BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. 1. Luas … PERDA NO 10 TAHUN 2012... · Sebelah Selatan :...
Transcript of BAB II GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH A. 1. Luas … PERDA NO 10 TAHUN 2012... · Sebelah Selatan :...
Hal II - 1
BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
A. Aspek Geografi dan Demografi
1. Karakteristik Lokasi dan Wilayah
a. Luas dan Batas Wilayah Administrasi
Kabupaten Pati merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Jawa Tengah yang mempunyai luas wilayah 150.368 Ha terdiri dari
59.332 Ha lahan sawah dan 91.036 Ha lahan bukan sawah.
Kabupaten Pati yang berjarak 75 Km dari Ibu Kota Jawa Tengah
(Semarang), mempunyai panjang garis pantai 60 Km dengan batas
wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Jepara dan Laut Jawa.
Sebelah Timur : Kabupaten Rembang dan Laut Jawa.
Sebelah Barat : Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara.
Sebelah Selatan : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora.
b. Letak dan Kondisi Geografis
Kabupaten Pati secara geografis terletak antara 110º,50´ -
111º,15´ Bujur Timur (BT) dan 6º, 25´ - 7º,00´Lintang Selatan (LS)
c. Topografi
Secara topografis, wilayah Kabupaten Pati memiliki keunikan
wilayah, yang dapat dikelompokkan menjadi empat (4) kategori,
sebagai berikut :
1) Daerah dataran pantai; daerah ini memiliki ketinggian rata-rata
antara 0-7 m DPL Di atas Permukaan air Laut (DPL) ; 16
Kecamatan terdiri dari Kecamatan Dukuhseti, Margoyoso, Tayu,
Trangkil, Pati, Jaken serta sebagian Kecamatan Sukolilo, Kayen,
Tambakromo, Pucakwangi, Margorejo, Jakenan, Gabus, Batangan,
Juwana dan sebagian Kecamatan Wedarijaksa
2) Daerah dataran rendah; daerah ini memiliki ketinggian rata-rata
antara 7-100 m DPL yang meliputi 9 Kecamatan terdiri dari
sebagian kecil Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Winong,
Pucakwangi, Margorejo, Tlogowungu, Gunungwungkal dan
sebagian Kecamatan Cluwak.
3) Daerah dataran tinggi; daerah ini memiliki ketinggian rata-rata
antara 100 - 500 m DPL yang meliputi sebagian Kecamatan Kayen,
Sukolilo, Winong, Tambakromo, Margorejo, Gembong, Tlogowungu,
Gunungwungkal, Cluwak dan Kecamatan Pucakwangi
4) Daerah pegunungan; terbagi menjadi dua, yaitu:
a) Daerah dengan ketinggian antara 500 – 1.000 m DPL diatas
permukaan laut, meliputi sebagian Wilayah Kecamatan
Gembong, Tlogowungu, Gunungwungkal dan Cluwak.
b) Daerah berketinggian diatas 1000 m DPL diatas permukaan
laut yang meliputi sebagian wilayah Kecamatan Gembong,
Tlogowungu, dan Gunungwungkal.
Hal II - 2
d. Geologi
Jenis tanah di bagian Utara Kabupaten Pati terdiri dari tanah Red
Yellow mediteran, Latosol, Alluvial, Hidromer dan Regosol, sedangkan
bagian Selatan terdiri dari tanah Alluvial, Hidromer dan Grumosol.
Rincian jenis tanah menurut kecamatan seperti di bawah ini :
1) Batangan, merupakan termasuk pada jenis tanah alluvial.
2) Cluwak, Gunungwungkal dan Gembong merupakan tanah
latosol.
3) Juwana dan Margoyoso merupakan tanah alluvial, mediteran
coklat tua dan mediteran coklat.
4) Pati dan Margorejo merupakan tanah red yellow mediteran,
latosol, alluvial dan hidromer.
5) Kayen dan Tambakromo merupakan tanah alluvial dan
hidromer.
6) Pucakwangi dan Winong merupakan tanah grumosol dan
hidromer.
7) Wedarijaksa merupakan tanah mediteran coklat tua,
mediterane coklat, alluvial dan grumosol.
8) Tayu merupakan tanah alluvial, mediteran coklat tua,
mediteran coklat, dan regosol.
9) Tlogowungu merupakan tanah latosol dan red yellow
mediteran.
e. Hidrologi
Kondisi hidrologi di Kabupaten Pati terdiri dari air permukaan
tanah dan air bawah tanah, kondisi hidrologi terbagi atas :
1) Air Permukaan Tanah
Air permukaan tanah di Kabupaten Pati mencakup waduk,
bendungan. dan sungai-sungai yang berpotensi sebagai sumber
air. Kabupaten Pati mempunyai dua waduk yaitu Seloromo dan
Gunungrowo. Sedangkan sungai yang berada di Kabupaten Pati
bagian utara adalah Sungai Sani, Simo, Kersulo, Bapoh, Tayu,
Sat, Brati dan Juwana. Adapun sungai yang berada di wilayah Pati
bagian selatan antara lain adalah Sungai Widodaren, Brati,
Lembang, Godo, Gono, Kedunglo dan Sentul.
2) Air Bawah Tanah
Air bawah tanah yang diusahakan untuk sumber air minum
maupun pengairan adalah terletak di 4 (empat) kecamatan yaitu:
sumber air Widodaren, Sendangsoko, Bulu dan Lunggoh di
Kecamatan Pucakwangi; sedangkan di Kecamatan Tambakromo
meliputi sumber air Maitan, Dogo dan Pakis; Kecamatan Kayen
mempunyai sumber air Kluweh, Mangin dan Beketel; di
Kecamatan Sukolilo meliputi sumber air Lawang, Goa Wareh,
Prawoto, Baleadi.
f. Klimatologi
Keadaan iklim Kabupaten Pati tidak banyak mengalami
perubahan pada musim kemarau maupun penghujan, suhu udara
terendah berkisar antara 23oC suhu udara tertinggi berkisar antara
Hal II - 3
34oC sedangkan curah hujan terendah 43 mm/tahun curah hujan
tertinggi 4.686 mm/tahun.
2. Potensi Pengembangan Wilayah
a. Kawasan Budidaya
Kawasan Budidaya di Kabupaten Pati terdiri atas Kawasan Hutan
Produksi, Kawasan Peruntukan Pertanian, Kawasan Peruntukan
Perkebunan, Kawasan Peruntukan Perikanan, Kawasan Peruntukan
Pertambangan, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Peruntukan
Pariwisata dan Kawasan Peruntukan Permukiman.
1) Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pengembangan kawasan peruntukan hutan produksi dengan
luas 21.586 Ha dibagi menjadi hutan produksi terbatas dengan
luas kurang lebih 1.695 Ha hutan produksi tetap dengan luas
19.891 Ha.
2) Kawasan Peruntukan Pertanian
Kawasan peruntukan pertanian lahan basah (sawah) dengan
luas kurang lebih 59.332 Ha dan kawasan ini sebagai kawasan
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
3) Kawasan Peruntukan Perkebunan
Pengembangan kawasan peruntukan perkebunan dengan luas
kurang lebih 2.249 Ha.
4) Kawasan Peruntukan Perikanan
Pengembangan kawasan peruntukan perikanan terdiri atas :
perikanan tangkap, perikanan budidaya tambak, perikanan
budidaya air tawar dan dan pengolahan ikan. Kawasan
penangkapan ikan skala kecil dengan area tangkapan antara 0-3
mil dari pantai, kawasan penangkapan ikan skala menengah
dengan area tangkapan antara 3-6 mil dari garis pantai, dan
kawasan penangkapan ikan skala besar/industri dengan area
tangkapan lebih dari 6 mil garis pantai. Luas perikanan budidaya
tambak mencapai 9.606 Ha, dan pengembangan perikanan
budidaya air tawar mencapai 294 Ha.
5) Kawasan Peruntukan Pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan terdiri atas : Mineral, batu
bara dan Minyak serta gas bumi.
6) Kawasan Peruntukan Industri
Pengembangan kawasan peruntukan industri terdiri dari
industri besar, menengah, kecil dan industri rumah tangga.
Pengembangan industri besar dan menengah, industri manufaktur
berlokasi di : Kecamatan Margorejo dengan luas kurang lebih 306
Ha dan Kecamatan Pati dengan luas kurang lebih 200 Ha industri
manufaktur dan perikanan yang berlokasi di Kecamatan Batangan
dengan luas kurang lebih 318 Ha, Kecamatan Juwana dengan luas
kurang lebih 102 Ha, industri agro dan pertambangan yang
berlokasi di Kecamatan Tayu dengan luas 30 Ha, Kecamatan
Trangkil dengan luas kurang lebih 24 Ha, Kecamatan Margoyoso
dengan luas kurang lebih 53 Ha, Kecamatan Tambakromo dengan
luas kurang lebih 300 Ha, Kecamatan Kayen dengan luas kurang
Hal II - 4
lebih 48Ha, Kecamatan Sukolilo dengan luas kurang lebih 117 Ha
. Pengembangan industri kecil dan rumah tangga dikembangkan
di seluruh wilayah Daerah.
7) Kawasan Peruntukan Pariwisata
Pengembangan kawasan peruntukan pariwisata meliputi
pariwisata alam, pariwisata budaya, dan pariwisata buatan.
Rencana pengembangan pariwisata alam meliputi kawasan
agrowisata berada di sepanjang lereng Gunung Muria bagian timur
meliputi Kecamatan Tlogowungu, Kecamatan Gembong,
Kecamatan Gunungwungkal dan Kecamatan Cluwak, Kawasan
pariwisata air dan Gua Pancur berada di Kecamatan Kayen,
kawasan pariwisata Air Terjun Nggrenjengan Sewu berada di
Kecamatan Gunungwungkal, dan kawasan pariwisata Air Terjun
Tadah Hujan, Gua Wareh, Sendang Widodari berada di Kecamatan
Sukolilo, kawasan pariwisata Gua Larangan berada di Kecamatan
Tambakromo, kawasan pariwisata bahari Banyutowo berada di
Kecamatan Dukuhseti. Rencana pengembangan pariwisata budaya
meliputi Kawasan pariwisata Genuk Kemiri di Kecamatan Pati
kawasan pariwisata Pintu Gerbang Majapahit di Kecamatan
Margorejo dan kawasan pariwisata Religi di Kecamatan Sukolilo,
Kecamatan Kayen, Kecamatan Margoyoso, dan Kecamatan Tayu.
Rencana pengembangan pariwisata buatan meliputi kawasan
pariwisata Waduk Gunung Rowo di Kecamatan Gembong, kawasan
pariwisata Sendang Tirta Marta Sani dan Agrosilfo Regaloh berada
di Kecamatan Tlogowungu dan kawasan pariwisata pendidikan
lingkungan di TPA Margorejo.
8) Kawasan Peruntukan Permukiman
Kawasan peruntukan permukiman tersebar di seluruh wilayah
daerah, dengan penyebaran mengikuti pola perkampungan di
masing-masing Kecamatan yang terdiri atas kawasan permukiman
perkotaan dan kawasan permukiman perdesaaan.
b. Kawasan Lindung
Kawasan Lindung di Kabupaten Pati meliputi:
1) Kawasan Hutan Lindung
Kawasan Hutan lindung dengan luas kurang lebih 1.578 Ha
meliputi Kecamatan Cluwak, Kecamatan Gembong, Kecamatan
Gunungwungkal, dan Kecamatan Tlogowungu.
2) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya
Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahannya berupa kawasan resapan air. Kawasan resapan air
diperuntukkan bagi kegiatan pemanfaatan tanah yang dapat
menjaga kelestarian ketersediaan air bagi kawasan dibawahnya.
Kawasan resapan air di lereng Gunung Muria berada pada
kawasan yang memiliki tingkat kemiringan 25 % dengan 40 %
dan kawasan yang mengandung batuan kars di Pegunungan
Kendeng.
Hal II - 5
3) Kawasan Perlindungan Setempat
Rencana pembangunan kawasan perlindungan setempat,
terbagi :
a) Sempadan Pantai
Kawasan sempadan pantai ditetapkan paling sedikit 100 m
dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Kawasan sempadan
pantai meliputi : Kecamatan Dukuhseti dengan luas kurang
lebih 184 Ha Kecamatan Tayu dengan luas kurang lebih 76
Ha, Kecamatan Margoyoso dengan luas sekitar 70 Ha,
Kecamatan Trangkil dengan luas kurang lebih 29 Ha,
Kecamatan Wedarijaksa dengan luas kurang lebih 18 Ha,
Kecamatan Juwana dengan luas kurang lebih 36 Ha, dan
Kecamatan Batangan dengan luas kurang lebih 96 Ha.
b) Sempadan Sungai
Kawasan sempadan sungai terdiri atas : Sempadan saluran
irigasi dan Sempadan sungai.
Sempadan sungai meliputi : sungai Bapoh, sungai Simo,
sungai Ngeluk, sungai Langkir, sungai Mudal, sungai
Ngasinan, sungai Kedungtelo, sungai Juwana, sungai
Kersulo, sungai Sentul, sungai Jering, sungai Lampean,
sungai Wuni, sungai Sekar Gading, sungai Tempur, sungai
Sani, sungai Pembuang Sungai Anyar dan sungai Tayu.
Sempadan saluran irigasi terdiri dari : saluran irigasi
bertanggul dan saluran irigasi tidak bertanggul
c) Sempadan Waduk
Sempadan waduk ditetapkan 50 m dari dari titik pasang
tertinggi ke arah darat proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisik waduk.
d) Sempadan Mata Air
Sempadan mata air dengan radius 200 m terdapat di
Kecamatan Pucakwangi, meliputi sumber air Widodaren,
sumber air Sendangsuko, sumber air Bulu, sumber air
Lunggoh dan sumber air Lumbung Mas. Kecamatan
Tambakromo meliputi sumber air Maitan, sumber air Dogo,
dan sumber air Pakis. Kecamatan Kayen meliputi sumber
air Kluweh dan sumber air Beketel. Kecamatan Sukolilo
meliputi sumber air Lawang, sumber air Sumur
karanganyar, sumber air Baleadi, sumber air Duwan,
sumber air Lawang, sumber air Sentul, sumber air Grolok,
sumber air Gemblung, sumber air Mbendo, sumber air
Sidowayah, sumber air Cendi, sumber air Mbeji, dan sumber
air Kincir. Kecamatan Pati meliputi sumber air Subo dan
sumber air Gilan, Kecamatan Margoyoso meliputi sumber
air Sonean dan Kecamatan Gunungwungkal meliputi
sumber air Sentul.
4) Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam, dan Cagar Budaya
Rencana pengembangan kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam,
dan Cagar Budaya meliputi:
Hal II - 6
a) Kawasan Kars
Kawasan Kars meliputi Kecamatan Sukolilo dengan luas
kurang lebih 1.682,00 Ha, Kecamatan Kayen dengan luas
kurang lebih 569,50 Ha dan Kecamatan Tambakromo
dengan luas kurang lebih 11,05 Ha.
b) Kawasan Muara Sungai (estuary)
Kawasan muara sungai (estuari) meliputi Kecamatan
Dukuhseti dengan luas kurang lebih 8 Ha, Kecamatan Tayu
dengan luas kurang lebih 6 Ha, Kecamatan Juwana dengan
luas kurang lebih 6Ha dan Kecamatan Batangan dengan
luas kurang lebih 5 Ha.
c) Kawasan Pantai berhutan Bakau
Pengembangan kawasan pantai berhutan bakau sepanjang
pesisir pantai meliputi Kecamatan Dukuhseti dengan luas
kurang lebih 45 Ha, Kecamatan Tayu dengan luas kurang
lebih 45 Ha, Kecamatan Margoyoso dengan luas kurang
lebih 34 Ha, Kecamatan Trangkil dengan luas kurang lebih
30 Ha, Kecamatan Wedarijaksa dengan luas kurang lebih 30
Ha, Kecamatan Juwana dengan luas kurang lebih 54 Ha dan
Kecamatan Batangan dengan luas kurang lebih 62 Ha.
3. Wilayah Rawan Bencana
Kabupaten Pati berdasarkan data rekapitulasi kejadian bencana,
mempunyai daerah rawan bencana alam yang dibedakan atas :
a. Kawasan rawan banjir, terdapat di wilayah sebagai berikut:
Kecamatan Juwana dengan luas kurang lebih 56 Ha, Kecamatan
Trangkil dengan luas kurang lebih 12 Ha, Kecamatan Tayu dengan
luas kurang lebih 41 Ha, Kecamatan Pati dengan luas kurang lebih
24 Ha, Kecamatan Margorejo dengan kurang lebih luas 8 Ha,
Kecamatan Wedarijaksa dengan kurang lebih luas 22 Ha, Kecamatan
Batangan dengan kurang lebih luas 38 Ha, Kecamatan Dukuhseti
dengan luas kurang lebih 21 Ha, Kecamatan Jakenan dengan luas
kurang lebih 23 Ha, Kecamatan Sukolililo dengan luas kurang lebih
12 Ha, Kecamatan Kayen dengan luas kurang lebih 27 Ha dan
Kecamatan Gabus dengan luas kurang lebih 46 Ha.
b. Kawasan rawan bencana gerakan tanah, terdapat di wilayah
sebagai berikut:
Kecamatan Cluwak dengan luas kurang lebih 5 Ha, Kecamatan
Gembong dengan luas kurang lebih 6 Ha, Kecamatan Tlogowungu
dengan luas kurang lebih 4 Ha, Kecamatan Gunungwungkal dengan
luas kurang lebih 12 Ha, Kecamatan Sukolilo dengan luas kurang
lebih 18 Ha, Kecamatan Kayen dengan luas kurang lebih 11 Ha,
Kecamatan Winong dengan luas kurang lebih 11 Ha, Kecamatan
Tambakromo dengan luas kurang lebih 8 Ha, dan Kecamatan
Pucakwangi dengan luas kurang lebih 5 Ha.
c. Kawasan rawan kekeringan, terdapat di wilayah sebagai berikut:
Kecamatan Sukolilo dengan luas kurang lebih 32 Ha, Kecamatan
Kayen dengan luas kurang lebih 5 Ha, Kecamatan Tambakromo
dengan luas kurang lebih 21 Ha, Kecamatan Winong dengan luas
Hal II - 7
kurang lebih 14 Ha, Kecamatan Pucakwangi dengan luas kurang
lebih 8 Ha, Kecamatan Jaken dengan luas kurang lebih 5 Ha,
Kecamatan Batangan dengan luas kurang lebih 4 Ha dan Kecamatan
Gabus dengan luas kurang lebih 3 Ha.
d. Kawasan rawan bencana gelombang pasang, terdapat di wilayah
sebagai berikut:
Sepanjang pesisir pantai Kecamatan Dukuhseti dengan luas
kurang lebih 184 Ha, sepanjang pesisir pantai Kecamatan Tayu
dengan luas kurang lebih 76 Ha, sepanjang pesisir pantai Kecamatan
Margoyoso dengan luas kurang lebih 70 Ha, sepanjang pesisir pantai
Kecamatan Trangkil dengan luas kurang lebih 29 Ha, pesisir pantai
Kecamatan Wedarijaksa dengan luas kurang lebih 18 Ha, sepanjang
pesisir pantai Kecamatan Juwana dengan luas kurang lebih 36 Ha,
dan sepanjang pesisir pantai Kecamatan Batangan dengan luas
kurang lebih 96 Ha.
4. Kondisi Demografi
Jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang tinggi
merupakan potensi pembangunan. Berdasar hasil sensus penduduk
tahun 2010, jumlah penduduk Kabupaten Pati sebanyak 1.190.993 jiwa,
terdiri dari laki-laki sebanyak 578.127 jiwa dan perempuan sebanyak
612.866 jiwa tergambar pada Grafik 2.1. sebagai berikut:
Sumber : Profil Kab.Pati, 2011
Grafik 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Rata – rata laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Pati sebesar
0,40 %. Angka rata-rata kepadatan penduduk Indonesia adalah 127
orang per Km², sedangkan Kabupaten Pati pada tahun 2011 memiliki
angka kepadatan penduduk 797 orang per Km² dapat dilihat pada Tabel
2.1. berikut:
Hal II - 8
Tabel 2. 1.
Perbandingan Penduduk Kabupaten Pati dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007-2011
No Tahun
KAB. PATI PROV. JAWA TENGAH
Luas
Wilayah
(Ha)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
per Km2
Luas
Wilayah
(Km2)
Jumlah
Penduduk
(jiwa)
Kepadatan
Penduduk
per Km2
1. 2007 150.368 1.247.881 830 3.254.412 32.380.279 995
2. 2008 150.368 1.256.182 830 3.254.412 32.626.390 1003
3. 2009 150.368 1.265.225 841 3.254.412 32.864.563 1010
4. 2010 150.368 1.190.993 792 3.254.412 32.382.657 995
5. 2011 150.368 1.198.529 797 3.254.412 32.640.000 1003 Sumber : Pati dan Jawa Tengah Dalam Angka 2012
B. Aspek Kesejahteraan Masyarakat
1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
a. Pertumbuhan PDRB
Besarnya PDRB suatu daerah dapat menggambarkan kondisi
perekonomian suatu daerah pada umumnya, baik berdasarkan atas
dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan tahun 2000.
Selama periode 2007-2011 gambaran ekonomi penduduk Pati
menunjukkan perkembangan yang bersifat positif. Besarnya PDRB
atas dasar harga berlaku Tahun 2007 sebesar 3.966.062,17 juta
meningkat menjadi sebesar 10.456.354,64 juta pada Tahun 2011.
Besarnya PDRB Kabupaten Pati secara rinci dari Tahun 2007-2011
dapat dilihat pada Tabel 2. 2 berikut :
Tabel 2. 2.
PDRB Atas Dasar Harga Konstan & Atas Dasar Harga Berlaku
Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Tahun Atas dasar Harga Konstan
tahun 2000 (juta Rp)
Atas dasar Harga Berlaku
(juta Rp)
2007 3.966.062,17 5.389.961,16
2008 4.157.370,26 6.154.609,07
2009 4.357.144,03 6.676.159,70
2010 4.579.892,55 7.881.546,17
2011 4.828.677,87 10.456.354,64 Sumber : BPS Kab. Pati, 2011
Rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati berkisar antara
4,81 % hingga 5,43 % dari tahun 2007-2011. Grafik pertumbuhan
Ekonomi Kabupaten Pati dalam kurun waktu lima tahun sejak Tahun
2007, dapat dilihat pada Grafik 2. 2 sebagai berikut :
Sumber : PDRB Kab. Pati, 2011
Grafik 2.2.
Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Hal II - 9
Apabila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi
Jawa Tengah, Kabupaten Pati masih dibawah rata-rata Jawa Tengah.
Pada Tahun 2007 pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah sebesar
5,59 % sedangkan Kabupaten Pati sebesar 5,19 %, secara rinci
perbandingan pertumbuhan ekonomi dari Tahun 2007-2011 dapat
dilihat pada Grafik 2. 3 sebagai berikut :
Sumber : Profil Kab. Pati dan PDRB Jawa Tengah, 2011
Grafik 2.3.
Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Pati dan Jawa Tengah
Berdasarkan analisis pertumbuhan ekonomi Kabupaten Pati dari
Tahun 2007-2011 maka diproyeksikan pertumbuhan selama waktu
perencanaan akan berkisar antara 5,5% -6%, termasuk pertumbuhan
yang cukup tinggi. Hal ini terutama didukung oleh meningkatnya
iklim usaha yang semakin kondusif, berkembangnya pertumbuhan
sektor riil dan meningkatnya sektor perdagangan skala kecil dan
menengah, industri UMKM di Kabupaten Pati.
b. Laju Inflasi
Besaran Laju inflasi dan deflasi sangat mempengarui kondisi
perekonomian makro, apabila tingkat inflasi tinggi akan
mempengarui daya beli konsumen. Sebaliknya jika nilai inflasi
rendah atau bahkan terjadi deflasi maka akan dapat menimbulkan
kondisi yang stagnan dalam perkembangan ekonomi dan bisa juga
menyebabkan resesi ekonomi. Tingkat inflasi di Kabupaten Pati dari
Tahun 2007-2011 tergambar pada Grafik 2. 4 sebagai berikut :
Sumber : PDRB Kab. Pati, 2011
Grafik 2.4. Laju Inflasi Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
c. PDRB per Kapita
Besarnya PDRB per kapita dapat menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat secara makro. Besarnya PDRB per kapita
Kabupaten Pati dari Tahun 2007-2011 (atas dasar harga berlaku)
Hal II - 10
meningkat dari RP.5.674.928,53 menjadi sebesar Rp.8.519.753,24
pada Tahun 2011. Besarnya PDRB per kapita Kabupaten Pati dari
Tahun 2007-2011 (atas dasar harga konstan) meningkat dari
RP.3.350.362,67 menjadi sebesar Rp.3.997.750,00 pada Tahun 2011.
Pertumbuhan PDRB perkapita atas dasar harga berlaku dari Tahun
2007 – 2011 menunjukkan kondisi yang cenderung naik antara
8,11% - 14,45%, untuk Pertumbuhan PDRB perkapita atas dasar
harga konstan 2000 juga cenderung naik antara 3,96% - 4,95%.
Perkembangan PDRB per kapita tergambar pada Grafik 2. 5 sebagai
berikut :
Sumber : PDRB Kab. Pati, 2011
Grafik 2.5. PDRB per Kapita
Atas Dasar Harga Konstan dan Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
d. Persentase Penduduk dibawah Garis Kemiskinan
Salah satu masalah penting dalam pembangunan di Kabupaten
Pati adalah masih besarnya jumlah penduduk miskin. Berdasarkan
garis kemiskinan (poverty line) hasil Susenas tahun 2010 sebesar
Rp.244.149/kapita/bulan dengan jumlah penduduk miskin sebesar
172.400 jiwa (14,48%) persentase ini lebih kecil dari persentase
penduduk miskin Jawa Tengah yaitu sebesar 16,11%, sedangkan
angka sementara di tahun 2011 garis kemiskinan mencapai
Rp.252.714/kapita/bulan dengan jumlah penduduk miskin sebesar
168.200 jiwa (14,10%). Proporsi penduduk miskin di Kabupaten Pati
dari tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. 3 berikut :
Tabel 2. 3.
Garis Kemiskinan,Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin
Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Tahun
Garis Kemiskinan
(Rp/Kapita/bulan)
Jumlah Penduduk
Miskin ( Orang)
Persentase Penduduk Miskin(%)
Pati Jawa
Tengah
2007 218.455 228.800 19,79 20,43
2008 220.352 207.200 17,90 18,99
2009 224.390 184.100 15,92 17,48
2010 244.149 172.400 14,48 16,11
2011 252.714 168.200 14,10 16,21 Sumber : BPS Kab.Pati Th 2011
Berdasarkan Tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah
penduduk miskin di Kabupaten Pati dari tahun 2007-2011
Hal II - 11
cenderung menurun. Pada tahun 2007 sebesar 19,79% menjadi
14,10% di tahun 2011. Kondisi Kabupaten Pati dibandingkan dengan
kabupaten/kota disekitarnya dan Jawa Tengah dapat dikemukakan
pada Tabel 2.4 sebagai berikut :
Tabel 2. 4. Perbandingan Angka Kemiskinan Kabupaten Pati dengan
Kabupaten Sekitarnya dan Jawa Tengah Tahun 2007-2011
No Wilayah Persentase Penduduk Miskin (%)
2007 2008 2009 2010 2011
1 Kab. Kudus 10,73 12,58 10,80 9,02 8,89
2 Kab. Rembang 30,71 27,21 25,86 23,41 21,47
3 Kab. Jepara 10,44 11,05 9,60 10,18 9,75
4 Kab. Blora 21,46 18,79 17,70 16,27 16,06
5 Kab. Pati 19,79 17,90 15,92 14,48 14,10
Jawa Tengah 16,58 18,99 17,48 16,11 16,21
Sumber : BPS Kab.Pati Th,2011
Dibandingkan dengan kabupaten sekitar dapat diketahui bahwa
jumlah penduduk miskin di Kabupaten Pati masih cukup tinggi
dibandingkan Kabupaten Kudus dan Kabupaten Jepara, namun lebih
rendah dari Kabupaten Blora dan Kabupaten Rembang.
e. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan salah satu
indikator agregat dari capaian peningkatan kesejahteraan dalam
pembangunan Kabupaten Pati. IPM Kabupaten Pati tahun 2010
sebesar 72,96 meningkat dari tahun 2009 sebesar 72,26. Kondisi
tersebut lebih tinggi daripada rata-rata Jawa Tengah sebesar 72,49
dan menduduki peringkat 12 dari 35 kabupaten/kota. IPM
Kabupaten Pati cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir jika
dibandingkan Kabupaten di sekitarnya Kabupaten Kudus, Rembang,
Jepara dan Kabupaten Blora dengan data selengkapnya dapat dilihat
pada Tabel 2. 5 berikut :
Tabel 2. 5. Indeks Pembangunan Manusia
Kabupaten Pati dan Wilayah Sekitarnya Tahun 2007-2010
No Wilayah
Indeks Pembangunan Manusia
(IPM) Rangking
di Jawa Tengah 2007 2008 2009 2010
1 Kab. Kudus 71,6 72,0 72,57 72,95 13
2 Kab. Rembang 70,5 71,1 71,55 72,07 20
3 Kab. Jepara 71,4 71,9 72,45 72,64 14
4 Kab. Blora 69,1 69,6 70,14 70,61 27
5 Kab. Pati 71,8 71,8 72,26 72,96 12
Jawa Tengah 70,9 71,6 72,1 72,49
Sumber : IPM Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
f. Indeks Pembangunan Gender (IPG)
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat terkait erat dengan
kesetaraan laki-laki dan perempuan. Tingkat pencapaian kesetaraan
dan keadilan gender diukur melalui indikator Indeks Pembangunan
Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Di Kabupaten
Pati selama kurun waktu 2008-2010 angka IPG menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun. Besarnya IPG tahun 2008 sebesar
Hal II - 12
62,96 meningkat menjadi 63,58 pada tahun 2010 atau meningkat
sebesar 0,98 % selama tiga tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa
tingkat kesejahteraan masyarakat dari aspek kesetaraan gender
mengalami peningkatan, terutama meningkatnya pendidikan, angka
melek huruf. Walaupun demikian, pencapaian tersebut masih di
bawah rata-rata Provinsi Jawa Tengah. Rendahnya IPG di Kabupaten
Pati menunjukkan masih adanya kesenjangan atau diskriminasi
antara laki-laki dan perempuan. Secara rinci kondisi IPG di
Kabupaten Pati dibandingkan kabupaten di sekitarnya dapat dilihat
pada Tabel 2. 6 berikut ini :
Tabel 2. 6. Perbandingan Angka IPG Kabupaten Pati dengan Kabupaten Sekitarnya dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008-2010
No Wilayah 2008 2009 2010
1 Kab. Kudus 69,62 70,19 70,55
2 Kab. Rembang 63,61 63,93 64,11
3 Kab. Jepara 56,27 56,61 57,55
4 Kab. Blora 63,73 64,12 64,35
5 Kab. Pati 62,96 63,10 63,58
Jawa Tengah 64,66 65,03 65,79
Sumber : BPS Prov Jateng Tahun 2010
Tabel diatas menunjukkan bahwa IPG Kabupaten Pati tahun
2010 lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Jepara (57,55), namun
lebih rendah dari Kabupaten Rembang (64,11), Kabupaten Blora
(64,35) dan Kabupaten Kudus (70,55).
g. Indeks Pemberdayaan Gender (IDG)
Indeks pemberdayaan gender (IDG) merupakan ukuran untuk
mengetahui keberdayaan perempuan, dengan tolok ukur meliputi
banyaknya jumlah angkatan kerja perempuan, tenaga kerja
perempuan yang bekerja dalam bidang teknis dan manajemen dan
keterwakilan perempuan di legislatif. Selama kurun waktu 2008-
2010 IDG Kabupaten Pati menunjukkan kecenderungan meningkat,
meskipun termasuk kategori moderat. Kondisi ini menunjukkan
bahwa tingkat keberdayaan perempuan di Kabupaten Pati relatif
cukup baik. Pada tahun 2008 IDG Kabupaten Pati sebesar 50,6
meningkat menjadi 61,4 pada tahun 2010. IDG Kabupaten Pati pada
tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Jepara (46,1)
namun masih rendah daripada Kabupaten Kudus (67), Kabupaten
Rembang (68), dan Kabupaten Blora (74,7). Secara rinci
perbandingan IDG Kabupaten Pati dengan kabupaten/kota
disekitarnya dapat dilihat pada Tabel 2. 7 berikut :
Hal II - 13
Tabel 2. 7. Perbandingan Angka IDG Kabupaten Pati dengan
Kabupaten Sekitarnya dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010
No Wilayah IDG
2008 2009 2010
1 Kab. Kudus 65,9 66,5 67,0
2 Kab. Rembang 66,4 66,6 68,0
3 Kab. Jepara 49,1 49,5 46,1
4 Kab. Blora 62,5 62,5 74,7
5 Kab. Pati 50,6 51,3 61,4
Jawa Tengah 59,76 59,96 67,96 Sumber : BPS Prov Jateng Tahun 2010
2. Fokus Kesejahteraan Sosial
Ada beberapa unsur dalam menggambarkan kesejahteraan sosial
bagi masyarakat di Kabupaten Pati, diantaranya yaitu capaian komposit
IPM, APK, APM, AKI, Angka Kematian Bayi, Angka Kematian Balita,
tingkat kepemelikan lahan, tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat
pengangguran terbuka dan persentase penduduk usia kerja yang
bekerja.
Jika dilihat dari komponen pembentuk IPM, Usia Harapan Hidup
(UHH) Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011 mengalami peningkatan,
usia harapan hidup di tahun 2007 sebesar 72,62 tahun menjadi 72,89
tahun di tahun 2011, hal ini menunjukkan derajat kesehatan penduduk
di Kabupaten Pati meningkat. Rata – rata kenaikan UHH bertambah 0,07
tahun. Angka Melek Huruf (AMH) Tahun 2007 sebesar 86,28%
meningkat menjadi 87,59% di Tahun 2011 atau meningkat sebesar
1,31%. Sementara untuk rata-rata lama sekolah sebesar 6,8 tahun
ditahun 2007 menjadi sebesar 6,98 tahun di tahun 2011, atau secara
rata-rata penduduk Kabupaten Pati usia 15 tahun ke atas berpendidikan
setingkat kelas satu SMP. Secara umum daya beli penduduk Kabupaten
Pati Tahun 2011 tidak mengalami peningkatan berarti, bila dilihat dari
sisi pengeluaran per kapita, yakni dari Rp.635,27 ribu di tahun 2007
menjadi Rp.648,82 ribu di tahun 2011. Daya beli masyarakat/penduduk
di suatu wilayah, angka ideal setiap tahun mengalami penyesuaian
dengan kondisi ekonomi. Data capaian indikator pembentuk IPM
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2. 8 berikut :
Tabel 2. 8.
Perbandingan Pembentuk IPM Kabupaten Pati Dan Wilayah Sekitarnya Tahun 2009-2011
N
o Wilayah
Angka Harapan Hidup
(Th)
Angka Melek Huruf
(%)
Rata-rata
Lama Sekolah
(th)
Rata-rata Pengeluaran
Per Kapita
(ribu Rp)
2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011 2009 2010 2011
1 Kab. Kudus 69,57 69,62 69.68 92,48 93,71 93.71 8,11 8,11 8.11 635,90 636,90 639.73
2 Kab. Rembang 70,02 70,13 70.23 89,43 91,17 91.36 6,85 6,85 6.89 640,28 641,28 644.48
3 Kab. Jepara 70,71 70,85 70.99 93,09 93,09 94.25 7,40 7,40 7.50 631,04 632,48 633.92
4 Kab. Blora 71,20 71,34 71.41 83,19 83,19 83.52 6,25 6,25 6.52 637,29 642,36 644.78
5 Kab. Pati 72,77 72,83 72,89 86,38 86,42 87.59 6,95 6,95 6,98 643,48 646,15 648.82
Jawa Tengah 71,25 71,40 71.55 89,46 89,95 90.34 7,07 7,24 7.24 636,39 637,27 640.54
Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah 2011
Hal II - 14
Sedangkan kasus kematian ibu, kematian bayi, dan kematian balita
di Kabupaten Pati tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. 9 sebagai
berikut :
Tabel 2. 9. Kematian Ibu, Bayi dan Balita Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 No Indikator Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kematian Ibu
Kasus 23 19 12 20 24
2 Kematian Bayi
Kasus 253 263 194 183 178
3 Kematian Balita
Kasus 145 136 116 204 190
Sumber: Dinas Kesehatan Kab. Pati, 2011
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) menggambarkan proporsi
angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja yaitu kelompok penduduk
yang berusia > 15 tahun yang terlibat dalam produksi barang dan jasa.
Jumlah penduduk 15 tahun keatas Kabupaten Pati Tahun 2010 dari
hasil survei sosial ekonomi nasional (susenas) sebanyak 900.981 orang,
terdiri dari angkatan kerja sebanyak 620.602 orang (68,88%) dan bukan
angkatan kerja sebanyak 280.379 orang (31,12%). Angkatan kerja di
tahun 2011 naik menjadi 651.866 orang ( 72,35%). Sedangkan tingkat
pengangguran terbuka di Kabupaten Pati tahun 2010 sebesar 38.604
orang (6,22%) naik menjadi 38.879 orang ( 6,27%) pada tahun 2011
begitu juga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerjanya naik menjadi 70,77%
di tahun 2011.
Gambaran jumlah Angkatan kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2. 10 sebagai berikut :
Tabel 2. 10. Jumlah Angkatan Kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja(TPAK)
dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Tahun Jumlah Angkatan
Kerja TPAK (%)
TPAK(%)
Prov TPT (%)
TPT(%)
Prov
2007 633.864 69,89 70,16 8,38 7,70
2008 630.524 68,79 68,37 9,36 7,35
2009 639.265 69,32 69,27 7,68 7,33
2010 620.602 68,88 70,60 6,22 6,21
2011 651.095 72,35 70,77 6,27 5,93
Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah 2011
Perbandingan TPT dengan kabupaten di sekitarnya tahun 2007-2011
dapat diketahui pada Tabel 2. 11 sebagai berikut :
Tabel 2. 11.
Perbandingan Tingkat Pengangguran Terbuka Kabupaten Pati dengan Kabupaten sekitarnya dan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2007-2011
No Wilayah TPT
2007 2008 2009 2010 2011
1 Kab. Kudus 7,03 6,15 7,36 6,22 6,21
2 Kab. Rembang 5,70 5,89 5,64 4,89 5,92
3 Kab. Jepara 5,78 5,76 4,40 4,56 6,26
4 Kab. Blora 3,92 5,71 6,99 5,49 6,11
5 Kab. Pati 8,38 9,36 7,68 6,22 6,27
Jawa Tengah 7,70 7,35 7,33 6,21 5,93
Sumber : BPS Prov. Jawa Tengah 2011
Hal II - 15
Bila dilihat dalam Tabel diatas bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka
Kabupaten Pati paling tinggi dibanding dengan Tingkat Pengangguran
Terbuka daerah sekitar. Untuk kondisi tahun 2011 Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Kabupaten Pati sebesar 6,27% lebih tinggi
dari Kabupaten Rembang dan Blora yang hanya 5,92% dan 6,11%.
C. Aspek Pelayanan Umum
1. Pelayanan Urusan Wajib
a. Pendidikan
Perkembangan pendidikan di Kabupaten Pati tidak lepas dari
pembangunan pendidikan tingkat nasional maupun Provinsi Jawa
Tengah. Sebagai bagian dari pembangunan pendidikan tingkat
nasional dan provinsi, pembangunan pendidikan di Kabupaten Pati
harus berpedoman pada dokumen perencanaan yang telah disusun
oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi Jawa Tengah yaitu RPJMN tahun
2010-2014 dan RPJMD Provinsi Jawa Tengah tahun 2008-2013 dan
Rencana Strategis (Renstra) Kementrian Pendidikan Nasional dan
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Dalam RPJMN tantangan
pendidikan yang harus dihadapi sampai tahun 2014 adalah
meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana yang berkualitas
meliputi percepatan penuntasan rehabilitasi gedung sekolah yang
rusak; peningkatan ketersediaan buku mata pelajaran; peningkatan
ketersediaan dan kualitas laboratorium dan perpustakaan; dan
peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK);
serta peningkatan akses dan kualitas layanan perpustakaan. Arah
kebijakan dalam RPJMN adalah meningkatkan akses penduduk
miskin terhadap pendidikan.
Renstra Kementrian Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa
arah kebijakan pembangunan diarahkan pada peningkatan
ketersediaan pelayanan pendidikan merata seluruh nusantara;
pelayanan pendidikan yang terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat, bermutu dan relevan dengan kebutuhan kehidupan
dunia usaha dan dunia industri; pelayanan pendidikan yang setara
bagi warga Indonesia dalam memperoleh pendidikan berkualitas
dengan memperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya
ekonomi, geografi dan gender; dan pelayanan pendidikan yang
menjamin kepastian warga Negara Indonesia mengeyam pendidikan
dan menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat dunia usaha
dan dunia industri. Kebijakan tersebut dikenal dengan kebijakan 5 K
yaitu (ketersediaan, keterjangkauan, kualitas, kesetaraan, dan
kepastian).
Arah kebijakan pembangunan bidang pendidikan dalam RPJMD
Provinsi Jawa Tengah diarahkan pada peningkatan Indeks
Pembangunan Manusia dengan memperbaiki sarana dan prasarana
pendidikan. Target capaian pembangunan pendidikan tahun 2013
khusus untuk PAUD dan pendidikan dasar adalah sebagai berikut:
pada tahun 2013 APK PAUD Jawa Tengah sebesar 70,42% dan APM
SD sebesar 98,83%; Dalam dokumen Renstra Dinas Pendidikan
Provinsi Jawa Tengah ditargetkan pada tahun 2013 sebesar 100%
Hal II - 16
penduduk Jawa Tengah melek huruf; APK PAUD dan APM SD sama
seperti target dalam RPJMD Provinsi Jawa Tengah; mutu pendidikan
ditargetkan pada tahun 2013 angka lulus UASBN SD mencapai
99,75%; pendidikan kecakapan hidup ditargetkan sebesar 70%
pemuda dan masyarakat putus sekolah mengikuti pendidikan
kecakapan hidup.
Secara umum tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Pati
termasuk dalam kategori rendah (setara dengan lulus sekolah dasar).
Hal ini ditunjukkan dengan besarnya jumlah penduduk yang
berpendidikan Sekolah Dasar (31,69%). Jumlah penduduk yang
Belum Sekolah, Tidak Sekolah, Tidak Tamat SD dan Belum Tamat
SD juga masih sangat banyak (35,20%). Lebih rinci, gambaran
tentang tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Pati dapat dilihat
pada Tabel 2. 12 berikut :
Tabel 2. 12. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan
Di Kabupaten Pati Tahun 2011
No Tingkat Pendidikan
Banyaknya
Penduduk
(Jiwa)
Persentase
1 Tidak/Belum pernah Sekolah 214.776 17,92
2 Tidak/belum tamat SD 207.105 17,28
3 Tamat SD/MI/sederajat 379.814 31,69
4 Tamat SLTP/MTS/sederajat 209.623 17,49
5 Tamat SLTA/MA/sederajat 152.933 12,76
6 Tamat D1/D2/D3/Akademi 14.023 1,17
7 Tamat DIV/S1 19.297 1,61
8 Tamat S2/S3 959 0,08
Jumlah 1.198.529 100
Sumber : Pati dalam Angka 2012
1) Gambaran Pelayanan PAUD
a) Ketersedian
Jumlah TK di Kabupaten Pati pada tahun 2007-2011
cenderung mengalami peningkatan yang cukup baik dengan
jumlah TK pada tahun 2007 sebanyak 606 unit dan pada
tahun 2011 meningkat menjadi 665 unit. Dengan demikian
selama kurun waktu 5 (lima) tahun jumlah TK meningkat
rata-rata 14 unit per tahun. Jumlah murid TK pada tahun
2007 sebanyak 21.416 orang mengalami kenaikan pada
tahun 2011 sebanyak 28.466 orang atau sebesar 32,91%.
Jumlah guru TK pada tahun 2007 sebanyak 2.251 orang dan
jumlah guru TK pada tahun 2011 sebanyak 2.709 orang.
Rincian pertumbuhan jumlah TK, murid TK, guru TK terlihat
pada Tabel 2. 13 sebagai berikut :
Hal II - 17
Tabel 2. 13. Pertumbuhan Jumlah TK, Murid TK dan Guru TK
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
No Tahun Jml TK
(unit) r(%)
Jml Murid
(orang) r(%)
Jml Guru
(orang) r(%)
1 2007 606 - 21.416 - 2.251 -
2 2008 631 4,12 24.731 15,48 2.472 9,82
3 2009 666 5,55 28.076 13,53 2.519 1,90
4 2010 663 -0,45 28.362 1,02 2.629 4,37
5 2011 665 0,30 28.466 0,37 2.709 3,04
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011 Ket. r : prosentase pertumbuhan
Rasio guru terhadap murid TK selama kurun waktu tahun
2007-2011 fluktuatif. Rasio guru terhadap murid pada tahun
2007-2011 stagnan yaitu sebesar 1 : 10 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa ketersediaan guru TK cukup memadai.
Rasio guru terhadap murid tingkat TK terlihat pada Tabel 2.
14 berikut :
Tabel 2. 14.
Perkembangan Rasio Guru Terhadap Murid TK Tahun 2007 – 2011
No Tahun Rasio Guru thd Murid (1 dibanding : .......)
1 2007 10
2 2008 10
3 2009 11
4 2010 11
5 2011 10 Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
b) Kualitas
Jumlah guru PAUD yang memenuhi kualifikasi pada
tahun 2011 sebesar 8,29% lebih tinggi daripada tahun 2010
sebesar 7,88%.
2) Gambaran Pelayanan Pendidikan Dasar
a) Ketersediaan
Ketersediaan sarana dan prasarana untuk pendidikan
dasar di Kabupaten Pati relatif memadai. Jumlah SD/MI di
Kabupaten Pati sebanyak 871 unit pada Tahun 2011,kondisi
ini menurun dibandingkan Tahun 2007 yaitu sebanyak 889
unit. Jumlah murid SD/MI selama kurun waktu 2007-2011
menurun. Jumlah murid SD/MI tahun 2007 sebanyak
129.070 orang dan jumlah guru sebanyak 8.510 orang.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan Tahun 2011 yaitu
jumlah murid sebanyak 123.335 orang dan jumlah guru
sebanyak 9.942 orang. Pertumbuhan jumlah sekolah, murid
dan guru SD/MI terlihat pada Tabel 2.15 sebagai berikut :
Hal II - 18
Tabel 2. 15. Pertumbuhan Jumlah SD/MI, Murid SD/MI dan Guru SD/MI
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Tahun SD r(%) Jumlah
Murid r(%)
Jumlah
Guru r(%)
2007 889 129.070 8.510
2008 894 0,56 128.046 -0,79 8.774 3,10
2009 892 -0,22 127.388 -0,51 9.950 13,40
2010 886 -0,67 126.218 -0,92 9.806 -1,45
2011 871 -1,69 123.335 -2,28 9.942 1,39
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
Sedangkan jumlah SMP/MTs di Kabupaten Pati sebanyak
212 unit pada Tahun 2011, lebih tinggi dibandingkan Tahun
2007 sebanyak 198 unit. Kondisi ini menunjukkan
perkembangan jumlah SMP/MTs di Kabupaten Pati cukup
baik. Jumlah murid selama kurun waktu tahun 2007-2011
menunjukkan kecenderungan menurun. Pada Tahun 2011
jumlah murid SMP/MTs sebanyak 57.014 orang dan jumlah
guru sebanyak 5.429 orang. Jumlah guru tersebut lebih tinggi
dibandingkan Tahun 2007 yaitu sebanyak 4.952 orang.
Secara lebih detail perkembangan jumlah sekolah, murid dan
guru SMP/MTs terlihat pada Tabel 2. 16 sebagai berikut :
Tabel 2. 16.
Pertumbuhan Jumlah SMP/MTs, Murid SMP/MTs dan Guru SMP/MTs Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Tahun SMP r(%) Jumlah Murid
r(%) Jumlah Guru
r(%)
2007 198 59.702 4.952
2008 198 0 59.175 -0,88 4.887 -1,31
2009 199 0,50 58.492 -1,15 5.078 3,91
2010 201 1,01 57.601 -1,52 4.132 -18,63
2011 212 5,47 57.014 -1,02 5.429 -31,39 Sumber: Dinas pendidikan Kab. Pati, 2011
Secara kuantitatif jumlah guru relatif memadai, namun
demikian apabila dilihat persebaran guru terlihat beberapa
wilayah yang mengalami kekurangan guru, sebaliknya pada
beberapa wilayah terjadi kelebihan guru. Rasio guru terhadap
murid untuk jenjang pendidikan SD/MI dan SMP/MTs terlihat
pada Tabel 2. 17 berikut :
Tabel 2. 17. Perkembangan Rasio Guru Terhadap Murid SD/MI dan SMP/MTs
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
No Tahun SD/MI
(1 dibanding : ..)
SMP/MTs
(1 dibanding ..)
1 2007 15 12
2 2008 14 12
3 2009 13 12
4 2010 13 14
5 2011 12 11
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
b) Keterjangkauan
Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan salah satu
indikator keterjangkauan. Semakin tinggi APK maka semakin
Hal II - 19
tinggi pula tingkat keterjangkauan pelayanan pendidikan.
Selama kurun waktu 2007-2011 APK SD/MI di Kabupaten
Pati cenderung menurun. Pada jenjang pendidikan SMP/MTs,
APK cenderung meningkat. Kondisi ini menunjukkan bahwa
tingkat partisipasi masyarakat untuk menyekolahkan anak
pada jenjang pendidikan SD dan SMP cukup besar. Secara
detail gambaran perkembangan APK SD/MI dan SMP/MTs
dapat dilihat pada Tabel 2. 18 berikut :
Tabel 2. 18. Perkembangan APK SD/MI dan SMP/MTs
Kabupaten Pati 2007 – 2011
Tahun SD/MI r(%) SMP/Mts r(%)
2007 117,99 98,53
2008 118,12 0,11 97,86 -0,68
2009 114,35 -3,19 98,90 1,06
2010 114,05 -0,26 98,60 -0,30
2011 114,08 0,026 98,75 0,15 Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
Angka Partisipasi Murni (APM) pada jenjang pendidikan
SD/MI dan SMP/MTs menunjukkan kecenderungan adanya
peningkatan. Hal ini menunjukkan pelayanan pendidikan
dasar semakin terjangkau oleh masyarakat. Perkembangan
Angka Partisipasi Murni pada jenjang pendidikan dasar secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 2. 19 berikut :
Tabel 2. 19.
Perkembangan APM SD/MI dan SMP/MTs Kabupaten Pati 2007 – 2011
Tahun SD/MI r(%) SMP/MTs r(%)
2007 98,78 77,69
2008 98,81 0,03 76,64 -1,35
2009 98,89 0,08 77,39 0,98
2010 98,91 0,02 77,54 0,19
2011 98,92 0,01 77,55 0,01 Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
Angka putus sekolah untuk jenjang SD/MI pada tahun
2011 sebesar 0,04% dari jumlah murid, sedangkan untuk
jenjang pendidikan SMP/MTs angka putus sekolah sebesar
0,29%. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan
target angka putus sekolah tingkat nasional dan provinsi pada
tahun 2014 sebesar 0,12% untuk jenjang SD/MI dan 0,22%
untuk jenjang SMP/Mts.
c) Kualitas
Guru layak mengajar untuk jenjang pendidikan SD/MI
pada tahun 2010 sebesar 38,67% dan pada tahun 2011 naik
menjadi 52,8%. Pada jenjang SMP/MTs persentase guru layak
mengajar pada tahun 2010 sebesar 74,56 % pada tahun 2011
meningkat menjadi 77,97%. Kondisi ini menggambarkan
bahwa kualitas guru SD/MI maupun SMP/Mts masih belum
optimal.
Hal II - 20
Angka kelulusan Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional
(UASBN) untuk jenjang pendidikan SD/MI pada tahun 2007-
2011 fluktuatif berkisar antara 99,47 – 98,42.%, sedangkan
pada jenjang SMP/MTs angka kelulusan mencapai 98,12.%.
Perkembangan angka kelulusan untuk masing-masing jenjang
pendidikan terlihat pada Tabel 2. 20 sebagai berikut :
Tabel 2. 20. Angka Kelulusan UASBN SD/MI dan UN SMP/MTs
Kabupaten Pati 2007 – 2011
Tahun SD/MI (%) SMP/MTs (%)
2007 99,47 92,65
2008 97,41 90,60
2009 96,56 92,23
2010 96,58 86,53
2011 98,42 98,12
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
3) Gambaran Pelayanan Pendidikan Menegah
a) Ketersediaan
Selama kurun waktu 2007-2011 jumlah sekolah
SMA/MA/SMK di Kabupaten Pati cenderung meningkat
termasuk jumlah murid SMA/MA/SMK dan jumlah guru
fluktuatif. Perkembangan jumlah sekolah, murid dan guru
SMA/MA/SMK terlihat pada Tabel 2.21 berikut ini :
Tabel 2. 21. Pertumbuhan Jumlah, Murid dan Guru SMA/MA/SMK
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
Tahun SMA r (%) Jumlah
Murid r (%)
Jumlah
Guru r (%)
2007 98 35.341 3.007
2008 104 6,12 38.644 9,35 3.286 9,28
2009 108 3,85 39.515 2,25 3.624 10,29
2010 108 0 40.387 2,21 3.621 -0,08
2011 115 6,48 39.145 -3,08 3.490 -3,62
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
Sedangkan perkembangan rasio guru terhadap murid selama kurun waktu 2007-2011 terlihat pada Tabel 2.22
sebagai berikut : Tabel 2. 22.
Perkembangan Rasio Guru Terhadap Murid SMA/MA/SMK Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011
No Tahun Rasio Guru thd Murid
(1 dibanding : .. )
1 2007 12
2 2008 12
3 2009 11
4 2010 11
5 2011 11
Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
b) Keterjangkauan
Angka Partisipasi Kasar (APK) SMA/MA/SMK. APK
SMA/MA/SMK selama kurun waktu 2007-2011 menunjukkan
kecenderungan meningkat. Pada tahun 2011 APK
SMA/MA/SMK sebesar 55,47 %, meningkat dibandingkan
tahun 2007 sebesar 50,11 %. angka tersebut menunjukkan
bahwa adanya peningkatan menyekolahkan anak di jenjang
Hal II - 21
SMA/MA/SMK. Angka Partisipasi Murni SMA/MA/SMK juga
mengalami peningkatan. APM SMA/MA/SMK pada tahun
2011 sebesar 37,18 %, meningkat dibandingkan tahun 2007
sebesar 34,58%. Walaupun demikian, nilai APM
SMA/MA/SMK termasuk kategori rendah, karena masih
dibawah 50%. Perkembangan APK dan APM SMA/MA/SMK
secara rinci terlihat pada Tabel 2.23 berikut :
Tabel 2. 23. Perkembangan APK dan APM SMA/SMK/MA
Kabupaten Pati Tahun 2007 – 2011 Tahun APK r(%) APM r(%)
2007 50,11 34,58
2008 50,33 0,44 34,89 0,89
2009 52,38 4,07 33,97 -2,64
2010 54,78 4,58 37,18 9,44
2011 55,47 1,26 37,18 0 Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Pati, 2011
Angka putus sekolah SMA/MA/SMK di Kabupaten Pati
tahun 2011 relatif rendah yaitu 0,74% dibandingkan dengan
seluruh murid SMA/MA/SMK. Kondisi ini menggambarkan
bahwa kemampuan dan kesadaran menyekolahkan anak di
tingkat SMA/MA/SMK cukup baik.
c) Kualitas
Kualitas pelayanan pendidikan menengah dilihat dari
kualitas guru atau pendidik. Kualitas guru salah satunya
dilihat dari aspek kelayakan mengajar. Sebagaimana
ketentuan dalam PP 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, standar pendidik adalah berpendidikan S1 atau D
IV. Jumlah guru layak mengajar pada SMA/MA/SMK pada
tahun 2011 sebesar 85,49 % meningkat dibandingkan tahun
2010 yaitu sebesar 84,28%.
b. Kesehatan
Derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Pati mengalami
peningkatan dari tahun 2007-2011. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya usia harapan hidup masyarakat Kabupaten Pati. Pada
tahun 2008 Usia Harapan Hidup Masyarakat Pati sebesar 72,70,
meningkat menjadi 72,77 pada tahun 2009, meningkat menjadi
72.83 pada tahun 2010. Selanjutnya pada tahun 2011 meningkat
menjadi 72.89 . Penanganan kesehatan rawat jalan dan rawat inap
bagi masyarakat miskin selama ini dilaksanakan melalui alokasi
jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan jaminan kesehatan
daerah (Jamkesda). Alokasi jumlah penduduk yang memperoleh
Jamkesmas ditentukan oleh keputusan Kementrian Kesehatan,
sedangkan bagi masyarakat miskin yang tidak tertangani melalui
Jamkesmas ditampung melalui keputusan Bupati Pati dalam
program Jamkesda yang alokasi anggarannya melekat pada SKPD
Dinas Kesehatan, RSUD RAA Soewondo dan RSUD Kayen.
Kasus kematian ibu dari tahun 2007-2011 cenderung jumlah
kejadiannya fluktuatif. Hal ini dapat dilihat dari tahun 2007 kasus
Hal II - 22
kematian ibu sebanyak 23 kasus, pada tahun 2009 sebanyak 12
kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 24 kasus. Sedangkan cakupan
persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun 2007-2011 cenderung
mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 cakupan persalinan oleh
tenaga kesehatan mencapai 97,4% meningkat menjadi 98 % pada
tahun 2011. Sementara itu cakupan ibu hamil dengan K4 dan
cakupan kunjungan pada saat nifas relatif mengalami kenaikan.
Cakupan ibu hamil dengan K4 pada tahun 2007 sebesar 87,67%
meningkat pada tahun 2011 menjadi 96%. Cakupan kunjungan ibu
nifas pada tahun 2011 sebesar 99 % meningkat dibandingkan tahun
2007 yaitu 89,78% terlihat pada Grafik 2.6 sebagai berikut:
Sumber : Profil Kesehatan Kab. Pati, 2012
Grafik 2.6. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4,Cakupan Persalinan Oleh Nakes dan
Cakupan Kunjungan Nifas Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
Kasus kematian bayi di Kabupaten Pati cenderung mengalami
penurunan dari tahun 2007-2011 yaitu pada tahun 2007 sebesar
253 kasus menurun menjadi 178 kasus pada tahun 2011,namun
kasus kematian balita kejadiannya sangat fluktuatif yaitu pada
tahun 2007 sebanyak 145 kasus, pada tahun 2009 sebanyak 116
kasus dan pada tahun 2011 sebanyak 266 kasus. Sementara itu
cakupan kunjungan bayi dari tahun 2007-2011 mengalami
penurunan pada tahun 2007 cakupan kunjungan bayi sebesar
103,9% turun pada tahun 2011 menjadi sebesar 97,40%. Cakupan
kunjungan neonatus mengalami peningkatan pada tahun 2007
sebesar 94,3% pada tahun 2011 menjadi 99,89 %.
Kondisi gizi pada balita dari tahun 2007-2011 perlu mendapat
perhatian. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya persentase gizi
buruk dan gizi kurang. Pada tahun 2007 persentase gizi buruk
sebesar 0,44% meningkat hingga 0,64 % pada tahun 2011. Pada
tahun 2010 persentase balita dengan gizi kurang sebesar 8,77%
menurun menjadi 7,28% pada tahun 2011. Namun demikian kondisi
ini perlu diwaspadai, karena persentase balita dengan berat badan
dibawah garis (BGM) cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun
2009 persentase balita dengan BGM sebesar 0,55%, meningkat pada
tahun 2011 menjadi 0,67%. Kondisi balita gizi buruk yang mendapat
perawatan dari tahun 2007-2011 sebesar 100% target SPM (100%)
tergamabar pada Grafik 2.7 berikut:
Hal II - 23
Sumber : Profil Kesehatan Kab. Pati, 2011
Grafik 2.7. Cakupan Kunjungan Bayi dan Neonatus Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011
Penyakit menular di Kabupaten Pati mengalami peningkatan
terutama peningkatan kasus TB paru, DBD, kusta dan diare.
Perkiraan kasus baru TB paru di Kabupaten Pati pada tahun 2011
sebesar 107/100.000 penduduk dan angka penemuan kasus baru
sebesar (46,54 %) dan persentase kasus TB yang dapat disembuhkan
dengan strategi DOTS sebesar 86,42 %. Angka kejadian TB paru pada
tahun 2015 akan turun sesuai target Jawa Tengah (88 per 100.000
penduduk), jika angka penemuan kasus baru lebih dari 70 % dan
kesembuhan 85 %.
Prevalensi kasus HIV di Kabupaten Pati pada tahun 2011 sebesar
76 kasus (0,01 %) dari total jumlah penduduk. Jumlah penderita
HIV/AIDS Pati dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 sebesar
265 orang, dengan rincian 145 kasus AIDS dan 120 HIV. Kabupaten
Pati merupakan kabupaten yang penderita HIV/AIDS relatif rendah
dibandingkan kabupaten/kota yang lain. Namun demikian, kondisi
ini perlu diwaspadai, karena Kabupaten Pati merupakan daerah
transit di jalan Pantura dan memiliki titik-titik rawan yaitu daerah
yang merupakan pangkalan truk sebagai daerah transaksi seks dan
ada kecenderunagn meningkat.
Angka penemuan kasus malaria di Kabupaten Pati pada
tahun 2011 sebesar 1,02% per 1.000 penduduk. Kabupaten Pati
bukan merupakan daerah endemis malaria. Angka kesakitan DBD di
Kabupaten Pati pada tahun 2011 sebesar 331/100.000 penduduk
dan angka kematian DBD sebesar 4 (1,2 %).
Jumlah kasus penyakit menular yang meningkat terutama DBD,
TB paru dan diare disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak
sehat. Berdasarkan data Dinas Kesehatan ternyata cakupan
pengguna jamban keluarga pada tahun 2011 hanya sebesar 68,5%,
cakupan rumah sehat hanya 55,15 % dan cakupan rumah tangga
yang memiliki SPAL hanya 54.6%.
Perubahan pola dan gaya hidup masyarakat pada umumnya
membawa dampak terhadap perkembangan penyakit. Di Kabupaten
Pati kasus penyakit tidak menular perlu mendapat perhatian, karena
kasus Diabetes Melitus merupakan kasus yang menduduki rangking
Hal II - 24
pertama dari 10 pola penyakit rawat jalan dari tahun 2007-2011,
rata-rata pasien DM per tahun sebesar 6.700 Pasien rawat jalan dan
287 pasien rawat inap.( Profil RSUD RAA Soewondo 2007-2011)
Masih banyaknya permasalahan kesehatan ini harus mendapat
dukungan sumberdaya kesehatan yang layak. Sementara sarana dan
prasarana kesehatan yang dimiliki Kabupaten Pati dapat dilihat
pada Tabel 2.24 sebagai berikut :
Tabel 2. 24. Perkembangan Sarana Prasarana Kab. Pati Tahun 2007-2011
No Sarana dan Prasarana
Kesehatan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Rumah Sakit Umum 2 2 2 3 3
2 Rumah Sakit Swasta 6 6 6 6 6
3 Rumah bersalin 13 10 9 9 10
4 Balai pengobatan 32 26 26 26 29
5 Puskesmas 29 29 29 29 29
6 Puskesmas Pembantu 50 50 50 50 50
7 Puskesmas Keliling 29 29 29 29 29 Sumber : Daerah Dalam Angka Kab. Pati, 2012
Kondisi tenaga kesehatan berdasarkan rasio jumlah penduduk,
Kabupaten Pati masih kekurangan tenaga kesehatan. Berikut ini
rasio tenaga kesehatan per 100.000 penduduk dan kebutuhan
tenaga kesehatan setiap tahunnya tergambar pada Tabel 2.25 adalah
sebagai berikut :
Tabel 2. 25. Rasio Tenaga Kesehatan Kab. Pati Tahun 2011
No Tenaga
Kesehatan Jumlah
Target
Indikator
Indonesia
Sehat 2010
Kebutuhan
Tenaga
Kesehatan/
Penduduk
Kekurangan
1 Dokter spesialis 55 6/100.000 82 27
2 Dokter Umum 119 40/100.000 549 430
3 Dokter Gigi 21 20/100.000 275 254
4 Apoteker 14 10/100.000 137 123
5 Tenaga Gizi 30 22/100.000 302 272
6 Perawat 740 117/100.000 1.607 867
7 Bidan 609 100/100.000 1.374 765
8 Tenaga Kesmas 63 40/100.000 549 486
9 Tenaga Sanitasi 31 40/100.000 549 518 Sumber : Dinas Kesehatan Kab. Pati, 2011
c. Pekerjaan Umum
1) Jalan dan Jembatan
Secara geografis Kabupaten Pati memilki lokasi yang sangat
strategis karena berada di jalur pantura timur Provinsi Jawa
Tengah. Posisi yang sangat strategis tersebut diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di
Kabupaten Pati, oleh karena itu dukungan sarana dan prasarana
jalan yang berkualitas serta sesuai dengan kebutuhan dan
perkembangan transportasi perlu mendapatkan perhatian serius.
Jalur pantura yang melewati wilayah Kabupaten Pati
merupakan jalan nasional dan provinsi dengan panjang jalan
nasional 40,855 km dan jalan provinsi sepanjang 103,010 km
Hal II - 25
sedangkan panjang jalan kabupaten yang menghubungkan pusat
ibukota Kabupaten Pati dengan seluruh wilayah kecamatan
sepanjang 812,716 km. Pada tahun 2011 dari 812,716 km
panjang jalan kabupaten, sebanyak 91,96 % permukaan jalan
berupa aspal, 4,18 % permukaan jalan berupa batu kerikil dan
3,89 % permukaan jalan berupa tanah. Gambaran secara rinci
perkembangan jalan kabupaten berdasarkan jenis permukaan
dapat disajikan dalam Tabel 2.26 berikut ini :
Tabel 2. 26. Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Jenis Permukaan
Tahun 2007 - 2011 No Jenis Permukaan Sat 2007 2008 2009 2010 2011
A Aspal Km 759,945 729,242 734,849 726,439 747,338
B Kerikil Km 12,084 40,647 37,735 42,102 33,950
C Tanah Km 40,687 42,827 40,132 44,175 31,428
D Tidak Terinci Km - - - - -
Jumlah Km 812,716 812,716 812,716 812,716 812,716
Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2011
Tabel di atas menggambarkan bahwa perkembangan jalan
berdasarkan jenis permukaan baik aspal maupun kerikil pada
tahun 2007 dibandingkan dengan kondisi tahun 2011 banyak
mengalami peningkatan permukaan jalan.
Ditinjau dari kelas jalan dapat diketahui bahwa kelas jalan
II sepanjang 40,855 km, selanjutnya kelas III sepanjang 815,726
km. Rincian perkembangan kelas jalan selama tahun 2007-2011
disajikan pada Tabel 2.27 berikut :
Tabel 2. 27. Panjang Jalan Berdasarkan Kelas Jalan Di Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 No Kelas Jalan Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1. Kelas II Km 40.855 40.855 40.855 40.855 40.855
2. Kelas III Km 815.726 815.726 815.726 815.726 815.726
Jumlah Km 856.581 856.581 856.581 856.581 856.581
Sumber Data : Dishubkominfo Kab. Pati, 2011
Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar atau
lebih dari 90% kelas jalan di Kabupaten Pati yaitu kelas III.
Selanjutnya untuk mengetahui kondisi jalan kabupaten dapat
disajikan dalam Tabel 2.28 berikut ini :
Tabel 2. 28. Panjang Jalan Kabupaten Berdasarkan Kondisi Jalan
Di Kabupaten Pati 2007-2011 No Kondisi Jalan Sat 2007 2008 2009 2010 2011
A Baik Km 282,335 308,543 311,281 338,107 300,705
B Sedang Km 388,678 373,233 363,233 326,073 373,849
C Rusak Ringan Km 86,764 80,689 85,689 100,771 81,272
D Rusak Berat Km 54,938 50,251 52,513 47,765 56,890
Jumlah Km 812,716 812,716 812,716 812,716 812,716
Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2011
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa upaya Pemerintah
Kabupaten Pati dalam memelihara dan meningkatkan kualitas
kondisi jalan belum optimal. Apabila kondisi tersebut tidak segera
ditangani dengan baik akan menimbulkan dampak negatif yaitu
Hal II - 26
meningkatnya angka kecelakaan pengguna jalan serta
berpengaruh terhadap kegiatan perekonomian di Kabupaten Pati.
Hal ini mengingat sarana dan prasarana jalan yang baik dapat
menunjang pertumbuhan pembangunan ekonomi di Kabupaten
Pati serta dapat membuka akses dalam kegiatan sektor
perdagangan maupun transportasi.
Jaringan jalan di Kabupaten Pati berdasarkan fungsi jalan
meliputi sebagai berikut :
a. Jalan Arteri Primer, adalah sepanjang jalan pantura yang
melewati Kecamatan Margorejo, Kecamatan Pati, Kecamatan
Juwana dan Kecamatan Batangan. Berkaitan dengan fungsi
jalan arteri, pemanfaatan jalan ini untuk mengangkut hasil
produksi lokal Kabupaten Pati ke beberapa daerah seperti
wilayah Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kabupaten
Rembang, Kabupaten Grobogan dan kota – kota besar lainnya.
b. Jalan Kolektor Primer, adalah jalan yang menghubungkan
Kabupaten Pati dengan Kabupaten Kudus yang melalui
wilayah Kecamatan Pati dan Kecamatan Margorejo, Kabupaten
Pati dengan Kabupaten Jepara melalui wilayah Kecamatan
Pati, Wedarijaksa, Kecamatan Trangkil, Kecamatan Margoyoso,
Kecamatan Tayu dan Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati
dengan Kabupaten Rembang melalui wilayah Kecamatan Pati,
Kecamatan Juwana dan Kecamatan Batangan, Kabupaten Pati
dengan Kabupaten Grobogan melalui Kecamatan Pati,
Kecamatan Gabus, Kecamatan Kayen dan Kecamatan Sukolilo.
Pada ruas-ruas jalan arteri khususnya di Kota Pati yang
berfungsi menghubungkan kota atau jalur regional namun saat
ini juga berfungsi sebagai jalur internal kota. Himpitan fungsi
yang demikian sedikit banyak menyebabkan jalan-jalan tersebut
dipadati oleh pergerakan nasional maupun lokal, pada akhirnya
kecepatan menjadi rendah. Sedangkan untuk menghubungkan
Kota Semarang, Kota Surabaya maupun Jakarta merupakan jalan
Nasional dengan panjang 40,855 km dalam kondisi baik.
Gambaran tentang kondisi dan panjang jalan nasional, provinsi
dan kabupaten disajikan pada Tabel 2.29 berikut :
Tabel 2. 29.
Panjang Jalan Berdasarkan Kewenangan di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Kelas Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Nasional Km 35,710 35,710 35,710 35,710 40,855
2 Propinsi Km 107,970 107,970 107,970 107,970 103,101
3 Kabupaten Km 812,716 812,716 812,716 812,716 812,716
4 Desa Km 341,283 341,283 341,283 341,283 341,283
Sumber Data : BPT Bina Marga Wil. Pati
Pada tahun 2011 panjang jembatan nasional 473,70 m , dan
panjang jembatan provinsi 784,90 m dengan rincian seperti pada
Tabel 2.30 berikut:
Hal II - 27
Tabel 2. 30. Panjang Jembatan Berdasarkan Kewenangan di Kabupaten
Pati Tahun 2007-2011
No Kelas Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Nasional M 473,70 473,70 473,70 473,70 473,70
2 Propinsi M 706,60 706,60 706,60 784,90 784,90
Sumber Data : BPT Bina Marga Wil. Pati
Kondisi jembatan pada tahun 2011 jembatan nasional dalam
kondisi baik 372,00 m dan jembatan provinsi dalam kondisi baik
702,40 m serta kondisi rusak pada jembatan nasional 101,70 m
dan jembatan provinsi 82,50 m.
2) Persampahan
Sampah merupakan permasalahan yang terjadi hamper di
semua kota, termasuk Kabupaten Pati. Volume sampah terangkut
di Kabupaten Pati tahun 2007 sebanyak 193 m³/hari (96,36%)
pada tahun 2008 volume sampah terangkut menurun menjadi
240 m³/hari (96%) dan pada tahun 2009 volume sampah
terangkut sebanyak 240 m³/hari (96%) dan pada tahun 2010
volume sampah terangkut menjadi 240 m³/hari (96%).
Selanjutnya pada tahun 2011 sampah terangkut sebesar 240
m³/hari ( 96% ).
Sistem pengolahan sampah di Kabupaten Pati menggunakan
dua sistem yaitu sistem pengolahan sampah on-site (pengolahan
pada lokasi) atau cara tradisional (dibakar atau ditimbun) dan
sistem pengolahan sampah off-site (pengolahan secara teratur).
Selama ini pengelolaan sampah yang tidak terangkut lebih
banyak dilakukan dengan sistem on-site.
Selanjutnya berpedoman pada Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, khususnya pasal 44
maka Pemerintah Kabupaten Pati dalam melaksanakan tempat
pengelolaan sampah dengan sistem pembuangan terbuka (open
dumping) akan diarahkan dan diupayakan pada sistem
pengolahan tertutup (sanitary landfill).
Keberhasilan Pemerintah Kabupaten Pati dalam
meningkatkan pelayanan pengelolaan sampah tidak terlepas dari
dukungan sarana dan prasarana pengolahan sampah. Jumlah
truk pengangkut sampah pada tahun 2007 sebanyak 8 unit,
tahun 2011 menjadi 12 unit. Truk container tahun 2007-2011
juga mengalami peningkatan yaitu sebanyak 8 unit, gerobak
sampah tahun 2007-2011 mengalami naik menjadi sebanyak 73
unit, fasilitas TPS sebanyak 27 unit tahun 2007 naik menjadi 30
unit tahun 2011, fasilitas TPA sebanyak 3 unit. Secara lengkap
gambaran sarana dan prasarana pengolahan sampah disajikan
pada Tabel 2.31 berikut ini :
Hal II - 28
Tabel 2. 31. Sarana dan Prasarana Pengolahan Sampah
Di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Sarana dan Prasarana
Pengolahan Sampah Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Truk sampah Unit 6 6 6 6 6
2 Truk Container Unit 6 6 6 7 7
3 Truk Tinja Unit 1 1 1 1 1
4 Container Unit 35 35 31 36 37
5 Gerobak sampah Unit 75 76 79 85 85
6 TPS Unit 27 27 30 30 30
7 TPA Unit 3 3 3 3 3
8 Transfer Depo Unit - - - 3 3
9 Inst. Pengolahan Limbah Unit - - - 1 1
Sumber Data : DPU Kab. Pati
Kegiatan industri, perdagangan maupun rumah tangga
memberikan kontribusi terhadap jenis dan volume sampah di
Kabupaten Pati, persentase terbesar jenis sampah yaitu sampah
organik mencapai 65,75 % pada tahun 2011, sampah plastik
mencapai 11 %, sampah kayu 1,50 %, sampah kertas 7,20 %,
sampah gelas/kaca sebesar 1,15 %, sampah kain sebesar 1,10 %
dan sampah jenis logam/metal mencapai 0,70 %.
Tabel 2. 32. Persentase Komposisi Sampah Di Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011
No
Persentase
Komposisi
Sampah
Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kertas % 8,60 8,70 8,73 7,30 7,30
2 Kayu % 2,10 1,50 9,23 1,50 1,50
3 Kain % 1,10 1,10 1,27 1,10 1,10
4 Karet/kulit % 1,30 1,30 11,6 1,30 1,30
5 Plastik % 12,10 12,10 12,33 11 11
6 Metal/logam % 1,30 1,20 2,77 0,70 0,70
7 Gelas/kaca % 1,20 1,15 1,17 1,15 1,15
8 Organik % 69,50 70,05 67,93 65,75 65,75
9 Lain-lain % 2,80 2,90 3,20 10,20 10,20
Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab Pati, 2011
Produksi sampah di Kabupaten Pati sampai tahun 2010 sebanyak
250 m³/hari, dengan volume sampah terangkut sebanyak 240
m³/hari. Volume sampah ini mengalami penurunan dari tahun-tahun
sebelumnya (2007-2011) sebagaimana pada Tabel 2.32.
Dilihat dari komposisinya, jenis sampah yang paling dominan
adalah sampah organik (65,75 %) dan lainnya berupa sampah plastik
(11 %), kertas (7,30 %), kain (1,10%), kayu (1,50 %), karet/kulit (1,30
%), metal/logam (0,70 %), gelas/kaca (1,15%) dan lain-lain (10,20 %).
Komposisi sampah plastik telah mencapai 11 %, menunjukkan
bahwa penggunaan plastik sudah menjadi kebiasaan masyarakat
yang perlu dikendalikan, karena sifatnya tidak dapat diuraikan.
Untuk mendukung pengelolaan sampah, sarana dan prasarana yang
tersedia antara lain Tempat Penampungan Akhir (TPA) yang berlokasi
Hal II - 29
di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo seluas 12.495 ha; Tempat
Pembuangan Sementara (TPS) sebanyak 30 unit; truk sampah
sebanyak 13 unit dan gerobak sampah sebanyak 85 unit.
3) Drainase
Panjang drainase sekunder di Kabupaten Pati tahun 2010
untuk jenis drainase sekunder tertutup sepanjang 280 m, dan
drainase lingkungan terbuka sepanjang 5.750 m. Tahun 2007-
2010 panjang drainase di Kabupaten Pati tidak menunjukkan
peningkatan, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.33 berikut
ini :
Tabel 2. 33. Panjang Drainase Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Keterangan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Drainase sekunder
Tertutup
280 m 280 m 280 m 280 m 280 m
2 Drainase Lingkungan
Terbuka
5.750 m 5.750 m 5.750 m 5.750 m 5.750 m
Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2012
4) Sumber Daya Air (SDA)
Kabupaten Pati mempunyai ketersediaan air cukup memadai,
namun tidak tersedia secara merata sepanjang tahun.
Berdasarkan siklus, 73 % air tersedia pada musim hujan dan 27
% air tersedia pada musim kemarau. Selain itu beberapa DAS
yang memiliki peran penting dalam penyediaan sumber air
sebagian telah mengalami kerusakan fungsi daerah tangkapan
dan resapan air.
Perkembangan fisik wilayah telah memberikan dampak pada
terjadinya alih fungsi lahan pertanian, secara regional kebutuhan
air menuntut adanya pengelolaan sumber daya air yang baik
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Wilayah Kabupaten Pati memiliki 1 sungai yang masuk dalam
kategori sungai strategis nasional sepanjang 46,72 km,
Sementara itu sungai yang dikelola kabupaten 95 buah, dengan
total panjang 1201,3 km, terbagi atas Anak Sungai Tayu
sebanyak 3 buah dengan panjang 104,70 km, Anak Sungai
Suwatu sebanyak 2 buah dengan panjang 12,40 km. Sungai
wilayah Kota Pati sebanyak 4 Buah, dengan panjang 29,60 km.
Secara umum potensi air irigasi di bagian utara sedang, di bagian
timur cukup, di bagian selatan sedang-cukup, di bagian barat
sedang dan dibagian tengah cukup.
Untuk memenuhi kebutuhan pengairan lahan persawahan
Kabupaten Pati memiliki 274 Daerah Irigasi/DI besar yaitu
Daerah Irigasi DI. Cabean, DI. Glintiran, DI. Jeruk, dan DI.
Gabus. Jumlah saluran induk sebanyak 18,226 m saluran
induk, selanjutnya jumlah saluran sekunder yang terdapat di 274
daerah irigasi besar tersebut sebanyak ± 325 saluran sekunder
dengan total luas sawah yang dialiri seluas 17.564 Ha.
Hal II - 30
Keberadaan sumberdaya air penting untuk dikelola dengan
baik agar terus menerus memberikan manfaat dalam jangka
panjang. Pembangunan prasarana sumber daya air diarahkan
untuk mewujudkan fungsi air sebagai sumber daya sosial (sosial
goods) dan sumber daya ekonomi (economic goods) yang seimbang
melalui pengelolaan terpadu, efisien, efektif, berkeadilan dan
berkelanjutan. Sistem prasarana pengairan di Kabupaten Pati
diarahkan untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, untuk
permukiman (air bersih) dan industri.
Prasarana pengairan di Kabupaten Pati digunakan untuk
irigasi dan penyediaan air bersih. Prasarana pengairan tersebut
meliputi : daman, saluan irigasi, dan embung. Masing-masing
memiliki peran tersendiri, seperti : daman (chek dam) dan saluran
irigasi digunakan untuk mengairi sawah. Sedangkan embung
yang tersebar di Kabupaten Pati sebagian besar digunakan untuk
penyedia (supply) air bersih yang dikelola oleh PDAM dan
sebagian lainnya untuk pengairan irigasi.
Air merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-
hari masyarakat. Oleh karena itu, sumberdaya air penting untuk
dikelola sehingga dapat dimanfaatkan dalam jangka panjang.
Untuk dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat dari
sumber air ke lokasi persawahan dibutuhkan saluran irigasi
primer dan sekunder. Panjang saluran irigasi primer Kabupaten
Pati pada tahun 2011 memiliki panjang 18.226 m dengan kondisi
baik sepanjang 12.758 m, rusak ringan sepanjang 3.645 m dan
rusak berat sepanjang 1.458 m. Selanjutnya gambaran kondisi
dan panjang saluran irigasi primer dapat disajikan dalam Tabel
2.34 berikut :
Tabel 2. 34.
Panjang dan Kondisi Saluran Irigasi Primer Kab. Pati 2007-2011
No Keterangan Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Panjang saluran
irigasi primer
M 18.226 18.226 18.226 18.226 18.226
2 Baik M 10.936 11.482 12.029 12.394 12.758
3 Rusak ringan M 5.103 4.739 4.374 4.010 3.645
4 Rusak berat M 2.187 2.005 1.823 1.640 1.458 Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati,2011
Data pada Tabel di atas menunjukkan bahwa upaya
Pemerintah Kabupaten Pati dalam meningkatkan produksi hasil
pertanian mendapat kendala karena masih banyak saluran irigasi
yang rusak . Hal ini dapat dilihat dari kerusakan saluran irigasi
primer tiap tahun. Hal ini terbukti tingkat kerusakan mencapai
20 % dari total panjang saluran irigasi primer, demikian juga
kondisi saluran irigasi sekunder sebagian besar dalam kondisi
rusak, namun pada tahun 2011 terjadi peningkatan kondisi
irigasi baik menjadi 289.340 m. Gambaran kondisi dan panjang
saluran irigasi sekunder dapat dilihat pada Tabel 2.35 berikut :
Hal II - 31
Tabel 2. 35. Panjang dan Kondisi Saluran Irigasi Sekunder
Kab. Pati 2007-2011 No Kondisi Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Panjang Saluran
Irigasi Skunder
M 413.343 413.343 413.343 413.343 413.343
2 Baik M 248.006 260.406 272.866 281.073 289.340
3 Rusak ringan M 115.736 107.469 99.202 90935 82.669
4 Rusak berat M 49.601 45.468 41.339 37.201 33.067 Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2011
Pembangunan DAM diharapkan dapat mengurangi tingkat
sedimentasi dan mencegah terjadinya banjir. Jumlah dam di
Kabupaten Pati dengan kondisi rusak berat lebih dari 7.% pada
tahun 2010, pada tahun 2011 terjadi penurunan dam yang
mengalami kerusakan menjadi 6 %. Tingginya kerusakan dam
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain usia banguan,
penambangan pasir secara liar disekitar dam serta daya dukung
lingkungan di sekitar dam sangat rendah. Rendahnya daya
dukung lingkungan seperti tanaman keras maupun talud
mengakibatkan beberapa bantaran sungai disekitar dam
mengalami longsor. Rincian kondisi dan jumlah dam yang rusak
dapat disajikan dalam Tabel 2.36 berikut :
Tabel 2. 36. Persentase Kondisi DAM Kab. Pati 2007-2011
No Jumlah DAM Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Baik % 60 63 66 69 72
2 Rusak ringan % 30 28 26 24 22
3 Rusak berat % 10 9 8 7 6
Jumlah % 100 100 100 100 100 Sumber Data : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2011
Potensi lain terkait dengan sumberdaya air di Kabupaten Pati
yaitu embung. Jumlah embung di Kabupaten Pati tahun 2011
sebanyak 38 unit dengan kondisi 15 % mengalami kerusakan
ringan dan 10 % mengalami kerusakan berat. Rusaknya potensi
embung yang cukup besar sangat berdampak terhadap
penyediaan air baku untuk pertanian maupun untuk keperluan
yang lain seperti terlihat pada Tabel 2.37 berikut:
Tabel 2. 37. Jumlah dan Kondisi Embung Kab. Pati 2007-2011
No Kondisi Sat 2007 2008 2009 2010 2011
1 Baik Buah 1 2 4 7 15
2 Rusak ringan Buah 2 4 - - -
3 Rusak berat Buah 1 2 - - -
Jumlah Buah 4 8 4 7 15 Sumber Data : Profil Daerah Kab. Pati, 2011
5) Air Bersih dan Air Limbah
Persentase proporsi rumah tangga dengan akses sarana air
minum di perkotaan tahun 2008 sebesar 40,20 % menjadi 34,47
% pada tahun 2011.
Hal II - 32
Sementara itu sistem air limbah di Kabupaten Pati hingga saat
ini masih ditangani secara individu oleh tiap-tiap rumah tangga
dan masing-masing industri (industri rumah tangga). Air limbah
rumah tangga langsung dibuang ke saluran
pembuangan/selokan. Untuk industri, sebagian kecil memiliki
IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), air sebelum dibuang ke
perairan umum diolah di dalam unit dulu.
d. Perumahan
Perumahan menurut Undang-Undang No. 4 tahun 1992 tentang
perumahan dan permukiman adalah kelompok rumah yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang
dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Berdasarkan
kondisi fisiknya bangunan rumah dibedakan menjadi 3 yaitu rumah
permanen, semi permanen dan non permanen. Jumlah rumah
permanen di Kabupaten Pati tahun 2007 sebesar 52.788 dan
mengalami pertumbuhan di tahun 2011 menjadi 95.861 unit.
Sementara itu untuk rumah non permanen tahun 2007 sebesar
68.567 unit, meningkat menjadi 213.497 unit tahun 2011.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.38 sebagai berikut :
Tabel 2. 38. Rumah Berdasarkan Kondisi Fisik Bangunan
Kab. Pati 2007-2011 No. Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1. Jumlah Rumah
Permanen (unit) 52.788 54.898 56.737 213.569 95.861
2. Jumlah Rumah Non
Permanen (unit) 68.567 70.124 72.226 109.240 213.497
Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Kab. Pati, 2011
Di Kabupaten Pati jumlah rumah yang telah ber-IMB tahun 2007
sebanyak 807 unit, tahun 2008 meningkat 737 unit, tahun 2009
meningkat 286 unit, tahun 2010 meningkat 396 unit dan tahun
2011 meningkat 287 unit. Komposisi antara rumah yang ber-IMB
antara rumah pada perumahan maupun rumah swadaya seimbang,
seperti terlihat pada Tabel 2.39 berikut :
Tabel 2. 39.
Jumlah Rumah Ber-IMB Kab. Pati 2007-2011
No. Jenis Rumah 2007 2008 2009 2010 2011
1 Perumahan 807 737 286 396 287
2 Umum/Swadaya 307 359 557 320 204
Jumlah 1.114 1.096 843 716 491
Sumber : KPPT Kab. Pati, 2011
e. Tata Ruang
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan
ruang. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
mengamanatkan setiap kabupaten/kota untuk menyusun rencana
umum dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang
Kabupaten Pati telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten
Hal II - 33
Pati Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Pati Tahun 2010-2030
RTRW Kabupaten Pati memuat tujuan, kebijakan, strategi
penataan ruang, arahan pemanfaatan ruang, ketentuan
pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten, serta
ketentuan umum peraturan zonasi. Kebijakan pemanfaatan ruang
meliputi arahan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi
pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan
kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan wilayah-wilayah
yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam kurun waktu
perencanaan.
Sebagai landasan operasional dalam pengendalian pemanfaatan
ruang, khususnya proses perizinan diperlukan rencana tata ruang
yang bersifat lebih rinci / detail terutama pada kawasan perkotaan
dan strategis, serta kawasan yang diarahkan menjadi kawasan
perkotaan, yaitu dalam bentuk rencana detail tata ruang dan
peraturan zonasi. Ada 9 kecamatan atau kawasan perkotaan di
Kabupaten Pati yang telah disusun RDTR-nya. Namun beberapa
diantaranya masih memerlukan revisi dan dilengkapi dengan
peraturan zonasi. Selain rencana rinci tata ruang, diperlukan aturan
turunan lainnya dari RTRW Kabupaten Pati berupa Peraturan Daerah
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, sesuai amanat
Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan.
f. Perencanaan Pembangunan
Pendekatan baru dalam perencanaan pembangunan daerah,
dilaksanakan sejak berlakunya UU No. 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU No. 32 tahun
2004 juncto UU No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan amanat kedua undang-undang tersebut pemerintah
kabupaten/kota wajib menyusun dokumen perencanaan
pembangunan daerah jangka panjang (20 tahun), jangka menengah
(lima tahun) dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk
kegitan tahunan serta penjabarannya dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD). Pada tahun 2010 bersamaan dengan
ditetapkannya RPJMN 2010-2014, dikeluarkan surat edaran bersama
tiga menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan Menteri Keuangan
pada tanggal 31 Maret 2010 tentang pentingnya Penyelarasan
RPJMD dengan RPJMN 2010-2014, terutama pencapaian sasaran
prioritas pembangunan yang telah tercantum dalam program-
program RPJMN 2010-2014 yang memerlukan dukungan dari
pemerintah kabupaten/kota, termsuk Kabupaten Pati.
Penyelarasan tersebut merupakan pendekatan keterpaduan antara
RPJMN 2010-2014, RPJMD Provinsi Jawa Tengah 2008-2013 dengan
RPJMD kabupaten/kota dalam menyelesaikan permasalahan dan
masalah mendesak. Selain itu, perlu diperhatikan arahan Inpres No.
1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas
Hal II - 34
Pembangunan Nasional Tahun 2010, terdiri dari 14 program prioritas
pembangunan dan percepatan penyelesaian masalah mendesak di
daerah. Arahan kebijakan dalam Inpres No. 3 tahun 2010 tentang
Program Pembangunan Nasional Berkeadilan, mengamanatkan
bahwa pemerintah daerah, termasuk Kabupaten Pati memberikan
andil bagi pencapaian Tujuan Pendidikan untuk Semua (PUS),
pencapaian RAD-PG dan tujuan Pembangunan Millenium (MDG’s)
tahun 2015.
Sehubungan dengan pelaksanaan Pemilukada ( Pemungutan
Suara Ulang) di Kabupaten Pati tahun 2012, maka perlu disusun
RPJMD Kabupaten Pati 2012-2017 sesuai dengan masa jabatan
bupati terpilih. Penyusunan rencana pembangunan daerah di
Kabupaten Pati yang tertuang dalam RPJMD (jangka waktu 5 tahun)
akan semakin sulit, mengingat dinamika perubahan lingkungan
strategis yang dinamis, terutama kebijakan nasional, perubahan
regional berlakunya pasar bebas Asean-China (C-AFTA) tahun 2010
menjadikan perubahan sosial, ekonomi dan politik sulit diprediksi.
Masalah lain dalam penyusunan rencana pembangunan adalah
adanya ketidaklengkapan data, informasi yang akurat dan lengkap,
serta pilah gender. Data dasar pendukung perencanaan
pembangunan berupa data statistik, hasil monitoring dan evaluasi,
serta hasil penelitian belum cukup memadai mendukung
perencanaan pembangunan yang ideal. Kelengkapan data dan
informasi yang ada dirasakan kurang untuk mempertajam isu
trategis, perhitungan dan prediksi perubahan lima atau sepuluh
tahun mendatang, karena perubahan lingkungan strategis dan
kebijakan nasional yang dinamis.
Meskipun dalam kondisi terbatas, Pemerintah Kabupaten Pati,
telah memiliki data pendukung perencanaan daerah, berupa Sistem
Informasi Profil Daerah, PDRB Kabupaten Pati, Kabupaten Pati
Dalam Angka, Dokumen Evaluasi kegiatan yang telah disusun oleh
Bappeda dan berbagai dokumen yang dapat menggambarkan profil
masing-masing urusan kewenangan sesuai dengan PP Nomor 38
tahun 2007.
Mekanisme perencanaan pembangunan di Kabupaten Pati telah
dilakukan secara partisipasif melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan dari Tingkat desa/kelurahan sampai di tingkat
Kabupaten dengan melibatkan stakeholder pembangunan daerah,
baik SKPD, tokoh masyarakat, kalangan dunia usaha, serta
asosiasi/organisai profesi. Pelibatan stakeholder tersebut dilakukan
dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan daerah
berupa RPJPD, RPJMD dan RKPD. Langkah tersebut sesuai dengan
PP No. 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan,
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
Daerah. Demikian pula, dalam proses menyusun dokumen
perencanaan bersifat sektoral, antara lain perencanaan
pembangunan ekonomi, sosial budaya, kepariwisataan, tata ruang
wilayah, prasarana wilayah dan sumberdaya alam serta kesetaraan
gender, melibatkan partisipasi stakeholder pembangunan daerah,
Hal II - 35
agar dokumen perencanaan tersebut menampung aspirasi dan
kepentingan masyarakat dan dinamika perubahan lingkungan
strategis. Selain itu, pemerintah Kabupaten Pati menyusun dokumen
perencanaan yang bersifat sektoral sebagaimana diamanatkan oleh
undang-undang teknis, yaitu Penyusunan RTRW Kabupaten Pati
sesuai dengan amanat UU No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang,
Pengelolaan Kawasan Pantai sebagaimana diamantakan dalam UU
No. 24 tahun 2007 tentang Pengurangan Resiko Bencana,
Perencanaan Tenaga Kerja Daerah (amanat UU No.13 tahun 2005
tentang Ketenakerjaan) dan lain-lain.
Untuk menjamin pelaksanaan pembangunan sesuai dengan yang
direncanakan, maka dilaksanakan monitoring dan evaluasi
pembangunan, baik oleh internal SKPD pengawas maupun DPRD
Kabupaten Pati. Hasil monitoring dan evaluasi ini digunakan sebagai
masukan dalam perencanaan pembangunan periode berikutnya.
Setiap tahun dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi terhadap
pelaksanaan pembangunan daerah. Hasil monitoring dan evaluasi ini
juga digunakan untuk bahan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (LKPJ) Bupati Pati kepada DPRD.
g. Perhubungan
Prasarana perhubungan dapat merupakan salah satu prasarana
yang sangat penting dalam mendukung percepatan pembangunan di
Kabupaten Pati. Prasarana perhubungan darat di Kabupaten Pati
memudahkan penduduk melakukan mobilitas ke tempat lain. Di
Kabupaten Pati pada tahun 2011 terdapat 1 buah terminal tipe B dan
3 buah terminal tipe C. Terminal tipe C Kabupaten Pati berfungsi
melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan, meliputi
terminal Kecamatan Tayu, Kecamatan Juwana dan Kecamatan Kayen
Pelayanan pergerakan antar daerah di Kabupaten Pati dilayani
oleh Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Kota Dalam
Provinsi (AKDP), dan kendaraan umum berupa angkutan pedesaan,
serta angkutan tidak bermotor (becak dan dokar). Jumlah bus AKAP
tahun 2006-2009 menunjukkan kecenderungan meningkat. Pada
tahun 2007 jumlah bus AKAP sebanyak 63 unit dan tidak mengalami
peningkatan sampai dengan tahun 2011. Sementara itu untuk
perkembangan bus AKDP tahun 2007 terdapat 131 bus dan tidak
mengalami peningkatan sampai dengan tahun 2011 seperti terlihat
pada Tabel 2.40 berikut:
Tabel 2. 40.
Sarana dan Prasarana Transportasi Darat Kab. Pati 2007-2011(Unit)
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Transportasi Darat
1). Terminal
- Kelas A - - - - -
- Kelas B `1 1 1 1 1
- Kelas C 2 2 2 2 2
2). Bus AKAP 63 63 63 63 63
3). Bus AKDP 131 131 131 131 131
Sumber : Dishubkominfo Kab. Pati, 2011
Hal II - 36
Pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Pati masih banyak
dikeluhkan oleh masyarakat dan sering mengakibatkan kemacetan
lalu lintas. Angkutan penumpang ini juga perlu dilakukan
pengelolaan terminal yang baik, guna meningkatkan aksesibilitas
naik turunnya penumpang dan dalam meningkatkan integasi antar
terminal dan angkutan penghubung lainnya.
Selain angkutan umum Kabupaten Pati juga dilintasi oleh
kendaraan angkutan barang. Angkutan ini berkontribusi terhadap
kerusakan jalan dan jembatan, serta kemacetan lalu lintas. Saat ini
masih banyak angkutan barang yang membawa muatan melebihi
daya angkut sehingga menambah beban pada jalan. Selain itu
angkutan barang juga sering berhenti di sembarang tempat sehingga
berpotensi menghambat lalu lintas jalan.
Untuk jumlah kendaraan yang telah melakukan wajib uji di
Kabupaten Pati tahun 2007-2011 cenderung mengalami peningkatan
kecuali mobil non bus umum yang mengalami penurunan. Jumlah
bus umum yang telah melakukan wajib uji tahun 2007 sebanyak 630
unit, tahun 2011 meningkat menjadi 453 unit. Mobil non bus umum
yang telah melakukan wajib uji tahun 2007 sebanyak 49 unit,
meningkat menjadi 162 unit tahun 2011. Truk umum tahun 2007
sebanyak 315 unit yang telah melakukan wajib uji, meningkat
menjadi 1.100 unit tahun 2011. Truk non umum yang telah
melakukan wajib uji tahun 2007 sebanyak 5.019 unit, kemudian
meningkat menjadi 10.222 unit pada tahun 2011.
h. Lingkungan Hidup
Kualitas udara ambien di Kabupaten Pati tercatat pada tahun
2007 menghasilkan uji kualitas udara di beberapa titik, konsentrasi
debu (partikulat) pada udara berkisar antara 152 – 1.372 µg/m³.
Pada sebanyak 5 titik konsentrasi debu telah melebihi baku mutu
udara sebagaimana diatur dalam Keputusan Gubernur Jawa Tengah
Nomor 8 tahun 2001 tentang baku mutu udara (230 µg/m³), yaitu di
TPA Pati, Alun-alun Tayu, Alun-alun Juwana, Pertigaan Gemeces,
Perempatan Puri. Sementara itu konsentrasi SO2 di semua titik
sampling berkisar antara 2,4 - 40 µg/m³ atau masih di bawah baku
mutu kualitas udara sebesar 632 µg/m³. Untuk parameter NO₂, CO,
OX dan HC di semua titik sampling juga masih memenuhi standar
baku mutu udara. Hasil pengujian tersaji dalam Tabel 2.41 berikut :
Tabel 2. 41. Hasil Pengujian Udara Ambient Kab. Pati Tahun 2011(µg/m3)
No. Parameter Kawasan
Perumahan Kawasan Industri
Kawasan Padat Kendaraan Bermotor
1 NO2 17,79 20,11 35,74
2 SO2 164,59 3,213 31,91
3 CO 507,80 33,31 232,71
4 HC - - -
5 TSP 78,97 283,4 165,47
Sumber : BLH Kab. Pati, 2011
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sangat penting dalam
upaya pencegahan pencemaran udara di Kabupaten Pati. Luas RTH
permukiman, industri, pusat perdagangan dan lokasi padat lalu
lintas hanya 0,36 % dari luas wilayah Kabupaten Pati dan terdapat
Hal II - 37
hutan kota seluas 7,74 Ha. Kondisi ini menunjukkan bahwa ruang
terbuka hijau di Kabupaten Pati masih sangat kurang jika
dibandingkan jumlah penduduk Kabupaten Pati yang mencapai
1.190.993 jiwa (2011).
Di Kabupaten Pati terdapat sebanyak 8 kawasan penyangga atau
kawasan yang ditetapkan untuk menjaga kelestarian sumberdaya air,
8 kawasan tersebut berada di wilayah Kecamatan Sukolilo, Gembong,
Tlogowungu, Cluwak, Gunung wungkal, Kayen, Pucakwangi dan
Kecamatan Margorejo. Saat ini kawasan penyangga ini mengalami
perubahan fungsi lahan yang dapat mempengaruhi fungsinya dalam
menjamin ketersediaan sumberdaya air bagi penduduk. Luas lahan
kritis di Kabupaten Pati menunjukkan peningkatan dari seluas
59.437.79 ha pada tahun 2007 menjadi 271.5 Ha pada tahun 2011.
Masih banyaknya lahan kritis ini dapat mempengaruhi daya serap
tanah terhadap air hujan, sehingga mempengaruhi kuantitas
sumberdaya air.
Hutan lindung Kabupaten Pati tersebar di Kecamatan Gembong,
Gungungwungkal, cluwak dan Kecamatan Tlogowungu dengan luas
keseluruhan kurang lebih sebesar 2681,6 ha. Jumlah mata air yang
terdapat di kawasan hutan lindung sebanyak 75 buah, dengan debit
berkisar 0.06 – 178 liter/detik. Mata air yang memiliki debit terbesar
adalah mata air Jrahi di Desa Jrahi Kecamatan Gunungwungkal
dengan debit air mencapai 100 liter/detik. Dari keseluruhan mata air
yang ada di kawasan hutan lindung, mata air yang dilindungi dari
pencemaran dan penurunan debit air baru mencapai 30 %.
Perlindungan sumber mata air sementara ini lebih diprioritaskan
pada mata air yang memiliki debit air besar. Data mata air di
kawasan hutan lindung Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 2.42
berikut :
Tabel 2. 42.
Mata Air di Kawasan Hutan Lindung Kab. Pati Tahun 2011
Nama Mata Air Lokasi Mata Air Debit
(liter/detik)
Sumber air Jrahi
Sumber air Prawoto
Kec. Gunungwungkal
Kec Sukolilo
100
40
Sumber : BLH Kab. Pati, 2011
Jumlah mata air di luar hutan lindung Kabupaten Pati pada tahun
2010 sebanyak 31 buah. Mata air tersebar di 6 Kecamatan, yaitu
Kecamatan Sukolilo, (7 buah), Kecamatan Kayen (6 buah),
Kecamatan Tambakromo (5 buah), Kecamatan Winong (5 buah),
Kecamatan Pucakwangi (4 buah) dan Kecamatan Jaken (4 buah )
dengan debit antara 10 – 40 liter/detik . Mata air yang memiliki debit
air terbesar semuanya berada di Desa Prawoto Kecamatan Sukolilo
(40 liter/detik), mata air Ds. Purwokerto (35 liter/detik). Mata air di
luar hutan lindung belum seluruhnya dilakukan perlindungan dari
pencemaran dan penurunan debit air, baru sebanyak 60 %.
Hal II - 38
Pencemaran air pada tahun 2010 di Kabupaten Pati sudah cukup
mengkhawatirkan. Beberapa sungai teridentifikasi telah tercemar
(diatas baku mutu air kelas II sesuai PP No. 82 tahun 2001), yaitu :
1) Sungai Jiglong : BOD ( 18 ), COD ( 40 mg/l )
2) Sungai Sani : BOD ( 11 mg/l ), COD ( 30 mg/l )
Pencemaran air sungai tersebut di atas disebabkan oleh aktivitas
industri/UMKM. Sampai dengan tahun 2011 jumlah usaha/kegiatan
yang mentaati persyaratan administratif dan teknis pengendalian
pencemaran air sebanyak 5 industri besar dan belum ada industri
kecil. Upaya penanganan pencemaran dan kerusakan lingkungan
selama ini dilakukan dengan menindaklanjuti laporan masyarakat.
Pada tahun 2011 laporan adanya pencemaran dan kerusakan
lingkungan dari masyarakat sebanyak 14 kasus dan telah
ditindaklanjuti ( 100 %). Dalam rangka pemulihan pencemaran air
pada sumber air, sampai dengan tahun 2011 telah dilakukan upaya
pemulihan sumber air melalui program penyelamatan sumber mata
air. Tahap yang dilakukan baru pada tahap identifikasi sumber air
yang tercemar dan upaya pencegahan pencemaran air, yaitu program
Kali Bersih di Sungai Jiglong, Sungai Lengkowo dan Sungai Sani.
i. Pertanahan
Bidang pertanahan mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan daerah dan memiliki fungsi ekonomis dan sosial.
Karena mengandung fungsi ekonomis dan sosial maka kepemilikan
tanah perlu dibuktikan memlalui sertifikat kepemilikan tanah dengan
status yang jelas. Bukti kepemilikan tanah tersebut anatara lain
sertifikat tanah dengan status Hak Milik (HM), Hak Guna Bangunan
(HGB) dan Hak Pakai (HP).
Jumlah petak tanah yang bersertifikat diterbitkan oleh Badan
Pertanahan Kabupaten Pati untuk jenis sertifikat Hak Milik (HM)
pada tahun 2007 sampai dengan 2009 mengalami kenaikan yang
fluktuatif, pada tahun 2007 sebanyak 9.318 sertifikat HM yang
diterbitkan, pada tahun 2008 jumlah sertifikat HM yang diterbitkan
sebanyak 12.228 sertifikat HM dan selanjutnya pada tahun
mengalami penurunan 2009 sebanyak 10.348 sertifikat HM.
Untuk jenis sertifikat Hak Pakai (HP) selama 2007-2009 secara
umum meningkat tiap tahunnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada
tahun 2009 dengan jumlah sertifikat HP yaitu sebanyak 38 sertifikat.
Secara rinci jumlah sertifikat yang diterbitkan selama lima tahun di
Kabupaten Pati dapat disajikan dalam Tabel 2.43 berikut ini :
Tabel 2. 43.
Jumlah Petak Yang Bersertifikat Kab. Pati Tahun 2007-2011 N
o
Jenis Sertifikat
Tanah Petak 2007 2008 2009 2010 2011
1 Hak milik buah 9.318 12.228 10.348 13.34
3
14.53
5
2 Hak Pakai buah 30 34 38 40 41
3 Hak Guna
Bangunan buah 79 36 390 409 451
Sumber Data : Profil Kab.Pati, 2011
Hal II - 39
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
jenis sertifikat tanah yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan
Kabupaten Pati adalah jenis sertifikat Hak Milik (HM), hal ini
menunjukkan bahwa kesadaran dan tingkat pemahaman masyarakat
tentang pentingnya sertifikat status kepemilikan tanah semakin
meningkat, dengan meningkatnya kesadaran dan pemahaman
tersebut diharapkan dapat berimplikasi terhadap menurunnya
konflik atau sengketa atas kepemilikan tanah di Kabupaten Pati.
Dalam penyelenggaraan pembangunan di bidang pertanahan,
pemerintah Kabupaten Pati mempunyai kewenangan, hal ini sesuai
dengan amanat Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional Bidang Pertanahan. Dalam pasal 2 ayat (2)
kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam bidang pertanahan
adalah 1) pemberian ijin lokasi; 2) penyelenggaraan pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan; 3) penyelesaian sengketa tanah
garapan; 4) penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan
tanah untuk pembangunan; 5) penetapan subyek dan obyek
redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum
dan tanah absentee; 6) penetapan dan penyelesaian masalah tanah
ulayat; 7) pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong; 8)
pemberian ijin membuka tanah dan 9) perencanaan penggunaan
tanah wilayah kabupaten/kota. Sesuai dengan kewenangan tersebut,
maka peran pemerintah kabupaten/kota sangat penting dan strategis
dalam meningkatkan status tanah yang mempunyai kekuatan
hukum serta mengantisipasi munculnya permasalahan-
permasalahan atau konflik di bidang pertanahan.
j. Kependudukan dan Catatan Sipil
Penduduk sebagai salah satu modal dasar pembangunan
memiliki peranan yang sangat penting, sebab penduduk juga
bertindak sebagai sumberdaya yang penting dalam pelaksanaan
pembangunan. Jumlah penduduk di Kabupaten Pati berdasarkan
data 2011 sebanyak 1.198.529 jiwa dengan komposisi laki-laki
sebanyak 582.531 jiwa (48,60%) dan perempuan sebanyak 615.998
jiwa (51,39%), dapat dilihat Tabel 2.44 berikut ini:
Tabel 2. 44.
Komposisi jumlah penduduk berdasar jenis kelamin Kab. Pati Tahun 2009-2011
No Tahun
KAB. PATI
Luas Wilayah (Km2)
Laki-Laki Perempuan Jumlah
Penduduk (jiwa)
Kepadatan Penduduk per Km2
1. 2009 1.503,68 622.643 642.582 1.265.225 841
2. 2010 1.503,68 578.046 612.947 1.190.993 792
3. 2011 1.503,68 582.531 615.998 1.198.529 797
Sumber Data : Profil Kab.Pati, 2011
Tingkat kepadatan penduduk pada tahun terakhir 797 jiwa/km²,
angka tersebut menunjukkan bahwa kepadatan penduduk masih
relatif rendah, kemudian angka migrasi masuk selama tiga tahun
terakhir sebanyak 8.782 orang dengan rata-rata 1.756 orang/tahun
Hal II - 40
dan angka migrasi keluar selama tiga tahun sebanyak 8.453 orang
dengan rata-rata 1.691 orang/tahun.
Proporsi persebaran penduduk Kabupaten Pati tahun 2011
adalah 8,11% tinggal di kawasan perkotaan yaitu wilayah Kecamatan
Pati, sedangkan selebihnya tinggal di kawasan pedesaan sebesar
91,89 %. Persebaran tersebut mengindikasikan bahwa terjadi
transformasi tempat tinggal dan peningkatan mobilitas serta
dinamisasi tempat tinggal yang berarti secara makro menunjukkan
peningkatan perkembangan wilayah di Kabupaten Pati.
Meningkatnya pertumbuhan penduduk memberikan dampak
yang cukup besar antara lain peningkatan pelayanan di berbagai
bidang pembangunan baik kesehatan, pendidikan, lapangan
pekerjaan dan pelayanan administrasi kependudukan dan catatan
sipil. Berdasarkan data pelayanan administrasi kependudukan dan
pencatatan sipil selama lima tahun dapat disajikan dalam Tabel 2.45
berikut ini :
Tabel 2. 45. Jumlah Kepala Keluarga, Penduduk Wajib KTP, Kepemilikan KTP,
Pemohon Akta Kelahiran dan Kepemilikan Akta Kelahiran
Kab. Pati 2007-2011 N
o Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kepala
Keluarga(KK)
190.258 271.547 457.301 444.582 445.710
2 Penduduk Wajib
KTP
472.434 1.000.26
0
1.111.99
6
1.061.98
3
1.065.83
7
3 Kepemilikan KTP 153.753 297.491 445.660 588.000 622.132
4 Kepemilikan Akte
Kelahiran
43.300 37.200 41.179 72.764 45.393
Sumber Data : Dispendukcapil Kab.Pati, 2011
Berdasarkan kondisi tersebut, maka dapat diketahui bahwa
pelayanan KTP dan akte kelahiran sudah berjalan dengan baik,
namun belum mencapai target maksimal. Hal ini dikarenakan masih
menghadapi kendala-kendala antara lain belum optimalnya
dukungan sarana dan prasarana kependudukan dan catatan sipil
serta tingkat kesadaran masyarakat untuk tertib administrasi
kependudukan dan catatan sipil belum sesuai harapan. Oleh karena
itu peningkatan kualitas penyelenggaraan pelayanan kependudukan
dan catatan sipil mempunyai nilai yang sangat strategis. Hal ini
mengingat penyelenggaraan pelayanan kependudukan dan catatan
sipil mempunyai peran sangat penting dan dibutuhkan masyarakat,
tuntutan dan harapan masyarakat akan meningkatnya kualitas
pelayanan administrasi kependudukan dan catatan sipil semakin
besar, oleh karena itu perlu dilakukan langkah-langkah strategis
untuk mengantisipasi permasalahan tersebut antara lain dengan
peningkatan kemampuan aparat serta dukungan sistem administrasi
kependudukan dan catatan sipil yang lebih handal, cepat dan akurat.
Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 bahwa
Kabupaten Pati dijadikan salah satu Pilot Project penerapan KTP
elektronik (e-KTP) dari 197 kabupaten/kota se Indonesia, serta
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan KTP berbasis NIK secara nasional, sebagaimana telah
Hal II - 41
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2010 tentang
Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2009 tentang
Penerapan KTP berbasis NIK secara nasional dan Peraturan Menteri
dalam negeri Nomor 9 Tahun 2011 tentang pedoman penerbitan
Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara
nasional.
k. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Berdasarkan Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang
Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional sebagai
arahan kebijakan bagi pemerintah daerah untuk mewujudkan
pemberdayaan perempuan dan menjawab perkembangan global
tentang kesetraan dan keadilan gender. Indikator yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan program pemberdayaan perempuan
dan perlindungan anak adalah Indeks Pembangunan Gender (IPG)
dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dengan nilai terendah 60
dan 51. Hasil perhitungan IPG merupakan hasil nilai komposit
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terpilah laki-laki dan
perempuan meliputi tiga indikator, yaitu : angka harapan hidup
(tahun), angka melek huruf (%), angka lama sekolah (tahun) dan
tingkat pendapatan (Rp). Sementara Indeks Pemberdayaan
Perempuan (IDG) diketahui dari hasil perhitungan besarnya
persentase (%) perempuan di parlemen lokal (DPRD), persentase
perempuan bekerja profesional, persentase perempuan dalam
angkatan kerja, dan upah pekerja perempuan dalam sektor non
pertanian (Rp) per bulan.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat terkait erat dengan
kesetaraan laki-laki dan perempuan yang dapat diketahui dari
tingkat pencapaian kesetaraan dan keadilan gender diukur melalui
indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG). Di Kabupaten Pati selama kurun waktu
2008-2010 angka IPG menunjukkan peningkatan dari tahun ke
tahun. Besarnya IPG tahun 2008 sebesar 62,96 meningkat menjadi
63,58 pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 0,98 selama 3
tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat dari aspek kesetaraan gender mengalami peningkatan,
terutama meningkatnya pendidikan, angka melek huruf. Walaupun
peningkatan tersebut masih di bawah rata-rata Provinsi Jawa Tengah
tahun 2008 sebesar 64,6. Rendahnya IPG di Kabupaten Pati
menunjukkan masih adanya kesenjangan atau diskriminasi antara
laki-laki dan perempuan.
IDG menggambarkan partisipasi dan prestasi perempuan di
parlemen, persentase perempuan pekerja professional, persentase
perempuan dalam angkatan kerja dan upah pekerja perempuan
dalam sektor non pertanian. Besarnya nilai IDG di Kabupaten Pati
tahun 2008-2010 meningkat cukup baik pada tahun 2008 IDG
Kabupaten Pati sebesar 50,6 meningkat menjadi 61,4 pada tahun
2010. Hal yang perlu mendapat perhatian dalam peningkatan IDG
adalah masih rendahnya keterwakilan perempuan di parlemen (14%)
Hal II - 42
atau 7 orang perempuan yang menjadi anggota DPRD pada periode
2008-2010 dan angkatan kerja perempuan (2007) sebesar 21%, hal
ini disebabkan tingkat pendidikan dan keterampilan perempuan
masih rendah dan persentase perempuan yang bekerja secara
profesional. Masih lebih banyak kaum perempuan yang bekerja di
sektor domestik, menganggur atau menjadi ibu rumah tangga
(sebesar 19%) merupakan potensi sumberdaya manusia yang perlu
diberdayakan di masa mendatang.
l. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
a) Keluarga Berencana
Jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) dari tahun 2007-2011
juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan rata-rata
peningkatan per tahun sebesar 0,89 %. Pada tahun 2007 jumlah
PUS sebanyak 272.089 pasangan meningkat pada tahun 2011
menjadi 272.781 pasangan. PUS yang telah mengikuti Keluarga
Berencana secara aktif dari tahun 2007-2011 mengalami
peningkatan. Pada tahun 2011 PUS yang memiliki istri di bawah
usia 20 tahun sebesar 2,64 %.
Pada tahun 2007 persentase Keluarga Berencana yang aktif
sebesar 77,23 % meningkat pada tahun 2011 menjadi 77,96 %.
Alat kontrasepsi yang digunakan peserta keluarga berencana aktif
paling banyak adalah suntik. Pada tahun 2011 pengguna alkon
(alat kontrasepsi) suntik sebesar 49,87%. PUS Kabupaten Pati
sangat sedikit yang memilih alat kontrasepsi jangka panjang. Hal
ini dapat dilihat dari persentase pengguna alkon IUD, Implan,
MOW dan MOP.
Partisipasi aktif laki-laki dalam program KB masih sangat
kecil. Hal ini dapat dilihat dari peserta KB yang menggunakan alat
kontrasepsi MOP (Modus Operasi Pria) dan kondom. Persentase
pengguna alkon MOP pada peserta KB aktif tahun 2007 sebesar
1,74 % menurun pada tahun 2011 menjadi 1,33%, sedangkan
persentase pengguna alkon kondom pada tahun 2007 sebesar
0,80% meningkat pada tahun 2011 menjadi 1,75 %.
Jumlah pasangan usia subur yang ingin menjarangkan
kehamilan atau membatasi jumlah anak, tetapi tidak
menggunakan kontrasepsi (unmeeted) pada tahun 2011 sebesar
10,42 %. Kondisi jauh lebih besar dari target SPM Keluarga
Berencana yaitu sebesar 7% pada tahun 2015. Sementara itu DO
KB pada tahun 2011 sebanyak 12,21 %.
Dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat pada
program KB, perlu didukung sarana dan prasarana yang
memadai. Kabupaten Pati telah memiliki petugas penyuluh KB
dan petugas Pembina KB di tingkat desa. Sampai dengan tahun
2011 Petugas Penyuluh KB (PLKB) baru sebanyak 100 orang,
sedangkan petugas Pembina KB Desa (PPKBD) sebanyak 406.
orang, sedangkan Sub PPKBD sebanyak 1.510 orang.
Berdasarkan SPM Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera
sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Keluarga
Hal II - 43
Berencana Nasional Nomor : 55/HK-010/B5/2010, ratio PLKB
dengan desa belum tercapai. SPM mengamanatkan bahwa ratio
PLKB dengan kelurahan/desa adalah 2, artinya setiap
kelurahan/desa memilki PLKB 2 orang. Kabupaten Pati memiliki
kelurahan/desa sebanyak 406 kelurahan/desa, sehingga
dibutuhkan PLKB sebanyak 203 orang. Jadi PLKB di Kabupaten
Pati masih kurang sebanyak 100 orang lebih.
b) Keluarga Sejahtera
Indikator keberhasilan pembangunan sub urusan keluarga
sejahtera adalah berkurangnya jumlah keluarga pra sejahtera dan
keluarga sejahtera I. Pada tahun 2007-2011 keluarga pra
sejahtera dan keluarga sejahtera I cenderung mengalami
penurunan. Pada tahun 2011 persentase keluarga pra sejahtera
dan keluarga sejahtera I sebesar 54,6%. PUS yang telah
bergabung dalam program UPPKS (Upaya Peningkatan
Pendapatan Keluarga Sejahtera) sebanyak 83,19 %.
Dalam rangka penurunan keluarga pra sejahtera dan keluarga
sejahtera I telah dilakukan berbagai program diantaranya adalah
melakukan pebguatan kelompok-kelompok dalam ketahanan
keluarga yaitu kelompok Bina Keluarga Lansia (BKL), Bina
Keluarga Balita (BKB) dan Bina Keluarga Remaja (BKR). Sampai
dengan tahun 2011 jumlah BKB sebanyak 504 Kelompok, BKR
sebanyak 313 kelompok dan BKL sebanyak 294 kelompok.
Sedangkan dalam rangka meningkatkan pemahaman kesehatan
reproduksi telah dibentuk Pusat Informasi dan Konseling untuk
kesehatan remaja. Sampai dengan tahun 2011 PIK KRR sebanyak
48 kelompok.
m. Sosial
Kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan
material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak
dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan
fungsi sosialnya. Penyelenggaraan Kejahteraan Sosial adalah upaya
yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan
Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk
pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar, yang meliputi
rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan
perlindungan sosial. Dalam konsep penyelenggaraan kesejahteraan
sosial warga masyarakat tersebut dikenal dengan sebutan
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) dan masyarakat
miskin yang menjadi kelompok sasaran pelayanan sosial.
Terhadap permasalahan sosial yang terjadi di Kabupaten Pati
dalam kurun waktu 2007-2011, berdasarkan jenis PMKS yang ada
rata-rata cenderung fluktuatif pada setiap jenis PMKS. Indikator
masalah sosial yang menunjukkan adanya penurunan/berkurang
terdapat pada Anak Jalanan (23.31%), Wanita Korban Tindak
Kekerasan (38.65%), Anak Balita Terlantar (3.48%). Indikator
masalah sosial yang menunjukkan peningkatan perlu mendapatkan
Hal II - 44
perhatian dan penanganan adalah Jumlah Penyandang Cacat,
Jumlah Anak Terlantar, Jumlah Anak Nakal, Jumlah Balita
Terlantar, Wanita Rawan Sosial Ekonomi, Lanjut Usia Terlantar,
Keluarga Fakir Miskin, Keluarga Berumah Tak Layak Huni, Tuna
Susila, Pengemis, Keluarga Rentan,dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika dan Zat Aditif (Napza).
Berdasarkan jumlah penyandang masalah-masalah sosial di
Kabupaten Pati yang sudah ditangani tahun 2011 menggunakan
dana APBD adalah Penyandang Cacat Tuna Tuna Netra (75
orang),dan Penyandang Cacat Tubuh (30 orang). Untuk lebih jelasnya
mengenai jenis dan jumlah PMKS di Kabupaten Pati yang ada dapat
dilihat pada Tabel 2.46 berikut ini :
Tabel 2. 46. Jenis dan jumlah PMKS di Kab.Pati Tahun2007-2011
No. Variabel Satuan 2007 2008 2009 2010 2011 rata-
rata
1 Jumlah Penyandang Cacat
Orang 6.701 5.751 6.942 8.946 9.639 7.595,8
2 Jumlah anak Terlantar
Orang 2.876 2.686 1.851 2.125 2.041 2.315,8
3 Jumlah anak Nakal
Orang 110 87 99 188 204 137,6
4 Anak Balita Terlantar
Orang 955 932 823 775 804 857,8
5 Anak Korban tindak Kekerasan
Orang 72 60 31 39 44 49,2
6 Wanita Rawan Sosial Ekonomi
Orang 7.915 7.567 8.614 9.330 7.713 8.227,8
7 Anak Jalanan Orang 193 152 147 41 65 119,6
8 Wanita Korban Tindak Kekerasan
Orang 243 216 43 17 29 109,6
9 Lanjut Usia
Terlantar Orang 8.312 8.132 7.017 7.710 7.133 7.660,8
10 Tuna Susila Orang 153 93 483 239 242 278,4
11 Pengemis Orang 157 95 132 154 144 136,4
12 Gelandangan Orang 92 25 50 10 31 41,6
13
Korban Penyalagunaan Narkotika dan Zat Adiptif (Napza)
Orang 0 0 1 30 9 8
14 Kel. Fakir Miskin KK 59.41
7
59.16
7
58.76
1
90.60
2
85.87
1
70.763,
6
15 Kel. Berumah Tidak Layak Huni
KK 13.31
6 13.16
0 12.52
8 17.60
9 13.28
3 13.979,
2
16 Keluarga Rentan KK 359 308 184 562 945 471,6
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati Tahun 2011
Upaya penanganan masalah PMKS di Kabupaten Pati masih
belum optimal, antara lain disebabkan belum optimalnya
pendayagunaan Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang
meliputi pekerja sosial masyarakat, organisasi sosial/yayasan,
embrional maupun desa, karang taruna, wanita pemimpin
pendayagunaan sosial, dunia usaha, wahana kesejahteraan sosial
berbasis masyarakat dan jumlah sarana sosial. Jumlah PSKS di
Kabupaten Pati tiap tahunnya tidak mengalami peningkatan.
Peningkatan hanya pada jumlah Wahana Kesejahteraan Sosial
Berbasis Masyarakat pada tahun 2007 sebanyak 2 buah meningkat
menjadi 106 buah pada tahun 2011. Jumlah Kelembagaan Sosial di
Hal II - 45
Kabupaten Pati tahun 2007-2011 dapat dilihat pada Tabel 2.47
berikut :
Tabel 2. 47. Kelembagaan Sosial di Kab.Pati Tahun 2007-2011
No Kelembagaan
Sosial Satuan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Pekerja Sosial Masyarakat
Orang 810 865 1262 534 482
2 Organisasi Sosial/Yayasan
Buah 42 45 30 24 32
3 Organisasi Sosial Embrional
Buah 0 0 3 29 11
4 Organisasi Sosial Desa
Buah 0 21 44 60 62
5 Karang Taruna Buah 406 326 20 81 211
6 Wanita Pemimpin Pendayagunaan Sosial
Orang
1 648 295 233 356
7 Dunia Usaha Buah 0 21 40 39 77
8 Wahana Kesejahteraan Sosial Berbasis Masyarakat
Buah
2 2 43 76 106
9 Jumlah Sarana Sosial
Buah 4 38 38 38 38
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati Tahun 2010
Pada urusan sosial lainnya adalah penanganan kejadian bencana,
di Kabupaten Pati pemberian bantuan bagi korban bencana alam dan
sosial termasuk kekeringan yang sudah dilaksanakan adalah berupa
bantuan uang tunai dan logistik. Data terakhir yang diterima jumlah
bantuan uang sebesar 161 juta mencakup 129 orang dan bantuan
logistik mencapai 100 juta.
Dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana penanggulangan
bencana/bencana alam yang dimiliki Kabupaten Pati masih sangat
minim antara lain tenda pleton (10 unit), tenda regu (1 unit), faal
bed (24 buah), alat dapur umum lapangan (1 set), perahu karet (8
buah ), mesin tempel (9 unit) rompi renang (22 buah) dan genset (1
buah), dayung (18 buah). Dengan adanya daerah rawan bencana di
Kabupaten Pati, hendaknya pemerintah meningkatkan ketersediaan
sarana dan prasarana penanggulangan bencana/bencana alam yang
cukup memadai.
n. Ketenagakerjaan
Bidang ketenagakerjaan di Kabupaten Pati masih dihadapkan pada
berbagai permasalahan mendasar yang memerlukan perhatian dan
keterpaduan penanganan. Masalah pokok ketenagakerjaan adalah
adanya kesenjangan antara angkatan kerja dengan kesempatan kerja
yang tersedia, sehingga menyebabkan pengangguran. Perkembangan
ketenagakerjaan di Kabupaten Pati selama lima tahun terakhir dapat
dilihat pada Tabel 2.49 berikut ini :
Hal II - 46
Tabel 2. 48. Jumlah Angkatan Kerja, Pengangguran, TPAK dan TPT di
Kabupaten Pati Tahun 2007-2011 No. Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Jumlah Angkatan
Kerja 633.864 630.524 639.265 620.602 651.095
2 Jumlah
Pengangguran 55.607 59.012 49.094 38.604 40.823
3 TPAK (%) 69,89 68,79 69,33 68,88 72,35
4 TPT (%) 8,38 9,36 7,68 6,22 6,27
Sumber : BPS Kabupaten Pati, 2011
Jumlah angkatan kerja Kabupaten Pati dalam kurun waktu 2007-
2011 cenderung fluktuatif. Pada tahun 2007 jumlah angkatan kerja
mencapai 633.864 orang, tetapi terjadi penurunan pada tahun 2010
menjadi 620.602 orang dan pada tahun 2011 naik menjadi 651.095
orang. Angka pengangguran di Kabupaten Pati selama kurun waktu
2007-2011 menunjukkan pergerakan yang fluktuatif. Pada tahun
2007 jumlah pengangguran sebanyak 55.607 orang turun pada
tahun 2011 menjadi 40.823 orang.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kabupaten Pati dalam
kurun waktu lima tahun terakhir menunjukkan pergerakan yang
fluktuatif berkisar pada angka 68-72% dan pada tahun 2011 menjadi
sebesar 72,35 %. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun
2007 mencapai 8,38 %, turun menjadi 6,27 % di tahun 2011.
Tuntutan kebutuhan tenaga kerja yang terampil di masa
mendatang semakin tinggi dan tantangan yang akan dihadapi tenaga
kerja Kabupaten Pati adalah kompetitor/pesaing tenaga kerja dari
luar Kabupaten Pati yang mempunyai kemampuan dan keterampilan
yang lebih baik dibandingkan calon tenaga kerja dari Kabupaten Pati
itu sendiri. Hal ini akan meningkatkan pengangguran di Kabupaten
Pati apabila peningkatan keahlian angkatan kerja di Kabupaten Pati
tidak menyesuaikan dengan tuntutan yang ada. Upaya yang
dilakukan pemerintah Kabupaten Pati dalam meningkatkan SDM
tenaga kerja adalah melalui pelatihan.
Upaya perluasan kesempatan kerja dalam rangka mengurangi
pengangguran terus dilakukan antara lain melalui penempatan
tenaga kerja baik di dalam maupun luar negeri, penyelenggaraan
bursa kerja online dan penyebarluasan informasi bursa tenaga kerja.
Sedangkan upaya peningkatan kualitas dan produktifitas tenaga
kerja dilakukan melalui berbagai kegiatan pelatihan kerja bagi
pencari kerja.
Hal II - 47
Tabel 2. 49. Upaya Peningkatan SDM Tenaga Kerja
di Kabupaten Pati
No. Jenis Kegiatan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Diklat untuk tenaga
kerja
Jumlah pelatihan 0 1 jenis 5 jenis 3 jenis 5 jenis
Peserta pelatihan 0 50 orang 150 orang 75 org 425 org
2 Diklat untuk
petugas/pegawai
bidang
ketenagakerjaan
Jumlah diklat 29 jenis 31 jenis 31 jenis 30 jenis 30 jenis
Peserta Pelatihan 31 org 35 org 37 orang 40 orang 39 orang
3 Jumlah Lembaga
Bursa Kerja/LPKS
35 buah 35 buah 35 buah 35 buah 67 buah
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati, 2011
Dilihat dari Tabel 2.49 jumlah pelatihan yang telah dilaksanakan
pemerintah Kabupaten Pati, jumlah peserta yang mengikuti pelatihan
diklat untuk tenaga kerja pada mulai pada tahun 2008 sebanyak 50
orang, tahun 2009 sebanyak 150 orang, tahun 2010 sebanyak 75
orang dan pada tahun 2011 meningkat drastis sebanyak 425 orang.
Jumlah peserta diklat untuk petugas atau pegawai bidang tenaga
kerja kurun waktu lima tahun terakhir, tiap tahunnya rata-rata 30 –
40 peserta. Jumlah Lembaga Pelatihan Kerja Swasta (LPKS) di
Kabupaten Pati, dalam kurun waktu lima tahun terakhir jumlahnya
meningkat tiap tahunnya. Tercatat Jumlah Lembaga Pelatihan Kerja
Swasta (LPKS) sebanyak 35 Buah pada tahun 2007, meningkat
menjadi 67 buah di tahun 2011.
Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten
Pati mencakup 9 sektor, yaitu Pertanian; Pertambangan dan Energi;
Industri Pengolahan; Listrik, Gas dan Air Bersih; Bangunan;
Perdagangan, Hotel dan Restoran; Pengangkutan dan Komunikasi;
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dan Jasa-jasa.
Sektor pertanian masih mendominasi dalam memberikan
kesempatan kerja di Kabupaten Pati. Pada tahun 2011 penyerapan
tenaga kerja pada sektor pertanian, yang di dalamnya mencakup
kehutanan, perburuan dan perikanan mencapai 219.159 orang
(36,30%) . penyerapan tenaga kerja tertinggi kedua adalah sektor
perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel mencapai
130.350 orang (21,60%). Hal ini dapat dilihat bahwa pekerja di
Kabupaten Pati masih terkonsentrasi pada profesi petani dan tenaga
kerja produksi. Profesi-profesi lain yang tergolong memiliki
produktifitas tinggi termasuk profesional/teknisi dan
manajerial/administrasi masih sangat rendah proporsinya seperti
terlihat pada Tabel 2.50 berikut:
Hal II - 48
Tabel 2. 50. Pekerja Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Pati
Tahun 2008-2011 No Jenis Data 2008 2009 R 2010 r 2011 R
1 Pertanian, Kehutanan,
Perburuan, dan
perikanan
240.997 243.826 1,17 252.812 3,69 219.159 13,31
2 Industri Pengolahan 90.757 83.466 -8,03 93.075 11,51 86.044 7,55
3 Perdagangan Besar,
eceran, rumah makan
dan hotel
106.089 116.055 9,39 113.078 2,57 130.350 15,27
4 Jasa Kemasyarakatan 61.659 68.244
10,6
8 51.842 24,03 95.238 83,71
5 Lainnya. 72.010 78.580 9,12 71.191 -9,40 72.312 1,57
Jumlah 571.51
2
590.171
l
581.99
8
603.10
3
Sumber : Sakernas (Survei Tenaga Kerja Nasional)
Penempatan tenaga kerja Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)
Kabupaten Pati selama kurun waktu 2007-2011 bersifat fluktuatif.
Pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja AKAD mencapai 159 orang.
Tenaga kerja AKAD sebagian besar adalah laki-laki yaitu sebanyak
154 orang, sementara tenaga kerja AKAD perempuan hanya
berjumlah sekitar 5 orang. Jumlah tenaga kerja Antar Kerja Lokal
(AKL) di Kabupaten Pati perkembangannya selama lima tahun
terakhir menunjukkan kecenderungan fluktuatif, mencapai puncak
pada tahun 2009 sebesar 617 orang, dan yang paling rendah di
tahun 2011 sebanyak 107 orang. Hal ini dikarenakan pada tahun
2011 tidak ada penerimaan CPNS. Dilihat dari jumlah penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri dari Kabupaten Pati
selama tahun 2007-2011 tiap tahunnya cenderung menurun, dengan
jumlah paling sedikit di tahun 2011 sebanyak 1.126 dan yang paling
tinggi di tahun 2007 sebanyak 3.269 orang terlihat pada Tabel 2.51
berikut:
Tabel 2. 51. Penempatan Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial
di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011 No Jenis Data 2007 2008 2009 2010 2011
1 Penempatan Tenaga Kerja
AKAD/AKL
a Antar Kerja Antar Daerah
Laki-laki 80 702 0 153 154
Perempuan 0 3 0 77 5
Jumlah (AKAD) 80 705 0 230 159
b Antar Kerja Lokal
Laki-laki 345 294 265 250 41
Perempuan 209 255 352 358 66
Jumlah (AKL) 554 549 617 608 107
2 PHK 46 21 16 28 11
5 Jumlah TK PHK 48 29 21 44 39
6 Kasus perselisihan tenaga
kerja 48 25 21 34 11
7 Kasus kecelakaan tenaga
kerja 158
8 Rata-rata Kebutuhan
Hidup Minimum 666.842,04 741.919,04 780.097,22 793.458,12 850.257,88
9 Rata-rata Upah Minimum
Regional 550.000 600.000 670.000 733.000 769.550
10
Rasio upah minimum
terhadap Kebutuhan
Hidup Layak (KHL)
89% 90% 92% 94% 97%
Hal II - 49
No Jenis Data 2007 2008 2009 2010 2011
11. TKI di Luar Negeri
(penempatan TKI) 3.269 1.293 2.704 1.636 1.126
a. Tenaga Kerja Wanita 2.614 1.062 920 946 489
b. Tenaga Kerja Pria 655 231 1.784 690 637
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati, 2011
Kabupaten Pati telah melakukan upaya strategis dan praktis yang
dapat dimanfaatkan oleh masyarakat (pencari kerja/pengangguran)
dalam rangka penyerapan tenaga kerja melalui program kerja AKL
(Antar Kerja Lokal), AKAD (Antar Kerja Antar Daerah) dan AKAN
(Antar Kerja Antar Negara). Upaya yang dilakukan dalam rangka
menanggulangi tindakan nakal dan tidak bertanggung jawab dalam
proses rekrutmen dan penempatan tenaga kerja baik dalam dan luar
negeri oleh oknum-oknum PPTKIS (Perusahaan Pengerah Tenaga
Kerja Indonesia Swasta) maupun LPTKS (Lembaga Penempatan
Tenaga Kerja Swasta) yang berakibat ketidakjelasan dalam
penempatan dan perlindungan terhadap keselamatan dan hak tenaga
kerja antar lain : sosialisasi dan pembinaan terhadap masyrakat
maupun pelaku (PPTKIS, LPTKS). Sudah banyak terjadi kasus tenaga
kerja baik di luar negeri melalui PPTKIS dan penempatan tenaga
kerja di dalam negeri melalui LPTKS yang direkrut dan ditempatkan
secara ilegal sehingga sangat merugikan tenaga kerja tersebut dan
berimbas pada kesan kurangnya perlindungan TKI oleh Pemerintah
dan penempatan tenaga kerja yang tidak terdaftar.
o. Koperasi Usaha Kecil dan Menengah
Berdasarkan data yang ada, pertumbuhan jumlah koperasi di
Kabupaten Pati rata-rata sebesar sebesar 2,5 %. Pada tahun 2007 jumlah koperasi sebanyak 827 unit meningkat menjadi 934 unit pada tahun 2011. Perkembangan ini cukup menggembirakan, mengingat
koperasi sebagai lembaga ekonomi rakyat yang manfaatnya langsung dirasakan oleh masyarakat. Walaupun demikian jumlah koperasi
tidak aktif dari tahun 2007-2011 cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 jumlah koperasi tidak aktif sebanyak 383 unit meningkat pada tahun 2010 menjadi 530 unit seperti pada Tabel
2.52: Tabel 2. 52.
Perkembangan Koperasi di Kab.Pati Tahun 2007 - 2011
Keaktifan Koperasi 2007 2008 2009 2010 2011
Koperasi Aktif 444 450 478 380 404
Koperasi Tidak Aktif 383 383 383 487 530
Jumlah 827 833 861 867 934
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Pati, 2011
Jenis koperasi yang berkembang di Kabupaten Pati cukup banyak.
Sampai dengan tahun 2011 Kabupaten Pati memiliki 20 jenis kopersi
yaitu KUD, Koppontren, Kopinkra, KOPTI, KPRI, Koperasi karyawan,
Koperasi Angkatan Darat, Koperasi Angkatan Kepolisian, Koperasi
Serba Usaha, Koperasi Pasar, Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi
Angkutan Darat, Koperasi Wanita, Koperasi Profesi, Koperasi Veteran,
Koperasi Wredatama, Koperasi Pepabri, Koperasi Pedagang Kakilima,
Koperasi Lain-lain, dan Koperasi Sekunder terlihat pada Tabel 2.53
dibawah ini:
Hal II - 50
Tabel 2. 53. Perkembangan Jenis Koperasi di Kabupaten Pati
Tahun 2007 - 2011
No Jenis Koperasi 2007 2008 2009 2010 2011
1 KUD 24 24 24 24 24
2 Koppontren 41 47 50 50 50
3 Kopinkra 29 29 29 28 28
4 KOPTI 1 1 1 1 1
5 KPRI 73 73 73 73 73
6 Koperasi karyawan 37 38 38 39 39
7 Koperasi Angkatan Darat 1 1 1 1 1
8 Koperasi Angkatan Udara 0 0 0 0 0
9 Koperasi Angkatan Kepolisian 3 3 3 3 3
10 Koperasi Serba Usaha 465 473 478 496 511
11 Koperasi Pasar 12 12 12 1 1
12 Koperasi Simpan Pinjam 14 7 22 12 63
13 Koperasi Angkutan Darat 2 1 1 1 1
14 Koperasi Wanita 16 18 19 20 20
15 Koperasi Profesi 1 1 1 1 1
16 Koperasi Veteran 1 1 1 1 1
17 Koperasi Wredatama 1 1 1 1 1
18 Koperasi Pepabri 1 1 1 1 1
19 Koperasi Pedagang Kakilima 8 9 9 9 9
20 Koperasi Lain-lain 96 92 96 103 104
21 Koperasi Sekunder 1 1 1 1 1
Jumlah 827 833 861 867 934
Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Pati, 2011
Usaha mikro, kecil, dan menengah banyak menyerap tenaga kerja,
dan secara riil juga memiliki multiplier terhadap sektor dan usaha
yang lain. Dalam perkembangannya UMKM dari tahun ketahun
mengalami peningkatan yang signifikan baik dari kuantitas maupun
jumlah tenaga yang terserap. Hal ini dapat kita lihat perkembangan
dari tahun 2008 jumlah UMKM sebanyak 21.072 buah dengan
tenaga kerja sebanyak 132.825 orang dan pada tahun 2011 jumlah
UMKM menjadi 28.284 buah dengan tenaga kerja yang terserap
sebanyak 231.790 orang. Berikut digambarkan kondisi UMKM dan
penyerapannya terhadap tenaga kerja di Kabupaten Pati tahun 2011
sebagaimana terlihat pada Tabel 2.54 berikut:
Tabel 2. 54. Jumlah UMKM dan Tenaga Kerja Yang Terserap
Tahun 2008-2011
Tahun UMKM Jumlah Tenaga Kerja Yang
Terserap
2008 21.072 132.825
2009 21.871 173.246
2010 25.346 210.718
2011 28.284 231.790 Sumber : Dinas Koperasi dan UMKM Kab. Pati 2011
p. Penanaman Modal
Urusan penanaman modal merupakan salah satu urusan penting
dalam pembangunan ekonomi di suatu daerah. Penanaman modal
merupakan trigger bagi penggerak ekonomi daerah dan katup
penyelamat bagi berbagai permasalahan ekonomi dan kesejahteraan.
Pertumbuhan penanaman modal di Kabupaten Pati selama kurun
waktu 2007-2011 menunjukkan kinerja meningkat. Undang-undang
Nomor 25 tahun 2007 tentang penanaman modal mengamanatkan
kepada kabupaten/kota dalam hal penanaman modal untuk (1)
Hal II - 51
Menyusun perencanaan penanaman modal; (2) Meningkatkan
fasilitas bagi peningkatan penanaman modal di kabupaten/kota; dan
(3) Meningkatkan kinerja perijinan dan pelayanan penanaman modal.
Menurut Perpres 27 tahun 2009-2014 mengatur kebijakan
tentang penanaman modal sebagai berikut :
1) Peningkatan deregulasi penanaman modal dan perijinan
penanaman modal di daerah.
2) Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) penanaman
modal di pusat dan daerah.
3) Meningkatkan pelayanan perijinan secara elektronik (on line).
4) Meningkatkan koordinasi bidang penanaman modal di daerah.
5) Mengurangi hambatan dan kendala perijinan dalam penanaman
modal di daerah.
6) Meningkatkan daya saing daerah dalam pengembangan
perekonomian daerah.
Berdasarkan ketentuan atau amanat undang-undang dan
perpres, serta arahan RPJMN tahun 2009-2014 maka pemerintah
Kabupaten Pati telah merespon dengan membentuk Unit Pelayanan
Perijinan Satu Pintu. Hambatan perijinan penanaman modal
dikurangi bahkan ditiadakan dengan adanya unit kerja ini. Namun
hasilnya belum menunjukkan kinerja yang meyakinkan dalam hal
penanaman modal.
Investasi PMDN di Kabupaten Pati selam kurun waktu 2007
sampai dengan tahun 2011 terdapat tiga puluh tiga (33) investor,
yaitu di bidang perindustrian dan perdagangan dengan total investasi
mencapai 421.572.256.914 Tenaga kerja yang terserap sebanyak
14.202 orang pada tahun 2011. Jumlah investasi PMDN di
Kabupaten Pati terlihat pada Tabel 2.55 berikut :
Tabel 2. 55. Investasi PMDN dan Tenaga Kerja Yang Terserap
Di Kab.Pati Tahun 2007 – 2011 No PMDN 2008 2009 2010 2011
1 Jumlah
perusahaan 8 8 8 9
2 Nilai Investasi
(000) 2.838.776.085.690 2.838.776.085.690 2.838.776.085.690 413.055.928.659
3
Jumlah Tenga
Kerja yang akan
Terserap
3.658 3.547 4.167 2.830
Sumber : KPPT Kabupaten Pati, 2011.
Kondisi rendahnya penanaman modal juga dipengaruhi oleh
rendahnya sarana dan prasarana pendukung penanaman modal.
Kondisi jalan, ketersediaan air, pergudangan, jarak antara pelabuhan
ekspor dengan lokasi dan sarana perekonomian mempengaruhi
minat investor menanamkan modal di Kabupaten Pati.
Berdasarkan keterangan dari Kantor Pelayanan Terpadu dan
Bagian Ekonomi, kendala investasi di Kabupaten Pati adalah
pelayanan perijinan investasi belum optimal disusul dengan
lemahnya kebijakan yang mendukung investasi daerah. Sarana
pendukung terutama jaringan jalan di Kabupaten Pati belum
memadai sampai ke pelosok daerah. Kondisi jalan masih sempit dan
banyak yang rusak. Di Kabupaten Pati juga belum banyak terdapat
Hal II - 52
pergudangan yang melayani perusahaan dalam mendistribusikan
barang produksinya. Promosi daerah sudah dilakukan melalui
berbagai event, namun hasilnya belum optimal. Hal ini karena
pelaksanaan promosi investasi daerah belum optimal. Materi untuk
investasi perlu diperbaharui agar lebih informatif dan menarik
investor.
q. Kebudayaan
Pembangunan di bidang kebudayaan pada Kabupaten Pati
meliputi pemeliharaan aset-aset peninggalan budaya yang bernilai
sejarah tinggi dan pembinaan kelompok-kelompok
kesenian/kebudayaan yang tumbuh subur di Kabupaten Pati. Di
Kabupaten Pati saat ini terdapat sejumlah benda dan situs
peninggalan kebuyaan masa lampau (purbakala) berupa arca, lingga,
petilasan, petirtaan, monumen, situs, masjid kuno, gereja kuno,
kelenteng, bangunan kuno dan makam kuno. Data dapat dilihat
pada Tabel 2.56 berikut:
Tabel 2. 56. Benda cagar budaya di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011
No. Benda Cagar Budaya Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Arca 4 4 4 4 4
2 Lingga 1 1 1 1 1
3 Petilasan 1 1 1 2 3
4 Petirtaan 0 0 0 6 6
5 Monumen 0 2 2 2 2
6 Situs 0 0 0 0 0
7 Masjid 8 8 8 8 8
8 Gereja 2 2 2 2 2
9 Klenteng 2 2 2 2 2
10 Bangunan Kuno 74 74 74 74 80
11 Makam Kuno 20 20 20 28 30
Jumlah 112 114 114 129 138
Sumber : Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olah Raga Kab. Pati, 2011
Pada beberapa tahun terakhir, di Kabupaten Pati tumbuh
sejumlah kelompok-kelompok kesenian, baik kelompok kesenian
tradisional maupun modern. Kelompok kesenian tradisional pada
tahun 2007 meliputi kelompok dalang/wayahg, tembang
jawa/karawitan, sintren, kuda kepang, campursari, tari tradisional,
kentrung, ketoprak, cokekan, ludruk, rebana, dan keroncong.
Sedangkan kelompok kesenian modern meliputi kelompok organ
tunggal, orkes dangdut, group band, sanggar tari modern dan
sanggar modelling. Pada tahun 2010 jumlah kesenian modern
sebanyak 64 buah, tetap sebanyak 64 buah pada tahun 2011. Jenis
kesenian modern Kabupaten Pati meliputi organ tunggal, group band,
tari modern dan sanggar modeling. Dengan demikian jumlah group
kesenian (seni tradisional dan modern) di Kabupaten Pati pada tahun
2011 berjumlah 64 group/kelompok sebagaimana terlihat pada Tabel
2.57 dan Tabel 2.58 berikut:
Hal II - 53
Tabel 2. 57. Perkembangan Kesenian Tradisional di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011 (buah)
No. Kesenian Tradisional Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Dalang/Wayang 23 23 23 23 23
2 Tembang Jawa/Krawitan 13 13 13 13 13
3 Sintren 0 0 0 0 0
4 Kuda Kepang 0 0 0 0 0
5 Campursari 19 19 19 19 19
6 Sanggar Tari Tradisional 7 7 7 7 8
7 Kentrung 0 0 0 0 0
8 Ketoprak 0 0 0 0 0
9 Cokekan 0 0 0 0 0
10 Ludruk 0 0 0 0 0
11 Rebana 4 4 4 4 4
12 Keroncong 6 6 6 6 6
Jumlah 72 72 72 72 73
Sumber : Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olah Raga Kab. Pati, 2011
Tabel 2. 58. Perkembangan Kesenian Modern di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011 (buah)
No. Kesenian Modern Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Organ Tunggal 12 12 12 12 12
2 Group Band 19 19 19 19 19
3 Orkes Dangdut 30 30 30 30 30
4 Sanggar Tari Modern 1 1 1 1 1
Sanggar Modeling 2 2 2 2 2
Jumlah 64 64 64 64 64
Sumber : Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olah Raga Kab. Pati, 2011
Selama ini pemerintah telah memperhatikan kehadiran
kelompok-kelompok kesenian tersebut, namun perhatian lebih besar
masih tetap diperlukan, supaya mereka mampu tumbuh dan
berkembang lebih baik, sehingga mampu memberikan kontribusi
terhadap kehidupan bangsa. Kelompok-kelompok kesenian tersebut
selama ini telah mendapatkan pembinaan dari pemerintah, hal ini
dapat dibuktikan oleh Kabupaten Pati yang telah mengirimkan duta-
duta budaya baik ke event di tingkat provinsi.
r. Pemuda dan Olah Raga
Data statistik menunjukkan bahwa penduduk Kabupaten Pati
tahun 2011 berusia 16-30 tahun mencapai 22,70 % (272.131 jiwa)
dari seluruh jumlah penduduk Kabupaten Pati (1.198.529 jiwa)
Kondisi yang demikian merupakan potensi bagi tersedianya aset
kader pemimpin, pelopor dan penggerak pembangunan. Potensi
pemuda yang cukup dapat menjadi pendorong dalam mewujudkan
keberhasilan pembangunan apabila potensi tersebut dikembangkan
secara baik dan berkelanjutan, sebaliknya apabila potensi cukup
besar tersebut tidak dikembangkan secara baik akan menjadi
hambatan serta menimbulkan permasalahan-permasalahan yang
Hal II - 54
menyangkut pemuda seperti penyalahgunaan narkoba, kenakalan
remaja maupun tindakan kriminal.
Pembangunan kepemudaan dilaksanakan dengan memfasilitasi
aktivitas kepemudaan baik lintas internasional, nasional, provinsi,
kabupaten/kota maupun kecamatan. Fasilitasi aktivitas kepemudaan
dilaksanakan dalam rangka mewujudkan pemuda yang kreatif,
inovatif serta memiliki jiwa kewirausahaan.
Peran organisasi kepemudaan sangat penting dan strategis,
melalui organisasi kepemudaan diharapkan penyaluran bakat dan
minat di kalangan generasi muda untuk mengembangkan kapasitas
dirinya dalam berorganisasi maupun dalam mengembangkan
kepemimpinan dan kepeloporan dapat terwujud. Jumlah organisasi
kepemudaan yang ada di Kabupaten Pati sebanyak 26 organisasi
pemuda yang dikoordinir oleh Komite Nasional Pemuda Indonesia
(KNPI) cabang Pati. Jumlah tersebut tersebar di seluruh kecamatan
di Kabupaten Pati. Jumlah kegiatan kepemudaan pada tahun 2010
sebanyak 10 kegiatan.
Kondisi keolahragaan di Kabupaten Pati, baik olah raga prestasi
maupun olah raga masyarakat masih memerlukan perhatian
berkelanjutan. Sarana dan prasarana yang bertaraf nasional juga
belum banyak dimiliki oleh Kabupaten Pati. Di Kabupaten Pati
terdapat 21 organisasi olahraga. Peringkat Kabupaten Pati dalam
PORDA Provinsi Jawa Tengah naik dari peringkat 17 pada tahun
2007 menjadi peringkat 13 pada tahun 2011 dari 35
kabupaten/kota, sedangkan untuk prestasi POPDA Provinsi Jawa
Tengah untuk tingkat SD naik dari peringkat 15 pada tahun 2009
menjadi peringkat 7 pada tahun 2011, tingkat SMP naik dari
peringkat 7 pada tahun 2009 menjadi peringkat 4 pada tahun 2011
dan tingkat SMA/K naik dari peringkat 26 pada tahun 2009 menjadi
peringkat 4 pada tahun 2011.
s. Kesbangpoldagri
Perkembangan demokratisasi dan dinamika sosial dalam
masyarakat semakin baik semenjak dilaksanakan kebijakan otonomi
daerah sejak tahun 2001. Dinamika perubahan sosial terutama
ditandai oleh meningkatnya keterbukaan informasi publik,
meluasnya peran media massa baik dari televisi nasional, radio
nasional dan lokal yang mudah menjangkau wilayah lebih luas
dengan layanan streaming melalui internet di pedesaan.
Meningkatnya partisipasi politik masyarakat ditandai oleh
keberhasilan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada)
Gubernur Jawa Tengah tahun 2008 yang telah diselesaikan dalam
satu putaran, Pemilihan Umum Legislatif dan Pemilihan Presiden
secara langsung tahun 2009 diselesaikan satu putaran, serta
pelaksanaan Pemilukada Kabupaten Pati Tahun 2011 tingkat
partisipasi masyarakat mencapai 72% sedangkan dalam pelaksanaan
pemungutan suara ulang Tahun 2012 tingkat partisipasi masyarakat
menurun menjadi 65% hal ini disebabkan banyaknya warga pada
saat pencoblosan berada diluar daerah. Jumlah TPS di Kabupaten
Hal II - 55
Pati sebanyak 2.297 unit yang tersebar di 406 desa/kelurahan yang
melayani sebanyak 1.006.452 orang, pemilih perempuan lebih
banyak dibandingkan pemilih laki-laki, yaitu perempuan sebanyak
51,1% dan laki-laki 48,9 %. Dalam kegiatan tersebut rata-rata setiap
TPS melayani sebanyak 435. orang pemilih.
Keberhasilan dalam penyelenggaraan Pemilu ini karena kesiapan
KPUD, petugas pelaksana di KPPS dan petugas TPS di tingkat
desa/kelurahan serta partisipasi masyarakat yang baik. Hal yang
menggembirakan adalah tingkat partisipasi politik masyarakat dalam
penggunaan hak pilih termasuk kategori baik dan tidak timbul
konflik dalam masyarakat. Rata-rata tingkat penggunaan hak pilih
(electoral rate) antara 70 % dalam setiap kegiatan Pemilu, baik
Pemilukada Gubernur Jawa Tengah, Pileg dan Pilpres secara
langsung tahun 2009. Sedangkan dalam pelaksanaan pilkada tahun
2011 jumlah pemilih suara yang tidak menggunakan hak pilihnya
mencapai 34 %. Pemilih yang tidak aktif ini terutama masyarakat
desa, pemilih perempuan dan pemula yang belum mendapatkan
pendidikan politik, peningkatan kesadaran hukum dan pendidikan
kewarganegaraan yang erat kaitannya dengan pengembangan
demokratisasi.
Dari hasil Pemilu legislatif tahun 2009 telah terpilih sebanyak 50
orang anggota, terdiri dari 41 orang laki-laki dan 9 orang perempuan.
Anggota DPRD Kabupaten Pati masa bakti tahun 2009-2014 dengan
perincian PDI-P (12 orang), Partai Demokrat (8 orang), Golkar (5
orang), PKS (5 orang), PKB (4 orang), Gerindra (3 orang), PDP (3
orang), Partai Bulan Bintang (2 orang), PPI (2 orang), PPP (1 orang),
Hanura (1 orang), PAN (1 orang), PKPB (1 orang), Partai Pelopor (1
orang) dan PKNU (1 orang).
Banyaknya partai politik di Kabupaten Pati yang mendapatkan
kursi di DPRD sebanyak 15 partai dan peserta Pemilu tahun 2009
sebanyak 34 partai. Banyaknya organisasi massa (Ormas)
menunjukkan peningkatan dari sebanyak 37 partai pada tahun 2007
meningkat menjadi 69 partai pada tahun 2011. Sedangkan ormas
berbasis keagamaan terutama Agama Islam sebanyak 3 organisasi
pada tahun 2007 meningkat menjadi sebanyak 12 organisasi pada
tahun 2011 dan jumlah lembaga swadaya masyarakat dari tahun
2007-2011 sebanyak 3 lembaga organisasi yang melakukan kegiatan
pemberdayaan dan advokasi masyarakat dalam berbagai program-
program pembangunan daerah secara aktif dari total 76 lembaga
swadaya masyarakat yang ada. Upaya meningkatnya kesadaran
hukum dan Hak Asasi Manusia, peningkatan pemahaman warga
negara, terkait dengan kesadaran hidup bernegara, penegakan
hukum dan peningkatan ketahanan ideologi dan pemahaman dasar
negara dan ketahanan nasional.
Wilayah Kabupaten Pati secara geografis terletak di jalur utama
perekonomian Pantai Utara (Pantura) Jawa, sehingga memiliki
potensi gangguan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Mobilitas penduduk yang tinggi, transportasi yang padat di jalur
pantai utara menjadi salah satu penyebab adanya potensi gangguan
Hal II - 56
keamanan dan ketertiban di wilayah tertentu perlu mendapatkan
perhatian. Gambaran tentang gangguan keamanan dan ketertiban di
Kabupaten Pati, dapat dikemukakan sebagaimana Tabel 2.59
berikut :
Tabel 2. 59. Kejadian Gangguan Kamtibmas di Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011
No Gangguan Keamanan dan
Ketertiban 2007 2008 2009 2010 2011
1 Pencurian/Perampokan 163 89 79 177 183
2 Unjuk rasa 26 24 27 29 25
3 Kejadian Pembunuhan 4 2 2 6 1
Sumber data : Kantor Kesbangpolinmas Kab Pati, 2011
Tingkat kriminalitas dalam masyarakat di Kabupaten Pati
termasuk rendah, hal ini diketahui dari kejadian pencurian,
perampokan dan pencurian sangat sedikit dibandingkan dengan
jumlah penduduk. Upaya peningkatan keamanan dan ketentraman
dalam masyarakat ditunjang pelayanan polisi yang bertugas di setiap
Polsek di Wilayah Kabupaten Pati dan partisipasi masyarakat.
Keamanan dan ketentraman dalam masyarakat di masing-masing
desa/kelurahan dilakukan melalui sistem keamanan lingkungan
(Siskampling) dan Program Kemitraan Polisi dengan masyarakat.
Angka kriminal dapat dilihat pada Tabel 2.60 berikut :
Tabel 2. 60.
Angka Kriminal Kabupaten Pati 2011(Kasus) No Kasus Kejadian Tertangani
1 Tindak Pidana Menonjol
a. Pencurian dengan pemberatan(curat) b. Pencurian dengan kekerasan(curas)
c. Pencurian kendar bermotor(curanmor)
d. Anirat
e. PBK/KBK
f. Pembunuhan
g. Pemerkosaan h. Kenakalan remaja
i. Peredaran uang palsu(upal)
j. Penyalahgunaan narkoba
k. Unjuk rasa
l. Pelanggaran lingkungan hidup m. Dokumen palsu
n. Kekerasan dalam rumah tangga
o. Penculikan
p. Pemerasan
q. Pengrusakan
r. Penggelapan s. Perjudian
t. Penipuan
80 23
80
0
0
1
3 0
2
10
25
- -
-
-
-
-
- -
-
42 18
11
0
0
1
2 0
1
4
25
- -
-
-
-
-
- -
- Sumber data : Kantor Kesbangpolinmas Kab Pati, 2011
Dalam upaya peningkatan ketahanan masyarakat dalam
menanggulangi masalah keamanan, ketertiban, penyakit masyarakat
(Pekat) dan pencegahan bencana semakin ditingkatkan melalui
Perlindungan Masyarakat (Linmas) sampai di tingkat desa dan
kelurahan. Sampai tahun 2010 jumlah linmas yang ada di
Kabupaten Pati adalah sebanyak 11.694 personil.
Wilayah Kabupaten Pati memiliki potensi bencana alam, antara
lain banjir di wilayah dataran rendah dan wilayah pantai mengalami
pasang naik. Bencana terkait dengan kekeringan cenderung semakin
Hal II - 57
meluas, angin ribut, tanah longsor (di wilayah pegunungan),
kebakaran hutan, untuk itu diperlukan kesiapan aparat pemerintah
dan stakeholder yang lain untuk tanggap terhadap bencana sehingga
resiko bencana dapat dikurangi. Kejadian bencana alam di
Kabupaten Pati yaitu kejadian banjir yang mengakibatkan kerusakan
rumah, terjadi pada tahun 2010 dengan korban sebanyak 44 unit
rumah dan kejadian Tahun dengan korban sebanyak - unit rumah.
Jumlah kerugian akibat bencana alam terbesar pada tahun 2006
dengan jumlah kerugian diperkirakan Rp. 62.936.755,00 Hal yang
perlu ditingkatkan adalah kapasitas masyarakat dalam menghadapi
bencana di wilayahnya.
t. Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Adminitrasi Keuangan
Daerah, Kepegawaian dan Persandian
1) Otonomi Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) No.38 tahun
2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah Kabupaten/Kota. Maka pemerintah Kabupaten Pati
melaksanakan urusan kewenangan sebanyak 26 urusan wajib dan
8 urusan pilihan. Penyelenggaraan urusan tersebut setiap tahun
dilaporkan kepada pemerintah provinsi dan pusat serta
masyarakat dalam bentuk Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)
dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
(ILPPD) sebagaimana diatur dalam PP Nomor 3 tahun 2007
tentang Pedoman Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjwaban
Kepala Daerah Kepada DPRD, Dan Informasi Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat.
Penyelenggaraan urusan tersebut tidak terlepas dari
kemampuan daerah dalam menangani 34 urusan, baik
kemampuan pembiayaan, sumberdaya aparatur sampai
desa/kelurahan, kelembagaan daerah maupun potensi lain yang
dimiliki daerah merupakan faktor yang mempenagruhi kapasitas
daerah. Penyelenggaraan pemerintahan daerah menyangkut
segenap urusan kewenangan pemerintah daerah (urusan rumah
tangga daerah, dekonsentrasi dan tugas pembantuan) harus
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan yang baik
telah disusun Perda, sejak tahun 2007-2011 telah tersusun
sebanyak 76 buah, dalam rangka menyesuaikan dengan
perundangan yang baru dengan perincian sebagaimana pada
Tabel 2.61 berikut :
Hal II - 58
Tabel 2. 61. Jumlah Peraturan Daerah di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011
No Tahun Perda (buah)
1. 2007 25
2. 2008 15
3. 2009 22
4. 2010 9
5. 2011 5 Sumber : Bag. Hukum Setda Pati, 2011
Pembaruan Perda dan Perbup dalam rangka peningkatan
kinerja pemerintahan daerah, pelayanan publik dan kepastian
hukum dalam masyarakat. Program legislasi daerah ditujukan
untuk meningkatkan kelengkapan peraturan perundangan di
daerah dan kepastian hukum yang disesuaikan dengan prioritas
pembangunan dan upaya peningkatan pelayanan umum, perijinan
usaha dan promosi investasi di daerah.
Untuk meningkatkan pelayanan publik dan standar kinerja
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, baik dengan
penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bagi urusan
kewenangan wajib dan standar kinerja bagi urusan pilihan. Kepala
Pemerintah kabupaten/kota telah ditetapkan lima belas (15)
urusan wajib yang telah disahkan oleh masing-masing kementrian
teknis, sebagai berikut :
a) Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 62 tahun 2008 tentang
SPM Bidang Pemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota;
b) Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor
22/PERMEN/M/2008 tentang SPM Bidang Perumahan Rakyat
Dearah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
c) Peraturan Menteri Sosial Nomor 129/HUK/2008 tentang SPM
Bidang Sosial Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota;
d) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 741/MENKES tahun 2008
tentang SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota;
e) Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Nomor 01 tahun 2009 tentang SPM
Terpadu Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana
Perdagangan Orang dan Penghapusan Eksploitasi Seksual
pada Anak dan Remaja di Kabupaten/Kota, dan Peraturan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Nomor 01 Tahun 2010 tentang SPM Bidang Layanan Terpadu
Bagi Perempuan dan anak Korban Kekerasan (Provinsi dan
Kabupaten/Kota);
f) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 19 tahun 2008
tentang SPM Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan
Daerah Kabupaten/Kota;
g) Peraturan Kepala BKKBN Nomor 55/HK-010/B5/2010 tentang
SPM Bidang Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera di
Kabupaten/Kota;
Hal II - 59
h) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 15 tahun 2010
tentang SPM Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota;
i) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
PER.04/MEN/VI/2011 tentang Perubahan Atas Lampiran
Permenakertrans No.PER.15/MEN/X/2010 tentang SPM
Bidang Ketenagakerjaan (Provinsi dan Kabupaten/Kota);
j) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010
tentang SPM Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
(Kabupaten/Kota);
k) Peraturan Menteri Pertanian Nomor
65/PERMENTAN/OT.140/12/2010 tentang SPM Ketahanan
Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota;
l) Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
PM/106/HK/501/MKP/2010 tentang SPM Bidang Kesenian
(Provinsi dan Kabupaten/Kota);
m) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor
22/PER/M.KOMINFO/12/2010 tentang SPM Bidang
Komunikasi dan Informatika di Kabupaten/Kota;
n) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM.81 Tahun 2011
tentang SPM Bidang Perhubungan Daerah Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota dan ;
o) Peraturan Kepala Badan Korodinasi Penanaman Modal No 14
Tahun2011 tentang SPM Bidang Penanaman Modal Provinsi
dan Kabupaten/Kota.
Pemerintah Kabupaten Pati, wajib menyusun capaian SPM
sesuai dengan ketentuan urusan kewenangan wajib tersebut.
Dalam peningkatan pelayanan publik maka masyarakat dapat
berpartisipasi dalam penilaian kinerja penyelenggaraan urusan
melalui monitoring capaian SPM dan pengukuran Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) dalam pelayanan yang diterima
masyarakat secara langsung.
Perubahan lingkungan strategis yang dinamis dan semakin
komplek akan mempengaruhi perencanaan pembangunan dan
pelayanan publik di daerah, terutama terkait dengan globalisasi
pasar modal, pelaksanaan Asian China Free Trade Area (AC-FTA)
pada tahun 2010 dan North Anerican Free Trade Area (NAFTA)
merupakan tantangan dalam upaya meningkatkan investasi di
daerah.
2) Pemerintahaan Umum
Penyelengaraan pemerintahan umum mengacu pada UU
Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Penyelenggaraan
pelayanan publik yang bersifat akunTabel, transparan dan
partisipatif berdasar pada prinsip-prinsip penyelenggaraan
kepemerintahan yang baik (good governance). Pelayanan publik
yang berkualitas mencerminkan citra kelembagaan SKPD dan
profesionalisme aparatur pemerintah daerah.
Peningkatan pelayanan publik yang lebih berkualitas
dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Pati dengan meningkatkan
Hal II - 60
pelayanan perijinan terpadu melalui Kantor Pelayanan Perijinan
Terpadu. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan
kalangan dunia. Demikian pula peningkatan pelayanan lainnya
yaitu peningkatan pelayanan pemadam kebakaran, pengelolaan
persampahan, air bersih dari PDAM semakin ditingkatkan dari
tahun ke tahun.
Peningkatan kerjasama antar daerah, baik antara pemerintah
daerah (kabupaten/kota dan provinsi) maupun kerjasama dengan
pihak ketiga lainnya semakin penting di masa mendatang dalam
rangka promosi potensi daerah, pengelolaan sumberdaya alam
dan pelayanan publik.
3) Administrasi Keuangan Daerah
Kondisi keuangan daerah dari tahun 2007-2011
menunjukkan peningkatan dalam hal pendapatan daerah yaitu
sebesar Rp.776.279.067.879,40 (2007) menjadi
Rp.1.229.009.231.288,00 (2011), sedangkan dalam hal belanja
daerah telah menunjukkan efisiensi dan efektivitas yang
menggembirakan. Namun demikian penerimaan dari Pendapatan
Asli Daerah jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan dari Dana
Perimbangan.Proporsi PAD terhadap total Pendapatan Daerah
dari tahun 2007-2011 hanya berkisar antara 8,91% hingga
11,23%, sedangkan proporsi Dana Perimbangan berkisar antara
65,91% hingga 83,35%. Dan proporsi untuk penerimaan dari
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah berkisar antara 7,74%
hingga 23,15%. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan
Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat masih tinggi.
Sumber pendapatan asli daerah yang terbesar adalah
Retribusi Daerah, selanjutnya pendapatan lain yang sah, pajak
daerah dan terakhir bagian laba usaha daerah. Pendapatan
daerah dari retribusi daerah di Kabupaten Pati menunjukkan
peningkatan yang baik dari baik dari sebesar Rp.
41.219.957.088,00 pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp.
21.566.328.278,00 pada tahun 2011. Pendapatan dari pos lain-
lain pendapatan asli daerah yang sah menunjukkan
perkembangan yang baik, yaitu sebesar Rp. 13.666.714.775,40
pada tahun 2007 meningkat menjadi sebesar Rp.
78.614.783.979,00 pada tahun 2011. Perincian masing-masing
unsure pendapatan asli daerah Kabupaten Pati sebagaimana
Tabel 2.62 berikut :
Tabel 2. 62.
Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Pati 2007−2011 (ribuan)
No Jenis
Pendapatan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Pajak Daerah 12.121.195.690 12.569.740.710 14.590.186.301 17.694.377.277 30.247.445.039
2 Retribusi
Daerah 41.219.957.088 50.983.552.927 55.228.144.260 17.156.556.961 21.566.328.278
3 Keuntungan
BUMD 2.144.507.856 2.856.445.877 5.188.880.787 4.233.018.283 4.047.004.327
4 Pendapatan 13.666.714.775 14.268.026.577 15.660.411.789 73.442.584.185 78.614.783.979
Hal II - 61
No Jenis
Pendapatan 2007 2008 2009 2010 2011
Lain yang
Syah
JUMLAH 69.152.375.409 80.677.766.092 90.667.623.138 112.526.536.706 134.475.561.623
Sumber : DPPKAD Kabupaten Pati, 2011
Keuangan daerah di Kabupaten Pati secara umum terbagi
menjadi tiga kelompok, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah
dan pembiayaan daerah. Pengelolaan keuangan dalam kurun
waktu lima tahun (2007-2011) diarahkan pada peningkatan
sebesar-besarnya pendapatan asli daerah untuk mewujudkan
kemandirian keuangan daerah untuk mengurangi ketergantungan
terhadap pemerintah pusat melalui intensifikasi pendapatan
daerah. Belanja daerah diarahkan pada pelaksanaan program-
program prioritas daerah yang menunjang pencapaian visi dan
misi daerah dengan prinsip efisiensi. Selain itu, juga dilakukan
pembinaan dan fasilitasi pengelolaan keuangan daerah serta
pengendalian dan pengawasan internal.
4) Aparatur Daerah
Penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Pati
dilaksanakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
sebanyak 1 Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD, 13 dinas, 5
badan, 1 inspektorat, 5 kantor, 1 Satpol PP, 2 RSUD, 81 UPT serta
21 kecamatan dan 5 kelurahan sesuai Perda SOTK Nomor 10
tahun 2008 dengan jumlah aparatur sebanyak 13.578 orang.
Untuk dapat meningkatkan pelayanan umum dan meningkatkan
efektivitas pemerintahan secara administrative, Kabupaten Pati
terbagi menjadi 21 kecamatan, 401 desa dan 5 kelurahan.
Peningkatan aparatur pemerintah desa/kelurahan semakin
ditingkatkan terkait pelayanan umum, kamtibmas dan
pembangunan desa/kelurahan. Jumlah RW (Rukun Warga)
sebanyak 1.436 unit dan RT (Rukun Tetangga) sebanyak 7.551
unit.
Jumlah aparatur pemerintahan adalah pegawai negeri sipil
(PNS) pada tahun 2011 sebanyak 13.578 orang, sebagian besar
terdirI dari laki-laki sebanyak 7.255 orang (53%) dan perempuan
sebanyak 6.323 orang (47%). Berdasarkan jenis jabatan diketahui
jabatan struktural sebanyak 821 orang, jabatan fungsional khusus
8.600 dan fungsional umum sebanyak 4.157 orang. Data dapat
dilihat pada Tabel 2.63 berikut:
Tabel 2. 63.
Jumlah PNS Dirinci Menurut Golongan Kabupaten Pati 2007 −2011
Tahun Gol I
(orang)
Gol II
(orang)
Gol III
(orang)
Gol IV
(orang)
Jumlah (orang)
2007 245 2.581 5.938 3.879 12.643
2008 406 2.848 6.098 3.876 13.228
2009 397 2.655 6.056 3.911 13.019
2010 412 3.353 4.573 5.299 13.637
2011 366 3.403 4.196 5.613 13.578
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Kab. Pati, 2011
Hal II - 62
Berdasarkan kepangkatan dan golongan kepegawaian maka
sumber daya aparatur pemerintah daerah termasuk baik sekali,
berdasarkan kondisi tahun 2011 diketahui bahwa sebagian besar
termasuk Golongan III sebesar 31% dan Golongan IV 41% dari
jumlah aparatur sebagaimana tergambar pada Tabel 2.64 berikut:
Tabel 2. 64. Jumlah PNS Dirinci Menurut Eselon
Kabupaten Pati 2007 −2011 Tahun Eselon II Eselon III Eselon IV
2007 16 126 538
2008 15 126 514
2009 28 134 517
2010 23 165 626
2011 23 161 637
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Kab.Pati, 2011
Jumlah pejabat fungsional dari tahun 2007-2011
menunjukkan penurunan, dari sebanyak 12.869 orang (2007)
menjadi sebanyak 12.757 orang (2011) atau menurun sebanyak
112 orang, hal ini dikarenakan yang bersangkutan pensiun.
Kualitas PNS terlihat dari tingkat pendidikan yang ditamatkan.
Pendidikan formal PNS di Kabupaten Pati menunjukkan
peningkatan yang baik dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010
diketahui sebagian besar berpendidikan Sarjana (S1) sebanyak
3.777 orang atau 27,98 % dan berpendidikan Magister (S2)
sebanyak 431 orang (3,19%). Tabel 2.65 berikut menggambarkan
tingkat pendidikan PNS.
Tabel 2. 65. Jumlah PNS Dirinci Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan
Kabupaten Pati 2007 −2011 (orang) No Tahun SD SMP SLTA SM S-1 S-2 Jumlah
1 2007 498 766 4.980 3.455 3.927 125 13.751
2 2008 481 756 4.955 3.425 3.925 196 13.738
3 2009 467 705 4.798 3.105 3.841 183 13.099
4 2010 447 1.245 2.793 2.900 3.835 172 11.392
5 2011 405 682 4.962 3.170 3.874 485 13,578
Sumber: Badan Kepegawaian Daerah Kab. Pati, 2011
5) Persandian
Penyelenggaraan urusan persandian adalah untuk pelayanan
komunikasi dengan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan
pemerintah kecamatan maupun dengan kabupaten/kota lainnya,
Kabupaten Pati memiliki pelayanan persandian yang merupakan
bagian dari Bagian Umum Sekretariat Daerah. Pengelolaan
persandian belum optimal karena belum sepenuhnya ditangani
tenaga ahli persandian sehingga persandian masih sebatas sarana
komunikasi antar instansi pemerintah.
u. Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang mencakup
ketersediaan, distribusi dan konsumsi bahan pangan. Subsistem
ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk
Hal II - 63
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik dari segi kuantitas,
kualitas, keragaman dan keamanannya. Subsistem distribusi
berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien
untuk menjamin seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan
dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan
harga yang terjangkau. Subsistem konsumsi bahan pangan berfungsi
mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan secara nasional
memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalannya. Kondisi pada tahun 2011 terdapat Desa Mandiri
Pangan sebanyak 3 Desa dan jumlah Lumbung Pangan sebanyak 6
Unit serta Pola Harapan Pangan sebesar 8,4 %.
Ketahanan pangan di Kabupaten Pati tergolong cukup baik,
ditandai ketersediaan pangan yang mencukupi kebutuhan penduduk
khususnya komoditas beras, jagung, ubi kayu dan ubi jalar.
Ketersediaan beras di Kabupaten Pati pada tahun 2011 sebanyak
331.769 ton, sedangkan kebutuhan beras sebanyak 136.453 ton,
sehingga terdapat surplus beras sebanyak 195.316 ton. Surplus juga
terjadi pada komoditas jagung sebanyak 71.588 ton, komoditas
kacang hijau sebanyak 12.227 ton dan daging sapi sebanyak
1.256.696 ton pada tahun 2011. Sementara itu untuk komoditas
kedelai, kacang tanah, ubi jalar, telur dan susu mengalami defisit.
Pada tahun 2011 terjadi defisit untuk kedelai sebanyak 9.324 ton,
kacang tanah sebanyak 999 ton, ubi jalar sebanyak 6.098 ton, telur
sebanyak 491 ton, dan susu sebanyak 4,07 ton. Secara rinci
perkembangan neraca bahan pangan di Kabupaten Pati dapat dilihat
pada Tabel 2.66 berikut :
Tabel 2. 66.
Neraca Bahan Pangan di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Uraiann 2007 2008 2009 2010 2011
Rata-rata
Pertumbuhan
(%)
1 Penduduk (Jiwa) 1.247.881 1.256.182 1.265.225 1.198.529 1.194.501
2 Produksi (Ton)
Padi 385.163 502.150 528.036 609.506 524.951 1,37
Jagung 53.711 76.339 97.210 123.180 114.220 3,26
Kedelai 1.451 3.080 3.988 2.723 3.714 3,78
Kacang Tanah 3.538 4.248 3.776 4.377 3.364 -0,23
kacang Hijau 10.590 14.907 16.066 15.130 16.171 1,55
Ubi kayu 219.799 318.194 386.434 643.558 532.874 3,73
Ubi jalar 1.480 1.032 4.115 2.463 1.787 0,71
Daging 1.574.258 1.336.174 1.636.418 1.650.521 1.685.230 0,35
Telur 3.169 2.881 3.257 3.552 3.786 0,93
Susu 226.171 269.394 279.603 288.425 291 1,20
Gula 98.799 98.857 98.789 96.886 101.986 5,1
3 Ketersediaan
(Ton)
Beras 243.423 317.359 333.719 385.208 331.769 1,37
Jagung 42.969 61.071 77.768 98.544 91.376 3,26
Kedelai 1.320 2.803 3.629 2.478 3.380 3,78
Kacang Tanah 3.184 3.823 3.398 3.939 3.028 -0,22
Kacang Hijau 9.531 13.416 14.459 13.617 13.545 1,55
Ubi kayu 186.829 270.465 328.469 547.024 452.943 3,73
Hal II - 64
No Uraiann 2007 2008 2009 2010 2011
Rata-rata
Pertumbuhan
(%)
Ubi jalar 1.302 908 3.621 2.167 1.573 0,71
Daging 1.180,694 1.002.131 1.227.314 1.237.891 1.263.923 0,35
Telur 2.789 2.535 2.866 3.126 3.332 0,93
Susu 189,984 226.291 234.867 242.277 0,244 1,20
Gula 94.566 94.617 94.588 92.359 96.698 0,04
4
Tingkat
Konsumsi
kg/kap/tahun
Beras 146 142 135 125 120 -0,97
Jagung 38 38 38 36 36 -0,27
Kedelai 19,2 19,5 20 18,5 19 -0,05
Kacang tanah 12,0
12,3 12,5 13 13 0,40
kacang Hijau 2,4
2,4
2,5
1,8
2 -0,90
Ubi kayu
21
23
25
20
22 0,23
Ubi jalar
19,7
20,5
21
20
20 0,07
Daging
25,4
26,0
29,0
27,5
30 0,83
Telur
6,5
6,9
7,0
6,5
7 0,37
Susu
12,9
12,9
13
12,5
0,012 -0,02
Gula 7,5 7,5 7,5 7,7 8,0 7,8
5 Kebutuhan (Ton)
Beras 142.071 143.016 144.046 135.595 136.453 -0,20
Jagung 20.603 20.740 20.889 19.663 19.788 -0,20
Kedelai 13.228 13.316 13.411 12.625 12.704 -0,20
Kacang tanah 4.193 4.221 4.251 4.002 4.027 -0,20
Kacang Hijau 1.373 1.382 1.392 1.310 1.318 -0,20
Ubi kayu 70.256 70.723 71.232 67.053 67.477 -0,20
Ubi jalar 7.986 8.040 8.097 7.622 7.671 -0,20
Daging sapi 7.525 7.575 7.629 7.182 7.227 -0,20
Telur 3.981 4.007 4.036 3.799 3.823 -0,20
Susu 4.492 4.522 4.554 4.287 4,314 -0,20
Gula 89.117 89.205 89.224 89.301 89.315 0,01
6 Surplus/defisit
(Ton)
Beras 101.352 174.343 189.673 249.613 195.316 2,58
Jagung 22.366 40.331 56.879 78.881 71.588 4,56
Kedelai (11.908) (10.513) (9.782) (10.147) (9.324) -1,25
Kacang tanah (1.009) (398) (853) (63) (999) -0,08
Kacang Hijau 8.158 12.034 13.067 12.307 12.227 1,76
Ubi kayu 116.573 199.742 257.237 479.971 385.466 4,67
Ubi jalar (6.684) (7.132) (4.476) (5.455) (6.098) -0,49
Daging sapi 1.173.169 994.556 1.219.685 1.230.709 1.256.696 0,36
Telur (1.192) (1.472) (1.170) (673) (491) -3,51
Susu (4.302) (4.295) (4.319) (4.045) (4,070) -0,28
Gula 5.449 5.412 5.364 3.058 7.383 5,8
Sumber : Kantor Ketahanan Pangan Kab. Pati 2011
Berdasarkan penelitian dan standar nasional, rata-rata angka
kecukupan energi sebesar 2.200 k.kal/kap/hari, sedangkan angka
konsumsi energi di Kabupaten Pati sebesar 1.718 k.kal/kap/hari.
Dengan demikian masih diperlukan upaya untuk terus
meningkatkan cakupan konsumsi energi baik melalui upaya
pemenuhan maupun upaya diversifikasi pangan. Sedangkan angka
Hal II - 65
ketersediaan protein sebesar 57 gr/kap/hari, sedangkan angka
konsumsi protein rata-rata di Kabupaten Pati sebesar 48
gr/kap/hari.
v. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dan desa merupakan upaya yang
strategis dalam mewujudkan keberhasilan pelaksanaan
pembangunan, dengan pemberdayaan masyarakat desa dapat
mewujudkan kemandirian masyarakat desa dalam menggali potensi
untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Dalam
pemberdayaan masyarakat ada 3 aspek utama kegiatan
pemberdayaan yaitu : 1) pemberdayaan sumberdaya manusia (SDM),
2) pemberdayaan sosial ekonomi yang bertumpu pada potensi lokal
dan 3) pemberdayaan aspek lingkungan.
Pemberdayaan SDM menitikberatkan pada peningkatan kapasitas
masyarakat melalui kegiatan penyuluhan, pelatihan maupun
kegiatan lokakarya. Pemberdayaan sosial ekonomi menekankan pada
peningkatan usaha ekonomi produktif masyarakat melalui stimulan
bantuan modal, peralatan maupun manajemen usaha.
Pemberdayaan lingkungan pada hakekatnya menumbuhkan
kepedulian dan komitmen masyarakat untuk mewujudkan kondisi
lingkungan yang lebih baik dan berkualitas.
Selama kurun waktu lima tahun terus dilakukan kegiatan untuk
mencapai target yang ditetapkan. Target untuk urusan
pemberdayaan masyarakat dan desa adalah 1) meningkatnya
keberdayaan masyarakat pedesaan, 2) berkembangnya Lembaga
Ekonomi Pedesaan, 3) meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
membangun desa/kelurahan, 4) meningkatnya kapasitas aparatur
pemerintah desa/kelurahan dan 5) meningkatnya kapasitas
pemerintah desa/kelurahan dalam pemberdayaan masyarakat.
Terkait dengan pemberdayaan usaha kelompok ekonomi produktif
masyarakat selama tahun 2007-2011 mengalami peningkatan tiap
tahun, peningkatan kegiatan usaha ekonomi produktif masyarakat
desa tidak terlepas dari peran pemerintah daerah, provinsi dan pusat
yang mengimplementasikan kebijakan pengentasan kemiskinan
melalui program-program pemberdayaan masyarakat seperti Program
PNPM Mandiri Perkotaan dan Perdesaan, Program Teknologi Tepat
Guna (TTG), dan akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) bagi
pengembangan modal usaha ekonomi produktif masyarakat desa.
Secara empiris program-program tersebut memberikan manfaat
yang cukup besar dalam meningkatkan SDM, usaha ekonomi
produktif dan kualitas lingkungan, namun secara kuantitas program-
program tersebut belum mampu mengcover seluruh desa di
Kabupaten Pati. Hal ini terbukti jumlah kelompok usaha ekonomi
produktif tersebut apabila dibandingkan jumlah desa/kelurahan
yang ada masih jauh dari harapan.
Selanjutnya ditinjau dari kelembagaan atau kelompok-kelompok
masyarakat desa secara kuantitatif cukup besar namun secara
kualitatif kelompok-kelompok tersebut belum memberikan kontribusi
Hal II - 66
secara nyata dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan
pembangunan. Hal ini dikarenakan pembentukan kelompok-
kelompok masyarakat tidak didasari atas kebutuhan bersama
melainkan dibentuk karena adanya program-program pemberdayaan
desa baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten.
Peran masyarakat khususnya kaum perempuan dalam
pelaksanaan pembangunan belum sesuai harapan, rendahnya
keterlibatan perempuan tersebut disebabkan oleh rendahnya
kapasitas perempuan serta kurangnya akses perempuan dalam
setiap tahapan pembangunan di tingkat desa.
Dari aspek pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
masih banyak menghadapi kendala, hal ini dikarenakan kapasitas
dan kemampuan aparat dalam memberikan pelayanan sesuai dengan
tuntutan dan kebutuhan masyarakat belum sesuai harapan.
Oleh sebab itu pemerintah daerah merespon dan memberi
dukungan penuh terhadap berbagai program pemerintah khususnya
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) baik PNPM
Mandiri Perkotaan maupun PNPM Mandiri Perdesaan. Hal tersebut
diwujudkan dalam alokasi pendampingan maupun penunjang Dana
Urusan Bersama (DUB) program tersebut. Berikut disajikan data
jumlah lokasi PNPM di Kabupaten Pati sebagaimana Tabel 2.67
berikut :
Tabel 2. 67.
Persebaran Lokasi PNPM di Kabupaten Pati Tahun 2011
No PNPM Jumlah kecamatan Jumlah
Desa/Kelurahan
1 PNPM Perkotaan 4 kecamatan 101 desa
2 PNPN Perdesaan 17 kecamatan 305 desa
Sumber : Bapermades Kab. Pati, 2011
Aspek pelayanan masyarakat lain di bidang kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat adalah semakin banyaknya jumlah
lembaga pos pelayanan terpadu di tingkat masyarakat. Posyandu
melayani berbagai kegiatan di tingkat RT dan RW yang pada
umumnya dikelola oleh para kaum perempuan yang tergabung dalam
kelompok dasa wisma maupun pengurus Program Kesejahteraan
Keluarga (PKK). Dengan semakin berkembangnya kesadaran di
tingkat masyarakat akan kebutuhan pelayanan dasar tersebut, maka
jumlah posyandu setiap tahun semakin meningkat, seperti terlihat
pada Grafik 2.8 berikut :
Hal II - 67
1.552 1.552
1.547
1.584
1.598
1.520
1.530
1.540
1.550
1.560
1.570
1.580
1.590
1.600
2007 2008 2009 2010 2011JU
MLA
H P
OSY
AN
DU
( U
NIT
)T A H U N
Sumber : Profil Kabupaten Pati, 2011
Grafik 2.8.
Jumlah Posyandu Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
w. Statistik
Penyediaan data statistik untuk mendukung perencanaan
pembangunan daerah diselenggarakan melalui pengembangan sistem
pelayanan statistik nasional yang handal, efektif dan efisien,
sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 16 tahun 1997 tentang
Statistik. Berdasarkan pengelompokan kegunaan, terdiri atas
statistik dasar, statistik sektoral dan statistik khusus. Penyediaan
statistik dasar dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten
Pati melalui metode sensus (sensus penduduk, sensus ekonomi,
sensus pertanian dan sensus antar sensus), survei dilakukan antara
lain Sakerda, survei harga-harga 9 bahan pokok, perhitungan inflasi
dan kompilasi data produk dari masing-masing laporan SKPD, profil
kesehatan, profil pendidikan dan laporan hasil penelitian dan
pengkajian tentang potensi daerah dan lain-lain.
Sebagaimana disebutkan menurut Pasal 152 UU 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, data statistik yang diperlukan
meliputi data (1) penyelenggaraan pemerintahan daerah; (2)
organisasi dan tata laksana pemerintahan daerah; (3) kepala daerah,
DPRD, perangkat daerah dan PNS Daerah; (4) data keuangan daerah;
(5) potensi sumberdaya daerah; (6) produk hukum daerah (Perda dan
Perbup); (7) data kependudukan dan dinamika perubahannya serta
(8) informasi dasar kewilayahan serta informasi lain terkait dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Kegiatan penyusunan data statistik oleh pemerintah daerah
setiap tahun adalah Kabupaten Pati Dalam Angka, Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS), Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) Kabupaten Pati, Indikator Sosial Ekonomi, Sakerda, Indeks
Harga Konsumen dan inflasi di Kabupaten Pati. Sementara itu, data
statistik dari SKPD terkait, seperti Profil Kesehatan Daerah, Profil
Gender, Profil Pendidikan dilakukan melalui kerjasama secara
terpadu dan terprogram antar SKPD terkait.
Data statistik yang lengkap dan bersifat series akan mendukung
perencanaan pembangunan daerah, baik RPJPD, RPJMD, RKPD
maupun data pendukung sektoral lainnya. Manajemen penyimpanan
Hal II - 68
data secara elektronik di masa mendatang semakin penting sejalan
meningkatnya pengguaan data elektronik dengan sistem informasi
manajemen di berbagai bidang pembangunan daerah.
x. Kearsipan
Penyelenggaraan urusan kearsipan memiliki pengaruh yang
cukup signifikan bagi terciptanya tata pemerintahan daerah yang baik
(good governance). Dalam pelaksanaan urusan kearsipan tidak hanya
berkaitan dengan penyimpanan arsip semata namun mencakup
banyak hal, mulai dari pengumpulan arsip,
pengelolaan/penyelamatan arsip, penyimpanan arsip, hingga
pemanfaatan arsip.
Terkait dengan pengumpulan arsip, beberapa SKPD telah
berpartisipasi aktif dalam penyerahan dokumen arsip daerah yang
dilakukan melalui akuisisi kearsipan. Akuisisi arsip secara rutin pada
tahun 2007 dilakukan sebanyak 18 SKPD dan meningkat pada tahun
2011 menjadi 29 SKPD.
Dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan kearsipan,
pemerintah telah menyusun beberapa pedoman untuk pengembangan
sistem kearsipan antara lain pedoman penyelenggaraan kearsipan
untuk skala kabupaten, modul diklat manajemen arsip dinamis dan
modul pengembangan kearsipan. Pengumpulan beberapa
dokumen/arsip daerah selama 5 tahun terakhir selalu
memperlihatkan peningkatan atas dokumen/arsip yang berhasil
disimpan. Arsip yang bebentuk tekstual pada tahun 2007 tersimpan
sebanyak 21.190 berkas, pada tahun 2008 bertambah menjadi
22.515 berkas, dan tahun 2009 meningkat kembali menjadi 23.669
berkas. Pada 2 tahun berikutnya arsip tekstual yang tersimpan
semakin bertambah, tahun 2010 sebanyak 24.088 berkas dan hingga
tahun 2011 sudah mencapai 24.831 berkas. Beberapa arsip lain
sampai tahun 2011 yang tersimpan antara lain berbentuk kartografi
sebanyak 183 lembar, foto sebanyak 17.562 lembar, video 9 buah,
VCD 1.831 keping dan kaset rekaman suara sebanyak 62 buah.
Terkait pningkatan penataan kearsipan daerah telah
dilaksanakan kegiatan pelatihan/diklat tentang arsip yang diikuti
oleh beberapa SKPD dan kecamatan, pemantauan dan penyuluhan
penyelenggaraan arsip, sosialisasi kearsipan dan pameran kearsipan
untuk mendorong pemasyarakatan kearsipan. Kegiatan peningkatan
kapasitas SDM pengelola kearsipan dilakukan rata-rata 2 kali dalam
satu tahun.
Pemeliharaan dan perawatan arsip memiliki peranan yang penting
bagi terwujudnya kualitas arsip yang disimpan. Kegiatan
pemeliharaan arsip dilakukan antara lain dengan kamperisasi arsip
rutin setiap bulan dan labelisasi.
y. Komunikasi dan Informasi
Kewenangan pemerintah kabupaten dalam penyelenggaraan
urusan komunikasi dan informatika meliputi bidang pos dan
telekomunikasi, sarana komunikasi dan deseminasi informasi.
Hal II - 69
Sampai dengan tahun 2011, kewenangan Kabupaten Pati dalam
urusan Kominfo ini didukung oleh kantor pos selama 5 tahun
terakhir (2007-2011) tidak mengalami perubahan yaitu 19 unit.
Terkait dengan pelayanan di bidang telekomunikasi, jumlah
kapasitas Satuan Sambungan Telepon (SST) sentral sebanyak 12.300
SST, sedangkan kapasitas terpasang juga sama yaitu sebanyak
12.300 SST, sedangkan kapasitas yang terpakai atau jumlah
pelanggannya yaitu 10.230 SST. Untuk mendukung kegiatan
komunikasi keberadaan warung telekomunikasi (wartel) masih tetap
eksis jumlahnya mencapai 98 unit. Pemakaian internet di semua
SKPD sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
pelaksanaan pemerintahan kecuali kecamatan, namun demikian
layanan komunikasi dan informasi menggunakan internet di
perdesaan masih jauh dari harapan karena hampir sebagian besar
desa belum memiliki akses layanan internet.
Era komunikasi nir kabel yang semakin meluas semakin
mendorong masyarakat Kabupaten Pati memiliki alternatif
pemakaian telepon selular. Berdasarkan data PT. Telkom di
Kabupaten Pati, jumlah pelanggan telepon selular semakin
meningkat. Dengan terbitnya Undang-Undang No.11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, segala bentuk transaksi
yang dilakukan secara elektronik harus memperhatikan aturan-
aturan yang tercantum dalam undang-undang sehingga kerugian
yang dapat timbul dari pihak-pihak yang terlibat dapat ditekan
sekecil mungkin. Seiring dengan arus informasi yang semakin
beredar di masyarakat, pemerintah melakukan pengawasan dan
pengendalian terhadap informasi yang disajikan pada khalayak
umum sehingga potensi konflik yang muncul antara badan publik
dengan pemohon informasi dapat diperkecil.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah khususnya pasal 111 dan pasal
134 ayat (2) serta berdasarkan Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2010 tentang
Layanan Pengadaan Secara Elektronik, maka sejak tahun 2012
pengadaan barang/jasa di Pemerintah Kabupaten Pati telah
menggunakan Lembaga Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). Hal
tersebut tertuang dalam Keputusan Bupati Pati Nomor
048/040/2012 Tahun 2012 tentang Pembentukan Layanan
Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di Kabupaten Pati.
z. Perpustakaan
Kewenangan pemerintah kabupaten di bidang perpustakaan
adalah menyusun pedoman penyelenggaraan perpustakaan,
pengembangan jaringan perpustakaan, pengembangan SDM,
pelestarian koleksi daerah di tingkat kabupaten, pembinaan teknis
perputakaan, penyelamatan dan pelestarian koleksi nasional,
pengembangan jabatan fungsional pustakawan, dan pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan teknis di bidang perpustakaan.
Penyelenggaraan perpustakaan di tingkat kabupaten secara luas
Hal II - 70
dapat tergambar dari tingkat partisipasi dan kunjungan masyarakat,
perkembangan jumlah perpustakaan serta sarana dan prasarana
pendukungnya termasuk didalamnya adalah koleksi perpustakaan
dan kegiatan promosi perpustakaan dalam rangka meningkatkan
minat baca masyarakat.
Jumlah perpustakaan yang ada di Kabupaten Pati sampai tahun
2011 tercatat sebanyak 1.126 unit, yang terdiri dari 385 unit
perpustakaan milik pemda dan 741 unit perpustakaan non pemda.
Jumlah perpustakaan non pemda mengalami peningkatan dari tahun
ketahun, pada tahun 2009 tercatat hanya 935 unit dan tahun 2011
sudah mencapai 1.126 unit. Perpustakaan lain yang cukup eksis
antara lain adalah perpustakaan kecamatan, perpustakaan instansi
khusus dan perpustakaan agama, sedangkan untuk melayani
masyarakat yang tinggal di perdesaan serta daerah-daerah yang
terpencil saat ini sudah terdapat layanan perpustakaan keliling yaitu
sebanyak 3 unit armada keliling.
Tingkat kunjungan masyarakat ke perpustakaan dibutuhkan
dukungan sarana dan prasarana yang memadai, salah satu yang
penting adalah koleksi buku perpustakaan. Dilihat berdasarkan
koleksi bukunya, jumlah buku yang tersedia di perpustakaan umum
kabupaten cukup banyak ragamnya antara lain mulai buku fiksi,
karya umum, filsafat, buku agama, ilmu sosial, bahasa, ilmu murni,
ilmu terapan, seni, sastra dan buku-buku sejarah geografi. Dilihat
berdasarkan jumlahnya selama 5 tahun terakhir mulai tahun 2007-
2011 selalu mengalami peningkatan, pada tahun 2009 sebanyak
26.362 buku bertambah hingga mencapai 33.598 buku di tahun
2011. Beberapa majalah/tabloid juga tersedia yaitu majalah/tabloid
yang berkaitan dengan pertanian, kesehatan, perempuan, social dan
politik. Surat kabar yang tersedia tidak hanya surat kabar lokal saja
tetapi juga surat kabar nasional antara lain Suara Merdeka, Kompas
dan Jawa Pos.
2. Pelayanan Urusan Pilihan
a. Pertanian
1) Pertanian Tanaman Pangan (data produktivitas)
Produksi padi di Kabupaten Pati dalam kurun waktu 5
tahun (2007-2011) cenderung meningkat dengan pertumbuhan
rata-rata sebesar 1,37%. Pada tahun 2011 produksi padi
mencapai 524.951 ton. Pada tahun 2011 produksi jagung
mencapai 114.220 ton, cenderung meningkat dengan rata-rata
pertumbuhan sebesar 3,26 %, sehingga produksi padi dan
jagung yang besar ini telah mencukupi kebutuhan konsumsi
masyarakat (surplus beras dan surplus jagung) di Kabupaten
Pati.
Produksi kedelai pada tahun 2011 sebanyak 3.714 ton,
cenderung meningkat dari tahun-tahun sebelumnya dengan
rata-rata pertumbuhan 3.78 %. Jenis tanaman kacang hijau
mengalami fluktuatif produksi, dengan jumlah produksi
sebanyak 16.171 ton pada tahun 2011. Kondisi yang sama
Hal II - 71
juga terjadi pada ubi kayu, dengan produksi sebanyak 532.874
ton pada tahun 2011.
Perkembangan produksi tanaman pangan di Kabupaten
Pati selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.68 berikut :
Tabel 2. 68.
Produksi Tanaman Pangan Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Padi Sawah 380.628 495.009 519.685 588.951 524.951
2 Padi gogo 4.535 7.141 8.351 20.555 12.846
3 Jagung 53.711 76.339 97.210 123.180 114.220
4 Ketela Pohon 219.799 318.194 386.434 643.558 532.874
5 Ketela Rambat 1.480 1.032 4.115 2.463 1.787
6 Kacang Kedelai 1.451 3.080 3.988 2.723 3.714
7 Kacang Tanah 3.538 4.248 3.776 4.377 3.364
8 Kacang Hijau 10.590 14.907 16.066 15.130 16.171
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kab. Pati, 2011
Sayur-sayuran utama yang diproduksi di Kabupaten Pati
meliputi bawang merah dan cabe. Perkembangan produksi
sayur-sayuran di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 2.69
berikut :
Tabel 2. 69. Produksi Bawang Merah dan Cabe Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 (Kw) No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Bawang Merah 65.325 37.426 167.115 128.767 90.265
2 Cabe 6.672 9.549 27.395 15.951 26.644
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kab. Pati, 2011
Tanaman perkebunan utama di Kabupaten Pati meliputi
kelapa, kopi dan tebu. Perkembangan produksi berbagai jenis
tanaman perkebunan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
2.70 berikut :
Tabel 2.70
Produksi Tanaman Perkebunan Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 (Ton) No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kelapa Kopyor 860.035 943.599 974.654 846.647 795.359
2 Kelapa 20.506 24.624 26.601 3.529.234 3.544,218
3 Kopi 658 670,14 1.058,93 810,480 523,281
4 Tebu 49.421 49.592 1.719.987 49.145,34 52.326,092
Sumber : Profil Kabupaten Pati, 2011
2) Peternakan
Peternakan sangat berkembang di Kabupaten Pati,
terutama jenis ternak sapi potong, kerbau, kambing, domba,
ayam buras, ayam ras layer, ayam ras broiler, itik, burung
puyuh dan entok. Pemeliharaan sapi potong terkonsentrasi di
wilayah Kabupaten Pati selatan, ternak itik banyak dipelihara
Hal II - 72
di daerah Margotuhu Kec. Margoyoso. Jenis ternak lain
penyebarannya merata di semua wilayah.
Jenis ternak ruminansia yang populasinya paling banyak
pada tahun 2011 adalah kambing sebanyak 116.541 e.kor,
sedangkan untuk jenis ternak unggas adalah ayam buras
sebanyak 897.945 ekor. Populasi hewan ternak yang
mengalami peningkatan antara lain sapi potong, sapi perah,
kerbau, kambing, dan kelinci. Perkembangan populasi ternak
di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 2.71 berikut :
Tabel 2.71 Populasi Ternak di Kabupaten Pati
Tahun2007-2011 (ekor)
No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Sapi Potong 67.204 69.104 71.906 70.723 108.785
2 Sapi Perah 273 276 314 331 332
3 Kerbau 2.843 3.196 3.461 3.875 3.878
4 Babi 125 332 601 589 406
5 Kambing 104.108 111.609 107.675 110.988 116.541
6 Domba 41.344 27.859 28.993 29.886 12.424
7 Ayam Petelur 48.603 30.401 - 13.358 17.256
8 Ayam Pedaging - 825.339 - 528.121 475.334
9 Ayam Buras 1.065.468 869.702 907.313 877.795 897.945
10 Itik - 316.540 - 260.056 189.170
11 Entok - 37.297 - 39.917 42.132
12 Kelinci - - - 15.627 16.123
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kab. Pati, 2011
Populasi daging sapi, pada tahun 2011 kerbau kambing,
domba, ayam buras dan itik selama periode 2007-2011 ada
mengalami peningkatan cukup baik dan ada yang mengalami
penurunan yang mengalami kenaikan adalah komoditi sapi
kerbau dan ayam buras sedangkan lainnya mengalami
penurunan dengan rata-rata pertumbuhan tertinggi daging
kerbau 22,19 %, selanjutnya daging ayam buras 13,23 %,
daging sapi 0,50 %. Sementara itu produksi daging ayam ras
mengalami penurunan rata-rata 41,77 %. Jenis ternak yang
produksi dagingnya paling banyak di Kabupaten Pati berturut-
turut adalah daging sapi (1.667.832 kg), daging ayam ras
(1.071.642 kg) dan daging ayam buras (608.095 kg).
Perkembangan produksi daging masing-masing jenis ternak
secara rinci tercantum pada Tabel 2.72 berikut :
Tabel 2.72 Produksi Daging Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011 (Kg) No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kerbau 76.250 94.500 118.550 230.694 231.926
2 Kambing 799.545 295.960 582.672 558.496 401.622
3 Domba 225.675 222.335 133.429 106.051 111.088
4 Ayam Ras 1.692.044 498.739 432.962 913.370 1.071.642
5 Ayam Buras 241.893 670.358 606.734 662.265 608.095
6 Itik 75.254 33.451 24.268 94.515 129.432
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kab. Pati, 2011
Hal II - 73
Produksi telur ayam buras, ayam ras layer, itik dan burung
puyuh dalam kurun waktu lima tahun (2007-2011) terlihat
fluktuatif. Produksi telur terbanyak adalah pada jenis telur
ayam itik (1.611.064 kg), selanjutnya telur ayam buras
(1.500.417kg), telur ayam ras (179.869 kg) dan terendah telur
puyuh (169.259 kg). Produksi telur masing-masing jenis hewan
ternak dapat dilihat pada Tabel 2.73 berikut :
Tabel. 2.73 Produksi Telur Kabupaten Pati
Tahun 2009-2011 (Kg) No Indikator 2009 2010 2011
1 Ayam Ras 429.595 186.763 179.869
2 Ayam Buras 1.176.648 1.010.799 1.500.417
3 Itik 1.031.837 1.069.857 1.611.064
4 Puyuh 312.496 247.775 169.259
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Kab. Pati, 2011
b. Kehutanan
Tingkat ketertutupan hutan di Kabupaten Pati tergolong baik,
yaitu mencapai 38,8 % dari luas wilayah kabupaten, lebih tinggi
dari rata-rata Jawa Tengah yang hanya sebesar 27,8%. Luas hutan
negara di Kabupaten Pati sampai dengan tahun 2011 sebesar
22.273,5 ha, dengan komposisi terbesar berupa hutan produksi
17.998,1 ha dan hutan lindung sebesar 2.632 ha.
Luas hutan rakyat juga cukup besar yaitu mencapai 18.053
Ha, pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat, baik secara
swadaya maupun melalui kelompok tani hutan. Pengembangan
hutan rakyat selama ini difasilitasi oleh pemerintah, baik
Pemerintah Pusat melalui program GNRHL maupun pemerintah
Kabupaten Pati. Luas hutan rakyat meningkat seiring semakin
meningkatnya permintaan kayu rakyat terutama jenis sengon.
Data luas hutan dapat dilihat pada Tabel 2.74 berikut:
Tabel 2.74 Perkembangan Luas Hutan di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Hutan Negara 22.273,5 22.273,5 22.273,5 22.273,5 22.273,5
2 Hutan Produksi tetap
(ha)
17.998,1 17.998,1 17.998,1 17.998,1 17.998,1
3 Hutan Produksi
Terbatas (ha)
1.643,4 1.643,4 1.643,4 1.643,4 1.643,4
4 Hutan lindung (ha) 1.577,6 1.577,6 1.577,6 1.577,6 1.577,6
5 Hutan Rakyat (ha) 18.053 18.053 18.053 18.053 18.053
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Pati, 2011
Lahan hutan saat ini telah memberikan kontribusi terhadap
pendapatan masyarakat desa di sekitar hutan. Saat ini masyarakat
dapat memanfaatkan lahan hutan untuk penanaman palawija dan
empon-empon di bawah tegakan pohon tanaman hutan, dengan
harapan terjalinnya kemitraan dalam pengelolaan hutan antara PT
Perhutani dan masyarakat. Hutan juga memberikan jasa
lingkungan yang dimanfaatkan berbagai kalangan masyarakat.
Jasa lingkungan hutan di Kabupaten Pati antara lain sebagai
sumber air bersih yang dikelola oleh Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) Kabupaten Pati. Selain itu, beberapa perusahaan
Hal II - 74
air minum kemasan juga memanfaatkan air pegunungan untuk
diolah menjadi produk air minum kemasan. Untuk memelihara
kelestarian lingkungan hutan ini diperlukan penerapan jasa
lingkungan, melalui pengalokasian dana CSR beberapa
perusahaan pemanfaat air dari Kabupaten Pati untuk melakukan
penghijauan hutan dengan melibatkan masyarakat di sekitar
hutan.
Luas lahan kritis Kabupaten Pati mengalami penurunan dari
seluas 33.663 ha pada tahun 2007 menjadi seluas 28.637,35 ha
pada tahun 2010. Upaya mengurangi luasnya lahan kritis di
Kabupaten Pati telah dilakukan melalui program reboisasi, baik
melalui Gerakan Menanam Sejuta Pohon maupun GNRHL. Luas
lahan yang telah ditanami pada tahun 2007 seluas 1112,5 ha dan
pada tahun 2008 meningkat menjadi seluas 625 ha. Selain itu,
dilakukan pula penghijauan dengan luasan secara kumulatif
menjadi 5.075,75 ha pada tahun 2007, seluas 441,4 ha di tahun
2008, seluas 470,25 ha di tahun 2009, seluas 1.108 ha pada
tahun 2010 dan seluas 1.541,1 ha pada tahun 2011. Data luas
lahan kritis, lahan reboisasi, lahan penghijauan dan kerusakan
hutan dapat dilihat pada Tabel 2.75 berikut :
Tabel 2.75 Luas Lahan Kritis, Lahan Reboisasi, Lahan Penghijauan
dan Kebakaran Hutan di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011 (Ha)
No. Jenis Lahan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Lahan Kritis 33.663 33.109,1 32.013,85 30.638,35 28.675,35
2 Lahan Reboisasi 112,5 125 267,5 448 450
3 Lahan Penghijauan 441,4 470,25 1.108 1.515 1.541,1
4 Luas Kebakaran
Hutan - - -
-
Sumber: Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Pati, 2011
c. ESDM
Sesuai dengan amanat UU No. 30 tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan maka Pemerintah Kabupaten Pati dapat
merencanakan peningkatan penyediaan energi dan sumber tenaga
listrik untuk wilayah perdesaan dan kawasan terpencil, sesuai
dengan potensi sumber energi yang tersebut (misalnya tenag mikro
hidro, panas bumi, gas alam) dan lain-lain.
Banyaknya stasiun pompa bahan bakar umum (SPBU) sejak
tahun 2007-2011 sebanyak 20 unit yang menyalurkan premium
dan minyak solar. Sedangkan jumlah penyalur minyak tanah
sebanyak 7 unit dan cenderung semakin menurun, karena
penghapusan subsidi untuk minyak tanah. Jumlah stasiun
pengisian bahan bakar gas atau disebut Stasiun Pengisian Pompa
Bulk Elpiji (SPPBE) sebanyak 2 unit, yang menyalurkan kebutuhan
LPG untuk rumah tangga, hotel dan restoran serta memenuhi
kebutuhan dunia usaha. Namun masih banyak rumah tangga di
Hal II - 75
perdesaan dan sektor usaha mikro yang menggunakan kayu bakar
untuk memasak dan mengolah bahan makanan.
Banyaknya bahan bakar minyak (BBM) yang disalurkan pada
tahun 2007 meliputi premium sebanyak 60.018 kilo liter
meningkat menjadi sebesar 73.052 kilo liter pada tahun 2009,
sedangkan minyak tanah semakin berkurang, yaitu sebesar 40.700
kilo liter menjadi sebesar 1.680 kilo liter pada tahun 2009.
Banyaknya minyak solar yang disalurkan dari sebesar 41.618 kilo
liter pada tahun 2007 menurun menjadi sebesar 49.766 kilo liter
pada tahun 2009.
Mulai tahun 2008-2009 melalui program nasional telah
dilaksanakan konversi minyak tanah ke liquid petroleum gas (LPG)
sebagai bahan bakar untuk rumah tangga kecil dalam tabung
kemasan 3 kg dengan harga yang disubsidi dari APBN. Dengan
pengurangan subsidi untuk minyak tanah (kerosene) maka harga
jual minyak tanah sesuai harga pasar minyak dunia menjadi
sebesar Rp.8.000,00 per liter (2009) dan akan berfluktuasi sesuai
harga pasar minyak mentah di pasar dunia. Jumlah SPBE di
Kabupaten Pati sebanyak 2 unit dengan jumlah disalurkan pada
tahun 2008 sebanyak 60 metrik ton yang dipasarkan dalam
tabung dengan kapasitas 3 kg, 12 kg dan 50 kg.
Potensi pertambangan di Kabupaten Pati cukup besar,
terutama di wilayah selatan yang merupakan wilayah pegunungan,
mengandung berbagai bahan galian tambang, antara lain tras,
fosfat, batu gamping, batu kapur pasiran, tanah liat, sirtu dan
andesit. Potensi sumber tambang di Kabupaten Pati dapat dilihat
pada Tabel 2.76 berikut :
Tabel 2.76 Potensi Bahan Tambang di Kabupaten Pati
No Potensi Bahan
Tambang Kecamatan
Jumlah Produksi
(juta ton)
1 Tras Tlogowungu, Cluwak 12,6563
2 Fosfat Sukolilo, Kayen, Tambakromo 1,1284
3 Batu Gamping Sukolilo, Kayen, Tambakromo 790,2260
4 Batu Kapur
Pasiran
Pucakwangi, Winong 563,3250
5 Tanah Liat Sukolilo, Kayen, Tambakromo,
Winong, Pucakwangi, Jaken,
Jakenan,
758,8800
6 Sirtu Cluwak, Tayu, Gunungwungkal,
Gembong, Tlogowungu, Winong
14,4720
7 Andesit Tlogowungu 29.250
Sumber : DPU Kab. Pati, 2011
Potensi bahan tambang terbesar di Kabupaten Pati adalah
andesit di Kecamatan Tlogowungu dengan produksi sebesar 29.250
juta ton. Potensi bahan tambang terbesar selanjutnya yaitu
tambang batu gamping yang tersebar di 3 kecamatan, yaitu
Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo. Dengan total
produksi sebesar 790,2260 juta ton.
Hal II - 76
d. Pariwisata
Kabupaten Pati memiliki banyak potensi obyek wisata yang
dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan pariwisata sekaligus
sebagai sumber pendapatan daerah, meliputi obyek wisata alam
dan obyek wisata religius. Obyek wisata yang termasuk obyek
wisata alam pantai yaitu pantai dan pelabuhan Banyutowo Obyek.
Wisata alam pegunungan antara lain Gunungrowo Indah,
Agrowisata Kebon Jollong, Air Terjun Grinjingan Sewu dan
Sepletuk Jrahi. Sementara itu obyek wisata religius yaitu Makam
Syeh Jangkung, Makam K.H.Mutamakin, dan Makam Sunan
Prawoto.
Berbagai potensi obyek wisata tersebut masih belum didukung
dengan sarana dan prasarana pendukung yang memadai.
Dari berbagai jenis potensi obyek wisata di Kabupaten Pati,
terdapat sebanyak 1 (satu) obyek wisata daerah yang telah
memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah, yaitu
obyek wisata Gunungrowo Indah. Dari sekian banyak obyek
wisata, jenis obyek wisata yang paling diminati oleh masyarakat
adalah Gunungrowo Indah. Jumlah kunjungan wisatawan di
Kabupaten Pati dalam kurun waktu 5 tahun (2007-2011)
menunjukkan peningkatan dari sebanyak 911.424 orang pada
tahun 2007 menjadi 830.234 orang pada tahun 2011. Pengunjung
wisata semuanya adalah wisatawan nusantara, dari Kabupaten
Pati sendiri (wisatawan lokal) dan daerah sekitarnya.
Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan di Kabupaten Pati
dapat dilihat pada Tabel 2.77 berikut :
Tabel 2.77
Jumlah Obyek Wisata, Pengunjung Wisata dan Pendapatan Daerah dari Obyek Wisata di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011
No Kategori Satuan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1 Banyaknya obyek
wisata (OB) Unit 12 12 12 12 12
2 Jumlah Pengunjung
wisata Orang 911.424 530.530 958.279 825.491 830.234
3 Jumlah pendapatan
daerah dari OB Rp. 15.445.000 13.860.000 15.205.000 18.960.000 18.080.000
Sumber : Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olah Raga Kab. Pati, 2011
Lama tinggal wisatawan di Kabupaten Pati umumnya sangat
singkat, yaitu hanya satu hari. Hal ini disebabkan daya tarik obyek
wisata masih sangat kurang dan sebagian besar pengunjung
wisata adalah penduduk asli Kabupaten Pati yang jarak rumahnya
relatif terjangkau. Jumlah hotel di Kabupaten Pati tahun 2011
sebanyak 26 hotel bertaraf melati dengan kamar yang tersedia
sebanyak 706 kamar dengan tingkat hunian rata-rata 35%.
Sementara itu jumlah pengunjung hotel (penginap) sebanyak
25.597 orang pada tahun 2011 dengan lama menginap rata-rata 2
(dua) malam.
Pengeluaran wisatawan di Kabupaten Pati juga masih rendah,
karena tidak didukung dengan industri pariwisata yang menjadi
Hal II - 77
ciri khas daerah. Industri pariwisata di Kabupaten Pati belum
begitu berkembang. Jarang ditemui produk-produk industri khas
daerah yang dipasarkan di obyek wisata daerah. Pada saat-saat
tertentu saja masyarakat yang memanfaatkan obyek wisata untuk
menjual makanan dan minuman bagi para pengunjung. Industri
pariwisata belum mengarah pada pemasaran potensi produk
industri kreatif dan UMKM yang menjadi ciri khas Kabupaten Pati,
seperti kerajinan, hasil konveksi, makanan khas dan jasa-jasa.
Pemasaran pariwisata di Kabupaten Pati tergolong masih
sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari penyelenggaraan event
MICE (Meeting, Incentive travel, Conference and Exhibition) di
Kabupaten Pati yang sangat jarang, dan penyelenggaraan event
pariwisata dan partisipasi promosi pariwisata pada event berskala
regional, nasional dan internasional yang sangat sedikit. Padahal
Kabupaten Pati memiliki event budaya daerah, seperti Meron dan
Sedekah Laut.
Pemasaran pariwisata daerah juga belum didukung keberadaan
pusat pelayanan informasi kepariwisataan daerah. Selama ini
pusat pelayanan informasi pariwisata hanya berada di Dinas
Budaya, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga yang letaknya tidak
strategis, tidak berada di pusat kota. Jumlah obyek wisata yang
memiliki kelengkapan bahan promosi pariwisata juga masih sangat
terbatas.
e. Kelautan dan Perikanan
Kabupaten Pati memiliki potensi perikanan yang besar, baik
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Perikanan
tangkap di laut Kabupaten Pati dari tahun 2007 hingga tahun
2011 mengalami peningkatan produksi, dari 33.405.047 kg
menjadi 34.786.167 kg. Nilai produksi perikanan tangkap
cenderung meningkat dari sebesar Rp 155.665.147,- pada tahun
2007 menjadi Rp 191.822.340,- pada tahun 2011. Jika
dibandingkan potensi lestari perikanan sebesar 6.851.080 kg,
maka dapat disimpulkan bahwa di Kabupaten Pati telah terjadi
overfishing karena telah melampaui batas potensi lestari
perikanan. Perkembangan produksi perikanan tangkap di laut
dalam kurun waktu 5 tahun dapat dilihat pada Tabel 2.78 berikut :
Tabel 2.78 Produksi Perikanan Tangkap di Laut Kabupaten Pati
Tahun 2007 - 2011
No Uraian Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1. Produksi
Perikanan
Tangkap (kg)
33.405.047 31.472.063 35.377.479 34.846.244 34.786.167
2. Nilai Perikanan
Tangkap
(rupiah)
155.665.147 164.414.750 150.044.003 177.797.924 191.822.340
Sumber: Daerah Dalam Angka Kab.Pati, 2011
Berbeda dengan perikanan tangkap di laut, produksi perikanan
tangkap di perairan umum dalam kurun waktu 5 tahun sedikit
meningkat, dari sebanyak 108.682 kg senilai Rp 591.415.000,-
Hal II - 78
pada tahun 2007 menjadi 111.825 kg senilai Rp 923.568.000,-
pada tahun 2011. Data produksi dan nilai produksi perikanan
tangkap di perairan umum di Kabupaten Pati selengkapnya dapat
dilihat pada Tabel 2.79 berikut :
Tabel 2.79 Produksi Perikanan Tangkap di Perairan Umum
Kabupaten Pati Tahun 2007 - 2011 No Jenis Perikanan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Produksi (kg) 108.682 109.440 107.920 110.350 111.825
2 Nilai Produksi
(Rp 1.000)
591.415 578.147 769.902 894.587 923.568
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pati, 2011
Produksi perikanan budidaya air payau (tambak) di Kabupaten
Pati dalam kurun waktu 5 tahun (2007-2011) menunjukkan
peningkatan. Produksi perikanan budidaya air payau pada tahun
2007 hanya sebanyak 16.769.311 kg senilai Rp 168.398.919,-
Pada tahun 2011 produksi perikanan budaya air payau telah
mencapai sebanyak 34.786.167 kg senilai Rp 191.822.340
Beberapa komoditas perikanan yang dibudidayakan antara lain
ikan bandeng, udang windu, udang krosok, udang vanamel,
kepiting dan ikan rucah. Peningkatan produksi perikanan
budidaya air payau di Kabupaten Pati disebabkan adanya
penambahan luas tambak dari seluas 10.605 ha pada tahun 2007
menjadi 10.295 ha pada tahun 2010 dan tahun 2011 10.329
Penambahan luas tambak ini perlu diwaspadai agar tidak merusak
ekosistem mangrove yang dapat memicu terjadinya abrasi pantai.
Data jumlah produksi dan nilai produksi perikanan budidaya air
payau di Kabupaten Pati secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.80
berikut :
Tabel 2.80
Produksi Perikanan Budidaya Air Payau di Kabupaten Pati Tahun 2007 - 2011
No Jenis
Perikanan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Luas
tambak
10.605 10.744 10.296 10.295 10.329
2 Produksi
(kg)
16.769.311 16.646.267 17.483.000 23.996.320 25.121
3 Nilai
Produksi
(ribuan
Rp)
168.398.919 186.525.068 221.396.004 263.350.492 287.314.865
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, 2011
Produksi budidaya perikanan air tawar juga menunjukkan
peningkatan dalam kurun waktu 5 tahun (2007-2011), dari
sebanyak 16.769.311 kg atau senilai Rp 168.398.919,- pada tahun
2007 menjadi sebanyak 25.121 kg atau senilai Rp 287.314.865,-
pada tahun 2011. Pada tahun 2011 jenis ikan yang banyak
dibudidayakan adalah ikan lele (2.112.550 kg) dan ikan mas
(80.910 kg), lainnya berupa ikan tawes, ikan mujaer, ikan nila,
ikan kaper dan ikan bawal. Dalam kurun waktu 5 tahun terjadi
perubahan luas kolam budidaya, yaitu seluas 19,57 ha pada tahun
2007 naik menjadi 272 ha pada tahun 2011. Budidaya perikanan
air tawar di kolam diusahakan pada lahan seluas 272 ha yang
Hal II - 79
tersebar di seluruh kecamatan, dengan luasan terbesar di
Kecamatan Kayen (174 ha) dan Kecamatan Gabus (66 ha). Data
produksi dan nilai produksi perikanan budidaya di Kabupaten Pati
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.81 berikut :
Tabel 2.81 Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar di Kabupaten Pati
Tahun 2007 - 2011
No Uraian Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
1. Luas kolam (ha) 19,57 21 257,2 262 272
2. Produksi
perikanan
budidaya air
tawar (kg)
52.364 52.700 936.025 754.704 1.803.660
3. Nilai perikanan
air tawar (rupiah)
286.009 286.075 9.447.992 8.235.464 19.725.632
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, 2011
Dalam kurun waktu 5 tahun terjadi kenaikan jumlah nelayan
di Kabupaten Pati, yaitu dari sebanyak 6.197 orang pada tahun
2007 menjadi 6.248 orang pada tahun 2011. Dari jumlah nelayan
sebanyak 6.248 orang, 79,43% diantaranya termasuk nelayan
pandega (nelayan yang tidak memiliki kapal/perahu sendiri) dan
sisanya nelayan juragan. Perkembangan jumlah nelayan di
Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 2.82 berikut :
Tabel 2.82 Jumlah Nelayan di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011 (Orang)
No Jenis Nelayan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Nelayan Juragan 2.521 2.521 2.521 2.029 2.029
2 Nelayan Pandega 3.676 3.676 3.676 4.056 4.056
Jumlah 6.197 6.197 6.167 6.085 6.085
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, 2011
Tingginya potensi perikanan, baik perikanan laut maupun
perikanan darat belum diikuti dengan ekspor produk perikanan,
dukungan usaha pengolahan ikan dan tingkat konsumsi ikan
masyarakat. Usaha pengolahan ikan yang ada selama ini masih
bersifat tradisional dengan volume produksi kecil dan nilai produk
olahan ikan yang masih rendah. Tingkat konsumsi ikan
masyarakat yang rendah disebabkan oleh tingkat kesadaran
masyarakat yang masih rendah akan nilai gizi produk perikanan
bagi kesehatan.
Jumlah rumah tangga yang bergerak di bidang budidaya
perikanan air payau (tambak) sebanyak 9129 RTP, terdiri dari
sebanyak 1.483 RTP di Kecamatan Batangan, 1.326 RTP di
Kecamatan Trangkil, 1.179 RTP Kecamatan Margoyoso,1.125 RTP
Kecamatan Tayu,1.114 RTP Kecamatan Dukuhseti,366 RTP
Kec.Wedarijaksa dan terbanyak di Kecamatan Juwana sejumlah
2.556 RTP. Sementara itu budidaya ikan kolam terdiri dari
budidaya kolam campuran yang ditekuni oleh sebanyak 474 RTP
tersebar di 21 kecamatan, terbanyak di Kecamatan Kayen (196
RTP) dan Kecamatan Gabus (46 RTP) dan budidaya kolam lele yang
Hal II - 80
ditekuni oleh sebanyak 1.338 RTP tersebar di 21 kecamatan, yang
terbesar di Kecamatan Pati (288 RTP) dan Kecamatan Margorejo
(197 RTP). Rata-rata pendapatan pembudidaya ikan masih rendah,
sehingga belum dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya
ikan.
Sarana dan prasarana perikanan tangkap di Kabupaten Pati
antara lain Tempat Pelelangan Ikan (TPI), sebanyak 8 unit. Kapal
penangkapan ikan di Kabupaten Pati terdiri dari kapal motor dan
perahu motor tempel, kesemuanya berukuran di bawah 10 GT dan
layak untuk dioperasikan. Jumlah kapal dalam kurun waktu tiga
tahun (2007-2011) menunjukkan adanya penurunan dari
sebanyak 2.596 unit pada tahun 2007 menjadi 1.724 unit pada
tahun 2011. Dilihat dari komposisinya, kapal motor tempel masih
mendominasi kapal yang ada di Kabupaten Pati, yaitu mencapai
79,93 %. Perkembangan jumlah kapal motor di Kabupaten Pati
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.83 berikut :
Tabel 2.83 Jumlah Kapal di Kabupaten Pati
Tahun 2007 - 2011 No Jenis kapal 2007 2008 2009 2010 2011
1 Kapal Motor (unit) 418 418 350 350 346
2 Perahu Motor Tempel (unit) 2.178 2.178 2.178 1.813 1.378
3 Perahu tanpa motor (unit) - - - - -
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pati, 2011
Di Kabupaten Pati sampai dengan tahun 2011 luas kawasan
mangrove sebesar 125 ha. Sementara itu kerusakan pantai yang
terjadi berupa abrasi seluas 218 ha. Abrasi pantai ini terjadi pada
wilayah-wilayah yang pantainya terbuka secara langsung dengan
perairan laut. Untuk menghindari terjadinya abrasi pantai yang
lebih parah diperlukan pelestarian dan pengembangan kawasan
mangrove.
f. Perdagangan
Sarana perdagangan di Kabupaten Pati cukup lengkap. Sarana
perdagangan yang ada di Kabupaten Pati terdiri dari pasar induk,
pasar tradisional dan pasar (retail) swalayan. Jumlah pasar
tradisional lebih banyak daripada pasar (retail) swalayan.
Gambaran sarana dan prasarana perdagangan terlihat pada Tabel
2.84 sebagai berikut :
Tabel 2.84
Jumlah sarana dan Prasarana Perdagangan Kabupaten Pati tahun 2007– 2011
No Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
A Kategori Pasar
a. pasar induk - - - - -
b. pasar tradisional 33 33 38 38 38
c. Pasar retail (pasar
swalayan) 4 4 23 23 23
B Potensi Pasar Yang
Dikelola Pemerintah
Kabupaten
Jumlah Pasar (unit) 33 33 38 38 38
Hal II - 81
No Uraian 2007 2008 2009 2010 2011
Luas Pasar (m2) 195.566 195.566 195.566 195.566 195.566
Jumlah Toko (Unit)
Jumlah Kios (Unit) 998 998 998 998 998
Jumlah petak los (petak) 205 205 205 205 205
Jumlah los petak (petak) 2.429 2.429 2.429 2.429 2.429
Sumber: Disperindag Kabupaten Pati, 2011
Tabel di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2007-
2011 pertumbuhan sarana dan prasarana perdagangan relatif kecil
atau tidak ada perubahan berarti. Selama kurun waktu 2007-2011
pasar tradisional bertambah 5 unit dan pasar swalayan (retail)
bertambah 19 unit. Kondisi ini menunjukkan bahwa
perkembangan prasarana perekonomian di Kabupaten Pati relatif
cukup baik.
Dalam hal perdagangan, beberapa komoditas dari Kabupaten
Pati juga sudah menembus pasar internasional. Jenis produksi
tersebut umumnya pertanian dan perikanan seperti komoditas
udang windu kemasan. Adanya kegiatan ekspor komoditas
tersebut tidak diimbangi dengan kegiatan impor dari luar negeri
secara langsung. Hal tersebut dapat mengindikasikan sisi positif
yaitu dengan adanya surplus neraca perdagangan daerah karena
nilai ekspor yang tinggi dan nilai impor yang rendah. Berikut
disajikan Tabel 2.85 produksi ekspor dari Kabupaten Pati selama
tahun 2007-2011.
Tabel 2.85
Data Realisasi Ekspor Non Migas Kabupaten Pati 2007-2011
No
Nama
Perusahaan/Jenis
Komoditi
Volume(TON)/Nilai Ekspor(Juta Rp)
Negara Tujuan
2007 2008 2009 2010 2011
1 PT.KRISNA KUNINGAN
1.441.835 1.013.816 542.627 729.104 1.651.402 USA, MALAYSIA, JERMAN, INDIA, BELANDA, CZECH.,
2 PT.SIMPATI 9.618 JEPANG, JERMAN
3 PTP JOLONG 434.378 ITALY
4 PT.MISAJA
MITRA 86.143.821 48.013.700 48.945.867 53.047.150 48.926.826
JEPANG, DENMARK,
BELANDA
5
PT. GARUDA
FOOD PP JAYA
10.599.425 14.868.829 9.560.628 16.263.494 21.871.760
HONGKONG, MALAYSIA, SINGA[URA, KOREA,
BRUNEI, UEA, TAIWAN, BELANDA, NEW S W, AUSTRALIA
6 CV. MOJO
AGUNG 1.329.720 1,367,090 3.189.082 4.296.786 4.437.382
MALAYSIA, PILIPINA,
THAILAND.
7 PT. SINAR JAYA
30.772.619 54.479.280 28.894.890 29.745.567 31.438.299 MACAU, HONGKONG, SINGAPURA, MALAYSIA.
8
PT RAJAWALI
PERKASAFURN
22.008.540 21.148.202 3.542.527 5.152.907 4.844.016
FINLANDIA, SPANYOL, BELGIA, HONGKONG,
PERANCIS, BELANDA, ITALY, USA
9 PT KAYU PERKASA RAYA
3.548.698 3.232.505 3.831.647 4.547.475 4.384.681
ITALY, SWEDIA, USA,
LATVIA, CYPRUS, JERMAN, AUSTRALIAMESIR , HAWAI, NORWEGIA,
10 CV. RIMBA 5.273.441 11.763.342 BELGIA POLANDIA,
Hal II - 82
MAKMUR JERMAN , AUSTRALIA, RUSIA, BELANDA
11
CV. ASIA WOOD WORKING
INDT
7.050.624 4.027.838 506.760.000 529.095.40
0
JERMAN, ITALY, SLOVENIA, AUSTRALIA, UEA, NEWZEALAND,
SINGAPURA
12
PT. GUNA
NUSA ESA MANDIRI
4.967.544 18.874.271 21.209.562
MALAYSIA, USA, HONGKONG,
SINGAPURA, PILIPINA, BELANDA
Sumber: Disperindag Kabupaten Pati, 2011
g. Industri
Komposisi industri di Kabupaten Pati paling banyak adalah
industri kecil non formal, selanjutnya industri kecil formal,
industri menengah dan paling sedikit industri besar. Sampai tahun
2010 di Kabupaten Pati hanya terdapat dua industri besar yaitu
PT. Dua kelinci dan PT. Garuda Food dengan total nilai produksi
sebesar Rp. 32 milyar. Perkembangan industri di Kabupaten Pati
terlihat pada Tabel 2.86 sebagai berikut :
Tabel 2.86
Perkembangan Industri di Kabupaten Pati Tahun 2007 - 2011
No Indikator Satuan 2007 2008 2009 2010 2011
A Perkembangan
Industri
1 Industri Besar
Unit Usaha Unit 20 22 31 8 5
Nilai Produksi Rp. Jt 2.828.523 990 644.000 2.200.536
Tenaga Kerja
terserap orang 49.807 8.784 308 200
2 Industri Menengah
Unit Usaha Unit * * 16 16 16
Nilai Produksi Rp. Jt
Tenaga Kerja
terserap orang * * 510 520 550
Sumber: Disperindag Kab. Pati, 2011
Jumlah tenaga kerja pada industri menengah menunjukkan
peningkatan dari tahun 2007 hingga tahun 2011, sehingga mampu
memberikan kontribusi bagi pengurangan pangangguran di
Kabupaten Pati. Tenaga kerja terserap pada industri besar
mengalami penurunan dari tahun 2007 ke tahun 2011. Sementara
itu tenaga kerja yang terserap pada industri menengah mengalami
peningkatan.
Secara umum daya saing produk industri di Kabupaten Pati
masih kurang dengan produk dari daerah lain dan negara lain.
Harga produk dari Negara lain, khususnya China sebagian besar
lebih murah dibandingkan harga produk industri Kabupaten Pati.
Pemasaran produk industri kecil masih menghadapi kendala
dalam pemasaran, sehingga jangkauan pemasaran produk masih
terbatas. Produk industri di Kabupaten Pati yang telah diekspor
antara lain industri kacang atom dan udang windu kemasan.
Hal II - 83
h. Ketransmigrasian
Penyelenggaraan transmigrasi bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan transmigran dan masyarakat sekitarnya serta
peningkatan dan pemerataan pembangunan daerah. Sasaran
penyelenggaraan transmigrasi adalah meningkatkan kemampuan
dan produktifitas masyarakat transmigrasi, membangun
kemandirian dan mewujudkan integrasi di permukiman
transmigrasi, sehingga ekonomi dan sosial budaya mampu tumbuh
dan berkembang secara berkelanjutan. Penyelenggaraan
pembangunan transmigrasi mengalami perubahan dari supply
approach yang ditangani secara sentralistik menjadi demand
approach yang perencanaan dan pelaksanaannya dilaksanakan
oleh Pemerintah kabupaten/kota difasilitasi oleh Pemerintah
Provinsi. Perubahan kebijakan ini menjadikan pembangunan
transmigrasi tidak lagi diposisikan sebagai program pemerintah
pusat, tetapi sepenuhnya menjadi program pemerintah daerah
bersama masyarakat.
Gambaran kondisi pembangunan ketransmigrasian di
Kabupaten Pati selama kurun waktu 2007-2011 disajikan pada
Tabel 2.87 berikut ini :
Tabel 2.87 PerkembanganTransmigrasi di Kabupaten Pati
Tahun 2007 – 2011 No Indikator Satuan 2007 2008 2009 2010 2011
a. Jumlah Calon Transmigran
yang mendaftar
Jumlah Rumah Tangga KK 146 210 288 311 369
Jumlah Calon Transmigran Jiwa 436 640 901 871 1.066
b. Jumlah Transmigran yang
diberangkatkan
Berdasarkan Jenis
Transmigrasi
1 Transmigrasi umum
Jumlah Rumah Tangga KK 25 25 25 25 15
Jumlah Transmigran Jiwa 85 81 79 77 54
2 Transmigrasi Swakarsa
Mandiri
Jumlah Rumah Tangga KK 0 10 5 0 0
Jumlah Transmigran Jiwa 0 40 17 0 0
Jumlah Total
Jumlah Rumah Tangga KK 25 35 30 25 15
Jumlah Transmigran Jiwa 85 121 96 77 54
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga kerja dan Transmigrasi Kabupaten Pati, 2011
Jumlah calon transmigran terdaftar di Kabupaten Pati
selama kurun waktu 2007-2011 cenderung mengalami
peningkatan, pada tahun 2007 jumlah calon transmigran sebanyak
436 jiwa dan pada tahun 2011 sebanyak 1.066 jiwa. Demikian juga
jumlah transmigran yang diberangkatkan selama lima tahun
terakhir cenderung tetap sesuai dengan jumlah kuota dari
Kemenakertrans RI, pada tahun 2011 Kabupaten Pati
memberangkatkan transmigran sebanyak 54 jiwa.
Hal II - 84
Dilihat menurut jenisnya pada tahun 2011 transmigrasi yang
diberangkatkan dari Kabupaten Pati terdiri dari Transmigrasi
Umum ( 15 KK atau 54 RT). Jika dilihat berdasarkan daerah
tujuan transmigrasi, Provinsi Kalimantan Barat dan Bengkulu
adalah daerah yang paling banyak dituju. Selain itu Provinsi lain
sebagai daerah tujuan transmigrasi dari Kabupaten Pati adalah
Provinsi Kalimantan Tengah dan Provinsi Jambi.
Fasilitas bidang transmigrasi yang disediakan oleh pemerintah
Kabupaten Pati dalam melaksanakan penyebaran informasi
ketransmigrasian saat ini masih belum optimal, ditunjukkan
dengan belum tersedianya Pusat Informasi Ketransmigrasian,
Sistem Informasi Ketransmigrasian dan Jumlah Kegiatan
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Ketransmigrasian.
Selama 5 tahun Pemerintah Kabupaten Pati telah
melaksanakan kerja sama dengan daerah lain (MoU) sebanyak 6
MoU yaitu Pemerintah Kabupaten Kota Waringin Barat Prov.
Kalimantan Tengah (di lokasi Kumai Sebrang), Pemerintah
Kabupaten Kubu Raya Prov. Kalimantan Barat (di lokasi Terentang
Hulu SP.1), Pemerintah Kabupaten Kuburaya, Prov. Kalimantan
Barat (di lokasi Dabung), Pemerintah Kabupaten Bengkulu Selatan
Prov. Bengkulu (di lokasi Tanjung Aur II Kec. Pinoraya),
Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi Prov. Jambi (di lokasi Sungai
Gelam), Pemerintah Kabupaten Ketapang Prov. Kalimantan Barat
(di lokasi SEI Besar Kec. Hilir Selatan).
D. Aspek Daya Saing Daerah
1. Fokus Kemampuan ekonomi Daerah
Sebagai daerah agraris dan maritim Kabupaten Pati mempunyai
potensi yang besar dalam bidang pertanian/peternakan dan perikanan.
Hasil pertanian/peternakan serta perikanan sudah dikenal dan
dinikmati oleh berbagai daerah di luar Kabupaten Pati. Hal ini
sebenarnya menjadi daya pikat yang besar bagi para investor, akan
tetapi hingga saat ini masih belum banyak investor yang tergerak
berinvestasi pada bidang tersebut di Kabupaten Pati. Kurangnya promosi
dan penyebarluasan informasi menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Selain itu kurang dikemasnya secara menarik potensi tersebut
menjadikan para investor masih memandang sebelah mata potensi di
bidang pertanian/peternakan dan perikanan.
Kabupaten mempunyai penduduk usia produktif yang cukup tinggi,
805.650 jiwa atau sekitar 67,64% dari jumlah total penduduk Kabupaten
Pati. Hal ini juga sebenarnya merupakan potensi besar bagi para investor
yang berkeinginan mendirikan industri di Kabupaten Pati.
Selain di bidang pertanian saat ini baru dikembangkan konsep
klaster sebagai suatu pendekatan kebijakan baru dalam pengembangan
wilayah yang telah digunakan di berbagai negara baik negara maju
maupun negara berkembang, terutama dikaitkan dengan kesiapan suatu
wilayah meningkatkan daya saingnya dalam menghadapi regionalisasi
dan globalisasi. Klaster secara signifikan meningkatkan kemampuan
ekonomi daerah untuk membangun kekayaan masyarakat. Klaster
Hal II - 85
mampu bertindak sebagai pendorong inovasi, dimana keberadaan unsur-
unsur dalam klaster diperlukan untuk mengubah gagasan menjadi
kekayaan. Sejalan dengan itu, Kabupaten Pati pun telah
mengembangkan beberapa klaster, diantaranya:
1. Klaster konveksi di Ds. Kuryokalangan, Kec. Gabus;
2. Klaster Handycraft di Ds. Dukuhseti, Kec. Dukuhseti;
3. Klaster buah-buahan di Ds. Bageng, Kec. Gembong;
4. Klaster sutera alam di Ds. Regaloh, Kec. Tlogowungu;
5. Klaster makanan ringan di Ds. Trangkil, Kec. Trangkil;
6. Klaster bandeng air tawar di Ds. Talun, Kec. Kayen;
7. Klaster batik tulis bakaran di Ds. Bakaran, Kec. Juana;
8. Klaster kapuk randu di Ds. Karaban, Kec. Gabus;
9. Klaster pengolahan hasil laut di Ds. Bajomulyo, Kec. Juana;
10. Klaster kuningan di Kec. Juana
11. Klaster kopi di Ds. Sitiluhur, Kec. Gembong; dan
12. Klaster tapioka di Kec. Margoyoso.
Dengan sistem klaster ini, diharapkan potensi lokal dan kekhasan
daerah Pati bisa dikembangkan dan mendongkrak daya saing daerah
sehingga pada muaranya mendorong pertumbuhan ekonomi.
Selain itu strategi melakukan reformasi pelayanan publik,
memperbaiki kualitas produk dan jasa pelayanan publik termasuk
jaminan keamanan, serta kerjasama dengan daerah lain diharapkan juga
akan meningkatkan daya saing daerah.
2. Fokus Fasilitas Wilayah/Infrastruktur
a. Kondisi Infrastruktur
Kondisi prasarana jalan Kabupaten Pati dilalui jalur pantura yang
merupakan jalan nasional dan provinsi dengan panjang jalan nasional
34,208 km dan jalan provinsi sepanjang 107,19 km sedangkan
panjang jalan kabupaten yang menghubungkan pusat ibukota
Kabupaten Pati dengan seluruh wilayah kecamatan sepanjang 812,72
km (data BPS Kabupaten Pati 2011). Sementara itu pelayanan
pergerakan antar daerah di Kabupaten Pati dilayani oleh Bus Antar
Kota Antar Provinsi (AKAP), Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) dan
kendaraan umum berupa angkutan pedesaan, serta angkutan tidak
bermotor (becak dan dokar). Jumlah bus AKAP tahun 2011 sebanyak
63 unit. Sementara itu untuk perkembangan bus AKDP tahun 2011
sebesar 131 unit.
b. Fasilitas Penunjang
Salah satu fasilitas penunjang perkembangan wilayah adalah
hotel. Jumlah hotel di Kabupaten Pati tahun 2011 sebanyak 26 Hotel
bertaraf melati dengan kamar sebanyak 706 kamar dengan tingkat
hunian rata-rata 35 %. Sementara itu jumlah pengunjung hotel
(penginap) sebanyak 25.597 orang pada tahun 2011 dengan lama
menginap rata-rata 2 (dua) malam.
Hal II - 86
c. Jaringan Listrik
Tingkat elektrifikasi desa di Kabupaten Pati sejak tahun 2011
telah mencapai 86,9%, seluruhnya pelayanan listrik untuk rumah
tangga dan kegiatan usaha dilayani oleh PT. Perusahaan Listrik
Negara (PLN) (Persero) jaringan interkoneksi Jawa-Bali. Jumlah
jaringan/instalasi listrik tahun 2011 sebanyak 13 unit, dengan
keluarga yang menggunakan listrik (pelanggan) sebanyak 286.314
KK. Pada tahun 2012 jumlah jaringan/instalasi listrik masih sama
seperti tahun 2011, keluarga yang menggunakan listrik (pelanggan)
sebanyak 289.355 KK. Sebagian besar pelanggan listrik termasuk
pelanggan rumah tangga kecil (R-1) dengan daya terpasang sampai
dengan 1.300 watt.
d. Ketaatan Terhadap RTRW
Dalam rangka memenuhi amanat Undang-undang No.26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Pemerintah Kabupaten Pati telah
menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Pati Nomor 5 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Pati Tahun 2010-
2030. RTRW merupakan landasan umum dalam pemanfaatan dan
pengendalian pemanfaatan ruang serta menjadi salah satu dasar
perencanaan pembangunan di Kabupaten Pati yang secara rinci
dituangkan dalam indikasi program.
Sebagai peraturan daerah dan landasan operasional pengendalian
pemanfaatan ruang, khusunya proses perizinan diperlukan rencana
tata ruang yang bersifat lebih rinci yaitu rencana detail tata ruang
dan peraturan zonasi.
3. Fokus Iklim Berinvestasi
Dalam melakukan penanaman investasi di suatu daerah para
investor melihat kondusifitas dan kemudahan berusaha di daerah
tersebut. Kondusifitas satu daerah dapat diukur dari keamanan
lingkungan, antara lain angka kriminalitas dan demonstrasi. Angka
kriminalitas di Kabupaten Pati dalam kurun waktu 2007-2011
mengalami fluktuasi dan angka kriminalitas tertinggi terjadi pada tahun
2008. Perkembangan jumlah kasus kriminalitas dan kasus demonstrasi
yang terjadi di Kabupaten Pati dapat dilihat pada Tabel 2.88 berikut :
Tabel 2.88 Perkembangan Kasus Kriminalitas dan Demonstrasi Kabupaten Pati
Tahun 2007-2011
No Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
1 Jumlah Kasus Kriminal 293 403 167 335 182
2 Jumlah Demonstrasi dalam 1 tahun 26 24 27 29 25
Sumber : Kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Pati, 2011
Rata-rata proses perijinan memerlukan waktu 12 hari mulai tahun
2007. Macam pajak dan retribusi daerah sampai tahun 2011 mencapai
24 macam pajak dan retribusi daerah sebagaimana terlihat pada Tabel
2.89 berikut:
Hal II - 87
Tabel 2.89 Lama Proses Perijinan Usaha, Jumlah Macam Pajak/Retribusi dan
Perda yang Mendukung Investasi di Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Indikator Satuan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Rata-rata lama proses perijinan hari 12 12 12 12 12
2 Jumlah macam pajak dan retribusi daerah
jenis 5 5 5 6 3
3 Jumlah perda yang mendukung iklim usaha
buah 9 9 9 9 6
Sumber : KPPT Kab. Pati, 2011
4. Fokus Sumberdaya Manusia
Rasio ketergantungan penduduk di Kabupaten Pati dalam kurun
waktu 5 tahun tergolong tinggi. Rasio ketergantungan dari tahun 2007
sampai dengan tahun 2011 rata rata antara 47,75 – 51,45 %, ini
menunjukkan ketergantungan penduduk yang berusia dibawah 15
tahun dan di atas 64 tahun (penduduk non produktif) terhadap
penduduk usia 15-64 tahun (usia produktif) tergolong tinggi.
Perkembangan rasio ketergantungan penduduk di Kabupaten Pati dapat
dilihat pada Tabel 2.90 berikut :
Tabel 2.90 Jumlah Penduduk Usia Produktif dan Angka Ketergantungan Penduduk
Kabupaten Pati Tahun 2007-2011
No Indikator Satuan 2007 2008 2009 2010 2011
1 Jumlah penduduk
<15th dan >64 th
Jiwa 411.801 401.978 430.177 381.118 383.529
2 Jumlah penduduk
usia 15-64th
Jiwa 836.080 854.204 785.214 809.875 815.000
3 Dependency ratio 50,06 47,75 51,45 47,83 48,06
Sumber : Pati Dalam Angka Tahun 2011