BAB II
-
Upload
rony-melan -
Category
Documents
-
view
15 -
download
3
description
Transcript of BAB II
6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kegiatan Pengupasan Overburden
Pengertian kegiatan pengupasan overburden yaitu pemindahan suatu
lapisan batuan yang berada diatas cadangan batubara, agar batubara tersebut
menjadi tersingkap. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan
lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung dan
sistematika pengupasan yang baik. Kegiatan pengupasan dan pengangkutan
overburden pada kegiatan penambangan adalah suatu kegiatan yang
bertujuan untuk memindahkan material hasil penggalian ke tempat
penimbunan (disposal) dengan menggunakan alat-alat mekanis. Kegiatan
pengupasan lapisan tanah penutup ditentukan oleh rencana target produksi
semakin baik rancangan pada pengupasan lapisan tanah penutup maka
rencana target produksi semakin baik. Untuk mewujudkan kondisi tersebut
diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan lapisan tanah
penutup.
2.2 Alat – Alat Mekanis
2.2.1 Alat Gali dan Muat (Excavator)
1. Back Hoe
Adalah alat penggali yang cocok untuk menggali parit atau
saluran – saluran ataupun proses digging material overburden
pertambangan. Bodinya dapat berputar (swing) 360°. Gerakan
7
bucket atau dipper dari back hoe pada saat menggali arahnya
adalah kearah badan (body) backhoe itu sendiri. Jadi tidak
seperti power shovel, dimana arah penggaliannya menjauhi
badan (body) power shovel. Bagian – bagian utama dari
excavator antara lain :
1. Upper Structure, bagian atas unit yang bisa berputar.
2. Lower Structure, bagian bawah unit untuk berjalan.
Spesifikasi back hoe
Spesifikasi back hoe dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.1 Excavator Back Hoe
8
Keterangan gambar :
1. Bucket
2. Bucket cylinder
3. Arm
4. Arm cylinder
5. Boom
6. Boom cylinder
7. Sprocket
8. Track frame
9. Idler
10. Track shoe
Macam – macam back hoe
Macam – macam back hoe berdasarkan penggerak dippernya
terdiri atas :
a. Hydraulically Operated Hoe
- Crawler Mounted Hydraulically Operated Hoe
Gambar 2.2 Crawler Mounted Hydraucally Operated Hoe
9
- Wheel Mounted Hydraulically Operated Hoe
Gambar 2.3 Wheel Mounted Hydraucally Operated Hoe
b. Cable Operated Hoe
Gambar 2.4 Cable Operated Hoe
10
Cara kerja back hoe
Cara kerja back hoe dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 2.5 Skema Penggalian Dengan Back Hoe
Back hoe melakukan penggalian (cutting) dengan
menempatkan dirinya diatas jenjang (bench). Setelah dipper
terisi penuh, boom diangkat kemudian memutar (swing)
kearah truck yang menempatkan pada posisi untuk dimuati
dan dipper menumpahkan galiannya pada bak truk (dump to
truck). Untuk lebih jelasnya lihatlah pada gambar diatas.
11
2.2.2 Alat – Alat Angkut
1. Truck
Truck dipakai untuk menangani / mengangkut tanah,
aggregate (bongkahan), rock (batuan), bijih (ore), batubara
(coal), dan material yang lain. Alat angkut ini dibuat untuk
mengangkut material dengan berbagai keuntungan sebagai
berikut :
- Kapasitas yang cukup besar
- Kecepatan yang cukup tinggi
- Ongkos angkut rendah
- Memiliki fleksibilitas yang baik (high degree of flexibility)
Hampir semua jenis truck membutuhkan kondisi jalan
yang firm dan smooth dengan tanjakan (grade) yang tidak curam
agar dapat beroperasi dengan baik.
Ada beberapa jenis truck dengan ukuran sedemikian rupa
sehingga tidak boleh melintas pada jalan raya (off highway
truck). Biasanya truck dengan ukuran demikian digunakan untuk
kegiatan seperti berikut ini :
Mengangkut material tonage yang besar
Pada proyek PTM yang besar
Apabila diinginkan penghematan ongkos angkut
12
Gambar 2.6 Alat Angkut HD Truck
2.3 Teknik dan Metode Pengupasan Overburden
2.3.1 Teknik Pengupasan Overburden
Adapun pola teknis dari pengupasan overburden yaitu :
1. Back Filling Digging Method
Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang
batubaranya sudah digali. Cara Back Filling Digging Method
cocok untuk overburden yang bersifat :
a. Tidak diselangi oleh berlapis-lapis endapan batubara
(hanya ada satu lapisan).
b. Material atau batuannya lunak.
c. Letaknya mendatar (horizontal).
Peralatan yang banyak digunakan adalah Power Shovel
atau Dragline. Bila yang digunakan hanya satu buah peralatan
mekanis, Power Shovel atau Dragline saja disebut Single
Stripping Shovel / Dragline dan bila menggunakan lebih dari
13
satu buah Power Shovel atau Dragline disebut Tandem Stripping
Shovel / Dragline.
2. Benching System
Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem
jenjang ini pada waktu pengupasan lapisan tanah penutup
sekaligus sambil membuat jenjang. Sistem ini cocok untuk :
a. Tanah penutup yang tebal.
b. Bahan galian atau lapisan batubara yang tebal.
3. Multi Bucket Excavator System
Pada pengupasan cara ini tanah penutup dibuang ke
tempat yang sudah digali batubaranya atau ketempat
pembuangan khusus (disposal). Sistem ini cocok untuk tanah
penutup yang materialnya lunak dan tidak lengket. Pengupasan
dengan metode / cara ini menggunakan alat Bucket Wheel
Excavator (BWE).
4. Drag Scraper System
Cara ini biasanya diikuti dengan pengambilan batubara
setelah overburden dibuang, tetapi bisa juga tanah penutupnya
dihabiskan terlebih dahulu, kemudian baru batubaranya
ditambang. Sistem ini cocok untuk overburden yang materialnya
lunak dan lepas (loose).
14
5. Cara Konvensional
Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan
tanah mekanis (alat gali, alat muat, alat angkut) seperti
kombinasi antara Dozer, Excavator, dan Dump Truck. Bila
material overburden lunak bisa langsung menggunakan alat gali
muat, sedangkan bila materialnya keras bisa menggunakan
Ripper baru kemudian dimuat dengan alat muat ke alat angkut,
dan selanjutnya diangkut ke disposal dengan alat angkut.
2.3.2 Tahap – Tahap Pengupasan Overburden
Sebelum melakukan pengupasan overburden maka ada beberapa
hal yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Pembersihan lahan (land clearing) ini dilaksanakan untuk
memisahkan pepohonan/tumbuhan dari tanah tempat pohon
tersebut tumbuh, sehingga tidak tercampur dengan tanah
subsoilnya. Pepohonan yang dipisahkan ini nantinya dapat
dimanfaatkan sebagai humus pada saat pelaksanaan reklamasi.
Kegiatan pembersihan lahan ini dilaksanakan pada lahan yang
segera akan ditambang. Land clearing ini dilakukan dengan
menggunakan alat mekanis seperti Dozer.
2. Pengupasan tanah pucuk (top soil subsoil)
Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan
ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (overburden),
15
agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan
kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas
lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai
dilapisan batuan penutup (overburden). Kegiatan pengupasan
tanah pucuk (top soil) ini dilakukan karena lahan yang digali
masih berupa rona awal yang asli (belum pernah
digali/ditambang). Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya
ditimbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal
dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk
yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan
dipergunakan sebagai pelapis atas pada lahan disposal yang
telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi.
Pengupasan tanah pucuk (top soil) dengan menggunakan alat
mekanis.
3. Pemompaan Air Tambang
Pemompaan air tambang dilakukan dengan menggunakan
mesin pompa dan Caterpillar dengan kapasitas maksimal.
Pompa ini tidak setiap saat digunakan, penggunaanya hanya
apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan adanya
genangan air dalam jumlah banyak. Air hasil kegiatan
pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam penampungan
(settling pond) yang terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :
16
a. Kompartemen pertama, untuk mengendapkan kandungan
lumpur yang ikut larut dalam aliran air tambang yang
terpompa.
b. Kompartemen kedua, untuk penanganan (treatment)
kualitas pH air tambang yang dihasilkan, dimana air
tambang harus ber-pH standard sesuai batasan baku mutu
air tambang yang diijinkan.
c. Kompartemen ketiga, untuk kolam penstabilan air
tambang dan titik penataan kualitas air tambang sebelum
air tambang tersebut disalurkan ke perairan umum atau
sungai.
Gambar 2.7 Alat Mesin Pompa Air
Air tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih
dahulu untuk selanjutnya baru disalurkan ke perairan umum. Hal
ini sebagai upaya pencegahan terjadinya air asam tambang
17
(AAT). AAT adalah air yang berasal dari areal pertambangan
yang bersifat asam (pH < 7) sebagai akibat teroksidasinya
mineral sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan
adanya air. Sifat AAT adalah asam sehingga cenderung merusak
lingkungan, baik terhadap hewan biota air maupun tumbuhan
disekitar perairan tersebut.
Selanjutnya setelah semua hal tersebut dilakukan, maka
proses pengupasan/penggalian batuan penutup (overburden)
dapat dilakukan.
Pada proses pengupasan overburden dan pembuangannya dapat
dibagi dalam 3 tahap, yaitu pengupasan, pengangkutan, dan
pembuangan. Penggalian batuan penutup (overburden) dilakukan
pertama kali dengan menggunakan alat gali berupa alat berat Ripper
yang berfungsi sebagai alat pemecah bebatuan. Batuan penutup
(overburden) yang telah hancur tersebut selanjutnya diangkat oleh alat
mekanis jenis excavator dan dipindahkan ke alat angkut Heavy Duty
Truck. HD ini beroperasi dari loading point di front tambang menuju
ke areal disposal yang berjarak 1.200 meter / 1,2 km (pulang-pergi).
Penimbunan batuan penutup (overburden) di disposal ini harus
dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan
overburden dasar seluas areal disposal (luas maksimal) yang telah
ditentukan. Untuk selanjutnya dilakukan kegiatan penimbunan
overburden naik ke atas secara bertahap atau berjenjang dengan luasan
18
semakin mengecil, sehingga membentuk sebuah bukit atau gunung
yang ber trapsiring. Jika disposal ini nantinya telah dinyatakan
selesai, maka permukaan trapsiring disposal akan diberi lapisan top
soil (diambil dari top soil bank) setebal 50 – 100 cm dan permukaan
akhir dibentuk kontur landai membentuk bukit/gunung yang rata
(tidak trapsiring). Sedangkan derajat kemiringan kontur bukit ini
sekitar 60°. Hal ini untuk menghindari terfokusnya air limpasan
disposal sehingga dapat menimbulkan erosi / longsor.
2.4 Pola Pemuatan
Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka
pola pemuatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi waktu edar
alat. Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan,
operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi
bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali-muat
sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh
segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak
terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali-muatnya.
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukan
alat gali-muat dan alat angkut, yaitu :
1. Single Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada satu tempat.
2. Double Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada dua tempat.
3. Triple Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada tiga tempat.
19
Pola pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut
ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut,
apakah kedudukan alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan
kedua-duanya sama tinggi.
1. Top Loading
Pada cara ini kedudukan alat muat lebih tinggi dari alat angkut
(alat muat berada diatas tumpukan material atau berada diatas
jenjang). Cara ini hanya dipakai pada alat muat backhoe, selain itu
operator lebih leluasa untuk melihat bak dari alat angkut dalam
penempatan material.
Gambar 2.8 Pola Pemuatan Top Loading
20
2. Bottom Loading
Ketinggian atau letak antara alat muat dan alat angkut adalah
sama. Cara ini biasa dipakai pada alat muat wheel loader atau power
shovel.
Gambar 2.9 Pola pemuatan Bottom Loading
Berdasarkan cara manuvernya, pola pemuatannya dibedakan menjadi
antara lain :
a. Frontal Cuts
Backhoe berhadapan dengan muka jenjang atau front
penggalian. Pada pola ini alat muat memuat pertama kali pada truk
sebelah kiri sampai penuh kemudian dilanjutkan pemuatan pada truk
sebelah kanan. Sudut putar backhoe antara 10° - 110°.
Gambar 2.10 Pola Pemuatan Frontal Cuts
21
b. Parallel Cut With Drive-by
Backhoe bergerak melintang dan sejajar dengan front
penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki 2
(dua) akses dan berdekatan dengan lokasi penimbunan. Memiliki
efisiensi tinggi untuk alat muat dan angkutnya walaupun rata-rata
sudut putar alat muat lebih besar dibandingkan frontal cut.
Gambar 2.11 Parallel Cut With Drive-by
c. Parallel Cut With Turn And Back
Terdiri dari dua metode, yaitu :
Single Spotting / Single Truck Back Up
Pada cara ini truk kedua menunggu selagi alat muat
mengisi truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan
mundur, saat truk kedua diisi, truk ketiga datang dan menunggu
untuk melakukan manuver, dan seterusnya.
22
Gambar 2.12 Single Spotting / Single Truck Back Up
Double Spotting / Double Truck Back Up
Pada cara ini truk memutar dan mundur ke salah satu sisi
alat muat pada waktu alat muat mengisi truk pertama. Setelah
truk pertama berangkat, alat muat mengisi truk kedua. Ketika
truk kedua dimuati, truk ketiga datang dan langsung berputar
dan mundur kearah alat muat, begitu pula seterusnya.
Gambar 2.13 Double Spotting / Double Truck Back Up
23
2.5 Keadaan Jalan Angkut
Pemilihan alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh
jarak yang dilalui. Fungsi jalan adalah sebagai akses untuk menunjang
operasi tambang terutama dalam kegiatan pengangkutan (hauling).
Gambar 2.14 Kondisi Jalan Tambang Yang Sesuai
2.6 Waktu Edar (Cycle Time)
Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk
menghasilkan daur kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka
semakin tinggi produksinya.
2.6.1 Waktu Edar Alat Muat
Merupakan total waktu pada alat muat, yamg dimulai dari
pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan (dumping)
kedalam alat angkut dan kembali kosong.
Rumus :
CTm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4
24
Keterangan :
CTm : Total waktu edar alat muat (detik)
Tm1 : Digging (detik)
Tm2 : Swing bermuatan (detik)
Tm3 : Dumping (detik)
Tm4 : Swing kosong (detik)
2.6.2 Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu
menunggu alat untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati
(manuver), waktu diisi muatan (loading), waktu mengangkut muatan,
waktu mengatur posisi dumping (manuver), waktu dumping, dan
waktu kembali kosong.
Rumus :
Keterangan :
Cta : Waktu edar alat angkut (detik)
Ta1 : Manuver loading (detik)
Ta2 : Loading (detik)
Ta3 : Hauling (detik)
Ta4 : Manuver dumping (detik)
Ta5 : Dumping (detik)
Ta6 : Hauling kosong (detik)
CTa = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6
25
2.7 Faktor Pengisian Mangkuk (Bucket Fill Factor)
Faktor pengisian mangkuk adalah perbandingan antara kapasitas nyata
muat dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen.
Semakin besar faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata
dari alat tersebut. Faktor pengisian mangkuk juga disebut Bucket Fill
Factor.
Tabel Bucket Fill Factor berdasarkan jenis materialnya :
Tabel 2.1 Faktor Pengisian Mangkuk (Bucket Fill Factor)
Material Bucket Fill Factor (%)
Tanah dan tanah organik 80 – 100
Pasir dan kerikil 90 – 100
Lempung sedang 65 – 95
Lempung basah 50 – 90
Batuan dengan peledakan buruk 40 – 70
Batuan dengan peledakan baik 71 – 90
2.8 Faktor Pengembangan (Swell Factor)
Faktor pengembangan (swell factor) dari suatu material merupakan
penambahan volume material dari keadaan semula yang terkonsolidasi
dengan baik, sebagai akibat adanya pembongkaran atau penggalian.
2.9 Kondisi Tempat Kerja
Dalam mengoperasikan alat-alat mekanis kondisi tempat kerja sangat
penting untuk diperhatikan. Dalam kaitannya dengan produksi alat mekanis
yaitu mempengaruhi waktu edar alat, yaitu bilamana kondisi tempat kerja
26
jelek maka waktu edar yang digunakan semakin banyak, demikian pula
sebaliknya bilamana kondisi kerja baik maka waktu edarnya menjadi sedikit
dan produksi meningkat.
2.10 Kecakapan Operator
seperti halnya dengan kondisi tempat kerja, kecakapan operator tidak
kalah sangat pentingnya dalam mengoperasikan alat-alat mekanis. Dimana
dengan operator yang cakap dan berpengalaman penggunaan waktu edar
akan lebih sedikit.
2.11 Penggunaan Waktu Efektif
Sedikit banyaknya menggunakan waktu yang tersedia untuk bekerja
sangat dipengaruhi oleh : kondisi peralatan, kesiapan fisik operator dan
kondisi cuaca. Dengan kondisi peralatan yang kurang memadai
menyebabkan terbuangnya waktu karena perbaikan dan standby. Untuk
menggambarkan kondisi peralatan yang digunakan dapat diketahui dari :
1. Mechanical Availability
Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat
melalui faktor mekanis. Persamaan yang digunakan adalah :
MA = W x 100%
W + R
Dimana :
MA = Mechanical Availability (%)
W = Jumlah jam kerja (menit)
R = Jumlah jam perbaikan (menit)
27
2. Physical Availability
Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat
melalui faktor fisik. Persamaan yang digunakan adalah :
PA = W + S x 100%
W + R + S
Dimana :
PA = Physical Availability (%)
W = Jumlah jam kerja (menit)
R = Jumlah jam perbaikan (menit)
S = Waktu standby (menit)
3. Use of Availability
Merupakan cara untuk mengetahui tingkat pemakaian dari suatu
alat dalam kondisi siap pakai. Persamaan yang digunakan adalah :
UA = W x 100%
W + S
Dimana :
UA = Use of Availability (%)
W = Jumlah jam kerja (menit)
S = Waktu standby (menit)
4. Effective Utilization
Merupakan tingkat keberhasilan dalam menggunakan waktu
kerja yang tersedia. Persamaan yang digunakan adalah :
EU = W x 100%
W + R + S
28
Dimana :
EU = Effective Utilization (%)
W = Jumlah jam kerja (menit)
S = Waktu standby (menit)
R = Waktu perbaikan (menit)
5. Efisiensi Kerja
Merupakan perbandingan antara waktu efektif dengan waktu
total yang tersedia. Persamaan yang digunakan adalah :
Eff = We x 100%
W + R + S
Dimana :
Eff = Efisiensi kerja (%)
We = Waktu efektif
W = Jumlah jam kerja (menit)
S = Waktu standby (menit)
R = Waktu perbaikan (menit)
2.12 Produksi Alat Mekanis
Faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas alat gali – muat -
angkut adalah sebagai berikut :
a. Waktu edar alat muat dan alat angkut
b. Ukuran bucket alat muat dan ukuran bak alat angkut
c. Bucket Fill Factor
d. Efisiensi kerja
29
1. Produksi Alat Muat
Produksi alat muat adalah jumlah volume yang dapat diangkut
per jam kerja oleh sebuah alat muat.
Perhitungan untuk produksi alat muat :
C x SF x BFF x Em x 3600
Qtm =
CTm
Keterangan :
Qtm : Kemampuan produksi alat muat (BCM/jam)
CTm : Waktu edar alat muat (detik)
C : Kapasitas bucket (m³)
BFF : Bucket Fill Factor (%)
SF : Swell Factor (%)
Em : Efisiensi kerja alat muat (%)
2. Produksi Alat Angkut
Produksi untuk produksi alat angkut adalah sebagai berikut :
kb x SF x Ea x 3600
Qta =
CTa
Keterangan :
Qta : Kemampuan produksi alat angkut (BCM/jam)
Kb : Kapasitas bak = n x Cm x Bff
CTa : Waktu edar alat angkut (detik)
n : Jumlah curah bucket
30
Ea : Efisiensi kerja alat angkut
Bff : Bucket fill factor (%)
SF : Swell Factor
2.13 Keserasian Alat Muat dan Angkut (Match Factor)
Match factor merupakan suatu faktor penting yang digunakan dalam
penentuan jumlah alat angkut maupun jumlah alat gali muat agar terjadi
sinkronisasi kerja. Apabila jumlah antara alat gali muat sesuai dengan
jumlah alat angkut, akan tercapai efektifitas kerja yang optimal. Faktor
keserasian kerja merupakan suatu persamaan sistematis yang digunakan
untuk menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat muat dan alat angkut
untuk setiap kondisi kegiatan pemuatan dan pengangkutan.
Operasi kerja yang serasi antara alat muat dan alat angkut akan
memperlancar kegiatan pemuatan dan pengangkutan sehingga produksi
yang dihasilkan akan lebih optimum. Hal ini dapat dicapai dengan penilaian
terhadap cara kerja, jenis alat, ukuran, dan kemampuannya dengan
mempertimbangkan faktor – faktor tersebut baik untuk alat muat maupun
alat angkut. Penyesuaian berdasarkan spesifikasi teknis alat, terutama pada
saat merencanakan pemilihan alat.
Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat muat dan
alat angkut, maka produksi alat muat harus sesuai dengan produksi alat
angkut. Faktor keserasian alat muat dan alat angkut didasarkan pada
produksi alat muat danproduksi alat angkut yang dinyatakan dalam Match
Factor (MF). Hal ini dapat dicapai dengan penilaian terhadap cara kerja,
31
jenis alat, kapasitas, dan kemampuan suatu alat baik untuk alat muat
ataupun alat angkut.
Untuk menilai keserasian alat muat dan alat angkut dapat digunakan
rumus persamaan Match Factor sebagai berikut :
Na x n x CTm
MF =
Nm x Cta
Keterangan :
MF : Match Factor
Nm : Jumlah alat muat
Na : Jumlah alat angkut
n : Jumlah curah alat muat
Ctm : Waktu edar alat muat (detik)
Cta : Waktu edar alat angkut (detik)
Dari persamaan diatas akan muncul 3 (tiga) kemungkinan, yaitu :
1. MF < 1 artinya alat muat bekerja kurang dari 100% sedangkan alat
angkut bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat.
Jadi untuk mengetahui waktu tunggu alat muat yaitu :
Nm x Cta
Wtm = – n x CTm
Na
2. MF > 1 artinya alat muat bekerja 100% sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.
32
Jadi untuk mengetahui daripada waktu tunggu alat angkut yaitu
sebagai berikut :
Na x n xCTm
Wta = - Cta (menit)
Nm
3. MF = 1 artinya alat muat dan alat angkut bekerja 100% dengan
demikian tidak terdapat waktu tunggu bagi alat muat maupun alat
angkut.