BAB I1 kgd.doc
-
Upload
saepulanwar -
Category
Documents
-
view
33 -
download
0
Transcript of BAB I1 kgd.doc
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bencana adalah peristiwa yang menyebabkan terjadinya banyak korban gawat
darurat disertai rusaknya infrastruktur.
Manusia sebagai makhluk yang unik antara satu dengan yang lainnya. Sehingga
dalam pengangkatan korban gawat darurat pun diperlukan il;mu dan keterampilan
terstandar serta art atau seni agar korban merasa aman. Oleh karena itu, pengangkatan
korban gawat darurat membutuhkan cara-cara tersendiri, setiap hari banyak korban
gawat darurat diangkat dan ditransportasikan. Pada sis lain banyak pula petugas
kesehatan yang menderita cedera karena salah mengangkat, mungkin karena mereka
tidak tahu atau mungkin pula karena mereka tidak mau tahu cara mengangkat yang
benar.
Pada konsisi tertentu keadaan dan cuaca yang menyertai korban gawat darurat
amat beraneka ragam dan tidak ada satu rumus pasti bagaimana mengangkat dan
memindahkan korban gawat darurat, Tulisan ini bertujuan memberikan garis-garis
yang harus diperhatikan saat mengangkat dan memindahkan korban gawat darurat.
Minimal pemindahan ketempat yang lebih aman sebelum korban ditransportasikan
untuk dirujuk ke pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
Menentukan Perlunya Rujukan. Kebanyakan korban gawat darurat trauma dapat
dilakukan tindakan di rumah sakit setempat. Dalam menentukan rujukan penting
diketahui kemampuan petugas kesehatan dan rumah sakit yang akan menerima
rujukan. Bila sudah diputuskan dirujuk dengan menunda-nunda rujukan dengan
melakukan tindakan diagnostic (missal : DPL, CT Scan dsb). Waktu sangatlah
penting dari mulai kejadian sampai dilakukan terapi difinitif.
Semakin banyak pertumbuhan kendaraan bermotor dijalan raya, berbanding lurus
dengan peningkatan terjadinya jumlah kecelakaan kendaraan bermotor. Saat dijalan
kita tidak pernah bisa menghindar jika memang sedang apes mengalami kejadian
kecelakaan walaupun kita sudah sangat berhati-hati sekalipun, tapi belum tentu
pengendara lain akan berperilaku sama seperti anda di jalan.
2
Saat terjadi kecelakaan aturan sebenarnya dalam menolong korban seharusnya
tidak boleh sembarangan. Sehingga jika anda menemukan terjadinya suatu kecelakaan
atau musibah apapun yang membahayakan nyawa seseorang ada baiknya anda
panggil petugas kesehatan terdekat beserta tim dengan dukungan mobil ambulance
untuk segera dapat membawa korban tersebut. kelemahan kita minimnya fasilitas
menyebabkan hal ini sulit untuk dilakukan. lain halnya dengan dinegara maju seperti
amerika saat kita memanggil 911 otomatis bantuan akan segera datang.
Saat anda berniat menolong, pastikan kondisi sekitar kejadian aman dari bahaya.
Seumpama aman dari lalu lalang kendaraan lalulintas yang lain, pastikan kendaraan
terparkir aman, lihat sekeliling apakah ada tumpahan bensin atau percikan api yang
dapat meledak, pastikan penolong aman jangan sampai niat menolong justru anda
sendiri malah mengalami kecelakaan akibat tidak berhati-hati.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang diuraikan, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut: Apa itu system evakuasi medic ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Mengetahui system evakuasi medic.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat.
b. Untuk mengetahui dan memahami Pengertian Evakuasi Medic.
c. Untuk mengetahui dan memahami Lokasi dan Korban.
d. Untuk mengetahui dan memahami Prinsip Transportasi Pasien.
e. Untuk mengetahui dan memahami Standar Kendaraan Pelayanan Medic.
f. Untuk mengetahui dan memahami Tujuan Penggunaan.
g. Untuk mengetahui dan memahami Macam-Macam Transportas.
h. Untuk mengetahui dan memahami Moda Transportasi.
i. Untuk mengetahui dan memahami Transport Evakuasi Emergensi.
j. Untuk mengetahui dan memahami Transport Evakuasi Non Emergensi.
3
k. Untuk mengetahui dan memahami Langkah-Langkah Memindahkan
Pasien.
D. Sistematika Penulisan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Massalah
C. Tujuan
D. Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
B. Penilaian Nilai Lokasi dan Korban
C. Memilah atau Memilih Korban (Triase)
D. Prinsip Transportasi Pasien
E. Standar Pelayanan Kendaraan Medic
F. Macam- Macam Transportasi
G. Moda Transportasi
H. Transport Evakuasi Emergensi
I. Transport Evakuasi Non Emergensi
J. Sistem Rujukan
K. Langkah-Langkah Untuk Mencegah Cedera Saat Memindahkan Pasien
L. Hal yang Harus Dilakukan Ketika Korban di Transportasi
M. Definisi Kasus Trauma
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Evakuasi adalah usaha memindahkan korban dari tempat yang berbahaya ke
tempat yang lebih aman dan dilakukan tindakan lebih lanjut.
System Evakuasi Medic adalah Bentuk layanan transportasi yang ditujukan dari
pos komando, rumah sakit lapangan menuju ke rumah sakit rujukan atau transportasi
antar rumah sakit, baik dikarenakan adanya bencana yang terjadi di rumah sakit,
dimana pasien harus di evakuasi ke rumah sakit lain. Pelaksanaan evakuasi tetap
harus menggunakan sarana yang terstandar memenuhi kriteria-kriteria yang suah
ditentukan berdasarkan standar pelayanan rumah sakit.
Suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun
menggunakan bantuan alat.Tergantung situasi dan kondisi lapangan. Dengan cara ini
pasien tetap selamat sampai tujuan, serta kondisi tidak makin buruk.
1. Syarat-syarat evakuasi
a. Korban berada dalam keadaan paling stabil dan memungkinkan untuk di
evakuasi.
b. Korban telah disiapkan/diberi peralatan yang memadai untuk transportasi.
c. Fasilitas kesehatan penerima telah di beritahu dan siap menerima korban.
d. Kendaraan dan pengawalan yang dipergunakan merupakan yang paling
layak tersedia.
2. Beberapa bentuk evakuasi
5
a. Evakuasi darat, dimana para korban harus secara cepat dipindahkan,
karena lingkungan yang membahayakan, keadaan yang mengancam jiwa,
membutuhkan pertolongan segera, maupun bila terdapat sejumlah pasien
dengan ancaman jiwa yang memerlukan pertolongan.
b. Evakuasi segera, korban harus segera dilakukan penanganan, karena
adanya acaman bagi jiwanya dan tidak bisa dilakukan dilapangan, misal
pasien syok, pasien stres dilingkungan kejadian dan lain-lain. Juga
dilaukan pad pasien-pasien yang berada di linkungan yang mengakibatkan
kondisi pasien cepat menurun akibat hujan, suhu dingin ataupun panas.
c. Evakuasi biasa, dimana korban biasanya tidak mengalami ancaman jiwa,
tetapi masih perlu pertolongan di rumah sakit, dimana pasien akan di
evakuasi bila sudah dalam keadaan baik atau stabil dan sudah
memungkinkan bisa dipindahkan, ini khususnya pada pasien-pasien patah
tulang.
3. Kontrol lalu lintas
Untuk memfasilitasi pengamanan evakuasi, harus dilakukan control lalu lintas
oleh kepolisian, untuk memastikan jalur lalulintas antar rumah sakit dan pos medis
maupun pos komando. Pos medis dapat menyampaikan kepada pos komando agar
penderita dapat dilakukan evakuasi bila sudah dalam keadaan stabil. Maka kontrol
lalu lintas harus seiring dengan proses evakuasi itu sendiri.
B. Penilaian Nilai Lokasi dan Korban
Secara umum penilaian lokasi dan korban diantaranya:
1. Lindungi diri sendiri untuk tindakan pencegahan
2. Nilai apakah lokasi aman untuk penolong dan korban
3. Bagaimana cara / mekanisme cedera
4. Berapa jumlah pasien
5. Apakah dibutuhkan bantuan tambahan / khusus
Adapun langkah-langkah penilaian jika kita akan menolong korban. Maka sangat
penting untuk melakukan penilaian, baik terhadap keadaan penderita maupun situasi
dan kondisi secara keseluruhan pada saat itu. Penolong harus melakukan penilaian
dengan baik sehingga pertolongan kepada korban dapat dilakukan dengan sebaik-
6
baiknya dan memastikan bahwa tidak ada yang terlewat. tentunya pertolongan
bergantung kepada kesimpulan penilaian penolong dalam bentuk analisa apakah
penderita ini tergolong suatu kasus trauma atau kasus medis.
Tindakan penilaian ini terbagi dalam langkah-langkah sebagai berikut :
1. Penilaian Keadaan
2. Penilaian Dini
3. Pemeriksaan Fisik
4. Riwayat Penderita
5. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
6. Pelaporan
1. Penilaian Keadaan
Pada saat penolong mencapai tempat kejadian, langkah pertama yang harus
dilakukan adalah menilai keadaan. Faktor-faktor yang akan mendukung atau
menghambat tindakan pertolongan pertama. Disamping itu perlu juga dinilai
bahaya lain yang dapat terjadi baik terhadap penderita, penolong maupun orang-
orang disekitar tempat kejadian. Pada tahap ini penolong harus melakukan
langkah-langkah pengamanan lokasi, penderita dan dirinya sendiri serta orang-
orang lainnya.
Penilaian lain yang harus dilakukan adalah penentuan bantuan apa yang
diperlukan jika dianggap perlu dan memungkinkan. Dalam melakukan penilaian
keadaan ada beberapa pertanyaan yang dapat membantu penolong melakukan
analisa yaitu :
a. Bagaimana kondisi saat itu ?
7
Pertanyaan ini ditujukan untuk menilai apa yang sebenarnya sedang
dihadapi seorang penolong, berapa jumlah penderita, bagaimana mekanisme
kecelakaannya, amankah lingkungannya, bagaimana rencana pertolongannya,
apa saja yang bisa dimanfaatkan ? Daftar pertanyaan ini dapat dikembangkan
sesuai dengan pengalaman penolong.
b. Kemungkinan apa saja yang akan terjadi ?
Kejadian yang tidak diinginkan seperti kecelakaan mungkin tidak berhenti
sampai disitu saja. Ada kemungkinan bahwa peristiwa ini dapat berlanjut dan
menjadi bahaya bagi berbagai pihak yang ada di sekitar tempat kejadian.
Penolong harus berusaha mengembangkan pengamatannya untuk menemukan
bahaya yang mungkin terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung
bagi penolong, penderita dan orang-orang yang berada disekitar kejadian yang
dapat menjadi penyulit dalam melakukan pertolongan. Bahaya ini dapat
berupa kelanjutan suatu peristiwa atau suatu kejadian yang sama sekali baru.
Beberapa keadaan berbahaya yang mungkin terjadi ditempat kejadian,
misalnya kemungkinan ledakan, hubungan pendek arus listrik, tanah longsor,
perkelahian, kebakaran dan lain-lain.
c. Bagaimana Mengatasinya ?
Pada tahap ini penolong menentukan langkah-langkah untuk
mengamankan keadaan atau ancaman bahaya dan menentukan tindakan
pengamanan bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan (Safety Plan ).
Penolong juga harus menentukan dukungan apa yang diperlukan termasuk
cara-cara mengatasi keadaan secara sederhana dan cepat, sehingga bantuan
pertolongan yang datang tidak akan mengalami kesulitan, misalnya dengan
memberikan data yang cukup akurat pada saat meminta pertolongan,
memberikan rambu-rambu pada tempat kejadian dan lain-lain.
2. Penilaian Dini
8
Penilaian Dini dilakukan setealah penilaian keadaan dan pada tahap ini
penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang mengancam nyawa
penderita dengan cara yang tepat, cepat dan sederhana. keadaan yang mengancam
nyawa diantaranya adalah masalah Pernapasan, Kesadaran dan perdarahan berat.
Bila dalam pemeriksaan ditemukan adanya masalah, khususnya pada sistem
pernafasan dan sistem sirkulasi maka penolong langsung melakukan tindakan
bantuan hidup dasar dan resusitasi ( BHD RJP ).
Langkah-langkah penilaian dini :
a. Kesan Umum
b. Memeriksa Respon
c. Memastikan Jalan Nafas Terbuka dengan Baik ( AIRWAY )
d. Menilai pernafasan ( Breathing )
e. Menilai sirkulasi dan menghentikan pendarahan berat.
f. Hubungi bantuan.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada saat melakukan pemeriksaan selalu perhatikan penderita. Adanya
perhatian kepada penderita menunjukkan bahwa kita bertujuan baik dan biasanya
akan memudahkan kita memperoleh data yang diperlukan. Kadang-kadang
penderita tidak mau gangguan atau kelainannya diketahui sehingga pertanyaan
akan dijawab dengan tidak, sehingga data yang diperoleh tidak akurat.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan dari ujung kepala sampai dengan ujung kaki
dengan teliti.
a. Kepala
Kulit kepala dan tulang tengkorak, termasuk tulang-tulang wajah.
Telinga dan Hidung : Perhatikan adanya cairan bening, darah atau
9
campurannya. Bagi Pelaku Pertolongan Pertama tidak penting untuk
mencari asal cairan tersebut tetapi curigai kemungkinan yang paling berat
yaitu terjadinya cedera tulang tengkorak dan otak, bila mekanisme
cederanya mendukung.
b. Mata
1) Manik mata (pupil) : apakah besar-kecil dan simetris antara kiri
dan kanan ? Umumnya manik mata akan mengecil bila kena
cahaya.
2) Gerakan bola mata : apakah kiri dan kanan sama ?
3) Kelopak mata : apakah bagian dalam kelopak pucat ?
4) Bagian putih mata : apakah ada kelainan ? Adanya warna selain
putih mungkin merupakan suatu tanda adanya penyakit tertentu.
Hal lain yang mungkin ditemukan adalah kemerahan, yang bila
disertai cedera mungkin merupakan tanda perdarahan.
5) Bagaimana refleksinya, normal atau melambat, atau bahkan tidak
ada sama sekali.
6) Pada saat memeriksa mata perhatikan sumber cahaya. Jangan
sampai sinar yang terang mengganggu pemeriksaan kita. Bila
memeriksa ditempat yang terang upayakan untuk melindungi mata
dari sumber cahaya.
c. Mulut
Apakah ada perdarahan, bagian gigi yang patah, benda asing atau
gangguan lain ?
d. Leher
10
Periksalah leher sebelum memasang pelindung leher ( bila dianggap
perlu ). Selain PLNB perhatikan apakah tenggorokan tertarik kesatu
sisi ? apakah ada pembesaran pembuluh darah leher ? Bagaimanakah
perabaan bagian belakang leher ? bila ada luka terbuka pada daerah
leher segera pasang penutup kedap.
e. Dada
Perhatikan tampak luar dari tulang dada, tulang rusuk dan permukaan
kulitnya. Cedera pada daerah dada dapat berakibat cedera pada organ
dalam rongga dada. Bila menemukan adanya PLNB pada daerah dada
perhatikan pernafasan penderita. Pada penderita dengan respon dapat
diminta untuk menarik nafas dalam dan tanyakan apakah ada nyeri.
Pemeriksaan tulang iga dan dada dapat dilakukan dengan merabanya
tetapi hati-hati.
f. Perut
11
Bagian perut merupakan bagian yang paling lemah perlindungannya,
sehingga bila ada ruda paksa didaerah perut besar kemungkinannya
organ dalam perut juga akan mengalami cedera. Periksa PLNB dan
lakukan sesuai dengan kuadran perut sedemikian rupa sehingga tidak
ada bagian yang terlampaui. Periksa ketegangan dinding perut. Khusus
bila ada tanda-tanda ruda paksa didaerah perut, ketegangan dinding
perut dapat menjadi salah satu indikator terjadinya perburukan.
Pemeriksaan perut yang paling penting adalah perabaan dengan
mencari adanya daerah dengan nyeri tekan. Bila penderita mengeluh
adanya bagian yang nyeri maka lakukan perabaan dan bagian yang
nyeri ditekan dengan hati-hati. Bagian yang nyeri diperiksa terakhir.
g. Punggung
Pada penderita trauma pemeriksaan punggung biasanya dilakukan
terakhir, yaitu saat pemindahan penderita ke atas tandu atau papan
spinal. Seperti halnya pemeriksaan di tempat lain, pemeriksaan
dilakukan dengan mencari PLNB walau lebih Mengandalkan palpasi.
h. Panggul
12
Pemeriksaan PLNB pada daerah panggul. Ruda paksa yang paling
sering dialami panggul adalah patah tulang yang berakibat perdarahan
dalam dan dapat berakibat fatal. Jumlah darah yang dapat terkumpul
dalam rongga ini dapat mencapai 2 liter. Salah satu pemeriksaan
sederhanya untuk menilai keutuhan tulang-tulang panggul adalah
dengan menekan bersamaan kedua bagian tulang panggul yang
menonjol atau dengan sedikit memutarkan bagian panggul.
Hindarkan tindakan menggerakkan panggul ini bila sudah ada
kecurigaan cedera tulang belakang. Daerah kemaluan hanya diperiksa
bila perlu. Penderita dengan cedera tulang punggung mungkin akan
mengalami gangguan berkemih dan buang air besar sehingga
pemeriksa mungkin akan menemukan adanya bau pesing atau bau
tinja. Pada pria dengan cedera tulang belakang mungkin akan terlihat
bahwa kemaluannya mengalami ereksi yang dikenal dengan istilah
priapismus.
i. Anggota Gerak (atas dan bawah)
Pada pemeriksaan anggota gerak selain PLNB juga lakukan
pemeriksaan GerakanSensasi Sirkulasi ( GSS ). Gerakan penting untuk
menilai keadaan tulang, otot maupun saraf. Bila mencurigai adanya
patah tulang, termasuk patah tulang punggung maka penderita hanya
diminta untuk menggerakan ujung jarinya saja. Sensasi dilakukan
dengan melakukan perabaan atau cubitan ringan diujung alat gerak.
Cara lain yang dapat dilakukan pada penderita sadar adalah dengan
memegang salah satu jari lalu tanyakan jari apakah yang sedang kita
pegang ?
13
Nadi pergelangan tangan ( nadi radialis ) diperiksa untuk
menentukan sirkulasi pada alat gerak atas. Alat gerak bawah dapat
dinilai sirkulasinya melalui dua pembuluh nadi yaitu nadi punggung
kaki (nadi dorsalis pedis ) dan nadi dibelakang mata kaki sebelah
dalam ( nadi tibialis posterior) : Pada pemeriksaan penderita anak
( kurang dari 6 tahun) perlu dilakukan juga pemeriksaan pengisian
kapiler, yaitu dengan jalan menekan kuku dibagian yang berbatasan
dengan kulit jari.
Lalu dilihat berapa lama bagian yang pucat tersebut menjadi merah
kembali ( umumnya warnanya kembali dalam waktu kurang 2 detik ).
Pada orang dewasa pemeriksaan ini tidak berarti dan hanya dilakukan
pada pemeriksaan korban banyak.
4. Riwayat Penderita
Seperti telah disebutkan pada penilaian terarah bahwa wawancara perlu
dilakukan, baik untuk mengetahui penyebab atau pencetus suatu kejadian,
mekanisme kejadian atau perjalanan suatu penyakit. Wawancara ini dapat
dilakukan dengan penderita, keluarganya atau saksi mata dan bila dianggap perlu
maka semuanya dapat dimintai keterangannya untuk memperoleh riwayat
penderita yang rinci. Riwayat penyakit ini sangat penting pada kasus medis.
Untuk memudahkan dikenal akronim KOMPAK.
a. K = Keluhan Utama ( gejala dan tanda ).
Sesuatu yang sangat dikeluhkan penderita, gejala adalah hal-hal yang
hanya dapat dirasakan oleh penderita saja misalnya nyeri, pusing, sakit.
Tanda adalah hal yang dapat diamati oleh orang lain, baik dilihat,
didengar atau diraba. Saat melakukan Tanya jawab hindari jawaban
“ya” atau “tidak” atau pertanyaan yang jawabannya terarah. Usahakan
memberikan pertanyaan terbuka sehingga penderita memiliki
kesempatan untuk mengekspresikannya.
b. O = Obat-obatan yang diminum.
Tanyakan apakah penderita sedang dalam suatu pengobatan. Mungkin
gangguan yang dialami adalah akibat lupa minum atau menelan obat
tertentu. Ini sering menjadi suatu petunjuk dalam menghadapi suatu
14
kasus medis. Contohnya adalah seorang penderita kencing manis lupa
minum obat sebelum makan, yang mungkin akan mengalami masalah
akibat kadar gula darah yang tinggi.
c. M = Makanan / Minuman terakhir.
Peristiwa ini mungkin menjadi dasar terjadinya kehilangan respon pada
penderita. Selain itu data ini juga penting untuk diketahui bila ternyata
penderita kemudian harus menjalani pembedahan di rumah sakit.
Pertanyaan ini juga akan banyak bermanfaat bila menemui kasus
keracunan, terutama racun melalui saluran cerna.
d. P = Penyakit yang diderita.
Riwayat penyakit yang sedang diderita atau pernah diderita yang
mungkin berhubungan dengan keadaan yang dialami penderita pada
saat ini, misalnya keluhan sesak nafas dengan riwayat gangguan
jantung 3 tahun yang lalu.
e. A = Alergi yang dialami.
Perlu dicari apakah penyebab kelainan pada pasien ini mungkin
merupakan suatu bentuk alergi terhadap bahan-bahan tertentu.
Umumnya penderita atau keluarganya sudah mengetahuinya, dan
sudah mengetahui bagaimana mangatasi keadaan darurat. Kasus alergi
di Indonesia masih agak jarang walaupun kejadiannya makin
meningkat.
f. K = Kejadian.
Kejadian yang dialami penderita, sebelum kecelakaan atau sebelum
timbulnya gejala dan tanda penyakit yang diderita saat ini. Pertanyaan
ini dapat membantu menentukan apakah suatu kasus yang kita hadapi
murni trauma atau murni medis atau gabungan keduanya dimana yang
satu menjadi penyebab yang kedua menjadi akibat.
5. Pemeriksaan Berkala atau Lanjut
Penilaian dan penatalaksanaan yang sudah selesai tidak berarti bahwa tugas
seorang penolong sudah selesai. Pemeriksaan harus diteruskan secara berkala
sebelum mendapat pertolongan medis. Mungkin mengulang memeriksa dari awal
atau mencari hal yang terlewati.
15
Secara umum pada pemeriksaan berkala harus dinilai kembali :
a. Keadaan respon
b. Nilai kembali jalan nafas dan perbaiki bila perlu
c. Nilai kembali pernafasan, frekuensi dan kualitasnya
d. Periksa kembali nadi penderita dan bila perlu lakukan secara rinci bila
waktu memang tersedia.
e. Nilai kembali keadaan kulit, suhu, kelembaban dan kondisinya. Periksa
kembali dari ujung kepala sampai ujung kaki, mungkin ada bagian
yang terlewatkan atau membutuhkan pemeriksaan yang lebih teliti.
f. Periksa kembali secara seksama mungkin ada bagian yang belum
diperiksa atau sengaja dilewati karena melakukan pemeriksaan terarah.
g. Nilai kembali pertolongan penderita, apakah sudah baik atau masih
perlu ada tindakan lainnya. Periksa kembali semua pembalutan,
pembidaian apakah masih cukup kuat, apakah perdarahan sudah dapat
diatasi, dan bagian yang belum terawat.
h. pertahankan komunikasi dengan penderita untuk menjaga rasa aman
dan nyaman. Bila penderita belum stabil dan keadaannya cukup parah
maka penilaian kembali dilakukan setiap 5 menit. Bila keadaan
penderita tenang dan stabil maka pemeriksaan diulang setiap 15 menit
sekali. Tidak semua hal tersebut di atas harus dilakukan. Pilihlah
pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan penderita, namun tanda vital
sebaiknya tetap diperiksa secara teratur. Pemeriksaan tanda vital
sebaiknya dilakukan sesegera mungkin apalagi bila bekerja secara
kelompok dan pemantauan ini tetap dilakukan selama penderita masih
ditangani. Catat setiap perubahan yang terjadi.
6. Pelaporan
Setelah selesai menangani penderita, apalagi bila penolong melakukannya
dalam tugas maka semua pemeriksaan dan tindakan pertolongan harus dilaporkan
secara singkat dan jelas kepada penolong selanjutnya.
Dalam laporan sebaiknya dicantumkan :
a. Umur dan jenis kelamin penderita
b. Keluhan utama
16
c. Tingkat respon
d. Keadaan jalan nafas
e. Pernafasan
f. Sirkulasi
g. Pemeriksaan Fisik yang penting
h. KOMPAK yang penting
i. Penatalaksanaan
j. Perkembangan lainnya yang dianggap penting.
Skema Alur Pelayanan Medis di Lapangan
Area Pengumpulan Korban
(Collection Area)
Area Triage
Area Musibah (Triage Area)
Rumah Sakit (IGD) Transportasi Area Area Perawatan
(Care Area)
C. Memilah atau Memilih Korban (Triase)
Pengelompokan yang dijelaskan di atas membutuhkan pengalaman dan
latar belakang medis. Sebagai penolong pertama ada suatu metode sederhana yang
dapat digunakan untuk melakukan triage yang dikenal sebagai sistem START
yang merupakan singkatan dari Simple Triage and Rapid Treatment.
Sistem START mengelompokan korban menjadi 4 kelompok berdasarkan
prioritas perawatan dan harapan hidup korban sesuai kondisi pada saat ini.
Langkah-langkah pelaksanaan START.
1. Langkah pertama korban yang dapat ditunda. Kenali dan kelompokan
para korban yang masih mampu berjalan. Arahkan mereka ke tempat yang
sudah ditentukan. Kelompok ini diberi tanda HIJAU. Biasanya area triage
sudah ditentukan, sehingga korban diarahkan ke sana. Jadi walau mereka
masih mampu berjalan jangan biarkan mereka terpencar. Dalam beberapa
17
keadaan korban dalam kelompok ini dapat dimanfaatkan untuk ikut
membantu proses pertolongan.
2. Langkah kedua pemeriksaan pernafasan. Sekarang para penolong
menghampiri mereka yang tidak mampu berjalan. Lakukan secara sistematis,
jangan melompat dari satu korban ke korban lainnya, dan jangan
menghabiskan waktu terlalu banyak pada satu korban. Hal pertama yang
dilakukan adalah menilai pernafasan penderita. Buka jalan nafas dan nilai
pernafasannya. Korban yang mampu berjalan dapat dimanfaatkan untuk ikut
membantu mempertahankan jalan nafas pada penderita yang tidak sadar. Bila
korban tidak bernafas buka nafas dengan jalan tekan dahi angkat dagu. Bila
tetap tidak bernafas setelah jalan nafas dibuka maka berikan tanda HITAM.
Jika ia bernafas hitung berapa kali pernafasannya. Bila mencapai 30 kali atau
lebih dalam satu menit berikan tanda MERAH. Jangan hitung selama 30 detik
seperti pada penilaian penderita tetapi cukup selama 5 atau 10 detik saja. ( Bila
menggunakan 5 detik hasilnya dikalikan 12 dan bila menggunakan 10 detik
hasilnya kalikan 6 untuk mendapatkan nilai dalam 1 menit). Bila hasilnya
ternyata kurang dari 30 kali permenit lanjutkan ke langkah ketiga.
3. Langkah ketiga Penilaian sirkulasi. Penolong melakukan penilaian
sirkulasi dengan cara memeriksa pengisian kapiler. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan menekan di atas kuku ujung jari korban, ujung jari di bawah
kuku akan menjadi pucat. Bila tekanan di lepas maka ujung jari akan menjadi
merah kembali. Hitung berapa lama waktu yang diperlukan untuk menjadi
merah, bila ternyata 2 detik atau lebih berikan warna MERAH bila kurang
dari 2 detik maka lanjutkan ke langkah keempat. Adakalanya keadaan gelap
sehingga sulit menilai pengisian kapiler. Metode alternatif yang dapat
digunakan khusus pada keadaan ini adalah dengan memeriksa nadi radialis.
Bila tidak ada korban dinyatakan MERAH, bila ada maka dilanjutkan ke
langkah keempat.
4. Langkah keempat Penilaian mental. Bila penolong mencapai tahap ini
maka berarti korban masih bernafas secara adekuat dan perfusinya masih baik.
Pada langkah keempat ini penolong memeriksa status mental korban.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan meminta korban untuk mengikuti
18
perintah sederhana, misalnya “buka mata”, “gerakan jari” dan lainnya.
ketidakmampuan mengikuti perintah sederhana ini berarti bahwa status mental
korban dianggap tidak normal. Korban diberikan label MERAH. Bila ternyata
korban masih mampu mengikuti perintah sederhana maka korban diberi
warna KUNING. Pemeriksaan penderita pada triage ini selesai setelah kita
memberikan tanda triage pada korban . Tindakan selanjutnya setelah
melakukan START adalah segera membawa korban sesuai dengan skala
prioritasnya ke fasilitas kesehatan. Fasilitas kesehatan tidak berarti harus
membawa segera dari lokasi, namun pada beberapa keadaan dapat disiapkan
suatu rumah sakit lapangan atau daerah triage, yang merupakan area kemana
para korban dibawa sebelum dievakuasi lebih lanjut ke rumah sakit. Di areal
inilah penilaian penderita dilakukan dengan lebih rinci seperti penilaian
penderita yang dibahas dalam buku ini. Bila ada tenaga yang lebih ahli
maka disini dapat dilakukan triage sekunder atau pemilahan tahap 2. Biasanya
ini dilakukan oleh tenaga medis berpengalaman. Hasil yang berbeda tidak
menjadi masalah.
D. Prinsip Transportasi Pasien
1. Pasien dalam keadaan stabil (diharapkan tidsk memburuk saat transportasi).
2. Selama merujuk / transportasi harus dilakukan pelayanan optimal (perhatikan
A-B-C) oleh petugas ambulans.
Tujuannya : Meminimalkan terjadinya kematian dan menghindari kecacatan
yang tidak perlu pada pasien gawat darurat.
Prinsip Transportasi pra rumah sakit ialah untuk mangangkut korban gawat
darurat dengan cepat dan aman kerumah sakit atau sarana kesehatan yang sesuai,
tercepat dan terdekat. Sarana angkutan yang umum digunakan ialah kendaraan darat
misalnya dibopong (tree men lift) kuda, motor , becak, mobil, atau AGD. Kendaraan
lewat laut atau air seperti perahu , speedboat atau ambulan sungai. Kendaraan lewat
udara misalnya “Fixed Wing”, Flying Fox misalnya antar bukit atau dari atas ke
tempat yang lebih rendah, dan Helikopter (Rotary Wing).
Pada keadaan bencana , untuk mengatasi korban gawat darurat maka AGD dapat
difungsikan sebagai rumah sakit lapangan dan triase3 lapangan umtuki mengatasi
19
keadaan korban sementara. Sepeda, motor, kuda atau speed boat dapat digunakan
sebagai saran transportasi dan evakuasi khusus bagi Perawat, Bidan dan Tenaga
Kesehatan Lain sebagai penolong yang menuju ke lokasi korban gawat darurat untuk
memenuhi ambulan roda empat atau Helikopter.
E. Standar Pelayanan Kendaraan Medic
Landasan Hukum :
Kepmenkes No. 0152/YanMed/RSKS/1987, tentang Standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.
Kepmenkes No 143/Menkes-kesos/SK/II/2001, tentang Standarisasi Kendaraan
Pelayanan Medik.
Diperlukan standarisasi perlengkapan umum dan medik pada kendaraan ambulans
AGDT, khususnya untuk keseragaman dan peningkatan mutu pelayaan rujukan
kegawatdaruratan medik.
Yang diatur dalam Kepmenkes adalah jenis kendaraan :
1. Ambulans transportasi
2. Ambulans gawat darurat
3. Ambulans rumah sakit lapangan
4. Ambulans pelayanan medik bergerak
5. Kereta jenazah
6. Ambulans udara
1. Ambulans Transportasi
a. Tujuan Penggunaan
20
Pengangkutan penderita yang tidak memerlukan perawatan khusus/
tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa dan diperkirakan tidak
akan timbul kegawatan selama dalam perjalanan.
b. Persyaratan Kendaraan :
1) Teknis, kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak.
2) Warna kendaraan, putih (DKI warna hijau lapis )
3) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : ambulans dan logo : bintang
enam biru dan ular tongkat.
4) Ruang penderita mudah dicapai dari tempat pengemudi.
5) Tempat duduk bagi petugas dan keluarga di ruangan penderita.
6) Dilengkapi sabuk pengaman untuk petugas dan penderita.
7) Ruangan penderita cukup luas untuk sekurang-kurangnya satu
tandu.
8) Ruangan penderita berhubungan langsung dengan tempat
pengemudi.
9) Gantungan infus terletak sekurangnya 90 sm di atas tempat
penderita.
10) Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita.
11) Lampu ruangan secukupnya/bukan neon, dan lampu sorot yang
dapat digerakan.
12) Lemari obat dan peralatan.
13) Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah.
14) Sirine dua nada.
15) Lampu rotator warna merah dan biru, di tengah atas kendaraan.
16) Radio komunikasi dan atau radio genggam di ruang kemudi .
17) Tersedia peta wilayah. Buku petunjuk pemeliharaan semua alat
berbahasa Indonesia.
18) Tanda pengenal ambulans transportasi dari bahan pemantul sinar.
19) Kendaraan mudah dibersihkan, lantai landai dan batas dinding
dengan lantai tidak menyudut.
21
20) Dapat membawa inkubator transport.
21) Persyaratan lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
c. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatannya .
2) Alat penghisap cairan/lendir 12 Volt DC.
3) Peralatan medis PPGD (tensimeter dengan manset anak-dewasa,
dll).
4) Obat-obatan sederhana, cairan infus secukupnya.
d. Petugas
1) 1 (satu) supir dengan kemampuan BHD (bantuan hidup dasar) dan
berkomunikasi.
2) 1 (satu) perawat dengan kemampuan PPGD.
e. Tata tertib
1) Sewaktu menuju tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan
rotator.
2) Selama mengangkut penderita hanya menggunakan lampu rotator .
3) Mematuhi semua peraturan lalu lintas.
4) Kecepatan kendaraan maksimum 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
5) Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu
dan keadaan penderita setiap 15 menit.
6) Petugas memakai seragam awak ambulans dengan identitas yang
jelas.
2. Ambulans Gawat Darurat
a. Tujuan Penggunaan
Pertolongan Penderita Gawat Darurat Pra Rumah Sakit. Pengangkutan
penderita dawat darurat yang sudah distabilkan dari lokasi kejadian ke
tempat tindakan definitif atau ke Rumah Sakit. Sebagai kendaraan
transport rujukan.
b. Persyaratan Kendaraan
1) Teknis, kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak.
22
2) Warna kendaraan : kuning muda .
3) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri tertulis : Ambulans dan logo : Star of
Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
4) Menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di ruang
pengemudi.
5) Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
6) Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi.
7) Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat.
8) Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien.
9) Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu.
10) Tandu dapat dilipat.
11) Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak
untuk melakukan tindakan.
12) Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat
penderita.
13) Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita.
14) Lampu ruangan secukupnya/ bukan neon dan lampu sorot yang
dapat digerakan.
15) Meja yang dapat dilipat.
16) Lemari obat dan peralatan.
17) Tersedia peta wilayah dan detailnya.
18) Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah.
19) Sirine dua nada.
20) Lampu rotator warna merah dan biru.
21) Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi.
22) Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia.
c. Peralatan rescue.
1) Lemari obat dan peralatan.
2) Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar.
3) Peta wilayah setempat – Jabotabek.
23
4) Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku.
5) Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.
d. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang.
2) Peralatan medis PPGD.
3) Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/
bayi.
4) Suction pump manual dan listrik 12 V DC.
5) Peralatan monitor jantung dan nafas.
6) Alat monitor dan diagnostic.
7) Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa.
8) Minor surgery set.
9) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya.
10) Entonok.
11) Kantung mayat.
12) Sarung tangan disposable.
13) Sepatu boot.
e. Petugas
1) 1(satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
2) 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD
3) 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
f. Tata tertib
1) Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan
lampu rotator.
2) Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang
dihidupkan.
3) Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
4) Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
5) Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu
dan keadaan penderita setiap 15 menit.
24
6) Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
3. Ambulans Rumah Sakit Lapangan
a. Tujuan Penggunaan
Merupakan gabungan beberapa ambulans gawat darurat dan ambulans
pelayanan medik bergerak. Sehari-hari berfungsi sebagai ambulans
gawat darurat.
b. Persyaratan Kendaraan
1) Teknis Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak.
2) Warna kendaraan : kuning muda.
3) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri atas tanda : Ambulans dan logo : Star of
Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
4) Kendaraan menggunakan pengatur udara AC dengan pengendali di
ruang pengemudi.
5) Pintu belakang dapat dibuka ke arah atas.
6) Ruang penderita tidak dipisahkan dari ruang pengemudi.
7) Tempat duduk petugas di ruang penderita dapat diatur/ dilipat.
8) Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan pasien.
9) Ruang penderita cukup luas untuk sekurangnya dua tandu.
10) Tandu dapat dilipat.
11) Ruang penderita cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri tegak
untuk melakukan tindakan.
12) Gantungan infus terletak sekurang-kurangnya 90 sm di atas tempat
penderita.
13) Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita.
14) Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang
dapat digerakan.
15) Meja yang dapat dilipat.
16) Lemari obat dan peralatan.
17) Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah.
18) Sirine dua nada
25
19) Lampu rotator warna merah dan biru terletak di atap sepertiga
depan.
20) Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi.
21) Buku petunjuk pemeliharaan semua alat berbahasa Indonesia.
c. Peralatan rescue
1) Lemari obat dan peralatan
2) Tanda pengenal dari bahan pemantul sinar
3) Peta wilayah setempat – Jabotabek dan detailnya
4) Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
5) Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.
d. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatan bagi 2 orang
2) Peralatan medis PPGD
3) Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/
bayi
4) Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5) Peralatan monitor jantung dan nafas
6) Alat monitor dan diagnostik
7) Peralatan defibrilator untuk anak dan dewasa
8) Minor surgery set
9) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
10) Entonok
11) Kantung mayat
12) Sarung tangan disposable
13) Sepatu boot
e. Petugas
1) 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
2) 1 (satu) perawat berkemampuan PPGD BTLS/BCLS
3) 1 (satu) dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
f. Tata tertib
26
1) Saat menuju ke tempat penderita boleh menghidupkan sirine dan
lampu rotator
2) Selama mengangkut penderita hanya lampu rotator yang
dihidupkan
3) Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
4) Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
5) Petugas membuat/ mengisi laporan selama perjalanan yang disebut
dengan lembar catatan penderita yang mencakup identitas, waktu
dan keadaan penderita setiap 15 menit.
6) Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
4. Ambulans Pelayanan Medic Bergerak
a. Tujuan Penggunaan :
Melaksanakan salah satu upaya pelayanan medik di lapangan.
Digunakan sebagai ambulans transport.
b. Persyaratan Kendaraan
1) Teknis Kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak.
2) Berbentuk kontainer dan berfungsi sebagai poliklinik.
3) Warna kendaraan : kuning muda.
4) Tanda pengenal kendaraan : di depan - gawat darurat/ emergency,
disamping kanan dan kiri atas tanda : Poliklinik dan logo : Star of
Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
5) Sirine satu atau dua nada.
6) Lampu rotator warna merah dan biru di atap sepetiga depan.
7) Kendaraan berpengatur udara /AC dengan pengendali di ruang
pengemudi.
8) Ruang kerja cukup luas dan atap tinggi sehingga petugas dapat
berdiri untuk melakukan tindakan dan gantungan infus tinggi
sehingga cairan infus dapat menetes dengan lancar.
9) Meja kerja yang dapat dilipat.
10) Tempat duduk petugas di ruang periksa yang dapat diatur/ dilipat.
11) Dilengkapi sabuk pengaman bagi pengemudi dan penderita.
27
12) Tempat tidur atau tandu dapat dilipat sekurangnya untuk satu
pasien.
13) Stop kontak khusus 12 V DC di ruang penderita.
14) Generator 220/240 Volt AC dengan peralatannya, dan alih
tegangan arus.
15) Lampu ruangan secukupnya, bukan neon dan lampu sorot yang
dapat digerakan.
16) Lemari obat dan peralatan.
17) Kapasitas penyimpanan air bersih 20 liter, wastafel dan
penampungan air limbah.
18) Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi.
c. Peralatan rescue
1) Peta wilayah setempat – Jabotabek.
2) Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
3) Lemari es/ freezer, atau kotak pendingin.
d. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatan.
2) Peralatan medis PPGD (terlampir)
3) Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/
bayi
4) Suction pump manual dan listrik 12 V DC
5) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
6) Sarung tangan disposable
7) Sepatu boot
e. Petugas
1) 1 (satu) pengemudi berkemampuan PPGD dan berkomunikasi
2) Perawat berkemampuan PPGD dengan jumlah sesuai kebutuhan
3) Paramedis lain sesuai kebutuhan
4) Dokter berkemampuan PPGD atau ATLS/ACLS
f. Tata tertib
1) Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine
28
2) Selama berangkat ke tujuan dan pulang, lampu rotator boleh
dihidupkan
3) Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
4) Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
5) Petugas membuat/ mengisi laporan catatan penderita.
6) Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
5. Ambulans Gawat Darurat Medic Sepeda Motor
a. Tujuan Penggunaan :
Pertolongan Penderita Gawat Darurat pra Rumah Sakit, sebagai
kendaraan pendahulu.
b. Persyaratan Kendaraan
1) Teknis Kendaraan roda dua, bahan bakar minyak/ bensin
2) Silinder 100 cc atau lebih
3) Warna kendaraan : kuning muda – hijau
4) Tempat duduk dua orang
5) Sirine satu atau dua nada
6) Lampu rotator warna biru
7) Radio komunikasi atau radio genggam
8) Helmet, jaket dengan identitas dibuat dari bahan pemancar cahaya
9) Tanda pengenal tertulis gawat darurat/ Emergency dan logo : Star
of Life, bintang enam biru dan ular tongkat.
c. Medis
1) Tabung oksigen dengan peralatan.
2) Alat resusitasi manual/automatic lengkap bagi dewasa dan anak/
bayi
3) Alat pertolongan luka (terlampir)
4) Obat-obatan gawat darurat dan cairan infus secukupnya
5) Sarung tangan disposable
6) Sepatu boot
d. Petugas
29
1) 2 (dua) orang perawat berkemampuan PPGD dan yang mempunyai
SIM C sebagai pengemudi.
e. Tata tertib
1) Bila sangat dibutuhkan boleh menghidupkan sirine
2) Selama berangkat ke tujuan dan pulang, lampu rotator boleh
dihidupkan
3) Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku
4) Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
5) Petugas membuat/ mengisi laporan catatan penderita.
6) Petugas memakai seragam ambulans dengan identitas yang jelas.
6. Kereta Jenazah
a. Tujuan Penggunaan
Merupakan kendaraan yang digunakan khusus untuk mengangkut
jenazah.
b. Persyaratan Kendaraan
1) Teknis, kendaraan roda empat atau lebih dengan suspensi lunak
2) Warna kendaraan : hitam, di kanan-kiri bertulis : Kereta Jenazah
3) Dilengkapi sabuk pengaman bagi penumpang
4) Radio komunikasi dan telepon genggam di ruang kemudi
5) Lampu ruangan secukupnya, dan lampu sorot yang dapat digerakan
6) Sirine satu atau dua nada
7) Lampu rotator warna merah dan biru
8) Dapat mengangkut sekurangnya satu peti jenazah, dan ada sabuk
pengaman peti jenazah.
9) Ruang jenazah terpisah dari ruang kemudi.
10) Tempat duduk/ duduk lipat bagi sekurang-kurangnya 4 (empat)
orang di samping jenazah.
11) Penyimpan air bersih 20 liter, wastafel dan penampungan air
limbah
12) Tanda pengenal kereta jenazah dari bahan pemantul sinar
13) Gantungan karangan bunga di depan, samping kiri dan kanan.
30
14) Persyaratan lain menurut perundangan yang berlaku
c. Petugas
1) 1 (satu) pengemudi yang dapat berkomunikasi
2) 1 (satu) pengawal jenazah atau lebih
d. Tata tertib
1) Sirine hanya digunakan saat bergerak dalam iringan jenazah dan
mematuhi peraturan lalau lintas tentang konvoi.
2) Bila tidak dalam iringan hanya boleh menghidupkan rotator.
3) Mematuhi peraturan lalu lintas yang berlaku.
4) Kecepatan kendaraan kurang dari 40 km di jalan biasa, 80 km di
jalan bebas hambatan.
F. Macam-Macam Transportasi
1. Transportasi Pra Rumah Sakit
Adalah persiapan transport pada pasien kritis / gawat darurat merupakan
komponen penting dalam penanganan yang menjadi satu
kesatuan/berkelanjutan.
2. Transportasi Gawat Darurat
Setelah penderita diletakan diatas tandu (atau Long Spine Board bila
diduga patah tulang belakang) penderita dapat diangkut ke rumah sakit.
Sepanjang perjalanan dilakukan Survey Primer, Resusitasi jika perlu.
Mekanikan saat mengangkat tubuh gawat darurat :
Tulang yang paling kuat ditubuh manusia adalah tulang panjang dan yang
paling kuat diantaranya adalah tulang paha (femur). Otot-otot yang beraksi
pada tutlang tersebut juga paling kuat.
Dengan demikian maka pengangkatan harus dilakukan dengan tenaga
terutama pada paha dan bukan dengan membungkuk angkatlah dengan paha,
bukan dengan punggung.
Panduan dalam mengangkat penderita gawat darurat :
a. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita. Nilai
beban yang akan
b. diangkat secara bersama dan bila merasa tidak mampu jangan
dipaksakan
31
c. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit didepan kaki
sedikit sebelahnya
d. .Berjongkok, jangan membungkuk, saat mengangkat
e. Tangan yang memegang menghadap kedepan
f. . Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila
terpaksa jarak maksimal tangan dengan tubuh kita adalah 50 cm
g. Jangan memutar tubuh saat mengangkat
h. Panduan diatas berlaku juga saat menarik atau mendorong
penderita
3. Transportasi Pasien Kritis
Definisi: pasien kritis adalah pasien dengan disfungsi atau gagal pada satu
atau lebih sistem tubuh, tergantung pada penggunaan peralatan monitoring
dan terapi.
4. Transportasi Intrahospital
a. Masalah yg akan dihadapi adalah bila diperlukan diagnostik
sedangkan peralatannya tdk dapat dipindahkan.
b. Insel et all : melaporkan a high morbidity rate of 13% pd pasien
yg dipindahkan dari OK ke ICU . Perubahan ini dapat terjadi
berhubungan dengan keadaan akut yg terjadi pada saat inhalasi
anestesi.
c. Prinsip dasar untuk transport intra hospital sama dengan
interhospital bahwa transport harus menjamin keamanan petugas,
waktu transport yang minimal, dan menjamin bahwa pelayanan
optimal dan dapat dipertanggung jawabkan oleh dokternya setiap
saat.
G. Moda Transportasi
1. Moda transport yang digunakan tergantung dari kebutuhan klinis dan
perlengkapan / alat trasnport yang tersedia dan jarak transportasi.
2. Semua obat harus dicek terlebih dahulu , perhatikan ada /tidaknya label
sebelum pemberian (obat yang digunakan pada pasien gawat darurat) dan
harus didatakan.
32
3. Pada saat moda transportasi :
4. Stabilisasi tanda vital
5. Jamin jalan nafas terbuka / Secure airway dan iv access
6. Amankan semua kateter terpasang
7. Monitoring sebelum berangkat
H. Transport Evakuasi Emergensi
Emergency Ambulance (Ambulans Gawat Darurat) adalah unit transportasi medis
yang didesain khusus yang berbeda dengan moda transportasi lainnya. Ambulans
gawat darurat didesain agar dapat menangani pasien gawat darurat, memberikan
pertolongan pertama dan melakukan perawatan intensif selama dalam perjalanan
menuju rumah sakit rujukan. Ambulans gawat darurat juga harus memenuhi aspek
hygiene dan ergonomic.Selain itu ambulans gawat darurat juga harus dilengkapi
dengan peralatan yang lengkap dan dioperasikan oleh petugas yang professional di
bidang pelayanan gawat darurat.
Pemindahan korban gawat darurat dapat secara emergensi dan non emergensi.
Pemindahan korban gawat darurat dalam keadaan emergensi contohnya :L
1. Ada api, atau bahaya api atau ledakan
2. Ketidakmampuan menjaga korban gawat darurat terhadap bahaya lain pada
TKP (benda jatuh dsb).
3. Usaha m,encapai korban gawat darurat lain, yang lebih urgen
4. Ingin RJP korban gawat darurat, yang tidak ,ungkin duilakukan ditempat
tersebut.
Pemindahan Emergensi :
a. Tarikan Baju
Kedua tangan korban gawat darurat harus diikat untuk mencegah
naik kea rah kepala waktu baju ditarik. Bila tidak sempat, masukan
kedua tangan dalam celananya sendiri.
b. Tarikan Selimut
Korban gawat darurat ditaruh dalam selimut , yang kemudian
ditarik.
c. Tarikan Lengan
33
Dari belakang korban gawat darurat, kedua lengan paramedic
masuk di bawah ketiak korban gawat darurat, memegang kedua
lengan bawah korban gawat darurat.
d. Ekstrikasi Cepat
Dilakukan pada korban gawat darurat dalam kendaraan yang harus
dikeluarkan secara cepat.
I. Transport Evakuasi Non Emergensi
Apapun cara pemindahan korban gawat darurat non emergensi, selalu ingat
kemungkinan patah tulang leher (servikal) bila korban gawat darurat trauma.
Dalam keadaan ini dapat dilakukan urutan pekerjaan normal, seperti kontrol TKP,
survai lingkungan, stabilisasi kendaraan dan sebagainya.
Pemindahan Non-Emergensi :
Dalam keadaan ini dapat dilakukan urutan pekerjaan normal , seperti control
TKP, survai lingkungan, dan stabilisasi kendaraan.
1. Pengangkatan dan pemindahan secara langsung
Oleh dua atau 3 petugas. Harus di ingat bahwa cara ini tidak boleh
dilakukan bila ada kemungkinan fraktur servikal. Prinsip pengangkatan
tetap harus diindahkan.
2. Pemindahan dan pengangkatan mamakai seprei
Sering dilakukan di rumah sakit. Tidak boleh dilakukan bila ada dugaan
fraktur servikal.
J. Sistem Rujukan
1. Pengertian
Regionalisasi sistem rujukan adalah pengaturan sistem rujukan dengan
penetapan batas wilayah administrasi daerah berdasarkan kemampuan pelayanan
medis, penunjang dan fasilitas pelayanan kesehatan yang terstuktur sesuai dengan
kemampuan, kecuali dalam kondisi emergensi.
2. Alur Sistem Rujukan Regional
a. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang di mulai
dari Puskesmas, kemudian kelas C, kelas D selanjutnya RS kelas B dan
akhirnya ke RS kelas A.
34
b. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat jalan dan rawat
inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat
rujukan, dilakukan atas pertimbangantertentu atau kesepakatan antara
rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien
c. RS kelas C/D dapat melakukan rujukan ke RS kelas B atau RS kelas A
antar atau lintas kabupaten/kota yang telah di tetapkan
3. Cara transportasi dan rujukan yang baik
a. Dokter yang merujuk
b. Informasi petugas pendamping
c. Dokumentasi
d. Sebelum di rujuk dilakukan stabilisasi
4. Protokol Rujukan
a. Informasi untuk petugas pendamping
1) Pengelolaan jalan nafas
2) Cairan yang telah/ akan diberikan
3) Prosedur khusus yang mungkin diperlukan
4) GCS, resusitasi, dan perubahan-perubahan yang mungkin
terjadidalam perjalanan
b. Dokumentasi, harus disertai dengan penderita
1) Terapi yang telah diberikan
2) Permasalahan penderita
3) Keadaan penderita saat akan dirujuk
4) Sebaiknya dengan fax agar datalebih cepat sampai.
K. Langkah-Langkah Untuk Mencegah Cedera Saat Memindahkan Pasien
Manusia bukan kambing, karena itu pengangkatan penderita membutuhkan cara-
cara tersendiri. Setiap penderita diangkat dan dipindahkan, dan banyak pula petugas
kesehatan yang melakukan pemindahan penderita menderita cedera karena salah
mengangkat, mungkin karena tidak tahu, tetapi mungkin pula karena sikap acuh.
Keadaan cuaca yang menyertai penderita beraneka ragam, dan tidak ada satu rumus
pasti bagaimana mengangkat dan memmindahkan penderita. Tulisan ini bertujuan
memberikan garis-garis besar yang harus diperhatikan pada saat mengangkat dan
memindahkan penderita.
35
1. Jangan sembarangan memindahkan korban!
keinginan kuat untuk menolong terkadang membuat seseorang buru-buru ingin
membawa korban kerumah sakit. banyak kejadian kecelakaan mobil atau motor
dimana korban mengalami cedera/patah tulang belakang ataupun tulang leher
sebagai bagian sistem saraf pusat. Pertolongan terburu-buru dengan mengangak
korban secara serampangan justru dapat memperparah kondisi patahn tulang
tersebut dan akibatnya fatal salah satunya menyebabkan kecacatan pada korban
dan parahnya menyebabkan kematian.
Cara mengangkat dan memindahkan pasien yang benar
2. Menyeret lebih baik dari pada mengangkat!
Jika anda ingin memindahkan korban kecelakaan dari lokasi kecelakaan
karena seumpama berada di tengah jalan atau ada dalam area yang berbahaya.
Maka lebih baik untuk diseret ketimbang anda mengangkat korban. Penyeretan
akan jauh lebih meminimalisasi cedera tambahan ketimbang dilakukan
pengangkatan namun caranya tidak benar. Penyeretan mengurangi resiko leher
terpelintir, patah tulang tertekuk, atau patahan tulang yang runcing sehingga
menusuk organ-organ dalam yang berisiko menimbulkan perdarahan.
3. Membantu menghentikan perdarahan!
Salah satu resiko trauma adalah terjadinya perdarahan jika ada luka. Untuk
menghindari semakin banyak darah yang hilang dimana dapat berisiko terjadinya
Shock karena perdarahan. Sebelum petugas kesehatan datang anda dapat
36
membantu mengurangi perdarahan dengan cara bebat luka atau menekan kuat-
kuat luka dengan kain yang tebal. cara seperti itu dapat membantu korban
mengalami kehilangan banyak darah yang dapat memperburuk kondisinya. Jika
luka terjadi di tangan dan kaki, namun tidak ada kecurigaan patah tulang maka
tinggikan posisi tangan dan kaki diatas jantung untuk mengurangi derasnya aliran
darahnya.
Adapun Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Mengangkat Korban Gawat
Darurat.
Kita perlu memperhatikan beberapa hal dalam mengangkat korban gawat darurat,
Situasi ini perlu kita waspadai agar tidak terdapat korban berikutnya serta tidak ada
lagi penambahan luka baru pada korban.
1. Kenali kemampuan diri dan kemampuan pasangan kita.
2. Nilailah beban yang akan diangkat secara bersama , dan bila merasa tiodak
mampu, jangan paksakan. Selalu komunikasi secara teratur dengan pasangan
kita.
3. Ke-dua kaki berjarak sebahu kita, satu kaki sedikit di depan kaki sebelahnya.
4. Berjongkok, jangan membungkuk saat mengangkat. Punggung harus selalu
dijaga lurus.
5. Tangan yang memegang menghadap ke depan.
6. Jarak antara kedua tangan yang memegang (misalnya tandu) minimal 30 cm.
7. Tubuh sedekat mungkin ke beban yang harus diangkat. Bila terpaksa, jarak
maksimal tangan kita ke tubuh kita adalah 50 cm.
8. Jangan memutar tubuh saat mengangkat.
9. Hal-hal tersebut juiga berlaku saat menarik atau mendorong korban gawat
darurat.
L. Hal yang Harus Dilakukan Ketika Korban di Transportasi
1. Bila mungkin kabari fasilitas kesehatan yang kita tuju.
2. Lanjutkan perawatan penderita. Pada beberapa keadaan pertolongan yang
dilakukan di lapangan hanya dilakukan secara cepat, sehingga sebagai
penolong pekerjaan ini harus diselesaikan dalam perjalanan menuju fasilitas
kesehatan.
3. Cari data tambahan bila penderita respons.
37
4. Lakukan penilaian berkala.
5. Periksa Ulang Pembalutan dan pembidaian.
6. Jaga jalan nafas tetap terbuka (airway). Penderita mungkin muntah dan
muntahan ini perlu dibawa contohnya karena mungkin merupakan data yang
diperlukan di rumah sakit. Misalnya pada kasus keracunan makanan.
7. Bercakaplah dengan penderita bila ia sadar.
8. Beritahukanlah kepada supir bila ada hal-hal dalam cara membawanya yang
dapat mempengaruhi keadaan penderita.
9. Bila terjadi henti jantung maka sebaiknya berhenti dan lakukan RJP.
Untuk lebih jelasnya di bawah ini adalah Draft SOP IGD, antara lain:
1. TRANSPORTASI PASIEN / HELPER SAAT KEADAAN BENCANA
a. Pengertian:
Tranportasi bukanlah sekedar mengantar pasien ke rumah sakit.
Serangkaian tugas harus dilakukan sejak pasien dimasukkan ke dalam
ambulans hingga diambil alih oleh pihak rumah sakit.
b. Tujuan:
Memindahkan penderita/korban bencana dengan aman tanpa memperberat
keadaan penderita/korban ke sarana kesehatan yang memadai.
c. Kebijakan:
Sarana transportasi terdiri dari:
1) Kendaraan pengangkut (ambulance)
2) Peralatan medis dan non medis.
3) Petugas (medis/paramedis)
4) Obat-obatan life saving dan life support.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk transportasi penderita/korban
bencana adalah:
1) Sebelum Diangkat
a) Gangguan pernafasan dan kardiovaskuler telah
ditanggulangi.
b) Perdarahan telah dihentikan
c) Luka-luka telah ditutup
d) Patah tulang telah difiksasi
38
2) Selama perjalanan harus dimonitor
a) Kesadaran
b) Pernafasan
c) Tekanan Darah
d) Denyut Nadi
e) Keadaan Luka
d. Prosedur:
Memindahkan pasien ke ambulans
1) Pada saat ambulans datang anda harus mampu menjangkau pasien
sakit atau cedera tanpa kesulitan, memeriksa kondisinya,
melakukan prosedur penanganan emergensi di tempat dia terbaring,
dan kemudian memindahannya ke ambulans.
2) Pada beberapa kasus tertentu, misalnya pada keadaan lokasi yang
berbahaya atau pasien yang memerlukan prioritas tinggi maka
proses pemindahan pasien harus didahulukan sebelum
menyelesaikan proses pemeriksaan dan penanganan emergensi
diselesaikan.
3) Jika dicurigai adanya cedera spinal, kepala harus distabilkan secara
manual dan penyangga leher (cervical collar) harus dipasang dan
pasien harus diimobilisasi di atas spinal board.
4) Pemindahan pasien ke ambulans dilakukan dalam 4 tahap berikut
a) Pemilihan alat yang digunakan untuk mengusung pasien.
b) Stabilisasi pasien untuk dipindahkan
c) Memindahan pasien ke ambulans
d) Memasukkan pasien ke dalam ambulans
5) Pasien sakit atau cedera harus distabilkan agar kondisinya tidak
memburuk.
6) Perawatan luka dan cedera lain yang diperlukan harus segera
diselesaikan, benda yang menusuk harus difiksasi, dan seluruh
balut serta bidai harus diperiksa sebelum pasien diletakkan di alat
pengangkut pasien.
39
7) Jangan menghabiskan banyak waktu untuk merawat pasien dengan
cedera yang sangat buruk atau korban yang telah meninggal. Pada
prinsipnya, kapanpun seorang pasien dikategorikan dalam prioritas
tinggi, segera transpor dengan cepat.
8) Penyelimutan pasien membantu menjaga suhu tubuh, mencegah
paparan cuaca, dan menjaga privasi.
9) Alat angkut (carrying device) pasien harus memiliki tiga tali
pengikat untuk menjaga posisi pasien tetap aman. Yang pertama
diletakkan setinggi dada, yang kedua setinggi pinggang atau
panggul, dan yang ketiga setinggi tungkai. Kadang-kadang
digunakan empat tali pengikat di mana dua tali disilangkan di dada.
10) Jika penderita/korban tidak mungkin diangkut dengan tandu
misalnya pada penggunaan spinalboard dan hanya bisa diletakkan
di atas tandu/usungan ambulans (ambulance stretcher),maka
disyaratkan untuk menggunakan tali kekang yang dapat mencegah
pasien tergelincir ke depan jika ambulans berhenti mendadak.
Mempersiapkan Pasien untuk Transportasi
1) Lakukan pemeriksaan menyeluruh. Pastikan bahwa pasien yang
sadar bisa bernafas tanpa kesulitan setelah diletakan di atas
usungan. Jika pasien tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan
nafas (airway), pastikan bahwa pasien mendapat pertukaran aliran
yang cukup saat diletakkan di atas usungan.
2) Amankan posisi tandu di dalam ambulans. Pastikan selalu bahwa
pasien dalam posisI aman selama perjalanan ke rumah sakit. Tandu
pasien dilengkapi dengan alat pengunci yang mencegah roda
usungan brgerak saat ambulans tengah melaju.
3) Posisikan dan amankan pasien. Selama pemindahan ke ambulans,
pasien harus diamankan dengan kuat ke usungan. Perubahan posisi
di dalam ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan
kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar yang tidak
memiliki potensi cedera spinal, ubah posisi ke posisi recovery
(miring ke sisi) untuk menjaga terbukanya jalan nafas dan drainage
40
cairan. Pada pasien dengan kesulitan bernafas dan tidak ada
kemungkinan cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport
dengan posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan tungkai
dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera spinal harus
tetap diimobilasasi dengan spinal board dan posisi pasien harus
diikat erat ke usungan.
4) Pastikan pasien terikat dengan baik dengan tandu. Tali ikat
keamanan digunakan ketika pasien siap untuk dipindahkan ke
ambulans, sesuaikan kekencangan tali pengikat sehingga dapat
menahan pasien dengan aman tetapi tidak terlalu ketat yang dapat
mengganggu sirkulasi dan respirasi atau bahkan menyebabkan
nyeri.
5) Persiapkan jika timbul komplikasi pernafasan dan jantung. Jika
kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti jantung,
letakkan spinal board pendek atau papan RJP di bawah matras
sebelum ambulans dijalankan. Ini dilakukan agar tidak perlu
membuang banyak waktu untuk meletakkan dan memposisikan
papan seandainya jika benar terjadi henti jantung.
6) Melonggarkan pakaian yang ketat. Pakaian dapat mempengaruhi
sirkulasi dan pernafasan. Longgarkan dasi dan sabuk serta buka
semua pakaian yang menutupi leher. Luruskan pakaian yang
tertekuk di bawah tali ikat pengaman. Tapi sebelum melakukan
tindakan apapun, jelaskan dahulu apa yang akan Anda lakukan dan
alasannya, termasuk memperbaiki pakaian pasien.
7) Periksa perbannya. Perban yang telah di pasang dengan baik pun
dapat menjadi longgar ketika pasien dipindahkan ke ambulans.
Periksa setiap perban untuk memastikan keamanannya. Jangan
menarik perban yang longgar dengan enteng. Perdarahan hebat
dapat terjadi ketika tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.
8) Periksa bidainya. Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur
selama pemindahan ke ambulans. Periksa perban atau kain mitella
yang menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya. Periksa alat-alat
41
traksi untuk memastikan bahwa traksi yang benar masih tetap
terjaga. Periksa anggota gerak yang dibidai perihal denyut nadi
bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya.
9) Naikkan keluarga atau teman dekat yang harus menemani pasien.
Bila tidak ada cara lain bagi keluarga dan teman pasien untuk bisa
pergi ke rumah sakit,biarkan mereka menumpang di ruang
pengemudi-bukan di ruang pasien- karena dapat mempengaruhi
proses perawatan pasien. Pastikan mereka mengunci sabuk
pengamannya.
10) Naikkan barang-barang pribadi. Jika dompet, koper, tas, atau
barang pribadi pasien lainnya dibawa serta, pastikan barang
tersebut aman di dalam ambulans. Jika barang pasien telah Anda
bawa, pastikan Anda telah memberi tahu polisi apa saja yang
dibawa. Ikuti polisi dan isilah berkas-berkas sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
11) Tenangkan pasien. Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa
pasien ketika dinaikkan ke ambulans. Ucapkan beberapa patah kata
dan tenangkan pasien dengan cara yang simpatik. Perlu diingat
bahwa mainan seperti boneka beruang dapat berarti banyak untuk
menenangkan pasien anak yang ketakutan. Senyum dan nada suara
yang menenangkan adalah hal yang penting dan dapat menjadi
perawatan kritis yang paling dibutuhan oleh pasien anak yang
ketakutan.
12) Ketika anda merasa bahwa pasien dan ambulans telah siap
diberangkatkan, beri tanda kepada pengemudi untuk memulai
perjalanan ke rumah sakit. Jika yang Anda tangani ini adalah
pasien prioritas tinggi, maka tahap persiapan, melonggarkan
pakaian, memeriksa perban dan bidai, menenangkan pasien,
bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan dan dilakukan
selama perjalanan daripada harus diselesaikan tetapi menunda
transportasi pasien ke rumah sakit.
Perawatan Pasien selama Perjalanan
42
1) Lanjutkan perawatan medis emergensi selama dibutuhkan. Jika
usaha bantuan hidup (life support) telah dimulai sebelum
memasukkan pasien ke dalam ambulans, maka prosedur tersebut
harus dilanjutkan selama perjalanan ke rumah sakit. Pertahankan
pembukaan jalan nafas, lakukan resusitasi, berikan dukungan
emosional, dan lakukan hal lain yang diperlukan termasuk
mencatat temuan baru dari usaha pemeriksaan awal (initial
assesment) pasien.
2) Gabungkan informasi tambahan pasien. Jika pasien sudah sadar
dan Anda telah mempertimbangkan bahwa perawatan emergensi
selanjutnya tidak akan terganggu, maka Anda dapat mulai mencari
informasi baru dari pasien.
3) Lakukan pemeriksaan menyeluruh dan monitor terus vital sign.
Peningkatan denyut nadi secara tiba-tiba misalnya, dapat
menandakan syok yang dalam. Catat vital sign dan laporkan
perubahan yang terjadi pada anggota staf bagian emergensi segera
setelah mencapai fasilitas medis. Lakukan penilaian ulang vital
sign setiap 5 menit untuk pasien tidak stabil dan setiap menit untuk
pasien stabil.
4) Beritahu fasilitas medis yang menjadi tujuan Anda. Beberkan
informasi hasil pemeriksaan dan penanganan pasien yang sudah
Anda lakukan, dan beri tahu perkiraan waktu kedatangan Anda.
5) Periksa ulang perban dan bidai.
6) Bicaralah dengan pasien, tapi kendalikan emosi Anda. Bercakap-
cakap terkadang berguna untuk menenangkan pasien yang
ketakutan.
7) Jika terdapat tanda-tanda henti jantung, minta pengemudi untuk
menghentikan ambulans sementara Anda melakukan Resusitasi dan
memberikan AED (defibrilator). Beri tahu pengemudi untuk
menjalankan ambulans lagi setelah memastikan bahwa henti
jantung telah teratasi. Pastikan bahwa UGD mengetahui adanya
henti jantung. Adalah hal yang sangat membantu jika Anda
43
memang secara rutin selalu meletakkan bantalan keras di antara
matras pelbet (cot) dan punggung pasien yang memiliki resiko
tinggi mengalami henti jantung.
8) Memindahkan Pasien Ke Unit Gawat Darurat
a) Dampingi staf UGD bila dibutuhkan dan berikan laporan
lisan atas kondisi pasien Anda. Beritahu setiap perubahan
kondisi pasien yang telah Anda amati.
b) Segera setelah Anda tidak lagi menangani pasien, siapkan
laporan perawatan pra rumah sakit.
c) Serahkan barang-barang pribadi pasien ke pihak rumah
sakit.. Jika benda-benda berharga pasien dipercayakan
penuh pada penjagaan anda, segera serahkan kepada staf
UGD yang bertanggung jawab.
d) Minta diri untuk meninggalkan rumah sakit. Bertanyalah
kepada dokter atau perawat UGD apakah layanan anda
masih dibutuhkan.
M. Definisi Kasus Trauma
Yang dimaksud dengan korban trauma adalah korban yang mengalami gangguan
fisik, yaitu berupa benturan dengan benda keras. Penyebab terjadinya benturan bisa
bermacam-macam, seperti jatuh, kejatuhan benda, atau kecelakaan lalu lintas.
Berdasarkan tingkat cideranya, korban trauma dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
trauma ringan (non significant) dan berat (significant). Korban dikatakan trauma
ringan bila mengalami cidera yang kemungkinan kematian dan cacatnya kecil, seperti
terkilir, luka bakar ringan, terpeleset, dan lain-lain. Korban dikatakan trauma berat
jika kemungkinan kematian atau cacat permanennya besar. Cidera yang
dikelompokkan dalam trauma berat antara lain:
1. terlempar dari kendaraan bermotor yang melaju kencang
2. kecelakaan mobil hingga terbalik
3. jatuh dari ketinggian lebih dari 2 m
4. kecelakaan dengan patah tulang besar (seperti tulang paha)
44
5. kecelakaan banyak penumpang, seorang penumpang meninggal, maka orang
di sebelah orang tersebut dikategorikan trauma berat
6. korban yang tidak sadar dan tidak diketahui mekanisme kejadiannya dianggap
trauma berat.
Penanganan korban trauma sedikit berbeda dengan dengan penanganan korban
medis. Pemberian pertolongan pada korban trauma memerlukan pemeriksaan seluruh
bagian tubuh. pemberian pertolongan juga harus ekstra hati-hati apabila ada indikasi
korban mengalami cidera tulang spinal, yaitu cidera tulang belakang mulai dari tulang
leher hingga tulang ekor. Cidera pada tulang spinal merupakan cidera yang paling
sensitif. Jika penanganannya salah, korban bisa meninggal dunia.
45
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Suatu proses usaha memindahkan dari satu tempat ke tempat lain tanpa ataupun
menggunakan bantuan alat.Tergantung situasi dan kondisi lapangan. Dengan cara ini
pasien tetap selamat sampai tujuan, serta kondisi tidak makin buruk.
Transportasi Pasien adalah sarana yang digunakan untuk mengangkut
penderita/korban dari lokasi bencana ke sarana kesehatan yang memadai dengan aman
tanpa memperberat keadaan penderita ke sarana kesehatan yang memadai.
B. Saran
Dengan telah membacanya makalah ini, mahasiswa/I diharapkan dapat mengerti,
mengetahui tentang System Evakuasi Medic serta tindakan-tindakan yang akan
diambil dalam melakukan tindakan system evakuasi medic yang bermutu dan
bermanfaat bagi pasien. Serta dituntut untuk bisa membandingkan antara teori dan
kasus yang terjadi di lapangan / lahan praktek yang terkadang ketidaksinkronan dan
kesinkronan yang wajar.