BAB II
-
Upload
zuliaindri -
Category
Documents
-
view
435 -
download
1
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang tumbuh di
daerah nasofaing dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. KNF
merupakan tumor daerah kepala dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia.
diagnosis dini cukup sulit karena letakya yang tersembunyi dan berhubungan dengan
banyak daerah vital.1,2,3,4,5
II.2 Epidemiologi
Terdapat sekitar 644.000 kasus kanker pada kepala dan leher yang didiagnosa
tiap tahunnya, dengan dua pertiga dari kasus tersebut terjadi di Negara berkembang.
Di Amerika Serikat, kanker pada kepala dan leher sekitar 3,2 % (39.750) dari
morbiditas kanker dan 2,2 % (12.460) dari mortalitas kasus kanker. Indidensi dari
kanker kepala dan leher 3 kali lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan
umumnya terjadi pada ras campuran Afrika Amerika daripada populasi kulit putih.
Angka bertahan hidup selama 5 tahun pada ras kulit putih lebih baik daripada ras
campuran. Lebih dari 90% dari kanker kepala dan leher adalah sel squamosa dan
berasal dari cavum oris, nasofaring, orofaring, hipofaring, dan laring. Selama dekade
yang lalu, insidensi kanker pada lidah dan tonsil meningkat, khususnya pada usia
kurang dari 45 tahun.6
3
Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000 kasus baru dan
38.000 kematian yang disebabkan penyakit ini. Di beberapa negara insidens kanker
ini hanya 0,6 % dari semua keganasan. Di Amerika insiden KNF 1-2 kasus per
100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per 100.000 perempuan. Namun di negara lain dan
kelompok etnik tertentu, seperti di Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas
ini banyak ditemukan. Insiden KNF tertinggi di dunia dijumpai pada penduduk
daratan Cina bagian selatan, khususnya suku Kanton di propinsi Guang Dong dan
daerah Guangxi dengan angka mencapai lebih dari 50 per 100.000 penduduk
pertahun. Indonesia termasuk salah satu negara dengan prevalensi penderita KNF
yang termasuk tinggi di luar Cina. Data registrasi kanker di Indonesia berdasarkan
histopatologi tahun 2003 menunjukan bahwa KNF menempati urutan pertama dari
semua tumor ganas primer pada laki – laki dan urutan ke 8 pada perempuan.2
II.3 Etiologi
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor yang unik karena etiologi dan
distribusi endemiknya. Faktor etnik dan daerah juga mempengaruhi resiko penyakit.
Insidens KNF berbeda secara geografis dan etnik serta hubungannya dengan Epstein-
Barr Virus (EBV).1,2
Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan karsinoma nasofaring, yaitu : 1,4,5,7
1. Adanya infeksi virus Epstein-Barr
4
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. Infeksi virus Epstein-Barr terjadi pada dua tempat utama
yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit.
2. Genetik
walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat
tertentu relatif menonjol dan memiliki agregasi familial.Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode
enzim sitokrom p450 2EI kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring.
3. Lingkungan
Pada populasi yang mengkonsumsi ikan asin dan makanan yang
berpengawet merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring. selain
itu, merokok dan perokok pasif yang terpapar asap rokok yang
mengandung formaldehide dan terpapar debu kayu merupakan faktor
resiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan kembali infeksi
virus Epstein-Barr.
II.4 Anatomi
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang
dan lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga
5
sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior dinding
nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid,
sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia
pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh
torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan
orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah posterosuperior
dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan lokasi tersering
karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-lipatan mukosa
yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia muda dinding
postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan karena adanya
jaringan adenoid. Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening yang terutama
mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar Rouviere).4,6,7
6
Gambar 1. Anatomi nasofaring4
II.5 Diagnosis
Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,
protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta
stadium tumor :4,5,6,7,8
a Anamnesis
Manifestasi klinis :4,5,7
1. Gejala Dini.
Penting untuk mengetahui gejala dini karsinoma nasofaring dimana tumor masih
terbatas di nasofaring, yaitu :
7
a. Gejala telinga
- Rasa penuh pada telinga
- Tinitus
- Gangguan pendengaran
b. Gejala hidung
- Epistaksis
- Hidung tersumbat
c. Gejala mata dan saraf
- Diplopia
- Gerakan bola mata terbatas
2. Gejala lanjut
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
- Gejala akibat metastase jauh.
b Pemeriksaan Nasofaring
Pemeriksaan nasofaring berupa rinoskopi posterior dengan menggunakan
cermin atau dengan endoskopi. Dalam banyak hal, endoskopi 90% lebih
menguntungkan karena dapat melihat nasofaring pada stadium awal dengan menilai
adanya bentukan peninggian asimetri yang ringan. Karena kegunaannya yang dapat
memeriksa nasofaring secara lebih teliti dan lebih rinci, alat ini sangat berguna dalam
deteksi dini pada lapisan mukosa di daerah endemik dan berfungsi dalam deteksi dini
suatu kekambuhan.4,9
8
c. Biopsi nasofaring
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi nasofaring dapat
dilakukan dengan lokal anestesi maupun anestesi umum. Selanjutnya untuk
memastikan kanker nasofaring dilakukan pemeriksaan patologi jaringan biopsi oleh
seorang ahli patologi anatomi.4,5,9
d. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu: 4,5,10
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Pada tipe ini dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel
skuamosa tanpa jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.
3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma).
Pada tipe ini sel tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler,
Berbentuk oval atau bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel
tidak terlihat dengan jelas.
Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu
bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.
Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO
pada tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :4,10
9
1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma).
Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.
e. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan
penunjang diagnostik yang penting. tujuan utama pemeriksaan radiologi tersebut
adalah :
memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada
daerah nasofaring
menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut
mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya
Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah
jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bila kecil mungkin tidak
terdeteksi. Keunggulan CT-scan dibandingkan dengan foto polos ialah
kemampuannya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah
nasofaring, baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang,
dengan kriteria tertentu dapat dinilai suatu tunor nasofaring yang masih kecil. Selain
itu, dengan lebih akurat dapat dinilai apakah sudah ada penyebaran tumor ke jaringan
sekitarnya, menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran
intrakranial. Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher dapat membantu
menentukan tumor primer yang tersembunyi. MRI biasanya dapat membedakan
10
jaringan limfoid pada adenoid yang berasal dari massa T2 atau T1. MRI memiliki
spesifitas 95% dalam mendeteksi KNF. 5,8,11
f. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
g. Pemeriksaan serologi.
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus
Epstein-Barr telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring.
Sensitivitas IgA anti EA 100% dan spesifitasnya 30%, sensitivitas Ig A VCA 97,5%
dan spesifitasnya 91,8%. Sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk
menentukan prognosis pengobatan.5,12
II.6 Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC (Union
Internationale Contre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :4,5,10
T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.
T0 : Tidak tampak tumor
T1 : Tumor terbatas pada 1 lokasi di nasofaring
T2 : Tumor meluas lebih dari 1 lokasi, tetapi masih di dalam rongga nasofaring
T3 : Tumor meluas ke kavum nasi dan / atau orofaring
T4 : Tumor meluas ke tengkorak dan / sudah mengenai saraf otak
N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
N0 : Tidak ada pembesaran kelenjar
11
N1 : Terdapat pembesaran kelenjar homolateral yang masih dapat digerakkan
N2 : Terdapat pembesaran kelenjar kontralateral / bilateral yang masih dapat
digerakkan
N3 : Terdapat pembesaran kelenjar baik homolateral, kontralateral atau bilateral,
yang sudah melekat pada jaringan sekitar.
M = Metastase, menggambarkan metastase jauh
M0 : Tidak ada metastase jauh
M1 : Terdapat metastase jauh.
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :4,5,6,7,10,13
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0
T1,T2,T3 N1 M0
Stadium IV : T4 N0,N1 M0
Tiap T N2,N3 M0
Tiap T Tiap N M1
12
13
14
Gambar 2. Stadium Karsinoma Nasofaring
Menurut American Joint Committee Cancer tahun 1988, tumor staging dari
nasofaring diklasifikasikan sebagai berikut :4
Tis : Carcinoma in situ
15
T1 : Tumor yang terdapat pada satu sisi dari nasofaring atau tumor yang tak dapat
dilihat, tetapi hanya dapat diketahui dari hasil biopsi.
T2 : Tumor yang menyerang dua tempat, yaitu dinding postero-superior dan
dindinglateral.
T3 : Perluasan tumor sampai ke dalam rongga hidung atau orofaring.
T4 : Tumor yang menjalar ke tengkorak kepala atau menyerang saraf kranial
(atau keduanya).
II. 7 Penatalaksanaan4,5,6,7,10
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma
nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat
meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada
keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal
dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca
16
radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah
dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.
Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-
kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil
diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah
virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan
imunoterapi.
Stadium I : Radioterapi
Stadium II&III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N<6 cm : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N>6 cm :Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi
II.8 Komplikasi
Radiasi
Komplikasi yang disebabkan oleh radioterapi pada karcinoma nasofaring
maupun pada leher dapat diklasifikasikan berdasarkan sistem organ:4,14,15
Otak – disfungsi pituitary, brainstem enchepalopaty, nekrosis lobus temporal,
kelumpuhan saraf cranial.
17
Telinga – Hilangnya Sensorineural pendengaran, otitis media yang disertai
effusi, disfungsi tuba eustachi.
Mata – Sindrom mata kering, ischemic retinopathy
Thyroid - Hypothyroidism
Gastrointestinal sistem – mukositis yang hebat, xerostomia, mual, muntah,
dysphagia, dehidrasi, striktur pada esophagus.
Musculoskeletal sistem - fibrosis yang eksesif, trismus, myelitis radiasi,
osteoradionecrosis, soft tissue nekrosis , osteomyelitis
Sistem pembuluh darah - Stenosis arteri karotis
Pembedahan
Komplikasi-komplikasi pembedahan dapat dibedakan berdasarkan
kaitannya dengan nasofaringektomi dan yang berkaitan dengan diseksi leher.
Karena biasanya tindakan operasi dilakukan setelah dilakukan radioterapi radikal
sehingga mengakibatkan penyembuhan luka bekas operasi menjadi sangat
lambat.4
II. 9 Prognosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis pada pasien dengan karsinoma
nasofaring adalah bayak sedikitnya tumor primer (invasi ke dasar tengkorak ,
keterlibatan syaraf cranial, infiltrasi ke paraparingeal), kadar penyakit di leher, sub-
18
tipe histologi, umur dan jenis kelamin pasien, dan macam dan teknik radioterapi.
Tingkat kelangsungan hidup umumnya lebih baik pada wanita daripada pria.16
Beberapa Penelitian melaporkan tingkat kelangsungan hidup 5 tahun yang
tanpa penyakit 40-60% dengan pengobatan radiasi primer. Tingkat 5 tahun OS ialah
85-95% untuk NPC tingkat I dan 70-80% untuk NPC tingkst II pada pemberian
dengan radioterapi tunggal. Pada tingkat III dan IV pemberian radioterapi tunggal
mempunyai tingkat hidup 5 tahun berkisar antara 24-80% dan pada pasien-pasien
yang berasal dari Asia Tenggara menunjukkan hasil yang cukup bagus. 16
II.10 Pencegahan
Dapat dilakukan vaksinasi (dalam percobaan), migrasi penduduk mengubah
kebiasaan hiup yang salah, dan bebagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan
factor penyebab. Pencegahan dini, kepedulian utama, termasuk hidrasi yang cukup,
obat penghilang sakit, antipyretics, dan istirahat cukup. Istirahat di tempat tidur harus
dipaksa, dan pasien perlu membatasi aktivitas. Kortikosteroid-kortikosteroid,
acyclovir, dan obat anti alergi tidak direkomendasikan untuk perawatan yang rutin
terhadap penyakit radang yang cepat menular, meski kortikosteroid-kortikosteroid
bermanfaat bagi pasien-pasien yang berkompromi terhadap pernapasan atau edema
berhubungan dengan rongga tenggorokan yang sudah parah. Pasien-pasien dengan
penyakit radang yang cepat menyebar harus berolahraga sedikitnya empat minggu
19
setelah timbulnya gejala. Kelelahan, penyakit kejang urat, dan istirahat yang cukup
harus tetap berlaku untuk beberapa bulan-bulan setelah infeksi akut berakhir. 5,17
20