BAB II

30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai Konsep Pengetahuan, Perilaku Merokok, dan Kerangka Konseptual. 2.1 Konsep Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003). Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan (Ensiklopedia

description

laporn pendahuluan

Transcript of BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai Konsep Pengetahuan, Perilaku Merokok, dan

Kerangka Konseptual.

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terjadi

melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman,rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan diperoleh dari mata

dan telinga. Pengetahuan merupakan pedoman dalam membentuk tindakan

seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Secara sederhana, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui

manusia tentang benda, sifat, keadaan, dan harapan-harapan (Ensiklopedia

bebas berbahasa (2011), Budaya .www. Wikipedia. Co.Id .(download:3

November 20011)). Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang

diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan

adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui

pengamatan inderawi. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan

indera atau akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu

yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya (Ensiklopedia bebas

berbahasa (2011), Pengetahuan .www. Wikipedia. Co.Id .(download:3

November 2011)).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif menurut

Notoatmodjo (2003) mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Contoh,

dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada

anak balita.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi

materi tersebut secara benar. Contoh, menyimpulkan meramalkan, dan

sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. Misalnya dapat

menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip, dan menggunakan rumus statistik

dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah

kesehatan dari kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di

dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata

kerja dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Misalnya: dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.evaluasi

dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang

telah ada.

2.1.3 Kriteria Pengetahuan

Pengetahuan dapat dikategorikan menjadi:

Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang di tentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya, dapat

membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang

kekurangan gizi. Menurut Nursalam 2008 kriteria untuk menilai dari

tingkatan pengetahuan menggunakan nilai:

1. Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76-100%

2. Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%

3. Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 56%

(Nursalam, 2008).

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

1. Cara tradisional:

1) Cara coba-salah (trial  and error)

2) Cara kekuasaan atau otoritas

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

4) Melalui jalan pikiran

2. Cara modern:

1) Metode berfikir induktif

2) Metode berfikir deduktif (Notoatmodjo, 2005) .

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Faktor Internal menurut Notoatmodjo (2003) :

1. Pendidikan

Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt yang dikutip oleh

Notoatmojo (2003) mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap

usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan kepada

anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan GBHN Indonesia

mendefinisikan lain, bahwa pendidikan sebagai suatu usaha dasar

untuk menjadi kepribadian dan kemampuan didalam dan diluar

sekolah dan berlangsung seumur hidup.

2. Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu dengan adanya pengetahuan yang tinggi

didukung minat yang cukup dari seseorang sangatlah mungkin

seseorang tersebut akan berperilaku sesuai dengan apa yang

diharapkan.

3. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami seseorang

(Middle Brook, 1974) yang dikutip oleh Azwar (2009), Mengatakan

bahwa tidak adanya suatu pengalaman sama sekali. Suatu objek

psikologis cenderung akan bersikap negatif terhadap objek tersebut

untuk menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi haruslah

meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut dalam situasi yang

melibatkan emosi, penghayatan, pengalaman akan lebih mendalam dan

lama membekas.

4. Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang

tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa akan lebih

dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal

ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua

seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan koping terhadap

masalah yang dihadapi (Azwar, 2009).

Faktor External menurut Notoatmodjo (2003), antara lain :

1. Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder, keluarga

dengan status ekonomi baik lebih mudah tercukupi dibanding dengan

keluarga dengan status ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi

kebutuhan akan informai termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat

disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang tentang berbagai hal.

2. Informasi 

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan sebagai

pemberitahuan seseorang adanya informasi baru mengenai suatu hal

memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap

hal tersebut. Pesan-pesan sugestif dibawa oleh informasi tersebut

apabila arah sikap tertentu. Pendekatan ini biasanya digunakan untuk

menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi yang

berpengaruh perubahan perilaku, biasanya digunakan melalui media

masa.

3. Kebudayaan/Lingkungan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pengetahuan kita. Apabila dalam suatu

wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan maka sangat mungkin berpengaruh dalam pembentukan

sikap pribadi atau sikap seseorang.

2.2 Konsep Perilaku Merokok

2.2.1 Pengertian Perilaku Merokok

Bermacam-macam bentuk perilaku yang dilakukan manusia dalam

menanggapi stimulus yang diterimanya, salah satu bentuk perilaku manusia

yang dapat diamati adalah perilaku merokok. Merokok telah banyak

dilakukan pada zaman tiongkok kuno dan romawi,pada saat itu orang

sudah menggunakan suatu ramuan yang mengeluarkan asap dan

menimbulkan kenikmatan dengan jalan dihisap melalui hidung dan mulut

(Danusantoso, 1991).

Masa sekarang, perilaku merokok merupakan perilaku yang telah

umum dijumpai. Perokok berasal dari berbagai kelas sosial, status, serta

kelompok umur yang berbeda, hal ini mungkin dapat disebabkan karena

rokok bisa didapatkan dengan mudah dan dapat diperoleh dimana pun juga.

Poerwadarminta (1995) mendefinisikann merokok sebagai menghisap

rokok, sedangkan rokok sendiri adalah gulungan tembakau yang berbalut

daun nipah atau kertas.

Merokok adalah menghisap asap tembakau yang dibakar ke dalam

tubuh dan menghembuskannya kembali keluar (Armstrong,

1990).Danusantoso (1991) mengatakan bahwa asap rokok selain merugikan

diri sendiri juga dapat berakibat bagi orang-orang lain yang berada

disekitarnya. Pendapat lain menyatakan bahwa perilaku merokok adalah

sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya

serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang

disekitarnya (Levy, 1984).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok adalah suatu kegiatan atau aktivitas membakar rokok dan

kemudian menghisapnya dan menghembuskannya keluar dan dapat

menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya.

2.2.2 Tipe Perilaku Merokok

Seperti yang diungkapkan oleh Leventhal & Clearly (Komasari & Helmi,

2000) terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok,

yaitu :

1. Tahap Prepatory : Seseorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat

atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation : Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah

seseorang akan meneruskan atau tidak terhadap perilaku merokok.

3. Tahap Becoming a Smoker : Apabila seseorang telah mengkonsumsi

rokok sebanyak empat batang per hari maka mempunyai

kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of Smoking : Tahap ini merokok sudah menjadi

salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self regulating). Merokok

dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Menurut Smet (1994) ada tiga tipe perokok yang dapat diklasifikasikan

menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok tersebut adalah :

1. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam

sehari.

2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

3. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

Tempat merokok juga mencerminkanpola perilaku merokok. Berdasarkan

tempat-tempat dimana seseorang menghisap rokok, maka Mu’tadin (2002)

menggolongkan tipe perilaku merokok menjadi :

1. Merokok di tempat-tempat umum / ruang publik

1) Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara bergerombol

mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya mereka masih

menghargai orang lain, karena itu mereka menempatkan diri di

smoking area.

2) Kelompok yang heterogen (merokok ditengah orang-orang lain

yang tidak merokok, anak kecil, orang jompo, orang sakit, dll).

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi

1) Kantor atau di kamar tidur pribadi. Perokok memilih tempat-

tempat seperti ini yang sebagai tempat merokok digolongkan

kepada individu yang kurang menjaga kebersihan diri, penuh rasa

gelisah yang mencekam.

2) Toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai orang yang

suka berfantasi.

Menurut Silvan & Tomkins (Mu’tadin, 2002) ada empat tipe perilaku

merokok berdasarkan Management of affect theory, ke empat tipe tersebut

adalah :

1. perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif.

1) Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah

atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya

merokok setelah minum kopi atau makan.

2) Simulation to pick them up, Perilaku merokok hanya dilakukan

sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

3) Pleasure of handling the cigarette, Kenikmatan yang diperoleh

dari memegang rokok.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi perasaan negatif.

Banyak orang yang merokok untuk mengurangi perasaan negatif

dalam dirinya. Misalnya merokok bila marah, cemas, gelisah, rokok

dianggap sebagai penyelamat. Mereka mengunakan rokok bila

perasaan tidak enak terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang

lebih tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif.

yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan

setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk

mengendalikan perasaan mereka, tetapikarena sudah menjadi

kebiasaan.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku

merokok pada remaja digolongkan kedalam beberapa tipe yang dapat

dilihat dari banyaknya rokok yang dihisap, tempat merokok, dan fungsi

merokok dalam kehidupan sehari-hari.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

1. Pengaruh orang tua

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam interaksi,

membentuk pola perilaku dan sikap seseorang yang dipengaruhi norma

dan nilai yang terdapat dilingkungan keluarga, kemungkinan seseorang

menjadi perokok lebih tinggi pada keluarga yang orang tuanya perokok.

2. Pengaruh teman

Teman merupakan lingkungan sosial kedua yang mempengaruhi

perilaku merokok. Meskipun lingkungan sosial kedua tetapi dalam

mempengaruhinya lebih kuat daripada lingkungan keluarga. Faktor yang

mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah sahabat yang

merokok.

3. Faktor kepribadian

Orang mencoba untuk merokok awalnya karena ingin tahu atau ingin

melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, membebaskan diri dari

kebosanan. Namun satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada

pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang

yang memilki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih

mudah menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang memiliki

skor yang rendah. Faktor kepribadian merupakan faktor penyabab dari

dalam diri individu (intrinsik). Ada beberapa tipe-tipe kepribadian pada

diri seseorang yang dapat memicu untuk merokok, misalnya

konformitas sosial dan kepribadian lemah. Faktor penyebab ini

keberadaannya tidak dapat dirubah. Hal ini sama dengan faktor intrinsik

lainnya seperti umur dan genetik.

4. Pengaruh iklan

Iklan memiliki banyak fungsi diantaranya berfungsi

mengkomunikasikan produk-produk baru, membujuk para konsumen

untuk membeli produk tertentu atau mengubah sikap mereka terhadap

produk-produk atau perusahaan tertentu dan sebagai pengingat tentang

sebuah produk. Selain itu, iklan menyebabkan seseorang membeli

produk atau jasa yang tidak mereka butuhkan. Sebab terakhir yang dapat

disebutkan mengapa seseorang merokok ialah rayuan suara nikmatnya

rokok melalui siaran radio sangat membujuk untuk merokok.

5. Jenis kelamin

Perokok laki-laki jumlahnya lebih banyak daripada perokok

perempuan, hal ini menunjukan bahwa dimasyarakat orang laki-laki

yang tidak merokok dianggap kurang jantan atau kurang berani ambil

resiko, ada juga anggapan bahwa seorang anak gadis tidak pantas

merokok. Adanya anggapan-anggapan tersebut dimasyarakat akan

mempermudah kesempatan merokok pada laki-laki. Faktor yang

mempermudah seseorang untuk menjadi perokok adalah seseorang

berjenis kelamin laki-laki.

6. Stres

Merokok mempunyai pengaruh menenangkan, membius dan banyak

menggunakannya sebagai cara menghadapi stres (Alexander, 2002).

Keadaan stres tidak secara langsung menimbulkan seseorang untuk

merokok akan tetapi stres memicu untuk memperoleh atau

menggunakan sesuatu yang dapat menenangkan misalnya

menghilangkan stres dengan merokok. Didalam rokok terdapat zat

berupa nikotin. Nikotin bereaksi dibagian otak yang mengatur bagian

perasaan nyaman dan dihargai.

Hal tersebut baru diketahui oleh para ahli belakangan ini setelah

dilakukan berbagai penelitian lebih lanjut. Mereka menemukan bahwa

perjalanan nikotin dibagian otak ternyata dapat mencapai tingkatan

dopemin. Dopemin ini adalah sebuah transmisi saraf yang mempunyai

fungsi menciptakan perasaan nyaman dan dihargai manusia. Perilaku

merokok karena stres termasuk perilaku yang dipengaruhi oleh perasaan

negatif. Dimana merokok digunakan untuk mengurangi perasaan

negatif, misalnya bila marah, cemas, gelisah sehingga bila merokok

perasaan negatif akan terkurangi.

7. Budaya

Seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan

dorongan fisiologis. Dorongan psikologis seperti ritual-ritual

dimasyaralat yang menggunakan tembakau akan menyebabkan

seseorang untuk mencoba rokok walaupun mekanisme tidak secara

langsung, selain itu budaya maskulinitas yang masih mengakar kuat di

masyarakat dapat juga menjadi peluang bagi seseorang untuk merokok.

8. Pengalaman buruk

Laporan survei yang termuat pada The Journal of The American

Medical Association mengungkapkan bahwa orang yang memiliki

pengalaman buruk pada masa kanak-kanak lebih besar kemungkinan

merokok, merokok sejak usia dini, atau menjadi perokok berat di usia

dewasa. Ini jika di bandingkan dengan orang yang memiliki pengalaman

sebaliknya.

9. Kemudahan memperoleh rokok

Faktor pemungkin perilaku merokok adalah tersedianya rokok dijual

di sekitar rumah, selain itu penjualan eceran atau batangan

meningkatkan akses anak dan remaja terhadap rokok. Penjualan rokok

batangan merupakan hal yang biasa, walaupun harga per bungkus sudah

rendah. Hal ini mempermudah akses terutama bagi penjualan rokok

batangan yang merupakan 30% dari total penjualan perusahaan rokok.

2.2.4 Motif Perilaku Merokok

Laventhal & Cleary (dalam oskamp, 1984) menyatakan motif seseorang

merokok terbagi menjadi dua motif utama, yaitu :

1. Factor Psikologis

1) Kebiasaan

Perilaku merokok menjadi sebuah perilaku yang harus tetap

dilakukan tanpa adanya motif yang bersifat negative ataupun

positif. Seseorang merokok hanya meneruskan perilakunya tanpa

tujuan tertentu.

2) Reaksi emosi yang positif

Merokok digunakan menghasilkan emosi yang positif, misalnya

rasa senang, relakspasi, dan kenikmatan rasa. Merokok juga

menunjukkan kejantanan dan menunjukkan kedewasaan.

3) Reaksi untuk penurunan emosi

Merokok ditujukan untuk mengurangi rasa tegang, kecemasan

biasa, ataupun kecemasan yang timbul karena adanya interaksi

dengan orang lain.

4) Alasan social

Merokok ditujukan untuk mengikuti kebiasaan

kelompok(umumnya pada remaja dan ank-anak), identifikasi

dengan perokok lain, dan untuk menentukan image diri seseorang.

Merokok pada anak-anak juga dapat disebabkan adanya paksaan

dari teman-temannya.

5) Kecanduan atau ketagihan

Seseorang merokok karena mengaku telah kecanduan.

Kecanduan terjadi karena adanya nikotin yang terkandung dalam

rokok. Semula-mula hanya mencoba rokok, tetapi akhirnya tidak

dapat menghentikan perilaku tersebut karena kebutuhan tubuh akan

nikotin.\

2. Factor biologis

Factor ini menekankan pada kandungan nikotin yang ada dalam

rokok yang dapat mempengaruhi ketergantungan seseorang pada rokok

secara biologis.

Selain motif-motif diatas, individu juga dapat merokok dengan alasan

sebagai alat dalam mengatasi stress (Wills, dalam Sarafino, 1994). Sebuah

studi menemukan bahwa kalangan remaja, jumlah rokok yang mereka

konsumsi berkaitan dengan stress yang mereka alami, semakin besar stress

yang dialami, semakin banyak rokok yang mereka konsumsi.

2.2.5 Dampak perilaku merokok

Ogden (2000) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua :

1. Dampak positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi

kesehatan. Graham (dalam Ogden, 2000) menyatakan bahwa perokok

menyebutkan dnegan merokok dapat menghasilkan mood positif dan

dapat membantu individu menghadapi keadaan yang sulit. Smet (1994)

menyebutkan keuntungan merokok (terutama bagi perokok) yaitu

mengurangi ketegangan, membantu konsentrasi, dukungan social, dan

menyenangkan.

2. Dampak negative

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negative yang

sangat berpengaruh bagi kesehatan (Ogden, 2000). Merokok bukanlah

penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit,

sehingga boleh dikatakan merokok tidak menyebabkan kematian, tetapi

dapat mendorong munculnya jenis penyakit yang menyebabkan

kematian. Berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok

mulai dari penyakit di kepala sampai dengan penyakit di telapak kaki,

antara lain (Sitepoe, 2001) : penyakit kardiovaskuler, kanker, saluran

pernafasan, hipertensi, memperpendek umur, penurunan vertilitas dan

nafsu seksual, sakit maag, gondok, gangguan pembuluh darah,

penghambat pengeluaran air seni, penglihatan kabur, kulit menjadi

kering, pucat dan keriput.

2.3 Kerangka Konseptual

Hubungan Pengetahuan Remaja Putra Dengan Perilaku Merokok Remaja

Putra Di Desa Sumengko Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik.

Kerangka konsep penilaian ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Hubungan Pengetahuan Remaja Putra

1. Pendidikan

2. Minat

3. Pengalaman

4. Usia

5. Ekonomi

6. Informasi 

7. Kebudayaan/Lingkungan

Pengetahuan

Orang Tua

Teman Sebaya

Perilaku Merokok Remaja

Dengan Perilaku Merokok Remaja Putra Di Desa Sumengko

Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik tahun 2015

Uraian Kerangka Konsep :

Dari gambar 2.1 di atas dapat dijelaskan bahwa perilaku merokok remaja

putra di Desa Sumengko Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik di

pengaruhi oleh pengetahuan. Kemudian peneliti mencari Hubungan Pengetahuan

Remaja Putra Dengan Perilaku Merokok Remaja Putra Di Desa Sumengko

Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik.