BAB II

27
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kegiatan Pengupasan Overburden Pengertian kegiatan pengupasan overburden yaitu pemindahan suatu lapisan batuan yang berada diatas cadangan batubara, agar batubara tersebut menjadi tersingkap. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung dan sistematika pengupasan yang baik. Kegiatan pengupasan dan pengangkutan overburden pada kegiatan penambangan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memindahkan material hasil penggalian ke tempat penimbunan (disposal) dengan menggunakan alat-alat mekanis. Kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup ditentukan oleh rencana target produksi semakin baik rancangan pada pengupasan lapisan tanah penutup maka rencana target produksi semakin baik. Untuk mewujudkan kondisi tersebut diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan lapisan tanah penutup. 2.2 Alat Alat Mekanis 2.2.1 Alat Gali dan Muat (Excavator) 1. Back Hoe Adalah alat penggali yang cocok untuk menggali parit atau saluran saluran ataupun proses digging material overburden pertambangan. Bodinya dapat berputar (swing) 360°. Gerakan

description

BAB II LAPORAN KP PENGUPASAN OBTEKNIK PERTAMBANGAN

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kegiatan Pengupasan Overburden

Pengertian kegiatan pengupasan overburden yaitu pemindahan suatu

lapisan batuan yang berada diatas cadangan batubara, agar batubara tersebut

menjadi tersingkap. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan

lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung dan

sistematika pengupasan yang baik. Kegiatan pengupasan dan pengangkutan

overburden pada kegiatan penambangan adalah suatu kegiatan yang

bertujuan untuk memindahkan material hasil penggalian ke tempat

penimbunan (disposal) dengan menggunakan alat-alat mekanis. Kegiatan

pengupasan lapisan tanah penutup ditentukan oleh rencana target produksi

semakin baik rancangan pada pengupasan lapisan tanah penutup maka

rencana target produksi semakin baik. Untuk mewujudkan kondisi tersebut

diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan lapisan tanah

penutup.

2.2 Alat – Alat Mekanis

2.2.1 Alat Gali dan Muat (Excavator)

1. Back Hoe

Adalah alat penggali yang cocok untuk menggali parit atau

saluran – saluran ataupun proses digging material overburden

pertambangan. Bodinya dapat berputar (swing) 360°. Gerakan

Page 2: BAB II

7

bucket atau dipper dari back hoe pada saat menggali arahnya

adalah kearah badan (body) backhoe itu sendiri. Jadi tidak

seperti power shovel, dimana arah penggaliannya menjauhi

badan (body) power shovel. Bagian – bagian utama dari

excavator antara lain :

1. Upper Structure, bagian atas unit yang bisa berputar.

2. Lower Structure, bagian bawah unit untuk berjalan.

Spesifikasi back hoe

Spesifikasi back hoe dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Excavator Back Hoe

Page 3: BAB II

8

Keterangan gambar :

1. Bucket

2. Bucket cylinder

3. Arm

4. Arm cylinder

5. Boom

6. Boom cylinder

7. Sprocket

8. Track frame

9. Idler

10. Track shoe

Macam – macam back hoe

Macam – macam back hoe berdasarkan penggerak dippernya

terdiri atas :

a. Hydraulically Operated Hoe

- Crawler Mounted Hydraulically Operated Hoe

Gambar 2.2 Crawler Mounted Hydraucally Operated Hoe

Page 4: BAB II

9

- Wheel Mounted Hydraulically Operated Hoe

Gambar 2.3 Wheel Mounted Hydraucally Operated Hoe

b. Cable Operated Hoe

Gambar 2.4 Cable Operated Hoe

Page 5: BAB II

10

Cara kerja back hoe

Cara kerja back hoe dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 2.5 Skema Penggalian Dengan Back Hoe

Back hoe melakukan penggalian (cutting) dengan

menempatkan dirinya diatas jenjang (bench). Setelah dipper

terisi penuh, boom diangkat kemudian memutar (swing)

kearah truck yang menempatkan pada posisi untuk dimuati

dan dipper menumpahkan galiannya pada bak truk (dump to

truck). Untuk lebih jelasnya lihatlah pada gambar diatas.

Page 6: BAB II

11

2.2.2 Alat – Alat Angkut

1. Truck

Truck dipakai untuk menangani / mengangkut tanah,

aggregate (bongkahan), rock (batuan), bijih (ore), batubara

(coal), dan material yang lain. Alat angkut ini dibuat untuk

mengangkut material dengan berbagai keuntungan sebagai

berikut :

- Kapasitas yang cukup besar

- Kecepatan yang cukup tinggi

- Ongkos angkut rendah

- Memiliki fleksibilitas yang baik (high degree of flexibility)

Hampir semua jenis truck membutuhkan kondisi jalan

yang firm dan smooth dengan tanjakan (grade) yang tidak curam

agar dapat beroperasi dengan baik.

Ada beberapa jenis truck dengan ukuran sedemikian rupa

sehingga tidak boleh melintas pada jalan raya (off highway

truck). Biasanya truck dengan ukuran demikian digunakan untuk

kegiatan seperti berikut ini :

Mengangkut material tonage yang besar

Pada proyek PTM yang besar

Apabila diinginkan penghematan ongkos angkut

Page 7: BAB II

12

Gambar 2.6 Alat Angkut HD Truck

2.3 Teknik dan Metode Pengupasan Overburden

2.3.1 Teknik Pengupasan Overburden

Adapun pola teknis dari pengupasan overburden yaitu :

1. Back Filling Digging Method

Pada cara ini tanah penutup dibuang ke tempat yang

batubaranya sudah digali. Cara Back Filling Digging Method

cocok untuk overburden yang bersifat :

a. Tidak diselangi oleh berlapis-lapis endapan batubara

(hanya ada satu lapisan).

b. Material atau batuannya lunak.

c. Letaknya mendatar (horizontal).

Peralatan yang banyak digunakan adalah Power Shovel

atau Dragline. Bila yang digunakan hanya satu buah peralatan

mekanis, Power Shovel atau Dragline saja disebut Single

Stripping Shovel / Dragline dan bila menggunakan lebih dari

Page 8: BAB II

13

satu buah Power Shovel atau Dragline disebut Tandem Stripping

Shovel / Dragline.

2. Benching System

Cara pengupasan lapisan tanah penutup dengan sistem

jenjang ini pada waktu pengupasan lapisan tanah penutup

sekaligus sambil membuat jenjang. Sistem ini cocok untuk :

a. Tanah penutup yang tebal.

b. Bahan galian atau lapisan batubara yang tebal.

3. Multi Bucket Excavator System

Pada pengupasan cara ini tanah penutup dibuang ke

tempat yang sudah digali batubaranya atau ketempat

pembuangan khusus (disposal). Sistem ini cocok untuk tanah

penutup yang materialnya lunak dan tidak lengket. Pengupasan

dengan metode / cara ini menggunakan alat Bucket Wheel

Excavator (BWE).

4. Drag Scraper System

Cara ini biasanya diikuti dengan pengambilan batubara

setelah overburden dibuang, tetapi bisa juga tanah penutupnya

dihabiskan terlebih dahulu, kemudian baru batubaranya

ditambang. Sistem ini cocok untuk overburden yang materialnya

lunak dan lepas (loose).

Page 9: BAB II

14

5. Cara Konvensional

Cara ini menggunakan kombinasi alat-alat pemindahan

tanah mekanis (alat gali, alat muat, alat angkut) seperti

kombinasi antara Dozer, Excavator, dan Dump Truck. Bila

material overburden lunak bisa langsung menggunakan alat gali

muat, sedangkan bila materialnya keras bisa menggunakan

Ripper baru kemudian dimuat dengan alat muat ke alat angkut,

dan selanjutnya diangkut ke disposal dengan alat angkut.

2.3.2 Tahap – Tahap Pengupasan Overburden

Sebelum melakukan pengupasan overburden maka ada beberapa

hal yang perlu dilakukan, yaitu :

1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)

Pembersihan lahan (land clearing) ini dilaksanakan untuk

memisahkan pepohonan/tumbuhan dari tanah tempat pohon

tersebut tumbuh, sehingga tidak tercampur dengan tanah

subsoilnya. Pepohonan yang dipisahkan ini nantinya dapat

dimanfaatkan sebagai humus pada saat pelaksanaan reklamasi.

Kegiatan pembersihan lahan ini dilaksanakan pada lahan yang

segera akan ditambang. Land clearing ini dilakukan dengan

menggunakan alat mekanis seperti Dozer.

2. Pengupasan tanah pucuk (top soil subsoil)

Pengupasan tanah pucuk ini dilakukan terlebih dulu dan

ditempatkan terpisah terhadap batuan penutup (overburden),

Page 10: BAB II

15

agar pada saat pelaksanaan reklamasi dapat dimanfaatkan

kembali. Pengupasan top soil ini dilakukan sampai pada batas

lapisan subsoil, yaitu pada kedalaman dimana telah sampai

dilapisan batuan penutup (overburden). Kegiatan pengupasan

tanah pucuk (top soil) ini dilakukan karena lahan yang digali

masih berupa rona awal yang asli (belum pernah

digali/ditambang). Tanah pucuk yang telah terkupas selanjutnya

ditimbun dan dikumpulkan pada lokasi tertentu yang dikenal

dengan istilah Top Soil Bank. Untuk selanjutnya tanah pucuk

yang terkumpul di top soil bank pada saatnya nanti akan

dipergunakan sebagai pelapis atas pada lahan disposal yang

telah berakhir dan memasuki tahapan program reklamasi.

Pengupasan tanah pucuk (top soil) dengan menggunakan alat

mekanis.

3. Pemompaan Air Tambang

Pemompaan air tambang dilakukan dengan menggunakan

mesin pompa dan Caterpillar dengan kapasitas maksimal.

Pompa ini tidak setiap saat digunakan, penggunaanya hanya

apabila kondisi tambang cukup terganggu dengan adanya

genangan air dalam jumlah banyak. Air hasil kegiatan

pemompaan air tambang ini disalurkan ke kolam penampungan

(settling pond) yang terdiri dari 3 kompartemen, yaitu :

Page 11: BAB II

16

a. Kompartemen pertama, untuk mengendapkan kandungan

lumpur yang ikut larut dalam aliran air tambang yang

terpompa.

b. Kompartemen kedua, untuk penanganan (treatment)

kualitas pH air tambang yang dihasilkan, dimana air

tambang harus ber-pH standard sesuai batasan baku mutu

air tambang yang diijinkan.

c. Kompartemen ketiga, untuk kolam penstabilan air

tambang dan titik penataan kualitas air tambang sebelum

air tambang tersebut disalurkan ke perairan umum atau

sungai.

Gambar 2.7 Alat Mesin Pompa Air

Air tambang ini harus disalurkan ke settling pond terlebih

dahulu untuk selanjutnya baru disalurkan ke perairan umum. Hal

ini sebagai upaya pencegahan terjadinya air asam tambang

Page 12: BAB II

17

(AAT). AAT adalah air yang berasal dari areal pertambangan

yang bersifat asam (pH < 7) sebagai akibat teroksidasinya

mineral sulfide pada batuan pada kondisi lahan yang terbuka dan

adanya air. Sifat AAT adalah asam sehingga cenderung merusak

lingkungan, baik terhadap hewan biota air maupun tumbuhan

disekitar perairan tersebut.

Selanjutnya setelah semua hal tersebut dilakukan, maka

proses pengupasan/penggalian batuan penutup (overburden)

dapat dilakukan.

Pada proses pengupasan overburden dan pembuangannya dapat

dibagi dalam 3 tahap, yaitu pengupasan, pengangkutan, dan

pembuangan. Penggalian batuan penutup (overburden) dilakukan

pertama kali dengan menggunakan alat gali berupa alat berat Ripper

yang berfungsi sebagai alat pemecah bebatuan. Batuan penutup

(overburden) yang telah hancur tersebut selanjutnya diangkat oleh alat

mekanis jenis excavator dan dipindahkan ke alat angkut Heavy Duty

Truck. HD ini beroperasi dari loading point di front tambang menuju

ke areal disposal yang berjarak 1.200 meter / 1,2 km (pulang-pergi).

Penimbunan batuan penutup (overburden) di disposal ini harus

dilakukan secara bertahap, yaitu dimulai dengan membuat lapisan

overburden dasar seluas areal disposal (luas maksimal) yang telah

ditentukan. Untuk selanjutnya dilakukan kegiatan penimbunan

overburden naik ke atas secara bertahap atau berjenjang dengan luasan

Page 13: BAB II

18

semakin mengecil, sehingga membentuk sebuah bukit atau gunung

yang ber trapsiring. Jika disposal ini nantinya telah dinyatakan

selesai, maka permukaan trapsiring disposal akan diberi lapisan top

soil (diambil dari top soil bank) setebal 50 – 100 cm dan permukaan

akhir dibentuk kontur landai membentuk bukit/gunung yang rata

(tidak trapsiring). Sedangkan derajat kemiringan kontur bukit ini

sekitar 60°. Hal ini untuk menghindari terfokusnya air limpasan

disposal sehingga dapat menimbulkan erosi / longsor.

2.4 Pola Pemuatan

Untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan sasaran produksi maka

pola pemuatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi waktu edar

alat. Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan,

operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi

bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali-muat

sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh

segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak

terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali-muatnya.

Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukan

alat gali-muat dan alat angkut, yaitu :

1. Single Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada satu tempat.

2. Double Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada dua tempat.

3. Triple Back Up, Truk memposisikan untuk dimuati pada tiga tempat.

Page 14: BAB II

19

Pola pemuatan material oleh alat muat ke dalam alat angkut

ditentukan oleh kedudukan alat muat terhadap material dan alat angkut,

apakah kedudukan alat muat tersebut berada lebih tinggi atau kedudukan

kedua-duanya sama tinggi.

1. Top Loading

Pada cara ini kedudukan alat muat lebih tinggi dari alat angkut

(alat muat berada diatas tumpukan material atau berada diatas

jenjang). Cara ini hanya dipakai pada alat muat backhoe, selain itu

operator lebih leluasa untuk melihat bak dari alat angkut dalam

penempatan material.

Gambar 2.8 Pola Pemuatan Top Loading

Page 15: BAB II

20

2. Bottom Loading

Ketinggian atau letak antara alat muat dan alat angkut adalah

sama. Cara ini biasa dipakai pada alat muat wheel loader atau power

shovel.

Gambar 2.9 Pola pemuatan Bottom Loading

Berdasarkan cara manuvernya, pola pemuatannya dibedakan menjadi

antara lain :

a. Frontal Cuts

Backhoe berhadapan dengan muka jenjang atau front

penggalian. Pada pola ini alat muat memuat pertama kali pada truk

sebelah kiri sampai penuh kemudian dilanjutkan pemuatan pada truk

sebelah kanan. Sudut putar backhoe antara 10° - 110°.

Gambar 2.10 Pola Pemuatan Frontal Cuts

Page 16: BAB II

21

b. Parallel Cut With Drive-by

Backhoe bergerak melintang dan sejajar dengan front

penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki 2

(dua) akses dan berdekatan dengan lokasi penimbunan. Memiliki

efisiensi tinggi untuk alat muat dan angkutnya walaupun rata-rata

sudut putar alat muat lebih besar dibandingkan frontal cut.

Gambar 2.11 Parallel Cut With Drive-by

c. Parallel Cut With Turn And Back

Terdiri dari dua metode, yaitu :

Single Spotting / Single Truck Back Up

Pada cara ini truk kedua menunggu selagi alat muat

mengisi truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan

mundur, saat truk kedua diisi, truk ketiga datang dan menunggu

untuk melakukan manuver, dan seterusnya.

Page 17: BAB II

22

Gambar 2.12 Single Spotting / Single Truck Back Up

Double Spotting / Double Truck Back Up

Pada cara ini truk memutar dan mundur ke salah satu sisi

alat muat pada waktu alat muat mengisi truk pertama. Setelah

truk pertama berangkat, alat muat mengisi truk kedua. Ketika

truk kedua dimuati, truk ketiga datang dan langsung berputar

dan mundur kearah alat muat, begitu pula seterusnya.

Gambar 2.13 Double Spotting / Double Truck Back Up

Page 18: BAB II

23

2.5 Keadaan Jalan Angkut

Pemilihan alat-alat mekanis untuk transportasi sangat ditentukan oleh

jarak yang dilalui. Fungsi jalan adalah sebagai akses untuk menunjang

operasi tambang terutama dalam kegiatan pengangkutan (hauling).

Gambar 2.14 Kondisi Jalan Tambang Yang Sesuai

2.6 Waktu Edar (Cycle Time)

Waktu edar merupakan waktu yang diperlukan oleh alat untuk

menghasilkan daur kerja. Semakin kecil waktu edar suatu alat, maka

semakin tinggi produksinya.

2.6.1 Waktu Edar Alat Muat

Merupakan total waktu pada alat muat, yamg dimulai dari

pengisian bucket sampai dengan menumpahkan muatan (dumping)

kedalam alat angkut dan kembali kosong.

Rumus :

CTm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Page 19: BAB II

24

Keterangan :

CTm : Total waktu edar alat muat (detik)

Tm1 : Digging (detik)

Tm2 : Swing bermuatan (detik)

Tm3 : Dumping (detik)

Tm4 : Swing kosong (detik)

2.6.2 Waktu Edar Alat Angkut

Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu

menunggu alat untuk dimuat, waktu mengatur posisi untuk dimuati

(manuver), waktu diisi muatan (loading), waktu mengangkut muatan,

waktu mengatur posisi dumping (manuver), waktu dumping, dan

waktu kembali kosong.

Rumus :

Keterangan :

Cta : Waktu edar alat angkut (detik)

Ta1 : Manuver loading (detik)

Ta2 : Loading (detik)

Ta3 : Hauling (detik)

Ta4 : Manuver dumping (detik)

Ta5 : Dumping (detik)

Ta6 : Hauling kosong (detik)

CTa = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6

Page 20: BAB II

25

2.7 Faktor Pengisian Mangkuk (Bucket Fill Factor)

Faktor pengisian mangkuk adalah perbandingan antara kapasitas nyata

muat dengan kapasitas baku alat muat yang dinyatakan dalam persen.

Semakin besar faktor pengisian maka semakin besar pula kemampuan nyata

dari alat tersebut. Faktor pengisian mangkuk juga disebut Bucket Fill

Factor.

Tabel Bucket Fill Factor berdasarkan jenis materialnya :

Tabel 2.1 Faktor Pengisian Mangkuk (Bucket Fill Factor)

Material Bucket Fill Factor (%)

Tanah dan tanah organik 80 – 100

Pasir dan kerikil 90 – 100

Lempung sedang 65 – 95

Lempung basah 50 – 90

Batuan dengan peledakan buruk 40 – 70

Batuan dengan peledakan baik 71 – 90

2.8 Faktor Pengembangan (Swell Factor)

Faktor pengembangan (swell factor) dari suatu material merupakan

penambahan volume material dari keadaan semula yang terkonsolidasi

dengan baik, sebagai akibat adanya pembongkaran atau penggalian.

2.9 Kondisi Tempat Kerja

Dalam mengoperasikan alat-alat mekanis kondisi tempat kerja sangat

penting untuk diperhatikan. Dalam kaitannya dengan produksi alat mekanis

yaitu mempengaruhi waktu edar alat, yaitu bilamana kondisi tempat kerja

Page 21: BAB II

26

jelek maka waktu edar yang digunakan semakin banyak, demikian pula

sebaliknya bilamana kondisi kerja baik maka waktu edarnya menjadi sedikit

dan produksi meningkat.

2.10 Kecakapan Operator

seperti halnya dengan kondisi tempat kerja, kecakapan operator tidak

kalah sangat pentingnya dalam mengoperasikan alat-alat mekanis. Dimana

dengan operator yang cakap dan berpengalaman penggunaan waktu edar

akan lebih sedikit.

2.11 Penggunaan Waktu Efektif

Sedikit banyaknya menggunakan waktu yang tersedia untuk bekerja

sangat dipengaruhi oleh : kondisi peralatan, kesiapan fisik operator dan

kondisi cuaca. Dengan kondisi peralatan yang kurang memadai

menyebabkan terbuangnya waktu karena perbaikan dan standby. Untuk

menggambarkan kondisi peralatan yang digunakan dapat diketahui dari :

1. Mechanical Availability

Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat

melalui faktor mekanis. Persamaan yang digunakan adalah :

MA = W x 100%

W + R

Dimana :

MA = Mechanical Availability (%)

W = Jumlah jam kerja (menit)

R = Jumlah jam perbaikan (menit)

Page 22: BAB II

27

2. Physical Availability

Merupakan cara untuk mengetahui tingkat kemampuan alat

melalui faktor fisik. Persamaan yang digunakan adalah :

PA = W + S x 100%

W + R + S

Dimana :

PA = Physical Availability (%)

W = Jumlah jam kerja (menit)

R = Jumlah jam perbaikan (menit)

S = Waktu standby (menit)

3. Use of Availability

Merupakan cara untuk mengetahui tingkat pemakaian dari suatu

alat dalam kondisi siap pakai. Persamaan yang digunakan adalah :

UA = W x 100%

W + S

Dimana :

UA = Use of Availability (%)

W = Jumlah jam kerja (menit)

S = Waktu standby (menit)

4. Effective Utilization

Merupakan tingkat keberhasilan dalam menggunakan waktu

kerja yang tersedia. Persamaan yang digunakan adalah :

EU = W x 100%

W + R + S

Page 23: BAB II

28

Dimana :

EU = Effective Utilization (%)

W = Jumlah jam kerja (menit)

S = Waktu standby (menit)

R = Waktu perbaikan (menit)

5. Efisiensi Kerja

Merupakan perbandingan antara waktu efektif dengan waktu

total yang tersedia. Persamaan yang digunakan adalah :

Eff = We x 100%

W + R + S

Dimana :

Eff = Efisiensi kerja (%)

We = Waktu efektif

W = Jumlah jam kerja (menit)

S = Waktu standby (menit)

R = Waktu perbaikan (menit)

2.12 Produksi Alat Mekanis

Faktor – faktor yang mempengaruhi produktivitas alat gali – muat -

angkut adalah sebagai berikut :

a. Waktu edar alat muat dan alat angkut

b. Ukuran bucket alat muat dan ukuran bak alat angkut

c. Bucket Fill Factor

d. Efisiensi kerja

Page 24: BAB II

29

1. Produksi Alat Muat

Produksi alat muat adalah jumlah volume yang dapat diangkut

per jam kerja oleh sebuah alat muat.

Perhitungan untuk produksi alat muat :

C x SF x BFF x Em x 3600

Qtm =

CTm

Keterangan :

Qtm : Kemampuan produksi alat muat (BCM/jam)

CTm : Waktu edar alat muat (detik)

C : Kapasitas bucket (m³)

BFF : Bucket Fill Factor (%)

SF : Swell Factor (%)

Em : Efisiensi kerja alat muat (%)

2. Produksi Alat Angkut

Produksi untuk produksi alat angkut adalah sebagai berikut :

kb x SF x Ea x 3600

Qta =

CTa

Keterangan :

Qta : Kemampuan produksi alat angkut (BCM/jam)

Kb : Kapasitas bak = n x Cm x Bff

CTa : Waktu edar alat angkut (detik)

n : Jumlah curah bucket

Page 25: BAB II

30

Ea : Efisiensi kerja alat angkut

Bff : Bucket fill factor (%)

SF : Swell Factor

2.13 Keserasian Alat Muat dan Angkut (Match Factor)

Match factor merupakan suatu faktor penting yang digunakan dalam

penentuan jumlah alat angkut maupun jumlah alat gali muat agar terjadi

sinkronisasi kerja. Apabila jumlah antara alat gali muat sesuai dengan

jumlah alat angkut, akan tercapai efektifitas kerja yang optimal. Faktor

keserasian kerja merupakan suatu persamaan sistematis yang digunakan

untuk menghitung tingkat keselarasan kerja antara alat muat dan alat angkut

untuk setiap kondisi kegiatan pemuatan dan pengangkutan.

Operasi kerja yang serasi antara alat muat dan alat angkut akan

memperlancar kegiatan pemuatan dan pengangkutan sehingga produksi

yang dihasilkan akan lebih optimum. Hal ini dapat dicapai dengan penilaian

terhadap cara kerja, jenis alat, ukuran, dan kemampuannya dengan

mempertimbangkan faktor – faktor tersebut baik untuk alat muat maupun

alat angkut. Penyesuaian berdasarkan spesifikasi teknis alat, terutama pada

saat merencanakan pemilihan alat.

Untuk mendapatkan hubungan kerja yang serasi antara alat muat dan

alat angkut, maka produksi alat muat harus sesuai dengan produksi alat

angkut. Faktor keserasian alat muat dan alat angkut didasarkan pada

produksi alat muat danproduksi alat angkut yang dinyatakan dalam Match

Factor (MF). Hal ini dapat dicapai dengan penilaian terhadap cara kerja,

Page 26: BAB II

31

jenis alat, kapasitas, dan kemampuan suatu alat baik untuk alat muat

ataupun alat angkut.

Untuk menilai keserasian alat muat dan alat angkut dapat digunakan

rumus persamaan Match Factor sebagai berikut :

Na x n x CTm

MF =

Nm x Cta

Keterangan :

MF : Match Factor

Nm : Jumlah alat muat

Na : Jumlah alat angkut

n : Jumlah curah alat muat

Ctm : Waktu edar alat muat (detik)

Cta : Waktu edar alat angkut (detik)

Dari persamaan diatas akan muncul 3 (tiga) kemungkinan, yaitu :

1. MF < 1 artinya alat muat bekerja kurang dari 100% sedangkan alat

angkut bekerja 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat muat.

Jadi untuk mengetahui waktu tunggu alat muat yaitu :

Nm x Cta

Wtm = – n x CTm

Na

2. MF > 1 artinya alat muat bekerja 100% sedangkan alat angkut bekerja

kurang dari 100% sehingga terdapat waktu tunggu bagi alat angkut.

Page 27: BAB II

32

Jadi untuk mengetahui daripada waktu tunggu alat angkut yaitu

sebagai berikut :

Na x n xCTm

Wta = - Cta (menit)

Nm

3. MF = 1 artinya alat muat dan alat angkut bekerja 100% dengan

demikian tidak terdapat waktu tunggu bagi alat muat maupun alat

angkut.