BAB II

43
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Air Tanah Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Air Tanah Dangkal : air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah pada kedalaman < 30 meter. Air ini terdapat dalam ruang pori dalam lapisan tanah atau batuan yang mengandung air jenuh yang disebut akuifer (Direktorat Pengelolaan Air, 2007). 2.1.1 Pembentukan Air Tanah Air tanah merupakan salah satu komponen dari suatu sistem peredaran air di alam yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidrologi yaitu : air laut menguap membentuk awan yang mengandung uap air, awan dihembus oleh angin ke arah daratan, turun ke daratan sebagai hujan, sebahagian mengalir di permukaan sebagai aliran permukaan berupa sungai kembali ke laut, sebagian masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori batuan dalam lapisan pembawa air tanah atau akuifer, kemudian keluar ke permukaan secara alami sebagai mata air atau karena proses aktivitas manusia melalui sumur-sumur gali atau pemboran, mengalir ke laut, menguap kembali

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Air Tanah

Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

permukaan tanah. Air Tanah Dangkal : air yang terdapat dalam lapisan tanah atau

batuan di bawah permukaan tanah pada kedalaman < 30 meter. Air ini terdapat

dalam ruang pori dalam lapisan tanah atau batuan yang mengandung air jenuh

yang disebut akuifer (Direktorat Pengelolaan Air, 2007).

2.1.1 Pembentukan Air Tanah

Air tanah merupakan salah satu komponen dari suatu sistem peredaran air di

alam yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidrologi yaitu : air laut

menguap membentuk awan yang mengandung uap air, awan dihembus oleh angin

ke arah daratan, turun ke daratan sebagai hujan, sebahagian mengalir di

permukaan sebagai aliran permukaan berupa sungai kembali ke laut, sebagian

masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori batuan dalam lapisan pembawa air tanah

atau akuifer, kemudian keluar ke permukaan secara alami sebagai mata air atau

karena proses aktivitas manusia melalui sumur-sumur gali atau pemboran,

mengalir ke laut, menguap kembali menjadi awan dan seterusnya secara berulang

seperti pada gambar berikut :

Gambar 2.1. Model Siklus Hidrologi (http://www.lablink.or.id/_vti_bin/html.exehidro/siklus/air-siklus.htm/map1)

4

Page 2: BAB II

Pada proses sirkulasi air tersebut, volume air tanah di dalam zona

penyimpanan akan selalu berubah karena terjadinya proses pengisian kembali

(recharge) dan pengeluaran kembali (discharge). Pengisian kembali air tanah

berasal dari peresapan air hujan, tubuh air permukaan dan disamping itu, dikenal

pula pengisian air tanah secara buatan. Besarnya volume pengisian kembali ini

tergantung pada luas daerah pengisian. Pengeluaran kembali air tanah terjadi

apabila air tanah mengalir keluar dari zona penyimpanan seperti rembesan, mata

air, dan pemompaan air tanah. Pemompaan atau pemanfaatan air tanah untuk

keperluan rumah tangga merupakan jenis pengeluaran air tanah yang terbesar

(Heru Hendrayana, 1994).

Sumber daya air tanah mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan

sumber daya air permukaan karena faktor-faktor sebagai berikut (Soekardi, 1984

dalam Heru Hendrayana, 1994 ) :

a. Air tanah lebih baik kualitasnya atau lebih sehat karena telah mengalami

proses filtrasi alamiah.

b. Kesediaan air tanah lebih stabil sepanjang tahun dan tidak memerlukan tempat

untuk penyimpanan.

c. Di daerah yang tersedia cukup air tanah, dapat dengan mudah diperoleh dan

tidak memerlukan saluran untuk penyaluran.

Aliran air tanah merupakan suatu pergerakan fluida dalam tanah/batuan

yang penting untuk diketahui. Selain oleh gravitasi sebagai penyebab utama

pergerakan, aliran air tanah juga dipengaruhi oleh karakteristik dari media air

tanah atau akuifer (Heru Hendrayana, 1994).

Pergerakan atau aliran air tanah ini menjadi penting karena disinilah kunci

dari penentuan suatu daerah kaya dengan air tanah atau tidak. Perlu dicatat bahwa

tidak seluruh daerah memiliki potensi air tanah alami yang baik. Model aliran air

tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga

disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah

wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air

permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui

5

Page 3: BAB II

lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan

(http://rovicky.wordpress.com/).

Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut

menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air

(impermeable). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air

(saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah

(discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air

dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan,

kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut

sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai

daerah aliran (flow zone) (http://rovicky.wordpress.com/).

Aliran air tanah berdasarkan gerakannya dapat dibedakan menjadi aliran

turbulen dan aliran laminer. Aliran turbulen adalah aliran air tanah yang melalui

rongga-rongga batuan yang cukup besar, sehingga partikel airnya bergerak secara

berputar dan biasanya mempunyai kecepatan yang tinggi. Aliran laminer adalah

aliran dimana partikel-partikel air bergerak sejajar dengan kecepatan yang lambat.

Aliran laminer umumnya terjadi pada batuan berpori (Suharyadi, 1994).

Aliran laminer dapat dipisahkan lagi menjadi lairan tetap (steady flow) dan

aliran tidak tetap (unsteady flow). Aliran tetap adalah aliran yang tidak berubah

terhadap waktu, sedang aliran tidak tetap adalah aliran yang berubah-ubah

sepanjang waktu.

Kecepatan aliran air tanah sangat dipengaruhi oleh gravitasi bumi dan friksi

(gesekan). Gravitasi bumi menyebabkan air akan mengalir dari tempat yang tinggi

ke tempat yang lebih rendah.

Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan

akuifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air

(impermeable) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang

berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan

tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan

air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola

pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh

6

Page 4: BAB II

penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah

menembus lapisan penutupnya (http://rovicky.wordpress.com/).

Air tanah bebas  (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap

iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia

dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan

disebut sebagai air tanah dangkal (http://rovicky.wordpress.com/).

Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai

air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient

potensial, mengakibatkan adanya istilah sebagai berikut

(http://rovicky.wordpress.com/):

a. Artesis positif yaitu kejadian dimana potensial air tanah ini berada di atas

permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal secara alami

menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini.

b. Artesis nol yaitu kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan

permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah.

c. Artesis negatif yaitu kejadian dimana garis potensial khayal ini di bawah

permukaan tanah sehingga muka air tanah akan berada di bawah permukaan

tanah.

Gambar 2.2. Jenis Air tanah

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan Terdapatnya Air Tanah

7

Page 5: BAB II

Menurut Heru Hendrayana, 1994 faktor-faktor yang menentukan

terdapatnya air tanah adalah sebagai berikut :

a. Faktor Morfologi

Pada umumnya akan berlaku bahwa daerah yang berlereng curam akan

mempengaruhi muka air tanah setempat. Sedangkan lereng yang landai akan

mempunyai kedudukan air tanah dangkal. Daerah terbiku akan menyebabkan

muka air tanah akan menyesuaikan dengan kedalaman titik pembikuan, artinya,

dasar-dasar lembah dan cekungan akan menjadi daerah pengumpul air.

Daerah dimana air hujan jatuh meresap ke dalam tanah disebut daerah

pengisian, yang karena gaya beratnya sendiri akan mengalir ke daerah yang

lebih rendah, yaitu daerah pelepasan. Di daerah pelepasan ini artinya dapat

muncul secara alamiah sebagai mata air dan oleh perbuatan manusia sebagai

sumur gali, sumur bor dan lain-lain.

b. Faktor Batuan

Air yang meresap ataupun yang dapat disimpan oleh suatu jenis batuan

tergantung pada sifat permeabilitas dari batuan (akuifer) itu sendiri. Sifat

batuan dipengaruhi oleh asal atau proses pembentukannya.. Air tanah ditinjau

dari litologi akuifer. Berdasarkan sifat batuan dan penyebarannya di lapangan,

hampir 90 % akuifer yang ditemukan terdiri dari pasir dan kerikil yang belum

memadat.

Batuan yang terdiri dari pasir dan kerikil adalah batuan sedimen yang

merupakan batuan yang terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan

rombakan baik secara kimia maupun fisik dari batuan yang ada sebelumnya,

setelah melalui proses transportasi. Batuan sedimen memiliki sifat-sifat utama

sebagai berikut :

8

Page 6: BAB II

a) Adanya bidang perlapisan (bedding, stratifikasi) yang menandakan

adanya proses sedimentasi.

b) Sifat klastik/fragmen, yang menandakan butiran-butiran pernah

lepas, terutama pada golongan karbonat.

c) Sifat jejak/bekas zat hidup seperti cangkang/rumah organisme

(coral), terutama pada golongan karbonat.

d) Jika bersifat hablur selalu monomineralik.

Berdasarkan cara terjadinya batuan sedimen dibagi atas :

a) Batuan sedimen klastik, yaitu batuan terbentuk dari

pengendapan kembali dari batuan detritus/pecahan batuan asal.

b) Batuan sedimen non-klastik, yaitu batuan sedimen yang

terbentuk dari hasil reaksi kimia (kristalisasi langsung atau reaksi

anorganik) atau bisa juga dari hasil kegiatan organisme (sedimentasi

organis)

Pada batuan sedimen yang terpenting adalah struktur perlapisan yang

kenampakkannya dapat dilihat dari :

a) Adanya perbedaan warna

b) Adanya perbedaan ukuran butir

c) Adanya perubahan struktur sedimen

d) Adanya perbedaan komposisi mineral

e) Adanya perubahan macam batuan

f) Adanya perbedaan kekompakan.

Struktur sedimen terbentuk sebagai refleksi kondisi lingkungan pada saat

pengendapan.

9

Page 7: BAB II

Gambar 2.3. Struktur sedimen

Kebanyakan akuifer dengan potensi tinggi, air tanahnya dijumpai pada

batuan sedimen yang porositasnya tinggi. Hal tersebut dapat diterangkan

sebagai berikut :

a) Kerikil dan pasir sangat baik sebagai akuifer serta mempunyai

debit yang cukup tinggi. Keterdapatan kerikil dan pasir terjadi pada kondisi

yang bervariasi dapat sebagai endapan alluvial ataupun endapan fluvial.

Kerikil dan pasir yang bersih dari lanau dan lempung mempunyai

kandungan air tanah yang tinggi.

b) Lempung dan lanau, walaupun mempunyai porositas tinggi, tetapi

kelulusan dan debitnya rendah, hal ini disebabkan karena rongga antar butir

sangat halus, sehingga daya kapiler tinggi.

c) Batu pasir dan konglomerat mempunyai porositas yang kecil,

apabila batuan tersebut terendapkan pada lingkungan yang dalam. Tetapi

dapat dijumapi pula batu pasir yang mengalami kompaksi masih dapat

bertidak sebagai akuifer yang baik.

10

Page 8: BAB II

d) Batuan karbonat dapat sebagai akuifer yang baik ataupun buruk

tergantung kelulusan, porositas, derajat kompaksi serta sifat dari batuan itu

sendiri. Batu gamping non klastik lebih mudah larut dari pada yang klastik,

karena daya larut yang berbeda dari mineral penyusunnya.

Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeable (tembus air) yang

dikenal sebagai akuifer (juga disebut reservoir air tanah, formasi pengikat air,

dasar-dasar yang tembus air) yang merupakan formasi pengikat air yang

memungkinkan jumlah air yang cukup besar dapat bergerak melaluinya

(Seyhan,1977).

Berdasarkan sifatnya, batuan sebagai media aliran air dibedakan menjadi empat,

yaitu:

1. Akuifer

Yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa

sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air. Dengan demikian, batuan

ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air yang bersifat permeable. Contoh:

pasir, batu pasir, kerikil, batu gamping dan lava yang berlubang-lubang.

Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis media

penyusun akuifer, yaitu sistem media pori dan sistem media rekahan. Kedua

sistem ini memiliki karakter air tanah yang berbeda satu sama lain. Pada

sistem media berpori, air tanah mengalir melalui rongga antar butir yang

terdapat dalam suatu batuan misalnya batu pasir dan batuan alluvial. Sistem

media rekahan, air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada

batuan yang terkena tektonik kuat, pada batu gamping, batuan metamorf,

dan lava. Rekahan terjadi selain akibat proses tektonik, juga akibat proses

pelarutan.

11

Page 9: BAB II

Gambar 2.4. Model akuifer media pori ruang antar butir dan media rekahan

(AIPG 1984, Heath 1983, and Todd 1980 dalam Agricultural Waste Management

Field Handbook)

2. Akuitar

Yaitu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,

sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam

jumlah terbatas. Dengan demikian batuan ini bersifat semi permeable.

Contoh: pasir lempungan, batu pasir lempungan dan lempung pasiran.

3. Akuiklud

Yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,

sehingga dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkan air dalam

jumlah yang berarti. Dengan demikian batuan ini bersifat impermeabel.

Contoh : lempung, lanau, tuff halus dan serpih.

4. Akuifug

Yaitu suatu batuan yang tidak dapat menyimpan dan tidak dapat

mengalirkan air. Dengan demikian batuan ini bersifat kedap air. Contoh :

batuan beku yang kompak dan padat.

c. Faktor Tumbuhan

12

Page 10: BAB II

Air sangat penting artinya bagi tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.

Banyak tempat-tempat di suatu daerah, tumbuhan sangat membantu sekali

sebagai media untuk mengumpulkan air tanah, sebab akar tumbuhan

mempunyai sifat sebagai kapiler yang akan menjaga kelestarian air tanah.

Banyak sedikitnya tumbuhan akan mempengaruhi muka air tanah setempat.

Di daerah perkotaan yang padat penduduknya peresapan air kecil sekali,

karena sebagian besar lahan tanah tertutup/dilapis aspal atau dibeton dan juga

perumahan dibangun dimana-mana, sehingga luas tanah terbuka semakin

sempit sehingga semakin sedikit pula dapat menyerap air. Seharusnya beberapa

tempat di kota dibiarkan terbuka sebagai tanah resapan air hujan

(PPPGT/VEDC Malang).

d. Faktor Iklim Dan Curah Hujan

Iklim terutama sangat berpengaruh pada daerah pengisian. Secara

langsung akan mempengaruhi tinggi rendahnya muka air tanah setempat. Dapat

diartikan bahwa pada musim penghujan biasanya curah hujan akan naik,

sehingga batuan yang mempunyai porositas tinggi akan terisi oleh air terutama

di daerah resapan. Daerah dengan curah hujan rendah, maka pori-pori lapisan

akuifernya akan sedikit terisi oleh air dan karena tekanan beban yang ada

diatasnya, mengakibatkan batuan menjadi kompak dan sifat akuifernya akan

berkurang, sehingga muka air tanahnya turun.

2.2 Tipologi Sistem Akuifer

Kondisi dan distribusi sistem akuifer dalam sistem geologi dikontrol oleh

faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Litologi

adalah penyusun secara fisik meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas

dari endapan-endapan atau batuan yang membentuk sistem geologi. Stratigrafi

menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan

batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat

geometri dari sistem geologi yang diakibatkan deformasi yang terjadi setelah

batuan terbentuk. Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, kontrol yang

13

Page 11: BAB II

berperan adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan akan ketiga faktor di atas

memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik dan distribusi sistem akuifer

(Freeze dan Cherry, 1979).

2.2.1 Tipologi Sistem Akuifer Endapan Alluvial

Secara geologi, batuan penyusun sistem akuifer tersebut umumnya berupa

lempung, pasir dan kerikil hasil dari erosi, transportasi dari batuan di bagian

hulunya. Dengan melihat keadaan ini umumnya batuan di endapan alluvial

bersifat tidak kompak sehingga potensi air tanahnya cukup baik. Sistem akuifer

ini secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar.

a. Sistem Akuifer Endapan Fluvial

Sistem akuifer ini terbentuk akibat proses transportasi dan sedimentasi

yang terjadi di sepanjang aliran sungai. Umumnya berkembang pada sungai

besar yang bermeander dan sungai teranyam (braided stream) seperti pada

contoh Gambar 2.5. Sistem akuifer ini dapat dibagi lagi, menjadi:

1. Sistem akuifer dataran alluvial

2. Sistem akuifer lembah alluvial

3. Sistem akuifer kipas alluvial

4. Sistem akuifer dataran non alluvial

Gambar 2.5. Tipologi Sistem Akuifer Endapan Fluvial (Freeze & Cherry, 1979)

b. Sistem Akuifer Endapan Alluvial Pantai (Akuifer Pantai)

14

Page 12: BAB II

Akuifer pantai mempunyai potensi air tanah cukup baik. Endapan alluvial

pantai di Indonesia cukup besar mengingat garis pantai Indonesia yang cukup

panjang. Morfologi di daerah alluvial pantai umumnya datar sampai sedikit

bergelombang, memanjang sejajar dengan garis pantai.

Dari segi kuantitas, air tanah di daerah akuifer pantai dapat menjadi

sumber air tanah yang baik terutama pada daerah pematang pantai/gosong

pantai atau pada lensa-lensa batu pasir lepas. Namun demikian, dari segi

kualitas air tanah pada akuifer alluvial pantai tergolong buruk, ditandai dengan

bau, warna kuning, keruh, tingginya kandungan garam, dan kandungan besi (Fe

dan Mn) yang untuk daerah pantai rawa (pantai pasang surut). Akan tetapi

kualitas air tanah yang baik umumnya dapat di akuifer alluvial pantai berupa

akuifer tertekan. Kondisi air tanah di dataran pantai banyak ditentukan kondisi

geologi di hulunya. Endapan alluvial ini dapat menjadi tebal jika cekungan

yang membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi

oleh sesar/patahan turun sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6. Tipologi Sistem akuifer Endapan Alluvial Pantai (Boonstra &

Ridder, 1990)

c. Sistem Akuifer Endapan Rawa atau Delta

15

Page 13: BAB II

Sistem akuifer ini memiliki potensi air tanah dangkal yang relatif

rendah/kecil, dengan kualitas buruk yang dicirikan dengan warna keruh, berbau

serta rasa yang masam atau payau dan tingginya kadar garam, Fe, dan Mn.

Lapisan pelapukan umumnya tebal dan bersifat impermeabel (kedap air).

Karakteristik akuifer di daerah ini adalah media pori dengan ketebalan akuifer

yang relatif tipis pada lapisan yang berukuran butir pasir. Berdasarkan

posisinya secara geografis dan karakteristiknya dapat dibagi lagi menjadi sistem

akuifer rawa pasang-surut, sistem akuifer rawa gambut dan payau, dan sistem

akuifer rawa musiman

2.2.2 Tipologi Sistem Akuifer Batuan Sedimen

Kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan memberikan

kesamaan sistem Air tanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter fisika

dan kimia serta kualitas air tanah dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter

tersebut tipologi sistem akuifer batuan sedimen terdiri atas (Puradimadja1993) :

a. Sistem Akuifer Batu pasir-Batu serpih/Batu lempung terlipat

Sistem akuifer batu pasir-Batu serpih/Batu lempung pada dasarnya mirip

dengan sistem akuifer endapan alluvial atau delta yang terdiri atas perselingan

pasir dan lempung. Hanya pada sistem ini mempunyai umur yang lebih tua dan

telah mengalami proses diagenesa yang menyebabkan terjadinya kompaksi,

sementasi, dan lithifikasi. Proses diagenesa ini selanjutnya menyebabkan

terjadinya reduksi porositas dan permeabilitas pada batu pasir. Sistem akuifer

ini dapat terbentuk dalam beberapa variasi kondisi geologi. Sebagai contoh

dalam kerangka kontinental sedimen-sedimen mengisi depresi berbentuk

cekungan dalam skala regional yang luas menghasilkan formasi-formasi

geologi dengan batu pasir yang kemudian dijumpai sebagai akuifer-akuifer

tertekan seperti digambarkan pada Gambar 2.7.

16

Page 14: BAB II

Gambar 2.7. Tipologi Sistem Akuifer Batu pasir-Batu lempung (Mandel &

Shiftan, 1981)

b. Sistem Akuifer Sedimen Terlipat dan/atau Terpatahkan

Berdasarkan posisinya, Indonesia yang terletak di sepanjang jalur-jalur

pertemuan lempeng menyebabkan wilayahnya mengalami kondisi tektonik

yang sangat kuat. Kondisi tektonik tersebut memberikan deformasi terhadap

satuan-satuan geologi yang terendapkan dalam berbagai cekungan-cekungan

sedimen yang ada. Deformasi yang diakibatkannya menyebabkan batuan

terlipat dan/atau terpatahkan (Gambar 2.8).

Potensi air tanah di daerah ini umumnya kecil mengingat batuan

penyusunnya berupa serpih, napal atau lempung yang bersifat kedap air. Batu

pasir jika ada umumnya berupa sisipan dan sangat kompak karena berumur tua

dan telah mengalami proses tektonik kuat, sehingga sedikit kemungkinan

lapisan batu pasir tua ini dapat bertindak sebagai akuifer yang baik. Begitu pula

dengan breksi sedimen. Batu gamping, sekalipun sangat umum dijumpai pada

daerah lipatan, apabila penyebarannya cukup luas, dipisahkan menjadi sistem

akuifer tersendiri mengingat karakter hidrogeologinya yang spesifik.

17

Page 15: BAB II

Gambar 2.8. Tipologi Sistem Akuifer Sedimen Terlipat (Puradimaja, 1993)

c. Sistem Akuifer Batuan Karbonat/Batu gamping (Akuifer Karstik)

Selain kedua sistem akuifer di atas, di Indonesia dapat dijumpai sistem

akuifer batuan karbonat/batu gamping. Daerah pegunungan yang batuannya

terdiri dari batu gamping dan memperlihatkan morfologi yang khas berupa

kumpulan bukit-bukit membulat serta kehadiran sungai-sungai bawah tanah

disebut perbukitan karst. Pada dasarnya, karena merupakan batuan yang

kompak, batu gamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau

rongga-rongga pelarutan di dalamnya, menyebabkan batu gamping dapat

bertindak sebagai akuifer yang cukup baik tetapi tinjauan hidrogeologinya

berlainan dengan daerah airtanah pada media porous.

Seperti terlihat pada Gambar 2.9, batu gamping mempunyai sifat yang

khas yaitu dapat larut dalam air sehingga dengan adanya sifat ini porositas pada

batu gamping berupa porositas sekunder atau rekahan. Dengan adanya kondisi

ini, penyaluran bawah permukaan umumnya lebih menonjol dibandingkan

penyaluran air permukaan. Maka, jarang sekali ditemukan sungai yang berair

terus sepanjang tahun, karena air lebih banyak mengalir sebagai aliran bawah

permukaan melalui sistem rongga-rongga pelarut yang bercabang-cabang dan

bertingkat-tingkat sesuai dengan sejarah pelarutan batu gamping yang akhirnya

dapat membentuk suatu jaringan sistem aliran sungai bawah tanah.

18

Page 16: BAB II

Gambar 2.9. Sistem akuifer media rekahan pada batu gamping (Imam Sadisun

dalam Puradimaja, 1993)

2.3 Pendugaan geolistrik

Penyelidikan air tanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan

beberapa metode, salah satunya dengan penyelidikan geofisika. Untuk keperluan

penyelidikan air tanah sering digunakan metode geolistrik, karena lebih mudah

dan murah. Dengan geolistrik dapat diukur harga tahanan jenis dari lapisan

batuan.

Harga tahanan jenis batuan tergantung jenis materialnya, densitas, porositas

batuan, kandungan air, kualitas air dan suhu. Dengan demikian tidak ada

kepastian harga tahanan jenis untuk setiap macam batuan. Batuan beku dan batuan

Metamorf mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 102 sampai 108

Ohmmeter. Batuan endapan dan batuan yang lepas mempunyai harga tahanan

jenis berkisar antara 1 sampai 104 Ohmmeter. Akuifer berupa mineral lepas

mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan

air tanahnya atau makin besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral

lempung bersifat menghantarkan arus listrik, sehingga harga tahanan jenisnya

akan kecil.

Dengan mengalirkan arus listrik kedalam bumi lewat elektroda yang

dipasang dan dicatat pula tegangan yang ditimbulkan oleh arus listrik tersebut,

maka dapat dihitung besaran tahanan jenis setiap lapisan batuan yang terletak di

19

Page 17: BAB II

bawah permukaan. Untuk mengetahui harga tahanan jenis semu setiap kedalaman

yang diinginkan, maka jarak antar elektroda diubah, dimana semakin jauh jarak

antar elektroda maka semakin dalam tahanan jenis semu batuan yang didapat.

2.3.1 Metoda tahanan Jenis (Resistivity)

Metoda yang digunakan dalam pendugaan geolistrik pada penelitian ini

adalah metoda tahanan jenis (resistivity). Metoda ini mengukur sifat fisik lapisan

batuan yaitu sifat tahanan jenisnya, dengan cara menginjeksikan arus listrik ke

dalam bumi melewati sepasang elektroda arus. Adapun nilai beda potensial yang

dihasilkan, diukur melalui sepasang elektroda potensial. Nilai tahanan jenis yang

dihasilkan merupakan nilai tahanan semu (apparent resistivity). Nilai tersebut

didapatkan dengan cara membagi nilai beda potensial dengan besarnya arus yang

diinjeksikan serta dikalikan dengan faktor geometri (K).

Pada umumnya, metoda geolistrik tahan jenis menghasilkan pengukuran

yang akurat pada lapisan akuifer yang mendatar. Namun untuk pengukuran

tahanan jenis pada lapisan akuifer bersudut, perlu diteliti pengaruh arah bentangan

terhadap strike dan pengaruh variasi nilai gradien hidrolik terhadap nilai tahanan

jenis sebenarnya ().

Tahanan jenis di definisikan sebagai hambatan suatu unit bahan terhadap

arus listrik (searah) yang mengalir melalui media tersebut dalam arah tegak lurus

terhadap dua bidang yang berhadapan. Besar tahanan ini bergantung pada dimensi

unit bahan, yang dialirinya. Satuan tahanan jenis ini lazim dinyatakan dalam

‘ohm-meter’ atau ‘ohm-milimeter’.

Berbagai satuan batuan adalah bersifat sebagai penghantar listrik yang baik dalam

perimbangan terhadap beberapa faktor seperti berikut :

a. Kandungan mineral atau jenis batuan.

b. Kandungan air atau kelembaban.

c. Larutan berbagai garam dan kandungan ion bebas di dalamnya.

d. Struktur dan tekstur batuan.

20

Page 18: BAB II

Kebanyakan berbagai mineral pembentuk batuan termasuk silikat

mempunyai tahanan jenis yang tinggi, sedangkan mineral sulfida dan beberapa

oksida logam, batubara dan grafit memperlihatkan sifat penghantar listrik yang

baik. Oleh karena itu dalam keadaan kering, dan kondisi yang tidak kotor,

kebanyakan batuan atau mineral tersebut secara praktis bukanlah bersifat

penghantar listrik yang baik, dengan demikian akan memiliki sifat tahanan jenis

yang tinggi.

Keterdapatan cairan (larutan) atau air dalam sistem rekahan atau ruang antar

butir dapat menurunkan nilai tahanan jenis batuan tersebut. Nilai tahanan jenis

suatu lapisan batuan penyusun akuifer ditentukan oleh jumlah kandungan air,

salinitas air, dan sifat fisik batuan. Lapisan akuifer yang mengandung air dapat

dianalogikan sebagai lapisan yang mengandung elektrolit. Ketika medan listrik

dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit, maka jumlah arus yang mengalir merupakan

hasil kali dari jumlah ion dengan nilai kecepatan pergerakan ion tersebut.

Jenis batuan beku, ubahan (metamorf), atau batuan sedimen termampatkan

umumnya memiliki tahanan jenis tinggi. Sebaliknya, batuan lepas seperti pasir,

kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki tahanan jenis sedang; tahanan jenis

itu akan lebih rendah lagi apabila terdapat air payau atau asin di dalamnya. Batu

lempung yang mengandung air dan larutan berbagai ion didalamnya mempunyai

nilai tahanan jenis rendah. Pada umumnya tahanan jenis batuan sedimen

ditentukan oleh komposisi mineral dan struktur geologinya. Batuan yang keras

dan padat memiliki tahanan jenis lebih tinggi dibanding dengan batuan yang

kurang padat atau batuan yang lepas sifatnya.

Metoda tahanan jenis listrik merupakan suatu cara untuk menyelidiki variasi

tahanan jenis batuan baik secara vertikal maupun secara lateral. Untuk

pengukuran tahanan jenis kelistrikan suatu formasi batuan bawah permukaan atau

akuifer digunakan suatu perangkat alat geolistrik berikut kelengkapannya. Untuk

mendapat nilai tahanan jenis semu setiap lapisan dapat diperoleh dari beberapa

konfigurasi penempatan elektroda. Konfigurasi penempatan elektroda yang

digunakan adalah Konfigurasi Schlumberger.

21

Page 19: BAB II

Prinsip dasar metoda geolistrik rersistivitas ialah hukum Ohm tentang

hubungan antara tahanan (R), arus (I) dan perubahan potensial (V).

Secara matematis dituliskan sebagai berikut :

...................................................................................1)

Gambar 2.10 Medium Penghantar

Jika R adalah resistan bahan penghantar (gambar 2.10), dengan panjang L,

luas penampang A, maka nilai resistivitasnya adalah :

.......................................................2)

Dari nilai arus (I) dan tegangan (V), maka didapatkan resistivitas

......................................................3)

2.3.2 Konfigurasi Elektroda Schlumberger

Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu tiap lapisan, maka elektroda

diatur sedemikian rupa sehingga elektroda arus dan potensial dapat terhubung satu

sama lain. Pada prinsipnya semakin jauh bentang antar elektroda, maka makin

dalam pula hasil interpretasi yang didapat.

a. Posisi Elektroda

22

Page 20: BAB II

Untuk konfigurasi ini, syarat yang harus dipenuhi adalah jarak elektroda

potensial (P1-P2) kurang atau sama dengan 1/5 elektroda arus (C1-C2).

Pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger ini menggunakan 4 elektroda,

masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial (Gambar 2.11).

Gambar 2.11. Posisi Elektroda Konfigurasi Schlumberger

b. Nilai Tahanan Jenis Semu

Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitung berdasarkan persamaan 3)

(Van Orstand et al, 1966; Reynolds 1998; Telford et al, 1990).

Dengan

...........................4)

dengan harga:

MN = a (spasi elektroda potensial)

AM = NB = n.a

MB = AN = (n + 1).a

Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K dapat dihitung menggunakan

persamaan:

K = n.(n + 1) π a;...........................................................5)

n = 1, 2, 3,4,5,…

2.4 Penentuan Lapisan Batuan

23

1C 2C2P1P

M

V

I

NA B

AB51MN

Page 21: BAB II

Penentuan lapisan batuan diperoleh dari hasil tahanan jenis yang sebenarnya

dengan melihat tabel harga tahanan jenis listrik. Harga-harga tahanan spesifik

batuan banyak dikeluarkan oleh beberapa instansi akan tetapi harga tersebut

bersifat melengkapi.

Tabel 2.1. Nilai Resistivity Berbagai Jenis Batuan

Jenis MineralTahanan Jenis(Ohm-Meter)

Tanah (40% lempung) 0.8 x 101 tanah (20% lempung) 3.3 x 101 Top soil 25 x 101 - 17 x 102 Lempung (sangat kering) 5 x 101 - 15 x 101 Lempung 1 x 101 - 1 x 102 Sand 0.1 x 101 - 1 x 103

Sandstones 0.1 x 101 - 1 x 108

Lempung padat 2 x 101 - 2 x 103

Tanah lempungan, basah-lembek 0.15 x 101 - 0.3 x 101 Lempung lanauan & tanah lanauan 0.3 x 101 - 1.5 x 101 Batuan dasar berkekar terisi tanah lembab 15 x 101 - 3 x 102

Pasir kerikil bercampur lanau 3 x 102

Batuan dasar tak lapuk 24 x 102

Shales 2 x 101 - 2 x 103

Ground Water 5 x 10-1 - 3 x 102

Sea Water 2 x 10-1

Sumber: www.geoph.itb.ac.id

Tabel 2.2. Nilai resistivity berbagai jenis batuan pada endapan alluvium.

Category Sediment Resistivity Range

Alluvium

Clayey/silty sand 20 – 35 Ω m

Fine sand 35 – 55 Ω m

Fine to medium sand 55 – 75 Ω m

Medium sand 75 – 90 Ω m

Medium to corse sand with gravel > 90 Ω m

Sumber : Jurnal of Spatial Hydrology Vol.2 No.12.5 Sistem Informasi Geografi (SIG)

24

Page 22: BAB II

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang men-capture,

mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data

yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi

SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa

statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh

pemetaan (Daniel, 2003).    

Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainnya

yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan

kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi (Daniel,

2003).    

2.5.1 Kemampuan SIG

a. Memetakan Letak

Data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer

dengan setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang

mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer bangunan, dan layer

customer (gambar 2.12). Layer-layer ini kemudian disatukan dengan

disesuaikan urutannya.

Gambar 2.12 Representasi SIG terhadap dunia nyata

25

Page 23: BAB II

Setiap data pada setiap layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query

terhadap database, untuk kemudian dilihat letaknya dalam keseluruhan peta.

Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu

daerah, benda, atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan

seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute jalan, mencari tempat-tempat

penting dan lainnya yang ada di peta.

Pola-pola yang mungkin akan muncul dapat pula dilihat dengan melihat

penyebaran letak-letak feature, misalnya sekolah, pelanggan, daerah miskin dan

sebagainya.

b. Memetakan Kuantitas

Memetakan kuantitas, yaitu memetakan sesuatu yang berhubungan

dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling

sedikit. Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempat-

tempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan digunakan untuk

pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-

masing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan

terhadap data statistik dibanding database biasa.

c. Memetakan Kerapatan (Densities)

Untuk melihat konsentrasi penyebaran lokasi dari feature-feature, di

wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan mendapat kesulitan

untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi

dibandingkan wilayah lainnya. Peta kerapatan dapat mengubah bentuk

konsentrasi kedalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan seragam,

misal membagi dalam kotak-kotak selebar 10 km2, dengan menggunakan

perbedaan warna untuk menandai tiap-tiap kelas kerapatan.

26

Page 24: BAB II

d. Memetakan Perubahan

Dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta

historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan

datang dan dapat pula digunakan untuk evaluasi kebijaksanaan

e. Memetakan Apa yang Ada di Dalam dan di Luar Suatu Area

SIG digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa

yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa

yang ada di luar area.

Pada sebuah aplikasi SIG, terdapat beberapa fasilitas yang merupakan

standar untuk melengkapi peta yang tampil di layar monitor. antara lain :

1. Legenda

Legenda (legend) adalah keterangan tentang obyek-obyek yang ada di peta,

seperti warna hijau adalah hutan, garis merah adalah jalan, simbol buku adalah

universitas, dan sebagainya.

2. Skala

Skala adalah keterangan perbandingan ukuran di layar dengan ukuran

sebenarnya.

3. Zoom in / out

Peta di layar dapat diperbesar dengan zoom in dan diperkecil dengan zoom

out.

4. Pan

Dengan fasilitas pan peta dapat digeser-geser untuk melihat daerah yang

dikehendaki.

5. Searching

Fasilitas ini digunakan untuk mencari dimana letak suatu feature. Bisa

dilakukan dengan meng-inputkan nama atau keterangan dari feature tersebut.

6. Pengukuran

Fasilitas ini dapat mengukur jarak antar titik, jarak rute, atau luas suatu

wilayah secara interaktif

27

Page 25: BAB II

7. Informasi

Setiap feature dilengkapi dengan informasi yang dapat dilihat jika feature

tersebut diklik. Misal pada suatu SIG jaringan jalan, jika diklik pada suatu

ruas jalan akan memunculkan data nama jalan tersebut, tipe jalan, desa-desa

yang menjadi ujung jalan, dan jalan-jalan lain yang berhubungan dengan jalan

itu.

8. Link

Selain informasi dari database, SIG memungkinkan pula menghubungkan data

feature pada peta dengan data dalam bentuk lain seperti gambar, video,

ataupun web.

Gambar 2.13. Contoh aplikasi SIG dalam 3 Dimensi

2.5.2 Proses Pada SIG

Secara umum proses SIG terdiri atas tiga bagian (subsistem), yaitu

subsistem masukan data (input data), manipulasi dan analisis data, menyajikan

data (output data) (ttp://www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).

a. Subsistem Masukan Data (Input Data)

Subsistem ini berperan untuk memasukkan data dan mengubah data asli

ke bentuk yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Semua data dasar

geografi diubah dulu menjadi data digital, sebelum dimasukkan ke komputer.

Data digital memiliki kelebihan dibandingkan dengan peta (garis, area) karena

jumlah data yang disimpan lebih banyak dan pengambilan kembali lebih cepat.

Ada dua macam data dasar geografi, yaitu data spasial dan data atribut.

1. Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau

tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog,

foto udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas.

2. Data atribut (deskriptis), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat.

Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik,

28

Page 26: BAB II

sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk

tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas, misalnya

kekuatan pohon. dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah

pohon.

Data spasial dan data atribut tersimpan dalam bentuk titik (dot), garis

(vektor), poligon (area) dan pixel (grid). Data dalam bentuk titik (dot), meliputi

ketinggian tempat, curah hujan, lokasi dan topografi. Data dalam bentuk garis

(vektor), meliputi jaringan jalan, pipa air minum, pola aliran sungai dan garis

kontur. Data dalam bentuk poligon (area), meliputi daerah administrasi,

geologi, geomorfologi, jenis tanah dan penggunaan tanah. Data dalam bentuk

pixel (grid), meliputi citra satelit dan foto udara

(www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).

Data dasar yang dimasukkan dalam SIG diperoleh dari tiga sumber, yaitu

data lapangan (teristris), data peta dan data penginderaan jauh. Berikut ini akan

dibahas satu per satu mengenai data dasar tersebut.

1. Data lapangan (teristris)

Data teristris adalah data yang diperoleh secara langsung melalui hasil

pengamatan di lapangan, karena data ini tidak terekam dengan alat

penginderaan jauh. Misalnya, batas administrasi, kepadatan penduduk,

curah hujan, jenis tanah dan kemiringan lereng.

2. Data peta

Data peta adalah data yang digunakan sebagai masukan dalam SIG yang

diperoleh dari peta, kemudian diubah ke dalam bentuk digital.

29

Page 27: BAB II

Gambar 2.14. Contoh data peta yang menjadi data digital.

Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari

unsur-unsur (features) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian

atau keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar dengan skala

tertentu (Rockville86 dalam Nur Meita2003).

Peta menggunakan titik, garis dan poligon dalam merepresentasikan

objek-objek dunia nyata. Peta menggunakan simbol grafis dan warna

untuk membantu dalam mengidentifikasi unsur-unsur berikut

deskripsinya. Skala peta menentukan ukuran dan bentuk representasi

unsur-unsurnya, makin meningkat skala peta, makin besar ukuran unsur-

unsurnya (www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).

Adapun persyaratan-persyaratan geometrik yang harus dipenuhi

oleh suatu peta sehingga menjadi peta yang ideal adalah: (Nur Meita2003).

a) Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan

jarak aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala

tertentu).

b) Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai

dengan luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya).

c) Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas peta harus

sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di permukaan bumi).

30

Page 28: BAB II

d) Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai

dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan

faktor skalanya).

3. Data penginderaan jauh

Data ini merupakan data dalam bentuk citra dan foto udara. Citra

adalah gambar permukaan bumi yang diambil melalui satelit. Sedangkan

foto udara adalah gambar permukaan bumi yang diambil melalui pesawat

udara. Informasi yang terekam pada citra penginderaan jauh yang berupa

foto udara atau radar, diinterpretasi (ditafsirkan) dahulu sebelum diubah ke

dalam bentuk digital. Sedangkan citra yang diperoleh dari satelit yang

sudah dalam bentuk digital, langsung digunakan setelah diadakan koreksi

seperlunya.

b. Subsistem Manipulasi dan Analisis Data

Subsistem ini berfungsi menyimpan, menimbun, menarik kembali data

dasar dan menganalisa data yang telah tersimpan dalam komputer. Ada

beberapa macam analisa data, antara lain:

a. Analisis lebar, menghasilkan daerah tepian sungai dengan lebar tertentu.

Gambar 2.15. Analisis Data Lebar

Analisis lebar adalah analisis yang dapat menghasilkan gambaran

daerah tepian sungai dengan lebar tertentu. Kegunaannya antara lain untuk

perencanaan pembangunan bendungan sebagai penanggulangan banjir.

31

Page 29: BAB II

b. Analisis penjumlahan aritmatika (arithmetic addition) menghasilkan

penjumlahan. Analisis ini digunakan untuk menangani peta dengan

klasifikasi, hasilnya menunjukkan peta dengan klasifikasi baru. Untuk lebih

jelas lihat gambar.

Gambar 2.16. Analisis Penjumlahan

c. Subsistem Penyajian Data (Output Data)

Subsistem output data berfungsi menayangkan informasi geografi sebagai

hasil analisis data dalam proses SIG. Informasi tersebut ditayangkan dalam

bentuk peta, tabel, bagan, gambar, grafik dan hasil perhitungan.

32