BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 2.1 -...
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakekat Belajar
Menurut Slameto (1995) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dalam lingkungannya.
Menurut Winkel (2007 : 59) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas
mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan
dan nilai sikap. Jadi belajar pada hakekatnya merupakan salah satu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang relative
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Hilgard (1984 : 4) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu
proses perubahan kegiatan dan reaksi terhadap lingkungan.
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989 : 7) mengemukakan bahwa belajar
adalah suatu proses yang ditandai dengan perubahan pada diri seseorang.
Dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
suatu proses yang dilakukan untuk merubah tingkah laku seseorang dan berjalan
sepanjang hayat.
2.1.2 Keaktifan Belajar
Pada dasarnya keaktifan berasal dari kata aktif yang berarti kegiatan atau
kesibukan. Yang dimaksud keaktifan belajar disini adalah bahwa pada saat proses
pembelajaran guru harus mengusahakan dan membuat siswanya ikut berperan
aktif jasmani maupun rohani. Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran
menjadi unsur penting untuk keberhasilan proses pembelajaran.
Menurut Mc. Keachie (1954) dalam Nur Hamiyah dan Muhamad Jauhar
(2014), siswa belajar secara aktif berarti belajar dengan melibatkan keaktifan
mental (intelektual-emosional) meskipun dalam banyak hal diperlukan keaktifan
8
9
fisik. Jadi yang dimaksud disini adalah siswa harus aktif dengan anggota badan,
membuat atau menemukan sesuatu, bermain atau bekerja, siswa tidak hanya
duduk dan mendengarkan guru menjelaskan, siswa tidak hanya melihat dan pasif
di tempat duduk. Siswa yang mempunyai aktifitas psikis (kejiwaan) adalah jika
jiwanya bekerja sebanyak mungkin atau banyak berfungsi dalam proes
pembelajaran.
Keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung tidak lain
adalah untuk memberikan kesempatan agar siswa menggali pengetahuannya
sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman dan belajar untuk menemukan
serta memecahkan sendiri masalah yang dihadapi saat proses pembelajaran
berlangsung.
Menurut Mc. Keachie dalam Dimyati (2009:45) mengemukakan bahwa
manusia merupakan manusia yang aktif selalu ingin tahu. Jadi dalam proses
pembelajaran yang berlangsung segala sesuatu diperoleh sendiri oleh siswa dari
pengamatan, penggalaman, percobaan dan sampai menemukan sendiri pemecahan
dalam suatu permasalahan yang ada.
Menurut Whipple dalam Hamalik (2003), mengemukakan bahwa keaktifan
siswa dalam kegiatan pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar yang
menekankan keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna
untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik selama siswa berada di dalam kelas.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 : 115), menyatakan bahwa keaktifan
siswa dalam pembelajaran merupakan proses pembelajaran yang mengarah
kepada pengoptimalisasian yang melibatkan intelektual-emosional siswa dalam
proses pembelajaran dengan melibatkan fisik siswa.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa keaktifan siswa
merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan fisik maupun non fisik siswa agar
kelas dapat menjadi kondusif dan siswa jadi aktif dalam pembelajaran yang
10
berlangsung. Guru juga harus mendorong dan melibatkan siswa dalam
pembelajaran agar siswa aktif.
Sedangkan yang yang dimaksud dalam penelitian yang dilakukan ini adalah
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung yang akan diukur
dengan menggunakan lembar observasi yang disusun berdasarkan indikator
keaktifan belajar.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006 :122-125) indikator keaktifan siswa
dalam kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran yang memberikan
pengalaman belajar kepada siswa untuk memperoleh dan menemukan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dibutuhkan.
b. Kebebasan atau keleluasaan melakukan sesuatu hal tanpa tekanan dari guru
atau pihak lainnya (kemandirian belajar).
c. Kegiatan yang melibatkan siswa untuk belajar langsung dari media/alat peraga
yang diciptakan.
d. Kesediaan siswa dalam merespon dan menanggapi siswa dalam proses
pembelajaran.
e. Kesediaan siswa untuk mengerjakan tugas-tugas kelompok belajar yang ada
dalam proses pembelajaran.
f. Kesiapan dan kesediaan siswa dalam mempresentasikan hasil kerja
kelompoknya.
Indikator diataslah yang akan dipakai dalam penelitian ini, untuk mengukur
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas.
Khususnya di kelas IV SD Negeri Kopeng 02 Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang.
2.1.3 Pengertian Peserta Didik
Peserta didik merupakan subjek yang menjadi focus utama dalam
penyelenggaran pendidikan dan pembelajaran.
11
Menurut Sinolungan (1997) mengemukakan bahwa ada 2 pengertian dari
peserta didik yaitu peserta didik dalam arti luas merupakan setiap orang yang
terkait dengan proses pendidikan sepanjang hayat, sedangkan dalam arti sempit
adalah setiap siswa yang belajar di sekolah.
Sedangkan Departement Pendidikan Nasional (2003) menegaskan bahwa,
peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya
melalui jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Peserta didik usia SD/MI adalah
semua anak yang berada pada rentang usia 6-12/13 tahun yang sedang berada
pada jenjang pendidikan SD/MI.
2.1.4 Hakekat Matematika
a. Matematika disebut ilmu deduktif, sebab dalam matematika tidak menerima
generalisasi yang berdasarkan pada observasi, eksperimen, coba-coba
(induktif) seperti halnya ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan
umumnya. Kebenaran generalisasi matematika harus dapat dibuktikan secara
deduktif.
b. Matematika sebagai ilmu tentang pola dan hubungan. Matematika adalah ilmu
tentang pola dan hubungan, sebab dalam matematika sering dicari
keseragaman seperti keterurutan, dan keterkaitan pola dari sekumpulan
konsep-konsep tertentu atau model-model yang merupakan representasinya.
c. Matematika sebagai Bahas. Bahasa merupakan suatu system yang terdiri dari
lambing-lambang, kata-kata, dan kalimat-kalimatyang disusun menurut aturan
tertentu dan digunakan sekelompok orang untuk berkomunikasi. Dengan
semikian dapat kita simpulkan bahwa matematika adalah bahasa, sebab
matematika merupakan sekumpulan symbol yangb memiliki makna atau
dikatakan sebagai bahasa symbol.
d. Matematika sebagai ilmu tentang Struktur yang terorganisasi. Matematika
adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi, sebab berkembang mulai dari
unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke
postulat/aksioma, ke teorema.
12
e. Matematika sebagai seni. Matematika adalah seni, sebab dalam matematika
terlihat adanya unsur keteraturan, keterurutan, dan konsisten.
f. Matematika sebagai aktifitas manusia. Matematika merupakan hasil karya
manusia, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa matematika
merupakan kebudayaan manusia. Hal ini sejalan dengan pendapat Susilo
(1998) bahwa matematika dipandang dari aspek metode, cara penalaran,
bahasa, dan objek penyelidikannya memiliki kekhasan, yang keseluruhannya
itu merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang bersifat universal.
Istilah “matematika” berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”
yang artinya “mempelajari”. Mungkin kata-kata tersebut memiliki hubungan yang
erat dengan Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”,
“ketahuan”, atau “intelegensi”, hal tersebut berdasarkan pendapat dari Andi
Hakim Nasution (1978 : 12). Namun di bagian yang lain beliau juga berpendapat
bahwa istilah “matematika” lebih tepat digunakan daripada “ilmu pasti” karena
memang benarlah, bahwa dengan menguasai matematika orang akan belajar
mengatur jalan pikirannya dan sekaligus belajar menambah kepandaianya (Andi
Hakim Nasution, 1978 : 12).
Pada awal abad 20-an pemikiran Hans Freudenthal (1905-1990), seorang
penulis, pendidik, dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda
berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas insane (human activities)
dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut berimplikasi
pada proses pembelajaran matematika, siswa harus diberi kesempatan untuk
menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru
(Gravemeijer, 1994), dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep
matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan “dunia riil” (De Lange, 1995).
Menurut Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972), mengemukakan
bahwa matematika merupakan pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian
logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan
13
dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan symbol dan padat, lebih
berupa bahasa symbol mengenai ide daripada mengenai bunyi.
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara
empiris. Kemudian pengalaman itu diproses, diolah, dalam struktur kognitif
sehingga terbentuk kosep-konsep matematika supa konsep-konsep matematika
yang terbentuk itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara
tepat, maka digunakan bahasa matematika atau notasi matematika yang bernilai
global (universal). Konsep matematika didapatkan karena proses berpikir, oleh
karena itu logia adalah dasar terbentuknya matematika.
Dengan demikian maka pembelajaran Matematika adalah cara untuk berpikir
dan bernalar dalam pemecahan masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Lambang dan bahasa dalam matematika bersifat universal sehingga dapat
dipahami oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Dengan pelajaran matematika yang telah diberikan kepada siswa, peneliti
ingin agar peserta didik mampu berpikir kritis, logis, kreatif serta mampu
bekerjasama. Sehingga dengan begitu peserta didik mampu memecahkan masalah
yang ada dalam kehidup sehari-hari dengan caranya sendiri.
2.1.5 Metode Discovery Learning
Discovery memiliki beberapa arti yaitu dari kata “discover” berarti
menemukan dan “discovery” adalah penemuan. Jadi siswa dapat dikatakan
melakukan “discovery apabila siswa terlihat menggunakan proses mentalnya
dalam usaha untuk menemukan konsep-konsep atau prinsip-prinsip.
Menurut Roestiyah (2001 :20) mengemukakan bahwa metode discovery
adalah metode mengajar mempergunakan teknik penemuan. Metode ini
merupakan suatu proses mental dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau
suatu prinsip. Proses mental tersebut misalnya mengamati, menggolongkan,
membuatu suatu dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan, dan lain
sebagainya. Dalam teknik ini siswa dibiarkan untuk mandiri dalam menemukan
14
suatu jawaban dan dibiarkan untuk mengalami berbagai proses mentar itu sendiri.
Guru hanya membimbing dan memberikan intruksi.
Menurut Bruner ( dalam Winataputra, 2008 :3.18) discovery adalah proses
belajar dimana guru harus menciptakan situasi belajar yang problematic,
menstimulus siswa dengan pertanyaan-pertanyaan, mendorong siswa mencari
jawaban sendiri dan melakukan eksperimen.
Sedangkan Suherman (2011) menyimpulkan bahwa metode discovery adalah
metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak
memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui
pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri oleh siswa.
Menurut Suryobroto ( Suparno, 2007 : 73), mengemukakan pendapatmya
bahwa metode pembelajaran discovery adalah sebagai cara mengajar yang
mementingkan pengajaran perseorangan, manipulasi obyek dan lain-lain
percobaan, sebelum sampai generalisasi umum.
Metode discovery adalah mengatur pembelajaran hingga sedemikian rupa dan
membuat anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya
itu tidak dari pemberitahuan, sebagaian bahkan seluruhnya ditemukannya sendiri.
Selain into metode ini juga dapat diartikan proses pembelajaran yang
mementingkan perseorangan, manipulasi obyek melakukan percobaan, sebelum
sampai kepada generalisasi umum.
Dengan beberapa pendapat diatas makan dapat disimpulkan bahawa dalam
pembelajaran dengan menggunkan metode discovery anak dituntut untuk belajar
mandiri serta terlibat langsung dalam proses kegiatan belajar mengajar yang
berlangsung, siswa juga dapat bertukar pendapat, berdiskusi membaca dan
melihat sendiri berdasarkan pengalaman yang dimiliki atau diperolehnya, disini
anak juga mencoba sendiri agar anak dapat belajar secara mandiri sendiri.
Menurut Bruner ( dalam Hawa, 2009) langkah-langkah dalam pembelajaran
dengan menggunakan Metode Discovery adalah sebagai berikut:
a. Stimulus (pemberian perangsang )
15
Kegiatan belajar dimulai dengan memberikan rangsangan pertanyaan yang
merangsang berpikir anak, mengajurkan dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah.
b. Problem Statement (mengidentifikasi masalah )
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak
mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran kemudian memilih
dan merumuskan dalam bentuk hipotesa.
c. Data Collection (pengumpulan data)
Memberikan kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan
informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa tersebut.
d. Data Processing (pengolahan data)
Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui kegiatan wawancara,
observasi, dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
e. Verifikasi
Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesis yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil
processing.
f. Generalisasi
Mengadakan penarikan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan
memperhatikan hasil relefan.
Dibawah ini merupakan beberapa keuntungan belajar dengan menggunakan
metode Discovery Learning dalam Nur Hamiyah dan Muhammad Jauhar
(2014 : 183) :
a. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
b. Hasil belajar Discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada
hasil lainnya.
16
c. Secara menyeluruh, belajar Discovery bisa meningkatkan penalaran siswa
dan kemampuan untuk berpikir bebas. Secara khusus, belajar penemuan
melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan
masalah tanpa pertolongan orang lain.
2.1.6 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan proses perubahan tingkah laku seseorang yang
meliputi aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan yang merupakan suatu hasil dari
aktivitas belajar yang ditunjukkan dalam bentuk angka-angka seperti yang terdapat
pada laporan hasil belajar atau rapor. Hasil belajar juga dapat diartikan sebagai
tingkat penguasaan dimana siswa telah dapat mencapai suatu penguasaan melalui
berbagai proses yang telah diikutinya dalam proses pembelajaran sesuai dengan
program pendidikan yang telah ditetapkan. Hasil belajar digunakan untuk suatu
pertimbagan dalam menentukan kenaikan kelas ke kelas selanjutnya, umpan balik
dalam perbaikan proses pembelajaran, meningkatkan motivasi belajar siswa, sebagai
alat evaluasi diri terhadap kinerja seseorang atau siswa.
Menurut Gagne dan Briggs (1979 : 51) menyatakan hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan
dapat diamati melalui penempilan siswa (learner’s performance).
Menurut Reigeluth (1983) berpendapat bahwa hasil belajar atau pembelajaran
dapat juga dipakai sebagai pengaruh yang memberikan suatu ukuran nilai dari metode
(strategi) alternatif dalam kondisi yang berbeda.
Bloom (1981 : 4), menggambarkan hubungan antara hasil belajar dengan
faktot-faktor belajar dengan mengemukakan bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi
oleh kognitif dan afektifnya saat belajar. Dan kualitas pengajaran yang diterimanya
dipengaruhi oleh cara pengelolaan proses interaksi kelas.
Bloom membedakan 3 macam hasil belajar yaitu :
a. Pengetahuan kognitif
b. Hasil belajar afektif
c. Psikomotorik
17
Penggolongan hasil belajar tersebut sesuai dengan tuntutan pembelajaran yang
mengacu KTSP yaitu tercapainya kemampuan kognitif, afektif, dan
psikomotorik sebagai hasil belajar dalam pembelajaran.
Menurut Hamalik (2003 : 155), hasil belajar adalah sebagai terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat di amati dan di ukur bentuk
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai
terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik sebelumnya yang tidak
tahu hingga menjadi tahu. Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah dipaparkan dia
atas, maka dapat dikemukakan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku pada
diri seseorang akibat dari belajar yang mencakup aspek kognitif, aspek afektif, dan
aspek psikomotorik.
Menurut Slameto (1995 : 54-72) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
digolongkan menjadi 2 yaitu fator intern dan faktor ekstern. Adapun faktor intern
(dari dalam diri siswa) yang mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut :
a. Kesehatan
b. Kecerdasan
c. Cara belajar
d. Bakat
e. Minat
f. Motivasi
Faktor ekstern (dari luar diri siswa) yang mempengaruhi prestasi belajar
adalah sebagai berikut :
a. Latar belakang pendidikan orang tua
b. Status ekonomi social orang tua
c. Ketersediaan sarana dan prasarana di rumah dan di sekolah
d. Media yang dipakai guru
e. Kompetensi guru
Untuk mencapai hasil belajar yang bagus atau hasil yang optimal, seorang
guru harus dapat memilih dan menyesuaikan mpodel pembelajaran yang efektif dan
18
efesin yang sesuai dengan karakteristik siswa dan materu yang akan diajarkan. Selain
model pembelajaran guru juga memerlukan metode pembelajaran dalam
menumbuhkan kegiatan pembelajaran siswa, agar situasi belajar mengajar dapat
berlangsung dengan baik dan suasana pembelajaran yang tidak membosankan bagi
siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa
adalah dengan menerapkan metode discovery. Metode discovery mempunyai
keunggulan sebagai berikut : pengetahuan yang diperoleh siswa dalam pembelajaran
akan bertahan lebih lama dan mudah diingat oleh siswa, hasil belajar dapat ditransfer
siswa dengan lebih baik daripada hasil belajar yang lainnya, secara menyeluruh
metode ini dapat melatih untuk meningkatkan penalaran serta kemampuan siswa
dalam berpikir secara bebas. Sehingga dapat meningkatkan hasil belajar dan dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Banyak penelitian yang dilakukan dalam rangka ingin meningkatkan hasil
belajar siswa yang lebih baik serta meningkatkan kualitas pembelajaran dengan
menerapkan metode Discovery dalam pembelajaran. Seperti penelitian yang
dilakukan diantaranya oleh :
a. Prysta Widhiyani dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Pembelajaran
Matematika Melalui Metode Discovery Learning Untuk Meningkatkan Aktivitas
Dan Hasil Belajar Siswa Kelas III SDN Sumbersari 02 Jember Pokok Bahasan
Segitiga Dan Segiempat Tahun Ajaran 2012/2013”
b. Beti Iriyanto dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Peningkatan Hasil
Belajar Matematika Dengan Metode Penemuan (Discovery) Menggunakan
Bantuan Media Dua Dimensi Pada Siswa Kelas VI Semester II SD Negeri Posong
Kecamatan Tulis Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011/2012”
c. Vera Atmawati dalam buku penelitiannya yang berjudul : “Perbedaan Hasil
Belajar Matematika Yang Diajar Dengan Metode Ekspositori dan Metode
Discovery kelas VII SMP Negeri 2 Tuntang Kabupaten Semarang”
19
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan permasalahan yang ada di SD Negeri 02 Kopeng dan kajian teori
yang diperoleh, maka dalam penelitian ini peneliti akan menerapakn metode
Discovery Learning pada siswa kelas IV semester II SD Negeri 02 Kopeng
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Dengan metode Discovery Learning
diharapan dapat membantu untuk mengingkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa.
Dari hal diatas, maka dapat diperoleh kerangka pikir seperti yang terdapat
pada bagan dibawah ini :
Bagan 2.1 Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis
Dengan menggunakan metode Descovery Learning dapat meningkatkan
keaktifan dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika kelas IV Semester
II SD Negeri Kopeng 02 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Kondisi Awal Guru mengajar Masih
Konvensional (Guru
menggunakan metode
ceramah)
Hasil Belajar Siswa
Rendah
Tindakan
Menerapkan
Metode Discovery
Learning
Siklus 1 Menerapkan
Metode Discovery
Learning
Siklus 2 Menerapkan
Metode Discovery Learning Kondisi Akhir, hasil belajar
siswa meningkat
20