BAB II
-
Upload
nhyta-pujy-rahayu -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini akan dibahas mengenai Konsep Pengetahuan, Perilaku Merokok, dan
Kerangka Konseptual.
2.1 Konsep Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata
dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang (Notoatmodjo, 2003).
Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui
manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan (Ensiklopedia
bebas berbahasa (2011), Budaya .www. Wikipedia. Co.Id .(download:3
November 20011)). Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang
diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu
yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Ensiklopedia bebas
berbahasa (2011), Pengetahuan .www. Wikipedia. Co.Id .(download:3
November 2011)).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut
Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh,
dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada
anak balita.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi
materi tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan
sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip, dan menggunakan rumus statistik
dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah
kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di
dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan
sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi
dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang
telah ada.
2.1.3 Kriteria Pengetahuan
Pengetahuan dapat dikategorikan menjadi:
Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri
atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi. Menurut Nursalam 2008 kriteria untuk menilai dari
tingkatan pengetahuan menggunakan nilai:
1. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%
2. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%
3. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 56%
(Nursalam, 2008).
2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
1. Cara tradisional:
1) Cara coba-salah (trial and error)
2) Cara kekuasaan atau otoritas
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
4) Melalui jalan pikiran
2. Cara modern:
1) Metode berfikir induktif
2) Metode berfikir deduktif (Notoatmodjo, 2005) .
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor Internal menurut Notoatmodjo (2003) :
1. Pendidikan
Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh
Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap
usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada
anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia
mendefinisikan lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar
untuk menjadi kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar
sekolah dan berlangsung seumur hidup.
2. Minat
Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang
tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi
didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin
seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang
diharapkan.
3. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang
(Middle Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009), Mengatakan
bahwa tidak adanya suatu pengalaman sama sekali. Suatu objek
psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut
untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah
terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang
melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan
lama membekas.
4. Usia
Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi
kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih
dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal
ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua
seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan koping terhadap
masalah yang dihadapi (Azwar, 2009).
Faktor External menurut Notoatmodjo (2003), antara lain :
1. Ekonomi
Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga
dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan
keluarga dengan status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi
kebutuhan akan informai termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat
disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang tentang berbagai hal.
2. Informasi
Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai
pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap
hal tersebut. Pesan-pesan sugestif dibawa oleh informasi tersebut
apabila arah sikap tertentu. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk
menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang
berpengaruh perubahan perilaku, biasanya digunakan melalui media
masa.
3. Kebudayaan/Lingkungan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu
wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan
sikap pribadi atau sikap seseorang.
2.2 Konsep Perilaku Merokok
2.2.1 Pengertian Perilaku Merokok
Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam
menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia
yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak
dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi,pada saat itu orang
sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan
menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut
(Danusantoso, 1991).
Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah
umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta
kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena
rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga.
Poerwadarminta (1995) mendefinisikann merokok sebagai menghisap
rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut
daun nipah atau kertas.
Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam
tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong,
1990).Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan
diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada
disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah
sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya
serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang
disekitarnya (Levy, 1984).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan
kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.
2.2.2 Tipe Perilaku Merokok
Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi,
2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok,
yaitu :
1. Tahap Prepatory : Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat
atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
2. Tahap Initiation : Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah
seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a Smoker : Apabila seseorang telah mengkonsumsi
rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai
kecenderungan menjadi perokok.
4. Tahap Maintenance of Smoking : Tahap ini merokok sudah menjadi
salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok
dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan
menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :
1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.
3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.
Tempat merokok juga mencerminkanpola perilaku merokok. Berdasarkan
tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu’tadin (2002)
menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi :
1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik
1) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol
mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih
menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di
smoking area.
2) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain
yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).
2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi
1) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-
tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan
kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa
gelisah yang mencekam.
2) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang
suka berfantasi.
Menurut Silvan & Tomkins (Mu’tadin, 2002) ada empat tipe perilaku
merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut
adalah :
1. perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.
1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah
atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya
merokok setelah minum kopi atau makan.
2) Simulation to pick them up, Perilaku merokok hanya dilakukan
sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.
3) Pleasure of handling the cigarette, Kenikmatan yang diperoleh
dari memegang rokok.
2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.
Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif
dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok
dianggap sebagai penyelamat. Mereka mengunakan rokok bila
perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang
lebih tidak enak.
3. Perilaku merokok yang adiktif.
yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan
setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.
4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk
mengendalikan perasaan mereka, tetapikarena sudah menjadi
kebiasaan.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merokok pada remaja digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat
dilihat dari banyaknya rokok yang dihisap, tempat merokok, dan fungsi
merokok dalam kehidupan sehari-hari.
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
1. Pengaruh orang tua
Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam interaksi,
membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang dipengaruhi norma
dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga, kemungkinan seseorang
menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang orang tuanya perokok.
2. Pengaruh teman
Teman merupakan lingkungan sosial kedua yang mempengaruhi
perilaku merokok. Meskipun lingkungan sosial kedua tetapi dalam
mempengaruhinya lebih kuat daripada lingkungan keluarga. Faktor yang
mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah sahabat yang
merokok.
3. Faktor kepribadian
Orang mencoba untuk merokok awalnya karena ingin tahu atau ingin
melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari
kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada
pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang
yang memilki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih
mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki
skor yang rendah. Faktor kepribadian merupakan faktor penyabab dari
dalam diri individu (intrinsik). Ada beberapa tipe-tipe kepribadian pada
diri seseorang yang dapat memicu untuk merokok, misalnya
konformitas sosial dan kepribadian lemah. Faktor penyebab ini
keberadaannya tidak dapat dirubah. Hal ini sama dengan faktor intrinsik
lainnya seperti umur dan genetik.
4. Pengaruh iklan
Iklan memiliki banyak fungsi diantaranya berfungsi
mengkomunikasikan produk-produk baru, membujuk para konsumen
untuk membeli produk tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap
produk-produk atau perusahaan tertentu dan sebagai pengingat tentang
sebuah produk. Selain itu, iklan menyebabkan seseorang membeli
produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan. Sebab terakhir yang dapat
disebutkan mengapa seseorang merokok ialah rayuan suara nikmatnya
rokok melalui siaran radio sangat membujuk untuk merokok.
5. Jenis kelamin
Perokok laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada perokok
perempuan, hal ini menunjukan bahwa dimasyarakat orang laki-laki
yang tidak merokok dianggap kurang jantan atau kurang berani ambil
resiko, ada juga anggapan bahwa seorang anak gadis tidak pantas
merokok. Adanya anggapan-anggapan tersebut dimasyarakat akan
mempermudah kesempatan merokok pada laki-laki. Faktor yang
mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah seseorang
berjenis kelamin laki-laki.
6. Stres
Merokok mempunyai pengaruh menenangkan, membius dan banyak
menggunakannya sebagai cara menghadapi stres (Alexander, 2002).
Keadaan stres tidak secara langsung menimbulkan seseorang untuk
merokok akan tetapi stres memicu untuk memperoleh atau
menggunakan sesuatu yang dapat menenangkan misalnya
menghilangkan stres dengan merokok. Didalam rokok terdapat zat
berupa nikotin. Nikotin bereaksi dibagian otak yang mengatur bagian
perasaan nyaman dan dihargai.
Hal tersebut baru diketahui oleh para ahli belakangan ini setelah
dilakukan berbagai penelitian lebih lanjut. Mereka menemukan bahwa
perjalanan nikotin dibagian otak ternyata dapat mencapai tingkatan
dopemin. Dopemin ini adalah sebuah transmisi saraf yang mempunyai
fungsi menciptakan perasaan nyaman dan dihargai manusia. Perilaku
merokok karena stres termasuk perilaku yang dipengaruhi oleh perasaan
negatif. Dimana merokok digunakan untuk mengurangi perasaan
negatif, misalnya bila marah, cemas, gelisah sehingga bila merokok
perasaan negatif akan terkurangi.
7. Budaya
Seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan
dorongan fisiologis. Dorongan psikologis seperti ritual-ritual
dimasyaralat yang menggunakan tembakau akan menyebabkan
seseorang untuk mencoba rokok walaupun mekanisme tidak secara
langsung, selain itu budaya maskulinitas yang masih mengakar kuat di
masyarakat dapat juga menjadi peluang bagi seseorang untuk merokok.
8. Pengalaman buruk
Laporan survei yang termuat pada The Journal of The American
Medical Association mengungkapkan bahwa orang yang memiliki
pengalaman buruk pada masa kanak-kanak lebih besar kemungkinan
merokok, merokok sejak usia dini, atau menjadi perokok berat di usia
dewasa. Ini jika di bandingkan dengan orang yang memiliki pengalaman
sebaliknya.
9. Kemudahan memperoleh rokok
Faktor pemungkin perilaku merokok adalah tersedianya rokok dijual
di sekitar rumah, selain itu penjualan eceran atau batangan
meningkatkan akses anak dan remaja terhadap rokok. Penjualan rokok
batangan merupakan hal yang biasa, walaupun harga per bungkus sudah
rendah. Hal ini mempermudah akses terutama bagi penjualan rokok
batangan yang merupakan 30% dari total penjualan perusahaan rokok.
2.2.4 Motif Perilaku Merokok
Laventhal & Cleary (dalam oskamp, 1984) menyatakan motif seseorang
merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu :
1. Factor Psikologis
1) Kebiasaan
Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap
dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negative ataupun
positif. Seseorang merokok hanya meneruskan perilakunya tanpa
tujuan tertentu.
2) Reaksi emosi yang positif
Merokok digunakan menghasilkan emosi yang positif, misalnya
rasa senang, relakspasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga
menunjukkan kejantanan dan menunjukkan kedewasaan.
3) Reaksi untuk penurunan emosi
Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan
biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi
dengan orang lain.
4) Alasan social
Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan
kelompok(umumnya pada remaja dan ank-anak), identifikasi
dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang.
Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan
dari teman-temannya.
5) Kecanduan atau ketagihan
Seseorang merokok karena mengaku telah kecanduan.
Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung dalam
rokok. Semula-mula hanya mencoba rokok, tetapi akhirnya tidak
dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan
nikotin.\
2. Factor biologis
Factor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada dalam
rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok
secara biologis.
Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok dengan alasan
sebagai alat dalam mengatasi stress (Wills, dalam Sarafino, 1994). Sebuah
studi menemukan bahwa kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka
konsumsi berkaitan dengan stress yang mereka alami, semakin besar stress
yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi.
2.2.5 Dampak perilaku merokok
Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua :
1. Dampak positif
Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi
kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok
menyebutkan dnegan merokok dapat menghasilkan mood positif dan
dapat membantu individu menghadapi keadaan yang sulit. Smet (1994)
menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu
mengurangi ketegangan, membantu konsentrasi, dukungan social, dan
menyenangkan.
2. Dampak negative
Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negative yang
sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000). Merokok bukanlah
penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit,
sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi
dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang menyebabkan
kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok
mulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki,
antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran
pernafasan, hipertensi, memperpendek umur, penurunan vertilitas dan
nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah,
penghambat pengeluaran air seni, penglihatan kabur, kulit menjadi
kering, pucat dan keriput.
2.3 Kerangka Konseptual
Hubungan Pengetahuan Remaja Putra Dengan Perilaku Merokok Remaja
Putra Di Desa Sumengko Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik.
Kerangka konsep penilaian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Keterangan :
= Diteliti
= Tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Pengetahuan Remaja Putra
1. Pendidikan
2. Minat
3. Pengalaman
4. Usia
5. Ekonomi
6. Informasi
7. Kebudayaan/Lingkungan
Pengetahuan
Orang Tua
Teman Sebaya
Perilaku Merokok Remaja
Dengan Perilaku Merokok Remaja Putra Di Desa Sumengko
Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik tahun 2015
Uraian Kerangka Konsep :
Dari gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku merokok remaja
putra di Desa Sumengko Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik di
pengaruhi oleh pengetahuan. Kemudian peneliti mencari Hubungan Pengetahuan
Remaja Putra Dengan Perilaku Merokok Remaja Putra Di Desa Sumengko
Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik.