BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sastra merupakan karya imajinasi yang menggambarkan kehidupan
bermasyarakat yang dapat dinikmati, dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh
kalangan masyarakat. Hasil dari imajinasi yang dilakukan oleh pengarang
tersebut akan dituangkan ke dalam bentuk karya sastra. Bentuk karya sastra
tersebut misalnya drama, cerpen, puisi, dan novel (Waluyo dan Soliman,
1993: 12).
Waluyo (2002:68) berpendapat bahwa karya sastra hadir sebagai wujud
nyata imajinatif kreatif seorang sastrawan dengan proses yang berbeda antara
pengarang yang satu dengan pengarang yang lain, terutama dalam penciptaan
cerita fiksi. Proses tersebut bersifat individualis artinya cara yang digunakan
oleh tiap-tiap pengarang dapat berbeda. Perbedaan itu meliputi beberapa hal
diantaranya metode, munculnya proses kreatif dan cara mengekspresikan apa
yang ada dalam diri pengarang hingga bahasa penyampaian yang digunakan.
Karya sastra diciptakan tidak hanya melalui imajinasi yang dilakukan oleh
pengarang, tetapi dapat juga dari hasil pengalaman batin pengarang.
Pengalaman batin pengarang tersebut berupa peristiwa atau problem dunia
yang menarik sehingga muncul gagasan dan imajinasi yang dituangkan dalam
bentuk tulisan. Biasanya, masalah yang diketengahkan adalah masalah-
masalah yang sedang terjadi (Sangidu, 2004 : 34).
Pengarang dalam mengisahkan para tokohnya penuh dengan konflik dalam
menghadapi masalah hidup dan kehidupannya. Tokoh dengan konflik-konflik
2
batin merupakan terjemahan perjalanan manusia ketika mengalami dan
bersentuhan dengan kenyataan, peristiwa-peristiwa yang dihadapi merupakan
masalah yang menyangkut seluk-beluk nilai kehidupan personal. Citra, cita-
cita, dan perasaan batin yang diungkapkan melalui tokoh-tokohnya seiring
dapat mewakili keinginan manusia akan kebenaran, nilai-nilai keagungan dan
kritik terhadap kehidupan (Nurgiyantoro, 1998: 98). Oleh karena itulah,
seringkali karya sastra bisa merupakan cerminan atau pemberitahuan tentang
keadaan masyarakat tertentu. Ia mewakili kebudayaan, kepribadian dan segala
aspek sosial masyarakat sehingga mudah untuk dipahami. Salah satu elemen
dalam karya sastra yang membuatnya unik, menarik dan khas adalah simbolisme.
Simbolisme di dalam sebuah karya sastra digunakan oleh pengarang sebagai
salah satu cara untuk menampilkan gagasan dan emosinya (Stanton, 2007:64).
Simbol sendiri dapat berwujud apapun dan bagaimanapun bergantung pada
kaitannya terhadap cerita yang disajikan oleh pengarangnya.
Karya sastra khususnya berupa novel tentu dibaca oleh berbagai kalangan
dengan pemahaman tentang sastra yang berbeda-beda, sehingga makna yang
ingin disampaikan oleh pengarangnya belum tentu benar-benar dipahami oleh
pembaca. Jika si pembaca tersebut merupakan seseorang awam di bidang
sastra, mungkin akan membaca berulang-ulang dan baru memahami makna
yang ingin disampaikan pengarang. Apalagi jika novel tersebut adalah novel
terjemahan dari negara lain yang berbeda kebudayaan dengan negara kita.
Tentunya membutuhkan pengetahuan lebih tentang kebudayaan negara yang
menjadi latar novel tersebut.
3
Korea, adalah salah satu negara di Asia yang dewasa ini sangat kuat
pengaruh kebudayaannya di Indonesia-yang kemudian desebut dengan
gelombang Korea/한류 [Hallyu]. Juga termasuk karya-karya sastranya sudah
banyak diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia semenjak awal tahun 2000-
an.
Salah satu karya sastra yang sangat menarik adalah novel grafis. Kim
Dong Hwa, merupakan kartunis Korea yang cukup dikenal di negara-negara
Asia karena dia penggambar novel grafis Chiken Soup. Karya berikutnya
yang cukup menarik adalah tentang Trilogi Warna, dengan Warna Tanah
sebagai buku pertama, kemudian Warna Air dan buku yang ketiga adalah
Warna Langit. Novel grafis Korea yang berjudul asli 황토빛이야기 1-3 ini
menjadi titik balik dalam sejarah manhwa. Buku pertamanya, Warna Tanah
meraih sukses di kalangan pembaca dewasa, di mana jumlah pembaca pria
dan wanitanya seimbang.
Novel grafis Warna Tanah adalah salah satu karya sastra yang sarat akan
simbol. Warna Tanah mengisahkan tentang dua perempuan dari tahap
kehidupan berbeda, dan kita sebagai pembaca diajak untuk memahami
mereka lewat simbol berupa misteri alam, hujan, dan bunga. Karya ini adalah
penghormatan bagi para wanita Korea satu atau dua generasi sebelumnya,
yang dengan sabar bertahan di bawah tekanan aturan sosial dan tradisi.
Penulis tertarik melakukan peneitian tentang pengiterpretasian simbol-
simbol kehidupan para wanita Korea dalam Warna Tanah ini, yang oleh
4
pengarangnya banyak dilukiskan dengan hujan dan bunga. Menurut bapak
semiotika modern, Charles Sanders Pierce, logika harus mempelajari
bagaimana orang bernalar. Penalaran itu, menurut hipotesis teori Pierce yang
mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita
berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang
ditampilkan oleh alam semesta.1
Perbedaan budaya antara Indonesia dengan Korea, menjadi salah satu yang
berpengaruh dalam pemahaman simbol-simbol yang digambarkan oleh Kim
Dong Hwa dalam Warna Tanah ini. Dalam penelitian ini, penulis akan
mencoba menginterpretasikan simbol-simbol/tanda-tanda yang terdapat
dalam novel grafis 황토빛 이야기 1 [Hwangthobit Iyagi 1]/Warna Tanah ini
yang banyak dilukiskan dengan hujan dan bunga untuk menggambarkan
kehidupan para wanita Korea.
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian di atas, tergambar bahwa hujan dan bunga adalah
simbol-simbol yang digunakan sepanjang Warna Tanah. Perbedaan
kebudayaan antara Indonesia dan Korea, mempengaruhi cara pandang
pembaca terhadap pemaknaan simbol-simbol tersebut. Maka timbul
pertanyaan sebagai rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Simbol-simbol apa saja yang muncul dalam novel grafis Warna
Tanah ?
1 Diterjemahkan oleh Okke K.S. Zaimar dan Ida Sundari Husein. Judul asli: “Interpretation et
Semiotique” dalam A. Vibodi Varga (Ed.). 1981. Theorie de la Litterature. Paris: A. Et J. Picard.
5
2. Apa makna dari simbol-simbol yang terdapat dalam novel Warna
Tanah dan kaitannya dengan kehidupan wanita Korea ?
I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dalam penelitian ini, tujuan penelitian
yang ingin dicapai adalah:
1. Menemukan simbol-simbol apa saja yang terdapat dalam novel Warna
Tanah karya Kim Dong Hwa.
2. Mengungkapkan makna dari simbol-simbol yang ada dalam novel
grafis Warna Tanah, serta relasinya dalam kehidupan wanita Korea.
Sementara itu berdasarkan tujuan penelitian di atas, manfaat yang
diharapkan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis yang diperoleh dari penelitian novel grafis tersebut
adalah untuk mengaplikasikan dan membuktikan kemampuan teori
semiotika Pierce dalam menganalisis novel Warna Tanah.
2. Manfaat praktis yang diperoleh dari penelitian novel grafis tersebut
adalah menjelaskan makna dari simbol-simbol dalam Warna Tanah
sehingga pembaca bisa memahami apa yang ingin disampaikan novel
tersebut.
I.4 Metode
I.4.1 Metode Penelitian
Berdasarkan novel grafis Warna Tanah yang sarat dengan simbol,
makan penulis akan meneliti karya tersebut dengan Teori Semiotika.
6
Teori Semiotika digunakan untuk menganalisis simbol-simbol yang ada.
Teori Semiotika yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori
Semiotika milik Charles Sanders Pierce.2
I.4.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan penulis terhadap objek
penelitian novel grafis Warna Tanah, dengan memanfaatkan penelitian
kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan di ruang kerja
peneliti atau di perpustakaan tempat peneliti memperoleh data dan informasi
tentang objek penelitiannya melalui buku-buku atau alat-alat audiovisual
lainnya (Semi,1993:8). Pemanfaatan kepustakaan ini dilakukan mengingat
data-data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya diperoleh dari
sumber tertulis atau pustaka, seperti buku, jurnal, ensiklopedi, artikel, majalah,
surat kabar dan sebagainya.
Adapun hal yang penulis lakukan terlebih dahulu adalah mengumpulkan
data objek penelitian, yaitu novel grafis Warna Tanah karya Kim Dong Hwa
versi bahasa Korea yang berjudul 황토빛이야기1. Data yang diperoleh
kemudian diinventariskan dan dianalisis menggunakan pendekatan tekstual.
Langkah pertama penelitian adalah dengan membaca dan kemudian
menganalisis novel grafis tersebut, sehingga dapat diketahui unsur intrinsik
novel tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan menentukan jenis sign untuk
mencari manakah yang merupakan signifier-signifier yang dapat
menginterpretasikan simbol-simbol dalam novel.
2 Pierce adalah ahli filsafat dan ahli logika. Pierce mengusulkan kata semiotika (yang sebenarnya
telah digunakan oleh ahli filsafat Jerman Lambert pada abad XVIII) sebagai sinonim kata logika.
7
Langkah kedua adalah menginterpretasi simbol-simbol yang sering
muncul dalam novel, pada tahap ini penulis menginterpretasikan dua simbol.
Kemudian langkah ketiga adalah membuat analisis relasi antara
interpretasi simbol tersebut terhadap kehidupan wanita Korea. Langkah yang
terakhir yaitu menentukan amanat yang terkandung dalam novel tersebut.
Teori Semiotika Pierce digunakan untuk menunjang analisis penelitian
novel tersebut.
I.5 Batasan Masalah
Penelitin ini dilakukan dengan memanfaatkan objek kajian karya
sastra, yaitu novel grafis Warna Tanah karya Kim Dong Hwa. Sesuai
dengan permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, maka penulis
membatasi ruang lingkup penelitian pada: 1) simbol-simbol yang terdapat
dalam novel grafis Warna Tanah, 2) makna simbol-simbol yang terdapat
dalam novel grafis Warna Tanah, dan yang terakhir, 3) relasi antara
simbol-simbol tersebut dengan kehidupan wanita Korea pada masa itu.
I.6 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai makna simbol yang terdapat dalam novel grafis ini
merupakan penelitian berdasarkan studi pustaka. Penelitian tentang
penginterpretasian makna simbol dengan menggunakan teori semiotika Pierce
pernah dilakukan oleh D. Nawang Wulan pada tahun 2010 untuk
menyelesaikan program pascasarjana Universitas Diponegoro yang dikemas
dalam tesis berjudul ―Mendengar Hati, Mengejar Mimpi Dan Realitas Dunia:
8
Interpretasi Simbol Dalam Novel The Alchemist Karya Paulo Coelho‖. Akan
tetapi penelitian lebih banyak membahas pengaitan interpretasi simbol yang
muncul dengan unsur-unsur intrinsik dalam novel terutama dengan tokoh-
tokoh yang muncul dalam novel. Peneliti tidak membahas tentang kaitannya
dengan unsur budaya dan kehidupan yang muncul dalam novel.
I.7 Landasan Teori
Mengawali analisis novel grafis Warna Tanah ini, penulis
menggunakan teori Semiotika dari Charles Sanders Peirce (1839-1914).
Teori ini digunakan penulis untuk menganalisis makna simbol-simbol yang
terdapat pada novel grafis ini.
Semiotika adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda
dan segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda dan
proses yang berlaku bagi pengguna tanda (van Zoest, 1993:1). Tanda-tanda yang
ada bisa berupa apapun yang ada di dalam kehidupan manusia, karena tanda
adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman,
pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2005:40).
Kata Semiotik sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti
―tanda‖ atau seme, yang berarti ―penafsir‖ tanda. Tanda terdapat dimana-
mana: kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas,
bendera, dan sebagainya. Struktur karya sastra, struktur film, bangunan, atau
nyanyian burung dapat dianggap sebagai tanda. Segala sesuatu dapat menjadi
tanda.
Semiotika memiliki dua tokoh besar, yaitu Charles Sanders Pierce
(1839-1914) dari Amerika dan Ferdinand de Saussure (1857-1913) dari Eropa.
9
Peirce adalah seorang ahli filsafat dan ahli logika, sedangkan Saussure adalah
seorang ahli linguistik.
Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai sinonim kata logika.
Menurut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar.
Penalaran itu, menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan
melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan
dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam
semesta.
Peirce memusatkan perhatian pada berfungsinya tanda pada umumnya.
Ia memberi tampat yang penting, meskipun bukan yang utama, pada tanda-
tanda linguistik. Hal yang berlaku bagi tanda pada mumnya, berlaku pula
bagi tanda linguistik, dan tidak sebaliknya.
Peirce menyebut semiotika dengan sebutan semiosis. Bagi Pierce,
seperti yang dikutip dari Pierce menyebut semiotika dengan sebutan semiosis.
Bagi Pierce, seperti yang dikutip dari Nöth (Hoed, 2001: 143) ―nothing is a
sign unless it is interpreted as a sign‖. Dengan demikian, sebuah tanda
melibatkan sebuah proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu
dapat terjadi kalau ada representamen, acuan, dan interpretan. Pierce
mengatakan sebagai berikut, ―by ‘semiosis’ on the contrary (to diadic
relation), an action, or influence, which is or involves, a coorperation of
three subject such as a sign, its object, and its interpretan, this tri-relative
influence not being in any way resolvable into action between pairs”. Dengan
kata lain, sebuah tanda senantiasa memiliki tiga dimensi yang saling terkait:
Representamen (R), sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible), Objek (O)
10
sesuatu yang mengacu kepada hal lain (referetial), dan (I) sesuatu yang dapat
diinterpretasi (interpretable).
Hubungan itu dapat didasari oleh keterkaitan (indeks), keserupaan
(ikon), atau konvensi (lambang), atau gabungan ketiganya. Jadi, asap (R)
mewakili kebakaran (O). Proses ini belum selesai karena, berdasarkan
hubungan R-O (asap-kebakaran), penerima tanda akan melakukan penafsiran
(I). Jadi, dengan melihat asap (R), seseorang menghubungkannya dengan
kebakaran (O), dan dapat menafsirkan bahwa yang terbakar adalah gedung
pertokoan (I). Proses inilah yang disebut semiosis. Sesuatu yang digunakan
agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut representamen.
Konsekuensinya, tanda (sign/representamen) selalu terdapat dalam hubungan
triadik, yakni representamen, objek, dan interpretan. Hubungan triadik itu
oleh Pierce digambarkan dalam tiga dimensi tanda seperti berikut ini :
Objek (O)
Representamen (R) Interpretan (I)
Gambar Diagram Segitiga Semiotik Peirce
(T. Christommy, 2004: 127)
1. Representamen
Representamen adalah bentuk atau ―wajah luar‖ suatu tanda yang
pertama kali diindrai oleh manusia. Representamen juga merupakan ‗bentuk
fisik sebuah tanda‘ (Marcel Danessi dalam T. Christomy, 2004: 123).
11
Kemampuan atau kadar representasi (kegiatan dalam kognisi manusia untuk
mengaitkan representamen dengan pengetahuan dan pengalamannya) tidak
sama. Pada tahap awal, tanda baru hanya dilihat sifatnya saja – yakni bahwa
suatu fenomena adalah tanda – dan disebut qualisign. Kita tahu bahwa apa
yang kita hadapi adalah tanda, tetapi kita belum mengetahui maknanya.
Kemudian pada tahap yang lebih lanjut, representasi tanda sudah berlaku
untuk tempat dan waktu tertentu, misalnya, menunjuk dengan jari, di sini, di
sana) yang disebut sin(gular) sign. Sebuah representamen kita kenali
maknanya pada tempat dan waktu tertentu. Akhirnya, sejumlah tanda
berfungsi berdasarkan konvensi dalam suatu masyarakat yang disebut
legisign (Hoed, 2005: 14).
2. Objek
Objek merupakan sesuatu yang hadir atau ada di dalam diri (kognisi)
seseorang atau sekelompok orang. Representamen mengacu pada objeknya
dan Pierce membaginya atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol).
Ikon adalah tanda yang hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang
bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta. Indeks adalah tanda yang
menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada
kenyataan. Contoh yang paling jelas adalah asap sebagai tandanya api.
Tanda dapat pula mengacu ke denotatum melalui konvensi. Tanda seperti itu
adalah tanda konvensional yang biasa disebut simbol. Jadi simbol adalah
tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dan petandanya.
12
Hubungan diantaranya bersifat arbitrer atau semena, hubungan berdasarkan
konvensi (perjanjian masyarakat).
3. Interpretan
Interpretan merupakan tafsiran dari seseorang berdasarkan objek yang
dilihatnya sesuai dengan kenyataan yang menghubungkan antara
representamen dengan objek. Oleh Pierce interpretan juga dibagi atas rheme,
dicentsign, dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan
seseorang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang yang merah
matanya dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau
menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau
ingin tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai kenyataan. Misalnya,
jika pada suatu jalan raya sering terjadi kecelakaan, maka di tepi jalan
dipasang rambu lalu lintas yang menyatakan bahwa disitu sering terjadi
kecelakaan. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan
tentang sesuatu.
Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut ‗semiosis‘. Untuk lebih
memahaminya, kita bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model
tanda yang dikemukakan oleh Peirce, lampu tanda berhenti akan diwakili oleh
lampu merah yang ada di persimpangan jalan (sebagai representamen),
kendaraan berhenti (sebagai objek) dan gagasan bahwa lampu merah
mengindikasikan kendaraan harus berhenti (sebagai interpretan).
Segitiga semiotik ini dapat berlanjut atau membentuk tanda lain yang
biasa disebut proses semiosis sebagai berikut.
13
Gambar 2. Diagram Proses Semiosis
(Sumber: Piliang, 2003: 267)
I.8 Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab. Bab I, yaitu Pendahuluan yang
berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode
penelitian, batasan masalah, tinjauan pustaka, metode penelitian, landasan teori,
dan sistematika penulisan dalam penelitian ini.
Bab II berisi tentang simbol-simbol yang muncul dalam novel tersebut.
Bab III merupakan inti dari penelitian ini, yang berisi mengenai makna
simbol yang terdapat dalam novel tersebut dan kaitannya dengan kehidupan
wanita Korea.
Bab IV adalah bagian penutup yang merupakan akhir dari hasil laporan
penelitian yang telah dilakukan. Terdiri dari kesimpulan penelitian.
O O1 O2
R I R1 I1 I2, dst R2