BAB II
-
Upload
larasaticendani -
Category
Documents
-
view
9 -
download
0
Transcript of BAB II
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Radar
Istilah radar berasal dari “radio detection and ranging”. Radar
menggunakan microwave dari spektrum elektromagnetik, dengan rentang
frekuensi 1 hingga 1,000 GHz dan panjang gelombang 30 cm hingga 0.3 mm
(Tabel 1). Radar dengan panjang gelombang yang pendek lebih sensitif
terhadap perubahan yang kecil (resolusi tinggi) tetapi tidak bisa menembus
awan maupun vegetasi seperti halnya sinyal dengan panjang gelombang tinggi
(resolusi lebih rendah). Semua sistem radar menggunakan radio transmitter
yang mengirimkan sinyal microwave. Radar diklasifikasikan menjadi tracking
radar dan imaging radar (Dzurisin,2007).
1. Tracking radar.
Jarak ke obyek ditentukan berdasarkan waktu tempuh radar
berkecepatan cahaya dari transmitter ke obyek dan kembali ke
receiver. Obyek yang bergerak terhadap transmitter, kecepatannya
ditentukan dari frekuensi sinyal balik yang berbeda dari sinyal yang
dipancarkan karena adanya efek Doppler. Jika receiver diatur untuk
menolak sinyal balik yang sama frekuensinya dengan yang
dipancarkan dan memperbesar hanya sinyal yang berbeda frekuensi,
maka obyek yang bergerak dapat terdeteksi. Radar pengontrol
lalulintas udara dan detektor kecepatan yang digunakan oleh polisi
menggunakan teknologi ini.
2. Imaging radar.
Pada radar untuk keperluan imaging, saat sinyal microwave
mencapai target, sebagian dari energi dipantulkan kembali ke
sumbernya yang kemudian diterima, diperbesar, dan diproses. Jarak
antara obyek dan transmitter dan sifat dari obyek ditentukan oleh
waktu tempuh dan karakter dari sinyal yang diterima. Tidak semua
target memantulkan microwave secara sama. Daya pantul benda
tergantung pada ukuran, bentuk, kekasaran permukaan, arah, dan
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 3
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
sifat dielectric (sangat dipengaruhi oleh kandungan uap air). Obyek
berbahan metal adalah reflektor terbaik, sementara kain dan plastik
menghasilkan pantulan lemah. Air laut yang bergerak dan danau es
adalah reflector yang baik, sementara jalan dan jalan tol sebaliknya.
Permukaan yang kasar biasanya lebih terang pada image radar
dibandingkan dengan permukaan yang halus, karena bagian dari
elemen yang kasar berarah tegak lurus terhadap datangnya sinyal dan
memantulkan energi kembali ke sumbernya. Dengan permukaan
yang halus, hampir semua energi terbelokkan menjauh dari sumber
yang menyebabkan obyek tampak gelap di image radar. Contohnya
adalah pada saat tenang, tubuh air akan berwarna gelap dan pada
cuaca berangin akan tampak terang.
Dua karakteristik radar yang menjadikannya penting dalam pemantauan
gunungapi adalah :
1.) radar adalah sensor aktif yang menyediakan sinyal sendiri sehingga efektif
pada siang maupun malam hari, pada cuaca baik maupun buruk (tidak
tergantung cuaca) dan (2) dengan panjang gelombangnya yang lebih
panjang sehingga mampu untuk menembus awan dan vegetasi. Untuk
imaging radar rentang frekuensi dari 1 hingga 12 GHz, terbagi atas X-band
(λ ~ 3 cm), C-band (λ ~ 5 cm), dan L-band (λ ~ 20 cm). Hal ini
memberikan keuntungan dalam pemantauan gunungapi terutama pada saat
terjadi erupsi atau pada peningkatan aktivitas vulkanik.
2.2 SYNTHETIC-APERTURE RADAR (SAR)
Berbeda dengan foto udara yang diambil secara vertikal terhadap obyek,
pengambilan data radar dilakukan dari arah samping dengan tujuan untuk
memudahkan dalam membedakan target-target yang berlokasi pada jarak yang
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 4
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
berbeda dari radar. Informasi yang diperoleh adalah berupa ketinggian
permukaan (misalnya topografi) dan faktor lain yang mempengaruhi
reflektivitas radar, termasuk kekasaran permukaan benda dan kandungan uap
air. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan
karakteristik SAR, diantaranya adalah:
1.) Keterlambatan (delay) perambatan sinyal di ionosfer dan troposfer
juga berpengaruh terhadap waktu tempuh sinyal. Ketidakseragaman
kerapatan elektron di ionosfer atau konsentrasi kandungan air di
troposfer menghasilkan variasi delay dalam dimensi ruang yang
kemudian menghasilkan fringe pada interferogram.
2.) Foreshortening, layover, dan shadowing. Kondisi yang dikenal
sebagai foreshortening dan layover sangat umum dijumpai pada
radar image. Efek dari sinyal radar yang bervariasi sudut dan arahnya
saat dipancarkan, dapat secara signifikan merubah tampilan dan
informasi pada radar image. Arah pancaran sinyal balik sangat
berkaitan dengan sinyal yang dipancarkan dan posisi obyek terhadap
satelit sangat menentukan dimensi atau kenampakan citra yang
dihasilkan. Secara umum, lebar dari suatu permukaan baik horizontal
maupun miring akan meningkat seiring meningkatnya jarak
perjalanan sinyal.
Pada radar citra dimana topografinya berbukit-bukit dengan lereng
bergelombang, muncul karakteristik geometrik yang tidak biasa.
Istilah layover dan foreshortening diaplikasikan pada fenomena
tersebut. Keduanya menggambarkan kompresi atau kontraksi
(thinning) pada lereng yang menghadap dan memanjang pada sisi
yang terkena bayangan. Pada banyak kejadian, layover dan
foreshortening menghasilkan kenampakan akhir yang sama.
Perubahan kenampakan tersebut lebih terlihat di jarak yang dekat ke
satelit dibandingkan yang jauh. Sementara shadowing terjadi jika
sinyal radar tidak dapat menjangkau suatu area karena tertutupi oleh
banyangan obyek yang tinggi di antara area tersebut dengan satelit
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 5
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
sehingga tidak ada sinyal yang dipantulkan kembali dan pada citra
akan terlihat gelap.
Gambar 1. Ilustrasi terjadinya foreshortening, layover, dan shadowing.
Pada tampakan topografi A, sinyal radar mencapai puncak dari lereng
yang menghadap arah datang sinyal sebelum mencapai lereng bagian
bawah. Sinyal balik bagian atas akan diterima lebih dulu oleh antenna
penerima daripada bagian bawah dan menghasilkan efek layover. Hal ini
terjadi pada area yang berjarak lebih dekat dan menurun seiring dengan
meningkatnya jarak obyek ke satelit; layover mulai menghilang di
tampakan topografi B. Foreshortening dimulai saat muka gelombang
mencapai bagian dasar sebelum bagian atas. Pada tampakan topografi D,
foreshortening terjadi pada lereng yang terjal dan pada area dibelakang
bukit akan terjadi shadowing. Panjang dan tingkat gelapnya bayangan
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 6
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
meningkat dari tampakan A ke D.
(http://rst.gsfc.nasa.gov/Sect8/Sect8_4.html).
2.3 INTERFEROMETRIC SAR
Pertama yang harus disiapkan untuk menghasilkan data digital elevation
model (DEM) dan deformasi pada skala sentimeter adalah radar image yang
berpasangan dan overlap. Radar yang overlap bisa diperoleh dengan 2 cara,
yaitu:
a.) Satelit dilengkapi dengan antenna yang terpisah, satu antenna berfungsi
sebagai transmitter dan receiver sementara antenna lain berfungsi sebagai
receiver kedua. Image yang dihasilkan oleh kedua antenna mirip tetapi
dengan sudut pandang yang berbeda. NASA menggunakan satelit jenis ini
untuk Shuttle Radar Topography Mission (SRTM).
b.) Membuat citra yang overlap dengan cara mengambil data citra setidaknya
dua kali dengan titik/sudut yang berdekatan pada waktu yang berbeda.
Prinsip ini sama dengan pengambilan data deformasi menggunakan
metode lapangan secara episodik. Kedua, co-registration dan membuat
interferogram untuk mendapatkan beda phase antara dua radar image.
Hasil yang baik ditentukan oleh nilai koherensi kedua image. Nilai
koherensi dipengaruhi terutama oleh baseline/jarak satelit pada waktu
pengambilan data yang berbeda. Pada baseline yang panjang, perbedaan
yang disebabkan oleh topografi dan sudut datang sinyal akan menyulitkan
tercapainya koherensi yang baik. Interferogram dihasilkan dari geometri
sudut pandang kedua image (orbital fringe), topografi (topographic
fringe), delay karena perbedaan kondisi atmosfer, gangguan, dan
perubahan range yang disebabkan oleh deformasi permukaan bumi
(deformation fringe) selama rentang dua waktu pengambilan data. Untuk
menghasilkan informasi deformasi permukaan, efek dari geometri dan
topografi harus dihilangkan. Pada pengambilan data radar, sinyal yang
kembali dan ditangkap oleh receiver sangat bervariasi dan random
termasuk perubahan fase yang disebabkan oleh sinyal radar yang
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 7
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
berinteraksi dengan permukaan suatu benda. Pembuatan interferogram
dimaksudkan untuk menghilangkan variasi dan data yang acak tersebut
dengan cara meregistrasi dua citra yang diambil pada waktu yang berbeda
namun dari titik dan sudut yang hampir sama, menghilangkan efek
geometri dan topografi, dan pada akhirnya hanya menghasilkan
perubahan/deformasi di permukaan.
2.4 InSAR UNTUK PEMANTAUAN GUNUNGAPI
Banyak contoh keberhasilan penggunaan InSAR untuk mengukur
adanya deformasi di gunungapi. Meskipun metode ini tidak selalu berhasil di
semua gunungapi terutama di daerah tropis dan subtropis dimana koherensi
yang baik antar image sulit untuk didapatkan karena pengaruh vegetasi dan
perbedaan cuaca serta iklim yang berimbas pada perbedaan kandungan uap air
di atmosfer serta kenampakan bentang alamnya yang berubah dari waktu ke
waktu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut ditempuh beberapa cara, yaitu
diantaranya:
a) Menggunakan data satelit dengan panjang gelombang yang lebih
tinggi, dalam hal menghilangkan pengaruh vegetasi akan lebih baik
digunakan L-band radar dibandingkan dengan C-band atau X-band.
b) Hanya menggunakan pasangan image yang diambil pada musim
yang sama untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh
perubahan permukaan bumi karena cuaca misalnya karena tertutup
salju, dan reduksi efek atmosfer yang berbeda. Karena meskipun
temporal decorrelation tidak menjadi masalah, anomali yang
disebabkan oleh delay karena efek atmosfer dapat menyulitkan
interpretasi. Delay karena efek atmosfer terjadi di ionosfer atau
troposfer dan disebabkan oleh ketidak homogenan kandungan air,
suhu, tekanan, atau kerapatan elektron. Akan lebih baik lagi jika
pengambilan data dilakukan pada malam hari pada saat kondisi
atmosfer stabil.
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 8
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
Data InSAR bisa diinterpretasikan sebagai deformasi di tubuh
gunungapi. Ilustrasi pada Gambar 2a memperlihatkan bagaimana
interferogram menginformasikan adanya inflasi. Suatu tubuh gunungapi yang
menggembung menghasilkan pola fringe konsentrik pada interferogram yang
efek geometri dan topografinya sudah dihilangkan (Massonnet, 1997 dalam
Dzurisin, 2007). Pada gambar tersebut, jika tinggi gunungapi berubah dari
garis tegas ke garis putus-putus pada radar yang diambil pada waktu t1 dan t2,
range R(t) dari SAR ke permukaan akan menurun setengah panjang
gelombangnya (δR=λ/2) di beberapa area, δR= λ di area lain, dan δR = 3λ/2 di
area berikutnya, dan seterusnya. Untuk setiap setengah panjang gelombang
perubahan, akan terbentuk fringe yang diperlihatkan dengan perubahan warna
dari merah ke biru pada interferogram.Deformasi berupa inflasi dengan
sumber titik (point-source) akan diperlihatkan oleh pola fringe yang
konsentrik di sekitar gunungapi dengan interval kontur λ/2. Penurunan
(subsidence) akan ditunjukkan dengan perubahan warna ke arah sebaliknya
(Gambar 2b). Pola fringe yang berhubungan dengan sumber tidak simetrik
seperti misalnya pada model pipa terbuka maupun tertutup tidak berbentuk
melingkar karena radar melihatnya dari samping dan peka terhadap perubahan
vertikal maupun horizontal.
(a)
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 9
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
(b)
Gambar 2. (a) Ilustrasi deformasi di tubuh gunungapi dan perubahan
range dan (b) interferogram yang menginformasikan adanya inflasi dan
deflasi di gunungapi (Dzurisin, 2007).
Berikut ini adalah contoh penggunaan metode InSAR memakai data
ALOS untuk pemantauan/pengukuran deformasi di gunungapi Indonesia:
1.) Gunung Sinabung, Sumatera Utara Gunung Sinabung
memperlihatkan adanya inflasi sebesar 4 cm selama periode
Februari 2007 – 2009 dengan kecepatan deformasi 2.2 cm/tahun
(Chaussard, 2010). Pada bulan September 2010 Gunung Sinabung
meletus setelah lebih dari 300 tahun istirahat. Deformasi teramati di
puncak Gunung Sinabung merupakan gejala awal letusan tersebut.
Data lain (komunikasi pribadi) menunjukkan bahwa terjadi inflasi
sebesar 2 cm pada rentang waktu Februari – Juli 2010 (Gambar 3).
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 10
InSAR Untuk Pemantauan Deformasi Gunung Api
Gambar 3. Hasil InSAR G. Sinabung Februari – Juli 2010
(Agustan, dkk, 2010).
2.) Gunung Slamet, Jawa Tengah Setelah tidak ada letusan selama 7
tahun, Gunung Slamet kembali meletus pada April 2009. Data
satelit menunjukkan adanya inflasi sebesar 12 cm selama periode
Mei 2007 hingga Mei 2009 dengan kecepatan inflasi sebesar 7.7
cm/tahun (Chaussard, 2010).
3.) Gunung Merapi Dari data InSAR terdeteksi inflasi yang cukup
besar di Gunung Merapi hingga September 2010 di lereng barat
kawah. Inflasi terukur sebesar 5 cm, bersesuaian dengan hasil
pengukuran lapangan sebesar 11 mm/hari pada 16 September 2010.
Inflasi juga masih terdeteksi hingga 1 November 2010 selama
letusan berlangsung (Agustan, 2011).
Larasati Sri Cendani 23-2012-082 11