BAB II DAFTAR PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/67230/3/BAB...
Transcript of BAB II DAFTAR PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang ...eprints.umm.ac.id/67230/3/BAB...
-
15
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Ekonomi Syari’ah1
1. Pengertian Ekonomi Syariah
Ekonomi Syariah adalah Syariat Islam dalam aspek ekonomi
yang menyangkut cara bagaimana kebutuhan hidup material manusia
dapat terpenuhi.
2. Secara konseptual etika ekonomi Islam dapat dijabarkan atas beberapa
butir yaitu:
a. Semua aktifitas kehidupan diorientasikan untuk ibadah
Sebagaimana tersebut dalam QS. Adz-Dzariyat:56, bahwa
penciptaan jin dan manusia semata-mata untuk beribadah kepada
Allah SWT. Hidup dalam rangka ibadah artinya taat, tunduk dan
patuh atas dasar cinta kepada Allah SWT dengan memetuhi
semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.
Termasuk dalam hal ini adalah aktivitas ekonomi juga
diorientasikan untuk beribadah mencari ridha Allah SWT.
b. Kerja merupakan aktivitas yang mulia dan wajib hukumnya
Tidak sedikitnya ayat-ayat Al-Qur’an yang tersebar pada
beberapa surat yang menyebutkan iman dan sekaligus diikuti
1 Imamudin Yuliadi, SE, M.Si. 2001, Ekonomi Islam, Jogjya Jarta. Penerbit Lembaga
Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI), Hal 15 - 21
-
16
dengan amal sholeh yang dapat diartikan dengan bekerja (QS Al-
‘Ashr). Amal sholeh merupakan satu bentuk manifestasi dari
nilai-nilai keimanan pada diri seseorang. Termasuk dalam
kategori amal sholeh adalah upaya untuk menciptakan lapangan
kerja untuk memperoleh manfaat atau gunabagi diri sendiri,
keluarga maupun masyarakat.
c. Membina nilai-nilai persaudaraan di antara manusia
Islam mengisyaratkan pentingnya persaudaraan di antara
manusia, karena manusia diciptakan Allah SWT dari satu
keturunan yaitu Adam dan Hawa (QS. Al-Hujurat: 13). Aktivitas
ekonomi juga dijalankan dengan semangat persaudaraan di antara
pelaku-pelaku ekonomi, sehingga tercipta kerja sama yang saling
menguntungkan.
d. Menarik mashlahat dan menghindarkan madharat
Islam diturunkan kepada manusia untuk membawa pada
kehidupan yang diwarnai dengan nilai-nilai kebaikan (mashlahat)
baik untuk diri sendiri maupun lingkungan. Dan pada sisi lain
juga mencegah timbulnya praktek-praktek kehidupan yang dapat
mencelakakan eksistensi manusia. Kegiatan ekonomi juga
diarahkan dalam upaya mencapai kondisi tersebut.
e. Hak kepemilikan pada hakekatnya adalah amanah Allah SWT
Islam mengajarkan kepada manusia bagaimana mangatur
dan mengelola alam semesta ini agar dapat membawa pada
-
17
kemashlahatan kehidupam manusia. Dengan menyadari bahwa
harta adalah milik Allah, maka manusia harus mengikuti aturan-
aturan dari Allah dalam penggunaan maupun cara memperoleh
harta tersebut.
3. Nilai dasar ekonomi Islam merupakan implikasi dari filsafat tawhid
yaitu:
a. Kepemilikan (ownership) dalam ekonomi Islam adalah:
1) Hakekat kepemilikan manusia terletak pada memiliki
kemanfaatannya dan bukan menguasai secara meutlak sumber-
sumber ekonomi.
2) Kepemilikan terbatas pada sepanjang usia hidupnya di dunia,
dan bila orang itu meninggal maka hak pemilikan atas suatu
barang akan beralih kepada ahli warisnya menurut ketentuan
Islam (QS: 2. 180).
3) Pemilikan perorangan diperolehkan terhadap sumber-sumber
ekonomi yag menyangkut kepentingan umum atau
menyangkut hajat hidup oaring banyak.
b. Keseimbangan (equilibrium) yang secara operasional terlihat dalam
perilaku ekonomi seseorang yaitu moderation (kesederhanaan),
hemat (parsimony) dan menjauhi pemborosan (extravagance).
c. Keadilan (justice) suatu kosa kata yang paling banyak disebut
dalam Al-Qur’an yang neyiratkan tentang betapa pentingnya nilai-
-
18
nilai keadilan bagi eksistensi kehidupan manusia. Keadilan dalam
terminology Islam mengandung makna:
d. Kebebasan bersyarat dan dilandasi oleh akhlak Islam;
e. Keadilan harus dioperasikan pada semua fase ekonomi.
4. Kebijakan dasar yang menjadi acuan dalam system ekonomi Islam
menurut Choudhury (1986) adalah sebagai berikut:2
a. Pelanggaran atas riba (abolition of riba) dalam perekomonian.
b. Penerapan mudharabah dalam perekonomian.
c. Pelarangan atas israf atau konsumsi yang berlebihan atau mubazir.
d. Kehadiran institusi zakat sebagai suatu mekanisme dalam mengatur
distribusi kekayaan di kalangan masyarakat.
5. Secara umum, nilai-nilai Islam yang menjadi filosofi ekonomi Islam
dapat dijumpai dalam asas yang mendasari perekonomian Islam yang
diambil dari serangankaian doktrin ajaran Islam. Asas-asas tersebut
adalah (Abdullah, 2002) sebagai berikut:
a. Asas suka sama suka, yaitu kerelaan yang sebenarnya, bukan
kerelaan yang bersifat semu dan seketika.
b. Asas keadilan. Keadilan dapat didefinisikan sebagai keseimbangan
atau kesetaraan antarindividu atau komonitas.
c. Asas saling menguntungkan. Dalam ekonomi Islam dilarang
transaksi maysir, gharar, dan riba sebab dalam transaksi tersebut
pasti aka nada pihak yang dirugikan.
2H. M. Amin Suma, S.H., M.A., M.M. 2017, Pengantar Ekonomi Syariah, Penerbit
PUSTAKA SETIA bandung, Hal 23 - 25
-
19
d. Asas tolong-menolong dan dilarang untuk adanya pemerasaan dan
eksplotasi. System ekonomi kapitalis ditentang karena adanya
unsure eksploitasi dari pemilik modal kepada kelompok
masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap modal dan
pasar.
6. Sumber Hukum Ekonomi Syariah3
Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam
Islam, yang secara garis besar disepakati oleh seluruh ulama dan yang
masih menjadi perbedaan pendapat, yang secara khusus dipelajari
dalam disiplin ilmu ushl fiqih. Akan tetapi, bab ini hanya akan
menjelaskan metode pengambilan hukum yang telah disepakati oleh
seluruh ulama, yang terdiri atas Al-Qur’an, Hadis dan sunnah, ijma’,
dan qiyas.
a. Al-Qur’an
Sumber hukum Islam yang abadi dan asli adalah kitab suci
Al-Qur’an. Al-Qur’an merupakan amanat sesungguhnya yang
disampaikan Allah melalui perantara Nabi Muhammad SAW.
untuk membimbing umat manusia. Amanat ini bersifat universal,
abadi, dan fundamental. Al-Qur’an merupakan wahyu Allah
SWT. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
3 Ibid, Hal 47 - 59
-
20
Contoh penarikan sumber hukum ekonomi Islam yang
berasal dari Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan harta dalam Al-Qur’an adalah
sebagai periasan kehidupan
اِلَحاُت خَ ندَ اْلَماُل َواْلبَنُوَن ِزينَةُ اْلَحيَاةِ الدُّْنيَا َواْلبَاقِيَاُت الصَّ ِِ ٌ ْي
ٌ أََملً َرب َِك ثََوابًا َوَخْي
‘’Harta dan anak-anak adalah erhiasan kehidupan dunia
tetapi amal kebijakan yang terus-menerus saleh adalah lebih
baik padahal di sisi Tuhanmu serta labih baik untuk menjadi
harapan.’’
2. Hal ini disampaikan melalui fieman-Nya
dalam Surat Al-Baqarah,2:275, 275, 278. Dalam ayat 275
Allah menyatakan bahwa jual beli sangat berbeda dengan
riba. Dalam ayat 276 Allah menyatakan memusnahkan riba:
ُ ََل يُِحبُّ ُكلَّ َكفَّاٍر أَثِيمٍ دَقَاِت ۗ َواَّللَّ بِي الصَّ ٌْ بَا َويُ ِ ٌ ُ ال يَْمَحُق اَّللَّ
‘’Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam
kekafiran, dan selalu berbuat dosa’’.
Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdiri orang yang kemsukan setan karena
gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual
-
21
beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengaramkan riba. Barang siapa yang mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
diperolehnya dahulu dan urusannya ( terserah) kepada Allah.
Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan
menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang
yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.
b. Hadis dan Sunnah
Secara harfiah, sunnah berarti cara, adat istiadat, kebiasaan
hidup yang mengacu pada perilaku Nabi Muhammad SAW. yang
dijadikan teladan. sunnah didasarkan pada praktik normatif
mayarakat pada zamannya. sunnah harus dibedakan dari hadis.
Hadis merupakan cerita singkat, yang berisi informasi mengenai
sesuatu yang dikatakan, diperbuat, disetujui, dan tidak disetujui
oleh Nabi Muhammad SAW. Atau informasi mengenai informasi
dari sahabat-sabahatnya. Oleh karena itu, hadis bersifat teoretis.
Adapun sunnah adalah pemberitaan sesungguhnya.
Contoh hadis sebagai sumber hukum ekonomi Islam adalah
sebagai berikut:
1. Hadis tentang akad titipan
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasullah SAW.
Bersabda,
-
22
‘’sampaikanlah (tunaikanlah) amanat epada yang berhak
menerimanya, dan jangan membalas khianat kepada orang
yang telah mengkhianatiu.’’ (H.R.Abu Dawud dan menurut
Tirmidzi hadis ini hasan, sedangkan Imam Hakim
mengategorikannya shahih).
2. Hadis tentang mudharabah
‘’dari suhaib Ar-Rumi r.a bahwa Rasullah SAW. Bresabda,
‘’tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqaradaddah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah
bukan untuk dijual.’’ (H.R. Ibnu Majah)
3. Ijma’
Ijma’ sebagai sumber hukum ketiga merupakan
consensus, baik dalam masyarakat maupun dari cendikiawan
agama. Perbedaan konseptual antara sunnah dan ijma’
terletak pada kenyataan bahwa sunnah pada pokoknya
terbatas pada ajaran-ajaran Nabi dan diperluas pada sahabat
karena mereka merupakan sumber bagi penyampaiannya.
Adapun ijma’ adalah prinsip hukum baru yang timbul sebagai
akibat dari penalaran atas setiap perubahan yang terjadi di
masyarakat, termasuk dalam bidang ekonomi.
Ijma’ merupakan faktor yang paling ampuh dalam
memecahkan kepercayaan dan praktik rumit kaum Muslim.
-
23
Ijma’ memiliki kesahihan dan daya fungsional yang tinggi
setelah Al-Qur’an dan hadis serta sunnah. Karena merupakan
hasil konsekuensi bersama para ulama yang ahli di
bidangnya, ijma’ hanya dapat diakui sebagai suatu hukum
apabila telah disepakati oleh para ulama yang ahli. Akan
tetapi, ada beberapa pihak yang sering meragukan hasil ijma’
ulama dan cenderung memercayai hasil pengambilan hukum
oleh sendiri meskipun salah. Inilah yang menimbulkan
banyaknya pertentangan dengan prinsip syariah.
4. Ijtihad dan Qiyas
Secara teknik, ijtihad bererti meneruskan setiap
usaha untuk menentukan ssedikit banyaknya kemungkinan
suatu persolaan syariat. Pengaruh hukumnya adalah bahwa
pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun
mungkin juga keliru, ijtihad mempercayai sebagaian pada
proses penafsiran dan penafsiran kembali, dan sebagain pada
deduksi analogis dengan penalaran.
Salah satu contoh aplikasi qiyas dalam ekonomi
Islam adalah dengan melakukan qiyas antara riba dan bunga
bank. Apabila dilakukan kajian literature tidak pernah
ditemukan hukumnya bunga bank karena pada zaman
Rasullah SAW. Belum terdapat praktik perbankan modern
seperti saat ini. Akan tetapi, pada saat tersebut telah banyak
-
24
diterapkan praktik riba, yang kemudian diharamkan oleh
Allah SWT. Apabila mengikuti tukun qiyas, asal ialah riba,
kemudian fara’ ialah bunga bank, hukm al-asal, yaitu
hukumnya riba ialah haram maka illat bagi bunga bank ialah
haram.
B. Tinjauan Umum Tentang Pinjam Meminjan
1. Tinjauan umum tentang pinjam meminjam Menurut Hukum
Islam
a. Pengertian Akad
Istilah yang berkaitan dengan akad dalam Al-Qur’an
terdapat dua istilah, yaitu kata akad (al- ‘aqadu) dan kata ‘ahd (al-
‘ahdu). Kata al-aqadu dalam surat Al-Maidah ayat 1 diartikan
perikatan atau perjanjian. Sedangka kata al-‘ahdu dalam surat An-
Nahl ayat 91 dan Al-Isra’ ayat 34 berarti masa, pesan,
penyempurnaan dan janji atau perjanjian.4
Pengertian akad juga terdapat dalam Pasal 20 Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2008
tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Menurut
KHES, akad adalah kesepakatan antara dua pihak atau lebih
dalam melakukan perbuatan hukum tertentu. Secara Etimologi,
akad merupakan ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara
nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dua
4Abdul Ghafur Anshori, 2007, Perbankan Syariah Di Indonesia, yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, hlm. 51
-
25
segi. Pengertian akad dalam arti khusus adalah perikatan yang
ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang
berdampak pada objeknya.5
Akad transaksi dalam fiqih didenifisikan dengan pertalian
ijab dan qabul menurut cara-cara yang disyariatkan yang
berpengaruh terhadap objeknya.Ijab adalah permulaan penjelasan
yang keluar dari salah satu pihak yang berakad sebagai gambaran
kehendaknya dalam mengadakan akad.Qabul yaitu perkataan
yang keluar dari pihak berakad pula, yang diucapkan setelah
adanya akad.6
b. Pengertian Pinjam Meminjam (Qardh)
Uatang piutang sama dengan pinjam meminjam, di islam
dikenal dengan qardh arau rahn yang disertai dengan jaminan.
Qardh secara etomologis adalah member harta kepada orang
dengan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya
dikemudian hari berdeda dengan rahn secara etimologis adalah
menjadikan harta benda sebagai jaminan utang agar utang itu
dilunasi (dikembalikan) atau dibayarkan harganya jika tidak dapat
mengembalikannya.
Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada
muqtarid yang membutuhkan dana dan/uang. Qard secara
5 Ahmadi Miru, 2012, Hukum Kontrak Bernuansa Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, hlm. 5
6Dwi Suwiknyo, 2010, Kompilasi Tafsir Ayat-Ayat Ekonomi Islam Buku Referensi
Rogram Sudi Ekonomi Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 62
-
26
etimologis merupakan bentuk mashdar dari qaradah asy-syai-
yaqridhu yang berarti ia memutusnya dikatakan qardtu asy-syai‟a
bil-miqradh aku memutus sesuatu dengan gunting. Al-qarhd
adalah suatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar. Secara
terminologis qard adalah memberikan harta kepada orang yang
akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya di
kemudian hari.
Qardh secara bahasa, berarti Al-Qath‟u: pemotongan.
Harta yang disodorkan kepada orang yang berutang disebut
Qardh, karena merupakan „potongan‟ dari harta orang yang
memberikan utang. Ini termasuk penggunaan isim mashdar
(gerund = non verbal) untuk menggantikan ism maf ul. Secara
syar‟i, menurut Hanafi, adalah harta yang memiliki kesepadanan
yang anda berikan untuk anda tagih kembali, atau dengan kata
lain: suatu transaksi yang dimaksud untuk memberikan harta yang
memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk dikembalikan
yang sepadan dengan itu.7
Dasar Hukum Qardh :
QS. Al-Hadiid: 11
ُٱِىاَّلٱَاذنَّم ِرْق ُٱ لٱ ِْر ُٱ ِْر ًٱ َح َٱَ ًر ُيَفٱ َيَعٱ ٱ ِا لٱ َُۥُهٱ َر ًرِلَا رََُُرج ٌُُرٱ
Terjemah:
77 Wahbah Zulhili, Al-Fiqhu Al Islam wa Adillatuhu., h. 2/11
-
27
Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak.
QS. An-Naml; 89
ٌٱنِم َاٱم ُٱاَم ىٱ َٱ ٱ ُِ ِرم ََِ اَّم فٱۥٱ ًِ ٌٱ َ هٱ ُِ ٌَ نِم ٌَنِم لٱمر مَرَم فٱعٱزَم ٌٱ ِٱم ذٱِذ ذ ُر ٌَ َ
Terjemah:
Barangsiapa yang membawa kebaikan, Maka ia memperoleh
(balasan) yang lebih baik dari padanya, sedang mereka itu
adalah orang-orang yang aman tenteram dari pada kejutan yang
dahsyat pada hari itu.
Hukum dalam akad qardh yang harus di penuhi dalam
transaksi ada beberapa yaitu:
1. Pelaku akad, yaitu muqtarik (peminjam) dan mukrid
(pemberi pinjaman) :
a) Objek akad yaitu dana,
b) Tujuan yaitu „iwad atau countervalue berupa pinjaman
tanpa imbalan ,
c) Shighaah yaitu ijab dan qabul.
2. Sedangkan syarat dari akad qardh yang harus di penuhi
dalam transaksi yaitu:
a) Kerelaan kedua belah pihak ,
b) Dana digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat dan
halal.
-
28
Qardh (utang piutng) adalah transaksi yang berkekuatan
hukum mengikat (aqd lazim) dari pihak pemberi utang setelah
penghutang menerima utang darinya.Namun bagi pihak
penghutang transaksi qardh (utang piutang) adalah boleh (aqd
Ja‟iz). Ketika pemberi utang memberikan hartanya untuk di
utang, maka ia tidak boleh menariknya kembali karena transaksi
utang piutang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Adapun bagi penghutang, maka ia boleh mengembalikan atau
membayar utangnya kapanpun ia mau maksimal pada saat jatuh
tempo yang telah di sepakati jika telah mampu membayarnya.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa tidak sah
mensyaratkan adanya tempo dalam utang piutang dan tidak
mengharuskan hal itu. Hal ini karena qardh merupakan utang
piutang secara kondisional, sedangkan kondisi tidak dapat
dibatasi waktu sehingga syarat adanya tempo tidak sah dan tidak
harus dilakukan jika mensyaratkan adanya tempo.Pendapat yang
shahih adalah boleh mensyaratkan tempo dalam utang piutang,
demikian ini merupakan pendapat malik dan pendapat yang di
pilih oleh syhaikul Islam ibnu taimiyyah, ibnu alqayyim, syekh
Muhammad al-utsaimin, dan syaikh shalih al-fauzan.
Hukum Syar’i Dan Dasar Hukum Qaradh
1) Dasar dari alquran adalah allah SWT dalam Qs. al-baqarah
ayat 245
-
29
ً ة ٌَ ِ ي ث ا كَ ً اف عَ َْض ُ أ ه َ ل ُ ه َ ف ِِ ا يُضَ َ ا ف ً ن سَ ا َح ضً ٌْ َ َ ق ُض اَّللَّ ٌِ قْ ُ ي ي ِذ َّ ل ا ا َ ْن ذ َم
عُونَ َج ٌْ ُ هِ ت يْ َ ل ِ إ طُ َو سُ بْ َ ي ُض َو بِ قْ َ ُ ي اَّللَّ َو
‘’Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah),
Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah
kamu dikembalikan’’.
Ayat di atas menjelaskan bahwa berjuang dijalan allah
memerlukan harta, maka korbankanlah harta kalian. Siapa yang
tidak ingin mengorbankan hartanya, sementara allah telah berjanji
akan membalasnya dengan balasan berlipat ganda rezeki ada
ditangan allah. Dia mempersempit dan memperluas rezeki
seseorang yang dikehendaki sesuai dengan kemaslahatan. Hanya
kepadanyalah kalian akan diberikan, lalu dibuat perhitungan atas
pegorbanan kalian. Meskipun rezeki itu karunia allah dan hanya
dialah yang bias memberi atau menolak, seseorang yang berinfak
disebut sebagai pemberi pinjaman kepada allah. Hal itu berarti
sebuah dorongan untuk gemar berinfak dan penegas atas balasan
berlipat ganda yang telah dijanjikan di dunia dan akhirat.
Dasar dari hadist adalah riwayat imam muslim yang
bersumber dari abu rafi ra yang artinya:
-
30
„sesungguhnya rasulullah berutang seekor unta muda kepada
seorang laki laki kemudian diberikan kepada beliau seekor unta
sadakah beliau memerintahkan abu rafi untuk membayarkan unta
muda laki-laki itu. Abu rafi kembali kepada beliau dan berkata
saya tidak menemukan diantara unta-unta tersebut kecuali unta
yang usianya yang menginjak usianya tujuh tahun beliau
menjawab berikan unta itu kepadanya karena sebaik-baik orang
adalah orang yang paling baik dalam membayar utang‟
Dasar dari ijma adalah bahwa semua kaum muslimin telah
sepakat di bolehkannya utang piutang.
Hukum qardh mengikuti hukum taklifi terkadang boleh,
terkadang makruh, terkadang wajib, dan terkadang haram. Semua
itu sesuai dengan cara mempraktikkannya karena hukum wasilah
itu mengikuti hukum tujuan. Jika orang yang berutang
mempunyai kebutuhan sangat mendesak, sedangkan orang yang
di hutangi orang yang kaya maka orang yang kaya itu hukumnya
wajib memberi utang tapi jika pemberi utang mengetahui bahwa
pengutang akan menggukan uangnya untuk berbuat maksiat atau
perbuatan yang makruh maka hukum memberi utang juga haram
atau makruh sesuai dengan kondisinya.
Dan jika seorang yang berutang bukan karena adanya
kebutuhan yang mendesak tetapi untuk menambah modal
perdangagannya karena berambisi untuk mendapat keuntungan
-
31
yang besar maka hukum memberi utang kepadanya adalah
mubah atau boleh. Allah SWT berfirman dalam surah an-nisa ayat
29 sebagai berikut:
َ ْن أ َلَّ ِ ِل إ اِط َ ب لْ ا ِ مْ ب كُ َ ن يْ َ مْ ب كُ َ ل ا َو َْم أ وا ُ ل ْكُ أ َ ُوا ََل ت ن آَم يَن ذِ َّ ل ا ا هَ ُّ َي أ ا َ ي
مْ ِ كُ اَن ب َ كَ نَّ اَّللَّ ِ مْ إ كُ ُسَ ف نْ َ أ وا ُ ُل ت قْ َ ََل ت مْ َو كُ نْ اٍض ِم ٌَ َ ْن ت َِ ً ة َر ا َج ِ ت وَن َكُ ت
ا يًم ِح َر
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Ada dua macam penambahan pada qardh (utang
piutang), yaitu sebagai berikut ini.
a. Penambahan yang disyaratkan. Demikian ini dilarang
berdasarkan ijma, begitu juga manfaat yang disyaratkan,
seperti perkataan: “Aku memberi utang kepada mu dengan
syarat kamu dengan syarat kamu memberi hak kepadaku
untukmenempati rumah mu,” atau syarat manfaat lainnya.
Demikian ini termasuk rekayasa terhadap riba berdasarkan
sabda Rasulullah Shallahu alaihi wa sallam yang artinya:
“Setiap utang piutang yang menarik manfaat adalah riba.”
b. Jika penambahan diberikan kepada ketika membayar utang
tanpa syarat, maka yang demikian ini boleh dan termasuk
-
32
pembayaran yang baik berdasarkan hadits yang telah
dikemukakan di pasal dasar al-qardh (utang piutang).
3. Rukun dan Srayiah Qardh
a. Rukun qardh
1) Pelaku yang terdiri dari pemberi (muqridh) dan
penerima pinjaman (muqtaridh).
2) Objek akad, berupa uang yang dipinjamkan.
3) Ijab kabul atau serah terima
b. Ketentuan syariah
1) Pelaku harus cakap hukum dan baligh.
2) Objek akad
c. Jelas nilai pinjamanya dan waktu pelunasanya.
d. Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada
waktu yang telah disepakati, tidak boleh diperjanjikan
akan ada penambahan atas pokok pinjamanya. Namun
peminjam diperbolehkan memberikan sumbangan secara
sukarela.
e. Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan
maka waktu peminjaman dapat diperpanjang atau
menghapuskan sebagian atau seluruh kewajibanya. Namun
jika peminjam lalai maka dapat dikenakan denda.
f. Ijab qabul adalah pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela
-
33
g. diantara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara
verbal atau tertulis.8
c. Pengertian Bunga, Riba, Denda
1) Bunga
Bunga adalah tambahan yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman uang yang diperhitungkan dari pokok
pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan pokok
tersebut berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara
pasti di muka dan pada umumnya berdasarkan persentase
(Antonio, 2011: 90).
Ada beberapa pengertian lain dari bunga, diantaranya yaitu:
a) Sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang
berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang
membeli atau menjual produknya.
b) Sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh
nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh
pinjaman) (Muhammad, 2001).
c) Bunga adalah tambahan yang diberikan oleh bank atas
simpanan atau yang di ambil oleh bank atas hutang
(Sumitro, 2004: 32).
8Ahmad Wardi Muslich, 2010, Fiqh Mualamah, Jakarta AMZAH, Hal. 273-274
-
34
Macam-macam Bunga
Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga
yang diberikan kepada nasabahnya yaitu:
1) Bunga Simpanan
Bunga simpanan adalah bunga yang diberikan sebagai
rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang
menyimpan uangnya di bank.Bunga simpanan
merupakan harga yang harus dibayar bank kepada
nasabahnya.Sebagai contoh jasa giro, bunga tabungan
dan bunga deposito.
2) Bunga Pinjaman
Bunga pinjaman adalah bunga yang diberikan kepada
para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh
nasabah peminjam kepada bank.Sebagai cotoh bunga
kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama
faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Bunga
simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan
kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan
pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan
maupun bunga pinjaman masing-masing saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya
-
35
bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman
juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
2) (Riba)
Dalam kehidupan seperti sekarang ini, umat Islam
hampir tidak bisa menghindari diri dari bermuamalah dengan
bank konvensional yang memakai sistem bunga dalam segala
aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya terutama
dalam kehidupan ekonomi. Juga tidak bisa dipungkiri bahwa
negara Indonesia belum bisa lepas dari bank-bank
konvensional yang berorientasi pada bank-bank internasional
dan tentunya menggunakan suku bunga dalam berbagai
transaksi, dan hingga saat ini pula masih banyak terjadi
perbedaan pendapat dikalangan para ulama muslim tentang
keharaman serta kehalalan riba itu sendiri. Riba merupakan
sebagian dari kegiatan ekonomi yang telah berkembang sejak
zaman jahiliyah hingga sekarang.Kehidupan masyarakat telah
terbelenggu oleh sistem perkonomian yang membiarkan
praktek bunga berbunga. Sistem pinjam meminjam yang
berlandaskan bunga ini sangat menguntungkan kaum pemilik
modal dan disisi lain telah menjerumuskan kaum dhufa pada
kemelaratan, hal ini secara keras ditentang atau dilarang oleh
ajaran Islam yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
-
36
Pengertian riba adalah tambahan tanpa iwad yang
dipungut secara dzulm (aniaya, tidak adil). Dengan beralih
dari illat jali, yakni tambahan, kepada illat khafi, yakni
tambahan yang berssfat zhulm, maka metode istihsan yang
mereka pegangi menghasilkan keputusan bahwa bunga tidak
haram, karena bunga dipungut tidak secara dzulm, melainkan
secara sukarela berdasarkan akad yang disepakati kedua belah
pihak. Pendapat hukum bunga haram berdasar metode qiyas
sangat simple, jelas dan tegas, karena illat tambahan pada
bunga adalah fakta yang tidak bisa dimaknai lain,.Hal ini
berbeda dengan unsur zhulm yang menjadi illat khafi dalam
metode istihsan.Sifat kedzaliman ini interpretable dan bisa
dipandang dari berbagai sudut yang berbeda.Berdasarkan
metode penalaran istihsan, kahalalan dan keharaman hukum
bunga tidak inherent dan tidak pula permanen.Sepanjang
unsur keadilan ditegakkan, bunga halal.Sebaliknya, bilamana
unsur zhulm (ketidakadilan atau kedzaliman) yang terjadi
dalam prakteknya maka bunga haram hukumnya. Berdasarkan
pertimbangan ini maka dianggap penting melakukan
penelitian bunga dari perspektif keadilan, bukan dari
perspektif bukum .9
9 Ghufron Ajib, “BUNGA PINJAMAN DALAM PERSPEKTIF KEADILAN” Studi Kasus Bunga Pinjaman di KPRI Nusantara IAIN Walisongo, Vol IV, Edisi 1, Mei 2013, hal. 2
-
37
Dampak akibat praktek riba ini juga dirasakan oleh
masyarakat secara umum, baik dampak secara psikologi sosial
kemasyarakatan maupun sosial ekonomi, seperti;
a) Riba berdampak inflatoir yang mengakibatkan
semakin tinggi suku bunga, maka semakin tinggi harga
yang akan ditetapkan pada suatu barang,
b) Riba akan mendorong terjadinya penimbunan
akumulasi kekayaandan menghambat investasi
perdagangan, karena kekayaan hanya akan
berputarputardi segelintir orang kaya saja
c) Riba menimbulkan rasa tamak, kikir,mementingkan
diri sendiri, keras hati, dan men-Tuhan-kan uang,
d) Ribamenimbulkan kebencian dan permusuhan di
antara masyarakat, karena dalamdirinya tidak terdapat
rasa kebersamaan untuk saling tolong-menolong
e) Ribamerupakan kegiatan ekonomi yang menyimpang
dari asas kemanusiaan dankeadilan, dan
f) Riba merupakan perjanjian berat sepihak, secara
psikologi telahmemaksa satu pihak lain untuk
menerima perjanjian yang sebenarnya tidakdisadari
kerelaannya.
-
38
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi
dua.Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual
beli.
Riba utang-piutang terbagi menjadi dua, yaitu:
1) Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
2) Riba Jahiliyah
Yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si
peminjam tidak mampu membayar utangnya pada
waktu yang ditetapkan.
Sedangkan riba jual-beli terbagi menjadi dua pula,
yaitu:
a. Riba Fadhl
Pertukaran antara barang sejenis dengan kadar
atau takaran yang berbeda, sedangkan barang
yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi.
b. Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah
-
39
Konsep bunga dan riba dalam perspektif Islam terdapat
persamaan, yaitu bahwa bunga merupakan tambahan yang
dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang
diperhitungkan dari pokok pinjaman tanpa
mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut
berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara pasti
di muka, dan pada umumnya berdasarkan
persentase.Sedangkan riba yaitu pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam
secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat
dalam Islam.10
3) Denda (ta’zir)
Denda merupakan salah satu jenis dari hukuman
ta’zir.Ta’zir menurutbahasa adalah ta’dib, artinya memberi
pelajaran.Ta’zir juga diartikan denganAr-Raddu Wal Man’u,
yang artinya menolak dan mencegah11
Dari definisi diatas, jelaslah bahwa ta’ziradalah suatu
istilah untuk hukuman atas jarimah-jarimah yang
hukumannya belum ditetapkan oleh syara’. Dari definisi
tersebut, juga dapat dipahami bahwa jarimah ta’zir terdiri atas
perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak dikenakan hukuman
had dan tidak pula kifarat. Dengan demikian inti dari jarimah
10 Abdul Rahim, Konsep Bunga dan Prinsip Ekonomi Islam, Human Falah:Vol II, 2 Juli 11 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. Xii
-
40
ta’zir adalah perbuatan maksiat.Adapun yang dimaksud
maksiat adalah meninggalkan perbuatan yang diwajibkan dan
melakukan perbuatan yang diharamkan (dilarang). Para
fuqaha memberikan contoh meninggalkankewajiban seperti
menolak membayar zakat, meninggalkan shalat fardhu,enggan
membayar hutang padahal ia mampu, mengkhianati amanat,
sepertimenggelapkan titipan, memanipulasi harta anak yatim,
hasil waqaf dan lainsebagainya.
Denda keterlambatan ini termasuk hukuman ta’zir
yang berkaitan dengan harta. Para ulama berbeda
pendapattentang dibolehkannya hukuman ta’zir dengan cara
mengambil harta. MenurutAbu Hanifah, hukuman ta’zir
dengan cara mengambil harta tidak dibolehkan.Pendapat ini
diikuti oleh muridnya, yaitu Muhammad Ibn Hasan,
tetapimuridnya yang lain yaitu Imam Abu Yusuf
membolehkannya apabiladipandang membawa
maslahat.Pendapat ini diikuti oleh Imam Malik, ImamSyafi’i,
dan Imam Ahmad Ibn Hanbal.Denda keterlambatan
merupakansalah satu bentuk dari hukuman ta’zir yang
berkaitan dengan harta.
Denda keterlambatan ini dimaksudkan sebagai sanksi
atau hukuman,supaya tidak mengulangi perbuatan maksiat
kembali. Dalam KompilasiHukum Ekonomi Syariah, sanksi
-
41
dapat diberikan kepada orang yang inkarjanji, dan ketentuan
seseorang disebut ingkar janji dijelaskan dalam Pasal 36,yang
menyebutkan bahwa:
“Pihak dapat dianggap melakukan ingkar janji, apabila
karenakesalahannya:
a. Tidak melakukan apa yang dijanjikan untuk
melakukannya.
b. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak
sebagaimanadijanjikan.
c. Melakukan apa yang dijanjikannya, tetapi
terlambat.
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak
boleh
dilakukan”.
Sedangkan mengenai jenis sanksinya disebutkan
dalam Pasal 38, yaitu:
“Pihak dalam akad yang melakukan ingkar janji dapat
dijatuhi sanksi:
a. Membayar ganti rugi
b. Pembatalan akad
c. Peralihan resiko
d. Denda, dan/atau
-
42
e. Membayar biaya perkara”12
12Tim Redaksi Fokusmedia, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung:Fokusmedia,
2008, hlm. 22-23.