BAB I PENDAHULUAN Kelembaban tanah adalah air yang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN Kelembaban tanah adalah air yang...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelembaban tanah adalah air yang mengisi sebagian atau seluruh pori –
pori tanah yang berbeda diatas watertable (Jamulya dan Suratman, 1993).
Kelembaban tanah merupakan faktor penting di dalam berbagai bidang. Informasi
kelembaban tanah sangat penting bagi pakar pertanian sebagai penentu tingkat
kelayuan tanaman, dengan diketahuinya informasi tingkat kelembaban tanah
maka dapat dilakukan tindakan dalam hal penentuan waktu irigasi sehingga tepat
sasaran dalam menyelamatkan pertanian ( Hardy, 1980 dalam C.P.Lo, 1996).
Kandungan air di dalam tanah diperlukan dalam proses pertumbuhan tanaman
mulai dari perkecambahan bibit, pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman
pertanian. Perubahan kondisi kandungan kelembaban tanah perlu diperhatikan
apakah sangat kering pada musim kemarau dan sangat basah pada musim
penghujan sehingga nantinya keadaan tanah dapat digunakan untuk tingkat
produktivitas yang optimal. Informasi tersebut juga dipergunakan untuk
manajemen sumberdaya air, peringatan awal kekeringan, penjadwalan irigasi dan
perkiraan cuaca (Arnold, 1999).
Pertumbuhan vegetasi memerlukan tingkat kelembaban tanah tertentu,
oleh karena itu dapat dikatan bahwa kadar kelembaban tanah tingkat tertentu
dapat menentukan bentuk tata guna lahan (Asdak, 1985). Kelembaban tanah
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain keadaan vegetasi, jenis tanah, tekstur
tanah dan iklim serta penutup/penggunaan lahan pada suatu daerah. Faktor –
faktor tersebut saling berkaitan erat dalam memberikan kontribusi pada jumlah
simpanan air di dalam tanah. Penutup/penggunaan lahan mempengaruhi variasi
fisik keadaan tanah dan fungsi hidrologis dalam hubungannya dengan kelembaban
tanah, oleh karena itu penutup/penggunaan lahan akan sangat berarti pada studi
neraca air atau potensi di suatu daerah. Peristiwa kekeringan terjadi jika
keseimbangan antara curah hujan yang menghasilkan ketersediaan air di dalam
tanah lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan air atau kelembaban tanah
yang diperlukan tumbuhan untuk hidup. Namun, tingkat kelembaban tanah yang
tinggi juga dapat menimbulkan permasalahan, apabila tanah terlalu lembab maka
kegiatan di bidang pertanian menjadi terhambat.
Kemajuan teknologi penginderaan jauh berdampak pada semakin luasnya
aplikasi atau pemanfaatan terhadap kajian sumberdaya bumi dan memungkinkan
efisiensi proses ekstraksi informasi sumberdaya bumi terutama untuk wilayah
cakupan yang luas. Semakin berkembangnya teknologi di bidang penginderaan
jauh ini juga menuntut semakin cepatnya laju informasi dan perkembangan
pengolahan atau pemrosesan data penginderaan jauh secara digital, semakin
bertambahnya kebutuhan akan sumberdaya lahan sebagai sarana untuk
pemenuhan kebutuhan hidup manusia akan menuntut ketersedian informasi lahan
secara cepat dan akurat. Pemanfaatan penginderaan jauh dalam studi kelembaban
tanah terus dikembangkan melalui berbagai pendekatan yang didasarkan tidak
hanya pada citra satelit saja namun mengintegrasikannya dengan data lapangan
(Nasrullah dkk, 2009). Informasi dari data penginderaan jauh merupakan
informasi yang penting untuk mendukung kegiatan pertanian, banjir, kekeringan
dan erosi tanah karena kandungan kelembaban di setiap jenis tanah berbeda –
beda baik itu kadar air yang terkandung maupun kecepatan infiltrasi, karena akan
berpengaruh untuk keadaan tanah dalam menyimpan ketersedian air pada musim
kemarau.
Lillesand et al. (1990) menyatakan bahwa setiap obyek dipermukaan bumi
mempunyai sifat yang berbeda antara obyek yang satu dengan obyek yang lain
dalam memantulkan, menyerap dan mentransmisikan tenaga elektromagnetik.
Obyek tersebut dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik spektralnya. Tetapi
dalam perjalanannya tenaga elektromagnetik dipengaruhi oleh atmosfer yang
mengubah distribusi spektral dan besarnya tenaga yang diterima oleh sensor.
Seperti yang terjadi pada vegetasi, respon spektral tanah juga berbeda – beda
bergantung pada panjang tenaga elektromagnetik dan interaksi yang terjadi.
Sejauh ini interpretasi penginderaan jauh dilakukan dengan interpretasi
secara visual. Teknik interpretasi tersebut didasarkan pada pada kemampuan
interpreter dalam menafsir obyek. Keterbatasan dalam interpretasi tersebut adalah
ketika dilakukan beberapa analisi beberapa citra pada waktu yang sama.
Interpretasi citra merupakan kemampuan untuk melakukan penilaian subyektif
berdasarkan atas unsur – unsur selektif benda yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
1990). Akhir – akhir ini ekstraksi informasi dengan teknik pengolahan citra satelit
dikerjakan dengan teknologi komputer dan dilandasi oleh pendekatan statistik.
Dalam hal ini digunakan teknik penajaman citra dan transformasi matematis pada
citra digital. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi piksel (picture
element) berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik.
Setiap kelompok pixel dicari kaitannya terhadap obyek di permukaan bumi.
Kemampuan tanah untuk mengikat dan menyimpan air berkaitan dengan
kadar air dalam tanah, semakin tinggi jumlah air yang ada dalam tanah semakin
tinggi pula kadar kelembaban tanah tersebut. Tanah yang lembab biasanya
memiliki rona yang gelap pada citra dikarenakan air yang ada dalam tanah
tersebut cenderung menyerap spektrum elektromagnetik. Begitu sebaliknya pada
tanah yang kadar airnya rendah memiliki rona yang lebih cerah pada citra. Sifat
pantulan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan air tanah,
tekstur tanah, struktur, kandungan bahan organik dan kadar oksida besi
(Hoffer,1990). Pada setiap jenis tanah menurut tekstur dan penyebaran pori – pori
tanah memperlihatkan variasi karakteristik kandungan kelembaban tanah.
Misalnya pada tanah berpasir dengan tekstur kasar memiliki kemampuan
pengatusan yang baik, menghasilkan kandungan kelembaban tanah yang rendah
dan pantulannya relative tinggi daripada tanah lempung dengan tekstur halus
(Lillesand dan kiefer, 1990). Kelembaban tanah memiliki korelasi negatif dengan
pantulan permukaan tanah, yang berarti kelembaban tanah mengurangi pantulan
permukaan tanah ( Jensen, 1983 dan Curran, 1985).
E.C. Barret dan L.F. Curtis (1976), meneliti pantulan spektral untuk
mengevaluasi kelembaban tanah dan air yang digunakan oleh tumbu – tumbuhan
dengan menggunakan metode “Airborne Remote Sensing”. Tiga range atau julat
spektral yang digunakan adalah 0,47 – 0,61 m (hijau), 0,59-0,70 m (merah) dan
0,68-0,90 m (inframerah dekat). Dari hasil evaluasi ini ditemukan bahwa
perbedaan – perbedaan kelembaban tanah dapat dideteksi lebih baik pada bagian
spectrum merah. Spektrum inframerah dekat memberikan sedikit informasi yang
berhubungan status atau keberadaan kelembaban tanah. Band spektral hijau
memberikan hasil yang baik selama waktu tumbuhan aktif tumbuh. (Reginato
et.al,1977 dalam Bred Mussick et.al,1986).
Data penginderaan jauh akan memudahkan di dalam mendeteksi kondisi
tanah terutama kelebihannya dalam menyajikan data multispektral. Data
penginderaan jauh Landsat Thematic (TM) memiliki 7 saluran spektral dimana 6
saluran merespon pantulan spektral dan 1 saluran merespon pancaran spektral dari
suatu obyek yaitu saluran inframerah. Citra Landsat TM sejauh ini digunakan
untuk beberapa aplikasi antara lain pemetaan penutup lahan, pemetaan
penggunaan lahan, pemetaan tanah, pemetaan geologi dan pemetaan suhu
permukaan laut.
1.2 Perumusan Masalah
Karakteristik spektral merupakan besaran terukur yang dimiliki suatu
objek pada satu atau beberapa julat panjang gelombang (Reeves, 1975). Informasi
mengenai karakteristik spektral pada suatu objek dapat diidentifikasi melalui
kurva pantulan spektral. Sifat pantulan tanah memiliki korelasi yang positif
terhadap panjang gelombangnya. Tanah memiliki pola pantulan spektral yang
naik seiring dengan besar panjang gelombangnya terutama pada spektrum tampak
dan inframerah.
Pantulan tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kandungan
kelembaban, tekstur tanah, kandungan oksida besi, kekasaran permukaan dan
kandungan bahan organik. Adanya kandungan air di tanah akan mengurangi
pantulannya, sehingga pada kondisi tanah yang berbeda yaitu tanah yang kering
dan basah akan mempengaruhi amplitudo dari kurva pantulan tanah tersebut.
Dari urain tersebut maka dapat disimpulkan permasalahan sebagai berikut :
Kelembaban tanah permukaan dapat dikorelasikan dengan nilai spektral
citra penginderaan jauh, sifat pantulan tersebut dipengaruhi oleh kondisi
kelembaban tanah sehingga perlu dilakukan kajian mengenai karakteristik
pantulan pada tanah yang lembab untuk memperoleh saluran terbaik dan
hubungannya dengan kelembaban tanah aktual.
Untuk memecahkan permasalahan tersebut, maka dapat diambil judul penelitian
Pemanfaatan Citra Digital Multispektral Landsat TM Untuk Identifikasi
Karakteristik Pantulan Spektral Kelembaban Tanah Permukaan
Studi Kasus : Sebagian Kabupaten Klaten
1.3 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, dapat dibuat beberapa pertanyaan
penelitian, sebagai berikut :
1. Bagaimana karakterisrik pantulan spektral tanah permukaan pada
kondisi kelembaban tanah yang berbeda pada masing – masing saluran
tunggal citra digital multispektral Landsat TM?
2. Bagaimana hubungan kelembaban tanah permukaan dengan nilai
spektral pada citra digital multispektral Landsat TM?
3. Saluran mana yang terbaik untuk mengidentifikasi kelembaban tanah
permukaan?
1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, dapat dirumuskan tujuan penelitian
yang akan dilakukan yaitu :
1. Mempelajari karakteristik pantulan spektral tanah permukaan pada
kondisi kelembaban tanah yang berbeda pada masing – masing
saluran tunggal citra digital multispektral Landsat TM.
2. Mengetahui hubungan kelembaban tanah permukaan dengan nilai
spektral pada citra digital multispektral Landsat TM.
3. Menentukan saluran spektral terbaik untuk identifikasi kelembaban
tanah permukaan.
1.5 Hasil yang Diharapkan
1. Kurva pantulan karakteristik spektral kelembaban tanah permukaan
pada citra digital multispektral Landsat TM.
2. Hubungan nilai spektral tanah pada citra digital Landsat TM dengan
kelembaban tanah permukaan.
3. Saluran tunggal citra digital multispektral Landsat TM terbaik untuk
mengidentifikasi kelembaban tanah permukaan
1.6 Telaah Pustaka
1.6.1 Dasar Fisika Penginderaan Jauh
Untuk dapat mengkaji dan memanfaatkan data penginderaan jauh secara
optimal, diperlukan pemahaman mengenai dasar fisika penginderaan jauh yang
meliputi sumbert tenaga dan prinsip radiasinya, interaksi tenaga didalam atmosfer,
dan interaksinya tenaga dengan obyek di permukaan bumi.
Cahaya tampak hanyalah salah satu dari beberapa bentuk energy
elektromagnetik. Gelombang radio, panas, sinar ultraviolet dan sinar X
merupakan bentuk lain tenaga yang lazim. Semua tenaga ini pada dsarnya sama
dan melakukan radiasi sesuai dengan teori radiasi gelombang. Seperti ditunjukan
Gambar 1.1, teori ini menerangkan bahwa energy elektromagnetik yang bergerak
secara harmonis berbentuk inuoidal pada “kecepatan cahaya”. C jarak dari satu
puncak gelombang ke puncak gelombang berikutnya disebut panjang gelombang
(λ), dan jumlah puncak yang melewati suati titik tertentu dalam ruang persatuan
waktu adalah frekuensi, f. Berdasarkan fisika dasar, gelombang mematuhi
persamaan umum berikut ini :
C = f. λ…………………………………………………………………(1.1)
Keterangan :
C = tetapan (3x10� m/detik)
f = frekuensi
λ = panjang gelombang untuk tiap gelombang berbanding terbalik
Satu diantara dua istilah tersebut dapat digunakan untuk mencirikan
gelombang dalam bentuk tertentu. Di dalam penginderaan jauh, penggolongan
gelombang elektromagnetik paling sering dilakukan menurut letak panjang
gelombangnya di dalam spectrum elektromagnetik Gambar 1.2. Satuan yang
paling sering digunakan untuk mengukur panjang gelombang di dalam spektum
elektromagnetik adalah micrometer (µm). Satu mikro sama dengan 1 x 10�m
(Lillesand dan Kiefer,1990).
Gambar 1.1 Gelombang elektromagnetik.Komponennya meliputi gelombang elektrik sinusoidal (E) dan gelombang magnetic sinusoidal (M) yang sernting keduanya tegak lurus terhadap arah radiasi (Lillesand dan Kiefer, 1979 dalam Sutanto, 1986)
Gambar 1.2 Spektrum magnetik (Lillesand dan Kiefer, 1990)
Walaupun nama spektrum untuk mudahnya biasa digunakan pada bagian
spectrum elektromagnetik ( seperti ultraviolet dan gelombang mikro), tidak ada
batas yang tegas antara satu bagian spectrum dengan bagian spectrum berikutnya.
Pembagian spectrum telah berkembang dari berbagai metode penginderaan, atas
tiap jenis radiasi, dan ini melebihi pembedaan berdasarkan sifat tenaga pada
berbagai panjang gelombang. Juga perlu diperhatikan bahwa bagian spectrum
elektromagnetik yang digunakan di dalam penginderaan jauh terletak secara
berkesinambungan yang docirikan dengan perubahan – perubahan besaran tenaga
dengan kelipatan 10 berpangkat banyak. Oleh karena itu lazim digunakan skala
logaritma untuk menggambarkan spectrum elektromagnetik. Bagian spectrum
tampak pada gambaran logaritmik meratakan bagian yang kecil, karena kepekaan
spektral mata manusia hanya berkisar ± 0,4 µm hingga sekita 0,7 µm. Warna
“biru” terdapat kira – kira pada julat 0,4 – 0,5 µm, “hijau” antara 0,5 – 0,6 µm dan
“merah” anatara 0,6 – 0,7 µm. Tenaga ultraviolet membentang kea rah panjang
gelombang yang lebih pendek dari bagian spectrum tampak ialah energy
inframerah thermal. Pada panjang gelombang yang jauh lebih panjang ( 1 mm – 1
m) disebut bagian spectrum gelombang mikro (Lillesand dan Kiefer, 1979 dalam
Sutanto, 1986).
1.6.2 Sistem Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan salah satu pengumpulan data dengan
menggunakan sensor yang mengindera obyek tanpa kontak langsung dengan
obyek yang diindera (Colwell,1984 dalam Jensen, 1968).Dari definisi tersebut
dapat juga diartikan secara sederhana bahwa penginderaan jauh adalah suatu alat
untuk memperoleh data spasial dengan cara efektif dibandingkan dengan
penggunaan cara terrestrial, maka perolehan data melalui data penginderaan jauh
lebih member keuntungan. Serangkaian sistem penginderaan jauh terdiri dari
perolehan data dan analisis sintesis. Serangkaian perolehan data ini masih terdiri
atas tenaga obyek/benda, proses dan keluaran. Secara ringkas, dengan teknik
penginderaan jauh, dapat mengetahui informasi yang ada di permukaan bumi
dengan cara menginterpretasi maupun menganalisisnya.
Secara garis besar, terdapat tiga sistem penginderaan jauh yang digunakan
untuk menyadap informasi permukaan bumi, menurut Cracnell (1981 dalam
Sutanto, 1986) yaitu sistem pasif menggunakan tenaga pancara obyek, sistem
pasif menggunakan pantulan sinar matahari, sistem aktif berupa radar, laser, lidar
dan sebagainya.
Sebagai suatu sistem, penginderaan jauh terdiri dari serangkaian
komponen, yaitu unsur tenaga, obyek atau target, sensor dan keluaran. Tenaga
yang digunakan dalam mengindera dapat berupa tenaga elektromagnetik alamiah (
sinar matahari) maupun tenaga elektromagnetik buatan. Penginderaan jauh yang
menggunakan tenaga sinar matahari disebut sistem pasif, dan yang menggunakan
tenaga elektromagnetik buatan disebut sistem aktif.
Sensor merupakan alat penerima yang berasal dari tenaga pantulan
maupun tenaga pancaran obyek. Setiap sensor memeiliki kepekaan berbeda
terhadap bagian spectrum elektromagnetik yang digunakan. Berdasarkan proses
perekamannya, sensor dibedakan menjadi sensor fotografi dan non fotografi
(Sutanto, 1986).
1.6.2.1 Sumber Tenaga
Dalam penginderaan jauh harus ada sumber tenaga, baik sumber tenaga
alamiah maupun sumber tenaga buatan. Tenaga ini mengenai obyek dipermukaan
bumi kemudian dipantulkan ke sensor. Sumber tenaga lain juga dapat berupa
tenaga dari obyek yang dipancarkan ke sensor. Jumlah tenaga matahari yang
mencapai bumi dipengaruhi waktu, jam, muism, lokasi dan kondisi cuaca. Jumlah
tenaga yang diterima pada siang hari lebih banyak bila dibandingkan dengan
jumlah pagi atau sore hari. Kedudukan matahari terhadapa tempat bumi berubah
sesuai dengan perubahan musim. Pada musim saat matahari berada tegak lurus
disuatu tempat, jumlah tenaga yang diterima lebih besar bila dibandingkan dengan
pada musim lain disaat matahari condong terhadap tempat tersebut. Disamping
itu, jumlah tenaga yang diterima juga diterima juga dipengaruhi oleh letak tempat
permukaan bumi. Tempat – tempat di ekuator menerima tenaga lebih banyak bila
dibandingkan terhadap tempat – tempat di lintang tinggi. Untuk waktu dan letak
yang sama, jumlah sinar yang mencapai bumi dapat berbeda dilihat dari kondisi
cuaca yang berbeda. Semakin banyak penutupan oleh laut, asap dan awan maka
semakin sedikit tenaga yang dapat mencapai bumi.
Tenaga yang diterima oleh sensor dapat berupa tenaga pantulan maupun
tenaga pancaran yang berasal daro obyek di permukaan bumi. Jumlah tenaga yang
diterima oleh sensor tersebut tergantung pula pada karakteristik obyeknya. Bagi
tenaga pantulan, jumlah tenaga yang diterima oleh sensor sebesar % pantulan
tenaga dikalikantenaga yang mengenai obyek. Bila tenaga yang mengenai obyek
sebesar 100 unit, data pantul obyeknya 30%. Maka jumlah tenaga yang dapat
mencapai sensor bergantung atas suhu atau daya pancar obyek. Semakin banyak
tenaga yang diterima oleh sensor akan semakin cerah wujud obyeknya pada citra.
Daya pantul obyek, suhu, dan daya pancar obyek merupakan karakteristik spektral
obyek.
1.6.2.2 Atmosfer
Atmosfer merupakan medium bagi gelombang elektromagnetik yang
dipanacarkan dari sensor ke obyek dan kembali lagi ke sensor. Atmosfer ini
pengaruhnya terhadap panjang gelombang bersifat selektif, sehingga timbul
jendela atmosfer. Jendela atmosfer dapat diartikan sebagai aderah yang bisa
digunakan untuk gelombang elektromagnetik atau bagian spektral
elektromagnetik yang sampai kepermukaan bumi.
Gambar 1.3. interaksi antara tenaga elektromagnetik dengan atmosfer (Paine,1981 dalam Sutanto,1986)
Atmosfer membatasi bagian spectrum elektromagnetik yang dapat
digunakan dalam penginderaan jauh. Pengaruh atmosfer merupakan fungsi
panjang gelombang, karena pengaruh yang selektif inilah maka timbul istilah
jendela atmosfer yaitu bagian spectrum elektromagnetik yang dapat mencapai
permukaan bumi. Dalam jendela atmosfer ada hambatan atmosfer yaitu kendala
yang disebabkan oleh hamburan pada spectrum tampak dan serapan yang terjadi
pada spectrum inframerah thermal.
Dalam penginderaan jauh juga digunakan tenaga elektromagnetik dengan
matahari sebagai sumber uatama tenaga. Namun ada pula tenaga elektromagnetik
lain yang tidak berasal dari matahari tetapi tenaga elektromagnetik buatan yang
sering digunakan dalam penginderaan jauh sistem aktif. Tenaga elektromagnetik
dalam tenaga jendela atmosfer tidak dapat mencapai permukaan bumi secara utuh
karena sebagian mengalami hambatan di atmosfer. Interaksi antara tenaga
elektromagnetik dengan atmosfer disajikan secara skematik pada Gambar 1.3.
1.6.2.3 Karakteristik Objek Air, Tanah dan vegetasi
Karakteristik spektral obyek air, tanah dan vegetasi ini tergantung pada
panjang gelombang elektromagnetik dan interaksi yang terjadi. Pada obyek –
obyek tersebut, interaksi yang terjadi adalah hasil pantulan obyek oleh berbagai
kondisi obyek yang lainnya.
Gambar 1.4 Kurva pantulan spektral yang mencirikan untuk obyek vegetasi, tanah dan air ( Lillesand dan Kiefer, 1990)
Pantulan spektral untuk tiga obyek utama di muka bumi, yakni vegetasi
sehat berdaun hiajau, tanah gundul (lempung coklat kelabu) dan air danau yang
jernih. Garis pada kurva tersebut menyajikan kurva pantulan rata – rata yang
dibuat dengan pengukuran sampel obyek yang jumlahnya banyak. Pada umumnya
konfigurasi kurva ini merupakan suatu indicator tentang jenis dan kondisi obyek
yang berkaitan. Walaupun obyek secara individual akan berbeda besar di atas dan
di bawah nilai rata – rata, tetapi kurva tersebut menunjukkan beberapa titik
fundamental yang berkaitan dengan pantulan.
1.6.3 Penginderaan Jauh Sistem Landsat TM
Sistem sensor Landsat TM (Thematic Mapper) adalah suatu sistem
penyiam optik-mekanis yang merekam energy pada spectrum elektromagnetik
daerah sinar tampak, inframerah terpantul, inframerah tengah dan inframerah
thermal.
Sistem sensor Landsat TM memiliki tujuh saluran spektral dengan resolusi
saluran non thermal adalah 30 m, sedangkan resolusi saluran thermal 120 m.
Resolusi radiometric citra ini adalah 8 bit dengan 256 tingkat keabu – abuan
dengan luas liputan wilayah 185 x 185 ���.
Tabel 1.1 Karakteristik spektral Citra Digital Multispektral Landsat TM (Lillesand dan Kiefer, 1990)
Saluran Panjang
Gelombang
Nama
Spektrum Aplikasi
1 (0,45 -0,52)
µm Biru
Dirancang untuk penetrasi tubuh
air dangkal, berguna untuk
pemetaan air pantai/kedalaman,
pembedaan tanah/vegetasi,
pemetaan tipe hutan, identifikasi
kenampakan budaya, identifikasi
tanaman berdaun lebar dan
berdaun jarum.
2 (0,52 – 0,6)
µm Hijau
Dirancang untuk pengamatan
puncak pantulan vegetasi pada
saluran hijau yang terl;letak
diantara dua saluran penyerapan,
berguna untuk membedakan jenis
vegetasi dan membedakan
tanaman sehat dan tidak.
Lanjutan tabel 1.1
3 (0,63 – 0,69)
µm Merah
Dirancang untuk sensitive
terhadap daerah penyerapan
klorofil, membantu membedakan
spesies tanaman dan identifikasi
kenampakan budaya.
4 (0,76-0,90)
µm
Inframerah
dekat
Berguna untuk penentuan tipe
vegetasi, kelembaban, kandungan
biomassa dan deliniasi tubuh air.
5 (1,55-1,75)
µm
Inframerah
Tengah I
Berguna untuk menunjukkan
kandungan kelembaban vegetasi
dan tanah, pembeda antara salju
dan awan.
6 (10,4 – 12,5)
µm Inframerah
termal
Untuk analisis gangguan tanaman, pembeda kelembaban dan pemetaan termal.
7 (2,08-2,35)
µm
Inframerah
tengah II
Berguna untuk membedakan tipe
batuan, pemetaan alterasi
hidrotermal dari ion – ion
hidroksil dalam mineral yang
berhubungan dengan endapan
mineral dan kelembaban tanah.
Sumber : Liilesand & Kiefer, 1990
1.6.4 Konsep Dasar Pemrosesan Citra Digital
1.6.4.1 Koreksi Radiometri
Koreksi radiometrik pada pengolahan awal citra dimaksudkan untuk
meningkatkan akurasi pengukuran pantulan spektral, pancaran, serta hamburan
balik permukaan yang diperoleh dari data penginderaan jauh (Jensen, 2005).
Fungsi koreksi radiometrik pada dasarnya dimaksudkan untuk mengembalikan
karakteristik pantulan hasil perekaman citra menjadi pantulan sebenarnya di
permukaan. Adanya perbedaan karakteristik yang muncul dapat disebabkan olah
dua hal yaitu kesalahan internal sensor yang sudah diperhitungkan saat sensor
diluncurkan serta kesalahan eksternal yang lebih dipengaruhi oleh gangguan
atmosfer serta faktor topografi.
Koreksi radiometrik tidak mutlak tidak mutlak diperlukan pada
pengolahan awal citra, tergantung pada tingkat analisis yang akan dilakukan.
Koreksi radiometrik tidak diperlukan saat analisis satu citra untuk tujuan
klasifikasi baik secara visual maupun multispektral, atau klasifikasi beberapa citra
namun dengan sampel yang independen. Klasifikasi mutlak diperlukan bila
analisis hubungan antara kenampakan citra dengan pantulan di lapangan. Analisis
citra multi- sensor juga membutuhkan koreksi radiometrik, karena hasil
perekaman setiap sensor akan mempunyai perbedaan nilai piksel walaupun pada
cakupan wilayah yang sama.
Level koreksi radiometrik mempunyai tiga tingkatan meliputi at sensor
radiance, at sensor reflectance, serta at surface reflectance. Analisis citra yang
akan dilakukan menentukan hingga level mana koreksi perlu dilakukan. Pada
proses penggabungan citra koreksi dapat dilakukan hanya pada tingkat at sensor
radiance, untuk menyamakan sistem coding pada kedua citra masukan.
Pengubahan nilai DN yang umumnya berbeda pada setiap perekaman menjadi
nilai radiance yang mempunyai unit physical yang konstan sehingga proses
penggabungan beberapa citra dengan sensor yang berbeda dapat dilakukan.
Kualitas hasil penggabungan citra multiresolusi atau multisensor sangat
bergantung pada koreksi radiometrik antara citra masukan yang akan
digabungkan, rendahnya korelasi menyebabkan rendahnya kualitas citra gabungan
( Schowengerdt, A. Robert, 2007 ).
1.6.4.2 Koreksi Geometri
Data penginderaan jauh dengan sistem perolehan secara in situ, tidak
secara langsung mempunyai sifat planimetrik ( koordinat x,y , datum, serta sistem
proyeksi), perlu dilakukan koreksi secara geometrik untuk pemberian informasi
tersebut. Koreksi geometrik juga dimaksudkan untuk memperbaiki kesalahan
geometrik pada citra baik kesalahan internal maupun eksternal yang sistematis
maupun nonsistematis ( random ). Kesalahan geometrik secara sistematik pada
umumnya lebih mudah diidentifikasi dan diperbaiki daripada kesalahan
nonsistematik ( Jensen,2005 ).
Gambar 1.5. Prosedur koreksi geometrik (Muhammad Kamal, 2009)
Metode koreksi geometrik dibedakan berdasar data acuan sebagai dasar
koreksi, yaitu image to image registration, image to map rectification, dan hybrid
approach. Image to image registration mengoreksi citra berdasar citra lain yang
sudah terkoreksi pada cakupan wilayah yang sama, pada metode image to map
menggunakan peta sebagai acuan, metode hybrid menggunakan kombinasi kedua
metode tersebut. image to map rectification tujuan utamanya adalah penyamaan
posisi planimetrik (x,y) yang sesuai pada peta dapat berupa koordinat geografis
ataaupun tidak. Koreksi ini perlu dilakukan karena setiap data spasial memerlukan
titik planimetrik yang absolut sehingga dapat diintergrasikan dengan data spasial
lain untuk kajian multi temporal maupun multi sensor.
Proses koreksi geometrik dilakukan dengan penentuan titik kontrol/
Ground Control Point sebagai titik ikat antara citra yang akan dikoreksi dengan
citra atau peta acuan untuk memperbaiki kesalahan nonsistematik ( Jensen, 2005).
Penentuan titik kontrol harus dipilih pada lokasi secara akurat hingga level piksel,
pemilihan obyek yang stabil misal persimpangan jalan, distribusi titik kontrol
yang merata pada cakupan citra, serta jumlah titik kontrol yang harus sesuai
dengan tingkat orde transformasi yang akan digunakan. Pemilihan transformasi
yang digunakan harus mempertimbangkan kondisi topografi daerah kajian.
Metode transformasi meliputi transformasi secara linear, quadratic, dan
cubic. Secara umum untuk kesalahan yang sedang pada cakupan citra yang
cenderung kecil transformasi linear cukup untuk mengoreksi citra hingga
mempunyai referensi geografis ( Jensen, 2005 ). Setelah dilakukan proses koreksi
geometrik, pengembalian posisi nilai piksel dari citra yang belum terkoreksi ke
posisi setelah terkoreksi ( resampling ) dilakukan dengan interpolasi intensitas.
Interpolasi intensitas dapat dilakukan berdasar metode nearest neighbor, bilinear
interpolation, serta cubic convolution. Setiap metode mempunyai kelemahan dan
kelebihan yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan penggunaannya. Metode
nearest neighbor menghasilkan citra keluaran tanpa pengubahan nilai spektral (
Jensen, 2005). Metode tersebut sesuai untuk pengolahan citra dimana analisis
lanjutkan mendasarkan pada nilai spektral misalnya interpretasi digital.
1.6.5 Penginderaan Jauh Studi Tanah
1.6.5.1 Kelembaban Tanah Permukaan
Kelembaban tanah permukaan adalah air yang mengisi sebagian atau
seluruh pori – pori tanah yang berada diatas watertable (Jamulya dan Suratman,
1993). Dari seluruh air hujan di daerah tropis, sekitar 75% dari air hujan tersebut
masuk ke dalam tanah dalam bentuk kelembaban tanah, pada tanah tidak jenuh
dan sebagai air tanah pada tanah jenuh atau tanah berbatu. Untuk memahami
peranan tanah dalam kaitannya dengan terbentuknya kelembaban tanah perlu
terlebih dahulu diulas tentang klasifikasi lapisan tanah. Lapisan tanah dapat
diklasifikasikan menjadi dua zona (daerah) utama yaitu zona aerasi ( daerah atau
tepatnya ruangan di dalam tanah yang memungkinkan udara bebas bergerak) dan
zona jenuh (Groundwater area). Garis tinggi permukaan tanah (groundwater
table) memisahkan kedua zona tersebut. . Sistem perakaran kebanyakan tanaman
pada umumnya terbatas pada zona aerasi karena adanya gerakan udara (terutama
oksigen) di zona tersebut sehingga memungkinkan tanaman dapat tumbuh dengan
baik.
Gambar 1.6. Klasifikasi lapisan tanah menurut ilmu tanah dan ilmu hidrologi (diadaptasi dari Hewlett, 1982 dalam Asdak, 2004)
Sesuai dengan tujuan studi yang mengacu pada bagian tanah permukaan
yang merupakan bagian dari profil tanah, maka kelembaban tanah permukaan
(surface soil) tidak lepas pengaruhnya dari kelembaban tanah pada lapisan di
bawahnya (sub soil). Berdasarkan gaya terikatnya kelembaban tanah dibedakan
menjadi tiga yaitu kelembaban fisis, kelembaban kimiawi dan kelembaban
biologi. Tanah betapapun kering sebetulnya mengandung air pula. Air ini terdapat
di dalam pori – pori tanah baik dalam porsi mikro maupun makro dan ditemukan
butir – butir sebagai selaput air. Tanah yang tidak mengandung kelembaban
higroskopis sama sekali disebut “tanah kering mutlak” yang diperoleh dengan
memanaskan contoh tanah sampai suhu mencapai 110°C. Beberapa mineral
tertentu dalam zarrah tanah memiliki ikatan air dalam senyawa – senyawa mineral
disebut air hidrat (airkristal/air hablur/aqua), inilah yang disebut kelembaban
kimiawi. Ketiga macam kelembaban tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh
tumbuhan.
Kelembaban tanah permukaan secara fisika diklasifikasikan menjadi tiga
jenis yaitu kelembaban tanah higroskopik, air yang terjerap dari uap air di
atmosfer akibat gaya tarik – menarik dengan permukaan zarrah ( terikat oleh
“gaya hidroskopik”), kelmbaban tanah kapiler, terikat oleh gaya tegangan muka
berupa selaput berkesambungan di sekililing zarrah dan di dalam ruang (pori)
kapiler terdiri dari kapasitas maksimum kelembaban kapiler, titik kapiler lento
(atau lambat), kapasitas kapiler optimum (kapasitas iar lapang). Jenis yang ketiga
yaitu kelembaban grafitasi, tidak terikat oleh tanah melainkan teratus bebas oleh
gaya berat. Besar gaya ikat tergantung dari kelengkungan permukaan kelembaban
kapiler itu. Atau pada keadaan di tanah, gaya ini tergantung dari jumlah dan ruang
kapiler (Baver, 1956 dalam Jamulya dan Suratman, 1993).
1.6.5.2 Interaksi Tenaga Elektromagnetik dengan Tanah
Sebagian besar radiasi jatuh ke permukaan bumi akan dipantulkan atau
diserap dan hampir tidak ada yang ditransmisikan. Sifat pantulan tanah
mempunyai korelasi positif dengan panjang gelombang, dengan kata lain semakin
besar panjang gelombangnya semakin naik pantulan tenaga elektromagnetik oleh
tanah khusunya pada panjang gelombang antara 0,4 µm dan 1,0 µm.
Gambar 1.7. Pantulan tanah geluh pasiran (sandy loam) dan tanah gambut (peat) kering (Curran, 1985 dalam Kusworo, 1998)
Hoffer (1978) dalam kusworo (1998) mengatakan bahwa ada lima
karakteristik tanah yang mempengaruhi sifat pantulannya yaitu kandungan air,
kandungan bahan organic, tekstur, struktur dan oksida besi. Faktor – faktor ini
saling berhubungan seperti tekstur berhubungan dengan struktur dan kemampuan
menahan air. Tekstur lempung cenderung mempunyai struktur yang kuat dan
cenderung tinggi kemampuan menahan air atau kelembaban tanahnya. Tekstur
pasir cenderung mempunyai struktur remah dan cenderung rendah untuk menahan
air. Pada spectrum tampak mata terutama pada saluran merah ( 0,6 – 0,7 µm) dan
saluran inframerah (0,72 – 3,00 µm) kelembaban tanah mempunyai korelasi
negative dengan pantulan permukaan tanah, dengan kata lain kenaikan
kelembaban tanah akan mengurangi pantulan permukaan tanah ( Jensen 1983 dan
Curran, 1985 dalam kusworo, 1998).
Kandungan bahan organik mempunyai korelasi positif dengan rona tanah
merah dan kemampuan menahan air. Akibatnya kenaikan kandungan bahan
organic dalam tanah akan mengurangi rfleksi tanah. Oksida besi menyebabkan
tanah berwarna merah karat. Oksida besi mampu merefleksikan sinar merah (0,6-
0,7 µm) dan menyerap sinar hijau (0,5-0,6µm) (Obhukov, 1964 dan Curran,
1985).
1.6.5.3 Faktor – Fator yang Mempengaruhi Kelembaban Tanah Permukaan
Komponen tanah yang mempengaruhi kelembaban tanah permukaan
adalah ketersediaan air di dalam tanah tersebut. Ketersediaan air di dalam tanah
tergantung pada kemampuan tanah menahan air ini akan mempengaruhi
kelembaban tanah permukaan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban
tanah permukaan adalah tekstur tanah, struktur tanah, kandungan bahan organik,
dan kedalaman solum tanah.
Tekstur tanah biasanya mengacu pada jumlah fraksi tanah yang
dikandungnya. Pengaruh tekstur tanah terhadap kemampuan menahan air terlihat
pada Gambar 1.8. Ada empat golongan tektur yang utama yaitu pasir, geluh, debu
dan lempung. Semakin halus tekstur tanahnya, semakin tinggi pula kemampuan
tanah dalam menahan air.
Struktur tanah adalah kecenderungan butir – butir tanah membentuk
gumpalan tanah atau menunukkan keremahan tanah. Struktur tanah dipengaruhi
oleh tekstur tanah, bahan organic, tipe mineral serta kegiatan biologis, terutama
kegiatan biologis jamur dan cacing tanah. Struktur tanah yang lepas – lepas dan
gembur akan mempunyai kemampuan yang rendah dalam mengikat air, sehingga
kandungan airnya rendah pula. Sedangkan tanah gumpal biasanya memiliki
kemampuan yang kuat untuk menhan air.
Gambar 1.8. Hubungan tekstur tanah dengan kelembaban tanah (adaptasi dari Buckman, 1982 dalam Restu, 1990)
Kadar bahan organik akan mempengaruhi struktur tanah dan selanjutnya
mempegaruhi porositas tanah. Bahan organic mampu mengikat tanah berstruktur
gembur atau lepas – lepas menjadi tanah berstruktur kuat dan gumpal. Dengan
demikian akan mengurangi porositas tanah dan meningkatkan kemampuan
mengikat air.
Kedalaman solum tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menahan
air. Tanah yang lebih dalam akan lebih tinggi kemampuannya dalam menahan air
disbanding dengan tanah yang lebih tipis. Tanah yang dangkal biasanya
berstruktur gembur dan mudah tererosi, selain itu biasanya bervegetasi jarang
sehingga faktor pendukung penahan air berkurang.
Sejumlah faktor lainnya seperti tumbuhan dan iklim mempunyai pengaruh
yang berarti terhadap sejumlah air di dalam tanah. Penyerapan air oleh akar
tumbuhan dan kemampuan menghasilkan bahan organik merupakan faktor yang
mempengaruhi kelembaban tanah permukaan. Temperatur dan kelembaban udara
merupakan variable perubahan iklim berpengaruh terhadap kelembaban tanah
permukaan.
1.6.6 Penelitian Sebelumnya
Berdasarkan hasil penelitian (Hoffer, 1978) karakteristik pantulan yang
paling menonjol dari tanah kering yaitu kenaikan nilai spektral tanah yang seiring
dengan peningkatan panjang gelombang, terutama pada spektrum tampak dan
spektrum inframerah. Sedangkan apabila kelembaban tanah naik maka pantulan
spektral tanahnya akan turun terutama pada saluran yang mana air menyerap
tenaga elektromagnetik yaitu pada panjang gelombang 1,4 µm dan 1,9 µm. Dalam
tulisannya Hoffer (1978) menyebutkan bahwa ada lima faktor yang
mempengaruhi karakteristik pantulan spektral tanah yaitu kandungan kelembaban
tanah, bahan organik tanah, tekstur tanah, struktur tanah dan kandungan oksida
besi tanah. Kandungan kelembaban tanah yang meningkat akan menyebabkan
penurunan pantulan pada seluruh bagian reflektif, terutama pada saluran – saluran
serapan air.
Kauth dan Thomas (1976) dalam Indrawati mengembangkan suatu
transformasi yang dinamakan transformasi Tasseled Cap pada citra multisaluran
Landsat MSS. Metode tersebut oleh Crist dan Cicone (1984) dibuat model baru
sehingga dapat diterapkan pada data Landsat TM. Data dari saluran inframerah
termal diabaikan. Mereka menemukan bahwa indeks kecerahan tanah (SBI) pada
transformasi Tasseled Cap MSS tidak berkorelasi tinggi dengan transformasi
Tasseled Cap TM, namun pada pada Indeks Kehijauan Vegetasi (GVI) keduanya
mempunyai korelasi tinggi. Hasil dari modifikasi ialah tiga saluran baru dari 6
saluran asli Landsat TM yang disebut dengan sumbu kecerahan (brightness),
sumbu kehijauan (greenness) dan sumbu kebasahan (Wetness) yang kemudian
lebih dikenal disebut indeks Kebasahan Tanah. Naiknya kandungan kelembaban
tanah cenderung diasosiasikan dengan nilai sumbu kecerahan (brightness) yang
lebih rendah dan nilai sumbu kebasahan (wetness) yang tinggi.
Penelitian mengenai kelembaban tanah menggunakan teknik penisbahan
(rationing) pada saluran- saluran dari citra Landsat MSS antara saluran 5 dengan
gabungan antara saluran (4+5+6+7) dilakukan oleh Hardy (1980) . Pada spektrum
inframerah dekat dan spektrum tampak (visible), macam – macam variasi tanah
terbuka (bare soil) mempunyai peningkatan reflektivitas sejalan dengan
peningkatan panjang gelombang. Hasil penelitian menunjukkan diperolehnya nilai
koefisieen determinasi (��)=0,74 untuk tanah terbuka (bare soil) dan (��)=0,88
untuk tanah bervegatasi. Tampak bahwa pada tanah bervegatasi, variasi kecerahan
data digital Landsat MSS sangat sedikit dengan kelembaban tanah, kecuali dalam
hal tanah bervegetasi hijau yang subur. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
adanya koreksi yang tinggi dalam penentuan (determinasi) kandungan
kelambaban tanah dengan pantulan spektral tanah baik pada tanah terbuka
maupun pada tanah bervegetasi.
Wibowo (1993)mengatakan bahwa beberapa faktor fisik tanah sangat
mungkin berpengaruh pada nilai kecerahan tanah dan juga pada hubungan yang
ada. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya hubungan antara tekstur tanah dengan
nilai kecerahan pada keseluruhan data. Untuk mengurangi adanya pengaruh faktor
tanah yang lain, maka data asli dipecah dalam tiga kelompok kategori warna tanah
yang bertujuan untuk mengendalikan faktor fisik tanah yang lain (kelembaban,
bahan organic dan oksida besi) yang juga berpengaruh pada nilai kecerahan tanah.
Indrawati (2001) melakukan penelitian kelembaban tanah di sebagian
daerah Yogyakarta dengan tujuan untuk mengkaji karakteristik pantulan spektral
kelembaban tanah permukaan pada data digital Landsat Thematic Mapper serta
untuk mengetahui saluran data Landsat yang terbaik untuk pengenalan
kelembaban tanah permukaan. Pengkajian dilakukan pada saluran tunggal pada
data digital multispektral Landsat TM. Metode penelitian yang digunakan adalah
analisis digital yang disertai lapangan. Analisis digital dilakukan terhadap data
digital multispectral landsat TM saluran 1, 2, 3, 4, 5 dan 7. Analisis statistik yang
digunakan adalah analisis korelasi dan regresi untuk mengetahui seberapa besar
hubungan dan bentuk dari hubungan tersebut antar kadar kelembaban tanah
permukaan dengan nilai spektral citra. Analisis selanjutnya adalah analisis
pantulan spektral tanah pada kadar kelembaban yang diwujudkan dalam kurva
pantulan spektral kelembaban tanah . Hasil penelitian menunjukkan bahwa niali
spektral tanah pada TM5 mempunyai korelasi yang tertinggi dengan kadar
kelembaban tanah permukaan dibandingkan saluran yang lain, sedangkan nilai
spektral tanah pada TM1 tidak mempunyai hubungan sama sekali dengan kadar
kelembaban tanah permukaan sehingga TM 1 tidak diikutsertakan dalam analisis
selanjutnya yaitu analisis spektral.
Wikanka (2006) menyimpulkan bahwa keterkaitan antara tranformasi
Tasseled Cap dengan obyek yaitu nilai brightness pada citra menunjukkan kondisi
daerah pertanian lahan kering ketika pencintraan dilakukan. Nilai wetness bernilai
negative menunjukkan kondisi tanah kering dan pengairan tanaman untuk
tanaman sangat bergantung kepada curah hujan, nilai greenness dapat
memperlihatkan tingkat kehijauan vegetasi. Nilai negative pada greenness
menunjukkan tidak adanya vegetasi.
Sukarman (2007) melakukan penelitian untuk menentukan hubungan
antara spektral citra Landsat-& ETM dengan beberapa sifat tanah di Kabupaten
Bogor. Analisis citra menggunakan transformasi tasseled cap yang diterapkan
pada enam saluran citra Landsat TM menjadi tiga komponen citra. Hasilnya
berupa tiga komponen citra yaitu indeks kecerahan (brightness), indeks kehijauan
(greenness), dan indeks kebasahan (wetness). Hubungan masing – masing sifat
tanah dengan ketiga komponen dilakukan melalui analisis diskriminan, variabel
bebas berupa ketiga komponen citra dan sifat tanah sebagai bariabel tak bebas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis dari citra Landsat-7 ETM
menggunakan transformasi Tasseled cap hanya mampu membedakan antara tanah
dengan sifat penciri aquic dan non aquic.
Yang et al. (2008) dalam penelitiaan yang berjudul Modified Triangle
Method To Estimate Soil Moisture Status With Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer (Modis) Product bertujuan untuk mengetahui hubungan antara
NDVI dan EVI ( Enhanced Vegetation Index) terhadap TVDI. Penelitian tersebut
dilakukan dengan memodifikasi metode segita antara NDVI, temperature
permukaan (TS) dan TVDI untuk estimasi kelembaban tanah pada citra MODIS.
Modifikasi metode segitiga TVDI dengan EVI dan NDVI menghasilkan hasil
yang berbeda dan saling mendukung untuk estimasi kelembaban tanah
permukaan. Gabungan hasil NDVI dan hasil EVI dapat mengetahui kelembaban
tanah permukaan pada kedalaman 10 cmdalam kondisi yang berbeda.
Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian Dengan Penelitian Sejenis yang pernah dilakukan
No Penulis Judul Tujuan Metode Hasil
1 Hardy
(1980)
Survey of Methods
for Determination of
Soil Moisture Content
by Remote Sensing
Methods
Mengetahui sifat – sifat pantulan
kelembaban tanah permukaan
pada tanah terbuka dan tanah
yang bervegetasi
Teknik penisbahan
saluran (band rationing)
pada saluran 5 dan
gabungan antara saluran
(4+5+6+7)
Koreksi yang tinggi dalam penentuan
(determinasi) kandungan kelembaban
tanah dengan pantulan spektral tanah
baik pada tanah terbuka maupun tanah
bervegetasi
2 Like
Indrawati
(2001)
Karakteristik pantulan
Spektral Kandungan
Kelembaban Tanah
Permukaan pada data
digital multispektral
Landsat TM
Mengkaji karakteristik pantulan
spektral kelembaban tanah
permukaan pada data digital
landsat TM serta untuk
mengetahui saluran data landsat
yang terbaik untuk pengenalan
kelembaban tanah permukaan.
Mengkaji saluran
tunggal pada data
digital Landsat TM dan
kerja lapangan
kemudian dilakukan
analisis statistik untuk
mengetahui hubungan
kelembaba tanah
permukaan dengan nilai
spektral pada citra
Nilai spektral tanah pada TM5
mempunyai korelasi yang tertinggi
dengan kadar kelembaban tanah
permukaan, sedangkan nilai spektral
tanah pada TM 1 tidak mempunyai
hubungan sama sekali dengan kadar
kelembaban tanah permukaan
sehingga TM1 tidak diikutsertakan
dalam analisis selanjutnya yaitu
analisis spektral.
Lanjutan Tabel 1.2
3 Ketut
Wikanka
(2006)
Analisis perubahan
luas pertanian lahan
kering menggunakan
transformasi tasseled
cap studi kasus :
Kawasan Puncak-
Jawa Barat
Analisis data penginderaan jauh
Landsat-ETM untuk memonitor
pertanian lahan kering di
Kawasan Puncak periode Mei –
Desember 2001.
Klasifikasi tutupan
lahan dan penggunaan
lahan dengan algoritma
maximum likelihood
dan transformasi
Tasseled Cap
Pertambahan luas secara signifikan
pada luas lahan pertanian kering
Nilai indeks pada transformasi
tasseled cap berkaitan dengan kondisi
tanah dan atau penggunaan lahan
4 Nurhayati
(2014)
Pemanfaatan citra
Landsat TM untuk
identifikasi
karakteristik pantulan
spektral kelembaban
tanah permukaan
Studi kasus :
Sebagian Kabupaten
Klaten
Mengetahui karakteristik pantulan
spektral tanah permukaan pada
kondisi kelembaban tanah yang
berbeda pada citra Landsat TM.
Mengetahui hubungan
kelembaban tanah permukaan
actual dengan nilai spektral pada
citra Landsat TM.
Mengetahui saluran spektral
terbaik untuk identifikasi
kelembaban tanah permukaan.
Pengolahan citra digital
dengan menerapka
transformasi indeks
kebasahan (wetness ),
kerja lapangan dan
analisis statistik
Rencana hasil penelitian : Peta
estimasi agihan kelembaban tanah
permukaan sebagian kabupaten klaten
dan hubungan antara nilai spektral
pada citra dan kelembaban aktual.
1.6.7 Kerangka Pemikiran
Kandungan air dalam tanah merupakan salah satu kunci variabel dalam
proses hidrologi yang berperan penting dalam menentukan ketersediaan air dalam
tanah sebagai unsur yang fundamental. Ketersediaan air tanah dalam jumlah yang
cukup sangat berguna bagi pertumbuhan suatu tanaman atau vegetasi, walaupun
kemampuan tanah dalam menahan air dapat bervariasi menurut fisik tanahnya.
Mengidentifikasi kelembaban tanah melalui data penginderaan jauh sangat
bermanfaat untuk menekan operasional dan biaya serta menambah efektivitas.
Selain itu dengan ketersediaan data penginderaan jauh memungkinkan dilakukan
penelitan pada cakupan wilayah yang luas.
Kelembaban tanah berkaitan dengan kapasitas tanah untuk mengikat dan
menyimpan air, semakin tinggi jumlah air dalam tanah maka semakin tinggi pula
kadar kelembaban dalam tanah. Kandungan air di dalam tanah tersebut akan
menentukan sifat pantulan dan pancaran terhadap panjang gelombang tertentu.
Pada dasarnya penentuan kelembaban tanah dengan teknik penginderaan jauh
adalah pendeteksian karakteristik permukaan tanah yang dipengaruhi oleh
kandungan kelembaban tanah yang ada dibawah permukaan tanah dengan
memanfaatkan berbagai daerah spektrum yang mempengaruhi respon spektral
tanah pada kondisi kelembaban tanah yang berbeda.
Tanggapan spektral dari tutupan obyek permukaan yang terekam seperti
kondisi fisik tanah dapat memberikan kenampakan citra yang khas karena faktor
kandungan air dalam tanah tersebut secara tidak langsung dapat menimbulkan
nilai pantulan spektral yang berbeda pula. Sifat dari pantulan tanah memiliki
korelasi yang positif dengan panjang gelombangnya yang artinya semakin besar
panjang gelombang maka pantulan tenaga elektromagnetik oleh tanah juga
semakin besar pada kondisi objek dan panjang gelombang yang berbeda, tenaga
elektromagnetik yang dipantulkan ke objek akan berbeda tergantung pada jenis
materi dan kondisinya. Tanah yang kering akan memiliki reflektansi yang tinggi
daripada tanah basah pada spektrum tampak dan inframerah. Sebaliknya tanah
yang basah atau lembab, pada citra akan berona gelap dikarenakan kandungan air
yang ada dalam tanah tersebut cenderung menyerap tenaga elektromagnetik dari
matahari sehingga semakin banyak kadar air dalam tanah maka pantulan spektral
yang dipantulkan oleh tanah tersebut semakin rendah.
Data penginderaan jauh yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra
Landsat TM. Landsat TM dipilih karena menyajikan data multispektral, Citra
Landsat TM memiliki 7 saluran terdiri dari tiga saluran tampak, saluran
inframerah dan saluran inframerah thermal. Saluran – saluran tersebut memiliki
kepekaan tertentu dalam menanggapi respon spektral tanah. Pada saluran biru
biasa diaplikasikan untuk pemetaan tubuh air dan pembedaan tanah dan vegetasi,
saluran hijau digunakan untuk analisis puncak pantulan vegetasi, saluran merah
memiliki kepekaan terhadap klorofil vegetasi, saluran inframerah dekat untuk
analisis biomassa vegetasi dan identifikasi tanaman serta memperkuat kontras
tanaman-tanah dan lahan air, saluran inframerah tengah untuk penentuan jenis
tanaman, analisis kandungan air pada tanaman dan kondisi kelembaban tanah,
saluran tujuh digunakan untuk pemisahan formasi batuan. Pertimbangan
pemilihan data citra yaitu pada waktu perekaman citra, dipilih pada musim
kemarau dengan asumsi pada musim kemarau tanah permukaan yang terbuka
lebih terlihat jelas.
Dalam melakukan penelitian identifikasi karakteristik pantulan spektral
kelembaban tanah permukaan ini daerah yang dipilih sebagai objek penelitian
yaitu sebagian kabupaten Klaten. Lebih spesifik lagi penelitian dilakukan pada
daerah lahan pertanian. Lahan pertanian memiliki potensi tergenang oleh air yang
diakibatkan dari keadaan cuaca dan kandungan kelembaban tanah yang jenuh air
sehingga pengelolaan lahan pertanian pada musim kemarau dan hujan memiliki
perbedaan kelembaban tanah. Pada penelitian ini dilakukan pada musim kemarau
diasumsikan pada waktu tersebut lahan pertaniannya tidak ditanami atau dalam
masa bera, sehingga didapatkan objek tanah permukaan atau tanah terbuka sesuai
dengan tujuan penelitian.
Informasi pantulan spektral kelembaban tanah diperoleh dengan
menerapkan transformasi indeks kebasahan pada citra Landsat TM yang telah
dipisahkan antara objek tanah dengan vegetasi dan air. Hal tersebut dilakukan
dengan tujuan agar nilai spektral dari objek vegetasi dan air tidak ikut terproses.
Data hasil dari transformasi tersebut nantinya akan diklasifikasikan dan dijadikan
sebagai acuan penentuan sampel untuk pengambilan data di lapangan.
Pengambilan data saat survey lapangan dilakukan dengan metode purposive
sampling.
Untuk mengetahui keterkaitan antara pantulan spektral kelembaban tanah
permukaan dengan kelembaban tanah aktual dilakukan analisis karakteristik
spektral. Analisis statistik ditujukan untuk mengtahui hubungan kelembaban tanah
permukaan dengan nilai pantulan spektral hasil transformasi dan pada masing –
masing saluran. Analisis ini sekaligus dapat digunakan untuk menetapkan saluran
spektral mana yang memiliki kontras tertinggi pantulan spektral pada tingkat
kelembaban tanah tertentu.
Gambar 1.9. Diagram alir kerangka pemikiran
Citra Penginderaan Jauh
Citra Landsat TM
Indeks Kebasahan
Saluran Tunggal Citra Landsat TM
Nilai Spektral
Peta Estimasi Kelembaban Tanah Permukaan Sebagian Kabupaten Klaten
Hubungan nilai spektral dan kelembaban tanah permukaan
Analisis Statistik
Kelembaban Tanah Permukaan
Tanah
1.6.8 Batasan Istilah
Data digital : data yang ditampilkan, direkam dan disimpan dalam
notasi biner (Jensen,1986)
Histogram : tampilan secara grafik dari seperangkat data
memperlihatkan frekuensi nilai piksel (Currat, 1985 dengan perubahan)
Indeks kebasahan (wetness index) : transformasi citra hasil modifikasi
Tasseled Cap yang diterapkan untuk citra Landsat TM saluran 1 – 5 dan 7
secara bersamaan untuk mendapatkan citra baru yang menonjolkan
informasi kebasahan (Jensen, 1998)
Kelembaban Tanah : air yang mengisi sebagian atau seluruh pori – pori
tanah yang berada diatas water table (Jamulya dan Suratman Wosro S.,
1993)
Kurva spektral : grafik pantulan spektral suatu obyek sebagai fungsi
panjang gelombang (Lillesand dan Kiefer, 1979)
Nilai spektral : Nilai digital pada computer untuk pemrosesan secara
digital, yang merupakan nilai dari energy yang dipantulkan dan diemisikan
dari permukaan bumi dan dicatat oleh sensor penginderaan jauh (Jensen,
1986)
Pantulan (reflektansi) : Perbandingan antara tenaga yang dipantulkan
oleh obyek terhadap seluruh tenaga yang diterima oleh obyek tiap satuan
luas (Sutanto, 1986)
Pantulan spektral : perbandingan radiasi spektral obyek dengan iradiasi
yang datang ke obyek pada suatu julat panjang gelombang ( Slater, 1980)
Pola Spektral : Karakteristik spektral yang dinyatakan dalam dua dimensi
yaitu dimensi nilai digital atau vector tiap piksel berdasarkan 2 atau 3
saluran yang berbeda (Sutanto, 1986)
Respon spektral : merupakan respon atau tanggapan material sebagai
fungsi dari panjang gelombang yang terjadi pada energy elektromagnetik,
khusunya energy yang dapat diukur pada waktu dipantulkan dan
dipancarkan oleh material (kombinasi dari Jensen, 1986 danSwain &
Davis, 1978)