BAB II

30

description

tes

Transcript of BAB II

  • 1

  • 2

  • 3

  • 4

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Osteoartritis

    2.1.1 Definisi Osteoartritis

    Osteoartritis (OA) adalah gangguan pada sendi yang

    bergerak. Osteoartritis adalah penyakit degeneratif sendi yang

    bersifat kronik, berjalan progresif lambat, seringkali tidak meradang

    atau hanya menyebabkan inflamasi ringan, dan ditandai dengan

    adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi serta pembentukan tulang

    baru pada permukaan sendi. (Carter, 2006; Price, 2005) Kelainan

    utama pada OA adalah kerusakan rawan sendi, dapat diikuti dengan

    penebalan tulang subkondral, pertumbuhan osteofit, kerusakan

    ligamen dan peradangan ringan sinovium, sehingga sendi

    bersangkutan membentuk efusi. (Setyohadi, 2003)

    Sendi yang paling sering terserang oleh osteoartritis adalah

    sendi-sendi yang harus memikul beban tubuh, antara lain lutut,

    panggul, vertebra lumbal dan servikal, dan sendi-sendi pada jari.

    (Price, 2005) Pasien osteoartritis biasanya mengeluh nyeri pada

    waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi

    yang terkena. (Sudoyo, 2006)

    2.1.2 Patofisiologi Osteoartritis

    Osteoarthritis adalah penyakit sendi yang paling sering

    mengenai rawan kartilago. Kartilago merupakan jaringan licin yang

    membungkus ujung-ujung tulang persendian. Kartilago yang sehat

    memungkinkan tulang-tulang menggelincir sempurna satu sama lain.

    Selain itu kartilago dapat menyerap renjatan (shock) dari gerakan

    fisik. (Bethesda, 2002)

    Yang terjadi pada penderita osteoartritis ialah sobek dan

    ausnya lapisan permukaan kartilago. Akibatnya tulangtulang saling

    5

  • 6

    bergesekan, menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan sendi dapat

    kehilangan kemampuan bergerak. Lama kelamaan sendi akan

    kehilangan bentuk normalnya, dan osteofit dapat tumbuh di ujung

    persendian. (Bethesda, 2002) Sedikit dari tulang atau kartilago dapat

    pecah dan mengapung di dalam ruang persendian. Akibatnya rasa

    sakit bertambah, bahkan dapat memperburuk keadaan. (Bethesda,

    2002)

    Manifestasi klinik yang timbul adalah penderita osteoarthritis

    akan merasakan sakit di persendian dan memiliki keterbatasan gerak.

    Tidak seperti artritis yang lain, osteoartritis hanya mempengaruhi

    persendian dan tidak mempengaruhi organ lain. Sebagai contoh

    reumatoid artritis dapat mempengaruhi organ lain selain sendi.

    (Bethesda, 2002)

    Gambar 1. Patogenesis destruksi kartilago pada osteoarthritis

    (Zairin, 2012)

    2.1.3 Faktor Resiko Osteoartritis

    a. Faktor Demografi

    1. Usia

    Berdasarkan data prevalensi dari National Centers for

    Health Statistics, diperkirakan 15,8 juta (12%) orang dewasa

    antara 25-74 tahun mempunyai keluhan osteoartritis.

  • 7

    Prevalensi dan tingkat keparahan osteoartritis berbeda-beda

    antara rentang usia dewasa dan usia lanjut. Sebagai

    gambaran, 20% pasien dibawah 45 tahun mengalami

    osteoartritis tangan dan hanya 8,5% terjadi pada usia 75-79

    tahun. Sebaliknya, osteoartritis lutut terjadi

  • 8

    adanya mutasi genetik, yaitu gen Ank. Gen tersebut berkaitan

    dengan peningkatan pirofosfat intraselular dua kali lipat, dimana

    deposit pirofosfat diyakini dapat menyebabkan sinovitis.

    Pengaruh faktor genetik mempunyai kontribusi sekitar 50%

    terhadap risiko terjadinya osteoartritis tangan dan panggul, dan

    sebagian kecil osteoartritis lutut. (NIH, 2001)

    c. Faktor Gaya Hidup

    1. Kebiasaan Merokok

    Banyak penelitian telah membuktikan bahwa ada

    hubungan positif antara merokok dengan osteoartritis lutut.

    Merokok meningkatkan kandungan racun dalam darah dan

    mematikan jaringan akibat kekurangan oksigen, yang

    memungkinkan terjadinya kerusakan tulang rawan. Rokok

    juga dapat merusakkan sel tulang rawan sendi. Hubungan

    antara merokok dengan hilangnya tulang rawan pada

    osteoartritis lutut dapat dijelaskan sebagai berikut :

    a) Merokok dapat merusak sel dan menghambat proliferasi

    sel tulang rawan sendi.

    b) Merokok dapat meningkatkan tekanan oksidan yang

    mempengaruhi hilangnya tulang rawan.

    c) Merokok dapat meningkatkan kandungan karbon

    monoksida dalam darah, menyebabkan jaringan

    kekurangan oksigen dan dapat menghambat pembentukan

    tulang rawan. (Amin, 2006)

    2. Konsumsi Vitamin D

    Orang yang tidak biasa mengkonsumsi makanan yang

    mengandung vitamin D memiliki peningkatan risiko 3 kali

    lipat menderita osteoartritis lutut. (Brand, 2001)

  • 9

    d. Faktor Metabolik

    1. Obesitas

    Osteoartritis lutut sering dihubungkan dengan

    peningkatan berat badan. Obesitas merupakan penyebab yang

    mengawali osteoartritis, bukan sebaliknya bahwa obesitas

    disebabkan immobilitas akibat rasa sakit karena osteoartritis.

    (Hansen, 2005)

    Pembebanan lutut dan panggul dapat menyebabkan

    kerusakan kartilago, kegagalan ligamen dan dukungan

    struktural lain. Setiap penambahan berat kg, tekanan total

    pada satu lutut meningkat sebesar 11 kg. Setiap

    penambahan 1 kg meningkatkan risiko terjadinya osteoartritis

    sebesar 10%. Bagi orang yang obes, setiap penurunan berat

    walau hanya 5 kg akan mengurangi fakor risiko osteoartritis

    di kemudian hari sebesar 50% . (Hansen, 2005)

    2. Osteoporosis

    Terdapat hubungan terbalik antara osteoartritis dan

    osteoporosis. Pada penderita osteoartritis, perempuan maupun

    laki-laki mengalami peningkatan kepadatan mineral tulang

    pada beberapa tempat di tulang kerangka. Hubungan tersebut

    timbul karena kondisi kedua penyakit di atas sama-sama

    dipengaruhi oleh berat badan. Orang gemuk mempunyai

    densitas tulang yang lebih tinggi, tetapi juga meningkatkan

    resiko terjadinya osteoartritis. Walaupun pasien osteoartritis

    umumnya berisiko rendah terhadap osteoporosis, mereka

    tidak terlindungi dari retak tulang. Pasien osteoartritis

    tubuhnya tidak stabil dan cenderung mudah jatuh. Dengan

    demikian meskipun kepadatan tulangnya cukup tinggi, risiko

    terjadinya fraktur sama dengan pasien osteoporosis. (Hansen,

    2005)

  • 10

    b. Faktor Biomekanis

    1. Riwayat Trauma Lutut

    Trauma lutut yang akut termasuk robekan pada

    ligamentum krusiatum dan meniskus merupakan faktor risiko

    timbulnya osteoartritis lutut. Studi Framingham, dkk

    menemukan bahwa orang dengan riwayat trauma lutut

    memiliki risiko 56 kali lipat lebih tinggi untuk menderita

    osteoartritis lutut. Hal tersebut biasanya terjadi pada

    kelompok usia yang lebih muda serta dapat menyebabkan

    kecacatan yang lama dan pengangguran. (Setyohadi, 2003)

    2. Pekerjaan

    Osteoartritis banyak ditemukan pada pekerja fisik

    berat, terutama yang banyak menggunakan kekuatan yang

    bertumpu pada lutut. Prevalensi lebih tinggi menderita

    osteoartritis lutut ditemukan pada kuli pelabuhan, petani dan

    penambang dibandingkan pada pekerja yang tidak banyak

    menggunakan kekuatan lutut seperti pekerja administrasi.

    (Setyohadi, 2003; Hunter, 2003)

    3. Aktivitas fisik

    Aktivitas fisik berat seperti berdiri lama (2 jam atau

    lebih setiap hari), berjalan jarak jauh (2 jam atau lebih setiap

    hari), mengangkat barang berat (10 kg50 kg selama 10 kali

    atau lebih setiap minggu), mendorong objek yang berat (10

    kg50 kg selama 10 kali atau lebih setiap minggu), naik turun

    tangga setiap hari merupakan faktor risiko osteoartritis lutut.

    (Setyohadi, 2003)

  • 11

    2.1.4 Gejala dan Tanda Klinik Osteoartritis

    Pada umumnya, gambaran klinis osteoartritis berupa nyeri

    sendi, terutama bila sendi bergerak atau menanggung beban, yang

    akan berkurang bila penderita beristirahat. Nyeri dapat timbul akibat

    beberapa hal, termasuk dari periosteum yang tidak terlindungi lagi,

    mikrofaktur subkondral, iritasi ujung-ujung saraf di dalam sinovium

    oleh osteofit, spasme otot periartikular, penurunan aliran darah di

    dalam tulang dan peningkatan tekanan intraoseus dan sinovitis yang

    diikuti pelepasan prostaglandin, leukotrien dan berbagai sitokin.

    (Price, 2005)

    Selain nyeri, dapat pula terjadi kekakuan sendi setelah sendi

    tidak digerakkan beberapa lama (gel phenomenon), tetapi kekakuan

    ini akan hilang setelah sendi digerakkan. Jika terjadi kekakuan pada

    pagi hari, biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit ( tidak

    lebih dari 30 menit ). (Haq, 2003)

    Gambaran lainnya adalah keterbatasan dalam bergerak, nyeri

    tekan lokal, pembesaran tulang di sekitar sendi, efusi sendi dan

    krepitasi. Keterbatasan gerak biasanya berhubungan dengan

    pembentukan osteofit, permukaan sendi yang tidak rata akibat

    kehilangan rawan sendi yang berat atau spasme dan kontraktur otot

    periartikular. Nyeri pada pergerakan dapat timbul akibat iritasi

    kapsul sendi, periostitis dan spasme otot periartikular. (Price, 2005)

    Beberapa penderita mengeluh nyeri dan kaku pada udara

    dingin dan atau pada waktu hujan. Hal ini mungkin berhubungan

    dengan perubahan tekanan intra artikular sesuai dengan perubahan

    tekanan atmosfir. Beberapa gejala spesifik yang dapat timbul antara

    lain adalah keluhan instabilitas pada penderita osteoartritis lutut pada

    waktu naik turun tangga, nyeri pada daerah lipat paha yang menjalar

    ke paha depan pada penderita osteoartritis koksa atau gangguan

    menggunakan tangan pada penderita osteoartritis tangan. (Setyohadi,

    2003)

  • 12

    2.1.5 Kriteria Diagnosis Osteoartritis

    Secara radiologik didapatkan penyempitan celah sendi,

    pembentukan osteofit, sklerosis subkondral dan pada keadaan yang

    berat akan tampak kista subkondral. Bila dicurigai terdapat robekan

    meniskus atau ligamen, dapat dilakukan pemeriksaan MRI yang akan

    menunjukkan gambaran tersebut lebih jelas. Walaupun demikian,

    MRI bukan alat diagnostik yang rutin, karena mahal dan seringkali

    tidak merubah rancangan terapi. Gambaran laboratorium umumnya

    normal. Bila dilakukan analisis cairan sendi juga didapatkan

    gambaran cairan sendi yang normal. Bila didapatkan peninggian

    jumlah leukosit, perlu dipikirkan kemungkinan artropati kristal atau

    artritis inflamasi atau artritis septik. (Setyohadi, 2003)

    Tabel 1. Kriteria Klasifikasi Osteoartritis Lutut (Setyohadi, 2003)

    Klinis dan Laboratoris Klinis dan Radiografis Klinis

    Nyeri Lutut+Minimal

    5 dari 9 Kriteria:

    - Usia >50 tahun

    - Kaku pagi

  • 13

    2.1.6 Penatalaksanaan Osteoartritis

    Penatalaksanaan pasien osteoartritis dimulai dengan dasar

    diagnosis dari anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, temuan

    radiografi, penilaian sendi yang terkena. Pengobatan harus

    direncanakan sesuai kebutuhan individual. Tujuan terapi adalah :

    a. Menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan

    b. Menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi

    c. Membatasi kerusakan fungsi

    d. Mengurangi faktor penyebab (Zegaria, 2006)

    Terapi farmakologis untuk penatalaksanaan rasa nyeri, paling

    efektif bila dikombinasikan dengan strategi terapi non farmakologis.

    Terapi non farmakologis adalah dasar dari rencana asuhan

    kefarmasian untuk osteoartritis, harus dilaksanakan untuk semua

    pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan analgesik

    sederhana seperti parasetamol. Komunikasi antara pasien, klinisi,

    dan farmasis merupakan faktor yang penting dalam penatalaksanaan

    rasa nyeri; hasil terapi terbaik dapat dicapai dengan aliansi pihak-

    pihak ini. (Zegaria, 2006)

    a. Terapi Non Farmakologis

    1. Terapi Fisik, okupasional, aplikasi dingin/panas

    Mengurangi rasa sakit dengan cara non farmakologik

    Terapi fisik dengan panas atau dingin dan latihan fisik akan

    membantu menjaga dan mengembalikan rentang gerakan

    sendi dan mengurangi rasa sakit dan kejang otot. Mandi atau

    berendam air hangat akan mengurangi rasa sakit dan

    kekakuan. Efek fisiologi dari suhu adalah relaksasi otot dan

    mengurangi rasa sakit. Walau demikian pemakaian panas

    harus dipertimbangkan secara komprehensif bagi pasien

    Osteoartritis. (Hansen, 2005)

  • 14

    2. Latihan Fisik

    Penelitian menunjukkan bahwa latihan fisik adalah

    penyembuhan yang paling baik untuk osteoartritis. Olahraga

    dapat meningkatkan suasana hati (mood) dan harapan

    (outlook), mengurangi rasa sakit, meningkatkan fleksibilitas,

    memperbaiki jantung dan aliran darah, menjaga berat badan,

    dan memperbaiki kebugaran secara umum. Olahraga juga

    tidak mahal, bila dilakukan dengan benar, tidak ada efek

    samping. Jumlah dan bentuk olahraga tergantung dari

    persendian yang terlibat, kestabilan dan apakah sudah pernah

    dilakukan pembedahan. (Bethesda, 2002)

    Dengan latihan fisik secara teratur (penguatan,

    rentang gerakan, isometrik, isotonik, isokinetik, postural),

    kartilago dapat dipertahankan tetap sehat, mendorong

    gerakan, dan membantu pengembangan otot dan tendon

    untuk meredam tekanan dan mencegah kerusakan selanjutnya

    akibat osteoartritis. Sebaliknya inaktivitas dan imobilisasi

    walau untuk periode pendek akan memperburuk atau

    mempercepat berkembangnya osteoartritis. (Zegaria, 2006)

    Latihan fisik dan penguatan quadriseps akan

    meningkatkan fungsi fisik dan mengurangi kecacatan, rasa

    sakit, pemakaian analgesik. Ada panduan dari American

    Geriatrics Society untuk latihan fisik bagi pasien osteoartritis.

    Lebih dianjurkan latihan fisik isometrik dibandingkan dengan

    isotonik karena isotonik akan memperburuk sendi yang

    terkena. Latihan fisik harus diajarkan kepada pasien sebelum

    pasien mempraktekan di rumah. Latihan fisik sebaiknya

    dilakukan tiga sampai empat kali sehari. Bila terasa sakit,

    kurangi pengulangan. (Hansen, 2005)

    Rujukan kepada terapis fisik atau okupasi sangat

    dibutuhkan bagi pasien yang sudah cacat fungsi sendinya.

  • 15

    Terapis dapat menilai kekuatan otot, stabilitas sendi, dan

    dapat merekomendasikan latihan fisik dan metoda untuk

    melindungi sendi yang terkena, dari tekanan berlebihan.

    Terapis juga dapat memberikan alat bantu seperti tongkat,

    bebat, dsb yang dipakai saat latihan fisik maupun kegiatan

    sehari-hari. (Hansen, 2005)

    3. Penurunan berat badan

    Kelebihan berat badan meningkatkan beban

    biomekanik pada sendi penyangga berat dan ini adalah

    prediktor tunggal paling baik dari kebutuhan operasi sendi.

    Pengurangan berat badan dikaitkan dengan pengurangan

    simtom dan kecacatan. Walau penurunan hanya 2,5 Kg dapat

    menurunkan tekanan biomekanik pada sendi penyangga

    beban. Walau intervensi diet untuk yang berat badan berlebih

    masuk akal, tetapi ini membutuhkan motivasi yang kuat dan

    program penurunan badan yang terstruktur. (Hansen, 2005)

    4. Bedah Pilihan terakhir)

    Bagi banyak orang, operasi dapat menghilangkan rasa

    sakit dan cacat akibat Osteoartritis. Operasi dilakukan untuk:

    1) Mengambil serpihan-serpihan tulang dan kartilago di

    sendi bila menyebabkan simtom mekanis dari mengunci

    dan buckling.

    2) Menghaluskan permukaan tulang

    3) Mereposisi tulang

    4) Mengganti sendi. (Bethesda, 2002)

    Ahli bedah akan mengganti sendi yang sakit dengan

    sendi artifisial, disebut prostese. Dapat dibuat dari metal

    alloy, plastik dengan densitas tinggi, dan keramik. Dapat

  • 16

    dihubungkan dengan permukaan tulang dengan sejenis

    semen. Sendi artifisial dapat tahan selama 10-15 tahun atau

    lebih. 10% dari sendi artifisial membutuhkan revisi. Ahli

    bedah memilihkan desain dan komponen prostese sesuai

    dengan berat pasien, jenis kelamin, umur, tingkat aktivitas

    dan kondisi medis lain. (Bethesda, 2002)

    b. Terapi Farmakologis

    Parasetamol merupakan analgesik pertama yang diberikan

    pada penderita Osteoartritis dengan dosis 1 gram 4 kali sehari,

    karena cenderung aman dan dapat ditoleransi dengan baik,

    terutama pada pasien usia tua. Kombinasi parasetamol/ opiat

    seperti coproxamol bisa digunakan jika parasetamol saja tidak

    membantu. Tetapi jika dimungkinkan, penggunaan opiat yang

    lebih kuat hendaknya dihindari. (Haq, 2003)

    Kelompok obat yang banyak digunakan untuk

    menghilangkan nyeri penderita Osteoartritis adalah obat anti

    inflamasi non steroid (OAINS). OAINS bekerja dengan cara

    menghambat jalur siklooksigenase (COX) pada kaskade

    inflamasi. Terdapat 2 macam enzim COX, yaitu COX-1 (bersifat

    fisiologik, terdapat pada lambung, ginjal dan trombosit) dan

    COX-2 (berperan pada proses inflamasi). OAINS tradisional

    bekerja dengan cara menghambat COX-1 dan COX-2, sehingga

    dapat mengakibatkan perdarahan lambung, gangguan fungsi

    ginjal, retensi cairan dan hiperkalemia. OAINS yang bersifat

    inhibitor COX-2 selektif akan memberikan efek gastrointestinal

    yang lebih kecil dibandingkan penggunaan OAINS yang

    tradisional. (Setyohadi, 2003; Haq, 2003)

  • 17

    2.1.7 Prognosis Osteoartritis

    Prognosis pasien dengan osteoartritis primer bervariasi dan

    tergantung sendi mana yang terkena. Bila yang terkena adalah sendi

    penyangga beban atau tulang belakang maka kemungkinan terjadi

    morbiditas dan cacat. Pada osteoartritis sekunder, prognosis penyakit

    tergantung pada penyebabnya. Pengobatan osteoartritis dilakukan

    dengan menghilangkan rasa nyeri atau mencegah perkembangan

    penyakit, tetapi tidak dapat mengembalikan kerusakan yang sudah

    ada pada kartilago artikular. (Hansen, 2005)

    2.2 Obesitas

    2.2.1 Definisi obesitas

    Terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui, yaitu obesitas,

    overweight, dan obesitas sentral. Obesitas adalah peningkatan lemak

    tubuh. Overweight adalah peningkatan berat badan relatif apabila

    dibandingkan terhadap standar. Sedangkan obesitas sentral adalah

    peningkatan lemak tubuh yang lokasinya lebih banyak di daerah

    abdominal daripada di daerah pinggul, paha, atau lengan. (Soegih,

    2009) Kelebihan berat badan (overweight) sering kali diidentikkan

    dengan kegemukan (obesitas), padahal keduanya merupakan hal

    yang berbeda. (Cahyono, 2008)

    2.2.2 Etiopatogenesis Obesitas

    Obesitas penyebabnya multifaktorial, dan berbagai penemuan

    terbaru yang berkaitan dengan penyebab obesitas menyebabkan

    patogenesis obesitas terus berkembang. Terjadinya obesitas secara

    umum berkaitan dengan keseimbangan energi di dalam tubuh.

    Keseimbangan energi ditentukan oleh asupan energi yang berasal

    dari zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein

    serta kebutuhan energi yang ditentukan oleh kebutuhan energi basal,

  • 18

    aktifitas fisik dan Thermic Effect of Food (TEEF) yaitu energi yang

    diperlukan untuk mengolah zat gizi menjadi energi. (Soegih, 2009)

    Keseimbangan energi di dalam tubuh dipengaruhi oleh

    berbagai faktor baik yang berasal dari dalam tubuh yaitu regulasi

    fisiologis dan metabolisme ataupun dari luar tubuh yang berkaitan

    dengan gaya hidup (lingkungan) yang akan mempengaruhi kebiasaan

    makan dan aktivitas fisik. Regulasi fisiologis dan metabolisme

    dipengaruhi oleh genetik dan juga oleh lingkungan. Berbagai

    penelitian menunjukkan bahwa obesitas (peningkatan lemak tubuh)

    70 % dipengaruhi oleh lingkungan dan 70 % oleh genetik.

    (Soegih, 2009)

    2.2.3 Penilaian Status Pasien Obesitas

    a. Anamnesis

    Pada anamnesis, lakukan identifikasi kejadian tertentu

    yang berhubungan dengan peningkatan berat badan (BB).

    Apakah BB bertambah dalam waktu singkat atau dalam periode

    yang lama. Apabila memungkinkan identifikasi faktor etiologi

    yang menyebabkan obesitas, seperti pola makan, pola aktivitas

    fisik, penggunaan obat yang menyebabkan BB naik, berhenti

    merokok, dan lain-lain. Dan juga tanyakan program-program

    penurunan BB yang telah dilakukan baik yang berhasil ataupun

    tidak. Selain itu, tanyakan mengenai komplikasi obesitas yang

    ada, seperti osteoartritis dan lain-lain. (Soegih, 2009)

    b. Pemeriksaan Fisik dan Antropometri

    Langkah pertama yang dilakukan dalam penilaian status

    pasien obesitas adalah melakukan pengukuran tanda vital, yang

    meliputi nadi, tekanan darah, tanda-tanda dyspnoe, denyut

    jantung yang tidak teratur, berat badan, tinggi badan, BMI,

    lingkar perut. (Soegih, 2009)

  • 19

    1. Pengukuran Berat Badan

    Prosedur pengukuran Berat Badan pada orang dewasa

    a) Dilakukan setelah kandung kemih dikosongkan dan

    sebelum mengkonsumsi makanan.

    b) Timbangan yang digunakan adalah beam balance bila

    memungkinkan, tapi dapat juga digunakan timbangan

    digital.

    c) Sebaiknya subyek menggunakan pakaian seringan

    mungkin, tanpa alas kaki atau kaus kaki.

    d) Timbangan harus diletakkan pada permukaan datar dan

    keras.

    e) Sebelum penimbangan dilakukan, angka di timbangan

    menunjukkan angka 0.

    f) Subyek berdiri tanpa bantuan, di tengah-tengah

    timbangan, berdiri dengan kepala tegak tetapi tetap santai

    tidak bergerak.

    g) Bila menggunakan beam balance, geser anak timbangan

    sesuai timbangan sehingga timbangan menjadi seimbang.

    h) Pembacaan dilakukan dalam kg dengan ketelitian 1 angka

    di belakang koma. (Soegih, 2009)

    2. Pengukuran TB

    Prosedur Pengukuran TB pada orang dewasa

    a) Microtoise digantungkan pada dinding yang tegak lurus

    dan datar setinggi 2 meter dari lantai yang datar dengan

    angka 0 tepat di lantai.

    b) Subyek yang akan diperiksa sebaiknya menggunakan

    pakaian yang ringan, dan melepaskan alas kaki atau kaus

    kaki.

    c) Pada saat pengukuran, subyek berdiri tegak, dengan

    posisi kepala menghadap lurus ke depan, kaki merapat,

  • 20

    dan tulang belikat, pinggul, dan bahu menempel ke

    dinding. Kedua lengan tergantung bebas di samping

    tubuh.

    d) Bagian yang dapat bergerak dari micotoise diturunkan

    dengan hati-hati hingga menyentuh bagian atas kepala,

    dan diturunkan hingga menekan rambut.

    e) Pengukuran dilakukan saat inspirasi maksimal.

    f) Lakukan pembacaan pada angka di microtoise. (Soegih,

    2009)

    3. Indeks Massa Tubuh (IMT)

    Pengukuran yang paling sering digunakan dan paling

    sederhana adalah BB dan TB. Pengukuran BB dan TB yang

    akurat merupakan langkah awal dalam pemeriksaan klinis,

    karena kedua pengukuran tersebut dibutuhkan untuk

    menghitung IMT. Indeks Massa Tubuh (kg/m2) didapatkan

    dengan cara membagi BB dalam kg dengan TB dalam meter

    dikuadratkan. IMT berkorelasi bermakna dengan lemak

    tubuh, dan relatif tidak dipengaruhi oleh TB. (Soegih, 2009)

    4. Pengukuran Lingkar Perut

    Pengukuran lingkar perut paling tepat untuk

    menentukan obesitas sentral. Pengukuran dilakukan dengan

    menggunakan pita plastik atau logam yang tidak elastis, di

    daerah setinggi umbilikus atau pada titik tengah antara tulang

    iga paling bawah dengan puncak tulang iliaka. Walaupun

    pengukuran lemak viseral / sentral yang paling akurat adalah

    CT scan atau MRI, tetapi mahal dan tidak praktis. Penelitian-

    penelian membuktikan lingkar perut adalah pemeriksaan

    yang baik dan praktis serta tidak sulit. (Soegih, 2009)

  • 21

    Lemak pada daerah abdominal berhubungan dengan

    faktor resiko kardiovaskuler sindrom metabolik, meliputi

    diabetes tipe 2, gangguan toleransi glukosa, hipertensi, dan

    dislipidemia. Pengukuran lingkar perut juga penting

    dilakukan pada saat pasien sedang menjalankan program

    penurunan BB, karena lingkar perut yang mengecil secara

    bermakna akan menurunkan risiko di atas walaupun BB tidak

    berubah. (Soegih, 2009)

    2.2.4 Klasifikasi Obesitas

    Tabel 2. Resiko Morbiditas yang berhubungan dengan IMT dan

    lingkar perut pada orang dewasa Asia. (Soegih, 2009)

    Klasifikasi IMT

    (kg/m2 )

    Risiko Morbiditas

    Lingkar Perut

    < 90 cm (laki-laki)

    < 80 cm

    (perempuan)

    90 cm (laki-laki)

    80 cm

    (perempuan)

    Underweight < 18,5

    Rendah (tapi resiko

    klinis lain

    meningkat)

    Rata-rata

    Normal 18,5-22,9 Rata-rata Meningkat

    Overweight 23

    Beresiko 23-24,9 Meningkat Sedang

    Obes I 25-29,9 Sedang Berat

    Obes II 30 Berat Sangat berat

  • 22

    2.2.5 Diagnosis Banding Obesitas

    Peningkatan berat badan adalah gambaran pada miksedema

    dan sindrom cushing dan peningkatan berat badan yang cepat terjadi

    pada retensi cairan pada gagal jantung, gagal ginjal, dan

    hipoalbuminemia akibat penyakit hati kronis. (Rubenstein, 2005)

    2.2.6 Terapi Obesitas

    a. Terapi Non farmakologi

    Asupan makanan / terapi diet dan aktivitas fisik

    memegang peran penting terjadinya obesitas seseorang, kedua

    aspek ini mengalami banyak perubahan pada masyarakat seiring

    dengan semakin meningkatnya gaya hidup. Sehingga perbaikan

    kedua aspek ini merupakan pilar penting manajemen obesitas.

    1. Terapi diet

    a) Low Calorie Diet (LCD): 1200-1600 kkal:

    1) LC high fat

    2) LC high carbohydrate

    3) LC balance diet

    b) Very Low Calorie Diet (VLCD) biasanya diberikan pada

    pasien obes dengan IMT > 40. (Soegih, 2009)

    Rekomendasi restriksi diet dari the North American

    Association for the Study of Obesity (NAASO) adalah sebesar

    300-500 kkal/hari untuk pasien obes dengan IMT 27-35 kg/m2,

    dan 500-1000 kkal/hari untuk pasien obes dengan IMT > 35

    kg/m2 untuk mendapatkan penurunan berat badan 10% dari berat

    badan awal dalam waktu 6 bulan pertama. Dari hal di atas,

    estimasi pemberian kalori pada restriksi kalori 500-1000

    kkal/hari adalah sekitar 1000-1200 kkal/hari untuk wanita dan

    1200-1400 kkal/hari untuk pria. (Soegih, 2009)

  • 23

    Tabel 3. Komposisi diet rendah kalori seimbang yang

    dianjurkan NHIECP/ NAASO. (Soegih, 2009)

    JENIS MAKANAN BERAT KANDUNGAN

    ENERGI

    Makan pagi

    Nasi putih 100 g 175 kkal

    Telur ayam mata sapi 60 g 114 kkal

    Tumis buncis 50 g 45 kkal

    Snack pagi

    Papaya segar 100 g 40 kkal

    Makan siang

    Nasi putih 100 g 175 kkal

    Ayam masak hijau tanpa kulit 1

    potong sedang

    75 g 110 kkal

    Tempe bacem 1 potong sedang 50 g 118 kkal

    Cah sawi dan wortel 50 g 60 kkal

    Snack siang

    Jeruk 1 buah sedang 100 g 70 kkal

    Makan malam

    Nasi putih 100 g 175 kkal

    Ikan kakap asam pedas 1 potong

    sedang

    50 g 42 kkal

    Tahu pepes 50 g 38 kkal

    Tumis sawi 100 g 35 kkal

    Total kalori 1200 Kkal

  • 24

    Pemberian serat dianjurkan sebesar 25-30 g/hari untuk

    menurunkan densitas kalori, memperpanjang rasa kenyang

    dengan cara memperlambat pengosongan lambung serta

    menurunkan efisiensi dari absorbsi di usus halus, sedangkan

    pemberian suplemen vitamin dan mineral yang sesuai dengan

    AKG diberikan bila kalori di bawah 1000 kkal untuk wanita dan

    di bawah 1200 kkal untuk pria. (Soegih, 2009)

    2. Aktvitas fisik pada terapi obesitas

    Aktivitasi fisik merupakan istilah umum untuk segala

    sesuatu pergerakan tubuh karena aktivitas otot yang akan

    menghasilkan meningkatkan kebutuhan energi, terdapat tiga

    komponen dari aktivitas fisik, antara lain:

    a) Aktivitas yang dilakukan selama bekerja/berhubungan

    dengan pekerjaan.

    b) Aktivitas yang dilakukan di rumah, merupakan bagian

    dari aktivitas sehari-hari.

    c) Aktivitas fisik yang dilakukan pada saat luang di luar

    pekerjaan dan aktivitas harian, termasuk di sini adalah:

    1) Latihan fisik adalah kegiatan terstruktur yang

    dilakukan meningkatkan kebugaran.

    2) Olahraga kompetisi yang dilakukan sebagai suatu

    profesi atau pekerjaan. (Soegih, 2009)

    Tujuan utama dari kontrol aktivitas fisik adalah

    mencegah penurunan metabolisme basal, meningkatkan

    kebutuhan energi, dan mempertahankan massa otot. Yang

    perlu diperhatikan adalah pemilihan jenis aktivitas fisik atau

    olahraga yang dapat memakai asam lemak sebagai sumber

    energi yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan sampai

    sedang tetapi dilakukan secara terus menerus. Efisiensi

  • 25

    kapasitas aerobik dapat diukur dengan mengukur nadi

    menggunakan formula zona exercise diharapkan tercapai

    antara 70-80 %. Untuk memperoleh penurunan berat badan

    optimal maka dibutuhkan aktivitas fisik dengan frekuensi 5-

    6x/minggu dengan durasi 20-60 menit. Olahraga dengan

    intensitas rendah seperti berjalan kaki selama 30-60 menit

    secara rutin dapat meningkatkan energi ekspenditur. (Soegih,

    2009)

    Tabel 4. Contoh aktivitas fisik sederhana derajat sedang yang dapat

    memakai energi 150 kkal/hari atau 1000 kkal/minggu bila dilakukan

    rutin adalah: (Soegih, 2009)

    No Jenis Aktivitas Fisik Lamanya Aktivitas

    1 Mencuci mobil 45-60 menit

    2 Membersihkan jendela dan mengepel

    lantai

    45-60 menit

    3 Berbagai olah raga permainan 45 menit

    4 Berkebun 30-45 menit

    5 Berjalan sejauh 2 km 40 menit

    6 Bersepeda sejau 5 km 30 menit

    7 Dansa 30 menit

    8 Aquarobik 30 menit

    9 Berenang 20 menit

    10 Lari sejauh 1,5 km 15 menit

    11 Naik turun tangga 15 menit

    b. Terapi Farmakologis

    Penggunaan obat-obat anti obesitas ditujukan untuk

    membantu terapi utama supaya prinsip-prinsip dalam terapi

    utama dapat dijalankan dengan taat. Penggunaan sebaiknya tidak

  • 26

    terlalu lama karena sering menimbulkan toleransi. Who

    menganjurkan obat anti obesitas sebaiknya pada orang dewasa

    dengan IMT 27 kg/m2 dengan komorbid atau individu dengan

    IMT > 30 kg/m2 tetapi untuk di Indonesia hal ini sulit dijalankan

    karena pasien di Indonesia mempunyai prinsip kalau berobat

    karena dapat resep obat, oleh sebab itu penggunaan obat anti

    obesitas sebaiknya tidak terlalu lama dan sering divariasi untuk

    menghindari toleransi dan drug abuse. (Soegih, 2009)

    Obat penekan nafsu makan (anorektik, anoreksan) pada

    umumnya termasuk dalam golongan obat simpatomimetik dan

    kebanyakan memiliki efek perangsangan susunan saraf pusat.

    Peran obat anorektik di dalam usaha menurunkan BB biasanya

    hanya bersifat ajuvan sementara. Hal ini disebabkan karena tidak

    ada satu preparat pun yang bebas dari efek samping, dan efek

    penekanan nafsu makan umumnya hanya berlangsung sementara

    karena timbulnya toleransi obat. Penggunaan obat ini terus

    menerus dapat mengakibatkan terjadinya ketergantungan psikis

    dan fisik. Serta penghentian obat secara mendadak setelah

    pemberian dosis terapi yang cukup lama atau dosis besar dalam

    waktu singkat dapat menimbulkan keluhan rasa lelah dan depresi

    untuk sementara waktu. Karena itu dianjurkan pemakaian obat

    ini dengan dosis kecil dan jangka waktu pemberian yang singkat.

    (Soegih, 2009)

    Sebagian besar dari obat anorektik menimbulkan efek

    samping yang disebabkan terutama akibat rangsangan susunan

    saraf pusat, yaitu berupa kegelisahan, tremor, insomnia,

    hilangnya rasa lelah, meningkatnya kewaspadaan serta daya

    konsentrasi, dan euforia. Taraf selanjutnya rangsangan sentral ini

    diikuti dengan rasa lelah dan depresi. Selain itu timbul pula efek

    pada sistem saraf simpatik berupa gangguan kardiovaskuler

  • 27

    seperti peningkatan tekanan darah dan peningkatan denyut nadi,

    gangguan saluran cerna, dan lain-lain. (Soegih, 2009)

    Penggunaan obat anorektik pada penderita yang rentan

    sering menimbulkan ketergantungan psikis dan fisik. Amfetamin,

    dekstroamfetamin, metamfetamin, dan fentermin baik dalam

    bentuk tunggal maupun kombinasi termasuk golongan anorektik

    yang sering disalahgunakan. Sedangkan golongan dietilpropion,

    fenfluramin, dan fentermin termasuk golongan yang

    memungkinkan penyalahgunaan terendah. Gejala putus obat

    yang dialami oleh seseorang penyalahguna anorektik dapat

    berupa kelelahan kronis seperti depresi mental, astheria tremor

    dan ganggun saluran cerna, yang kadang-kadang diikuti dengan

    rasa mengantuk yang berat dan tidur yang lama. (Soegih, 2009)

    Pada umumnya gejala keracunan akut obat golonga

    amfetamin dapat berupa peningkatan dari efek farmakologisnya,

    dan bila mencapai dosis fatal, maka timbul kejang, koma, dan

    perdarahan otak. Dosis toksik sangat bervariasi, pada keadaan

    idiosinkrasi dosis sebesar 2 mg sudah dapat menimbulkan efek

    toksik. Sedang dosis toksik secara umum berkisar antara 100-500

    mg. (Soegih, 2009)

    1. Golongan amfetamin: (Soegih, 2009)

    a) Amfetamin sulfat : Benzendrin, tablet 5, 10 mg

    b) Dekstroamfetamin : Dexedrin, kapsul 5, 10, 15 mg

    c) Metamfetamin : Desoxyn, tablet 2, 5, 5 mg

    Karena fungsi ketiganya termasuk golongan

    amfetamin yang sangat sering disalahgunakan, maka

    ketiganya tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai

    anorektik dan sediaan ini juga sudah tidak diizinkan beredar

    di Indonesia. (Soegih, 2009)

  • 28

    2. Golongan lain: (Soegih, 2009)

    a) Dietilpropion : Apisate, tablet 75 mg

    b) Fenfluramin : Ponderal, tablet 20 mg dan kapsul 60 mg

    c) Mazindol : Teronac, tablet 1 dan 2 mg

    d) Fentermin resin : Mirapront, kapsul 15 mg

    e) Fentermin hidroklorida : Fastin, kapsul 30 mg

    f) Fenmetrazin hidroklorida : Preludin, tablet 25,50,75 mg

    g) Klortermin hidroklorida : Voranil, tablet 50 mg

    2.2.7 Prognosis Obesitas

    Mortalitas meningkat pada obesitas. Terdapat angka yang

    nyata yang menunjukkan bahwa penurunan berat badan menjadi

    normal menurunkan peningkatan mortalitas menjadi tingkat normal

    pula. (Rubenstein, 2005)

    Komplikasi yang sering dijumpai meliputi hipertensi, infark

    miokard, diabetes melitus, resiko akibat pembedahan, osteoartritis,

    hernia hiatus, dan varises vena. Pada wanita juga terjadi peningkatan

    insidensi hirsutisme serta kanker payudara dan kanker endometrium.

    Yang paling menyedihkan mungkin adalah komplikasi psikologis.

    (Rubenstein, 2005)

    2.3 Berat Badan dan Osteoartritis

    Berat badan sering dihubungkan dengan berbagai macam penyakit,

    termasuk osteoartritis. Berat badan yang berlebih ternyata berkaitan dengan

    meningkatnya risiko seseorang menderita osteoartritis pada kemudian hari,

    baik wanita maupun pria. (Soeroso, 2006)

    Menurut penelitian dari Grotle (2008), selain umur, berat badan yang

    berlebih terutama obesitas turut berperan dalam patogenesis dan

    patofisiologi dari osteoartritis, lutut terutama dalam perkembangan penyakit

    ke derajat yang lebih tinggi. Peran faktor metabolik dan hormonal pada

    kaitannya antara osteoartritis dan obesitas juga disokong dengan adanya

  • 29

    kaitan antara osteoartritis dengan penyakit jantung koroner, diabetes

    mellitus dan hipertensi. (Soeroso, 2006)

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang gemuk

    cenderung lebih sering mengeluh tentang besarnya rasa nyeri yang dialami

    pada lutut mereka dibandingkan dengan orang lain yang kurang gemuk.

    Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan Thumboo, dkk (2002) didapati

    bahwa pasien osteoartritis lutut dengan obesitas mengalami peningkatan rasa

    nyeri yang pada daerah persendian lutut dibandingkan dengan pasien yang

    kurang obesitas. (Soeroso, 2006)

    KERANGKA TEORI

    Gambar 2. Kerangka teori penelitian

    Faktor Metabolik

    Obesitas

    Osteoporosis

    Faktor Demografi

    Usia

    Jenis Kelamin

    Ras

    Osteoartritis Faktor Biomekanis

    Riwayat Trauma Lutut

    Aktivitas Fisik

    Pekerjaan

    Faktor Genetik

  • 30

    KERANGKA KONSEPTUAL

    Gambar 3. Kerangka konseptual penelitian

    HIPOTESIS

    Terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian osteoartritis sendi

    lutut di rumah sakit umum dr. Soedarso Pontianak periode Januari-Desember

    tahun 2011.

    Obesitas Osteoartritis

    Faktor Predisposisi:

    Usia

    Jenis kelamin

    Ras

    Osteroporosis

    Genetik

    Pekerjaan

    Riwayat Trauma Lutut

    Aktivitas Fisik