of Problem-Based Learning (PBL) on Student
Attitudes Toward Science, Problem-Solving Skills, and Sense of Community in the
Classroom”. Penelitian ini dilakasanakan di Jesuit Catholic High School dengan
subjek penelitian seluruh siswa laki-laki dengan total 810 siswa. Penilitian ini
menunjukan adanya peningkatan pada aspek sikap siswa dalam mata pelajaran IPA,
hal ini ditunjukan dengan peningkatan skor rata-rata dari 3,46 pada proses sebelum
PBL menjadi 3,66 setelah menggunakan model PBL. Setelah menggunakan PBL
lebih banyak siswa suka mata pelajaran IPA dan itu membantu mereka untuk
berpikir logis dan membantu mereka bagaimana cara untuk berpikir.
21
2.3 Kerangka Pikir
Penelitian tindakan kelas (PTK) ini menggunakan dua siklus dan ada
beberapa tahapan dalam pelaksanaan siklus tersebut yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.
a. Pra-penelitian
1. Peneliti membuat sebuah topik permasalah yang akan diteliti.
b. Perencanaan
1. Menentukan topik belajar yang akan dilakasnakan di kelas.
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah.
3. Mempersiapakan berbagai kebutuhan media pembelajaran yang sesuai
dengan materi dan model pembelajaran.
4. Membuat lembar observasi atau instrumen penelitian yang berguna
untuk memantau proses pembelajaran dengan model PBL.
5. Membuat alat evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi belajar dan penilaian proses
pembelajaran.
c. Tindakan
1. Menjalankan perencanaan pembelajaran yang sudah dibuat sebelumnya.
2. Melaksanakan pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah
pembelajaran PBL:
a) Identifikasi Masalah
b) Kajian Masalah
c) Pengumpulan Data
d) Investigasi Kelompok
e) Menyusun Laporan
f) Mempresentasikan Laporan
g) Refleksi
22
h) Evaluasi
d. Observasi
1. Membuat tes untuk mengambil nilai dari para siswa.
2. Membuat lembar observasi untuk siswa dan guru untuk mengetahui
sejauh mana perkembangan sikap siswa.
e. Refleksi
1. Guru memberikan penilaian mengenai hasil diskusi dari kelompok-
kelompok siswa tersebut.
2. Guru menyimpulkan hasil analisa dan pengamatan pada siklus pertama.
Dalam Siklus pertama ini apabila kurang maksimal maka akan dilakukan penelitian
Siklus ke dua dengan model pembelajaran PBL dan mata pelajaran yang sama yaitu
IPA. Tahapan proses siklus ke dua juga masih sama yaitu perencanaan, tindakan,
observasi, dan refleksi.
Gambar 2.4 Siklus Penelitian Tindakan Kelas menurut Tripp (dalam Subyantoro
2010)
Siklus I Siklus II dst
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
23
2.4 Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas maka dapat
dirumuskan bahwa “Diharapkan ada peningkatan hasil belajar dan perbaikan sikap
oleh siswa kelas IV SD Mangunsari 05 Salatiga dalam pembelajaran IPA yang
menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
pada tahun ajaran 2013/2014.”