BAB II A. Nyerieprints.umm.ac.id/55611/3/BAB II.pdf10 BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Nyeri 1. Definisi...
Transcript of BAB II A. Nyerieprints.umm.ac.id/55611/3/BAB II.pdf10 BAB II TINJAUAN PUSAKA A. Nyeri 1. Definisi...
10
BAB II
TINJAUAN PUSAKA
A. Nyeri
1. Definisi Nyeri
The International Association for the Study of Pain's (2015) menyebutkan
bahwa nyeri adalah sebuah perasan yang tidak nyaman dan pengalaman
emosional pada peristiwa rusaknya jaringan. World Health Assosiation (2007)
mengatakan bahwa nyeri bukan hanya gejala, melainkan keadaan yang serius
yang bias mengakibatkan atau memengaruhi seseorang dalam kualitas hidup
maupun kesehatannya. Nyeri merupakan warning signal tubuh untuk
menghindari suatu kerusakan. Ketika tubuh mengalami kerusakan nyeri akan
memberi sinyal sehingga tubuh bereaksi untuk menghindari sumber
kerusakan untuk mencegah suatu kerusakan yang lebih parah (Odendal,
2010).
2. Klasifikasi nyeri
a. Berdasarkan durasi
1) Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit, atauintervensi bedah dan memiliki proses yang cepat
dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan
berlangsung untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013).
11
2) Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang intermiten yang
menetap sepanjang suatu priode waktu, Nyeri ini berlangsung lama
dengan intensitas yang bervariasi dan biasanya berlangsung lebih
dari 6 bulan (Potter &Perry, 2006).
b. Berdasarkan sumber
1) Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh
aktivitas atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan reseptor
khusus yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013).
Nyeri nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang
mengenai kulit, tulang, sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain
(Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri neuropatik
Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau
abnormalitas yang di dapat pada struktur saraf perifer maupun
sentral , nyeri ini lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).
3. Teori nyeri
Pada teori impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa
impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat
12
saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori menghilangkan nyeri (Andarmoyo, 2013).
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls
melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mecanoreseptor, neuron
beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter
penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A,
maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan
ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan
lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mecanoreseptor, apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri.
Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan
dengan menghambat pelepasan substansi P. Tehnik distraksi, konseling dan
pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan endorfin.
Impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Pada teori ini dijelaskan bahwa
Substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf
spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (Gating Mechanism),
13
mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri
yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan
nyeri. Impuls nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan
diblok ketika pintu gerbang tertutup menutup pintu gerbang merupakan dasar
terapi mengatasi nyeri. Neuromodulator bisa menutup pintu gerbang dengan
cara menghambat pembentukan substansi P. (Andarmoyo, 2013).
Gambar 2.1 gate control mechanism (Lorne, 2014)
4. Pengukuran intensitas nyeri
Menurut Yudiyanta et al., (2015) Nyeri dapat di ukur menggunakan
skala nyeri yaitu visual analog scale (VAS), verbal rating scale (VRS), dan
numeric rating scale (NRS).
Numeric Rating Scale (NRS) Dianggap valid, realibel, sederhana dan
mudah dimengerti, sensitif terhadap dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis.
Lebih baik daripada VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun,
kekurangannya adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih
14
teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang menggambarkan
efek analgesik.
Gambar 2.2 NRS (Yudiyanta et al., 2015)
Skala nyeri pada angka 0 berarti tidak nyeri, angka 1-3 menunjukkan
nyeri yang ringan, angka 4-6 termasuk dalam nyeri sedang, angka 7-10
merupakan kategori nyeri berat. Oleh karena itu, skala NRS digunakan sebagai
instrumen penelitian (Potter & Perry, 2006).
Menurut Skala nyeri dikategorikan sebagai berikut:
1. 0 : tidak ada keluhan nyeri, tidak nyeri.
2. 1-3 : mulai terasa dan dapat ditahan, nyeri ringan.
3. 4-6 : rasa nyeri yang menganggu dan memerlukan usaha untuk
menahan, nyeri sedang.
4. 7-10 : rasa nyeri sangat menganggu dan tidak dapat ditahan,
meringis, menjerit bahkan teriak, nyeri berat.
B. Neck pain
1. Definisi neck pain
Nyeri leher (Neck pain) yang mengganggu aktivitas seseorang, telah
diketahui sejak abad pertengahan, yang ditemukan tertulis dalam Papyrus 4600
15
tahun yang lalu. Tulisan ini mengandung uraian berbagai kondisi tulang di
spina servikal, antara lain dislokasi vertebra dan sprain. Tutankhamen di zaman
purba telah menjelaskan tentang laminektomi servikal yang pertama dan pada
tahun 460 SM Hippocrates mempostulasi kejadian paralisis akibat cedera
servikal, serta menjadi salah satu penemu terapi traksi servikal (Huldani, 2013)
Neck pain adalah nyeri yang dirasakan pada bagian atas tulang
belakang, ini merupakan tanda bahwa sendi, otot atau bagian lain dari leher
terluka, tegang, dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya (Huldani, 2013).
Kasus nyeri leher merupakan kasus yang sering dijumpai dan dialami setiap
lapisan masyarakat (Tsakitzidis et al., 2013).
2. Epidemologi neck pain
Prevalensi nyeri leher dalam setahun adalah 40% dan lebih tinggi pada
perempuan (Ariens et al, 2000). Penelitian Child et al,. (2008)
mengestimasikan bahwa 22% sampai 70 % populasi akan mengalami neck
pain dalam hidupnya. Prevalensi neck pain meningkat sejalan dengan
bertambahnya umur dan lebih sering menyerang perempuan dalam 5 dekade.
Huldani (2013) menyatakan bahwa Angka kejadian neck pain
meningkat di seluruh dunia yang memiliki hubungan dengan keluarga,
fasilitas kesehatan, komunitas, dan bisnis. Terdapat 2 dari 3 orang mengalami
nyeri leher, 10% masyarakat akan mengalami nyeri leher dalam 1 bulan.
16
3. Tanda dan gejala neck pain
Gejala-gejala nyeri leher antara lain terasa sakit di daerah leher dan
kaku, nyeri otot-otot leher yang terdapat di leher, sakit kepala dan migraine.
Nyeri bisa menjalar ke bahu, lengan, dan tangan dengan keluhan terasa baal
atau seperti ditusuk jarum. Gejala alarm meliputi nyeri leher yang disertai
sakit kepala; nyeri dirasakan disalah satu belakang mata, terganggunya
penglihatan, pendengaran, pengecap atau keseimbangan dan nyeri leher yang
disertai dengan kekuatan otot lengan atau kaki yang melemah (Samara, 2007)
Sebagian besar gejala bersumber dari biomekanik, seperti nyeri leher
aksial, whiplash-associated disorder (WAD), dan radikulopati. Suatu akar
saraf mungkin diiritasi atau dikompresi oleh : 1. Penonjolan tulang atau
osteofit yang tumbuh keluar melalui jalur saraf, 2. Penonjolan bagian dari
diskus yang terletak di depan saraf, 3. Hernia nukleus pulposus melalui bagian
luar annulus, 4. Fraktur atau cedera yang menyebabkan fragmen tulang yang
yang mempersempit atau menekam saluran saraf (Huldani, 2013).
Dalam (Huldani, 2004) nyeri leher adalah nyeri yang dihasilkan dari
interaksi yang kompleks antara otot dan ligamen serta faktor yang
berhubungan dengan postur, kebiasaan tidur, posisi kerja, stress, kelelahan
otot kronis, adaptasi postural dari nyeri primer lain (bahu, sendi temporo
mandibular, kranio servikal), atau perubahan degeneratif dari diskus servikalis
dan sendinya
17
4. Faktor resiko neck pain
Beberapa jenis pekerjaan yang berpengaruh terhadap nyeri di leher
adalah pergerakan lengan atas dan leher yang berulang-ulang, beban statis
pada otot leher dan bahu, serta posisi leher yang ekstrem saat bekerja. Pekerja
yang bekerja dalam posisi duduk yang statis > 95% dari lamanya waktu
bekerja per hari merupakan faktor risiko terjadinya nyeri leher. Sebuah studi
longitudinal menunjukkan lama kerja menggunakan tangan lebih tinggi dari
bahu berhubungan dengan nyeri di leher. Pekerjaan yang dilakukan dengan
posisi duduk dengan waktu lama akan memiliki faktor resiko nyeri leher lebih
tinggi.
Selain dari karakteristik fisik pekerjaan, terdapat hubungan antara nyeri
leher dan tuntutan pekerjaan yang tinggi, dukungan rekan-rekan kerja yang
rendah, dukungan supervisor yang rendah serta kepuasan kerja yang rendah.
Karakteristik individu yang merupakan faktor risiko terjadinya nyeri leher
adalah usia dan merokok (Samara, 2007).
5. Anatomi leher
a. Otot pada leher
Otot yang terdapat pada leher terdiri dari otot sternocleidomastoideus
origonya terletak pada processus mastoideus dan linea nuchae superior,
insersio Pada incisura jugularis sterni dan articulation sternoclavicularis,
fungsi rotasi, lateral flexi, kontraksi bilateral mengangkat kepala dan
18
membantu pernapasan bila kepal difiksasi inervasi nervus accessorius dan
plexus cervical (C1 dan C2) (Wibowo, 2005).
Otot scaleni terbagi atas 3 serabut, yang pertama otot scalenus
anterior, origo pada tuberculum anterius processus transversus vertebra
cervicalis III sampai VI, insersio pada tuberculum scaleni anterior,
inervasi plexus brachialis (C5-C7) dan berfungsi menarik costa I,
menekuk leher ke latero anterior dan menekuk leher ke anterior. Otot
scalenus medius origo terletak pada tuberculum posterior processus
transversus vertebra cervicalis II sampai dengan VII, insersio pada costa
I di belakang sulcus a. subclavicula dan kedalam membran intercostalis
externa dari spatium intercostalis I, inervasi plexus cervicalis dan
brachialis (C4-C8) dan berfungsi mengangkat costa I dan menekuk leher
ke lateral costa I. Yang terakhir otot scalenus posterior origo terletak pada
processus transversus vertebra cervicalis V sampai VII, insersio pada
permukaan lateral costa II, inervasi plexus brachialis ( C7-C8) dan
berfungsi fleksi leher, membantu rotasi leher dan kepala serta mengangkat
costa I (Wibowo, 2005).
Otot trapezius dibagi menjadi 3 serabut yaitu yang pertama pars
descendens origo berasal dari linea nuchae superior, protuberantia
occipitalis externa dan ligamentum nuchea, insersio pada sepertiga lateral
clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi dan retraksi dan
menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C2- C4). Otot pars
tranversa origo berasal dari servikal, insersio pada17 sepertiga lateral
19
clavicula, berfungsi untuk melakukan gerakan adduksi dsn retraksi. dan
menginervasi nervus accessorius dan rami trapezius (C2-C4). Yang ketiga
pars ascendens origo berasal dari vertebra thoracalis III sampai XII, dari
processus spinosus dan ligamentum supraspinasum, insersio pada
trigonum spinale dan bagian spina scapulae yang berdekatan, berfungsi
untuk menarik ke bawah (depresi) dan menginervasi nervus accessorius
dan rami trapezius (C2-C4) (Wibowo, 2005).
Otot levator scapula origo terletak pada tuberculum posterior
processus transversus vertebra cervicalis I sampai IV, insersio pada
angulus superior scapula, berfungsi mengangkat scapula sambil memutar
angulus inferior ke medial dan menginervasi nervus dorsalis scapulae
(C4-C8). Otot ini difungsikan untuk mengangkat pinggir medial scapula.
Bila bekerja sama dengan serabut tengah otot trapezius dan rhomboideus,
otot ini menarik scapula ke medial dan atas, yakni pada gerakan menjepit
bagu ke belakang (Wibowo, 2005).
Otot longus colli kira-kira membentuk segitiga karena terdiri atas tiga
kelompok serabut. Fungsinya : untuk membengkokkan servikal ke depan
dan ke samping. Inervasinya plexus cervicalis dan brachialis (C2- C8).
Otot longus colli terdiri dari 3 serabut, yang pertama serabut oblique
superior origonya berasal dari tuberculum anterius processus transversus
vertebra cervicalis II sampai V dan insersio pada tuberculum anterior
atlas. Yang kedua serabut oblique inferior, origo berjalan dari corpus
vertebra thoracalis I sampai III dan insersio pada tuberculum anterius
20
vertebra cervicalis VI. Dan yang terakhir serabut medial, origo terbentang
dari corpus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebra cervicalis bagian
bawah insersio pada corpus vertebra cervicalis bagian atas (Wibowo,
2005).
Otot longus capitis origo terletak pada tuberculum anterius processus
transversus vertebra cervicalis III sampai VI, insersio pada bagian basal
os occipital berfungsi membentuk gerakan flexi, Lateral flexi dan
menginervasi plexus cervicalis C1-C4 (Wibowo, 2005).
6. Patofisiologi neck pain
Pemeriksaan dilakukan mulai dengan palpasi pada bagian leher dan
bahu pasien. Karena tulang dan otot leher cukup dekat dengan permukaan,
maka dokter yang berpengalaman akan dapat merasakan pembengkakan
kelenjar, tumor, spasme otot, atau tonjolan yang abnormal dari vertebra
(Samara, 2007). Penyebab sesungguhnya neck pain masih belum di ketahui,
sebagian besar pasien yang mengeluh sakit leher biasanya di kesampingkan.
Pasien dengan nyeri leher diklasifikasikan kedalam gangguan akar saraf
atau mechanical neck disorder. Beberapa kondisi terutama pada individu
yang mengalami degenerasi dan kelainan pada pergerakan segmen cervical
tidak selalu berhubungan dengan gejala. berkisar antara 14% sampai 18%
individu tanpa nyeri leher, degenerative masih di yakini menjadi penyebab
utama nyeri leher (child et al., 2008).
21
Proses terjadinya neck pain dapat berawal dari postur buruk
kemudian terjadi pergerakan kedepan di bagian leher, sehingga pusat
pembebanan berada di leher. Pembebanan tersebut dapat mengakibatkan
kerja berlebih pada otot leher bagian stabilisasi, sehingga terjadi postural
stres. Postural stres yang berlangsung lama dan di lakukan secara terus
menerus membuat tekanan pada leher meningkat, sehingga membuat otot
leher kaku. Kekakuan otot akan mengurangi lingkup gerak sendi sehingga
dapat mengiritasi jaringan lunak di sekitar otot yang kaku pada leher. Proses
tersebut menghasilkan nyeri pada leher (Morrison, 2011).
7. Diagnosa neck pain
Tanda-tanda kondisi medis atau psikologis yang serius, terkait dengan
neck pain menurut Childs et al., (2008) yaitu:
a. Keterbatasan gerak di daerah servical
b. Sakit kepala
c. Rasa sakit yang menjalar ke ekstremitas atas
Tanda klinis tersebut berguna untuk mengklasifikasikan pasien
dengan nyeri leher kedalam kategori International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problems (ICD) seperti
cervicalgia, nyeri pada tulang belakang, sakit kepala, sindrom
cervicocranial, strain cervical tulang belakang, spondylosis dengan
radiculopathy, dan gangguan discus dengan radiculopathy.
22
Pemeriksaan fisik untuk mengklasifikasikan pasien menurut
International Classification of Functioning, Disability and Health (ICF)
menurut Childs et al., (2008) yaitu:
a. Cervical active range of motion
Cervical active range of motion adalah pemeriksaan region cervical
yang dilakukan secara mandiri oleh pasien kemudian diukur dengan
goniometer oleh terapis. Untuk pemeriksaan ini gerakan yang dilihat
adalah fleksi dan ekstensi cervical, rotasi cervical, dan lateral rotasi
cervical.
1) Fleksi dan ekstensi cervical
Responden duduk dengan trunk tegak, leher dalam posisi
anatomis, posisi tangan menggantung, bahu rileks.Letakkan
goniometer pada axis external auditory meatus. Perintahkan
responden untuk mnggerakkan kepala keatas dan kebawah. Ukur
ROM fleksi dan ekstensi cervical
2) Rotasi cervical
Responden duduk dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis,
posisi tangan menggantung, bahu rileks. Letakkan goniometer pada
axis pada bagian atas tengah/pusat dari kepala perintahkan
responden untuk menggerakkan kepala menghadap ke kanan dan
kiri. Ukur ROM rotasi cervikal dengan orientasi moving arm pada
hidung
23
3) Lateral rotasi cervical
Responden duduk dengan trunk tegak, leher dalam posisi anatomis,
posisi tangan menggantung, bahu rileks. Letakkan goniometer pada
axis processus spinosus C7. Perintahkan responden untuk
melakukan gerakan lateral rotasi. Ukur ROM lateral fleksi cervikal
dengan orientasi moving arm pada protuberaatia occipital external
(POE) dari os.occipital.
b. Cervical and thoracic segmental mobility
Pemeriksaan umum biasanya dilakukan dengan palpasi pada
bagian leher dan bahu pasien. Karena tulang dan otot leher cukup dekat
dengan permukaan, maka dokter yang berpengalaman akan dapat
merasakan pembengkakan kelenjar, tumor, spasme otot, atau tonjolan
yang abnormal dari vertebra (Samara, 2007).
8. Kategori neck pain
Menurut Cohen (2015) Ada banyak cara untuk mengkategorikan nyeri
leher termasuk durasi (akut, < 6 minggu; subakut, 3 bulan; kronis, > 3
bulan), keparahan, etiologi, dan jenis (yaitu, mekanik atau neuropatik).
a. Mechanichal
Nyeri mekanis adalah nyeri yang mengacu pada rasa sakit yang
berasal dari tulang belakang atau supstruktur porting, seperti ligamen
dan otot. Contoh nyeri mekanis yang umum adalah nyeri yang timbul
24
dari sendi facet (Misalnya, Arthritis), nyeri diskogenik dan nyeri
myofascial.
b. Neuropathic
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang dihasilkan dari luka atau
penyakit yang melibatkan Sistem saraf perifer, yang umumnya
disebabkan oleh iritasi mekanis atau kimiawi pada akar saraf. Contoh
yang paling umum dari Nyeri neuropatik adalah gejala radikular dari
Herniated disk atau Osteophyte dan SpinalsStenosis. Mielopati atau
gejala yang timbul dari Patologi tulang belakang tali pusat, merupakan
bentuk neuropati pusat rasa sakit. Nyeri neuropatik-nociceptive
Termasuk nyeri postlaminektomi (gagal operasi leher) Sindrom dan
degenerasi discus yang berakibat pada Kombinasi nyeri mekanik dari
Gangguan annular dan gejala radikuler dari herni-Atikel nukleus
pulposus.
9. Penanganan neck pain
Morrison (2011), berpendapat untuk menurunkan resiko nyeri leher,
ketika duduk tegak di meja dan melihat objek : mata harus memandang
lurus kedepan. Lengan seharusnya tegak lurus dengan bidang saat
melakukan pekerjaan, Siku harus di samping tubuh. Kaki harus datar di atas
lantai dengan paha sejajar dengan lantai.
Pergerakan terus menerus ke satu sisi atau rotasi leher dan kembali ke
sisi yang samadapat memperburuk keadaan sendi dan jaringan lunak di
sekitar leher dan dapat menimbulkan rasa sakit. Para pekerja dengan posisi
25
duduk yang salah, postur buruk, dan kebiasaan melakukan pekerjaan
berulang dapat meningkatkan resiko nyeri leher. Peregangan dan olahraga
yang efektif dapat membantu memulihkan postur yang buruk dengan
mengurangi tekanan di leher dan mengurangi rasa sakit.
C. Pekerjaan
Pekerjaan adalah serangkaian kegiatan fisik yang dilakukan pada tempat
kerja yang berkaitan dengan kekuatan otot pada tubuh pekerja. Kerja otot sangat
berkaitan dengan kegiatan pekerjaan yang dilakukan (Suriatmini, 2011).
1. Jenis pekerjaan
a. Pekerjaan statis
Masalah utama pada pekerjaan statis ditimbulkan oleh postur tubuh yang
tidak sesuai dengan anatomi dalam jangka waktu yang lama dan
repetitive. Selama melakukan pekerjaan, pekerjaan yang memicu postur
tubuh yang tidak anatomis memicu beberapa bagian tubuh menglami
tekanan atau stress.
b. Pekerjaan dinamis
Pekerjaan dinamis menuntut pekerja untuk selalu menggunakan energy
yang berlebih dan mengangkat barang dalam waktu yang sering dan
jangka waktu yang lama.
2. Postur tubuh
Postur adalah posisi relatif bagian tubuh tertentu pada saat bekerja yang
ditentukan oleh ukuran tubuh, desain area kerja, dan task requirement serta
26
ukuran peralatan lainnya yang di gunkan pada saat bekerja. Postur yang tidak
sesuai dapat beresiko terjadi gangguan atau cidera pada sistem
muskuloskeletal (Pulat dan Humantech dalam Suriatmini, 2011). Dalam
penelitian Mork (2009), menjelaskan bahwa kesesuaian bentuk tubuh dengan
alat kerja dapat mempengaruhi posisi atauupostur tubuh manusia.
Postur tubuh yang tidak sesuai dan terbiasa dalam waktu yang lama
mengakibatkan dengan postural stress. Postural stress ditandai dengan
kelelahan, nyeri dan rasa tidak nyaman (suriatmini, 2011). Resiko neck pain
yang diakibatkan oleh kelainan postur tubuh menurut survei BRIEF dalam
humantech Inc. adalah :
a. Posisi objek lebih dari 30o dibawah pandangan mata dengan posisi leher
menunduk membentuk sudut lebih dari 30o dari garis khayal vertical.
Gambar 2.3 neck posture kedepan (Humantech Inc., 2018)
b. Leher deviasi ke arah belakan atau posisi leher tengadah tanpa melihat
besar sudut oelh garis vertikal tubuh, apabila objek pekerjaan berada di
atas matas atau kepala.
27
Gambar 2.4 neck posture kebelakang (Humantech Inc.,2018)
D. Metode penilaian postur kerja
Penilaian posturk kerja diperlukan jika ada keluhan dari pekerja atau secara
visual postur pekerja dalam melakukan pekerjaan memiliki resiko cedera
musculoskeletal. Diharapkan dengan adanya penilaian dan analisis postur kerja dapat
mengurangi resiko cedera dari pekerja itu sendiri.
1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)
RULA adalah sebuah metode survei yang di kembangkan untuk kegunaan
investigasi ergonomic pada tempat kerja, dimana penyakit otot rangka tubuh
bagian atas yang terkait kerja teridentifikasi. Piranti ini tidak membutuhkan
peralatan khusus dalam menyediakan pengukuran postur leher, punggung,
lengan dan tubuh bagian atas seiring fungsi otot dan beban luar yang dialami
tubuh.
Pengembangan RULA dilakukan melalui evaluasi mengenai postur yang
diadopsi pekerja, tenaga yang dibutuhkan serta gerakan otot baik oleh operator
display maupun operator yang bekerja dalam berbagai tugasmanufaktur dimana
resiko yang terkain dengan kelainan otot rangka pada tubuh bagian atas yang
mungkin ada. Metode ini menggunakan diagram-diagram dari postur tubuh dan
28
tabel-tabel penilaian untuk menyediakan evaluasi paparan faktor-faktor resiko.
Faktor-faktor resiko yang dijelaskan merupakan faktor beban eksternal yaitu:
1. Jumlah gerakan.
2. Pekerja dengan otot statis.
3. Tenaga.
4. Postur kerja yang ditentukan oleh perlengkapan
Tahap-tahap menggunakan metode RULA adalah sebagai berikut:
Tahap 1.
Pengembangan metode untuk pencatatan postur kerja untukmenghasilkan
suatu metode yang cepat digunakan, tubuh dibagi menjadi dua bagian, yaitu grup
A dan grup B. Grup A meliputi lengan atas dan lengan bawah serta pergelangan
tangan. Sementara grup B meliputi leher, badan dan kaki. Hal ini memastikan
bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan dan leher yang
terbatas yang mungkin mempengaruhi postur tubuh bagian atas dapat masuk dalam
pemeriksaan. Kisaran gerakan untuk setiap bagian tubuh dibagi menjadi bagian-
bagian menurut kriteria yang berasal dari interpretasi literatur yang relevan.
Bagian-bagian ini diberi angka sehingga angka 1 berada pada kisaran gerakan atau
postur kerja dimana resiko faktor merupakan terkecil atau minimal. Sementara
angka-angka yang lebih tinggi diberikan pada bagian-bagian kisaran gerakan
dengan postur yang lebih ekstrim yang menunjukkan adanya faktor resiko yang
meningkat yang menghasilkan beban pada struktur bagian tubuh.
Sistem penilaian pada setiap postur bagian tubuh ini menghasilkan urutan
angka yang logis dan mudah untuk diingat. Agar memudahakan identifikasi postur
29
dari gambar setiap bagian tubuh disajikan dalam bidang sagital.Pemeriksaan atau
pengukuran dimulai dengan mengamati operator selama beberapa siklus kerja
untuk menentukan tugas dan postur pengukuran. Pemilihan mungkin dilakukan
pada postur dengan sikluskerja terlama dimanabeban terbesar terjadi. Karena
RULA dapat dilakukan dengan cepat, maka pengukuran dapat dilakukan pada
setiap postur pada siklus kerja.
Kelompok A memperlihatkan postur tubuh bagian lengan atas, lengan
bawah pergelangan tangan. Skor-skor tersebut adalah:
Rentang untuk lengan atas adalah:
Skor Keterangan
1 20° ekstensi hingga 20° fleksi
2 Ekstensi lebih dari 20° atau 20° - 45° fleksi
3 45° - 90° fleksi
4 90° fleksi atau lebih.
Keterangan:
+ 1 jika pundak atau bahu ditinggikan.
+ 1 jika lengan atas abduksi.
-1 jika operator bersandar atau bobot lengan ditopang
Rentang untuk lengan bawah adalah:
Skor Keterangan
1 60° - 100° fleksi.
2 untuk kurang dari 60° atau lebih dari 100° fleksi
Keterangan:
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau
keluar dari sisi.
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau
keluar dari sisi.
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau
keluar dari sisi.
30
+ 1 jika lengan bekerja melintasi garis tengah badan atau
keluar dari sisi.
Untuk pergelangan tangan sebagai berikut:
Skor Keterangan
1 Netral
2 0 – 15 ° fleksi maupun ekstensi
3 15° atau lebih fleksi maupun ekstensi
Keterangan:
+1 jika pergelangan tangan berada pada deviasi radial maupun ulnar.
Putaran pergerakan tangan adalah:
+1 jika pergelangan tangan berada pda rentang menengah putaran.
+2 jika pergelangan tangan pada atau hampir berada pada akhir
rentang putaran.
Kelompok B meliputi leher, badan dan kaki. Skor dan kisaran tersebut adalah:
Skor Keterangan
1 0 - 10° fleksi
2 10 - 20° fleksi
3 20° atau fleksi
4 Ekstensi
Apabila leher diputar atau dibengkokkan. Keterangan :
+1 jika leher diputar atau posisi miring, dibengkokkan ke kanan atau
kiri
Untuk daerah punggung adalah sebagai berikut :
Skor Keterangan
1 duduk dan ditopang dengan baik dengan
sudut paha tubuh 90° atau lebih
2 0 - 20° fleksi
3 20 - 60° fleksi
4 60° fleksi atau lebih
Punggung diputar atau dibengkokkan. Keterangan:
+1 jika tubuh diputar
+1 jika tubuh miring kesamping.
31
Kisaran untuk kaki dengan skor postur kaki ditetapkan sebagai berikut:
+1 jika kaki tertopang ketika duduk dengan bobot seimbang rata
+1 jika berdiri dimana bobot tubuh tersebar merata pada kaki
dimana terdapat ruang untuk berubah posisi.
+2 jika kaki tidak tertopang atau bobot tubuh tidak tersebar
merata
Tahap 2.
Perkembangan sistem untuk pengelompokan skor postur bagian tubuh gambar
sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok A yang meliputi lengan atas, lengan
bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan
skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A
untuk memperoleh skor A.
Tabel 2.1
Skor Grup A
Upper
arm
Lower
arm
Wrist
1 2 3 4
Wrist twist Wrist twist Wrist twist Wrist twist
1 2 1 2 1 2 1 2
1
1 1 2 2 2 2 3 3 3
2 2 2 2 2 3 3 3 3
3 2 3 2 3 3 3 4 4
2
1 2 2 2 3 3 3 4 4
2 2 2 2 3 3 3 4 4
3 2 3 3 3 3 4 4 5
3
1 2 3 3 3 4 4 5 5
2 2 3 3 3 4 4 5 5
3 2 3 3 4 4 4 5 5
4
1 2 4 4 4 4 4 5 5
2 3 4 4 4 4 4 5 5
3 3 4 4 5 5 5 6 6
5
1 5 5 5 5 5 6 6 7
2 5 6 6 6 6 7 7 7
3 6 6 6 7 7 7 7 8
32
6
1 7 7 7 7 7 8 8 9
2 7 8 8 8 8 9 9 9
3 9 9 9 9 9 9 9 9
Gambar sikap kerja yang dihasilkan dari postur kelompok B yaitu leher, punggung dan
kaki diamati dan ditentukan skor untukmasing-masing postur. Kemudian skor tersebut
dimasukkan kedalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Tabel 2.2
Skor Grup B
Neck
Trunk Posture Score
1 2 3 4 5 6
Legs Legs Legs Legs Legs Legs
1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2
1 1 3 2 3 3 4 5 5 6 6 7 7
2 2 3 2 3 4 5 5 5 6 7 7 7
3 3 3 3 4 4 5 5 6 6 7 7 7
4 5 5 5 6 6 7 7 7 7 7 8 8
5 7 7 7 7 7 8 8 8 8 8 8 8
6 8 8 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9
Kemudian sistem pemberian skor dilanjutkan dengan melibatkan otot dan tenaga yang
digunakan. Penggunaan yang melibatkan otot diberikan skor untuk penggunaan otot
sebagai berikut:
+ 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit)
atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali
dalam 1 menit.
Penggunaan beban ditambahkan penilaian sebagi berikut :
Skor Keterangan
0 jika pembebanan sesekali atau tenaga
kurang dari 2 kg dan ditahan
1 jika beban sesekali 2-10 kg.
2
jika beban 2-10 kg bersifat statis atau
berulang atau beban sesekali namun lebih
dari 10 kg.
33
3 jika beban atau tenaga lebih dari 10 kg
dialami secara statis atau berulang.
4 jika pembebanan seberapapun besarnya
dialami dengan sentakan cepat
Skor penggunaan otot dan skor tenaga pada kelompok tubuh bagian A dan B diukur
dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang
berasal dari tabel Adan B, yaitu sebagai berikut:
Skor A + skor penggunaan otot + skor beban untuk kelompok
A = skor C.
Skor B + skor pengguanaan otot + skor beban ntuk kelompok
B = skor D.
Tabel 2.3
Grand Score
Score
Goup A
Score Goup B
1 2 3 4 5 6 7
1 1 2 3 3 4 5 5
2 2 2 3 4 4 5 5
3 3 3 3 4 4 5 6
4 3 3 3 4 5 6 6
5 4 4 4 5 6 7 7
6 4 4 5 6 6 7 7
7 5 5 6 6 7 7 7
8+ 5 5 6 7 7 7 7
Setelah diperoleh grand score yang bernilai 1 sampai 7, masing-masing score
menunjukkan level tindakan (action level ) sebagai berikut:
Action
Level Skor Keterangan
1 1 atau 2 Postur ini biasa diterima jika tidak
dipertahankan atau tidak berulang
dalam periode yang lama
2 3 atau 4 Diperlukan pemeriksaan lanjutan
dan juga diperlukan perubahan-
perubahan.
34
3 5 atau 6 Pemeriksaaan dan perubahan perlu
segera dilakukan.
4 7
Kondisi ini berbahaya maka
pemeriksaan dan perubahan
diperlukan dengan segera (saat itu
juga)
2. Nordic Body Map.
Metode Nordic Body Map merupakan metode penilaian yang sangat
subjektif artinya keberhasilan aplikasi metode ini sangat tergantung dari kondisi
dan situasi yang dialami pekerja pada saat dilakukannya penelitian dan juga
tergantung dari keahlian dan pengalaman observer yang bersangkutan.
Kuesioner Nordic Body Map ini telah secara luas digunakan oleh para ahli
ergonomi untuk menilai tingkat keparahan gangguan pada sistem
muskuloskeletal dan mempunyai validitas dan reabilitas yang cukup. (Tarwaka,
2011)
Kuesioner Nordic Body Map meliputi 28 bagian otot – otot skeletal
pada kedua sisi tubuh kanan dan kiri. Dimulai dari anggota tubuh bagian atas
yaitu otot leher sampai dengan otot pada kaki. Melalui kuesioner ini akan dapat
diketahui bagian – bagian otot mana saja yang mengalami gangguan kenyerian
atau keluhan dari tingkat rendah (tidak ada keluhan/cedera) sampai dengan
keluhan tingkat tinggi (Tarwaka, 2010).
Berikut dibawah ini merupakan pedoman yang digunakan untuk
menentukan klasifikasi tingkat resiko otot skeletal dari Nordic body map.
35
Klasifikasi subjektivitas tingkat resiko otot skeletal berdasarkan total skor
individu yaitu :
Tabel 2.4
Klasifikasi Tingkat Resiko Berdasarkan Total Skor Individu
Total Skor Individu Tingkat Resiko
28-49 Rendah
50-70 Sedang
71-91 Tinggi
92-112 Sangat tinggi
E. Standar Operasional Karyawan Pembuat Roti di Pabrik Roti Sri Rejeki
Pabrik roti sri rejeki berdiri tahun 1967. Usaha pembuatan roti dimulai dari
usaha rumah tangga dan berdiri hingga saat ini. Pabrik ini memiliki karyawan sejumlah
83 orang dengan rincian 53 orang bagian memasak, pembuat adonan, 15 orang bagian
membungkus kemasan, 8 orang sales dan 7 orang bagian pembantu.
Standar operasional karyawan bagian memasak di pabrik roti Sri Rejeki
adalah sebagai berikut.
1. Para pekerja memasuki ruang kerja pada pukul 06.00 untuk shift 1 dan
pukul 14.00-22.00 untuk shift 2.
2. Pekerja memasuki area khusus untuk memasak adonan roti yang telah
disiapkan oleh pembuat adonan.
3. Setelah mengambil adonan pekerja memasukkan adonan yang sudah
dituangkan dalam cetakan khusus kedalam oven yang sudah panas.
36
4. Pekerja yang lain kemudian mengambil adonan berikutnya untuk
disiapkan kedalam oven sebagai pengganti adonan yang sudah masak
untuk dimasukkan kembai kedalam oven untuk dimasak.
5. Setelah adonan matang pekerja mengambil adonan yang sudah matang
kemudian dipindah kedalam wadah khusus yang sudah disiapkan.
6. Kembali ke langkah empat untuk pekerja yang lainnya.
7. Setelah 30 menit pekerja yang memasak berganti mengambil adonan
dari pembuat adonan dan bagian pekerja yang mengambil adonan
berganti memasak.