BAB I PENGANTAR -...
Transcript of BAB I PENGANTAR -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan Rujuk Balik adalah Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
penderita di Fasilitas Kesehatan (Faskes) atas rekomendasi/rujukan dari dokter
spesialis/sub spesialis yang merawat. Program Rujuk Balik merupakan pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil
dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan dalam jangka
panjang dengan rekomendasi/rujukan dari dokter spesialis/sub spesialis yang
merawat.
Program Rujuk Balik yang diberlakukan di tingkat rumah sakit untuk
pasien penyakit kronis merupakan salah satu upaya kendali mutu dan kendali
biaya. Landasan hukum yang melatarbelakangi program rujuk balik antara lain
adalah Peraturan Penyelenggara BPJS Kesehatan nomor 1 tahun 2014 dan Surat
Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor.HK/Menkes/32/I/2014
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).
Program Rujuk Balik bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan dan meningkatkan kemudahan akses pelayanan kesehatan pasien
penyakit kronis yang mencakup akses promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta memberikan manfaat dalam meningkatkan hubungan dokter dengan pasien
dalam konteks pelayanan holistik, memudahkan untuk mendapatkan obat yang
diperlukan.
Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Program Rujuk Balik menjadi
salah satu program unggulan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan
bagi peserta BPJS Kesehatan. Selain mempermudah akses pelayanan kepada
penderita penyakit kronis, program rujuk balik membuat penanganan dan
pengelolaan penyakit peserta BPJS Kesehatan menjadi lebih efektif. Pasien-pasien
di rumah sakit, khususnya yang menderita penyakit kronis seperti Diabetes
Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK),
2
Epilepsy, Stroke, Schizophrenia, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang
sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan pengobatan atau asuhan
keperawatan dalam jangka panjang, bisa dikelola di tingkat fasilitas kesehatan
primer.
Proses penanganan masalah kesehatan peserta BPJS Kesehatan dimulai
dari fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama seperti di Puskesmas, dokter
keluarga dan klinik, terus berjenjang menuju ke faskes tingkat lanjutan di rumah
sakit. Jika pasien sudah dinyatakan kondisi stabil oleh dokter spesialis di rumah
sakit, maka pengobatan dilanjutkan di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan
di rumah sakit. Mekanisme diawali surat rekomendasi dokter spesialis di rumah
sakit tentang kondisi pasien, selanjutnya pasien bisa mendaftar ke fasilitas
pelayanan primer atau kantor cabang BPJS untuk dimasukkan dalam mekanisme
pelaksanaan pelayanan program rujuk balik.
Pada era JKN, penerapan gate keeper concept di mana Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama (FKTP) berperan sebagai pemberi pelayanan komprehensif,
meningkatkan kompetensi penanganan medik berbasis kajian ilmiah terkini
(evidence-based) melalui bimbingan dokter spesialis serta meningkatkan fungsi
pengawasan pengobatan. Pelayanan kesehatan dilaksanakan berjenjang serta
memberlakukan sistem rujukan yang menetapkan prosedur rujukan untuk semua
peserta sehingga dapat mengurangi beban rumah sakit.
Pelaksanaan Program Rujuk Balik ini tidak lepas dari peran dokter
spesialis di rumah sakit sebagai pihak yang paling memiliki wewenang dalam
melakukan rujukan balik pasien dan merupakan contoh manajemen kasus untuk
efisiensi dan efektivitas pembiayaan kesehatan mengingat biaya yang cukup tinggi
untuk pengobatan penyakit kronis. Pengelolaan penyakit kronis yang baik di
FKTP maupun FKRTL diharapkan dapat menekan angka klaim sehingga dapat
menjaga sustainbilitas program JKN (BPJS Kesehatan, 2014).
Peningkatan jumlah penyakit kronis pada usia lanjut berdampak pada
peningkatan pembiayaan kesehatan, termasuk pembiayaan kesehatan yang harus
ditanggung oleh BPJS. Sejak tahun 2014, BPJS melaksanakan program rujuk
balik sebagai upaya efisiensi biaya kesehatan namun dalam pelaksanaannya tidak
3
sesuai harapan. Ada beberapa faktor mempengaruhinya, salah satunya adalah
kolaborasi antar profesi. Perilaku kolaborasi antar profesi merupakan kunci untuk
mengatasi hambatan dalam proses kolaborasi. Program rujuk balik BPJS
Kesehatan melibatkan berbagai profesi. Program tersebut didukung adanya
regulasi, komitmen fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, kesediaan
fasilitas kesehatan tingkat lanjut, ketersediaan obat serta dukungan dari organisasi
profesi (Sutriso et al., 2017).
Terdapat keterkaitan dokter dalam berpersepsi terhadap pekerjaannya di
rumah sakit sehingga mempengaruhi proses pelayanan kesehatan yang
dilakukannya dan mempermudah manajemen rumah sakit untuk melakukan
kendali mutu pelayanan dan kendali biaya. Oleh karena itu identifikasi persepsi
dokter akan menjadi langkah awal yang penting untuk perbaikan kinerja rumah
sakit. Kurangnya pemahaman terhadap regulasi, tidak ada insentif finansial bagi
faskes yang melakukan rujuk balik, persepsi dokter spesialis terhadap ketepatan
waktu rujukan kembali, tidak kontinu ketersediaan obat rujuk balik di FKTP dan
belum terjalin dengan baik hubungan komunikasi antara dokter spesialis penyakit
dalam dengan dokter FKTP serta patient demand merupakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan rujuk balik (Ulfah, 2017).
Tingginya biaya pelayanan kesehatan mengindikasikan bahwa telah
terjadi inefisiensi dan koordinasi pelayanan yang tidak berjalan dengan baik. Di
Amerika Serikat, meskipun pada tahun 2009 telah menghabiskan biaya pelayanan
kesehatan sebesar $8,086 per kapita, ternyata kinerja sistem kesehatan di Amerika
pada tahun 2011 menunjukkan skor untuk koordinasi dan efisiensi pelayanan
hanya sebesar 52%. Bukti ini menunjukkan bahwa koordinasi pelayanan pada
proses rujukan antara pelayanan primer dan spesialis belum optimal (Lin, 2012).
Tidak berjalannya koordinasi dan transfer informasi antara pelayanan
primer dan spesialis akan berdampak antara lain: tidak adanya kontinuitas
pengobatan pasien (continuty of care), pengobatan tertunda, duplikasi pelayanan,
tindak lanjut pelayanan, polifarmasi, perawatan inap yang tidak semestinya, dan
lain sebagainya. Hal ini juga dapat meningkatkan resiko gugatan malpraktek dan
dapat meningkatkan biaya (Wulandari et al., 2013; Lin, 2012).
4
Faktor yang berperan dalam keberhasilan pelaksanaan program rujuk
balik antara lain: pengetahuan dokter tentang program rujuk balik, ketersediaan
obat di fasilitas layanan primer, informasi yang lengkap dari BPJS Kesehatan
mengenai program rujuk balik dan kesamaan persepsi serta perilaku dokter
mengenai program rujuk balik (Primasari, 2015).
Rendahnya surat jawaban dari dokter spesialis ke dokter umum
dipengaruhi oleh lingkungan kerja, hambatan komunikasi, pemisahan profesi dan
pendidikan kedokteran (Harris et al., 2007). Faktor-faktor yang menghambat
pelaksanaan rujuk balik diantaranya pemahaman yang kurang terhadap regulasi,
tidak ada insentif finansial bagi faskes yang melakukan rujuk balik, persepsi
dokter spesialis terhadap ketepatan waktu rujukan kembali, tidak kontinu
ketersediaan obat rujuk balik di FKTP dan belum terjalin dengan baik dan
hubungan komunikasi antara dokter spesialis penyakit dalam dengan dokter
FKTP serta patient demand (Ulfah, 2017).
Pelaksanaan rujuk balik dari dokter spesialis sulit dilakukan hal ini
dikarenakan adanya anggapan kemampuan dokter umum yang kurang dalam
manajemen penyakit (Brez et al., 2009). Hal yang sama juga disebutkan oleh
Wulandari (2012) dalam penelitiannya bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi rujuk balik pasien DM tipe2 yaitu dokter spesialis menganggap
bahwa kemampuan dokter keluarga dalam mengelola penyakit DM tipe2 kurang
sehingga pasien merupakan wewenang dokter spesialis.
Rumah Sakit Umum Daerah Sawah Besar adalah Rumah Sakit Tipe D
milik Pemerintah Propinsi DKI Jakarta dan merupakan pengembangan dari
Gedung Puskesmas Kecamatan Sawah Besar. Rumah Sakit Umum Daerah Sawah
Besar merupakan salah satu rumah sakit di Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
beroperasional pada tanggal 2 April 2015. Lokasi Rumah Sakit Umum Daerah
Sawah Besar di jalan Dwi Warna Raya nomor 6-8 Kelurahan Karang Anyar
Kecamatan Sawah Besar Provinsi DKI Jakarta, dibangun diatas lahan 1.103 m2
dengan luas bangunan 3.500 m2. Layanan rawat jalan klinik spesialis di tahun
2015 dan tahun 2016, meliputi klinik penyakit dalam, klinik anak dan klinik
kebidanan dan kandungan.
5
Tabel 1 Data Kunjungan Pasien BPJS Kesehatan ke Klinik Spesialis
NO KLINIK
2015 2016 2017 ( TRIWULAN I )
JLM STATUS
KEPESERTAAN JLM STATUS
KEPESERTAAN JLM STATUS
KEPESERTAAN
KUNJ PBI
NON
PBI KUNJ PBI
NON
PBI KUNJ PBI
NON
PBI
1 Penyakit
Dalam 267 164 103 1.081 839 242 607 426 181
2 Anak 34 22 12 458 382 76 232 200 52
3 Obgyn 62 35 27 398 277 121 252 189 43
4 Bedah 0 0 0 0 0 0 51 39 15
5 Syaraf 0 0 0 0 0 0 54 34 17
6 THT 0 0 0 0 0 0 23 16 7
JUMLAH 363 221 142 1.937 1.498 439 1.219 904 315
Sumber: Laporan RSUD Sawah Besar tahun 2016, laporan triwulan I tahun 2017
Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa jumlah kunjungan pasien BPJS
Kesehatan ke Klinik Spesialis di RSUD Sawah Besar mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun, apabila diikuti dengan peningkatan jumlah pasien penyakit
kronis maka akan meningkatnya biaya pengobatan penyakit kronis di rumah sakit.
Tabel 2 Kinerja Rujuk Balik Klinik Penyakit Dalam
Peserta BPJS Kesehatan
RSUD Sawah Besar tahun 2016
JENIS PENYAKIT Jumlah Rujukan
pasien BPJS
Jumlah pasien
Rujuk Balik Prosentase
Diabetes Mellitus 214 20 9%
Hipertensi 68 25 37%
Asma 52 10 19%
Peny Paru Obstruktif
Kronis (PPOK) 17 6 35%
Sumber: Laporan RSUD Sawah Besar tahun 2016
Berdasarkan Tabel 2, Kasus rujuk balik dari empat jenis penyakit tersebut berkisar
9-37% dari jumlah rujukan pasien per kasus tersebut . Setelah pasien peserta rujuk
balik mendapatkan Surat Rujuk Balik (SRB) ke FKTP tidak mendaftarkan sebagai
peserta PRB sehingga semua pasien yang dirujuk balik tidak memiliki buku
kontrol PRB.
6
Tabel 3 Data Tiga Rujukan Masuk Terbanyak Pasien BPJS Kesehatan
di RSUD Sawah Besar
NO NAMA FKTP
2015 2016
JUMLAH
RUJUKAN %
JUMLAH
RUJUKAN %
1 PKC SAWAH BESAR 159 75% 1.308 60%
2 PKL KARTINI 33 16% 406 19%
3 PKL PASAR BARU 9 4% 121 6%
Sumber: Laporan RSUD Sawah Besar tahun 2016
Dari data pada Tabel diatas, Tiga FKTP perujuk terbanyak di tahun 2015 dan
tahun 2016 adalah wilayah Kecamatan Sawah Besar dengan angka jumlah rujukan
semakin bertambah. Pertanyaannya adalah dari pasien peserta BPJS Kesehatan
yang di rujuk ke rumah sakit Sawah Besar tersebut, berapa pasien penyakit kronis
peserta BPJS Kesehatan yang dirujuk balik oleh Rumah Sakit ke FKTP?. Berikut
adalah angka rujuk balik pasien BPJS Kesehatan tahun 2016 dan Triwulan
pertama di tahun 2017.
Gambar 1 Angka Rujuk Balik Pasien Tahun 2016
7
Gambar 2 Angka Rujuk Balik Pasien Triwulan Pertama tahun 2017
Dari grafik pada gambar 1 dan 2, BPJS Kesehatan telah mengeluarkan Buku
Panduan Praktis tentang Rujuk Balik pada tahun 2014 dan sampai dengan saat ini
pelaksanaan rujuk balik belum berjalan di RSUD Sawah Besar. Dari gambar
diatas dapat dijelaskan bahwa pasien penyakit kronis peserta BPJS Kesehatan
yang berobat ke klinik penyakit dalam yang dirujuk balik dari RSUD Sawah
Besar ke FKTP masih sangat kecil di bandingkan data rujukan ke Rumah Sakit
serta dari jumlah pasien yang dirujuk balik dan dari semua pasien yang dilakukan
rujuk balik dari RSUD Sawah Besar belum ada yang menjadi peserta PRB.
Untuk mempermudah manajemen rumah sakit melakukan kendali mutu
pelayanan dan kendali biaya diperlukan identifikasi persepsi dokter akan menjadi
langkah awal yang penting untuk perbaikan kinerja rumah sakit, oleh karena itu
peneliti akan meneliti faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan
rujuk balik di RSUD Sawah Besar diambil dari segi persepsi dari dokter spesialis
penyakit dalam, dokter umum dan pasien penyakit kronis peserta BPJS
Kesehatan.
8
B. Perumusan Masalah
Faktor-Faktor apa yang mempengaruhi pelaksanaan rujuk balik di RSUD Sawah
Besar agar berjalan sesuai dengan panduan rujuk balik dari BPJS Kesehatan?
C. Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan pelaksanaan mekanisme rujuk balik di RSUD Sawah
Besar.
2. Mengidentifikasi persepsi dokter spesialis penyakit dalam terhadap
pelaksanaan rujuk balik.
3. Mengidentifikasi persepsi dokter umum terhadap pelaksanaan
rujuk balik.
4. Mengidentifikasi persepsi pasien terhadap pelaksanaan rujuk balik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi rumah sakit:
Sebagai umpan balik untuk memperbaiki mutu pelaksanaan rujuk balik di
RSUD Sawah Besar.
2. Manfaat bagi dokter spesialis penyakit dalam:
Sebagai umpan balik untuk memperbaiki mutu pelaksanaan rujuk balik
3. Manfaat bagi dokter umum:
Sebagai bahan masukan dan informasi dalam meningkatkan mutu
pelaksanaan rujuk balik
4. Manfaat bagi peneliti:
Meningkatkan kemampuan dalam mengidentifikasi, menganalisa dan
memecahkan permasalahan terkait dengan pelayanan rujukan balik
9
E. Keaslian Penelitian
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil utama
Wulandari
(2012)
Diidentifikasinya
situasi kerja dan
persepsi dokter
spesialis penyakit
dalam serta
persepsi pasien
yang
mempengaruhi
pelaksanaan
rujukan balik
pasien DM tipe 2
dari rumah sakit
ke dokter
keluarga
RSUD Kab.
Kudus,
RS Mardi
Rahayu
Kudus,
RSI Sunan
Kudus
Metode
penelitian
deskriptif,
kualitatif,
teknik
pengumpula
n data
wawancara
mendalam
Masing-
masing
rumah
sakit: 8
orang
dokter
spesialis
penyakit
dalam
FGD
dengan
pasien
dibagi
dalam 4
kelompok
1.Beban kerja
yang berlebih
spesialis
2. Dokter
keluarga
kurang
memiliki
kemampuan
dalam
penanganan
penyakit DM
tipe 2,
3. Hubungan
kurang
harmonis
antara dokter
keluarga dan
dokter
spesialis
penyakit
dalam,
Kurniawati
(2016)
Mengevaluasi
kualitas rujukan
dan rujukan balik
pasien rawat jalan
penyakit Jantung
koroner peserta
JKN
Puskesmas
Kec. Menteng
Potong
lintang,
univariat,
bivariat,
dengan uji
chi square
pada alpa
5% dan
multivariat
4 dokter
umum di
Puskesmas
,7 dokter
spesialis
jantung ,
4 pasien
Memiliki
kualitas baik
dari dimensi
aman, efektif,
berpusat pada
pasien, efisien,
tepat waktu
dan merata.
Kusumawati
(2016)
Mengidentifikasi
faktor yang
mempengaruhi
pelaksanaan
Program Rujuk
Balik pasien
penyakit kronis
peserta BPJS
Kesehatan di
Daerah Istimewa
Yogyakarta
Provinsi
Daerah
Istimewa
Yogyakarta
Kualitatif
deskriptif,
melalui FGD
Dokter
Spesialis,
dokter
layanan
primer di
FKTP dan
peserta
PRB
1.Kompetensi
dokter layanan
primer sudah
cukup baik,
2. Hubungan,
komunikasi
masih kurang,
3 . Tidak
menjawab
surat rujukan
akibat
banyaknya
jumlah pasien
yang harus
dirawat.
4.Ketersediaan
alat, obat
terbatas.
10
Penulis
(tahun)
Tujuan Lokasi Rancangan
penelitian
Sampel Hasil utama
Ulfah
(2017)
Mengevaluasi
implementasi
Program Rujuk
Balik serta
mengetahui
faktor-faktor yang
dapat
mempengaruhi
rujuk balik
hipertensi peserta
BPJS Kesehatan
di RS PKU
Muhammadiyah
Yogyakarta
RS PKU
Muhammadiy
ah
Yogyakarta
Studi kasus
eksploratoris
dengan
wawancara
mendalam
3 orang
Dokter
spesialis,
3 orang
dokter
pelayanan
primer,
3 orang
apoteker,
pasien
hipertensi
peserta
BPJS
Kesehatan
1.Pemahaman
terhadap
regulasi rujuk
balik masih
kurang,
2.Ketepatan
waktu rujuk
kembali dan
kemampuan
FKTP serta
komunikasi
belum berjalan
dengan baik,
3.Kelengkapa
n sarana
prasarana di
FKTP yang
kurang.
Perbedaan mendasar antara penelitian-penelitian diatas dengan penelitan ini
adalah pada penelitian ini bertujuan : Mendeskripsikan mekanisme pelaksanaan
rujuk balik di RSUD Sawah besar, mengidentifikasi persepsi dokter spesialis,
dokter umum dan pasien. Lokasi penelitian dilakukan di RSUD Sawah Besar,
Puskesmas Kecamatan Sawah Besar, Puskesmas Kelurahan Kartini dan
Puskesmas Kelurahan Pasar Baru dengan metodologi penelitian studi kasus.