BAB II alin
-
Upload
alan-oktavianus -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
description
Transcript of BAB II alin
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah segalah sesuatu yang telah diketahui. Adapun cara
mengetahui sesuatu dapat dilakukan dengan cara mendengar, melihat, merasa
dan sebagainya yang merupakan bagian dari alat indera manusia
(Ahmad,2008). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2007) pengetahuan adalah
hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.
2. Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang sedangkan perilaku akan bersifat langgeng
apabila didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Secara terinci perilaku
manusia merupakan refleksi dari gejalah kejiwaan yang salah satunya adalah
pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2007) tingkatan pengetahaun dibagi
menjadi 6 (enam) yaitu:
a. Tahu (know)
8
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah
dipelajari atau rangsangan yang telag diterimah. Oleh karena itu “tahu”
adalah merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja
untuk mengukur apakah orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasi materi
tersebut dengan benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi atau keadaan yang nyata (sebenarnya). Aplikasi
disini dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu komponen untuk menjalankan materi objek ke dalam
komponen-komponen tetapi masih adae dalam komponen-komponen tetapi
masih ada kaitannya suatu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
9
dari pengunaan kata-kata kerja. Dapat mengunakan (membuat bagan),
membedahkan, memisahkan, mengelompokan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan untuk
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau Kuesioner yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian
atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut diatas (Notoatmodjo,
2007).
3. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut pendekatan kontruktifistik, pengetahuan bukanlah salah suatu
fakta dari kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi
kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
10
Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara
orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru (Erfandi, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2005) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah,
dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni :
a. Cara Tradisional atau Non Ilmia
1. Cara coba salah (Trial and Error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan
menggunakan kemungkinan dalam memecahakan masalah, dan apabila
kemungkinan itu tidak berhasil maka akan dicoba kemungkinan yang lain
sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.
2. Kekuasaan atau Otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pemimpin
masyarakat, baik formal atau informasi, ahli agama, pemegang
pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima, mempunyai
yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji
terlebih dahulu, atau membuktikan kebenarannya, baik berdasarkan fakta
empiris maupun penalaran sendiri.
3. Berdasarkan pengalaman pribadi
11
Pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa
lalu.
b. Cara Ilmia atau cara modern
Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih populer disebut dengan
metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon
(1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir
suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan nama
penelitian ilmiah.
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Erfandi (2009) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
seseorang, yaitu:
a. Pendidikan
kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang
makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Pengetahuan sangat
erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.
Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal.
12
b. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi
akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi,
berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah,
dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan
kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya,
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap
hal tersebut.
c. Sosial Budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik
lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap
13
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi
masa lalu.
f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan
pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
Pada usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan
kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan
lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir
tidak ada penurunan pada usia ini.
5. Pengukuran Pengetahuan
Kriteria tingkatan pengetahuan seseorang dapat diketahui dan di
Interprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif (Norma dan Tolak Ukur
Poltekes Kemenkes, 2011) yaitu:
1). Sangat baik :79%-100%
14
2). Baik :68%-78%
3). Cukup :56%-67%
4). Kurang :41%-55%
5). Buruk :0%-40%
B. Konsep Dasar Imunisasi
1. Pengertian Imunisasi
imunisasi berasal dari kata imun yang artinya ”kebal” atau “resisten”. Jadi
Imunisasi adalah tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukan vaksin ke dalam tubuh manusia. Sedangkan Kebal adalah dimana
tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam
rangka menghadapi serangan kuman tertentu, namun kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain (Depkes
RI,1994).
Imunisasi merupakan pemberian kekebalan pada bayi dan anak terhadap
berbagai penyakit, sehingga bayi dan anak tumbuh dalam keadaan sehat.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan
vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti
yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan misalnya vaksin BCG, DPT
dan campak dan melalui mulut misalnya vaksin polio (Hidayat, 2009).
15
2. Jenis Imunisasi
jenis jenis vaksin dalam program imunisasi bayi menurut Depkes RI (2005)
adalah sebagai berikut :
a. Vaksin Campak, untuk pemberian kekebalan aktif pada penyakit campak
b. Vaksin BCG (Bacillus Calmmete guerine), untuk pemberian kekebalan aktif
pada penyakit tuberculosis
c. Vaksin Hepatitis B, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus Hepatitis B
d. Vaksin Polio, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis
e. Vakskin DPT, untuk pemberian kekebalan aktif secara simultan terhadap
difteri, pertusis, dan tetanus.
f. Vaksin DPT-HB, untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri,
tetanus, pertusis, dan hepatitis B.
Menurut Hidayat (2009) di Indonesia terdapat jenis imunisasi yang
diwajibkan oleh pemerintah (imunisasi dasar) dan ada juga yang dianjurkan.
Yang termasuk dalam imunisasi dasar yaitu:
a. Vaksin BCG (Bacilus Calmette Guerine)
1. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkulosis.Tuberkulosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa (disebut juga
batuk darah). Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin dan
16
batuk. Gejalah awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan,
demam, dan keluar keringat pada malam hari (Depkes RI, 2006).
Gejalah selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan mungkin
batuk darah. Tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian
2. Cara Pemberian dan Dosis
Sebelum disuntikan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahuluh, dengan
menggunakan alat suntik steril 5 ml, dosis pemberian: 0,05 ml sebanyak 1
kali. Disuntik secara intrakutan didaerah lengan kanan atas (insertion
musculus deltoideus) dengan mengunakan Auto Disposable Syiringe 0,05
ml, dan vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan sebelum lewat 3 jam.
3. Kontra Indikasi
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti eksim, furunkulosis dan
mereka yang sedang menderita TBC.
4. Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti
demam setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi luka, luka
tidak perlu pengobatan akan sembuh secara spontan dan meninggalkan
tanda parut.
Kadang kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher,
terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demem. Reaksi ini normal,
tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.
(Depkes, RI. 2006).
17
5. Cara penyimpanan
Vaksin BCG tidak boleh terkena sinar matahari harus disimpan pada suhu 2-
80C, tidak boleh beku vaksin yang telah diencerkan harus dibuang dalam 8
jam.
6. Jadwal pemberian imunisasi BCG
Imunisasi BCG diberikan pada umur <2 bulan sebaiknya pada anak dengan
uji Mantaoux (tuber kulin) negatif (Ranuh, IGN, 2008).
b. Vaksin DPT/HB
1. Pengertian
Vaksin mengandung DPT berupa Toxoid Difteri dan Toxoid Tetanus yang
dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang
merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan
bersifat non infections (Depkes, RI. 2006).
2. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis,
dan hepatitis. Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri coryne
bacterium diphtheriae. Penyebaranya adalah melalui kontak fisik dan
pernafasan. (Depkes RI, 2006).
Gejalah awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan
demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput kebiru-biruan pada
tengorokan dan tonsil. Difteri dapat menimbulkan komplikasi berupa
gangguan pernafasan yang berakibat kematian (Depkes RI,2006).
Pertusis juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada saluran
pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella Pertusis. Penyebaran
18
pertusis adalah melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar dari
batuk atau bersin. Gejalah penyakit adalah pilek, mata merah, bersin,
demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan
menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis
adalah Pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
Tetanus adalah penyakit yang disebakan oleh clastridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang keorang
lain, tetapi melalui kotoran yang masuk kedalam lukayang dalam. Gejalah
awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher,
kesulitan menelan,kaku otot perut, berkeringat dan demam. Bayi terdapat
juga gejalah berhenti menetek (sucking) antara 3 sampai dengan 28 hari
setelah lahir. Gejalah berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh
menjadi kaku. Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang,
pneumonia dan infeksi lain yang dapat menimbulkan kematian.
Heptitis B (penyakit kuning) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
hepatitis B yang merusak hati, penularan penyakit hepatitis B adalah secara
horizontal yaitu dari darah dan produknya, melalui suntikan yang tidak
aman melalui transfusi darah dan melalui hubungan seksual sedangkan
penularan secara vertikal adalah dari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Infeksi pada anak biasanya tidak menimbulkan gejalah. Gejalah yang ada
merasa lemah, gangguan perut dan gejalah lain seperti flu. Urin menjadi
kuning, kotoran menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata
19
ataupun kulit. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan menimbulkan
pengerasan hati, kanker hati dan menimbulkan kematian (Depkes RI,2006)
3. Cara pemberian dan dosis
Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis
pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4-8
minggu, interval terbaik 8 minggu (Ranuh, IGN,2008).
4. Kontra indikasi
Gejalah gejalah keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau
gejalah serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.
Anak yang mengalami gejalah-gejalah parah pada dosis pertama,
komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk
meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. Hipersensitif terhadap
komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin ini tak
boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang (Depkes
RI,2006).
5. Efek samping
Gejalah-gejalah yang bersifat sementara seperti: lemas, demam,
pembengkakan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang-kadang
terjadi gejalah berat seperti demam tinggi. Iritabilitas dan meracau yang
biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat
ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari (Depkes RI,2006).
6. Cara penyimpanan
Vaksin disimpan dalam suhu + 20 s/d 80C Vaksin DPT-HB dapat digunakan
kembali hingga 4 minggu sejak vial vaksin dibuka.
20
c. Vaksin Hepatitis B (Uniject-HB)
1. Pengertian
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah dinaktivasikan
dan bersifat non-infecius, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
(hansenula polymorpha)mengunakan teknologi DNA rekombinan (Depkes
RI,2006)
2. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh
virus hepatitis B.
3. Cara pemberian dan dosis
Vaksin disuntik dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID (Prefilled Injection
Device) pemberian suntikan secara intra muskuler, sebaiknya pada
anterolateral paha. Imunisasi HB harus segera diberikan setelah lahir atau
sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir paling lambat sampai
usia 7 hari.
4. Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi ringan dn biasanya hilang setelah
2 hari (Depkes RI,2006).
5. Kontra indikasi
Jangan diberikan kepada bayi dengan berat saat lahir dibahwa <2000
gram,bayi dengan gangguan asfikisia (Depkes RI,2003)
21
6. Cara penyimpanan
Uniject-HB di Propinsi disimpan dalam pendingin, di Kabupaten / kota
maupun Puskesmas disimpan dalam lemari es dengan suhu 20-80C seperti
vaksin HB dalam Vial sedangkan dirumah bidan / pustu boleh disimpan
dalam suhu udara kamar sampai (Vaccine Vial Monitoring VVM) berubah.
Uniject perlu vaksin dilindungi dari sinar matahari langsung karena (Vaccine
Vial Monitoring VVM) juga akan cepat berubahwarna bila terkena sinar
matahari (Depkes,RI,2003)
d. Vaksin polio (Oral Polio Vaccine= OPV)
1. Pengertian
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio invalent yang terdiri dari
suspensi poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa (Depkes
RI,2006).
2. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap poliomyelitis adalah penyakit
pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu dari tiga virus yang
berhubungan yaitu virus polio tipe 1,2,dan 3. Secara klinis penyakit polio
adalah anak dibahwa umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut
(acute flaccid paralysis AFP). Penyebaran penyakit adalah melalui kotoran
manusia (tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejalah
demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minngu pertama sakit.
22
Kematian bisa terjadi kerena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi
dan tidak segera ditangani (Depkes RI, 2006).
3. Cara pemberian dan dosis
Polio 1 diberikan saat bayi lahir untuk imunisasi dasar (polio 2,3,4) diberikan
pada umur 2,4 dan 6 bulan, interval antara dua imunisasi tidak kurang dari
4 minngu (Ranuh, IGN,2005).
4. Kontra indikasi
Pada individu yang menderita “immune deficiency” tidak ada efek yang
berbahayayang timbul akibat pemberian polio pada anak yang sedang
sakit. Namun jika ada keraguan, misalnyasedang menderita diare, maka
dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Depkes RI,2006).
5. Efek samping
Menurut WHO pada umumnya imunisai polio tidak terdapat efek samping.
Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang
terjadi (Depkes RI,2006).
6. Cara penyimpanan
Vaksin polio oral (OPV) dapat disimpan beku pada temperatur 20C. Vaksin
yang beku dapat dicairkan dengan cara ditempatkan antara telapak tangan
dan digulir-gulirkan dijaga warna tidak berubah yang merah mudah sampai
orenge muda ( sebagai indikator pH). Bila keadaan tersebut dapat dipenuhi,
maka sisa vaksin terpenuhi dapat dibekukan lagi, kemudian dapat dipakai
lagi sampai warna berubah dengan catatan dan tanggal kadaluarsa harus
selalu diperhatikan (Ranuh IGN, 2005)
23
e. Vaksin campak
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan (tipe edmonston B)
sedangkan, vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan (virus
campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam
alumunium). Pemberian vaksin campak yang dilemahkan 0,5 ml.
Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat
diberikan secara intramuscular (Ranuh, IGN,2008).
1. Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak. Campak
adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viri dae measles.
Disebabkan melalui udara (percikan ludah/sewaktu bersin atau batuk dari
penderita. Gejalah awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk,
pilek, konjungtivitis (mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan
leher, kemudian menyebar ketubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi
campak adalah diare hebat,peradangan pada telinga dan infeksi saluran
napas (pneumonia) (Depkes RI,2006).
2. Cara pemberian atau dosis
Sebelum disuntikan vaksin campak terlebih dahuluhharus dilarutkan
dengan pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
Pemberian diberikan pada umur 9 bulan secara sub kutan walaupun
demikian dapat diberikan secara intramuscular (Ranuh,IGN,2008)
24
3. Kontra indikasi
Individu yang mengidam penyakit immune defiuency atau individu yang
diduga menderita gangguan respon imun kerena leukimia,impormasi.
4. Efek samping
hingga 15% dapat mengalami dengan ringan dan kemerahan selama 3 hari
yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi (Depkes RI,2006).
5. Cara penyimpanan
vaksin disimpan pada suhu 00C sampai 80C (Ranuh IGN,2005).
3. Jadwal Imunisasi
Menurut Muslihatun (2010) jadwal imunisasi yang diwajibkan sesuai
program pengembangan imunisasi (PPI) adalah BCG, Polio, Hepatitis B, DPT,
dan Campak. Jadwal imunisasi yang dianjurkan sesuai program pengembangan
imunisasi non PPI adalah MMR, Tifoid, Hepatitis A, Varisella dan Influenza.
Waktu yang tepat untuk pemberian imunisasi dasar berdasarkan petunjuk
pelaksanaan program imunisasi di Indonesia.
Tabel 2.1. Jadwal pemberian imunisasi (vaksinasi) bayi
Umur Vaksin Selang Waktu
Tempat
0-7 Hb O Rumah/PUSK/RS
1 bulan BCG,Polio 1 4 Minggu Posyandu2 bulan DPT/ HB 1, polio 2 4 Minggu Posyandu 3 bulan DPT/ HB 2, Polio 3 4 Minggu Posyandu4 bulan9 bulan
DPT/ HB 3, Polio 4Campak
4 Minggu Posyandu
(Sumber : UNICEF, 2011).
25
4. Landasan Teori
Pengetahuan adalah suatu hasil yang diperoleh seseorang setelah
melakukan pengindraan berupa melihat, mendengar, mencium, merasa dan
meraba terhadap suatu objek tertentu sehingga orang tersebut menjadi tahu
(Notoatmodjo, 2010). Dimana pengetahuan itu sendiri memiliki tingkatan, yaitu
tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi (Efendy, 2003).
Pengetahuan dapat diperoleh dengan berbagai cara, baik dengan cara kuno
maupun modern (Wawan, A dan Dewi, M, 2010). Pengetahuan ibu tentang
kelengkapan imunisasi sangat berpengaruh dan penting dalam kelengkapan
imunisasi dasar pada bayi. karena semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka
perilaku ibu dalam membawha anaknya untuk imunisasi semakin meningkat dan
angka kesakitan pada bayi menjadi menurun.
5. Kerangka Konsep
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dipaparkan kerangka konsep
tersebut terdapat 2 variabel penelitian yakni variabel dependen dan independen
seperti berikut :
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
PENGETAHUAN IBU KELENGKAPAN IMUNISASI