PSIKOLOGI SOSIAL sikap ; bagaimana menilai persekitaran sosial
bab II 3197127 -...
Transcript of bab II 3197127 -...
BAB II
SIKAP SOSIAL DAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL
1. Sikap Sosial
1. Pengertian Sikap Sosial
Sebelum lebih jauh membahas tentang sikap sosial, terlebih dahulu
perlu diketahui apa sebenarnya yang dimaksud dengan sikap itu.
Sikap dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan untuk memberi
respon baik positif atau negatif, terhadap orang-orang, benda-benda atau
situasi tertentu”.1
Feisbin dan Ajzen, seperti yang dikutip oleh Robert S. Fieldman,
mengatakan bahwa :
An attitude is a learned predispasition to respond in consistenly favorable or unfavorable manner with respect to given objects.2 Artinya, sikap adalah suatu kecenderungan yang dipelajari untuk
merespon dengan cara menyenangi atau tidak menyenangi obyek yang
diterima (yang berlangsung) secara konsisten.
Musthafa Fahmi berpendapat bahwa :
�������� �� ��������������������������������� 3�
Artinya, sikap sesungguhnya adalah suatu keadaan yang bersifat
aqliyah yang cenderung menerima respon individu.
Dalam Islam, sikap lebih dikenal dengan “akhlak”. Sejalan dengan
itu Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
1 Kartini Kartono dan Dali Gulo, Kamus Psikologi, (Jakarta : Pionir Jaya, 1985, hlm. 35. 2 Robert S. Fieldman, Social Psychology, (New York : Mc. Graw Hill Book Company
Inc, 1985), hlm. 120. 3 Musthafa Fahmi, Syikuljiyat at-Ta’alumi, (Mesir : Maktabah Mesir, t.th.), hlm. 163.
���
����� �!"�#$%"�&�'���������()��*���+�$,-��(."��/��$�0 �.���1�
��23$3��4��5���6�78�!9��)23� � Artinya, Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dari
padanya muncul tingkah laku secara mudah yang tidak memerlukan
pertimbangan pikiran terlebih dahulu.”4
Sedangkan menurut W.S. Winkel sikap adalah kecenderungan
menerima atau menolak terhadap suatu obyek.5
Jadi sikap adalah suatu kecenderungan atau kesiapan atau
kesediaan seseorang untuk merespon atau bertindak baik secara positif
maupun negatif terhadap obyek-obyek tertentu. Respon positif berkaitan
dengan kecenderungan untuk menyenangi atau mendekati obyek.
Sedangkan respon negatif berarti kecenderungan untuk menjauhi atau
menghindari obyek.
Dari uraian beberapa pendapat para ahli di atas, dapat
menyimpulkan sebagai berikut:
a. Sikap adalah tendensi seseorang bersifat positif atau negatif.
b. Sikap memungkinkan timbulnya tindakan atau reaksi atas tingkah
laku.
c. Sikap selalu tertuju kepada obyek tertentu.
d. Sikap merupakan proses langsung secara sadar.
2. Ciri-ciri Sikap
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono ada beberapa ciri sikap yang
membedakannya dengan aspek psikis lainnya, yaitu:6
4 Imam Abi Hamid Muhammad bin al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin Juz III, (Beirut : Dar al-
Fikr, t.th.), hlm. 58. 5 WS. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : Gramedia, 1983),
hlm. 30.
���
a. Dalam sikap selalu terdapat hubungan subyek-obyek, tidak ada sikap
yang tanpa obyek. Obyek ini bisa berupa benda, orang kelompok
orang, nilai-nilai sosial, pandangan hidup, hukum, lembaga masyarakat
dan sebagainya.
b. Sikap tidak di bawa sejak lahir, melainkan dipelajari dan dibentuk
melalui pengalaman-pengalaman.
c. Karena sikap dipalajari, maka sikap bisa berubah-ubah sesuai dengan
keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-
saat yang berbeda-beda.
d. Dalam sikap tersangkut juga faktor motivasi dan perasaan. Inilah yang
membedakannya dengan, misalnya, pengetahuan.
e. Sikap tidak menghilangkan walaupun kebutuhan sudah dipenuhi, jadi
berbeda dengan refleks atau dorongan misalnya, seorang yang gemar
nasi goreng, akan tetapp mempertahankan kegemarannya itu,
sekalipun ia baru saja makan nasi goreng sampai kenyang.
f. Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-
macam sesuai dengan banyaknya obyek yang dapat menjadi perhatian
orang yang bersangkutan.
3. Faktor yang mempengaruhi sikap
Sikap sosial tidak ubahnya dengan sikap secara umum. Yang
membedakan hanyalah terletak pada obyek atau stimulan yang dihadapi
individu, terbentuknya sikap sosial atau sikap secara umum tidak terjadi
dengan sendirinya, namun pembentukan sikap itu senantiasa berlangsung
dalam interaksi sosial, baik dalam kelompok maupun luar kelompok.
Dalam proses interaksi, satu sama lain adalah saling menerima dan
memberi. Namun faktor selektifitas adalah sangat penting untuk menerima
6 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, (Jakarta : Bulan Bintang, 1976),
hlm. 95.
���
atau menjauhi suatu stimulan sehingga seseorang dapat menentukan
respon yang bagaimana yang diinginkan.
Pada dasarnya faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
sikap adalah:
a. Faktor eksternal
Yang dimaksud faktor eksternal adalah hal atau keadaan yang
ada di luar merupakan rangsangan stimulasi untuk membentuk atau
mengubah sikap seseorang. Dalam hubungannya secara langsung ada
komunikator sikap tertentu. Sedangkan yang tidak langsung yaitu
dengan perantaraan alat-alat komunikasi. Di mana menciptakan situasi
dengan baik sengaja yang memungkinkan dalam menimbulkan
perubahan atau pembentukan suatu sikap yang dikehendaki.7
Sedangkan menurut Sarlito Wirawan Sarwono, pembentukan
sikap sangat dipengaruhi oleh faktor luar:
1. “Obyek yang dijadikan sasaran sikap
2. Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap
3. Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tertentu
4. Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap
5. Situasi pada saat sikap itu dibentuk”.8
Mengenai faktor ini, WA Gerungan mengutip pendapat M.
Syarief bahwa sikap dapat dibentuk atau diubah melalui dua hal yaitu:
a) Interaksi kelompok, yaitu adanya hubungan dua arah yang
langsung antar manusia.
b) Komunikasi yaitu terjadinya pengaruh (hubungan) langsung dari
satu pihak saja.9
7 Bimo Walgito, Psikologi Sosial Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Andi Ofset, 1991), hlm.
120. 8 Sarlito Wirawan Sarwono., loc., cit. 9 W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung : 1991), hlm. 156.
���
b. Faktor Internal
Adalah faktor-faktor yang terdapat pada diri orang yang
bersangkutan sendiri, seperti selektifitas. Kita tidak dapat menangkap
seluruh rangsang dari luar melalui perspektif kita. Oleh karena itu kita
harus memilih rangsangan mana yang harus kita jauhi. Pilihan ini
ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam
diri kita. Karena harus memilih inilah kita menyusun sikap positif
terhadap satu hal dan membentuk sikap negatif terhadap hal lainnya.10
Teori Nativisme mengatakan : “perkembangan individual itu
semata-mata tergantung kepada faktor-faktor dasar”11 Menurut teori
ini pembawa atau faktor dasar merupakan faktor pertama atau utama
bagi pembentukan sikap seseorang.
4. Pengertian Interaksi Sosial
Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial,
yaitu makhluk yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia harus
selalu berhubungan dengan manusia lain. Hubungan manusia dengan
lainnya inilah yang disebut dengan interaksi sosial.
Sosial adalah hubungan seorang individu dengan yang lainnya dari
jenis yang sama, atau pada senjumlah individu yang membentuk lebih
banyak atau lebih sedikit kelompok-kelompok yang terorganisir, juga
tentang kecenderungan-kecenderungan dan impuls-impuls yang
berhubungan dengan yang lainnya.12
Interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis
yang menyangkut hubungan antar individu dengan individu, antar
10 Sumadi Suryabrata, Psikologi Perkembangan II, (Yogyakarta : Fak. Psikologi UGM,
1980), hlm. 111. 11 Bimo Walgito, Psikologi Sosial Pengantar, op. cit., hlm. 120. 12 G. Karta Sapoetra, Hartini, Kamus Sosiologi dan Kependudukan, (Jakarta : Bumi
Aksara, 1992), hlm. 382.
���
kelompok dengan kelompok lain, ataupun antara individu dengan
kelompok.13
Jadi interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh
karena interakasi sosial tak akan mungkin ada kehidupan bersama,
bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan
menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelopok sosial. Pergaulan
hidup dalam suatu kelopok sosial, pergaulan hidup semacam itu baru akan
terjadi apabila orang-orang atau kelompok manusia bekerja sama, saling
berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama
mengadakan persaingan, penelitian dan lain sebagainya. Kehidupan sosial
itu sendiri tercermin dalam bentuk hubungan sosial yang didasari oleh rasa
kasih sayang, tolong-menolong, hormat-menghormati, tenggang rasa dan
sebagainya, yang semua itu merupakan hal-hal penting dalam ukhuwah.
Ini berlaku baik antar umat Islam khususnya, maupun antar individu-
ibdividu manusia pada umumnya.
Karena itu, Hammudah Abdallati, dalam bukunya Islam In Focus
juga menyatakan suatu bentuk struktur kehidupan sosial secara lebih jelas
sebagai berikut :
The structure of social life in Islam is very lofty, sound and comprehensive. Among the substantial elements of this structure are sincere love for one’s fellow human beings, mercy for young, respect for elders, visiting the sick, relieving the grieved-genuine feelings of brotherhood and social solidarity, respect for the rights of other people to life, property, and honor, mutual responsibility between the individual and society.14 Artinya : Struktur kebudayaan sosial dalam Islam sangatlah (diatur) dengan baik, tegas dan komprehensif, di antara unsur-unsur utama dari struktur ini adalah rasa saling cinta antar umat manusia, menyayangi yang lebih muda, menghormati yang lebih tua. Seiring sejalan dan menghibur orang yang sedang mendapat musibah,
13 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1990), hlm. 57. 14 Hammudah Abdallati, Islam In Focus, (USA : American Trust Publications, 1975),
hlm. 121.
���
menjenguk orang yang sedang sakit, meringankan beban orang yang sedang kesulitan, menciptakan rasa persaudaraan dan solidaritas sosial, menghormati hak-hak orang lain untuk memperoleh penghidupan yang layak, mencari kekayaan dan menjadi terhormat, serta melaksanakan tanggung jawab pribadi dan masyarakat. Jelasnya kehidupan sosial yang ideal yang syarat dengan nilai dan
norma sosial yang mengarah kepada menciptakan tatanan kehidupan
masyarakat yang serasi, yang dilandasi dengan rasa setia kawan, kerja
sama, interdependen dan seimbang.
Nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam
ajaran Islam. Oleh karena itu dapat dijadikan sebagai kerangka kehidupan
sosial, agar tercipta suatu tatanan kehidupan sosial yang harmonis, dinamis
dan sesuai dengan ajaran Islam.
Maka kesimpulannya adalah bahwa manusia selalu hidup bersama
atau kelompok pergaulan hidup yang berjiwa kekeluargaan dianggapnya
sebagai kodrat Tuhan yang menciptakan manusia sebagai isi alam semesta
yang hidupnya selalu bersama.
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Interaksi Sosial.
Berlangsungnya suatu proses interaksi sosial dipengaruhi oleh
banyak faktor tertentu. Faktor tersebut terdiri dari faktor imitasi, sugesti,
identifikasi dan simpati.
a. Imitasi
Imitasi sering disebut dengan meniru sesuatu. Faktor imitasi
merupakan faktor yang penting dalam proses interaksi sosial. dalam
fase dini dalam kehidupannya, manusia banyak belajar tentang
berbagai kebiasaan dan tingkah laku kedua orang tua dan saudara-
saudaranya.15 Imitasi tersebut dapat mendorong seseorang untuk
mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Apabila yang
15 M. Utsman Najati, Al-Qur’an dan Ilmu Jiwa, (Bandung : Pustaka, 1985), hlm. 175.
���
ditiru adalah tindakan-tindakan positif, maka akan mengakibatkan hal-
hal yang positif pula. Sebaliknya apabila yang ditiru adalah tindakan-
tindakan yang negatif, maka akan mengakibatkan hal-hal yang negatif
pula. Disamping itu, imitasi juga dapat melemahkan atau bahkan
mematikan pengembangan daya kreasi seseorang.
b. Sugesti
Sugesti dalam ilmu jiwa sosial dapat dirumuskan sebagai suatu
proses di mana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau
pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritrik lebih
dahulu.16
Faktor sugesti ini hampir sama dengan imitasi, tetapi titik
tolaknya berbeda : Sugesti dapat terjadi, apabila seseorang
memberikan suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dalam
dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. Kemudian pihak lain
yang menerimanya itu sedang dilanda emosi berlebih sehingga daya
fikirnya secara rasional terhambat. Oleh karena itu dia menjadi
menerima begitu saja pandangan atau sikap tersebut tanpa
pertimbangan-pertimbangan yang bersifat rasional. Sugesti ini juga
dapat terjadi apabila orang yang memberikan pandangan atau sikap itu
adalah orang yang berwibawa atau mungkin sifatnya yang otoriter.
Dengan demikian, seseorang mau tidak mau harus menerima apa yang
diberikan oleh orang tersebut. Selain itu, sugesti juga dapat terjadi,
apabila yang memberikan pandangan atau sikap tersebut adalah
kelompok mayoritas dari suatu masyarakat. Oleh karena itu bagian lain
yang minoritas harus menerimanya.
c. Identifikasi
16 W.A. Gerungan, Dip. L. PSYCH, Psikologi Sosial, (Bandung : Penerbit PT. Eresco,
1991), hlm. 61.
��
Identifikasi adalah sebuah istilah dari psikologi Sigmund Freud
dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan seorang lain.17
Identifikasi merupakan kecenderungan-kecenderungan atau
keinginan-keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan
orang atau fihak lain. Identifikasi ini bersifat lebih mendalam dari pada
imitasi. Dengan identifikasi, kepribadian seseorang dapat terbentuk.
Perasaan identifikasi kelas sosial cukup penting, sebab orang
cenderung meniru norma-norma perilaku kelas sosial yang dianggap
sebagai kelas sosial lainnya.18
Proses identifikasi dapat berlangsung secara sengaja (sadar)
atau tidak sengaja (tidak sadar). Dalam proses tersebut, diperlukan
adanya tipe-tipe ideal tertentu pada pihak yang dijadikan sebagai
obyek identifikasi. Proses identifikasi bberlangsung dalam suatu
keadaan, dimana seseorang yang beridentifikasi benar-benar mengenal
pihak lain, sehingga pandangan, sikap ataupun kaidah-kaidah yang ada
pada pihak lain tersebut dapat melembaga dalam dirinya dan dia benar-
benar dapat menjiwainya. Identifikasi mengakibatkan terjadinyaq
pengaruh-pengaruh yang lebih mendalam dari pada proses imitasi dan
sugesti.
d. Simpati
Simpati adalah suatu proses di mana seseorang merasa tertarik
pada pihak lain. Di dalam proses ini, yang memegang peranan adalah
perasaan. Dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk belajar
dari pihak lain yang lebih tinggi kedudukannya dan lebih dihormati.
Hal ini mungkin karena oleh adanya kelebihan-kelebihan tertentu yang
dimilikinya yang patut dijadikan contoh. Simpati ini hanya dapat
17 Ibid., hlm. 67. 18 Poul B. Horton. Chester L. Hunt, Alih bahasa, Drs. Aminuddin Ram, M.Ed., Sosiologi,
(Jakarta : Erlangga, 1999), hlm. 12 .
��
berkembang dalam suatu relasi kerja sama antara dua orang atau lebih,
yang menjamin terdapatnya rasa saling mengerti.19
Dengan demikian, pembentukan sikap sosial kalau
dihubungkan dengan sistem pendidikan sosial adalah menjadi
tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah dan masyarakat.
6. Proses Individu Dengan Lingkungan
Menurut Hubert Bonner yang dikutip oleh HM Arifin,
mendefinisikan interaksi sosial sebagai:
“Sosial interation is a tupe of relationship two or more persons in which the of the other. Trough interpersonal stimulation and respond the hiologial individual is slowly changed into a human being or personality….” Artinya: Interpretasi sosial adalah sebagai suatu bentuk hubungan antara dua orang atau lebih di mana tingkah laku yang lain, melalui dorongan diubah oleh tingkah laku yang lain, melalui dorongan antara pribadi dan respon antar pribadi tersebut seseorang yang bersifat biologis lambat laun berubah menjadi makhluk hidup atau pribadi….”20 Manusia di samping sebagai makhluk pribadi juga merupakan
makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia akan mengadakan
interaksi dengan manusia lainnya. interaksi sebagai pribadi maupun dalam
konteks sosial budaya, ekonomi, sosial, politik, atau yang lainnya, proses
interaksi dalam masyarakat itu pasti, sebab interaksi merupakan kunci dari
semua kehidupan sosial.21 Di samping itu, proses interaksi juga merupakan
perwujudan manusia sebagai makhluk sosial. Sehingga dalam konteks ini,
manusia akan menjalin komunikasi dengan bentuk kerja sama, tukar
19 Soerjono Soekanto, op., cit., hlm. 69-70. 20 H.M. Arifin, Psikologi Da’wah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), hlm. 68-69. 21 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali, 1983), Cet. IV,
hlm. 54.
���
pikiran, mengadakan persaingan, pertikaian, dan sebagainya. Bahkan
sangat mungkin yang satu dipengaruhi yang lainnya.
Hal senada juga disampaikan oleh David A. Korp dan W.C. Yoels
bahwasannya diri merupakan hasil bentuk ataupun ubahan lingkungan
melalui interaksi dengan orang lain.22
Jadi lingkungan memiliki peran yang sangat penting dalam
pembentukan ataupun pewarnaan seseorang, sehingga menciptakan
lingkungan yang sangat baik muthlak diperlukan. Hal ini dimaksudkan,
ketika terjadi proses interkasi sosial maka yang terserap oleh pribadi-
pribadi pelaku interaksi adalah yang baik (positif). Apa lagi kalau
pelakunya adalah anak-anak usia pubertas, yaitu anak yang masih berada
pada tahapan pencarian aku, mencari pedoman hidup. Pada masa ini
merupakan masa sosial anak sehingga pergaulan hidupnya tampil
demikian kuatnya.23 Namun yang perlu dicermati adalah belum
sempurnanya pengetahuan mereka untuk membedekan ataupun
menyeleksi segala corak kehidupan dalam masyarakat.
Agar lebih jelas persoalan interaksi ini maka penulis membagi
penjelasan mengenal :
a. Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial
Menurut Soejono Soekanto, syarat-syarat terjadinya interaksi
sosial ada dua, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi.
1) Kontak sosial
a) Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu:
Misalnya seorang anak belajar tentang hal-hal yang
terjadi dalam keluarga dengan bapak atau ibunya.
b) Antara orang perorang dengan suatu kelompok atau sebaliknya
22 Kamoto Sunarto (penyt), Pengantar Sosiologi, (Jakarta : Rajawali, 1983), Cet. 3, hlm.
54. 23 B. Simandjutak, dan Pasaribu, Psikologi Perkembangan,, (Bandung : Tarsito, 1980),
hlm. 79.
���
Misalnya seorang persatu didik yang diharuskan
mentaati peraturan atau tata tertib sekolah. Juga kelompok
partai tertentu yang harus menyesuaikan dengan kebijaksanaan
ketua partainya semacam partai komunis di China.
c) Antara kelopok manusia yang satu dengan kelompok lainnya.
Misalnya dua buah organisasi yang saling menjalin
kerjasama tentang suatu program.24
2) Komunikasi
Komunikasi didefinisikan oleh Onong Uchjana Efendi
sebagai berikut:
“Proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lesan, maupun tidak langsung melalui media”.25 Menurut definisi di atas, tujuan komunikasi adalah tidak
sekedar memberitahu suatu informasi, akan tetapi mempunyai
missi untuk mengubah sikap, pendapat maupun perilaku dan sukap
orang lain. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa komunikasi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahn individu,
termasuk perubahan sikapnya.
Dalam proses komunikasi harus mencakup dari beberapa
hal yang merupakan syarat terjadinya komunikasi. Hal-hal tersebut
adalah komunikasi (penyampaian pesan), media efek.
a) Dampak kognisi
Yaitu setelah menerima pesan dari komunikator, visi
intelektualnya akan meningkat, semakin pandai atau semakin
pintar atau semakin tahu
24 Soerjono Soekanto, op. cit., hal. 58-59. 25 Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, (Bandung : Rosdakarya, 1993), Cet. I, hlm. 5.
���
b) Dampak afeksi
Dampak ini lebih tinggi dari pada dampak kognisi
karena disini yang menjadikan tujuan bukan hanya untuk
sekedar tahu tetapi sudah dikehendaki adanya perubahan dalam
perasaan-perasaan hati.
c) Dampak behavior
Dampak behavior merupakan dampak yang tetinggi
karena yang dikehendaki oleh komunikator adalah munculnya
perubahan-perubahan perilaku atau tindakannya. Interaksi
sosial dapat berupa kerja sama, pertikaian, persaingan,
akomodasi.26
1) Kerjasama
Kerjasama dapat terjadi dalam kehidupan apabila
manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang sama,
tujuan yang sama ataupun ketagian yang sama. Kerja sama
ini di samping sebagai perwujudan manusia pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagai
manusia muslim juga memiliki nilai agamis yang tinggi,
sebab Islam menekankan akan pentingnya kerja sama,
bantu-membantu dan saling tolong-menolong dalam
kebaikan dan taqwa sebagaimana fiman Allah Swt. surat al-
Maidah ayat 2 :
��2�:3�;������(<���:3�=��>�?����@�:���.9A�!2B��(2
��C �%���D9A�:3�,>�E����:3�F,G���EH��I�J %2�;����
������K4.9�L� :3� �3�MN�� K ��6� �O�3� ���P$3� KQ$� !9
��������3, ��� IA� ;����� ,�)R�� !"� KS3,N� IA� ;�T� I�.?
26 Soleman B.Tanoko, SH., Struktur dan Proses Sosial, (Jakarta : Rajawali, 1984), Cet. I, hlm. 115.
���
���U�"����3��:3�V�� ��3�W���U�"����3��3�X3,���3�Y��I��
�Z �����,2,?�=��I��=�������3[���#,>R��\�]�
Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan mengganggu binatang-binatang hadya dan binatang-binatang qalaid, dan jangan mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang meraka mencari karunia dan keridaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji maka bolehlah berburu dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong berbuat aniaya kepada meraka dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolonglah dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (Q.S. al-Maidah: 2)27 Dalam kehidupan sosial kerjasama sangat
diperlukan sebab dalam usaha untuk mencapai tujuan tidak
selama manusia mampu mencapainya sendiri. Banyak hal
yang memerlukan orang lain dalam mencapai atau
memecahkannya.
2) Pertikaian
Pertikaian dapat terjadi karena salah penafsiran
terhadap suatu aktifitas yang dilakukan oleh orang lain.
pertikaian juga dapat terjadi akibat suasana kompotitif.
Akibat kompetitif ini menyebabkan bangkitnya nafsu untuk
menjatuhkan dan mengahancurkan persaingya.
27 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : Al-Waah, 1989), hlm. 157.
���
Apabila pertikaian ini muncul akibat salah
penafsiran terhadap suatu aktifitas tertentu yang dilakukan
oleh orang lain ataupun karena terjadinya salah dengar
tentang suatu berita maka harus dicari kejelasan tentang hal
tersebut sebagaimana firman Allah Swt.:
2̂���.9A�!2B���(2����������%�-��IA���.�% ��_%.��&���KS ̀��I�
D9,��K ����9�U�"���a%- ����(b�9�T[��� �������\
�]�
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa suatu berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (Q.S. al-Hujarat : 6)28
3) Persaingan
Persaingan dapat terjadi di semua bidang kehidupan
manusia, misalnya perasaingan di bidang ekonomi,
kebudayan, kedudukan dan jabatan politik, persaingan
karena perbedaan ras, dan sebagainya.
Bila persaingan tersebut terjadi dalam batas-batas
kewajawan maka akan membawa dapmpak yang positif.
Sebab akan membawa seseorang untuk berprestasi melebihi
orang lain. misalnya terjadi kompetisi kejujuran, kompetisi
meraih rangkaian satu di sekolah, dan sebagainya. Namun
bila persaingan terjadi dalam ketidak wajaran, maka akan
menimbulkan pertikaian karena menghalalkan segala cara.
28 Ibid., hlm. 846.
���
Tentang kompetisi ini Allah Swt. memerintahkan
kepada kita sebagaimana firman-Nya:
�3�������4��9�!2A� �7'�����% ���(���9�� ��(�3�c4
�����2,T�d�?�cS�e"�=��I����f �=��K4�� �2�[���#��%��
�\���]�
Dan bagi tiap-tiap umat ada qiblatnya sendiri yang ia menghadap kepada-Nya. Maka berlomba-lombalah kamu dalam berbuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari Kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah : 148).29
4) Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan dalam dua bentuk arti,
pertama mengacu kepada keadaan.30 Sebagai sebuah
proses, akomodasi mengacu kepada usaha mencapai
penyelesaian pertikaian. Sedangkan sebagai suatu keadaan,
ia akan mengacu kepada suatu keadaan setelah
menyelesaikan pertikaian.
Dapat difahami akomodasi merupakan terminal dari
pertikaian pada tahap ini. Pihak-pihak yang bertikai
mencari pemecahan konflik, pencarian jalan keluar oleh
kedua belah pihak dapat diserahkan kepada orang yang
lebih tua/ dituakan yang memiliki potensi lebih tinggi
29 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 38. 30 Soejono Soekanto, op., cit., hm. 68.
���
seperti kepala suku, alim ulama, dan sebagainya, bisa juga
diserahkan kepada lembaga pengadilan, akan tetapi akan
lebih baik apabila persoalan-persoalan mereka diselesaikan
dengan jalan musyawarah untuk mufakat. Dengan
musyawarah semua akan terlibat dalam penyelesaian
persoalan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Konsep
musyawarah ini sudah tercantum dalam sila keempat dalam
pancasila sekaligus pilihan tepat sebagai mana yang
termaktub dalam al-Qur’an:
�3��V$�?� K �9A3� #��-��� ��9TA3� KQ��� ���� �A� !2B�
�I���.2�K(.Tg$�h�3�K(.��[���V$�<���\��]�
Dan bagi orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka. (Q.S. As-Syura : 38).31
7. Masyarakat dan Permasalahannya.
Apabila dicermati maka dapat disaksikan bahwasanya
masyarakat sedang menghadapi masalah hidup. Masalah-masalah
tersebut bila diiventarisir maka terdapat jumlah yang sangat banyak
dan komplek.
Pada skripsi ini tidak semuanya akan terulas, namun haqnya
beberaqpa saja yang menurut hemat penulis sangat penting dan
mendesak untuk dicarikan solusi. Masalah-masalah tersebut antara
lain:
a. Moralitas
31 Soenarjo Soekanto, dkk., op., cit., hlm. 789.
���
Moralitas merupakan masalah yang sangat menentukan
dalam kehidupan manusia. Apabila dikaitkan dengan derajat
kemanusiaan maka moral akan dapat mempengaruhi tinggi dan
rendahnya martabat manusia.
Dalam perkembangan zaman ini, banyak manusia yang
tidak lagi memperhatikan masalah moral ini. Meraka tidak lagi
memilki rasa malu. Secara terbuka maupun sembunyi banyak
manusia yang melanggar norma-norma agama dan masyarakat. Hal
ini berakibatnya pada banyaknya korupsi, kolusi, manipulasi,
perzinaan, pemerkosaan, gambar-gambar porno dan sebagainya.
Dalam konteks kenegaraan, moral ini harus diunjung tinggi oleh
para pemimpin bangsa. Apabila moral telah dilupakan oleh para
pejabat negara dan pelaku politik, yang seharusnya menjadi teladan
dan mengayomi rakyatnya, yaitu dengan memberikan katabelece,
order, modal, kemudahan fasilitas dan kebijakan ekonomi yang
menguntungkan bagi keluarga, sahabat dan orang-orang yang
dekatnya. Padahal setiap tanggal 17 disetiap bulannya mereka fasih
menghafalkan sapta prasetya korpri yang diantaranya berbunyi :
Mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi atau golongan. Janji tinggi janji bulan madu hanya
eksploitasi terhadap sumber daya alam dan manusia (buruh)
dengan gaji yang rendah dan perlakuan yang kurang manusiawi,
dan ini jelas-jelas merupakan pengkhianatan terhadap konsesus
nasional yang tertuang dalan UUD 1945. Sudah pasti yang terjadi
dalam kehidupan ketatanegaraan adalah kebobrokan di sana sini
yang akan mengakibatkan pada rapuhnya sendi-sendi kedaulatan.
Sebagaimana yang telah penulis kemukakan dalam sub bab
terdahulu bahwasanya kepribadian manusia dilihat dari rendahnya
moral atau akhlaknya. Oleh karena itu, supaya identitas pribai atau
personal identity tetap terjaga manusia harus bertakwa, yaitu
pengalaman seluruh nilai-niali positif serta menghindarkan segala
��
nilai-nilai buruk. Untuk mencapai moral yaqng tinggi masih ada
jalan lain yaitu ihsan. Pengertiannya adalah segala yang
berhubungan ketundukan yang ikhlas kepada Allah Swt.
Dalam pandangan kami, takwa memilki korelasi langsung
dengan akhlak. Maksudnya adalah orang yang memilki derajat
takwa yang tinggi akan memilki moral (akhlak) yang tinggi pula.
Sebaliknya, orang-orang yang derajat takwanya rendah maka
dipastikan memilki akhlak yang rendah pula.
b. Pendidikan
Pada bab XIII pasal 31 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945
dikatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan”, dan pasal (2) “setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. Hal ini
berarti seharusnya anak-anak yang masih berada pada usia sekolah
berhak mendapatkan pengajaran sekolah. Namun pada era
reformasi sekarang belum sempat dapat mengenyam pendidikan di
sekolah. Banyak kendala yang melatarbelakangi masih banyaknya
anak-anak yang tidak sempat mengenyam pendidikan, tetapi
kesemuanya bermuara pada minimnya dana yang tersedia
sementara setiap lembaga pendidikan baik yang swasta maupun
negeri menerapkan “tarip” uang sekolah yang demikian mahal.
Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan
nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.32
32 UUSPN, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), hlm. 5-6.
��
Kebijakan pemerintah menghapuskan biaya SPP untuk
Sekolah Dasar dan sekolah Lanjutan Pertama itu didengang-
dengungkan saja pada pemilu tapi kenyataannya omong kosong
belaka. Sebab ternyata masih saja tuntutan belum masuk (belum
diterima) saja sudah diminta uang. Lebih-lebih kalau sudah
diterima dituntut untuk bayar hal-hal lain termasuk buku-buku
pelajaran. Tingginya uang sekolah dan minimnya dana yang
tersedia pada masyarakat membuat masih banyaknya anak-anak
usia sekolah yang tidak masuk pada lembaga pendidikan,
walaupun pendidikan dasar.
Agar suatu cita-cita yang tertuang dalam UUD 1945
tercapai, pemerintah yang merupakan penyelenggara pendidikan
yang utama harus lebih banyak lagi mensubsidi segala keperluan
pendidikan dan harus betul-betul dilaksanakan dan bukan dikorup.
Kebutuhan yang sangat vital yaitu laboratorium dan perpustakaan
harus dinomorsatukan. Apabila kebutuhan buku bisa dipenuhi oleh
perpustakaan, maka peserta didik yang tidak mampu akan dapat
memanfaatkan. Dengan terpenuhinya berbagai kebutuhan sekolah
dari subsidi pemerintah maka diharapkan lemabaga pendidikan
tidak menarik uang macam-macam dari peserta didik.
Lembaga pendidikan yang dikelola oleh swasta dalam hal
pembiyaan pendidikan terdapat jalan alternatif, pertama adalah
tanah wakaf. Hal ini sangat tergantung pada para dermawan.
Apabila ada wakaf maka lembaga pendidikan harus mampu
mengelola memanfaatkan sebaik mungkin. Kedua adalah bank,
seberapapun kecilnya yang yang ada, baik uang yang dari peserta
didik maupun yang lain harus didepositokan untuk diambil
keuntungannya. Ketiga adalah memanfaatkan uang pangkal dan
uang sekolah. Dengan cara-cara di atas sangat membantu kaum
papa supaya dididik sangatlah sedikit. Oleh karena itu setiap
���
lembaga pendidikan harus memiliki bidang usaha-usaha berupa
tanah persawahan, perkebunan, perikanan dan sebagainya.
Individu manusia lahir tanpa memiliki pengetahuan apapun,
tetapi ia telah dilengkapi dengan fitrah yang memungkinkannya
untuk menguasai berbagai pengetahuan dan beradaban. Dengan
memfungsikan fitrah itulah ia belajar dari lingkungan dan
masyarakat orang dewasa yang mendirikan institusi pendidikan.
Masyarakat primitifpun memiliki kondisi yang serupa dengan
individu manusia yang baru lahir. Mereka pada mulanya tidak
berperadaban. Namun melalui proses belajar dengan mengikuti
pola-pola dan norma-norma sosial, mengikuti diri pada ideologi
dan sistem nilai, serta terlibat dalam aktivitas saling menukar
pengetahuan dan pengalaman mereka kemudian menjadi
masyarakat yang berperadaban dan beradab.
Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat.
Pendidikan selalu menjadi tumpuhan harapan untuk
mengembangkan individu-individu dan masyarakat. Memang
pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban,
pengembangan masyarakat dan membuat generasi mampu berbuat
banyak bagi kepentingan mereka.
Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem
pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba-hamba Allah, oleh karena itu Islam
mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik di
dunia maupun di akhirat.
Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental,
moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi
untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam
masyarakat, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas
serta menanamkan rasa tanggung jawab. Usaha kependidikan bagi
���
manusia menyerupai makanan yang berfungsi memberikan vitamin
bagi pertumbuhan manusia.33
8. Tanggung jawab sosial terhadap kaum dlu’afa
Dan apabila kita membuka lembar sejarah, khususnya sejarah umat
Islam, niscaya kita dapatkan bahwa sejarah umat Islam mengharuskan kita
kembali kepada Islam. Kelahiran Islam merupakan tuntutan sejarah yang
memang sudah ditunggu umat seluruh dunia, karena hal tersebut dikaitkan
dengan kondisi sosial saat itu. karena di mana nilai-nilai kemanusiaan,
keadilanlah yang terjajah oleh kejahiliyahan. Manusia tidak lagi bebas
merdeka melakukan aktivitasnya, padahal pada saat yang sama, di gubuk-
gubuk reyot, gelandangan merintih. Di tempat lain, banyak orang Islam
tidak bisa melanjutkan sekolah karena tidak punya biaya. Sementara, tak
sedikit juga wanita yang terpaksan mengorbankan kehormatannya untuk
memelihara selembar nyawa yang dimilikinya. Dalam hubungan inilah
kita berbicara tentang tugas pembebasan dlu’afa. Kata Sayid Sabiq inilah
hak orang-orang yang memerlukan pada harta orang-orang kaya, yang
ukurannya sejumlah apa yang memenuhi kebutuhan pokok mereka berupa
sandang, pangan dan papan serta kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya
yang amat diperlukan oleh manusia supaya ia hidup layak sebagaimana
manusia.34
Dalam firman Allah surat al-Isra ayat 24 menyebutkan :
�3�����i��$� jS� j(k$�� Z $� cT3� �k���� !9� *B��� l.�� jG� m �n
�7JN[��� �̀��X��\��]�Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : wahai Tuhanku, kasihilah mereka
33 Nur Uhbiyati, Ilmu Pebndidikan Islam, (Bandung : CV. Pustaka Bandung, 1997), hlm.
13. 34 Sayid Sabiq, Islamuna, Beirut, (Beirut : Dar al-Kutub al-A’rabi, t.th.), hlm. 251.
���
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.35 (QS . al-Isra : 24) Lalu datanglah Islam menjadikan sesuatu yang baru dari umat
tersebut. Islam datang mempersatukan perpecahan-perpecahan,
menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati akal pikiran dan
hatinya, mengajarkan ilmunya yang semula tidak dimilikinya,
membimbing mereka keluar dari kesesatan. Mereka yang semula lemah
menjadikan umat yang kuat. Islam mengajarkan sistem yang tadinya tidak
mereka miliki dan mengajarkan kesucian kepada mereka yang sebelumnya
menghalalkan segala cara. Islam mengajarkan kelurusan sesudah
menyimpang kebenaran, mengajarkan tauhid sesudah berhalaisme,
menjadi umat terpelajar dan terdidik yang sebelumnya adalah umat yang
buta huruf, para kaum miskin yang lemah mendapatkan perlindungan dan
santunan. Kelahiran Islam dengan Nabi Muhammad SAW sebagai
penyampai wahyu dari Allah SWT, mengantarkan kepada tatanan dunia
baru yang aman, tenteram, damai dan penuh rahmat sebagaimana firman
Allah Swt.;
93:��o.��$A��Dj������k$[��� ̀�%�+��\��]�
Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.36 (Q.S. al-Anbiya: 107) Kepedulian terhadap nasib orang lain telah dicontohkan oleh
Rasulullah Saw. oleh kaum Ansor dengan kaum Muhajirin dari Mekkah.
Mereka tidak saja menjalin keakraban secara fisik, melainkan keakraban
hati sebagai saudara sesama muslim. Pengibaratan keakraban ini adalah
bagaikan satu tubuh, sehingga derita yang dialami kaum muhajirin harus
terasakan pula oleh kaum ansor. Dan juga sebaliknya, kenikmatan dan
35 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 428. 36 Ibid., hlm. 508.
���
rahmat yang dilimpahkan oleh Allah Swt. kepada kaum Ansor harus
terasakan pula oleh kaum Muhajirin yang tidak membawa apa-apa ketika
hijrah keculai rasa cintanya yang begitu besar terhadap Allah Swt. dan
Rasulnya. Kepedulian yang ditujukan kaum Ansor semakin kokohnya
persaudaraan antara suku dan bangsa, pada tahapan selanjutnya mampu
mengangkat harkat dan martabat Islam yang dibawa oleh Nabi Saw.
Kepribadian seseorang yang berhubung langsung kepada Allah
Swt. seharusnya manusia memanifestasikan hubungan Allah Swt. ini
dalam hubungan dengan sesama manusia, sosial. Kedua bentuk hubungan
antara manusia dengan Allah Swt. telah tergambarkan dengan jelas yaitu
sholat. Ketika seseorang sholat dan memulai dengan takbiratul ikhram,
sekaligus manusia memulai berhubungan dengan Sang Khaliq, dan ketika
sholat itu diakhiri dengan salam yaitu dengan menengok kekanan dan
kekiki itu berarti manusia telah mencoba membuka kesadaran diri tentang
dimensi sosial dan kemanusiaan.
Tugas kita sebagai orang mukmin adalah mengentaskan
kemiskinan tidak bisa hanya dilakukan sekali, tetapi diperlukan
penyelesaian yang terus menerus tanpa kenal berhenti. Sebabnya adalah
kemiskinan yang ada diseluruh dunia ini tidak bisa dihilangkan akan tetapi
hanya bisa diminimalkan-seminimalkan mungkin, selagi ada kehidupan
maka kemiskinan juga ada. Sebagainya kita ketahui bahwa misi kerasulan
Muhammad adalah “rahmatan lil al-alamin”, yaitu kekuatan pembebas.
Islam harus mempu membebaskan orang-orang dari kemiskinan,
ketertindasan, ketidakadilan, kebodohan, dan sebagainya, dan apabila para
pemeluk Islam belum mampu melaksanakannya berarti misi rahmah lil
alamin telah gagal. Orang-orang kuat (kaya dan berkedudukan) dia harus
mau mengarahkan pandangannya kepada orang yang lemah. Dalam kontek
ini umat Islam jangan sampai bersunnah Sayyiah (berkebiasaan jelek).
Maksudnya adalah memandang kemiskinan sebagai persoalan individu
yang ditanggung dan diselesaikan sendiri.
���
Dan kita semua harus bisa seperti Rasul bagaimana membebaskan
masyarakat yang tertindas ini? Nabi Muhammad Saw. melanjutkan risalah
nabi-nabi terdahulu-risalah Nabi Musa a.s. yang menyelamatkan kaum
yang tertindas dari cengkraman Fir’aun, dan risalah Isa a.s. yang
menggembirakan kaum fuqaha dan masakin. Mari kita lihat apa yang
dilakukan Rasulullah Saw. Untuk membela kelompok masyarakat yang
tertindas, yaitu membangkitkan harga diri rakyat kecil dan dlu’afa’,
membangkitkan harga diri fuqaha dan masakin, sebab mereka adalah
kelompok masyarakat yang sering direndahkan, di caci, dan dimaki. Untuk
menumbuhkan harga diri kaum muslimin ini Rasulullah Saw. memilih
hidup di tengah para hamba sahaya dan orang miskin. Sebagai pemimpin
orang kecil, sebagai pembebas kaum dlu’afa’, Rasulullah Saw. memilih
hidup seperti mereka, ia hidup sederhana, karena ia tahu sebagian besar
sahabatnya masih menderita. Ditahannya lapar berhari-hari, karena ia
mengerti bahwa sebagian sahabatnya juga sering mengalami kelaparan
“Aku duduk sebagaimana duduknya budak belian”, kata Rasulullah Saw.
“dan aku makan sebagaimana makannya budak belian” ia tidur di atas
tikar kasar yang dianyamnya dengan tangan sendiri, dan sering tampak
pada pipinya bekas-bekas tikar itu. Umar pernah meneteskan air mata
karena terharu melihat rumah Rasulullah Saw. hanya diperlengkapi
dengan ghariba (wadah air dari kulit) dan roti yang sudah mengitam. Ia
memilih hidup sederhana, bukan karena ia mengharamkan yang halal,
melainkan ingin merasa dekat dengan mereka yang paling miskin. Dia
sebagai pemimpin, tak ingin membuat jarak dengan mereka.
Dengan cara inilah, Rasulullah Saw. mengangkat derajat orang
miskin, orang lemah, dan orang tertindas. Dengan cara inilah Rasulullah
Saw. ingin mengajarkan kita, bahwa untuk membela mereka yang lemah,
miskin, dan tertindas, kita harus membangkitkan dulu harga diri mereka
sebagai manusia, para ahli sosiolog bahwa dalam suatu masyarakat yang
tertindas terjadi prose dehumanisasi kaum lemah.
���
Inilah kepemimpinan Rasulullah Saw. beliau tidak hanya memilih
menjadi pemimpin yang membebaskan manusia dari pembudakan kepada
berhala menuju pengambaan kepada Allah Swt, melainkan juga
membebaskan manusia menuju tauhidul ummah, menuju kesatuan umat
yang berdasarkan keadilan dan persamaan. Saat ini, ketika kita sering
terpakau oleh kemewahan dunia, tatkala orang miskin berteriak menunggu
pembelanya, kita membutuhkan pemimpin semacam Rasulullah Saw.
Pemimpin Islam ialah pemimpin yang memihak rakyat kecil, bukan
pemimpin yang elitis, pemimpin umat Islam ialah mereka yang memilih
hidup sederhana, karena tahu bahwa sebagaimana umat Islam yang lain
masih hidup dalam kepapaan. Gerakan kebangkitan Islam seharusnya tak
hanya menyemarakkan masjid, melaikan juga menggebirakan orang-orang
yang tertindas.
9. Perubahan sikap sosial
Setiap masyarakat manusia selama hidupnya pasti mengalami
perubahan-perubahan. Perubahan mana dapat berupaa perubahan yang
tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-
perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula
perubahan-perubahan yang lambat sekali, dan juga yang berjalan dengan
cepat. Perubahan-perubahan hanya akan dapat ditemukan oleh seorang
yang sempat memiliki susunan dan kehidupan ssuatu masyarakat pada
suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan
masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak
sempat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa dikehidupan
masyarakat desa di Indonesia misalnya, akan berpendapat bahwa
masyarakat tersebut statis, tidak mau dan tidak berubah. Pernyataan
demikian didasarkan pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang
mendalam dan teliti. Karena tidak ada suatu masyarakatpun yang berhenti
pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Orang-orang desa sudah
���
mengenal berdagang alat-alat transport modern, bahkan dapat mengikuti
berita-berita mengenai daerah lain melalui video, televisi dan sebagainya.
Jadi apabila Al Vin L. Bertrad berpendapat bahwa awal dari
perubahan itu adalah komunikasi, yaitu proses dengan mana informasi
disampaikan dari individu yang lain. maka yang dikomunikasikan itu tidak
lain adalah gagasan-gagasan, ide-ide atau keyakinan-keyakinan maupun
hasil budaya yang berupa fisik itu.37
Perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini
merupakan gejala yang normal pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat ke
bagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern, penemuan
baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat, dengan cepat dapat
diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut.
Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman
dahulu, namun dewasa ini perubahan-perubahan terebut berjalan dengan
sangat cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya.
Perubahan-perubahan sering berjalan secara konstan, ia tersebut memang
terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi karena sifatnya berantai, maka
perubahan terlihat berlangsung terus, walau diselingi keadan dimana
masyarakat mengadakan berorganisasi unsur-unsur struktur masyarakat
yang terkena perubahan.
Perubahan-perubahan itu merupakan fungsi dari berbagai faktor
perubah, antara lain ;
1. Karakteristik sosial dan budaya masyarakat target (klien) seperti
jumlahdan perbandingan tenaga kerja wanita dan pria. Tingkat
solideritas antara anggota masyarakat, keterkaitan dengan adat-istiadat,
tingkat pendapatan, letak suatu pedesaan dari pusat kegiatan ekonomi
pasar, tingkat pendidikan, dan lain-lain.
37 Salman B. Taneko, Struktur dan Proses Sosial Suatu Pengantar Sosiologi
Pembangunan, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 136.
���
2. Karakteristik teknologi yang diperkenankan pada masyarakat sasaran.
Bentuk dan kualitas, kemudahan mengoperasikan, harga, teknologi
yang diperkenalkan itu mempengaruhi tingkat adopsi. Tingkat adopsi
ini, betapapun, akan mempengaruhi perilaku proses sosial, perubahan
sosial kita.
3. Karakteristik mereka yang memperkenalkan teknologi tersebut. siapa
mereka, bagaimana pengetahuan mereka tentang kelompok sasaran,
jarak sosial antara mereka dan klien, pengetahuan dan peguasaan
mereka terhadap teknologi yang mereka perkenalkan.
4. Model (pendekatan) yang mereka pahami dalam memperkenalkan
teknologi tersebut kedalam masyarakat ssasaran. Edukatif, paksaan,
sekunder, persuasif atau cara tertentu lainnya. Masing-masing cara
tersebut akan menghasilkan tingkat adopsi yang berbeda-beda.38
2. Lingkungan Tempat Tinggal
1. Pengertian Lingkungan Tempat Tinggal Pedesaan dan Perkotaan.
Secara etimologi, lingkungan diartikan sebagai “Semua yang
mepengaruhi pertumbuhan manusia dan hewan”.39 Sedangkan secara
terminologi oleh Abdul Aziz el-Quussiy, lingkungan didefinisikan sebagai
“Semua faktor yang mempengaruhi seseorang sejak permulaan
pertumbuhannya”.40 Definisi tersebut sangat umum, tentunya mencakup
aspek fisik dan aspek psikis, jadi lingkungan tidak hanya merupakan
lingkungan fisik, melainkan ada pula lingkungan yang berbentuk psikis.
Pendapat di atas dapat dilihat dengan jelas pada pengertian yang
dikemukakan oleh Prof. F. Patty, MA., : yaitu “segala sesuatu yang
38 Bahrein T. Sugihen, Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar), Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), hlm. 5-59. 39 Tim Penyusun Kamus P3B, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1990), hlm. 526. 40 Abdul Aziz el-Qussiy, Pokok-pokok Kesehatan Mental/Jiwa, (Jakarta : Bulan Bintang,
t.th.), hlm. 49.
��
mengelilingi di dalam hidupnya, baik dalam bentuk lingkungan fisik,
seperti orang tuanya, rumahnya, kawan-kawannya, masyarakat sekitarnya
maupun dalam bentuk lingkungan psikis, seperti misalnya perasaan yang
dialaminya, cita-citanya, persoalan-persoalan yang dihadapinya, dan
sebagainya”.41
Adapun tempat tinggal, sesuai dengan pengertian yang diambil dari
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rumah tempat orang tinggal”.42
Jadi yang dimaksud dengan lingkungan tempat tinggal adalah
lingkungan dimana seseorang atau sekelopok orang bermukim atau
bertempat tinggal yang meliputi keluarga, rumah tempat tinggal, cita-cita
hidup, kawan-kawan bermain, masyarakat, pengalaman batin, problem
yang dihadapi, dan sebagainya.
Adapun yang dimaksud tempat tinggal pedesaan adalah lingkungan
di mana seseorang atau sekelompok orang bermukim atau bertempat
tinggal di daerah tertentu yang memiliki karakteristik dan ciri-ciri tertentu.
Sedangkan lingkungan tempat tinggal perkotaan adalah lingkungan
di mana seseorang atau sekelompok orang bermukim atau bertempat
tinggal dalam satu wilayah yang merupakan pusat kegiatan ekonomi,
pemerintahan, kesenian dan ilmu pengetahuan.
2. Bentuk dan Macam-macam Lingkungan
Apabila mencermati pengertian yang dikemukakan oleh F. Patty,
maka kita akan temukan pengelompokkan yang terdiri dari lingkungan
fisik dan lingkungan psikis. Lingkungan fisik meliputi keluarga, rumah,
masyarakat, kawan bermain, dan sebagainya, sedangkan lingkungan psikis
meliputi perasaan-perasaan yang dialami, cita-cita hidup dan persoalan-
persoalan yang dihadapi.
41 F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), hlm. 58. 42 Tim Penyusun Kamus P3B, op. cit., hlm. 923.
��
Namun untuk mengupas lingkungan psikis sangat kesulitan karena
kurangnya literatur. Oleh karena itu, pada bagian ini hanya akan dikupas
lingkungan secara fisik.
Menurut Ngalim Purwanto, M.P., lingkungan dibagi menjadi tiga
bagian yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat.43
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah “Suatu kesatuan yang terkecil dalam
masyarakat yang diikat tali perlkawinan yang sah”. Walaupun hanya
merupakan lingkungan terkecil, namun keluarga mempunyai pengaruh
yang luar biasa terhadap anak sejak ia masih kanak-kanak, bahkan
ketika ia masih dalam kandungan.
Kebiasaan-kebiasaan atau perilaku dan juga kondisi rumah
yang dilihat, didengar atau dirasakan oleh anak akan terserap yang
kemudian membentuk kepribadian anak. Keadaan rumah yang baik
akan menjadikan anak yanmg berkepribadian yang baik, demikian pula
sebaliknya keluarga yang rusak akan dapat membentuk pribadi anak
yang rusak pula. Berkaitan dengan hal tersebut dapat dikemukakan
suatu contoh: apabila anak menyaksikan ketidakcocokan antara ayah
dan ibunya, dalam keluarga sering terjadi ketegangan atau salah
pengertian, maka anak yang baru tumbuh itu akan mengalami
keguncangan jiwa, karena sering merasa takut. Apabila anak yang
dalam pertumbuhannya kurang mendapat perhatian dan kasih sayang
dari keluarganya maka anak akan tumbuh dan berkembang dengan
tanpa memilki rasa kasih sayang terhadap sesama.
Suasana beragama dalam keluarga juga akan sangat
mempengaruhi sikap agama atau beragama dari anak. Kondisi
keluarga yang agamis serta secara dini dan berkala menanamkan nilai
43 M. Ngalim Purwanto, MP., Ilmu Pendidikan, (Bandung : Remaja Karya, 1988), hlm.
148.
���
agama yang diajarkan. Semakin jauh dan keringnya suatu keluarga dari
nilai-nilai agama, maka pribadi anakpun akan menjadi semakin kering
dan jauh dari nilai-nilai agama.
Hal ini sesuai dengan fungsi pendidikan dan fungsi agama
keluarga.44 Fungsi pendidikan maksudnya, keluarga merupakan guru
bagi anak sebelum anak dididik orang lain. Sedangkan fungsi agama
maksudnya, bapak dan ibu bertindak sebagai pendidik dan mengajar
nilai-nilai agama.
Oleh karena itu, orang tua harus mampu menjalankan fungsi
sebagaimana Luqman al-Hakim yang dikisahkan dalam al-Qur’an :
�3=��o�<��:�i%2��p�2�� 3��.�X�Ij���*T�O��q���o�<���I�
�K�p"�K�p�[���Ij���\��]�
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia memberi pelajaran kepadanya: Hai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah Swt. sesungguhnya mempersekutukan Allah Swt. adalah benar-benar kedzaliman yang besar. (Q.S Luqman.13)45
Sejak kecil setiap orang telah terbiasa bergaul dengan
lingkungan dan mempunyai keterkaitan dengan lingkungan sosialnya.
Keterkaitan manusia dengan lingkungan sosialnya oleh karena itu
setiap individu melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam setiap
tahap perkembangannya. Dalam kaitan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya setiap individu harus dapat melakukan
komunikasi dengan berbagai macam tipe kepribadian yang dimiliki
oleh berbagai macam individu. Peranan interaksi sosial untuk
44 Koestoer Partowiastro, Dinamika Psikologi Sosial, (Surabaya : Erlangga, 1983), Cet. 1,
hlm. 90. 45 Soenarjo, dkk., op. cit., hlm. 654.
���
melakukan penyesuaian diri agar dapat diterima oleh masyarakatnya
memainkan peranan penting dalam perjalanan hidup seseorang
Anak akan mempunyai sikap sosial yang luhur apabila dalam
kehidupan sehari-harinya, tolong-menolong, membantu yang
kekurangan dan lemah, sosialisasi dengan lingkungan sekitar,
kepedulian sosial harus ditanamkan dan dibiasakan pada anak,
sehingga pada saatnya nanti� si anak akan memiliki sikap sosial yang
luhur. Anak dibiasakan dengan sikap bekerjasama dengan orang lain
yang nantinya sikap ini akan terimplementasi oleh anak yang
kemudian terefleksikan kedalam bentuk sikap yang tidak egois. Dalam
hal ini contoh suri tauladan dari orangtua sangat diperlukan oleh anak
disamping ucapan-ucapan, sehingga anak mudah menerima hal-hal
yang baik. Tanpa ini rasanya mustahil anak dapat dengan sendirinya
mengerjakan yang baik. Hal ini pula yang dikerjakan Rasulullah Saw.
saat hendak berdakwah dengan perincian 75 % melalui tauladan dan
25 % melalui ucapan.46
Orang tua harus memperhatikan pendidikan anaknya agar
menjadi anak yang sholeh, muatan pendidikan yang diberikan kepada
anak harus meliputi unsur aqidah, ibadah dan akhlak.47
Dengan demikian, dimensi insaniyah dan Ilahiyah dapat
diterima oleh anak tanpa melupakan salah satunya
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lembaga untuk belajar dan untuk mengajar serta
tempat menerima dan memberi pelajaran.48 Pada lingkungan inilah
individu mendapatkan pendidikan dan pengajaran untuk menghadapi
alam sekitarnya. Lingkungan ini individu dapat mengadakan interaksi
46 Umar Hasyim, Cara Mendidik Anak dalam Islam, (Surabaya : Bina Ilmu, t.th.), hlm.
158. 47 Hasan Basri, Keluarga Sakinah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,1995), Cet. I,hlm. 89. 48 Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), Cet. IV, hlm. 796.
���
dengan teman sekolahnya, adik kelas, kakak kelas, guru serta
karyawan sekolah.
Istilah pendidikan ini yang dipakai dalam Undang-undang no
20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam Undang-
undang tersebut pendidikan didefinisikan sebagai :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”49
Sedangkan tujuan pendidikan nasional dirumuskan sebagai
berikut;
“Tujuan pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqawa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”50
Menurut tujuan di atas dapat diketahui bahwa yang ingin
disampaikan kepada peserta didik tidak hanya pengetahuan
(knowledge) saja, melainkan juga nilai-nilai ketakwaan kepada Allah
Swt. tidak hanya kesehatan fisik saja, akan tetapi kesehatan mental
atau kita sebut rohani, tidak hanya berdimensi individual, tetapi juga
mencakup dimensi sosial bahkan merupakan bagian yang paling
penting.
Oleh karena itu, lembaga-lembaga pendidikan dalam proses
belajar mengajar semestinya tidak memberikan pengetahuan semata,
akan tetapi muatan-muatan rohani juga harus diperhatikan, bahkan
semestinya menjadi prioritas umat. Melatih peserta didik memilki rasa
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan, jangan sampai dalam
49 UUSPN, op. cit., hlm. 2. 50 Ibid., hlm. 5-6.
��
proses interaksi peserta didik dengan warga lingkungan pendidikan
lainnya dibiarkan terjadi kemunculan sifat egois atau individualis.
Sebagaimana kita ketahui bahwasannya peserta didik memiliki
latar belakang sosial, budaya dan ekonomi yang berbeda. Kebudayaan
tersebut jangan sampai menyebabkan peserta didik merasa menjadi
orang lain dan bukan menjadi bagian dari orang lain.
Diakui oleh Emile Durkheim bahwa, lembaga pendidikan
bukan merupakan lembaga tempat pelepasan emosi dan tempat
berbagai kasih sayang sebagaimana dalam keluarga. Lembaga
pendidikan harus dijadikan tempat melatih peserta didik dalam
kehidupan kolektif.51
Sungguh sangat ironis sekali apabila lembaga pendidikan yang
semestinya menjadi tempat pendidikan kehidupan kolektif, tatapi
justru terbalik menjadi tempat pengembangan individualisme dan
egoisme. Untuk mengatasi hal ini, lembaga pendidikan harus benar-
benar menanamkan pentingnya pendidikan kolektif, tolong menolong
dan sebagaimana. Pembiasaan menolong kepada yang lemah dan
membutuhkan pertolongan mutlak diperlukan. Disamping itu,
melibatkan peserta didik dalam organisasi OSIS, PMR, vocal Group,
Club Olah Raga dan sebagainya juga sangat mendukung kepentingan
tersebut.
Jadi dalam konteks ini pendidikan yang paling tanggungjawab,
tidak hanya mentransformasikan pengetahuannya kepada anak didik
tapi juga mempunyai tugas untuk membentuk insan kamil.
Guna menunjang tugas guru dalam membentuk insan kamil
akan diperlukan kurikulum yang benar-benar sesuai yaitu yang
memilki ciri-ciri keterpaduan antara aspek duniawi dan ukhrowi.
51 Emile Durkheim, Pendidikan Moral, (Jakarta : Erlangga, 1990), hlm. 171.
��
Menurut Al-Abrasyi, kurikulum pendidikan harus memuat prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1) Harus ada materi yang mengarah pada pendidikan rohani, aqidah
2) Harus pula memuat tuntutan hidup, ilmu fiqih dan akhlak
3) Mengandung unsur ilmiah
4) Secara praktis harus bermanfaat
5) Mata pelajaran yang diajarkan harus memilki fungsi yang dapat
digunakan untuk mempelajari ilmu lain.52
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang terdiri atas kelompok-
kelompok manusia yang hidup secara akolektif dengan pengertian-
pengertian dan tanggapan-tanggapan yang kolektif pula. Dan hanya
dengan kehidupan kolektif itulah yang dapat menerangkan gejala-
gejala sosial. Pada lingkungan ini individu semakin menghadapi
norma-norma yang semakin kompleks, individu dituntut untuk dapat
menyesuaikan diri keadaan lingkungan masyarakat tempat individu
berada. Pada lingkungan ini individu berinteraksi semakin luas, yaitu
dengan anak yang di umur di bawahnya, teman-teman sebaya, orang
dewasa dan kepada orang tua termasuk tokoh masyarakat. Ia berbeda
dengan lingkungan keluarga dan lingkungan pendidikan. Lingkungan
masyarakat ini merupakan lingkungan yang tidak sempit bahkan bisa
dikatakan tidak ada batasannya, lingkungan masyarakat ini di
dalamnya mencakup keseluruhan aspek kehidupan, baik dari aspek
ekonomi, sosial, budaya maupun politik.
Banyak hal yang terdapat dalam masyarakat, mulai dari cara
berpakaian, potongan rambut, bentuk rumah, gaya hidup, pola hidup
bermasyarakat hingga sampai pada kebiasaan-kebiasaan dalam
keseharian.
52 M. Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1970), hlm. 173-147.
��
Anak merupakan bagian dari masyarakat, ia berada ditengah-
tengah manusia lain. Selanjutnya anak tersebut akan melakukan
interaksi dengan kawan bermain atau dengan manusia dewasa yang
kesemuanya memilki kebiasaan dan perilaku fisik dan psikis. Interaksi
antara manusia yang stu dengan yang lain adalah pasti dan jelas.
Manusia sebagai makhluk soaial akan sangat mustahil apabila ia
membiarkan dirinya sendirian tanpa orang lain, hal ini sesuai dengan
penegrtian masyarakat yang dikemukakan oleh Koentjoroningrat:
“Kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan yang terikat oleh para identitas bersama”53
Menurut penegrtian di atas, proses interaksi tidak hanya terjadi
sekali waktu, akan tetapi akan terjadi secara kontinyu, secara logika selagi
masih ada kehidupan berarti proses interaksi terus berlangsung proses
interaksi juga tidak kenal tempat. Jadi dimanapun dan kapanpun akan
tejadi interaksi dalam masyarakat.
Keadaan-keadaan yang ada pada diri individu dalam masyarakat
akan sangat berpengaruh pada warna dan bentuk sebuah lingkungan,
misalnya pada masyarakat perkotaan yang banyak terdiri dari pribadi-
pribadi individualis dan egois maka kondisi lingkungan yang tercipta akan
bersifat individual. Sebaliknya pada masyarakat desa yang kondisi-kondisi
pribadinya suka menolong dan peduli dengan orang lain maka lingkungan
yang tercipta sangat jelas sikap sosialnya. Suatu masyarakat yang terdiri
dari pribadi-pribadi yang agamis maka kondisi yang muncul adalah
agamis pula.
Keanekaragaman yang terdapat dalam masyarakat yang bauik
maupun yang buruk, yang individual maupun yang sosial adalah sangat
kongkrit. Oleh karena itu, hal tersebut oleh anak akan dilihat, didengar dan
53 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta : Rineka Cipta, Jakarta, 1990),
Cet. 8, hlm. 146-147.
��
dirasakannya. Penginderaan anak terhadap aspek-aspek tersebut langsung
secara kontinyu, maka sangat mungkin semua yang terjadi dalam
masyarakat akan terimplementasikan oleh anak.
Agar lebih jelas maka dalam skripsi ini akan dibedakan masyarakat
kota dan masyarakat desa.
Tidak disangsikan lagi, perkembangan kota memang membawa
akibat-akibat yang positif bagi kehidupan manusia, hakekatnya,
perkembangan kota akan selalu berarti perkembangan peradapan manusia.
Dan lebih konkrit lagi, perkkembangan kota akan berarti pula
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, namun demikian, disisi lain dari
segi positif, perkembangan itu juga memberikan akibat-akibat negatif.
Pelbagai masalah muncul akibat perkembanagan itu, sekularisasi,
disorganisasi sosial, salah adaptasi, kenakalan remaja, kriminalitas, serta
berbagai perpincangan sosial, disamping masalah-masdalah fisik seperti
kecelakaan lalu lintas, populasi udara masalah perumahan dan sebagainya.
1) Masyarakat Kota
Kota adalah “Suatu himpunan penduduk masal yang tidak
agraris, yang bertempat tinggal didalam dan sekitar suatu pusat
kegiatan ekonomi, pemerintah, kesenian dan ilmu pengetahuan”.54
Mereka memilki ciri-ciri sosial budaya :
a) Terjadi hubungan yang bersifat impersonal
b) Penduduk yang hiterogen
c) Hubungan rakyat-penguasa adalah formal
d) Longgarnya kontrol dan pengendalian sosial
e) Lebih banyak memilki mobilitas
f) Individualisme berkembang disini
g) Lebih rasional.55
54 Soekandar Wiratmadja, Pokok-pokok Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Yasaguna, 1976), hlm. 133.
��
2) Masyarakat Desa
Pengertian atau pemahaman orang seoarang tentang konsep
desa dan pedesaan itu kelihatannya amat berbeda dari satu kawasan ke
kawasan lain dari satu ke negara lain. Dengan demikian, mungkin
sekali juga, bahwa konsep sosiologi pedesaan berbeda dari satu lokasi
ke lokasi yang lain. Oleh karena itu, kita perlu memahami bener
terlebih dahulu konsep pengertian pedesaan itu.
Umumnya kita hampir semua mengetahui bahwa perkotaan itu
mudah dipahami. Maka dapat dikatakan bahwa yang disebut
masyarakat desa adalah sejumlah penduduk yang merupakan kesatuan
masyarakat dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah yang
merupakan organisasi pemerintah terendah langsung dibawah Camat,
yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri
dengan perkataan lain masyarakat desa adalah sejumlah penduduk
yang tinggal di Desa.
Dalam tulisan ini yang duimaksud Desa adalah “Suatu daerah
hukum yang sejak beberapa keturunan dan mempunyai ikatan sosial
yang hidup secara tinggal menetap disuatu daerah tertentu dengan adat
istiadat yang dijadikan landasan hukum dan mempunyai seorang
pimpinan formil yaitu kepala desa.”56
Masyarakat desa memilki ciri-ciri sosial budaya :
a) Memilki jiwa persatuan serta keeratan hubungan dalam
komunitasnya
55 Ibid., hlm. 85. 56 H. Siagian, Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa, (Bandung : Alumni, 1993),
hlm. 3.
�
b) Sistem kehidupan kelompok (kolektif) mereka didasarkan pada
sistem kekeluargaan sehingga melahirkan homoginitas
c) Hubungan antara penguasa dan rakyat berjalan secara informal dan
segala persoalan mereka diselesaikan dengan musyawarah.
d) Ketatnya kontrol dan pengendalian sosial terhadap perilaku warga
sehingga melahirkan homoginitas perilaku dan pola pikir.
e) Mobilitas sosial horizontal maupun vertikal masih jarang
f) Adanya semangat gotong royong yang bertindakan kesadaran
bahwa hidup pasti memerlukan orang lain, saling bantu adalah
suatu keniscayaan yang harus dikerjakan.
g) Ketatnya keterikatan pada adat kebiasaan. Hal ini disebabkan pesan
golongan tua yang menonjol.57
57 P. Soedarno, Leonardo, Eddy Wiwoho, Bachtiar Simangunsong, Ilmu Sosial Dasar,
(Jakarta : Gramedia, 1993), hlm. 83-84.