BAB II
Transcript of BAB II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Air Tanah
Air Tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah
permukaan tanah. Air Tanah Dangkal : air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah pada kedalaman < 30 meter. Air ini terdapat
dalam ruang pori dalam lapisan tanah atau batuan yang mengandung air jenuh
yang disebut akuifer (Direktorat Pengelolaan Air, 2007).
2.1.1 Pembentukan Air Tanah
Air tanah merupakan salah satu komponen dari suatu sistem peredaran air di
alam yang disebut sebagai siklus hidrologi. Siklus hidrologi yaitu : air laut
menguap membentuk awan yang mengandung uap air, awan dihembus oleh angin
ke arah daratan, turun ke daratan sebagai hujan, sebahagian mengalir di
permukaan sebagai aliran permukaan berupa sungai kembali ke laut, sebagian
masuk ke dalam tanah mengisi pori-pori batuan dalam lapisan pembawa air tanah
atau akuifer, kemudian keluar ke permukaan secara alami sebagai mata air atau
karena proses aktivitas manusia melalui sumur-sumur gali atau pemboran,
mengalir ke laut, menguap kembali menjadi awan dan seterusnya secara berulang
seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1. Model Siklus Hidrologi (http://www.lablink.or.id/_vti_bin/html.exehidro/siklus/air-siklus.htm/map1)
4
Pada proses sirkulasi air tersebut, volume air tanah di dalam zona
penyimpanan akan selalu berubah karena terjadinya proses pengisian kembali
(recharge) dan pengeluaran kembali (discharge). Pengisian kembali air tanah
berasal dari peresapan air hujan, tubuh air permukaan dan disamping itu, dikenal
pula pengisian air tanah secara buatan. Besarnya volume pengisian kembali ini
tergantung pada luas daerah pengisian. Pengeluaran kembali air tanah terjadi
apabila air tanah mengalir keluar dari zona penyimpanan seperti rembesan, mata
air, dan pemompaan air tanah. Pemompaan atau pemanfaatan air tanah untuk
keperluan rumah tangga merupakan jenis pengeluaran air tanah yang terbesar
(Heru Hendrayana, 1994).
Sumber daya air tanah mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan
sumber daya air permukaan karena faktor-faktor sebagai berikut (Soekardi, 1984
dalam Heru Hendrayana, 1994 ) :
a. Air tanah lebih baik kualitasnya atau lebih sehat karena telah mengalami
proses filtrasi alamiah.
b. Kesediaan air tanah lebih stabil sepanjang tahun dan tidak memerlukan tempat
untuk penyimpanan.
c. Di daerah yang tersedia cukup air tanah, dapat dengan mudah diperoleh dan
tidak memerlukan saluran untuk penyaluran.
Aliran air tanah merupakan suatu pergerakan fluida dalam tanah/batuan
yang penting untuk diketahui. Selain oleh gravitasi sebagai penyebab utama
pergerakan, aliran air tanah juga dipengaruhi oleh karakteristik dari media air
tanah atau akuifer (Heru Hendrayana, 1994).
Pergerakan atau aliran air tanah ini menjadi penting karena disinilah kunci
dari penentuan suatu daerah kaya dengan air tanah atau tidak. Perlu dicatat bahwa
tidak seluruh daerah memiliki potensi air tanah alami yang baik. Model aliran air
tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan air tanah atau sering juga
disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah
wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air
permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui
5
lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan
(http://rovicky.wordpress.com/).
Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut
menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air
(impermeable). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air
(saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah
(discharge zone). Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air
dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan,
kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut
sebagai aliran air tanah. Daerah aliran air tanah ini selanjutnya disebut sebagai
daerah aliran (flow zone) (http://rovicky.wordpress.com/).
Aliran air tanah berdasarkan gerakannya dapat dibedakan menjadi aliran
turbulen dan aliran laminer. Aliran turbulen adalah aliran air tanah yang melalui
rongga-rongga batuan yang cukup besar, sehingga partikel airnya bergerak secara
berputar dan biasanya mempunyai kecepatan yang tinggi. Aliran laminer adalah
aliran dimana partikel-partikel air bergerak sejajar dengan kecepatan yang lambat.
Aliran laminer umumnya terjadi pada batuan berpori (Suharyadi, 1994).
Aliran laminer dapat dipisahkan lagi menjadi lairan tetap (steady flow) dan
aliran tidak tetap (unsteady flow). Aliran tetap adalah aliran yang tidak berubah
terhadap waktu, sedang aliran tidak tetap adalah aliran yang berubah-ubah
sepanjang waktu.
Kecepatan aliran air tanah sangat dipengaruhi oleh gravitasi bumi dan friksi
(gesekan). Gravitasi bumi menyebabkan air akan mengalir dari tempat yang tinggi
ke tempat yang lebih rendah.
Dalam perjalanannya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan
akuifer yang diatasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air
(impermeable) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang
berada di bawah lapisan penutup dan air tanah yang berada di atasnya. Perubahan
tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan
air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola
pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh
6
penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah
menembus lapisan penutupnya (http://rovicky.wordpress.com/).
Air tanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap
iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia
dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan
disebut sebagai air tanah dangkal (http://rovicky.wordpress.com/).
Air tanah tertekan/air tanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai
air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient
potensial, mengakibatkan adanya istilah sebagai berikut
(http://rovicky.wordpress.com/):
a. Artesis positif yaitu kejadian dimana potensial air tanah ini berada di atas
permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal secara alami
menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini.
b. Artesis nol yaitu kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan
permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah.
c. Artesis negatif yaitu kejadian dimana garis potensial khayal ini di bawah
permukaan tanah sehingga muka air tanah akan berada di bawah permukaan
tanah.
Gambar 2.2. Jenis Air tanah
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Menentukan Terdapatnya Air Tanah
7
Menurut Heru Hendrayana, 1994 faktor-faktor yang menentukan
terdapatnya air tanah adalah sebagai berikut :
a. Faktor Morfologi
Pada umumnya akan berlaku bahwa daerah yang berlereng curam akan
mempengaruhi muka air tanah setempat. Sedangkan lereng yang landai akan
mempunyai kedudukan air tanah dangkal. Daerah terbiku akan menyebabkan
muka air tanah akan menyesuaikan dengan kedalaman titik pembikuan, artinya,
dasar-dasar lembah dan cekungan akan menjadi daerah pengumpul air.
Daerah dimana air hujan jatuh meresap ke dalam tanah disebut daerah
pengisian, yang karena gaya beratnya sendiri akan mengalir ke daerah yang
lebih rendah, yaitu daerah pelepasan. Di daerah pelepasan ini artinya dapat
muncul secara alamiah sebagai mata air dan oleh perbuatan manusia sebagai
sumur gali, sumur bor dan lain-lain.
b. Faktor Batuan
Air yang meresap ataupun yang dapat disimpan oleh suatu jenis batuan
tergantung pada sifat permeabilitas dari batuan (akuifer) itu sendiri. Sifat
batuan dipengaruhi oleh asal atau proses pembentukannya.. Air tanah ditinjau
dari litologi akuifer. Berdasarkan sifat batuan dan penyebarannya di lapangan,
hampir 90 % akuifer yang ditemukan terdiri dari pasir dan kerikil yang belum
memadat.
Batuan yang terdiri dari pasir dan kerikil adalah batuan sedimen yang
merupakan batuan yang terbentuk dari hasil pengendapan bahan-bahan
rombakan baik secara kimia maupun fisik dari batuan yang ada sebelumnya,
setelah melalui proses transportasi. Batuan sedimen memiliki sifat-sifat utama
sebagai berikut :
8
a) Adanya bidang perlapisan (bedding, stratifikasi) yang menandakan
adanya proses sedimentasi.
b) Sifat klastik/fragmen, yang menandakan butiran-butiran pernah
lepas, terutama pada golongan karbonat.
c) Sifat jejak/bekas zat hidup seperti cangkang/rumah organisme
(coral), terutama pada golongan karbonat.
d) Jika bersifat hablur selalu monomineralik.
Berdasarkan cara terjadinya batuan sedimen dibagi atas :
a) Batuan sedimen klastik, yaitu batuan terbentuk dari
pengendapan kembali dari batuan detritus/pecahan batuan asal.
b) Batuan sedimen non-klastik, yaitu batuan sedimen yang
terbentuk dari hasil reaksi kimia (kristalisasi langsung atau reaksi
anorganik) atau bisa juga dari hasil kegiatan organisme (sedimentasi
organis)
Pada batuan sedimen yang terpenting adalah struktur perlapisan yang
kenampakkannya dapat dilihat dari :
a) Adanya perbedaan warna
b) Adanya perbedaan ukuran butir
c) Adanya perubahan struktur sedimen
d) Adanya perbedaan komposisi mineral
e) Adanya perubahan macam batuan
f) Adanya perbedaan kekompakan.
Struktur sedimen terbentuk sebagai refleksi kondisi lingkungan pada saat
pengendapan.
9
Gambar 2.3. Struktur sedimen
Kebanyakan akuifer dengan potensi tinggi, air tanahnya dijumpai pada
batuan sedimen yang porositasnya tinggi. Hal tersebut dapat diterangkan
sebagai berikut :
a) Kerikil dan pasir sangat baik sebagai akuifer serta mempunyai
debit yang cukup tinggi. Keterdapatan kerikil dan pasir terjadi pada kondisi
yang bervariasi dapat sebagai endapan alluvial ataupun endapan fluvial.
Kerikil dan pasir yang bersih dari lanau dan lempung mempunyai
kandungan air tanah yang tinggi.
b) Lempung dan lanau, walaupun mempunyai porositas tinggi, tetapi
kelulusan dan debitnya rendah, hal ini disebabkan karena rongga antar butir
sangat halus, sehingga daya kapiler tinggi.
c) Batu pasir dan konglomerat mempunyai porositas yang kecil,
apabila batuan tersebut terendapkan pada lingkungan yang dalam. Tetapi
dapat dijumapi pula batu pasir yang mengalami kompaksi masih dapat
bertidak sebagai akuifer yang baik.
10
d) Batuan karbonat dapat sebagai akuifer yang baik ataupun buruk
tergantung kelulusan, porositas, derajat kompaksi serta sifat dari batuan itu
sendiri. Batu gamping non klastik lebih mudah larut dari pada yang klastik,
karena daya larut yang berbeda dari mineral penyusunnya.
Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeable (tembus air) yang
dikenal sebagai akuifer (juga disebut reservoir air tanah, formasi pengikat air,
dasar-dasar yang tembus air) yang merupakan formasi pengikat air yang
memungkinkan jumlah air yang cukup besar dapat bergerak melaluinya
(Seyhan,1977).
Berdasarkan sifatnya, batuan sebagai media aliran air dibedakan menjadi empat,
yaitu:
1. Akuifer
Yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa
sehingga dapat menyimpan dan mengalirkan air. Dengan demikian, batuan
ini berfungsi sebagai lapisan pembawa air yang bersifat permeable. Contoh:
pasir, batu pasir, kerikil, batu gamping dan lava yang berlubang-lubang.
Berdasarkan sifat fisik batuan, secara garis besar ada 2 jenis media
penyusun akuifer, yaitu sistem media pori dan sistem media rekahan. Kedua
sistem ini memiliki karakter air tanah yang berbeda satu sama lain. Pada
sistem media berpori, air tanah mengalir melalui rongga antar butir yang
terdapat dalam suatu batuan misalnya batu pasir dan batuan alluvial. Sistem
media rekahan, air mengalir melalui rekahan-rekahan yang terdapat pada
batuan yang terkena tektonik kuat, pada batu gamping, batuan metamorf,
dan lava. Rekahan terjadi selain akibat proses tektonik, juga akibat proses
pelarutan.
11
Gambar 2.4. Model akuifer media pori ruang antar butir dan media rekahan
(AIPG 1984, Heath 1983, and Todd 1980 dalam Agricultural Waste Management
Field Handbook)
2. Akuitar
Yaitu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,
sehingga dapat menyimpan air, tetapi hanya dapat mengalirkan air dalam
jumlah terbatas. Dengan demikian batuan ini bersifat semi permeable.
Contoh: pasir lempungan, batu pasir lempungan dan lempung pasiran.
3. Akuiklud
Yaitu suatu tubuh batuan yang mempunyai susunan sedemikian rupa,
sehingga dapat menyimpan air, tetapi tidak dapat mengalirkan air dalam
jumlah yang berarti. Dengan demikian batuan ini bersifat impermeabel.
Contoh : lempung, lanau, tuff halus dan serpih.
4. Akuifug
Yaitu suatu batuan yang tidak dapat menyimpan dan tidak dapat
mengalirkan air. Dengan demikian batuan ini bersifat kedap air. Contoh :
batuan beku yang kompak dan padat.
c. Faktor Tumbuhan
12
Air sangat penting artinya bagi tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.
Banyak tempat-tempat di suatu daerah, tumbuhan sangat membantu sekali
sebagai media untuk mengumpulkan air tanah, sebab akar tumbuhan
mempunyai sifat sebagai kapiler yang akan menjaga kelestarian air tanah.
Banyak sedikitnya tumbuhan akan mempengaruhi muka air tanah setempat.
Di daerah perkotaan yang padat penduduknya peresapan air kecil sekali,
karena sebagian besar lahan tanah tertutup/dilapis aspal atau dibeton dan juga
perumahan dibangun dimana-mana, sehingga luas tanah terbuka semakin
sempit sehingga semakin sedikit pula dapat menyerap air. Seharusnya beberapa
tempat di kota dibiarkan terbuka sebagai tanah resapan air hujan
(PPPGT/VEDC Malang).
d. Faktor Iklim Dan Curah Hujan
Iklim terutama sangat berpengaruh pada daerah pengisian. Secara
langsung akan mempengaruhi tinggi rendahnya muka air tanah setempat. Dapat
diartikan bahwa pada musim penghujan biasanya curah hujan akan naik,
sehingga batuan yang mempunyai porositas tinggi akan terisi oleh air terutama
di daerah resapan. Daerah dengan curah hujan rendah, maka pori-pori lapisan
akuifernya akan sedikit terisi oleh air dan karena tekanan beban yang ada
diatasnya, mengakibatkan batuan menjadi kompak dan sifat akuifernya akan
berkurang, sehingga muka air tanahnya turun.
2.2 Tipologi Sistem Akuifer
Kondisi dan distribusi sistem akuifer dalam sistem geologi dikontrol oleh
faktor litologi, stratigrafi dan struktur dari endapan-endapan geologi. Litologi
adalah penyusun secara fisik meliputi komposisi mineral, ukuran butir dan kemas
dari endapan-endapan atau batuan yang membentuk sistem geologi. Stratigrafi
menggambarkan kondisi geometri dan hubungan umur antar lapisan atau satuan
batuan dalam sistem geologi. Sedangkan struktur geologi merupakan bentuk/sifat
geometri dari sistem geologi yang diakibatkan deformasi yang terjadi setelah
batuan terbentuk. Pada sedimen yang belum terkonsolidasi/kompak, kontrol yang
13
berperan adalah litologi dan stratigrafi. Pengetahuan akan ketiga faktor di atas
memberikan arahan kepada pemahaman karakteristik dan distribusi sistem akuifer
(Freeze dan Cherry, 1979).
2.2.1 Tipologi Sistem Akuifer Endapan Alluvial
Secara geologi, batuan penyusun sistem akuifer tersebut umumnya berupa
lempung, pasir dan kerikil hasil dari erosi, transportasi dari batuan di bagian
hulunya. Dengan melihat keadaan ini umumnya batuan di endapan alluvial
bersifat tidak kompak sehingga potensi air tanahnya cukup baik. Sistem akuifer
ini secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok besar.
a. Sistem Akuifer Endapan Fluvial
Sistem akuifer ini terbentuk akibat proses transportasi dan sedimentasi
yang terjadi di sepanjang aliran sungai. Umumnya berkembang pada sungai
besar yang bermeander dan sungai teranyam (braided stream) seperti pada
contoh Gambar 2.5. Sistem akuifer ini dapat dibagi lagi, menjadi:
1. Sistem akuifer dataran alluvial
2. Sistem akuifer lembah alluvial
3. Sistem akuifer kipas alluvial
4. Sistem akuifer dataran non alluvial
Gambar 2.5. Tipologi Sistem Akuifer Endapan Fluvial (Freeze & Cherry, 1979)
b. Sistem Akuifer Endapan Alluvial Pantai (Akuifer Pantai)
14
Akuifer pantai mempunyai potensi air tanah cukup baik. Endapan alluvial
pantai di Indonesia cukup besar mengingat garis pantai Indonesia yang cukup
panjang. Morfologi di daerah alluvial pantai umumnya datar sampai sedikit
bergelombang, memanjang sejajar dengan garis pantai.
Dari segi kuantitas, air tanah di daerah akuifer pantai dapat menjadi
sumber air tanah yang baik terutama pada daerah pematang pantai/gosong
pantai atau pada lensa-lensa batu pasir lepas. Namun demikian, dari segi
kualitas air tanah pada akuifer alluvial pantai tergolong buruk, ditandai dengan
bau, warna kuning, keruh, tingginya kandungan garam, dan kandungan besi (Fe
dan Mn) yang untuk daerah pantai rawa (pantai pasang surut). Akan tetapi
kualitas air tanah yang baik umumnya dapat di akuifer alluvial pantai berupa
akuifer tertekan. Kondisi air tanah di dataran pantai banyak ditentukan kondisi
geologi di hulunya. Endapan alluvial ini dapat menjadi tebal jika cekungan
yang membatasi terus menurun karena beban endapannya, misalnya dibatasi
oleh sesar/patahan turun sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Tipologi Sistem akuifer Endapan Alluvial Pantai (Boonstra &
Ridder, 1990)
c. Sistem Akuifer Endapan Rawa atau Delta
15
Sistem akuifer ini memiliki potensi air tanah dangkal yang relatif
rendah/kecil, dengan kualitas buruk yang dicirikan dengan warna keruh, berbau
serta rasa yang masam atau payau dan tingginya kadar garam, Fe, dan Mn.
Lapisan pelapukan umumnya tebal dan bersifat impermeabel (kedap air).
Karakteristik akuifer di daerah ini adalah media pori dengan ketebalan akuifer
yang relatif tipis pada lapisan yang berukuran butir pasir. Berdasarkan
posisinya secara geografis dan karakteristiknya dapat dibagi lagi menjadi sistem
akuifer rawa pasang-surut, sistem akuifer rawa gambut dan payau, dan sistem
akuifer rawa musiman
2.2.2 Tipologi Sistem Akuifer Batuan Sedimen
Kesamaan iklim dan kondisi geologi di suatu daerah akan memberikan
kesamaan sistem Air tanah. Kondisi ini akan berpengaruh terhadap karakter fisika
dan kimia serta kualitas air tanah dalam sistem tersebut. Berdasarkan karakter
tersebut tipologi sistem akuifer batuan sedimen terdiri atas (Puradimadja1993) :
a. Sistem Akuifer Batu pasir-Batu serpih/Batu lempung terlipat
Sistem akuifer batu pasir-Batu serpih/Batu lempung pada dasarnya mirip
dengan sistem akuifer endapan alluvial atau delta yang terdiri atas perselingan
pasir dan lempung. Hanya pada sistem ini mempunyai umur yang lebih tua dan
telah mengalami proses diagenesa yang menyebabkan terjadinya kompaksi,
sementasi, dan lithifikasi. Proses diagenesa ini selanjutnya menyebabkan
terjadinya reduksi porositas dan permeabilitas pada batu pasir. Sistem akuifer
ini dapat terbentuk dalam beberapa variasi kondisi geologi. Sebagai contoh
dalam kerangka kontinental sedimen-sedimen mengisi depresi berbentuk
cekungan dalam skala regional yang luas menghasilkan formasi-formasi
geologi dengan batu pasir yang kemudian dijumpai sebagai akuifer-akuifer
tertekan seperti digambarkan pada Gambar 2.7.
16
Gambar 2.7. Tipologi Sistem Akuifer Batu pasir-Batu lempung (Mandel &
Shiftan, 1981)
b. Sistem Akuifer Sedimen Terlipat dan/atau Terpatahkan
Berdasarkan posisinya, Indonesia yang terletak di sepanjang jalur-jalur
pertemuan lempeng menyebabkan wilayahnya mengalami kondisi tektonik
yang sangat kuat. Kondisi tektonik tersebut memberikan deformasi terhadap
satuan-satuan geologi yang terendapkan dalam berbagai cekungan-cekungan
sedimen yang ada. Deformasi yang diakibatkannya menyebabkan batuan
terlipat dan/atau terpatahkan (Gambar 2.8).
Potensi air tanah di daerah ini umumnya kecil mengingat batuan
penyusunnya berupa serpih, napal atau lempung yang bersifat kedap air. Batu
pasir jika ada umumnya berupa sisipan dan sangat kompak karena berumur tua
dan telah mengalami proses tektonik kuat, sehingga sedikit kemungkinan
lapisan batu pasir tua ini dapat bertindak sebagai akuifer yang baik. Begitu pula
dengan breksi sedimen. Batu gamping, sekalipun sangat umum dijumpai pada
daerah lipatan, apabila penyebarannya cukup luas, dipisahkan menjadi sistem
akuifer tersendiri mengingat karakter hidrogeologinya yang spesifik.
17
Gambar 2.8. Tipologi Sistem Akuifer Sedimen Terlipat (Puradimaja, 1993)
c. Sistem Akuifer Batuan Karbonat/Batu gamping (Akuifer Karstik)
Selain kedua sistem akuifer di atas, di Indonesia dapat dijumpai sistem
akuifer batuan karbonat/batu gamping. Daerah pegunungan yang batuannya
terdiri dari batu gamping dan memperlihatkan morfologi yang khas berupa
kumpulan bukit-bukit membulat serta kehadiran sungai-sungai bawah tanah
disebut perbukitan karst. Pada dasarnya, karena merupakan batuan yang
kompak, batu gamping bersifat impermeabel. Adanya sistem rekahan atau
rongga-rongga pelarutan di dalamnya, menyebabkan batu gamping dapat
bertindak sebagai akuifer yang cukup baik tetapi tinjauan hidrogeologinya
berlainan dengan daerah airtanah pada media porous.
Seperti terlihat pada Gambar 2.9, batu gamping mempunyai sifat yang
khas yaitu dapat larut dalam air sehingga dengan adanya sifat ini porositas pada
batu gamping berupa porositas sekunder atau rekahan. Dengan adanya kondisi
ini, penyaluran bawah permukaan umumnya lebih menonjol dibandingkan
penyaluran air permukaan. Maka, jarang sekali ditemukan sungai yang berair
terus sepanjang tahun, karena air lebih banyak mengalir sebagai aliran bawah
permukaan melalui sistem rongga-rongga pelarut yang bercabang-cabang dan
bertingkat-tingkat sesuai dengan sejarah pelarutan batu gamping yang akhirnya
dapat membentuk suatu jaringan sistem aliran sungai bawah tanah.
18
Gambar 2.9. Sistem akuifer media rekahan pada batu gamping (Imam Sadisun
dalam Puradimaja, 1993)
2.3 Pendugaan geolistrik
Penyelidikan air tanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
beberapa metode, salah satunya dengan penyelidikan geofisika. Untuk keperluan
penyelidikan air tanah sering digunakan metode geolistrik, karena lebih mudah
dan murah. Dengan geolistrik dapat diukur harga tahanan jenis dari lapisan
batuan.
Harga tahanan jenis batuan tergantung jenis materialnya, densitas, porositas
batuan, kandungan air, kualitas air dan suhu. Dengan demikian tidak ada
kepastian harga tahanan jenis untuk setiap macam batuan. Batuan beku dan batuan
Metamorf mempunyai harga tahanan jenis berkisar antara 102 sampai 108
Ohmmeter. Batuan endapan dan batuan yang lepas mempunyai harga tahanan
jenis berkisar antara 1 sampai 104 Ohmmeter. Akuifer berupa mineral lepas
mempunyai harga tahanan jenis yang berkurang apabila makin besar kandungan
air tanahnya atau makin besar kandungan garamnya (misal air asin). Mineral
lempung bersifat menghantarkan arus listrik, sehingga harga tahanan jenisnya
akan kecil.
Dengan mengalirkan arus listrik kedalam bumi lewat elektroda yang
dipasang dan dicatat pula tegangan yang ditimbulkan oleh arus listrik tersebut,
maka dapat dihitung besaran tahanan jenis setiap lapisan batuan yang terletak di
19
bawah permukaan. Untuk mengetahui harga tahanan jenis semu setiap kedalaman
yang diinginkan, maka jarak antar elektroda diubah, dimana semakin jauh jarak
antar elektroda maka semakin dalam tahanan jenis semu batuan yang didapat.
2.3.1 Metoda tahanan Jenis (Resistivity)
Metoda yang digunakan dalam pendugaan geolistrik pada penelitian ini
adalah metoda tahanan jenis (resistivity). Metoda ini mengukur sifat fisik lapisan
batuan yaitu sifat tahanan jenisnya, dengan cara menginjeksikan arus listrik ke
dalam bumi melewati sepasang elektroda arus. Adapun nilai beda potensial yang
dihasilkan, diukur melalui sepasang elektroda potensial. Nilai tahanan jenis yang
dihasilkan merupakan nilai tahanan semu (apparent resistivity). Nilai tersebut
didapatkan dengan cara membagi nilai beda potensial dengan besarnya arus yang
diinjeksikan serta dikalikan dengan faktor geometri (K).
Pada umumnya, metoda geolistrik tahan jenis menghasilkan pengukuran
yang akurat pada lapisan akuifer yang mendatar. Namun untuk pengukuran
tahanan jenis pada lapisan akuifer bersudut, perlu diteliti pengaruh arah bentangan
terhadap strike dan pengaruh variasi nilai gradien hidrolik terhadap nilai tahanan
jenis sebenarnya ().
Tahanan jenis di definisikan sebagai hambatan suatu unit bahan terhadap
arus listrik (searah) yang mengalir melalui media tersebut dalam arah tegak lurus
terhadap dua bidang yang berhadapan. Besar tahanan ini bergantung pada dimensi
unit bahan, yang dialirinya. Satuan tahanan jenis ini lazim dinyatakan dalam
‘ohm-meter’ atau ‘ohm-milimeter’.
Berbagai satuan batuan adalah bersifat sebagai penghantar listrik yang baik dalam
perimbangan terhadap beberapa faktor seperti berikut :
a. Kandungan mineral atau jenis batuan.
b. Kandungan air atau kelembaban.
c. Larutan berbagai garam dan kandungan ion bebas di dalamnya.
d. Struktur dan tekstur batuan.
20
Kebanyakan berbagai mineral pembentuk batuan termasuk silikat
mempunyai tahanan jenis yang tinggi, sedangkan mineral sulfida dan beberapa
oksida logam, batubara dan grafit memperlihatkan sifat penghantar listrik yang
baik. Oleh karena itu dalam keadaan kering, dan kondisi yang tidak kotor,
kebanyakan batuan atau mineral tersebut secara praktis bukanlah bersifat
penghantar listrik yang baik, dengan demikian akan memiliki sifat tahanan jenis
yang tinggi.
Keterdapatan cairan (larutan) atau air dalam sistem rekahan atau ruang antar
butir dapat menurunkan nilai tahanan jenis batuan tersebut. Nilai tahanan jenis
suatu lapisan batuan penyusun akuifer ditentukan oleh jumlah kandungan air,
salinitas air, dan sifat fisik batuan. Lapisan akuifer yang mengandung air dapat
dianalogikan sebagai lapisan yang mengandung elektrolit. Ketika medan listrik
dialirkan ke dalam suatu larutan elektrolit, maka jumlah arus yang mengalir merupakan
hasil kali dari jumlah ion dengan nilai kecepatan pergerakan ion tersebut.
Jenis batuan beku, ubahan (metamorf), atau batuan sedimen termampatkan
umumnya memiliki tahanan jenis tinggi. Sebaliknya, batuan lepas seperti pasir,
kerikil, apabila jenuh air tawar akan memiliki tahanan jenis sedang; tahanan jenis
itu akan lebih rendah lagi apabila terdapat air payau atau asin di dalamnya. Batu
lempung yang mengandung air dan larutan berbagai ion didalamnya mempunyai
nilai tahanan jenis rendah. Pada umumnya tahanan jenis batuan sedimen
ditentukan oleh komposisi mineral dan struktur geologinya. Batuan yang keras
dan padat memiliki tahanan jenis lebih tinggi dibanding dengan batuan yang
kurang padat atau batuan yang lepas sifatnya.
Metoda tahanan jenis listrik merupakan suatu cara untuk menyelidiki variasi
tahanan jenis batuan baik secara vertikal maupun secara lateral. Untuk
pengukuran tahanan jenis kelistrikan suatu formasi batuan bawah permukaan atau
akuifer digunakan suatu perangkat alat geolistrik berikut kelengkapannya. Untuk
mendapat nilai tahanan jenis semu setiap lapisan dapat diperoleh dari beberapa
konfigurasi penempatan elektroda. Konfigurasi penempatan elektroda yang
digunakan adalah Konfigurasi Schlumberger.
21
Prinsip dasar metoda geolistrik rersistivitas ialah hukum Ohm tentang
hubungan antara tahanan (R), arus (I) dan perubahan potensial (V).
Secara matematis dituliskan sebagai berikut :
...................................................................................1)
Gambar 2.10 Medium Penghantar
Jika R adalah resistan bahan penghantar (gambar 2.10), dengan panjang L,
luas penampang A, maka nilai resistivitasnya adalah :
.......................................................2)
Dari nilai arus (I) dan tegangan (V), maka didapatkan resistivitas
......................................................3)
2.3.2 Konfigurasi Elektroda Schlumberger
Untuk mendapatkan nilai tahanan jenis semu tiap lapisan, maka elektroda
diatur sedemikian rupa sehingga elektroda arus dan potensial dapat terhubung satu
sama lain. Pada prinsipnya semakin jauh bentang antar elektroda, maka makin
dalam pula hasil interpretasi yang didapat.
a. Posisi Elektroda
22
Untuk konfigurasi ini, syarat yang harus dipenuhi adalah jarak elektroda
potensial (P1-P2) kurang atau sama dengan 1/5 elektroda arus (C1-C2).
Pengukuran dengan konfigurasi Schlumberger ini menggunakan 4 elektroda,
masing-masing 2 elektroda arus dan 2 elektroda potensial (Gambar 2.11).
Gambar 2.11. Posisi Elektroda Konfigurasi Schlumberger
b. Nilai Tahanan Jenis Semu
Tahanan jenis semu medium yang terukur dihitung berdasarkan persamaan 3)
(Van Orstand et al, 1966; Reynolds 1998; Telford et al, 1990).
Dengan
...........................4)
dengan harga:
MN = a (spasi elektroda potensial)
AM = NB = n.a
MB = AN = (n + 1).a
Untuk konfigurasi Schlumberger, harga K dapat dihitung menggunakan
persamaan:
K = n.(n + 1) π a;...........................................................5)
n = 1, 2, 3,4,5,…
2.4 Penentuan Lapisan Batuan
23
1C 2C2P1P
M
V
I
NA B
AB51MN
Penentuan lapisan batuan diperoleh dari hasil tahanan jenis yang sebenarnya
dengan melihat tabel harga tahanan jenis listrik. Harga-harga tahanan spesifik
batuan banyak dikeluarkan oleh beberapa instansi akan tetapi harga tersebut
bersifat melengkapi.
Tabel 2.1. Nilai Resistivity Berbagai Jenis Batuan
Jenis MineralTahanan Jenis(Ohm-Meter)
Tanah (40% lempung) 0.8 x 101 tanah (20% lempung) 3.3 x 101 Top soil 25 x 101 - 17 x 102 Lempung (sangat kering) 5 x 101 - 15 x 101 Lempung 1 x 101 - 1 x 102 Sand 0.1 x 101 - 1 x 103
Sandstones 0.1 x 101 - 1 x 108
Lempung padat 2 x 101 - 2 x 103
Tanah lempungan, basah-lembek 0.15 x 101 - 0.3 x 101 Lempung lanauan & tanah lanauan 0.3 x 101 - 1.5 x 101 Batuan dasar berkekar terisi tanah lembab 15 x 101 - 3 x 102
Pasir kerikil bercampur lanau 3 x 102
Batuan dasar tak lapuk 24 x 102
Shales 2 x 101 - 2 x 103
Ground Water 5 x 10-1 - 3 x 102
Sea Water 2 x 10-1
Sumber: www.geoph.itb.ac.id
Tabel 2.2. Nilai resistivity berbagai jenis batuan pada endapan alluvium.
Category Sediment Resistivity Range
Alluvium
Clayey/silty sand 20 – 35 Ω m
Fine sand 35 – 55 Ω m
Fine to medium sand 55 – 75 Ω m
Medium sand 75 – 90 Ω m
Medium to corse sand with gravel > 90 Ω m
Sumber : Jurnal of Spatial Hydrology Vol.2 No.12.5 Sistem Informasi Geografi (SIG)
24
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang men-capture,
mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan data
yang secara spatial (keruangan) mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi
SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa
statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh
pemetaan (Daniel, 2003).
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainnya
yang membuatnya menjadi berguna untuk berbagai kalangan untuk menjelaskan
kejadian, merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang akan terjadi (Daniel,
2003).
2.5.1 Kemampuan SIG
a. Memetakan Letak
Data realita di permukaan bumi akan dipetakan ke dalam beberapa layer
dengan setiap layernya merupakan representasi kumpulan benda (feature) yang
mempunyai kesamaan, contohnya layer jalan, layer bangunan, dan layer
customer (gambar 2.12). Layer-layer ini kemudian disatukan dengan
disesuaikan urutannya.
Gambar 2.12 Representasi SIG terhadap dunia nyata
25
Setiap data pada setiap layer dapat dicari, seperti halnya melakukan query
terhadap database, untuk kemudian dilihat letaknya dalam keseluruhan peta.
Kemampuan ini memungkinkan seseorang untuk mencari dimana letak suatu
daerah, benda, atau lainnya di permukaan bumi. Fungsi ini dapat digunakan
seperti untuk mencari lokasi rumah, mencari rute jalan, mencari tempat-tempat
penting dan lainnya yang ada di peta.
Pola-pola yang mungkin akan muncul dapat pula dilihat dengan melihat
penyebaran letak-letak feature, misalnya sekolah, pelanggan, daerah miskin dan
sebagainya.
b. Memetakan Kuantitas
Memetakan kuantitas, yaitu memetakan sesuatu yang berhubungan
dengan jumlah, seperti dimana yang paling banyak atau dimana yang paling
sedikit. Dengan melihat penyebaran kuantitas tersebut dapat mencari tempat-
tempat yang sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan digunakan untuk
pengambilan keputusan, ataupun juga untuk mencari hubungan dari masing-
masing tempat tersebut. Pemetaan ini akan lebih memudahkan pengamatan
terhadap data statistik dibanding database biasa.
c. Memetakan Kerapatan (Densities)
Untuk melihat konsentrasi penyebaran lokasi dari feature-feature, di
wilayah yang mengandung banyak feature mungkin akan mendapat kesulitan
untuk melihat wilayah mana yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi
dibandingkan wilayah lainnya. Peta kerapatan dapat mengubah bentuk
konsentrasi kedalam unit-unit yang lebih mudah untuk dipahami dan seragam,
misal membagi dalam kotak-kotak selebar 10 km2, dengan menggunakan
perbedaan warna untuk menandai tiap-tiap kelas kerapatan.
26
d. Memetakan Perubahan
Dengan memasukkan variabel waktu, SIG dapat dibuat untuk peta
historikal. Histori ini dapat digunakan untuk memprediksi keadaan yang akan
datang dan dapat pula digunakan untuk evaluasi kebijaksanaan
e. Memetakan Apa yang Ada di Dalam dan di Luar Suatu Area
SIG digunakan juga untuk memonitor apa yang terjadi dan keputusan apa
yang akan diambil dengan memetakan apa yang ada pada suatu area dan apa
yang ada di luar area.
Pada sebuah aplikasi SIG, terdapat beberapa fasilitas yang merupakan
standar untuk melengkapi peta yang tampil di layar monitor. antara lain :
1. Legenda
Legenda (legend) adalah keterangan tentang obyek-obyek yang ada di peta,
seperti warna hijau adalah hutan, garis merah adalah jalan, simbol buku adalah
universitas, dan sebagainya.
2. Skala
Skala adalah keterangan perbandingan ukuran di layar dengan ukuran
sebenarnya.
3. Zoom in / out
Peta di layar dapat diperbesar dengan zoom in dan diperkecil dengan zoom
out.
4. Pan
Dengan fasilitas pan peta dapat digeser-geser untuk melihat daerah yang
dikehendaki.
5. Searching
Fasilitas ini digunakan untuk mencari dimana letak suatu feature. Bisa
dilakukan dengan meng-inputkan nama atau keterangan dari feature tersebut.
6. Pengukuran
Fasilitas ini dapat mengukur jarak antar titik, jarak rute, atau luas suatu
wilayah secara interaktif
27
7. Informasi
Setiap feature dilengkapi dengan informasi yang dapat dilihat jika feature
tersebut diklik. Misal pada suatu SIG jaringan jalan, jika diklik pada suatu
ruas jalan akan memunculkan data nama jalan tersebut, tipe jalan, desa-desa
yang menjadi ujung jalan, dan jalan-jalan lain yang berhubungan dengan jalan
itu.
8. Link
Selain informasi dari database, SIG memungkinkan pula menghubungkan data
feature pada peta dengan data dalam bentuk lain seperti gambar, video,
ataupun web.
Gambar 2.13. Contoh aplikasi SIG dalam 3 Dimensi
2.5.2 Proses Pada SIG
Secara umum proses SIG terdiri atas tiga bagian (subsistem), yaitu
subsistem masukan data (input data), manipulasi dan analisis data, menyajikan
data (output data) (ttp://www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).
a. Subsistem Masukan Data (Input Data)
Subsistem ini berperan untuk memasukkan data dan mengubah data asli
ke bentuk yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Semua data dasar
geografi diubah dulu menjadi data digital, sebelum dimasukkan ke komputer.
Data digital memiliki kelebihan dibandingkan dengan peta (garis, area) karena
jumlah data yang disimpan lebih banyak dan pengambilan kembali lebih cepat.
Ada dua macam data dasar geografi, yaitu data spasial dan data atribut.
1. Data spasial (keruangan), yaitu data yang menunjukkan ruang, lokasi atau
tempat-tempat di permukaan bumi. Data spasial berasal dari peta analog,
foto udara dan penginderaan jauh dalam bentuk cetak kertas.
2. Data atribut (deskriptis), yaitu data yang terdapat pada ruang atau tempat.
Atribut menjelaskan suatu informasi. Data atribut diperoleh dari statistik,
28
sensus, catatan lapangan dan tabular (data yang disimpan dalam bentuk
tabel) lainnya. Data atribut dapat dilihat dari segi kualitas, misalnya
kekuatan pohon. dan dapat dilihat dari segi kuantitas, misalnya jumlah
pohon.
Data spasial dan data atribut tersimpan dalam bentuk titik (dot), garis
(vektor), poligon (area) dan pixel (grid). Data dalam bentuk titik (dot), meliputi
ketinggian tempat, curah hujan, lokasi dan topografi. Data dalam bentuk garis
(vektor), meliputi jaringan jalan, pipa air minum, pola aliran sungai dan garis
kontur. Data dalam bentuk poligon (area), meliputi daerah administrasi,
geologi, geomorfologi, jenis tanah dan penggunaan tanah. Data dalam bentuk
pixel (grid), meliputi citra satelit dan foto udara
(www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).
Data dasar yang dimasukkan dalam SIG diperoleh dari tiga sumber, yaitu
data lapangan (teristris), data peta dan data penginderaan jauh. Berikut ini akan
dibahas satu per satu mengenai data dasar tersebut.
1. Data lapangan (teristris)
Data teristris adalah data yang diperoleh secara langsung melalui hasil
pengamatan di lapangan, karena data ini tidak terekam dengan alat
penginderaan jauh. Misalnya, batas administrasi, kepadatan penduduk,
curah hujan, jenis tanah dan kemiringan lereng.
2. Data peta
Data peta adalah data yang digunakan sebagai masukan dalam SIG yang
diperoleh dari peta, kemudian diubah ke dalam bentuk digital.
29
Gambar 2.14. Contoh data peta yang menjadi data digital.
Peta merupakan suatu representasi konvensional (miniatur) dari
unsur-unsur (features) fisik (alamiah dan buatan manusia) dari sebagian
atau keseluruhan permukaan bumi di atas media bidang datar dengan skala
tertentu (Rockville86 dalam Nur Meita2003).
Peta menggunakan titik, garis dan poligon dalam merepresentasikan
objek-objek dunia nyata. Peta menggunakan simbol grafis dan warna
untuk membantu dalam mengidentifikasi unsur-unsur berikut
deskripsinya. Skala peta menentukan ukuran dan bentuk representasi
unsur-unsurnya, makin meningkat skala peta, makin besar ukuran unsur-
unsurnya (www.e-dukasi.net/modul.php?mp=11&nm=Geografi).
Adapun persyaratan-persyaratan geometrik yang harus dipenuhi
oleh suatu peta sehingga menjadi peta yang ideal adalah: (Nur Meita2003).
a) Jarak antara titik-titik yang terletak di atas peta harus sesuai dengan
jarak aslinya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala
tertentu).
b) Luas suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai
dengan luas sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan skalanya).
c) Sudut atau arah suatu garis yang direpresentasikan di atas peta harus
sesuai dengan arah yang sebenarnya (seperti di permukaan bumi).
30
d) Bentuk suatu unsur yang direpresentasikan di atas peta harus sesuai
dengan bentuk yang sebenarnya (juga dengan mempertimbangkan
faktor skalanya).
3. Data penginderaan jauh
Data ini merupakan data dalam bentuk citra dan foto udara. Citra
adalah gambar permukaan bumi yang diambil melalui satelit. Sedangkan
foto udara adalah gambar permukaan bumi yang diambil melalui pesawat
udara. Informasi yang terekam pada citra penginderaan jauh yang berupa
foto udara atau radar, diinterpretasi (ditafsirkan) dahulu sebelum diubah ke
dalam bentuk digital. Sedangkan citra yang diperoleh dari satelit yang
sudah dalam bentuk digital, langsung digunakan setelah diadakan koreksi
seperlunya.
b. Subsistem Manipulasi dan Analisis Data
Subsistem ini berfungsi menyimpan, menimbun, menarik kembali data
dasar dan menganalisa data yang telah tersimpan dalam komputer. Ada
beberapa macam analisa data, antara lain:
a. Analisis lebar, menghasilkan daerah tepian sungai dengan lebar tertentu.
Gambar 2.15. Analisis Data Lebar
Analisis lebar adalah analisis yang dapat menghasilkan gambaran
daerah tepian sungai dengan lebar tertentu. Kegunaannya antara lain untuk
perencanaan pembangunan bendungan sebagai penanggulangan banjir.
31
b. Analisis penjumlahan aritmatika (arithmetic addition) menghasilkan
penjumlahan. Analisis ini digunakan untuk menangani peta dengan
klasifikasi, hasilnya menunjukkan peta dengan klasifikasi baru. Untuk lebih
jelas lihat gambar.
Gambar 2.16. Analisis Penjumlahan
c. Subsistem Penyajian Data (Output Data)
Subsistem output data berfungsi menayangkan informasi geografi sebagai
hasil analisis data dalam proses SIG. Informasi tersebut ditayangkan dalam
bentuk peta, tabel, bagan, gambar, grafik dan hasil perhitungan.
32