BAB II

38
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian p engetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Hal ini dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010). b. Tingkatan p engetahuan Dalam bukunya, (Notoatmodjo, 2010) menyatakan bahwa pengetahuan terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: a) Tahu (know) 6

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Pengetahuan

a. Pengertian p engetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Hal ini dengan sendirinya, pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas

perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

b. Tingkatan p engetahuan

Dalam bukunya, (Notoatmodjo, 2010) menyatakan bahwa pengetahuan

terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara

garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui

atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan

pertanyaan-pertanyaan (Notoatmodjo, 2010).

6

Page 2: BAB II

7

b) Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus

dapat menginterpretasikan secara benar tentang tentang objek yang

diketahui tersebut (Notoatmodjo, 2010).

c) Aplikasi (application)

Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya (Notoatmodjo, 2010).

d) Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam

komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi,

dan masih ada kaitannya satu sama lain (Notoatmodjo, 2010).

e) Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-

bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru (Notoatmodjo,

2010).

f) Evaluasi (evaluation)

Kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi

atau objek (Notoatmodjo, 2010).

c. Hal-hal yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Meliono (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya:

Page 3: BAB II

8

1. Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk

mencerdaskan manusia.

2. Usia

Usia juga mempengaruhi pengetahuan seseorang karena dengan

bertambahnya usia maka akan bertambah pula intelektualnya

(Notoatmodjo, 2005).

3. Media

Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang

dalam memperoleh pengetahuan, misalnya televisi, koran, radio.

4. Informasi

Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap

lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Sikap

a. Pengertian sikap

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau

objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang

Page 4: BAB II

9

bersangkutan (senang tidak senang, setuju tidak setuju, baik tidak baik, dan

sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

b. Komponen pokok sikap

Sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:

a) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek (Notoatmodjo, 2010).

b) Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek artinya

bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang

tersebut terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka

(tindakan (Notoatmodjo, 2010).

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan

penting (Notoatmodjo, 2010).

c. Tingkatan sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu:

1) Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang (subjek) mau menerima stimulus

yang diberikan (objek).

Page 5: BAB II

10

2) Menanggapi (Responding)

Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek

yang dihadapi.

3) Menghargai (Valuing)

Menghargai diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti membahasnya

dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi atau

menganjurkan orang lain merespon.

4) Bertanggung Jawab (Responsible)

Bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo,

2010).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar

(2009) adalah sebagai berikut:

1. Pengalaman pribadi

Sesuatu yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk

dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk

dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus

mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.

Page 6: BAB II

11

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang

kita anggap penting, sesorang yang kita harapkan persetujuannya bagi

setiap gerak dan tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin

kita kecewakan atau seseorang yang berati khusus bagi kita, akan

banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup

dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan

heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

4. Media massa

Media massa sebagai sarana komunikasi. Berbagai bentuk media

massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dll, mempunyai

pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya

meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang

Page 7: BAB II

12

boleh dan yang tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan dan

dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Faktor emosi dalam diri individu

Bentuk sikap tidak semuanya ditentukan oleh situasi lingkungan

dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara

dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula

merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

e. Skala sikap

Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self report adalah dengan

menggunakan daftar pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh individu

yang disebut skala sikap . Suatu skala sikap berwujud kumpulan pertanyaan-

pertanyaan sikap yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa sehingga

respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor) dan

kemudian dapat diinterpretasikan (Azwar, 2008).

3. Wanita Usia Subur

Wanita usia subur adalah semua wanita yang telah memasuki usia antara

15−49 tahun tanpa memperhitungkan status perkawinannya (Kemenkes RI, 2011).

Page 8: BAB II

13

Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35-55 tahun (Aziz, 2006).

Oleh karena itu wanita subur rentan dengan kejadian kanker serviks.

Vaksinasi Human Papillomavirus sebagai upaya pencegahan kanker

serviks direkomendasikan untuk wanita yang berusia 13-18 tahun yang belum

mulai vaksin, atau yang sudah mulai tapi belum menyelesaikan seri. (American

Cancer Society, 2010).

4. Kanker Serviks

a. Pengertian kanker serviks

Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus yang terletak

dibawah ismus. Di anterior, batas atas serviks yaitu os interna, terletak kurang

lebih setinggi pantulan peritoneum pada kandung kemih. Berdasarkan

perletakannya pada vagina, serviks terbagi atas segmen vaginal dan

supravaginal. Permukaan posterior segmen supravaginal tertutup peritoneum

(Cunningham, 2005).

Serviks terutama terdiri dari jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin

serta pembuluh darah, namun masih memiliki serabut otot polos. Peralihan dari

serviks yang terutama berupa jaringan kolagen ke korpus uteri yang terutama

berupa jaringan muskular, meski umumnya curam, dapat juga terjadi bertahap,

dan dapat mencapai panjang 10 mm (Cunningham, 2005).

Page 9: BAB II

14

Gambar 1 Struktur Anatomi Serviks

Sumber: data sekunder (http://www.ingateros.com.2010/04/kanker- serviks-3.jpg)

Hasil penelitian Danforth et all (1960) menunjukkan bahwa sifat fisik

dari serviks sebagian besar ditentukan oleh keadaan jaringan ikatnya; dan

bahwa selama kehamilan dan persalinan kemampuan serviks untuk meregang

yang luar biasa merupakan akibat dari pemecahan kolagen (Cunningham,

2005).

Pada situasi normal, sel akan bertambah tua dan memproduksi sel baru.

Tetapi pada kanker, sel membelah secara tidak terkendali dan tidak menjadi

tua, kemudian mati seperti biasa. Apabila terjadi sel membelah secara tidak

terkendali, terbentuklah tumor atau suatu masa. Masa ini akan menginvasi

jaringan di daerah sekitarnya hingga sel jaringan sekitar ikut berubah fungsi,

tidak normal lagi (Yatim Faisal, 2005).

Kanker serviks adalah keganasan yang terjadi pada serviks (leher

rahim) yang merupakan bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak

liang senggama (vagina) (Kemenkes RI, 2010).

Page 10: BAB II

15

b. Etiologi

Lebih dari 20 tipe Human Papillomavirus yang berbeda mempunyai

hubungan dengan kanker servikal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

perempuan dengan HPV tipe 16, 18 dan 31 mempunyai angka neoplasia

intraepitel servikal yang lebih tinggi. Penelitian terbaru memperlihatkan bahwa

perempuan dengan Human Papillomavirus strain 18 memiliki angka mortalitas

yang lebih tinggi dan prognosis yang lebih buruk (Price dan Wilson, 2005).

Papilomavirus Manusia adalah suatu virus dengan lebih dari 100 famili

yang erat berkaitan dengan virus DNA double-stranded kecil. Kemampuannya

melakukan pengkodean tergantung pada imunitas selular host (Bieber et al.,

2006). Karena pentingnya peran HPV pada kanker manusia, maka perlu

dikembangkan vaksin-vaksin (Price dan Wilson, 2005).

c. Faktor resiko

Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2010) menyatakan faktor

resiko yang menyebabkan perempuan terpapar HPV yaitu:

1) Menikah/memulai aktivitas seksual pada usia muda (kurang dari 20

tahun).

2) Berganti-ganti pasangan seksual.

3) Berhubungan seks dengan laki-laki yang sering berganti pasangan.

4) Riwayat infeksi di daerah kelamin atau radang panggul.

5) Perempuan yang melahirkan banyak anak.

Page 11: BAB II

16

6) Perempuan perokok mempunyai risiko 21/2 kali lebih besar untuk

menderita kanker serviks dibanding dengan yang tidak merokok.

Nikotin mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogen. Bahan

karsinogenik spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir serviks

wanita perokok. Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan

bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi maligna.

7) Perempuan yang menjadi perokok pasif (yang tinggal bersama keluarga

yang mempunyai kebiasaan merokok) akan meningkat resikonya 1,4

kali dibandingkan dengan perempuan yang hidup dengan udara bebas.

d. Patogenesis

Dilaporkan untuk 90-95% dari kanker serviks yaitu tumor sel

skuamosa, sedangkan 5-10% lainnya berasal dari kelenjar adenokarsinoma

serviks. Program skrining serviks nasional bertujuan untuk mendeteksi

perubahan pada serviks yang terjadi sebelum tumor sel skuamosa

mengembangkan itu tidak dirancang untuk mencari adenokarsinoma (Alam

Naureen, 2004).

Kanker serviks tidak terjadi secara tiba-tiba. Prosesnya bertahap dan

memerlukan waktu cukup lama, tetapi progresif. Bermula dari kelainan sel

yang mengalami mutasi, lalu berkembang menjadi sel displastik sehingga

terjadi kelainan epitel yang disebut dysplasia (Dalimartha, 2004).

Klasifikasi terbaru menggunakan nama neoplasia intraepitel serviks

(NIS). Klasifikasinya dimulai dari NIS 1 (displasia ringan), NIS 2 (displasia

Page 12: BAB II

17

sedang), NIS 3 (displasia berat), dan akhirnya karsinoma in-situ (KIS), baru

kelainan tersebut berkembang menjadi karsinoma invasif (Dalimartha, 2004).

Tingkat NIS dan KIS disebut kelainan pra-kanker. Waktu yang

diperlukan dari displasia menjadi KIS berkisar 1-7 tahun, sedangkan dari KIS

menjadi kelainan invasif berkisar 3-20 tahun. Beberapa penelitian menemukan

bahwa 30-35% NIS mengalami regresi, terutama NIS 1 dan NIS 2 (Dalimartha,

2004).

Gambar 2 Gambaran Tahap Perubahan Sel Epitel Sampai Pada Tahap Kanker Seriks

Sumber:data sekunder (http://www.prn.org/images/uploads/Palefsky-fig1.jpg)

Karsinoma invasif serviks terbentuk di zona transformasi dan berkisar

dari fokus mikroskopik invasi stroma dini hingga tumor yang jelas terlihat

mengelilingi os. Oleh karena itu, tumor mungkin tidak terlihat atau eksofitik.

Tumor yang mengelilingi serviks menembus ke dalam stroma di bawahnya

menimbulkan “barrel cervix” (serviks seperti tong), yang dapat diidentifikasi

dengan palpasi langsung (Kumar et al., 2007).

Perluasan ke dalam jaringan lunak parametrium dapat menyebabkan

uterus terfiksasi ke struktur panggul. Penyebaran ke kelenjar getah bening

Page 13: BAB II

18

panggul ditentukan oleh kedalaman tumor dan adanya invasif ruang kapiler

limfe, yang berkisar kurang dari 1% untuk tumor dengan ke dalaman kurang

dari 3 mm hingga lebih dari 10% setelah invasif melebihi 5 mm (Kumar Vinay

et al., 2007).

e. Manifestasi klinis

Tidak ada tanda atau gejala yang spesifik untuk kanker serviks.

Karsinoma servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif

dini dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun

perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada

saat awal, sehingga kanker dapat masuk dalam keadaan lanjut pada saat

didiagnosis.

Jenis perdarahan vagina yang sering adalah pascakoitus atau bercak

antara menstruasi. Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul

kemudian adalah nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat

penekanan saraf lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak,

hematuria, atau perdarahan rektum (Price dan Wilson, 2005).

f. Penanganan

Metode utama pengobatan adalah dengan radioterapi, baik dengan

terapi sinar eksternal dan oleh sumber-sumber sinar gamma interstisial.

Pembedahan termasuk vaginektomi radikal dan eksenterasi anterior atau

posterior, tetapi hal ini jarang digunakan sebagai terapi utama (Symonds dan

Symonds, 2004).

Page 14: BAB II

Penyakit mikroinvasif Penyakit invasif

Stadium awal (I-IIa) IIb-IVa Metastasis jauhPasien yang mengharap-kan kesuburanPasien yang telah memiliki keluarga yang lengkap

Cone biopsy

Histerektomi total abdomen

Histerektomi radikal dan limphadenekto-mi pelvisRadikal radiotherapi

Palliatif

Pemeriksaan dengan anestesi untuk pementasan ± lebih lanjut biopsiPemeriksaan rektovaginal.Cytoscopy jika dicurigai tersebar anterior .Sigmoidoskopi jika dicurigai tersebar posterior + MRI scan untukmengukur curah dikenal.

Nodus jelas dan margin yang jelasNodus atau margin negatif

Positif histologi

Tidak ada pengobatan lebih lanjut

19

Manajemen pada kanker serviks menurut Alam Naureen (2004) dapat

dilihat dalam bagan berikut ini:

Gambar 3 Manajemen Kanker Serviks

Sumber: Data Sekunder (Alam Naureen, 2004)

Page 15: BAB II

20

Pembagian menurut Federation International of Gyneacology and

Obstetrics (FIGO) pada tahun 2000:

Tabel 1 Pembagian Stadium Kanker Serviks

Stadium Penjelasan

Stadium 0 Karsinoma in situ atau karsinoma intraepitel.Stadium I Kanker terbatas pada serviks uteri.  Ia Kanker serviks preklinis, diagnosis hanya di bawah mikroskop.  Ia1 Di bawah mikroskop tampak invasi ringan interstisial, ke dalaman

invasi < 3mm, lebar ≤ 7 mm.

  Ia2 Kanker mikroskopik yang dapat diukur, ke dalaman invasi interstisial 3-5 mm, lebar ≤ 7 mm.

  Ib Lingkup tumor lebih besar dari Ia2, tidak peduli apakah tampak secara klinis. Invasi interstisial yang ada tidak mengubah stadium.

  Ib1 Lesi kanker tampak secara visual berukuran ≤ 4 mm.  Ib2 Lesi kanker tampak secara visual berukuran > 4 mm.Stadium II Lesi kanker melebihi serviks uteri, tapi belum mengenai 1/3

bawah vagina, invasi parametrium belum mencapai dinding pelvis.

  IIa Kanker mengenai 2/3 atas vagina, tak ada invasi jelas parametrium.

  IIb Kanker jelas menginvasi parametrium, tapi belum mencapai dinding pelvis.

Stadium III Kanker menginvasi 1/3 bawah vagina atau menginvasi parametrium sampai ke dinding pelvis; atau kanker menimbulkan hidronefrosis atau insufisiensi ginjal.

  IIIa Kanker mengenai 1/3 bawah vagina.  IIIb Kanker menginvasi parametrium sampasi ke dinding pelvis, atau

timbul hidronefrosis atau insufisiensi ginjal akibat kanker.

Stadium IV Penyebaran kanker melewati pelvis minor atau kanker menginvasi mukosa buli-buli atau mukosa rektum.

  Iva Invasi kanker meluas ke organ di dekatnya.  IVb Kanker menginvasi melebihi pelvis minor, ada metastasis jauh.

Sumber : Data sekunder (Desen, 2005)

Page 16: BAB II

21

g. Preventif

Menurut pedoman teknis pengendalian kanker serviks Dinas Kesehatan

Kota Palu (2010), ada 3 tingkatan pencegahan, yaitu:

1) Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan upaya dalam mengeliminasi atau

meminimalisasi pajanan penyebab dan faktor resiko kanker, termasuk

mengurangi kerentanan individu terhadap efek dari penyebab kanker.

Pencegahan primer kanker serviks dapat dilakukan dengan menghindari

berbagai faktor resiko serta dengan memberikan vaksin pencegah

infeksi dan penyakit terkait HPV.

2) Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan kasus-kasus

dini kanker serviks, sehingga kemungkinan penyembuhan dapat

ditingkatkan. Pencegahan sekunder termasuk skrining atau deteksi dini,

seperti pap smear dan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA).

Tes skrining standar untuk kanker serviks adalah pap smear atau

smear cervical test. Ini dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan

spekulum, untuk melihat serviks secara langsung, dan melakukan smear

atau apusan pada zona transisional (William dan Peters, 2007).

Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan

dengan cara mengamati dengan menggunakan spekulum, untuk melihat

serviks yang telah dipulas dengan asam asetat (3-5%).

Page 17: BAB II

22

3) Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier kanker serviks bertujuan untuk mencegah

komplikasi klinik dan kematian awal. Pencegahan tersier dapat

dilakukan dengan cara memberikan pengobatan (yang bertujuan

menyembuhkan, memperpanjang harapan hidup, dan meningkatkan

kualitas hidup) berupa operasi, kemoterapi, radioterapi.

h. Prognosis

Ada beberap faktor yang menentukan prognosis, yaitu:

1) Umur penderita

2) Keadaan umum

3) Tingkat klinis keganasan

4) Kemampuan ahli dan tim yang menangani

5) Sarana pengobatan yang ada

Jika tidak dilakukan pengobatan, kanker serviks invasif umumnya

berlanjut dengan invasi lokal secara luas dan akan berhubungan dengan sistem

limfatik. Prognosis untuk kanker serviks invasif tergantung dari stadium kanker

saat didiagnosis. Prognosisnya baik apabila pengobatan pada stadium awal

(Hamilton dan Peters, 2007).

Page 18: BAB II

23

5. Vaksin Human Papillomavirus

a. Pengertian vaksin Human Papillomavirus

Pada tahun 2006, sebuah vaksin pencegah infeksi dan penyakit terkait

HPV ditetapkan hak ciptanya. Vaksin terbaru yang dipatenkan terbukti efektif

dalam mencegah infeksi HPV tipe 16 dan 18 yang telah menyebabkan 70%

seluruh kanker serviks, vaksin ini juga efektif dalam mencegah infeksi HPV

tipe 6 dan 11 yang menyebabkan hampir 90% (Kemenkes RI, 2012).

Menurut Asisten Direktur Jenderal World Health Organization, Dr.

Howard Zucker bahwa penyediaan vaksin Human Papillomavirus yang efektif

sangat penting, tidak hanya karena perannya dalam memerangi kanker yang

mematikan, namun dapat menjadi teknologi potensial yang diharapkan dapat

memajukan program pengendalian kanker yang sudah ada berdasarkan

pencegahan, screening dan pengobatan (Kemenkes RI, 2012).

Vaksin yang awalnya ditujukan bagi remaja wanita ini, diupayakan

dapat diperluas untuk remaja pria pada masa mendatang. Upaya perluasan ini

tentunya menawarkan kesempatan unik untuk mengarahkan segmen populasi

yang biasanya sulit untuk diraih, yaitu remaja (Kemenkes RI, 2012).

b. Jenis-jenis vaksin Human Papillomavirus

Pada tanggal 16 Oktober 2009, Food and Drug Administration (FDA)

telah mengesahkan pemakaian vaksin HPV sebagai pencegahan kutil kelamin

pada pria. Vaksin ini mempunyai efektivitas sekitar 90% untuk mencegah kutil

Page 19: BAB II

24

kelamin yang disebabkan oleh HPV tipe 6 dan tipe 11. Vaksin ini diberikan

kepada wanita dan pria yang berusia 9 sampai 26 tahun (FDA, 2009).

1) Vaksin yang pertama (Gardasil®) adalah vaksin untuk HPV tipe 16 dan

18. Vaksin ini berisi virus like protein (VLPs) dari HPV tipe 6 dan 11,

yang tidak terlibat dalam patogenesis kanker serviks tetapi terkait

dengan penyakit kutil jinak pada kelamin. Vaksin ini telah disetujui

untuk digunakan pada wanita berusia 9 sampai 26 tahun di Amerika

Serikat dan dibeberapa Negara lainnya (Hildesheim Allan, et al., 2007).

2) Vaksin kedua (Cervarix®) adalah vaksin untuk Human Papillomavirus

tipe 16 dan 18. Vaksin ini berisi virus like protein (VLPs) hanya dari 2

jenis onkogenik yaitu Human Papillomavirus tipe 16 dan 18. Cervarix®

ditujukan untuk vaksinasi wanita usia 10-25 tahun. Permohonan

persetujuan di Amerika Serikat dan negara-negara lain sedang ditinjau

oleh United State Food and Drug Administration dan badan pengawas

lainnya (Hildesheim Allan, et al., 2007).

c. Fungsi dan keefektifan vaksin Human Papillomavirus

Vaksin terbaru yang dipatenkan terbukti efektif dalam mencegah

infeksi Human Papillomavirus tipe 16 dan 18 yang telah menyebabkan 70%

seluruh kanker serviks, vaksin ini juga efektif dalam mencegah infeksi HPV

tipe 6 dan 11 yang menyebabkan hampir 90%. Efektivitas telah terbukti hingga

5 tahun, dan tindak lanjut sedang berlangsung (Kemenkes RI, 2012).

Page 20: BAB II

25

Vaksin HPV telah disahkan oleh Food and Drug Administration (FDA)

dan Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP) dan di Indonesia

sudah diizinkan Badan Pemeriksa Obat dan Makanan Republik Indonesia

(BPOM RI).

d. Cara pemberian vaksin Human Papillomavirus

Setiap vaksin memerlukan 3 rangkaian suntikan selama 6 bulan.

Suntikan yang paling sering diberikan yaitu suntikan pada otot bagian lengan

atas secara intramuskular. Penelitian menunjukkan bahwa setelah mendapatkan

tiga dosis vaksin, perlindungan tingkat tinggi dipertahankan selama paling

sedikit 5 tahun (Immunise Australia Program, 2010).

e. Senyawa yang terkandung dalam vaksin Human Papillomavirus

Vaksin tersebut mengandung partikel mirip virus HPV. Juga

mengandung zat-zat tambahan, termasuk ragi, aluminium adjuvant, sodium

khlorida, L-histidin, polysorbat dan sodium borate. Zat-zat tambahan ini

dimasukkan ke dalam vaksin dalam jumlah yang sangat kecil, baik untuk

membantu kerja vaksin maupun sebagai bahan pengawet. Vaksin tidak

mengandung virus hidup (Immunise Australia Program, 2010).

f. Indikasi dan kontraindikasi pemberian Vaksin Human Papillomavirus

Indikasi :

1) Seseorang muda yang belum melakukan hubungan seksual.

2) Wanita 9−18 tahun yang belum mulai vaksin, atau yang sudah mulai

tapi belum menyelesaikan seri.

Page 21: BAB II

26

3) Wanita 19−26 tahun namun harus melakukan konsultasi dengan dokter

terlebih dahulu mengenai informasi seksualnya.

Kontraindikasi :

Orang-orang yang sedang atau mungkin sedang hamil atau pernah

mengalami anafilaksis setelah mendapatkan suatu komponen vaksin tidak

boleh divaksinasi (Immunise Australia Program, 2010).

g. Efek samping vaksin Human Papillomavirus

Vaksin HPV pada umumnya ditoleransi dengan baik. Akibat samping

vaksinasi HPV pada umumnya ringan dan biasanya menyebabkan nyeri,

bengkak dan kemerahan di tempat dilakukannya injeksi. Akibat samping serius

amat sangat jarang terjadi (Immunise Australia Program, 2010).

h. Follow up setelah pemberian vaksin Human Papillomavirus

Wanita yang telah divaksinasi harus tetap untuk melakukan tes Pap

Smear dan tes lainnya untuk mengetahui perubahan sel serviks sesuai dengan

pedoman deteksi dini.

Page 22: BAB II

Kanker ServiksDefinisi

EtiologiFaktor resiko

Patogenesis

Manifestasi klinik

PreventifPrognosis

Variabel DependenVariabel Independen

Pengetahuan

SikapVaksin Human Papillomavirus dalam mencegah kanker serviks

27

6. Kerangka Teori

Gambar 4 Kerangka Teori

7. Kerangka Konsep

Gambar 5 Kerangka Konsep

Primer: Hindari faktor resiko

Vaksin HPV

Sekunder: Pap Smear

Tersier: OperasiKemoterapiRadioterapi

PengetahuanSikap

Page 23: BAB II

28

B. Landasan Teori

Vaksin Human Papillomavirus (HPV) merupakan vaksin yang digunakan

sebagai pencegahan primer terjadinya kanker seriks. Sejauh ini, 2 vaksin yang

telah dipelajari dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA). Satu

vaksin melindungi terhadap jenis Human Papillomavirus tipe 6, tipe11, tipe 16,

dan tipe 18 (Gardasil®) dan lainnya melindungi terhadap tipe 16 dan tipe 18

(Cervarix®). Dalam uji klinis, vaksin mencegah perubahan sel pra-kanker leher

rahim disebabkan oleh tipe 16 dan 18. Gardasil juga mencegah kutil kelamin

disebabkan oleh HPV tipe 6 dan 11.

Vaksin ini digunakan untuk mencegah kanker yang bisa terjadi akibat

infeksi Human Papillomavirus sebelum tes Pap abnormal berkembang. Vaksin

tidak dapat melindungi pasien dari kanker karena infeksi Human Papillomavirus

yang sudah ada (pasien yang pernah terpapar sebelum pemberian vaksin). Setiap

vaksin memerlukan 3 rangkaian suntikan selama 6 bulan. Metode suntikan yang

paling sering diberikan yaitu suntikan pada otot bagian lengan atas secara

intramuskular.

Menurut Notoadmodjo (2010), sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Hal ini didukung oleh pernyataan Meliono

(2010) yang menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang yaitu pendidikan, media, dan informasi.

Namun usia juga mempengaruhi pengetahuan seseorang hal ini

dikarenakan tingkat kematangan dalam berpikir mereka yang berbeda. Hal ini

Page 24: BAB II

29

sejalan dengan pernyataan Notoadmodjo (2005) yaitu usia juga mempengaruhi

pengetahuan seseorang karena dengan bertambahnya usia maka akan bertambah

pula intelektualnya.

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek tertentu. Menurut Notoadmodjo (2010) sikap terdiri dari

3 komponen yaitu kepercayaan/keyakinan, emosi dan kecenderungan untuk

bertindak. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh.

Ketika sikap yang utuh ini akan ditentukan maka pengetahuan, pikiran,

keyakinan, dan emosi memegang peranan yang sangat penting. Hal di atas sejalan

dengan pernyataan Azwar (2008) yang mengatakan bahwa sikap dipengaruhi oleh

beberapa hal yaitu pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap

penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama serta faktor emosi dalam diri individu.

Pencegahan terhadap kanker serviks sangat mutlak dibutuhkan, sebab dari

pemahaman itulah akan timbul kesadaran akan pentingnya menjaga kualitas

kehidupan dan menghindari bahaya kanker serviks. Vaksinasi Human

Papillomavirus merupakan salah satu pencegahan kanker serviks yang telah

masuk ke dalam program imunisasi yang dianjurkan di Indonesia. Pencegahan

sejak dini lebih baik dilakukan karena membutuhkan biaya yang lebih sedikit.