BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 6. 27. · BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab yang kedua ini, tentang...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 6. 27. · BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pada bab yang kedua ini, tentang...
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab yang kedua ini, tentang kajian pustaka, akan dibahas 4 (empat)
bagian besar, yaitu (1). Kajian teori, (2). Hasil penelitian yang relevan,(3).
Kerangka pikir, dan (4). Hipotesis. Bagian ini merupakan dasar atau landasan
teoritis bagi pelaksanaan penelitian ini. Berikut ini akan dibahas secara khusus
keempat bagian-bagian besar tersebut.
2.1. Kajian Teori
2.1.1. Belajar dan Hasil Belajar
2.1.1.1. Belajar
A. Pengertian Belajar
Menurut Slameto (2010) belajar ialah proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,
sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan suatu
aktivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam interaksi
aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan sejumlah
perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan
dan nilai-sikap, perubahan itu bersifat secara relatif konstan
dan berbekas (Winkel, 2007).
10
Menurut Arikunto (1990) secara sederhana belajar
diartikan sebagai suatu proses yang terjadi karena adanya
usaha untuk mengadakan perubahan terhadap diri manusia
yang melakukan, dengan maksud memperoleh perubahan
dalam dirinya, baik berupa pengetahuan, ketrampilan
ataupun sikap.
Dari beberapa definisi belajar di atas, dapat
dipahami bahwa belajar merupakan kegiatan/ aktivitas
yang dilakukan individu untuk mengadakan perubahan
baik tingkahlaku, sikap, pemahaman, pengetahuan, yang
ada pada lingkungan belajar.
Menurut Cronbach (dalam Suprijono, 2010) belajar
adalah perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman.
Selanjutnya menurut Skinner (dalam Dimyati dan
Mudjiono 2006) bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada
saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik.
Sebaliknya, bila tidak belajar maka responnya menurun.
Menurut Morgan (dalam Suprijono, 2009) belajar adalah
perubahan perilaku yang bersifat permanen sebagai hasil
dari pengalaman.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah perubahan dari perilaku sebagai hasil
pengalaman yang barsifat permanen atau tetap.
11
Jadi dapat dipahami dari pengertian belajar di atas
bahwa belajar merupakan kegiatan / aktivitas yang
dilakukan individu untuk mengadakan perubahan baik
tingkah laku, sikap, pemahaman, pengetahuan, yang ada
pada lingkungan belajar, di mana perubahan dari perilaku
sebagai hasil pengalaman yang bersifat permanen dan
tetap.
B. Faktor –Faktor Yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Slameto (2010), faktor-faktor belajar
dibedakan menjadi dua yaitu: faktor intern dan faktor
extern. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri
individu yang sedang belajar, sedangkan faktor extern
adalah faktor yang ada dari luar individu.
1. Faktor – faktor intern
Terbagi tiga faktor yaitu: faktor jasmaniah, faktor
psychologis dan kelelahan.
a. Faktor jasmaniah ini meliputi kesehatan dan cacat
tubuh;
Proses belajar seseorang akan tertanganggu jika
kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga akan
cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing,
ngantuk jika badanya lemah, kurang darah ataupun
12
gangguan-gangguan/kelainan-kelainan fungsi alat
inderanya serta tubuhnya.
Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah
mengusahakan kesehatan badanya tetap terjamin
dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan
tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olah
raga, rekreasi dan ibadah.
b. Faktor psychologis meliputi intelegensi, perhatian,
minat, bakat,motif, kematangan,dan kesiapan;
Faktor psychologis juga mempengaruhi dalam
proses belajar. Dimana intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kesiapan berpengaruh
besar dalam keberhasilan proses belajar.
c. Kelelahan, meliputi kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani (bersifat psikis);
Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah
lunglainya tubuh dan timbul kecenderungan untuk
membaringkan tubuh. Kelelahan rohani dapat dilihat
dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga
minat dan dorongan untuk menghasilkan sesuatu
hilang. Hal ini menunjukkan bahwa kelelahan itu
mempengaruhi belajar.
2. Faktor - faktor ektern
13
Terdapat tiga faktor yaitu: faktor keluarga, faktor
sekolah dan faktor masyarakat.
a. Faktor keluarga meliputi cara orang tua mendidik,
relasi antar anggota keluarga, suasana rumah tangga,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan
latar belakang kebudayaan.
Cara orang tua mendidik anaknya sangat besar
pengaruhnya terhadap belajar. Maka perlu
keterlibatan orang tua akan sangat mempengaruhi
keberhasilan bimbingan tersebut. Selanjutnya relasi
antar anggota keluarga yang terpenting adalah relasi
orang tua dan anaknya. Selain itu relasi anak dengan
saudaranya atau dengan anggota keluarga yang lain
pun turut mempengaruhi belajar anak. Suasana
rumah dimaksudkan sebagai situasi atau kejadian-
kejadian yang sering terjadi di dalam keluarga
dimana anak berada dan belajar. Keadaan ekonomi
keluarga erat hubungannya dengan belajar anak.
Anak yang sedang belajar selain harus terpenuhi
kebutuhan pokoknya. Sedangkan pengertian orang
tua dan latar belakang kebudayaan juga
mempengaruhi belajar, dari orang tua anak perlu
dorongan dan pengertian orang tua. Disisi lain perlu
14
ditanamkan kebiasaan-kebiasaan pada diri anak agar
mendorong semangat anak untuk belajar.
b. Faktor sekolah, meliputi metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran dan
waktu sekolah, standart pelajaran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah.
Sekolah juga menentukan keberhasilan individu
dalam belajar. Sistem di sekolah yang kurang baik
juga akan menghambat keberhasilan individu dalam
belajar. Sistem dalam sekolah harus berjalan dengan
seimbang baik guru, siswa, sarana dan prasarana,
suasana/kondisi sekolahan,tempat, dan tugas. Semua
itu merupakan kompenen yang dapat mempengaruhi
keberhasilan individu dalam belajar.
c. Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam
masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk
kehidupan masyarakat.
Faktor ini juga sangat berpengaruh dalam
individu belajar dimana selain lingkungan keluarga
juga lingkungan di masyarakat yang setiap hari
menjadi rutinitas individu. Kegiatan-kegiatan yang
ada di lingkungan masyarakat bisa juga
15
menguntungkan dan juga bisa merugikan individu
dalam belajar. Namun apabila lingkungan tercipta
baik maka akan memberi pengaruh positif bagi diri
individu sehingga tercipta proses belajar yang baik.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu dari
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern berupa
jasmaniah, psychologis dan kelelahan. Sedangkan faktor
ekstern yaitu dari keluarga,sekolah, dan masyarakat.
1.1.1.2. Hasil Belajar
Menurut Sudjana (2010) hasil belajar siswa pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup
bidangkognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut Dimyati
dan Mudjiono (2006), hasil belajar merupakan hasil dari suatu
interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dimana dari sisi
guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil
belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
penggal dan puncak proses belajar.
Menurut Suprijono (2010) hasil belajar berupa pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,
apresiasi dan ketrampilan. Menurut Gagne (dalam Suprijono,
2010) bahwa hasil belajar berupa;
16
1) Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun
tertulis. Di sini dijelaskan bahwa kemampuan
seseorang merespon secara spesifik terhadap
rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan
manipulasi, simbol-simbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan.
2) Ketrampilan intelektual, yaitu kemampuan
mempersentasikan konsep dan lambang. Ketrampilan
intelektual terdiri dari kemampuan mnegorganisas,
kemampuan analisis sintesis fakta konsep
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
3) Strategi kognitif, yaitu kecakapan dalam mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. kemampuan ini meliputi
penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
4) Ketrampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan
serangkaian gerak jasmani, dalam urusan koordinasi,
sehingga terwujud otomastisme gerak jasmani
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obek
berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap
merupakan kemampuan menginternalisasi dan
eksternalisasi nilai-nilai sebagai standart perilaku.
17
Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan perubahan tingkah
laku dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hal ini
merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan mengajar baik
dari guru maupun siswa yang dapat berupa pola-pola
perbuatan, nilai, sikap, apresiasi dan ketrampilan.
Horward Kingsley (dalam Sudjana ,2010), membagi tiga
macam hasil belajar, yaitu:
a) Ketrampilan dan kebiasaan
b) Pengetahuan dan pengertian
c) Sikap dan cita-cita
Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan
pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar Benyamin Bloom.
Benyamin Bloom (dalam Sudjana, 2010) membagi hasil
belajar menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar
yang terdiri dari , yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, dan evaluasi. Ranah afektif
berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan
internalisasi. Pada ranah psikomotorik berkenaan dengan
belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Terdapat enam
18
aspek ranah psikomotorik yakni gerakan refleks, ketrampilan
gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau
ketepatan, gerakan ketrampilan kompleks dan gerakan
ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil
belajar. Diantaranya yang paling banyak dinilai guru di
sekolah adalah pada ranah kognitif karena ini berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pelajaran.
Menurut Arikunto (1990), secara garis besar faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan atas
dua jenis yaitu yang bersumber dalam diri manusia yang
belajar, yang disebut sebagai faktor internal, dan faktor yang
bersumber dari luar diri manusia yang belajar, yang disebut
faktor eksternal.
1. Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia
dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu faktor biologis
dan faktor psikologis. Di mana dalam faktor biologis
dikategorikan seperti usia, kematangan dan kesehatan
sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana
hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.
2. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia yang
dapat diklasifiksikan menjadi dua juga, yaitu faktor
19
manusia (human) dan faktor non manusia seperti alam,
benda, hewan dan lingkungan fisik.
Clark (dalam Angkowo dan Kosasih, 2007)
menggungkapkan bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70 %
dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30 % dipengaruhi oleh
lingkungan. Berkaitan dengan faktor dari dalam diri siswa,
selain faktor kemampuan, ada juga faktor lain yaitu motivasi,
minat, perhatian, sikap, kebiasaan belajar, ketekunan, kondisi
sosial ekonomi, kondisi fisik dan psikis.
Berdasarkan pendapat - pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar adalah dari faktor lingkungan dan faktor dari diri
manusia. Faktor lingkungan yaitu dari manusia dan alam
sedangkan dari diri manusia yang berkaitan dengan usia,
suasana hati , minat, motivasi, kebiasaan belajar, ketekunan,
kondisi sosial ekonomi , faktor fisik dan psikis. Berdasarkan
faktor- faktor yang mempengaruhi belajar dari Slameto dan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari Arikunto
maka faktor ekstern yaitu metode mengajar juga
mempengaruhi belajar dan hasil belajar.
2.1.2. Pembelajaran Kooperatif
Menurut Sanjaya (2010) pembelajaran dapat diartikan
sebagai proses kerjasama antara guru dan siswa itu sendiri seperti
20
minat, bakat dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya
belajar maupun potensi yang ada diluar diri siswa seperti
lingkungan, sarana dan sumber belajar sebagai upaya untuk
mencapai tujuan belajar tertentu.Selain itu menurut Suprijono
(2010) pembelajaran berarti proses, cara, perbuatan mempelajari.
Guru mengajar dalam pandangan pembelajaran adalah guru
menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk
mempelajarinya. Oleh karena itu subyek pembelajaran adalah
peserta didik dan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
Menurut Trianto (2010), dalam makna yang kompleks
pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru
untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa
dengan sumber belajar lainnya).
Dari beberapa pengertian pembelajaran di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses kerjasama
antara guru dan siswa berkaitan dengan minat,bakat dan
kemampuan dasar , gaya belajar maupun potensi yang ada di luar
diri siswa untuk mencapai tujuan belajar. Peserta didik merupakan
subyek dalam pembelajaran. Sehingga pembelajaran itu
merupakan usaha dari guru untuk membelajarkan siswanya.
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bagian dari
pembelajaran. Suprijono (2010) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
21
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh
guru atau diarahkan oleh guru. Menurut Roger, dkk (dalam Huda,
2012) menyatakan cooperatve learning is group learning activity
organized in such a way that learning is based on the socially
structured change of information between learners in group in
which each learner is held accountable for his or her own learning
and motivated to increase the learning of others ( pembelajaran
kooperatif merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang
diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan
pada perubahan informasi secara sosial diantara kelompok-
kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar
bertanggungjawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong
untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain).
Menurut Johnson & Johnson (dalam Isjoni, 2012)
menyatakan bahwa cooperative learning adalah mengelompokkan
siswa di dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar siswa
dapat bekerjasama dengan kemampuan maksimal yang mereka
miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan jenis kerja kelompok yang
dipimpin oleh guru dan diarahkan guru, dimana dalam aktivitas
pembelajaran kelompok harus didasarkan pada perubahan
informasi sosial diantara kelompok-kelompok dan setiap
22
pembelajar bertanggungjawab atas pembelajarannya, sehingga di
dalam kelompok siswa dapat bekerjasama dengan kemampuan
maksimal yang dimilikinya dan mempelajari satu sama lain di
dalam kelompok.
Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2002),
menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
cooperatif learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, terdapat
lima unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan.
Kelima unsur tersebut yaitu:
a) Saling ketergantungan positif
Keberhasilan dalam satu kelompok sangat
bergantung pada usaha setap anggotanya. Untuk
menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa, sehingga setiap anggota
kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang
lain bisa mencapai tujuan mereka. Sehingga setiap anggota
kelompok harus benar-benar bekerja keras dan saling
membantu untuk keberhasilan kelompoknya.
b) Tanggungjawab perseorangan
Unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur
pertama. Tugas dan pola penilaian dibuat menurut
prosedur model pembelajaran cooperatif learning, dimana
setiap siswa akan merasa bertanggungjawab untuk
23
melakukan yang terbaik. Kunci keberhasilan metode kerja
kelompok adalah persiapan guru dalam penyusunan
tugasnya. Sehingga siswa bertanggungjawab pada
tugasnya masing-masing dan tidak mengandalkan teman
sehingga dapat mengakibatkan kelompoknya kurang
berhasil.
c) Tatap muka
Setiap kelompok harus berkesempatan untuk
bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan
memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi
yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran dari
anggota kelompok akan lebih kaya dari pada hasil
pemikiran satu orang saja.Inti sinergi ini adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan
mengisi kekurangan masing-masing.
d) Komunikasi antar anggota
Unsur ini menghendaki agar para pembelajar
dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi.
Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar
perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Keberhasilan
suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para
anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan
mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.
24
e) Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi
kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan
hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja
sama dengan lebih efektif. Evaluasi tersebut dapat melihat
apa saja yang dikerjakan kelompok, apa mengerjakan
tugas dengan baik, adanya kerjasama dan komunikasi, dan
peran dari seluruh anggota kelompok.
Menurut Suprijono (2010) sintaks pembelajaran
kooperatif terdiri dari 6 (enam) fase yaitu sebagai berikut:
Tabel 2.1
Sintaks Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1 : Menyampaikan
tujuan dan mempersiapkan
peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan
mempersiapkan peserta didik siap
belajar
Fase 2 : Menyajikan
informasi
Mempresentasikan informasi kepada
peserta didik secara verbal
Fase 3 : Mengorganisir
peserta didik ke dalam tim-
tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta
didik tentang tata cara pembentukan tim
belajar dan membantu kelompok
melakukan transisi yang efisien
Fase 4 : Membantu kerja tim
dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama
peserta didik mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik
mengenai berbagai materi pembelajaran
ataukelompok-kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
25
Fase 6 : Memberikan
pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui
usaha dan prestasi individu maupun
kelompok
Johnson & Johnson (Trianto, 2010) menyatakan bahwa
tujuan pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar
siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman
baik secara individu maupun secara kelompok. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk mencapai tujuan hasil belajar yang
maksimal diperlukan kerjasama antar individu atau pada
kelompok.
Menurut Karni ( 2012 ) metode pembelajaran kooperatif
ada berbagai tipe dan variasinya yaitu diantaranya Jigsaw,
STAD, TGT (Slavin, 1990) Write-Pair-Square, Think-Pair-
Share, Inside-Outside Circle, Round-robin, NHT, Two Stay Two
Stray (Kagan,1992), GroupInvestigation (Sharan et al),
Learning Together (Johnson, 1987), MURDER – Mood,
Understand, Recall, Detech, Elaborate, Review (Hythecker et al
1998).Tipe yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Dua
Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray).
2.1.3. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two
Stray)
Pembelajaran kooperatif tipe TSTS, merupakan metode
pembelajaran yang dikembangkan oleh Spancer Kagan (1992) dan
26
bisa digunakan bersama dengan teknik kepala bernomor. Menurut
Lie (2002) struktur Two Stay Two Stray memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan
kelompok lain. Banyak kegiatan belajar mengajar yang diwarnai
dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak
diperbolehkan melihat pekerjaan siswa lain, padahal dalam
kenyataan hidup di luar sekolah, kehidupan dan kerja manusia
saling bergantung satu dengan lainnya.
Menurut Lie (2002) TSTS dilakukan dengan membagi
siswa untuk bekerjasama dalam kelompok yang beranggotakan
empat, dua siswa bertamu ke kelompok lain , dua anggota yang
tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
informasi kelompok kepada tamu dari kelompok lain. Hal ini
diperjelas Suprijono (2010) bahwa pembelajaran TSTS diawali
dengan pembagian kelompok, setelah kelompok terbentuk guru
memberikan tugas berupa permasalahan - permasalahan yang harus
didiskusikan jawabannya. Setelah diskusi intrakelompok selesai,
dua orang masing-masing anggota kelompok meninggalkan
kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota
kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai duta (tamu)
mempunyai kewajiban menerima tamu dari kelompok lain, yaitu
bertugas menyajikan hasil kerja kelompoknya kapada tamu. Dua
anggota kelompok yang menjadi tamu diwajibkan bertamu kepada
27
semua kelompok. Setelah selesai menunaikan tugasnya, mereka
kembali kekelompoknya. Setelah kembali ke kelompok asal, baik
peserta didik yang bertamu maupun yang bertugas menerima tamu
mencocokkan dan membahas hasil kerja yang telah dilakukan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran Two Stay Two Stray merupakan pembelajaran
kooperatif yang memberikan kesempatan kepada seluruh siswa
dalam kelompok untuk berbagi informasi dari hasil kerja dalam
kelompok yaitu diawali dengan pembentukan kelompok yang
beranggotakan empat siswa. Dua siswa bertamu untuk mencari
informasi dan hasil kerja dari kelompok lain. Dua siswa yang
tinggal mempunyai kewajiban menerima tamu dan menyajikan
hasil kerja kelompoknya pada kelompok lain.
Menurut Yusnita (2011) pembagian kelompok dalam
pembelajaran kooperatif Two Stray Two Stay memperhatikan
kemampuan akademis siswa. Guru membuat kelompok heterogen
dengan alasan memberi kesempatan siswa untuk saling mengajar
(peer tutoring) dan saling mendukung, meningkatkan relasi,dan
interaksi antar ras, etnik dan gender serta memudahkan pengelolaan
kelas karena masing-masing kelompok memiliki siswa
berkemampuan tinggi, yang dapat membantu teman lainnya dalam
memecahkan suatu permasalahan dalam kelompok (Jarolimek dan
Parker dalam Isjoni, 2012).
28
Menurut Crawford (dalam Hamiddin, 2012), TS-TS offers a
low-threat forum where students can exchange ideas and build
social skills such as asking probing questions , TSTS menawarkan
sebuah forum dimana siswa dapat bertukar ide dan membangun
keterampilan sosial seperti mengajukan pertanyaan menyelidik).
Dalam kegiatan ini siswa didorong untuk menyumbangkan ide atau
pendapat kepada kelompok mereka sendiri maupun kelompok lain.
Pembelajaran Two Stay Two Stray memungkinkan siswa untuk
saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain (Huda,
2011).
Pada dasarnya metode pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih
berorientasi pada kerja kelompok. Namun tidak semua kelompok
adalah kelompok kooperatif. Sulasmono (2004) menyatakan bahwa
dalam proses pembelajaran terdapat kemungkinan adanya empat jenis
kelompok belajar yaitu :
a) Kelompok belajar semu adalah kelompok yang para anggotanya
diberi tugas untuk bekerjasama namun mereka tidak berminat
untuk melakukan hal tersebut.
b) Kelompok belajar kelas tradisional, adalah kelompok yang para
anggotanya telah diberi tugas untuk bekerjsama tetapi mereka
melihat hanya akan memperoleh keuntungan keciljika
melaksanakan tugas itu, sehingga saling ketergantungan diantara
mereka rendah.
29
c) Kelompok belajar kooperatif adalah lebih dari sekedar jumlah
dari bagian-bagian. Ini adalah kelompok yang para anggotanya
melakukan/mengerjakan tujuan bersama yaitu memaksimalkan
belajar sesamanya.
d) Kelompok belajar kooperatif dengan kinerja tinggi adalah
kelompok yang memenuhi semua kriteria untuk menjadi
kelompok belajar kooperatif dan menampilkan semua harapan
masuk akal yang diberikan kepada semua anggota kelompok.
Dari hal tersebut perlunya pembelajaran kooperatif yang
dirancang dengan baik sehingga memungkinkan tidak adanya
efek “free rider” dimana beberapa anggota kelompok
mengerjakan semua tugas belajar dan tidak ada yang hanya
menumpang nama (Sulasmono, 2004).
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran
kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray) Lie (dalam
Yusritawati, 2009) yaitu:
1. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang setiap
kelompoknya terdiri dari empat siswa.
Kelompok dibentuk harus merupakan kelompok yang heterogen,
seperti pada pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
yang bertujuan untuk memberikan kesempatan pada siswa untuk
saling membelajarkan (Peer Tutoring).
30
2. Guru memberikan sub pokok bahasan pada tiap-tiap kelompok
untuk dibahas bersama-sama dengan anggota kelompoknya.
3. Siswa bekerjasama dalam kelompok beranggotakan empat
orang. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir.
4. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok
meninggalkan kelompoknya untuk bertamu ke kelompok lain
5. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan
hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
6. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain.
7. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja
mereka.
8. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerja
mereka.
Struktur TSTS dapat di lihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1
Struktur TSTS
31
Sebagaimana metode pembelajaran yang lain, metode TSTS ini
juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Susanti ( dalam Aminah ,
2009), menyebutkan ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari
metode pembelajaran kooperatif tipeTSTS. Kelebihan tersebut antara
lain sebagai berikut:
1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
2) Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
3) Lebih berorientasi pada keaktifan
4) Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar
Sedangkan kekurangan dari metode pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini sebagai berikut;
1) Membutuhkan waktu yang lama
2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
3) Bagi guru membutuhkan banyak persiapan (materi, dana,
dan tenaga)
32
4) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas
Untuk mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, guru
terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-
kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin
dan kemampuan akademis maka dalam satu kelompok terdiri
dari siswa yang berkemampuan akademis tinggi, siswa yang
berkemampuan akademis sedang, dan siswa berkemampuan
kurang dibagi secara merata sehingga tidak ada dominan siswa
yang pandai dalam satu kelompok (Lie dalam Aminah, 2009).
Pembentukan kelompok heterogen memberi kesempatan
untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga
memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu
orang berkemampuan akademis tinggi, diharapkan bisa
membantu anggota kelompok yang lain.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran kooperatif
tipe TSTS memiliki beberapa kelemahan, maka perlu dilakukan
tahapan-tahapan secara sistematis dan berurutan sehingga
pembelajaran berjalan dengan baik.
2.1.4. Metode Ceramah
2.1.4.1. Pengertian
Metode ceramah adalah suatu cara penyajian bahan ajar
atau cara mengajar melalui penjelasan atau penuturan secara
33
lisan oleh guru kepada peserta didik (Widi Rahardja,2002).
Menurut Djmarah (2002) metode ceramah adalah cara
penyajian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau
penjelasan lisan secara langsung terhadap siswa.
Ceramah merupakan teknik yang banyak dipakai dalam
latihan, didasarkan pada pertimbangan tertentu. Di mana dalam
segala keadaan teknik ini dianggap cara yang paling baik bagi
seseorang pelatih untuk menyajikan secara lisan tentang
informasi suatu mata pelajaran (Pasaribu dan Simandjuntak,
1982).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode
ceramah merupakan cara penyajian bahan ajar oleh guru
melalui penjelasan atau penuturan sehinggaguru menjadi pusat
informasi dan lalu lintas komunikasi/pembicaraan hanya searah
yaitu dari guru kepada siswa.
2.1.4.2. Tujuan Penggunaan Metode Ceramah
Menurut Moedjiono dkk (dalam Widi Rahardja,2002),
tujuan penggunaan metode ceramah yakni;
1) Menciptakan landasan pemikiran yang mendorong dan
mengarahkan siswa untuk lebih banyak mempelajari isi
pelajaran melalui bahan tertulis secara mandiri
2) Menyajikan garis-garis pelajaran dan permasalahan penting
(esensial) yang terdapat dalam isi pelajaran
34
3) Memberikan motivasi kepada para siswa, untuk belajar
secara mandiri dan menemukan fakta, konsep, serta kaidah
yang lebih luas dari pada yang sudah disajikan oleh guru
4) Menjelaskan prosedur tugas-tugas belajar yang diberikan
dengan format yang lain, misalnya sebelum permainan
simulasi dilaksanakan guru menjelaskan prosedurnya
Menurut Abimayu (2008), tujuan metode ceramah adalah
menyampaikan materi pelajaran yang bersifat informasi, yaitu
konsep, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip yang banyak dan
luas serta hasil penemuan-penemuan baru yang belum
terpublikasikan secara meluas. Selanjutnya Abimayu (2008)
menyatakan bahwa secara lebih khusus tujuan ceramah adalah :
a) Menciptakan landasan pemikiran siswa agar dapat belajar
melalui bahan tertulis hasil ceramah guru
b) Menyajikan garis-garis besar isi pelajaran dan permasalahan
penting yang terdapat dalam isi pelajaran.
c) Merangsang siswa untuk belajar mandiri dan menumbuhkan
rasa ingin tahu melalui pengayaan belajar
d) Memperkenalkan hal-hal baru dan memberikan penjelasan
secara gamblang teori dan praktiknya
e) Sebagai langkah awal untuk metode yang lain dalam upaya
menjelaskan prosedur yang harus ditempuh siswa. Misalnya
35
sebelum eksperimen siswa diberi penjelasan tentang apa-apa
yang harus dilakukan oleh siswa.
2.1.4.3. Keunggulan Metode Ceramah
Terdapat beberapa keunggulan metode ceramah
diantaranya yang diungkapkan oleh Rahardja (2002) yaitu;
1) Tepat untuk menyampaikan pengantar atau informasi yang
baru
2) Gunakan bila anak sudah mendapatkan motivasi
3) Tepat bagi guru yang bisa berbicara secara jelas dan baik
4) Tepat untuk kelas besar dan untuk menekankan hal-hal
penting yang telah dipelajari
5) Lebih tepat bagi orang-orang dewasa, karena dapat
berkonsentrasi relatif agak lama
6) Dapat untuk menghabiskan bahan pelajaran yang banyak
dalam waktu yang singkat
7) Tidak terlalu menuntut menggunakan banyak alat/ media
peraga
8) Untuk menjelaskan bahan pelajaran yang penting dan tidak
terdapat dalam buku teks
9) Untuk bahan pelajaran yang dirasa sukar walaupun terdapat
dalam buku teks, tetapi guru perlu menjelaskan
10) Untuk membangkitkan minat, hasrat siswa
36
Menurut Djamarah dan Aswan (2002), terdapat kelebihan
dari metode ceramah yaitu:
1) Guru mudah menguasai kelas
2) Mudah mengorganisir tempat duduk/kelas
3) Dapat diikuti oleh jumlah siswa yang besar
4) Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
5) Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik
2.1.4.4. Kelemahan Metode Ceramah
Menurut Pasaribu dan Simandjuntak (1982), seringkali
ceramah mendapatkan kritik karena teknik-teknik latihan itu
kurang berhasil, dengan alasan-alasan sebagai berikut;
1) Teknik ini hanya melibatkan para pesertanya secara minimal
sekali
2) Teknik ini membosankan para peserta latihan dan
3) Sebagai ceramah, penyajian informasi secara lisan tidak
memiliki catatan yang tinggal seandainya mengulangnya
kembali
Menurut Djamarah dan Aswan (2002), metode ceramah
memiliki kekurangan/ kelemahan yaitu :
1) Mudah menjadi verbalisme (pengertian kata-kata)
2) Yang visual menjadi rugi, yang auditif (mendengar) lebih
besar menerimanya
3) Bila selalu digunakan dan terlalu lama membosankan
37
4) Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada
ceramahnya, ini sukar sekali
5) Menyebabkan siswa menjadi pasif
Selain beberapa alasan di atas juga akan dipaparkan beberapa
kelemahan metode ceramah menurut Widi Rahardja (2002).
1. Hanya menghasilkan ingatan jangka pendek pada siswa
2. Kurang tepat bagi anak kecil, karena belum bisa
berkonsentrasi dalam waktu yang lama dan sulit menangkap
penjelasan guru yang terlalu banyak mengeluarkan kalimat-
kalimatnya
3. Kegiatan lebih berpusat pada guru, sehingga anak pasif
4. Dapat melemahkan perhatian siswa, membosankan siswa
bila ceramahnya terlalu lama karena setelah 20 menit pertama
perhatian siswa menurun dan bicara guru tidak menarik
5. Kurang tepat/ sejalan dengan prinsip pembelajaran aktif dan
menimbulkan sekolah duduk/dengar
6. Merugikan siswa yang tidak peka pendengarannya dan tidak
dapat mencatat secara cepat/ merusak tulisan
7. Tidak tepat untuk pengajaran aspek ketrampilan
(psykhomotorik).
2.1.4.5. Langkah-langkah Pembelajaran
Sebagai upaya meminimalisasi kelemahan pada metode
ceramah, ada beberapa langkah-langkah pembelajaran dengan
38
metode ceramah yang harus diperhatikan guru menurut Widi
Rahardja (2002) yaitu;
1. Persiapan
Pada tahap ini guru melakukan kegiatan-kegiatan antara
lain : menata secara sistematis/ mengorganisir bahan
pelajaran yang akan disajikan, menentukan urut-urutkan
penyajian, agar bagi guru ataupun siswa dapat dengan
memahami dan menguasai bahan pelajaran tersebut.
Disini guru juga dapat menyiapkan bagan atau diagram
atau media belajar lainnya yang dapat membantu dalam
proses pembelajaran.
2. Awal ceramah
Hal ini sebagai pengantar/ introduksi dimana guru
membuka pelajaran dengan kegiatan-kegiatan antara lain
menumbuhkan motivasi dan perhatian siswa dengan
sikap yang antusias, hangat, mendorong rasa ingin tahu
dengan pernyataan yang menantang / merangsang
berpikir siswa dengan mengemukakan pokok-pokok isi /
materi pelajaran serta meningkatkan hubungan/pola
interaksi guru dan siswa.
3. Pelaksanaan ceramah
Tahap ini merupakan kegiatan inti / kegiatan utama
dimana guru menyajikan bahan pelajaran yang telah
39
dipersiapkan pada siswa di kelas. Hal-hal yang harus
diperhatikan guru adalah penggunaan kata-kata yang
sederhana, gaya bicara /suara yang menarik, penjelasan
singkat / jelas sehingga siswa akan lebih mudah dalam
memahami materi pelajaran.
a. Pokok bahasan yang akan diterangkan bisa
ditulis dulu pada papan tulis, atau pada bagan
yang telah dipersiapkan.
b. Apabila dari pengamatan guru atau balikan dari
siswa ada bagian materi pelajaran yang belum
jelas maka guru dapat mengulangi keterangan
dengan menggunakan bahasa yang lebih
sederhana, dengan menggunakan istilah-istilah
lain, memberikan contoh yang konkret dengan
mengaitkan dengan masalah-masalah lain.
c. Guru perlu mengatur alokasi waktu yang
tersedia, dan diselingi dengan variasi kegiatan/
metode sehingga siswa tidak merasa jenuh atau
bosan
4. Akhir ceramah
Merupakan kegiatan akhir dari guru dalam menerapkan
metode ceramah yaitu dengan membuat kesimpulan atau
rangkuman secara garis besar dari isi pelajaran yang baru
40
saja dijelaskan, dapat dilakukan oleh guru atau oleh
siswa :
1) Mengadakan evaluasi/postes
2) Mengemukakan materi yang akan datang/tugas
berikutnya
2.1.5. Pendidikan Kewarganegaraan
2.1.5.1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Aryani dan Susatim (2010) pendidikan
Kewarganegaraan memiliki keterkaitan erat dengan pendidikan
nilai. Pendidikan nilai menyatukan berbagai permasalahan yang
menyangkut preferensi personal ke dalam satu kategori yang
disebut nilai-nilai, yang dibatasi sebagai petunjuk umum untuk
perilaku yang memberi batasan langsung pada kehidupan.
Sementara PKn membawa misi dan berbicara tentang nilai dan
moral (aturan). Somantri (dalam Aziz dan Sapriya, 2011 )
menyatakan bahwa objek studi Civics dan Civic education
adalah warga negara dalam hubungannya dengan organisasi
kemasyarakatan, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, dan
negara.
Selanjutnya dalam KTSP 2006 dinyatakan bahwa mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan mata
pelajaran yang menfokuskan pada pembentukan warganegara
yang memahami dan mampu melaksanakan hak –hak dan
41
kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang
cerdas, terampil, dan berkharakter yang diamanatkan oleh
Pancasila dan UUD 1945.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memiliki
keterkaitan dengan pendidikan nilai dimana lebih menfokuskan
pada pembentukan warganegaranya untuk memahami dan
mampu melaksanakan hak dan kewajiban untuk menjadi
warganegara Indonesia yang cerdas, terampil dan berkharakter
yang diamanatkan Pancasila dan UUD 1945.
2.1.5.2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Dalam KTSP 2006 Mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi
isu kewarganegaraan
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, serta anti-korupsi
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk
diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar
dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
42
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan
dunia secara langsung atau tidak langsung dengan
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
National Council for the Social Sudies (NCSS) (Wuryan dan
Syaifullah, 2009) mengemukakan tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan sebagai berikut:
a. Pengetahuan dan keterampilan guna membantu
memecahkan masalah dewasa ini
b. Kesadaran terhadap pengaruh sains dan teknologi pada
peradaban serta manfaatnya untuk memperbaiki nilai
kehidupan
c. Kesiapan guna kehidupan ekonomi yang efektif
d. Kemampuan untuk menyusun berbagai pertimbangan
terhadap nilai-nilai untuk kehidupan yang efektif dalam
dunia yang selalu mengalami perubahan
e. Menyadari bahwa kita hidup dalam dunia yang terus
berkembang yang membutuhkan kesediaan untuk
menerima fakta baru, gagasan baru, serta tata cara
hidup yang baru.
f. Peran serta dalam proses pembuatan kepuusan melalui
pernyataan pendapat kepada wakil-wakil rakyat, para
pakar, dan spesialis
43
g. Kenyakinan terhadap kebebasan individu serta
persamaan hak bagi setiap orang yang dijamin oleh
konstitusi
h. Kebanggaan terhadap prestasi bangsa, penghargaan
terhadap sumbangan yang diberikan bangsa lain serta
dukungan untuk perdamaian dan kerjasama
i. Menggunakan seni yang kreatif untuk mensensitifkan
dirinya sendiri terhadap pengalaman manusia yang
universal serta pada keunikan individu
j. Mengasihani serta peka terhadap kebutuhan, perasaan,
dan cita-cita umat manusia lainnya
k. Pengembangan prinsip-prinsip demokrasi serta
pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi dari beberapa penjelasan di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan
adalah untuk membentuk peserta didik menjadi
warganegara yang cerdas, kreatif, demokratis mempunyai
sikap positif yang dibutuhkan dalam kehidupan
bermasyartakat, berbangsa dan bernegara; .
2.1.5.3. Ruang Lingkup Materi Pendidikan Kewarganegaraan
Ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan (Hamid
Darmadi, 2010) dikelompokkan ke dalam komponen rumpun
bahan pelajaran dan sub komponen rumpun bahan pelajaran
44
yang mengandung aspek pembelajaran mengenai sistem
berbangsa dan bernegara sebagai berikut:
a. Persatuan Bangsa dan Negara
b. Nilai dan Norma
c. Hak Asasi Manusia
d. Kebutuhan Hidup Warga Negara (Hak dan Kewajiban)
e. Kekuasaan dan Politik
f. Masyarakat Demokratis
g. Pancasila dan Konstitusi Negara
h. Globalisasi
Adapun materi pendidikan kewarganegaraan untuk kelas X
semester 1/ ganjil meliputi pokok bahasan, standart kompetensi,
kompetensi dasar sebagai berikut :
Tabel 2.2
Materi pendidikan kewarganegaraan kelas X semester 1/gasal.
Pokok bahasan Standart kompetensi Kompetensi dasar
Hakikat bangsa dan
negara kesatuan
republik Indonesia
Memahami hakikat bangsa
dan negara kesatuan
republik Indonesia (NKRI)
1. Mendeskripsikan hakikat bangsa dan
negara kesatuan republik Indonesia
2. Mendeskripsikan hakikat bangsa dan
negara dan bentuk-bentuk
kenegaraan
3. Menjelaskan pengertian,fungsi dan
tujuan NKRI
4. Menunjukkan semangat kebangsaan,
nasionalisme dan patriotisme dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa
45
dan bernegara
Sistem hukum dan
peradilan
internasional
Menampilkan sikap positif
terhadap sistem hukum dan
peradilan nasional
1. Mendeskripsikan pengertian sistem
hukum dan peradilan nasional
2. Menganalisis peranan lembaga-
lembaga peradilan
3. Menunjukkan sikap yang sesuai
dengan ketentuan hukum yang
berlaku
4. Menganalisis upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia
5. Menampilkan peran serta dalam
upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia
Peran serta dalam
upaya pemajuan,
penghormatan dan
perlindungan hak
asasi manusia
(HAM)
Menampilkan peran serta
dalam upaya pemajuan,
penghormatan dan
perlindungan hak asasi
manusia (HAM)
1. Menganalisis upaya pemajuan,
penghormatan dan penegakan HAM
2. Menampilkan peran serta dalam
upaya pemajuan, penghormatan dan
penegakan HAM di Indonesia
3. Mendeskripsikan instrumen hukum
dan peradilan internasional HAM
Khusus dalam penelitian ini materi yang diajarkan adalah
peran serta dalam upaya pemajuan, penghormatan dan
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM), denga standart
kompetensi dan kompetensi dasar sebagai berikut:
1. Standart kompetensi : Menampilkan peran serta dalam upaya
pemajuan, penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia
(HAM).
2. Kompetensi dasar :
46
a. Menganalisis upaya pemajuan, penghormatan, dan
penegakan HAM
b. Menampilkan peran serta dalam upaya pemajuan,
penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia.
2.2. Penelitian Yang Relevan
a. Penelitian yang dilakukan oleh Yusti Palupi Megasari(2011) tentang
perbedaan prestasi belajar siswa yang diajar menggunakan metode
ceramah dengan siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif
model Two Stay Two Stray pada mata pelajaran IPS bidang sejarah .
Rata-rata nilai gain score siswa kelas eksperimen (31,5625) lebih tinggi
daripada rata-rata nilai gain score siswa kelas kontrol (25,0968). Adanya
perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa yang diajar
menggunakan metode pembelajaran ceramah dengan siswa yang diajar
dengan metode kooperatif model Two Stay Two Stray pada mata
pelajaran IPS bidang Sejarah kelas VII SMP Negeri 3 Batu. Terbukti dari
nilai Sig. (0,004) < 0,05. dan thitung (3,010) > ttabel (1,999) yang
menyatakan ada perbedaan dari kedua kelompok tersebut.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Eni Susiloningtiyas (2012) tentang
pengaruh penggunaan model Two Stay Two Stray pada pembelajaran
matematika terhadap hasil belajar siswa kelas IV SD Balesari,
Temanggung. Dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh
terhadap hasil belajar siswa dengan menggunakan model TSTS. Hal ini
dapat ditunjukkan dari nilai Sig. (2−𝑡𝑎𝑖𝑙𝑒𝑑) 0,000< nilai sig 0,05. Hasil
47
belajar yang diperoleh lebih baik dibanding pembelajaran tanpa model
TSTS yaitu rata-rata postes kelas eksperimen 87,20 dan kelas kontrol
75,46.
Dari dua penelitian di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan
prestasi belajar siswa yang diajar menggunakan metode ceramah dan yang
diajar dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay
Two Stray) untuk pembelajaran IPS di SMP dan Matematika di SD.
Mengacu pada hasil dua penelitian tersebut maka peneliti melakukan
penelitian untuk membandingkan hasil belajar siswa dengan menggunakan
metode pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan metode Ceramah,
khususnya untuk mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan di SMA.
2.3. Kerangka Pikir
Gambar 2.2 Kerangka Pikir
Proses
Pembelajaran
Ceramah
TSTS
Terpusat pada guru,
melibatkan peserta
didik minim sekali,
ingatan jangka pendek,
melemahkan perhatian
siswa
Berpusat pada
siswa, belajar lebih
bermakana,
berorintasi pada
keaktifan,
meningkatkan minat
prestasi, kerjasama
Hasil
belajar
Hasil
belajar
48
Dalam pembelajaran PKn menggunakan metode ceramah terdapat
kelemahan yaitu hanya terpusat pada guru dan melibatkan peserta didik
minim sekali, sehingga menjadikan ingatan jangka pendek dan
melemahkan perhatian siswa. Ada pembelajaran yang lebih
mengaktifkan siswa, berpusat pada siswa, belajar lebih bermakna,
meningkatkan minat, prestasi dan kerjasama antar kelompok yaitu
metode pembelajaraan kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two Stray).
Pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) dapat
digunakan pada semua mata pelajaran dan pada semua tingkatan usia
anak didik. Struktur Dua Tinggal Dua Tamu ini memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi kelompok
dengan kelompok lain. Sehingga siswa tidak hanya bekerja secara
individu namun diperbolehkan berbagi informasi atau melihat pekerjaan
kelompok lain. Selain itu Two Stay Two Stray ini menawarkan sebuah
forum dimana siswa dapat bertukar ide dan membangun ketrampilan
sosial sehingga dapat meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa.
Kedua metode yang digunakan pada proses pembelajaran PKn di
kedua kelas penelitian ini sama-sama menghasilkan hasil belajar. Hasil
belajar dalam kedua metode yang digunakan yaitu metodepembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan metode ceramah akan dikaji secara empiris
49
dalam penelitian ini. Sehingga dapat diperoleh perbedaan pengaruh dari
kedua metode tersebut terhadap hasil belajar siswa.
2.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ; Ada perbedaan pengaruh yang
signifikan antara metode pembelajaran kooperatif tipe TSTS (Two Stay Two
Stray) dan metode ceramah terhadap hasil belajar PKn pada siswa kelas X
SMAN 1 Pabelan, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang, Semester Ganjil
Tahun Ajaran 2012/2013.