BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang...
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Reformasi politik yang terjadi di Indonesia pasca runtuhnya Rezim Orde Baru
membawa dampak perubahan yang sangat signifikan dalam konteks perpolitik
nasional di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perpolitikan menjadi kata kunci
dalam reformasi tersebut dimana yang paling sering disuarakan adalah perubahan atau
pergantian sistem dari yang bercorak otoriter menjadi sistem yang lebih demokratis.
Salah satu perubahan ke arah yang lebih demokratis dalam perpolitikan di Indonesia
adanya sistem yang sentralistik atau semua pengurusan harus diurus oleh pusat yang
diubah ke sistem yang desentralistik dalam artian bahwa daerah berhak mengurus
daerahnya sendiri dengan semangat otonomi daerah.
Diberlakukannya sistem desentralistik dimana pemberian keleluasaan bagi
daerahnya diatur secara legal formal dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang merupakan
revisi dari UU No. 22 Tahun 2009 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang
Pemerintahan Daerah No. 32 Tahun 2004 ini menunjukkan perubahan signifikan
tentang format baru pelaksanaan otonomi daerah karena di dalamnya mengatur
mengenai pemilihan kepala daerah langsung (Pilkada). Sebagaimana yang tertulis
pada pasal 24 ayat 5 UU Pemerintahan Daerah tersebut dikatakan bahwa : Kepala
Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
wakil rakyat di daerah bersangkutan.1
1 UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam UU No. 32/2004 ini demokrasi di
tingkat lokal mulai mendapatkan legitimasi. Sebelum UU No. 32/2004 dibuat
pemilihan kepala daerah diwarnai konflik kepentingan antara pusat dan daerah.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya campur tangan pemerintah pusat dalam menentukan layak tidaknya
seseorang untuk menjadi kepala daerah terkait dengan konsep dwitunggal.
Kecenderungan ini terjadi karena kepala daerah masih memiliki keistimewaan peran
dan fungsi politik ganda, di satu sisi eksistensinya mewakili pemerintah pusat di
daerah, di sisi lain kepala daerah menjadi orang daerah untuk memimpin
penyelenggaraan otonomi daerah. Hal tersebut adalah amanat dari UU No. 5/1974
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah. Kepala daerah dituntut untuk punya
loyalitas ganda, kepada pusat dan daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
hanya berfungsi sebagai eksekutor pencalonan saja, karena eksekutor kepala daerah
ada di tangan pemerintah pusat.
Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyat lah yang menjadi
eksekutor siapa yang berhak untuk duduk menjadi eksekutif di daerah. Pernyataan
tersebut lah yang menguatkan bahwa pemilihan kepala daerah langsung (Pilkadasung)
merupakan sebuah langkah besar proses demokratisasi yang memberikan ruang yang
luas bagi partisipasi masyarakat untuk menentukan kepala daerah sesuai dengan
aspirasi dan kebutuhan masing-masing, sehingga diharapkan kebijakan-kebijakan dari
pemerintah nantinya sesuai dengan harapan dan keinginan rakyat pada umumnya dan
dengan kata lain mendekatkan pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut
dengan akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Huntington bahwa akuntabilitas
publik ini merupakan salah satu dari parameter terwujudnya demokrasi, disamping
adanya pemilihan umum, rotasi kekuasaan dan rekrutmen secara terbuka.2
2 Ari Pradhanawati, Pilkada Langsung Tradisi Baru Demokrasi Lokal, Surakarta, KOMPIP, 2006, hal.54.
Selain itu
Pilkadasung juga merupakan momentum peletakan dasar bagi fondasi kedaulatan
rakyat dan sistem politik serta demokrasi di aras lokal. Kedulatan rakyat disini juga
melihat adanya partisipasi rakyat untuk memilih pemimpinnya sesuai dengan alam
Universitas Sumatera Utara
demokrasi yang cita-citakan. Demokrasi disini adalah demokrasi massa yang lebih
memenangkan pertarungan daripada demokrasi perwakilan, dimana dalam logikanya
massa atau rakyat terlibat langsung dalam menentukan siapa yang menjadi pemimpin
di daerahnya. Rakyat juga turut memainkan peran dalam mempengaruhi kebijakan-
kebijakan publik di daerah tersebut dan tentunya akan menginginkan terciptanya suatu
keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat di daerah itu.3
Kenyataan ini sejalan dengan pengertian bahwa desentralisasi adalah transfer kekuasaan politik tidak hanya terbatas pada pendelegasian sebagai otoritas pusat kepada daerah secara administratif. Pilkadasung menjadi isu sentral dalam diskursus politik nasional dan dipandang sebagai bagian dari proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya menjadi momentum yang sangat penting bagi proses demokratisasi politik di tingkat lokal. Rakyat dan lembaga daerah akan terlibat langsung dalam mengelola pilkada nantinya.
Perubahan sistem pemilihan juga telah membawa perubahan hubungan tata
pemerintahan antar pusat dan daerah. Pendelegasian kekuasaan dari pusat ke daerah
tidak lagi terbatas pada kewenangan yang bersifat administratif tapi telah bergeser ke
arah yang lebih maju yaitu kewenangan politik. Pemimpin daerah tidak lagi menjadi
pemimpin yang bersifat administratif perwakilan pemerintah pusat di daerah tapi juga
pemimpin politik di daerah karena dipilih dan mendapatkan legitimasi yang kuat dari
rakyat.
4
Sama seperti halnya dengan pemilihan umum (Pemilu), melalui azas-azas yang
terdapat di dalamnya yaitu, azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil maka
pemilihan kepala daerah langsung dianggap telah memenuhi parameter demokrasi.
Pilkada bukan saja berfungsi sebagai sarana untuk mengganti, akan tetapi juga
3 Ibid, hal. 32-33. 4 Phenie Chalid (ed), Pilkada Langsung, Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance, Jakarta : Partnership Kemitraan, 2006, hal.2
Universitas Sumatera Utara
berfungsi sebagai media penyalur aspirasi rakyat, mengubah kebijakan-kebijakan,
mengganti sebagai suatu pemerintahan yang ada dan meminta pertanggungjawaban
publik. Rakyat disini dapat menilai secara langsung kepala daerahnya apakah telah
bertindak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, kalau kepala daerah sudah tidak
lagi mendapat kepercayaan dari rakyat, maka dapat langsung memberikan punishment
dengan tidak lagi memilihnya pada Pilkada selanjutnya.
Pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan untuk menyeleksi para calon
pemimpin di daerah tidak terlepas dari peran partai politik sebagai penghubung antara
rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Seseorang yang ingin mencalonkan
dirinya menjadi kepala daerah haruslah melalui pencalonan oleh Partai Politik. Di
dalam UU No.32/2004 ditegaskan bahwa partai politik merupakan satu-satunya pintu
gerbang bagi pencalonan kepala daerah. Hal tersebut ditegaskan dalam revisi ke 2 UU
No. 32/2004 pasal 56 ayat (2) bahwa “Pasangan Calon diusulkan oleh partai politik,
gabungan partai politik, atau perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang yang
memenuhi persyaratan.”
Selain itu partai politik meyakini bahwa ada perbedaan karakteristik antara
pemilihan kepala daerah langsung (pilkadasung) dengan pemilihan umum (pemilu)
legislatif. Dalam pemilu legislatif, pemilih memilih partai politik, sementara dalam
Pilkada pemilih memilih orang (kandidat). Dalam Pilkadasung, kandidat yang
mempunyai ketokohan tinggi akan lebih dipilih, tidak peduli berasal dari partai mana.
Hal inilah yang menyebabkan betapa pentingnya tahap rekrutmen yang dilakukan
oleh partai politik. 5
5 Eriyanto, Pilkada dan Penguasaan Partai Politik, Kajian Bulanan LSI Edisi 03-Juli 2007,
www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tanggal 30 November 2008
Universitas Sumatera Utara
Partai politik sebagai ikon demokrasi merupakan organisasi yang berkecimpung
dalam proses politik. Partai politik memiliki tujuan untuk menaklukkan kekuasaan
atau mengambil bagian dalam pelancaran kekuasaan. Untuk itulah kemenangan dalam
Pilkada menjadi hal yang sangat penting diperoleh sebagai pencapaian dari tujuan
partai politik. Ada beberapa makna penting kemenangan dalam pilkadasung bagi
partai politik, yaitu pertama, sebagai kata kunci awal dalam memperebutkan
kekuasaan eksekutif masing-masing daerah. Setidaknya, arena eksekutif inilah
nantinya bisa menjadi mesin ampuh dalam menjalankan kebijakan dan visi-visi politik
masing-masing partai politik. Kedua, sebagai peluang bagi partai politik dalam proses
pembelajaran para kader politiknya. Hal ini terutama bagi partai politik yang selama
proses pilkada cenderung mendorong para kadernya untuk mau sebagai kandidat.
Ketiga, sebagai arena untuk menjaring para kader potensial yang populer.6
Hasil dari turun ke bawah itu adalah program-program konkrit yang humanis
dan populis dalam artian dapat langsung dirasakan oleh rakyat. Siapa yang lebih
Kini tak ada jalan lain bagi partai politik untuk tidak membuka diri jika ingin
meloloskan calonnya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pemilihan
kepala daerah secara langsung adalah proses lanjutan dari proses reformasi partai
politik di negeri ini. Pemilihan langsung posisi politik berkonsekuensi menghadapkan
kekuasaan politik pada sebuah pasar bebas. Partai politik berperan sebagai pengusaha
atau produsen calon pemimpin politik. Sebagai produsen, partai politik harus lah
mengenal pasar dan mencari bibit unggul untuk dikembangkan sehingga menjadi
layak untuk dijual ke pasar. Selain itu partai politik harus turun ke bawah untuk
mengetahui selera pasar agar dapat bersaing dengan pengusaha lainnya.
6 Ahmad Nyarwi, Siasat Partai Politik dan Strategi Pencalonan, Kajian Bulanan LSI edisi 03-Juli 2007, www.lsi.co.id/2007/07/, diakses tanggal 30 November 2008
Universitas Sumatera Utara
konkrit, maka peluang untuk memenangkan pemilihan semakin terbuka.
Perumpamaan pasar bebas ini sangat cocok dalam situasi politik di tingkat lokal.
Kepala daerah adalah sosok yang lebih nyata bagi rakyat dari pemimpin nasional
(Presiden, Wapres, Anggota Parlemen). Calon kepala daerah dalam berkampanye
tidak menjadikan nilai-nilai atau ideologi partai sebagai menu utama melainkan
menjual program kerja yang lebih mengutamakan kenyamanan rakyat di daerah yang
bersangkutan.
Namun perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya, tidak semua partai politik
dapat mengajukan calonnya. Hal ini dapat kita lihat dalam UU No. 32/2004 pasal 59
ayat 2 yang menggariskan bahwa : “Partai Politik atau gabungan partai politik yang
dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi persyaratan perolehan
sekurang-kurangnya 15% dari jumlah kursi DPRD atau 15 % dari akumulasi
perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang
bersangkutan.
Pada tahun 2006 telah dilaksanakan Pemilihan Kepala Daerah Langsung di 226
daerah, pelaksanaan di tiap daerah memiliki banyak variasi kegagalan atau
keberhasilan. Sepanjang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung
menampilkan dua sisi, yaitu sisi gelap dan sisi terang. Sisi gelap menunjukkan
Pilkadasung hanya sebagai ajang perebutan kekuasaan belaka, sedangkan sisi lainnya
adalah memunculkan harapan bagi terciptanya kedaulatan rakyat.7
Pemilihan Umum, (baik itu Pemilihan Anggota Legislatif, Pemilihan Presiden,
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah baik Tingkat I/II) pertama kali
berlangsung sejak ditetapkannya Undang-Undang Pemilihan Umum No. 22 tahun
7 Amirudin, Pilkada Langsung : Problem dan Prospek, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, hal xi
Universitas Sumatera Utara
2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam undang-undang ini, Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah TK I/II) belum dimasukkan dalam rezim Pemilihan Umum (Pemilu). Pilkada
dimasukkan dalam rezim Pemilu, sehingga secara resmi bernama Pemilihan Umum
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara
Pemilihan Umum dan pilkada pertama kali pilkada diselenggarakan pada bulan Juni
2006.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta Pilkada adalah
pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik atau gabungan
partai politik. Sedangkan yang berhak melaksanakan pilkada adalah KPUD.
Sebagaimana bunyi pasal 57 ayat (1) pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah diselenggarakan oleh KPUD yang bertanggungjawab kepada DPRD TK I/II.
Undang-undang ini penting untuk menampung semangat kedaulatan rakyat yang
sedang berkobar mengubah status quo Pemerintah Daerah. Begitu juga Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006 tentang tata cara pengajuan calon
kepala daerah dan wakil kepala daerah dan Peraturan KPU No. 8 tahun 2007 tentang
Pedoman tata cara kampanye pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala
daerah.
Sebagaimana halnya daerah lain di Indonesia, Kabupaten Rokan Hilir juga
turut melaksanakan pesta demokrasi dalam momen Pilkadasung. Kabupaten Rokan
Hilir yang merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Propinsi Riau.
Dalam pemilihan Bupati dan wakil Bupati Rokan hilir tahun 2006 lalu, yang
merupakan pemilihan eksekutif tingkat terendah yang ada di Indonesia. Maka setiap
Universitas Sumatera Utara
parpol diperbolehkan mengajukan calon kepala daerah dan wakil kepala sesuai
dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 7 tahun 2006.
Pencalonan Bupati Rokan Hilir oleh DPD Partai Golkar Rokan Hilir bersama
partai koalisi secara umum mencakup tiga tahap penting: pertama, penjaringan calon;
kedua, penyaringan dan seleksi yang telah dijaring; dan ketiga, penetapan calon.
Mencakup interaksi elit partai tingkat kabupaten terutama pengurus harian partai
tingkat kabupaten dengan tim yang dibentuk dan diberi wewenang untuk menetapkan
calon. Namun secara umum, tahap penjaringan calon mencakup interaksi elite partai
tingkat kabupaten dengan elit partai tingkat provinsi serta keputusan Dewan Pimpinan
Pusat Partai Golkar, dimana elit partai tingkat kabupaten yang mempunyai jaringan
luas di partai tingkat provinsi lebih besar peluangnya untuk terpilih sebagai calon dari
partai Golkar tersebut.
Fokus perhatian yang sejatinya menjadi sorotan publik Rokan Hilir ialah
dinamika wacana politik lokal beberapa bulan menjelang pelaksanaan Pilkada Bupati
Rokan Hilir 2006. Hingar-bingar perhelatan Pilkada semakin muncul kepermukaan,
ditandai dengan maraknya manuver-manuver politik yang dilancarkan masing-masing
calon Bupati dan partai yang mengusung melalui sosialisasi dan kampanye tahap awal
yang sangat intens untuk mentransfer ideologi, visi, misi, dan platform kepartaian ke
alam pikiran sadar konstituen guna mempengaruhi prefensi politik kearah
pembentukan pencitraan pragmatis partai politik menjelang Pilkada Bupati Rokan
Hilir 2006.
Seiring dengan perkembangan masyarakat yang menjadi lebih terbuka dan
adanya persaingan yang semakin tinggi antara para kontestan Pilkada Bupati,
keniscayaan pemasaran politik (political marketing) bagi sebagian calon Bupati
Universitas Sumatera Utara
adalah metode dan cara yang dianggap tepat untuk menghasilkan kemenangan dalam
Pilkada. Di dunia Barat, marketing politik diyakini sebagai suatu metode ampuh yang
dapat membantu politisi dan parpol untuk dapat bersaing dan memenangkan
persaingan. Dalam marketing politik para calon harus memahami dan menganal siapa
audiennya, sehingga bisa membidik target secara tepat dan efisien. Dalam domain
politik, marketing menawarkan perspektif alternatif yang menekankan pada
penggunaan dengan pendekatan untuk membantu politisi agar lebih efisien serta
efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat.
Suasana politik yang semakin memanas menjelang dua bulan menuju Pilkada
Bupati Rokan Hilir 2006 merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam
rangka memperoleh kekuasaan. Setiap calon diharuskan mampu merespon langsung
ke akar rumput (grass root) guna mengivestigasi dan mendengar masalah-masalah
yang berkaitan erat dengan pemenuhan artikulasi kepentingan masyarakat dan
konstituen. Keseluruhan kegiatan ini merupakan perwujudan dalam rangka memenuhi
target 35% perolehan suara dalam Pilkada bupati Rokan Hilir 2006.
Penggunaan marketing politik dalam hal ini dilandasi karena semakin
berkembangnya zaman yang menuntut adanya pendekatan baru dalam mengeksekusi
perubahan selera pemilih. Dengan adanya strategi political marketing yang dianggap
mampu mengakomodir rancangan konstruktif yang hendak dilakukan para calon
dalam merebut simpatik konstituennya, menjadi pertimbangan, H. Annas Maa’mun
untuk mengantisipasi lawan-lawan (rival) politiknya di daerah pemilihan dan
mendominasi perolehan suara ketimbang calon lainnya.
H. Annas Maa’mun merupakan figur politik yang telah lama berkecimpung di
Partai Golkar dan memahami sejauh mana perkembangan peta politik lokal
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Rokan Hilir. Keikutsertaan H. Annas Maa’mun sebagai calon Bupati dari
Partai Golkar, murni dikarenakan dorongan untuk memberikan perubahan bagi
kepentingan masyarakat Rokan Hilir. Berangkat dari optimisme H. Annas Maa’mun
yang mengandalkan dan memanfaatkan dukungan dari Partai Golkar, PAN, PBB,
PATRIOT, kualisi ini dinamakan kualisi Rakyat Rohil untuk memenanangkan calon
yang mereka usulkan.
Dengan merujuk dari suatu metode political marketing, maka dalam hal ini H.
Annas Maa’mun dan Partai Golkar dapat mengimplikasikan dan memasarkan inisiatif
bauran antara produk politik, gagasan politik, isu politik, ideologi partai, dan program
kerja kepada masyarakat secara sistematis dan terencana sesuai dengan kebutuhan
yang diinginkan para pemilih melalui kegiatan kampanye bersama Partai Golkar yang
sesuai dengan Peraturan KPU No.07 tahun 2006, partai politik peserta Pilkada
melakukan seleksi bakal calon Bupati dan Wakil Bupati secara terbuka dan
demokratis sesuai dengan mekanisme internal Parpol.
Ketatnya persaingan antar peserta Pilkada dan berbagai argumen kekecewaan
masyarakat Rokan Hilir atas kinerja legislatif produk pemilu 2004 yang dianggap
mandul dalam mewakili kepentingan masyarakat dan berkembangnya prilaku pemilih
skeptis masyarakat dalam mengkualifikasikan sikap politiknya merupakan hal yang
mesti disikapi oleh calon Bupati dari partai Golkar yakni H. Annas Maa’mun sebagai
figur politik yang menempati nomor urut 2 yang didukung oleh empat partai politik
yakni Golkar, PAN, PBB dan Patriot dalam Pilkada Bupati Rokan Hilir 2006 untuk
bersaing dengan 4 calon lainnya yaitu Pasangan Drs. H. Aznur Affandi – H.Wan
Mukhtar SH yang didukung oleh PDI-P, PKB, PDS dan PBR, pasangan Drs.
H.M.Johar Firdaus, M.Si – Drs.H.Subroto yang didukung PBSD, Partai Merdeka,
PKP Indonesia, PNBK, PPNUI, PKPB, PKS, PSI, PPDI, Partai Pelopor, Partai
Universitas Sumatera Utara
Demokrat dan PPD, pasangan H.Herman Sani SH, Msi – Saiman Amp yang didukung
oleh PPP, dan terakhir pasangan H.Ahmad Syah Harrofie, SH,MH – H.Ilyas RB yang
didukung oleh PPDK, PNI Marhaenisme dan PPIB, mereka inilah yang akan saling
merebut 308.959 konstituen yang tersebar di 892 TPS di 13 Kecamatan seluruh
daerah pemilihan di Kabupaten Rokan Hilir8
• Bagaimana mekanisme yang dilakukan internal Partai Golkar dan partai
koalisi dalam menentukan calon bupati yang akan di usung dalam pilkada
Rokan Hilir, serta bagaimana proses koalisi tersebut dapat terjadi?
yang diusung oleh Partai Golongan
Karya beserta beberapa partai lain yang berkoalisi.
Untuk itu Partai Golkar sebagai pengusung calon Bupati H. Annas Maa’mun –
H. Suyatno memegang peranan yang besar dalam upaya-upaya meloloskan pasangan
calonnya untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Rohil periode 2006-2011, dan perlu
dicermati juga bagaimana proses koalisi yang terjadi antar partai-partai yang
mendukung pasangan tersebut.
I.2. Perumusan masalah
Berangkat dari pemaparan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan dalam penelitian skripsi ini adalah sebagai
berilkut:
• Strategi dan Langkah-langkah apa sajakah yang dilakukan DPD Partai
Golkar Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas
Maa’mun sebagai Bupati pada Pilkada Rokan Hilir tahun 2006?
8 Komisi Pemilihan Umum Daerah Rokan Hilir
Universitas Sumatera Utara
I.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian,
dan adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan DPD Partai Golkar
Kabupaten Rokan Hilir dalam proses pemenangan H. Annas Maa’mun
sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir 2006.
2. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya koalisi antar partai yang
mendukung H. Annas Maa’mun sebagai Bupati dalam Pilkada Rokan Hilir
2006.
I.4. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan mampu memberikan manfaat, baik itu untuk
peneliti itu sendiri dan terlebioh lagi untuk masyarakat luas. Untuk itu menurut
penulis manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, tentunya penelitian ini dapat mengasah kemampuan penulis
dalam membuat suatu karya ilmiah dan melatih penulis untuk membiasakan
diri untuk membaca dan membuat karya tulis ilmiah. Melalui penelitian ini
juga penulis dapat menambah pengetahuan penulis mengenai masalah yang di
teliti.
2. Secara akademis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah khazanah
penelitian di bidang Ilmu Politik, khususnya di bidang political marketing dan
partai politik.
Universitas Sumatera Utara
I.5. Kerangka Teori
Teori merupakan seperangkat proporsi yang menggambarkan suatu gejala
terjadi seperti itu. Proporsi yang dikandung dan yang membentuk teori terdiri atas
beberapa konsep dalam bentuk hubungan sebab akibat. Namun, karena di dalam teori
juga megandung konsep teoritis, berfungsi menggambarkan realitas dunia
sebagaimana yang dapat diobservasi.9
Organisasi yang mempunyai fungsi sebagai penyalur artikulasi dan agregasi
kepentingan publik yang paling mapan adalah partai politik. Urgensi partai politik
semakin menggeliat manakala kita hubungkan dengan kepentingan publik yang perlu
didengar oleh pemerintah (bahkan terlebih lagi oleh parlemen).
Penggunaan teori penting kiranya dalam
menelaah suatu masalah atau fenomena sehingga masalah atau fenimena tesebut dapat
diterangkan secara eksplisit dan sistematis. Adapun teori-teori yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah :
I.5.1. Partai Politik
I.5.1.1. Pengertian Partai Politik
10
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan
meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta
diikut sertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan
Partai politik
menjadi terligitamasi adanya ketika demokrasi langsung mustahil untuk dilakukan di
negara modern saat ini sehingga partai politik merupakan sarana untuk menyalurkan
aspirasi publik yang agak sulit diagregasi dan diartikulasi ketika ruang geografi dan
kuantitas penduduk semakin besar.
9. M. Arif. Nasution, dkk, Metode Penelitian Sosial, Medan, Fisip USU Press, 2008, Hal.76-77. 10 Leo Agustono, Perihal Ilmu Politik, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007, hal 100.
Universitas Sumatera Utara
berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak
lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik
yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari
itu dewasa ini di negara-negara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik
yang biasa dijumpai.11
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-
cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik.
Dari sediikit gambaran diatas, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa
partai politik sejatinya memang merupakan “jembatan” antara rakyat dan pemerintah.
Selain itu, partai politik juga merupakan salah satu pilar dan institusi demokrasi yang
penting dalam membangun politik yang lebih berkualitas dan beradab.
12
Menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik, bab I
pasal 1 ayat pertama
13
Maka secara umum dapatlah dikatakan bahwa yang diartikan dengan partai
politik adalah suatu kelompok manusia yang terorganisir secara teratur baik dalam hal
:
“Partai politik adalah organisasi yang bersifat nasional yang dibentuk oleh sekelompok warga Negara secara sukarela dan membela kepentingan politik anggota, masyrakat, bangsa dan Negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”
11. Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Poltik, Jakarta: Yayasan Obor, 1998, hal. 159. 12. Ibid, hal. 161. 13. Undang-undang Pemilu dan Partai Politik,, Jakarta, Gradien Mediatama, 2008, hal 213.
Universitas Sumatera Utara
pandangan, tujuan maupun tata cara rekruitmen keanggotaan, dengan tujuan pokok
yakni menguasai, merebut ataupun mempertahankan kekuasaannya dalam
pemerintahan secara konstitusional.
I.5.1.2. Tujuan Partai Politik
Setiap organisasi yang dibentuk oleh manusia tentunya memiliki tujuan-tujuan
tertentu. Demikian pula organisasi yang disebut Partai Politik. Tujuan pembentukan
suatu Partai politik, disamping yang utama adalah merebut, mempertahankan ataupun
menguasai kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara juga dapat diperlihatkan dari
aktivitas yang dilakukan.
a. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orang
orangnya menjadi pejabat pemerintah sehingga dapat turut serta mengambil
atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya;
b. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu terhadap
kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam
keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan Partai Politik
yang bersangkutan).
c. Berperan untuk dapat memadu (streamlining) tuntutan-tuntutan yang masih
mentah (raw opinion), Sehingga Partai Politik bertindak sebagai penafsir
kepentingan dengan mencanangkan isu-isu politik (political issue) yang dapat
dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.
I.5.1.3. Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan
guna mewujudkan program yang disusun berdasar ideologi yang mereka anut.
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pengertian fugsi partai lainnya, ialah14
Keempat, partai politik membuka ruang bagi lahirnya partisipasi politik.
Partisipasi dalam konteks ini menjurus kegiatan warga negara dalam mempengaruhi
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik dan juga dalam ikut menentukan
: pertama, partai politik sebagai
sarana sosialisasi politik. Partai politik sebagai instrumen penting dalam negara
demokrasi berfungsi untuk melakukan penyaluran nilai, norma, aturan, atau kebiasaan
politik yang benar pada konstituennya, lebih umum lagi pada warga masyarakat.
Adapun beberapa cara dalam melakukan sosialisasi politik yang dilakukan oleh partai
politik, ialah: (1) sosialisasi politik formal; (2) sosialisasi politik non-formal; dan (3)
sosialisasi politik informal.
Kedua, partai politik sebagai sarana komunikasi politik. Salah satu tugas partai
politik adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan inspirasi warga masyarakat
dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam
masyarakat berkurang. Dalam masyarakat modern, pendapat dan inspirasi masyarakat
akan hilang tak berbekas apabila ditampung dan digabung dengan pendapat dan
inspirasi orang lain yang senada.
Fungsi ketiga partai politik adalah sebagai sarana rekrutmen politik. Oleh
karena tujuan utama dari partai politik adalah turut terlibat dalam politik praktis
kepemerintahan, maka sudah barang tentu salah satu fungsi partai adalah melakukan
rekrutmen guna mengisi posisi yang dubutuhkan dalam lembaga negara. Rekrutmen
politik minimal melaksanakan seleksi dan pemilihan serta mengangkat seseorang atau
sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam partai politik dan
pemerintahan. Dengan demikian partai turut memperluas partisipasi politik.
14. Leo Agustino, Op cit, hal 104-105.
Universitas Sumatera Utara
kepemimpinan pemerintah. Karena partai politik dibayangkan oleh warga negara atau
konstituennya dapat menyalurkan masukan-masukan tersebut, sehingga aspirasi dan
partisipasi publik dapat didengar oleh pemerintah yang berkuasa.dan, dalam titik
tertentu harapannya adalah, pemerintah mau melakukan revisi atau formulasi
kebijakan atas masukan-masukan yang telah diberikan oleh warga masyarakat.
Kelima, partai politik sebagai sarana pengelola konflik. Dalam suasana
demokrasi; persaingan dan perbedaan pendapat dalammasyarakat merupakan hal yang
wajar. Jika sampai terjadi konflik, partai politik harus mampu untuk mengakomodasi
dan memandu pelbagai perbedaan di dalam masyarakat untuk mencapai titik temunya
dalam dialog, sehingga menguntungkan kedua belah pihak yang bertikai. Strategi
yang dapat digunakan untuk melerai perbedaan atau konflik yang tengah terjadi
adalah dengan cara pencarian solusi melalui kompromi atau pun dialog. Kompromi
politik baru dapat dilakukan oleh partai politik bila kedua belah pihak (atau lebih)
yang bertikai mau membuka diri dan bersedia duduk bersama dan berniat untuk
menyelsaikan konflik.
Keenam, fungsi dari partai politik adalah melakukan kontrol politik. Kontrol
politik sangat dibutuhkan dalam negara demokratis. Ia tidak saja sebagai sarana untuk
menyediakan nuansa checks and balances yang aktual, tetapi juga, kontrol politik,
berupa kegiatan dalam menunjukkan kesalahan, kelemahan, dan penyimpngan yang
dilakukan oleh pemerintah berkuasa.
Adanya partai politik, dianggap sebagai suatu yang wajar-wajar saja terutama
dalam konteks nilai-nilai esensial sebuah demokrasi. Terlbih lagi, jika kita
menghubungkannya dengan perspektif teori demokrasi, pada dasarnya mengatakan
bahwa, kedudukan partai politik dalam hubungan ini lebih condong mengarah kepada
Universitas Sumatera Utara
wacana ilmu sistem politik. Dan di sisi lain, mengatakan bahwa kehadiran partai
politik dilihat sebagai sarana untuk berpartisipasi.
I.5.1.4 Kampanye
Kampanye merupakan proses penyampaian program dari masing-masing
partai politik maupun pasangan calon melalui pesan-pesan politik yang bertujuan
untuk mengubah persepsi, sikap, dan prilaku pemilih. Perubahan yang dimaksud tentu
diupayakan dari tidak memilihnya menjadi memilihnya. Pada kesempatan kampanye
para kandidat menyampaikan visi dan misinya yang diarahkan menyentuh
kepentingan daerah yang bersangkutan. Pemilih yang masih menaruh harapan besar
terhadap visi misi para kandidat tentu akan menjadi pertimbangan utama bagi
pemilih.15
Selain itu, kampanye juga merupakan sebuah tindakan
politik bertujuan
mendapatkan pencapaian dukungan, usaha kampanye bisa dilakukan oleh perorangan
atau sekelompok orang yang terorganisir untuk melakukan pencapaian suatu proses
pengambilan keputusan di dalam suatu kelompok, kampanye biasa juga dilakukan
guna mempengaruhi, penghambatan, pembelokan pecapaian, Dalam sistem politik
demokrasi, kampanye politis berdaya mengacu pada kampanye elektoral pencapaian
dukungan, dimana wakil terpilih atau referenda diputuskan. Kampanye politis
tindakan politik berupaya meliputi usaha terorganisir untuk mengubah kebijakan di
dalam suatu institusi.
Isu politik atau program kandidat pada dasarnya bukanlah suatu yang terpisah
dari masyarakat. Artinya, untuk memahami program kandidat tidak cukup hanya
mengamati persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang, melainkan harus
15. Ambo Upe, Sosiologi Politik Kontemprer, Jakarta, Prestasi Pustakarya, 2008, hal 220.
Universitas Sumatera Utara
dilihat dari bagaimana pandangan masyarakat masyarakat terhadap program yang
ditawarkan. Apakah pemilih mempunyai perhatian besar atau sebaliknya, apakah
bersikap positif atau justru bersikap negatif. Dengan demikian, kesadaran politik
pemlih dalam menyikapi berbagai jualan politik para kandidat menjadi sangat penting
dalam menentukan pilihannya.
I.5.2.1. Bentuk dan Jenis Kampanye
Kampanye umumnya dilakukan dengan slogan, pembicaraan, barang cetakan,
penyiaran barang rekaman berbentuk gambar atau suara, simbol-simbol, pada sistem
politik otoliter kampanye sering bisa dilakukan kedalam bentuk tindakan intimidasi,
propaganda atau dakwah.
I.5.2.2. Tujuan Kampanye
Kampanye pada awalnya dijalankan untuk sebuah rekayasa Pencitraan
kemudian berkembang menjadi upaya persamaan pengenalan sebuah gagasan atau
isu.Gagasan atau isu yang disampaikan bertujuan untuk mempengaruhi individu
ataupun kelompok masyarakat agar ikut dalam partisipasi politik atau dengan kata
lain memilih partai ataupun perseorangan yang melakukan kampanye itu. Melalui
kampanye ini partai-partai atau orang yang terlibat dalam partai tersebut
memperkenalakan apa yang menjadi visi dan misi mereka dan apa yang menjadi
tujuan mereka. Selain itu kampanye bertujuan untuk merngajak individu ataupun
kelompok masyarakat untuk mendukung dalam tercapainya tujuan partai ataupun
perseorangan yang melakukan kampanye.
Universitas Sumatera Utara
I.5.2.3. Isu Kampanye
Dalam setiap pelaksanaan kampanye selalu didukung dengan adanya isu-isu
kampanye. Isu kampanye dipahami sebagai segala sesuatu yang berupa janji politik
para kandidat termasuk sebelum masa kampanye. Isu kampanye pada dasarnya selalu
bernada ingin melakukan perubahan, namun perubahan yang dinginkan oleh
masyarakat belum juga dirasakan.16
Tim sukses berfungsi menjembatani kandidat dengan pemilih, tim sukses juga
memiliki pengaruh yang signifikan dalam mempengaruhi pemilih atas dasar ikatan
Masyarakat pemilih masih melihat isu kampanye
hanya sekedar janji ataupun sekedar promosi politik belaka. Dengan demikian, jika
isu kampanye yang disampaikan tidak terealisasi dengan baik, maka sudah pasti
masyarakat akan pesimis dengan janji-janji politik atau isu kampanye pada momen-
momen pemilihan berikutnya.
I.5.2.4. Juru Kampanye
Juru Kampanye merupakan tim kampanye yang terdaftar di KPUD yang
dibentuk oleh pasangan calon bersama-sama partai politik atau gabungan partai
politik. Juru kampanye juga dimaksudkan kepada siapa saja yang aktif dalam
menyampaikan program-program pasangan calon, baik pada saat masa kampanye
maupun diluar masa kampanye yang telah ditentukan. Juru kampanye baik yang resmi
maupun tidak resmi, berjenjang dari tingkat provinsi sampai pada pelosok-pelosok
desa. Distribusi tim sukses tersebut memiliki hubungan atau ikatan emosional dengan
konstituen dimana mereka berada.
16. Ibid, hal 222.
Universitas Sumatera Utara
emosional antara tim sukses dengan para pemilih.17
Teori koalisi partai politik telah lama berkembang di negara-negara Eropa
khususnya dan negara-negara dengan sistem parlementer pada umumnya. Dalam
sistem pemerintahan presidensil yang multipartai, kaolisi adalah suatu keniscayaan
untuk membentuk pemerintahan yang kuat. Hakikat koalisi sendiri adalah membentuk
pemerintahan yang kuat (strong government), mandiri (autonomous), dan tahan lama
(durable).
Ikatan emosional tersebut
merupakan faktor penting dalam proses kampanye.
I.5.3. Teori Koalisi Partai Politik
18 Hingga detik ini, koalisi antara partai politik tidak ada yang ideal, tidak
ada satu pun koalisi yan digalang para elit yang menghasilkan paduan yang kuat,
mandiri, dan tahan lama. Namun seringkali koalisi yang dibangun membingungkan.
Kompleksnya kekuatan politik, aktor dan ideologi menjadi faktor yang menyulitkan.
Secara teoritis, koalisi partai hanya akan berjalin bila dibangun di atas landasan
pemikiran yang realistis dan layak.19
Menurut studi Huang Wang, seorang peneliti dari New York University, yang
menyatakan bahwa di dalam setiap masyarakat kerap terdapat berbagai kerjasama
dalam suatu pengelompokan yang tepat (proper subset) dari aktor-aktor – baik berupa
kelompok-kelompok sosial (melalui organisasi) atau individu-individu untuk
bertarung menghadapi aktor-aktor lainnya jika terdapat tiga aktor atau lebih.
Pengelompokan aktor-aktor itu bisa disebut dengan koalisi.
20
17. Ibid, hal 224. 18 Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 22 19 Ibid.,hal. 22
Melihat dari hasil
penelitian Huang Wang, besar kemungkinan rencana munculnya wacana koalisi antar
20 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, diakses pada 07 Juli 2009 pukul 01.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
organisasi dimulai dari ide-ide dari individu yang ada (elit-elit kedua organisasi yang
ada).
Varian koalisi di Indonesia memang tidak terbangun berdasarkan landasan
yang kuat. Dalam teori, koalisi partai politik hanya akan berjalan jika dibangun
dengan pemikiran yang realistis dan rasional yang dapat dilakukan kedua pihak.
Koalisi tidak sekadar dimaknai sebagai pertemanan akan tetapi harus dibangun
dengan sasaran yang jelas. Teori koalisi tidak terlepas dari adanya kepentingan elit
dibelakangnya. Kepentingan elit yang bermain dalam menemukan arah koalisi ini
menyebabkan terkadang tidak dapat dijabarkan di tingkatan bawah (konstituen).
Menurut William Riker dalam bukunya The Theory of Political Coalition,
koalisi partai politik dimaknai sebagai, “....three-or-more-person game, the main
activity of the players is to select not only strategies, but patners. Patners once they
become such, then select a strategy”.21
Jadi suatu koalisi harus menyusun strategi yang sesuai dengan aktivitas para
aktor dan partner koalisi. Di sini suatu platform bersama menjadi pijakan suatu koalisi
dalam menghadapi aktor-aktor yang menjadi lawan mereka. Jadi koalisi memerlukan
adanya rekan (partner), lawan (adversaries) dan strategi. Koalisi partai politik tidak
Pada saat rekanan (partner) ini bergabung, dan
bekerjasama hanya dengan sejumlah aktor lain, dan bertarung mengadapi aktor-aktor
lainnya di luar mereka, setiap koalisi pada dasarnya mencari pengaruh langsung di
antara aktor-aktor tanpa adanya mediasi yang berbentuk material oleh karenanya
bersifat politis.
21 http://tuhan.multiply.com/journal/item/39/Koalisi_Politik, diakses pada 07 Juli 2009 pukul 01.30 WIB. Lihat juga The Theory of Political Coalition
Universitas Sumatera Utara
didasarkan pada tujuan-tujuan yang bersifat material (misalnya uang) melainkan
tujuan-tujuan yang bersifat politis.
Tokoh politik pada membicarakan koalisi pada umumnya adalah dalam rangka
merebut kekuasaan, baik pada tingkatan legislatif maupun eksekutif. Pembentukan
koalisi partai politik akan lebih banyak memberikan manfaat bagi perkembangan
demokrasi dan terhadap efektivitas kebijakan. Substansi politik adalah sarana bagi
pencapaian tujuan bersama, yang berarti semakin kita dapat mengagregasikan
dukungan, antara lain dalam bentuk koalisi “permanen” yang tidak oportunitis akan
semakin besar kemungkinan untuk mencapai tujuan bersama itu, khususnya dalam
memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Koalisi yang banyak terbangun di Indonesia merupakan koalisi yang cair dan
rapuh. Koalisi yang seharusnya terbangun adalah koalisi yang permanen, dimana
koalisi permanen. merupakan koalisi yang terbentuk dari adanya nilai-nilai bersama,
tujuan politik yang sama dengan adanya konsensus dan kontral politik untuk
mempertahankan koalisi. Bukanlah koalisi pragmatis yang hanya berdasarkan
kepentingan sesaat untuk merebut kekuasaan.
Koalisi permanen ini memang tidak bisa dibentuk dengan sembarangan.
Mengacu pada teori Arend Lijphart, setidaknya terdapat empat teori koalisi yang bisa
diterapkan di Indonesia, Pertama, minimal winning coalition dimana prinsip dasarnya
adalah maksimalisasi kekuasaan. Dengan cara sebanyak mungkin memperoleh kursi
di kabinet dan mengabaikan partai yang tidak perlu untuk diajak berkoalisi. Kedua,
minimum size coalition, dimana partai dengan suara terbanyak akan mencari partai
yang lebih kecil untuk sekadar mencapai suara mayoritas. Ketiga, bargaining
proposition, yakni koalisi dengan jumlah partai paling sedikit untuk memudahkan
Universitas Sumatera Utara
proses negosiasi. Dasar dari teori ini adalah memudahkan proses tawar-menawar dan
negosiasi karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit. Keempat, minimal range
coalition, dimana dasar dari koalisi ini adalah kedekatan pada kecenderungan
ideologis untuk memudahkan partai-partai dalam berkoalisi dan membentuk kabinet.
Dasar dari teori ini adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis. Kelima, minimal
connected winning coalition, dimana dasar berpijak teori ini adalah bahwa partai-
partai berkoalisi karena masing-masing memiliki kedekatan dalam orientasi
kebijakannya.22
KIRI KANAN
Untuk memahami pola-pola koalisi yang mungkin terbentuk maka partai-
partai disusun dalam spektrum ideologi sebagai berikut :
A ( 21 ) B ( 12 ) C ( 33 ) D ( 26 ) E ( 8 ) TOTAL = 100
Huruf A sampai E menunjukkan partai politik yang disusun berdasarkan
kecenderungan ideologi. Sedangkan angka-angka yang dalam tanda kurung adalah
persentasi perolehan kursi di parlemen. Partai A berada pada spektrum ideologi kiri,
sedangkan E berada pada spektrum ideologi kanan, sementara partai C adalah partai
dengan ideologi tengah. Sebagaimana pada spektrum ideologi Eropa, maka disebelah
kiri C adalah partai-partai Nasionalis-Sekuler, sedangkan pada sebelah kanan C
terletak partai-partai Nasionalis-Religius, demikian juga semakin ke kiri akan semakin
sekuler dan radikal.
22 http://theindonesianinstitute.com/index.php/20080915264/Koalisi-untuk-Pemerintahan-yang-kuat.html, diakses pada hari Kamis 11 September 2008 pukul 23.00 WIB. Lihat juga pada Bambang Cipto, Partai, Kekuasaan, dan Militerisme, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2000, hal. 23
Universitas Sumatera Utara
Dalam teori politik, koalisi adalah peranti paling efektif meraih kekuasaan.
Koalisi diperlukan untuk menggalang dukungan dalam membentuk pemerintahan oleh
partai pemenang pemilu, di sisi lain dibutuhkan dalam rangka membangun dan
memperkuat oposisi bagi partai-partai politik yang duduk di parlemen namun tidak
ikut memerintah. Dalam sistem presidensial sebagai pesan dari UUD 1945, eksekutif
dan legislatif adalah dua lembaga terpisah yang tidak bisa saling menjatuhkan satu
sama lain.
Koalisi tidak terelakkan karena sistem politik politik multipartai melahirkan
aroma sistem parlementer. Koalisi antarparpol dengan demikian menjadi semacam
motor penggerak bagi terpilihnya kandidat pemimpin, koalisi hanya dimaknai sebatas
intrumen merebut kekuasaan. Cairnya koalisi yang diperagakan oleh parpol saat ini
menunjukkan hilangnya demarkasi ideologis dan visi yang ditukarkan dengan mata
uang kepentingan. Padahal, secara ideal, koalisi dapat berjalan efektif manakala
terjadi titik temu di level paradigmatik, yaitu, ideologi, visi-misi, kultur dan corak
kebangsaannya. Teori ini digunakan dalam penelitian untuk menganalisis kebijakan
koalisi dan pelaksanaan serta implikasinya.
Hubungan teori di atas dengan perumusan masalah adalah bahwa koalisi yang
terjadi dalam sebuah pertarungan politik adalah election (pemilihan) sangat
menentukan arah pengambilan keputusan dalam proses rekrutmen politik (mulai dari
penjaringan sampai penetapannya) yang dilakukan. Ini dikarenakan dalam koalisi
terdapat lebih dari satu elemen kepentingan yang bermain. Oleh karena itu diperlukan
kesepatakan bersama dalam menentukan langkah-langkah untuk mencapai tujuan
bersama.
Universitas Sumatera Utara
I.6. Metode Penelitian
Metode penelitian didefenisikan sebagai ajaran mengenai cara-cara yang
digunakan dalam memproses penelitian. Metode berguna untuk memberikan
ketepatan, kebenaran dan pengetahuan yang mempunyai nilai ilmiah yang tinggi.23
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan penekanan pada
deskriptif dan analitis. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan
memahami sesuatu dibalik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Metode ini
juga dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu yang baru sedikit
diketahui, metode kualitatif juga dapat memberikan rincian yang kompleks tentang
fenomena yang sulit di ungkap oleh metode kuantitatif.
Untuk itu, penelitian ini akan memaparkan beberapa cara sebagai batasan untuk
mencapai kebenaran ilmiah, yakni : jenis penelitian, lokasi penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data.
I.6.1. Jenis Penelitian
24
Dengan metode dan pendekatan penelitian ini penulis dimaksudkan agar dapat
melihat dan memahami mengenai peran partai Golkar dalam proses pemenangan H.
Annas Maa’mun pada Pilkada Rokan Hilir Tahun 2006.
I.6.2. Lokasi Penelitian
Untuk mendapatkan informasi yang menyangkut masalah penelitian ini maka
penulis melakukan penelitian di DPC partai Golkar Rokan Hilir.
23. Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Bandung: CV. Mandar Majuy, 1996, hal. 17. 24. Ansem Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Tata Langkah dan Teknik-teknik Teorisasi Data, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003, hal.5.
Universitas Sumatera Utara
I.6.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti
dalam penelitian ini untuk memperoleh informasi atau data yang akurat sehingga
dapat dipertanggung jawabkan sebagai suatu penelitian sosial yang ilmiah. Adapun
data yang akan dikumpulkan dalam upaya pengumpulan data di bagi menjadi dua
yaitu :
1. Data Primer
Data primer diperoleh dari wawancara langsung yang dilakukan penulis
dengan pengurus partai Golkar yang terlibat dalam proses pemenangan H.
Annas Maa’mun agar memperoleh data yang benar dan akurat.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari penelitian kepustakaan yang antara lain
mengumpulkan buku-buku, koran, majalah, dan bahan-bahan lainnya yang
dianggap berkaitan dengan masalah yang diteliti oleh penulis sebagai
bahan tambahan untuk melengkapi keakuratan dari data primer.
I.6.4. Teknik Analisis Data
Penelitian ini bersifat deskripsi dengan tujuan memberi gambaran mengenai
situasi atau kejadian yang terjadi. Data yang terkumpul melalui wawancara dan
dokumentasi akan dianalisis secara mendalam yang selanjutnya akan menghasilkan
suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti. Permasalahan yang akan
diteliti akan menjawab tujuan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
I.7. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan terdiri dari beberapa bab. Adapun tiap bab terdiri
dari :
BAB I : Pendahuluan
Bab I ini berisi tentang latar balakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode peneltian,
dan sistematika penulisan.
BAB II : Deskripsi Lokasi Penelitian
Bab ini berisikan tentang Profil Partai Golkar Kabupaten Rokan Hilir
dan calon Bupati yang di usung Partai Golkar dan Koalisinya.
BAB III : Panyajian dan Analisis Data
Bab ini berisi data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan
mengenai peran Partai Golkar dan Partai Koalisi dalam proses
pemenangan H. Annas Maa’mun pada Pilkada 2006, yang kemudian
akan dianalisis oleh penulis mengenai peran partai Golkar tersebut.
BAB IV : Penutup
Bab IV ini adalah bagian terakhir dari penulisan skripsi ini yang berisi
tentang kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan pada bab-bab
sebelumnya dan saran-saran yang berguna bagi penulis secara khusus
dan berguna bagi organisasi secara umum.
Universitas Sumatera Utara