BAB I PENDAHULUAN -...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
We make friends, we make foes, and God makes the neighbor next door. —Gilbert Keith Chesterton
Pembangunan sebagai bagian dari modernitas salah satunya
menumbuhkan pusat-pusat perekonomian. Perekonomian di Yogyakarta
utamanya bukan berasal dari perindustrian, karena wilayahnya tidak termasuk
daerah yang subur. Namun keberadaan Yogyakarta sebagai kota budaya dan
pelajar mendapatkan sumbangan perekonomiannya salah satunya dari
keberadaan perguruan tinggi yang hadir di Yogyakarta. Hal ini nampak dari
perkembangan daerah Yogyakarta ke arah Utara dan Timur (Faturochman,
1990). Wilayah itu adalah perbatasan antara kota Yogyakarta dengan kabupaten
sleman. Dikatakan bahwa tiga Kecamatan dengan penduduk paling padat di
wilayah Kabupaten Sleman adalah Depok, Mlati, dan Gamping dengan rata-rata
kepadatan penduduk 3480,47 perkilometer persegi (km2) (Badan Pusat Statistik
[BPS] Kabupaten Sleman, 2012; Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013b). Hal
inilah yang mengakibatkan perubahan banyak daerah rural di Yogyakarta
menjadi urban. Dalam rentang 20 tahun (1980 – 2000) terdapat 36 wilayah rural
di Yogyakarta berubah menjadi wilayah urban. Tentunya hal ini juga disertai
pertambahan penduduk yang besar yaitu dengan tingkat persebaran penduduk
dari 24,63% menjadi 28,89% (Widhyharto, 2009).
Kepadatan penduduk ini salah satunya menimbulkan permasalahan
pemukiman. Salah satu solusinya adalah membangun hunian yang semakin jauh
dari pusat perekonomian, yang tentunya akan menambah biaya operasional
1
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
penduduk untuk melakukan kegiatan ekonominya. Maka solusi lain adalah
membuat hunian yang disusun vertikal. Undang-undang Nomer 20 tahun 2011
tentang Rumah Susun menyatakan bahwa:
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Dengan landasan itu maka semua hunian bertingkat disebut sebagai
Rumah Susun, entah itu yang disebut sebagai apartemen, condominium, flat,
dan sebagainya. Namun demikian sebutan Rumah Susun kemudian lebih dikenal
untuk menyebut hunian bertingkat untuk warga berpenghasilan rendah. Dalam
kategori ini pemerintah membangun dua macam Rumah Susun untuk warga
berpenghasilan rendah yaitu Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) dan
Rusunami (Rumah Susun Sederhana Milik).
Rusunawa adalah salah satu solusi yang dipilih oleh pemerintah daerah
untuk mengatasi permasalahan pemukiman di daerah kota, bagi warga dengan
penghasilan rendah. Harapannya Rusunawa mampu memberikan dampak
positif, yang salah satunya adalah memberikan alternatif hunian bagi warga
dengan penghasilan rendah. Seperti halnya Rusunawa yang didirikan oleh
Pemerintah Daerah Sleman bersama dengan Kementrian Pekerjaan Umum dan
Kemementrian Perumahan Rakyat, Rusunawa X yang dibangun oleh
Kementerian Pekerjaan Umum pada tahun 2011/2012 adalah Rusunawa paling
baru yang dibangun di Sleman untuk masyarakat berpenghasilan rendah
(Pemerintah Kabupaten Sleman, 2013a). Kriteria masyarakat berpenghasilan
rendah adalah memiliki penghasilan per bulan paling banyak 3 (tiga) kali upah
minimum regional (UMR) Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta per bulan (Bupati
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
Sleman, 2014). Jika upah minimum kabupaten (UMK) Sleman tahun 2015 adalah
Rp 1.200.000,- (Widiyanto, 2014), maka kriteria masyarakat berpenghasilan
rendah adalah berpenghasilan di bawah Rp 3.600.000,- per bulan. Pembatasan
penghasilan maksimal memberikan pembatasan mengenai kelompok
masyarakat yang tinggal di Rusunawa. Dengan penghasilan sedemikian itu,
berdasarkan tarif sewa Rusunawa X, minimal mereka harus mampu menyisihkan
uang untuk membayar retribusi pemakaian unit tempat tinggal sebesar Rp
193.000,- per bulan (untuk mereka yang tinggal di lantai 5) belum ditambah biaya
pemakaian listrik dan air.
Dari sebaran jenis pekerjaan juga menampakkan kelas sosial penduduk
yang tinggal di Rusunawa. Di Rusunawa X misalnya, dari hasil pengamatan
peneliti ketika melakukan penelitian awal pada bulan desember 2014 sampai
dengan September 2015, di Blok B terlihat bahwa jenis pekerjaan antara lain,
satpam, karyawan swasta, sales, guru, polisi, buruh, penjual makanan pagi, dan
sebagainya. Dari jenis-jenis pekerjaan ini, menampakkan keanekaragaman
dinamika kerja masyarakat penghuni Rusunawa. Sehingga nampak memberikan
sedikit peluang bagi penghuni Rusunawa untuk bertemu dan berkumpul. Kontak
antar penghuni biasanya terjadi di tangga dan di tempat parkir motor, karena
merupakan tempat yang selalu diakses oleh penghuni Rusunawa ketika mereka
keluar-masuk kompleks Rusunawa.
Gambaran kegiatan di dalam Rusunawa, dari pengamatan peneliti pada
bulan januari hingga maret 2015, yang nampak rutin setiap hari antara lain: pagi
hari, kebanyakan aktivitas di dalam unit hunian (kamar), yaitu aktivitas keluarga
pada umumnya. Kemudian jam anak sekolah mulai ada kegiatan keluar,
misalnya mengantar anak sekolah, belanja, berangkat kerja bagi sebagian
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
warga, dan sebgainya. Biasanya ada beberapa tukang sayur yang datang ke
Rusunawa untuk menawarkan dagangan, namun karena letak pasar tidak
sampai 500 meter dari Rusunawa, maka kebanyakan warga lebih memilih untuk
belanja di pasar. Namun aktivitas belanja di pagi hari ini juga merupakan peluang
bagi warga untuk melakukan kontak.
Pada saat jam anak-anak sekolah dan ketika para bapak sudah
berangkat bekerja, beberapa ibu-ibu rumah tangga yang memiliki anak balita
mulai berkumpul untuk menemani anak-anak mereka bermain bersama. Aktivitas
ini terutama nampak di Blok B lantai 3, karena di lantai ini paling banyak terdapat
anak-anak balita. Setelah sekitar 1-2 jam anak-anak bermain, terutama ketika
sudah nampak ada anak yang lelah, maka perkumpulan itu mulai bubar karena
sudah saatnya anak-anak istirahat di dalam unit huniannya masing-masing, juga
karena sudah waktunya ibu-ibu melakukan aktivitas rumah tangga, salah satunya
memasak untuk makan siang. Siang hari, pada saat jam istirahat kerja,
Rusunawa mulai cukup ramai karena beberapa anak-anak sudah pulang dari
sekolah mereka dan bermain di lorong-lorong Rusunawa. Beberapa orang tua
juga mulai ada yang sudah pulang atau hanya istirahat makan siang karena
tempat kerja mereka tidak begitu jauh dari Rusunawa.
Jam anak-anak bermain di sore hari adalah situasi paling ramai di
Rusunawa, karena aktivitas anak-anak yang bermain di lorong-lorong dan di
halaman, serta memuncaknya lalulintas orang pulang kerja pada jam-jam ini.
Kadang-kadang pada jam-jam ini anak-anak bermain di halaman dan di taman
bermain dengan ada beberapa orang tua yang menemani anak-anaknya. Para
orang tua, terutama pada bapak lebih banyak menghabiskan waktu mereka
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
ketika di Rusunawa adalah di dalam unit hunian mereka sendiri, salah satu
alasanya adalah bahwa di sanalah mereka mendapatkan privasinya.
Peluang kontak lain yang terjadi antar warga adalah kegiatan rutin
bulanan yaitu pengajian yang dilakukan bersama antara Blok A dan Blok B.
Namun hingga saat ini belum ada seperempat dari jumlah warga yang mau
terlibat dalam pengajian rutin tersebut. Selain itu di Blok B juga mengadakan
pengajian tiap hari jumat, namun juga belum ada seperempat dari jumlah ibu-ibu
di Blok B yang terlibat dalam pengajian tiap jumat itu. Serta pengajian anak-anak
tiap senin, rabu, dan jumat di Musola Blok B. Di samping itu juga ada kegiatan
perkumpulan ibu-ibu blok B berupa arisan tiap bulan yang diadakan oleh warga
di Blok B untuk warga sendiri. Sedikitnya jumlah peserta dalam beberapa
kegiatan ini mungkin karena kegiatan ini tidak diadakan dari kebutuhan warga
sendiri melainkan dari inisiatif pengelola yang menggerakkan beberapa warga
untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sehingga warga sendiri tidak merasa
butuh yang mengakibatkan keengganan untuk terlibat.
Beberapa penghuni mencoba mendapatkan penghasilan tambahan
dengan beberapa usaha kecil-kecilan, yaitu antara lain, membuka jasa seterika
pakaian, jual pulsa, jual sembako, jual air galon, jual es lilin, jual jajanan dan
makanan instan. Mereka menargetkan pembelinya adalah sesama warga di
Rusunawa ini. Bahkan di Blok B lantai 5, beberapa warga bekerjasama
mengerjakan borongan catering. Hal ini karena relasi yang dimiliki oleh seorang
warga sebelum tinggal di Rusunawa, dan ketika tinggal di Rusunawa dia
mengajak warga lain untuk mengerjakan “orderan” yang ia dapatkan.
Beberapa fasilitas yang didapatkan oleh penghuni Rusunawa dari
Pengelola nampak memudahkan hidup di Rusunawa. Mereka tidak perlu
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
memikirkan tentang kebersihan dan keamanan karena semuanya telah
disediakan oleh pengelola. Ada tiga petugas kebersihan yang setiap hari datang
ke rusunawa pada jam kerja (08.00 – 16.00), dan mereka bertugas untuk
membersihkan seluruh wilayah rusunawa kecuali unit hunian yang ditempati
warga. Seminggu sekali, pada hari minggu pagi ada petugas sampah yang
mengangkut sampah yang bertumpuk di tempat pembuangan sampah.
Mengenai keamanan, telah disediakan satuan pengamanan yang
ditugaskan untuk siaga 24 jam menjaga wilayah Rusunawa. Mereka bekerja
secara bergiliran dengan sekali waktu giliran jaga ada 2 orang. Bahkan petugas
keamanan ini tidak hanya menjaga dari ancaman gangguan dari luar, tetapi juga
bertugas menjaga kenyamanan warga yang tinggal di Rusunawa. Misalnya
ketika ada warga merasa terganggu oleh aktivitas tetangganya, warga itu tinggal
melaporkannya ke petugas keamanan, karena ini juga menjadi kewajiban
petugas keamanan untuk menjaga ketertiban dan dan kenyamanan warga, maka
petugas keamanan itu yang akan menegur orang yang melalukan tindakan yang
dianggap mengganggu yang lain tersebut.
Dengan demikian dalam relasi antar warga sendiri tidak ada tingkatan-
tingkatan yang mengatur kehidupan bersama, seperti halnya perangkat-
perangkat kerukunan warga di perkampungan, misalnya RT, RW, dan
sebagainya. Semua warga di sini hanya memiliki kesamaan bahwa mereka
memiliki hak tinggal di Unit yang mereka sewa, di luar unit yang mereka sewa
adalah milik pemerintah yang dalam hal ini dikelola oleh UPT (Unit Pelaksana
Teknis) yang ditunjuk oleh Pemerintah Daerah untuk mengelola Rusunawa.
Semua hal tersebut telah diatur dalam peraturan yang tertuang dalam perjanjian
sewa yang telah ditandatangani oleh masing-masing warga di awal mereka
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
membuat kontrak untuk menyewa unit di Rusunawa. Segala pelanggaran akan
mendapatkan sangsi dari pengelola. Demikian pula segala tindakan warga yang
sesuai dengan peraturan yang ada, tidak akan mampu diganggu oleh warga
yang lain.
Bila dilihat struktur relasi di dalam relasi antar warga yang tinggal di
Rusunawa tidak nampak bentuk relasi yang heirarkis, yang menempatkan
seseorang lebih tinggi secara moral dibandingkan yang lain. Hal ini nampak dari
ketiadaan struktur kerukunan warga yang dipegang oleh warga, yaitu bahwa
semua hal telah menjadi tanggungjawab pengelola. Setiap permasalahan
tentang fasilitas dilaporkan ke pengelola dan pengelola yang akan menindak
lanjuti. Namun kemudian warga merasakan kebutuhan akan adanya organisasi
yang kemudian dalam perkembangannya melahirkan suatu “guyub warga” yang
diharapkan mampu menampung aspirasi warga untuk dapat dikomunikasikan
kepada pengelola. Maka mulai dari itulah ada suatu struktur organisasi yang
mengharuskan adanya kepengurusan karena perlunya pembagian
tanggungjawab. Dengan demikian relasi hierarkis antar warga hanya nampak
dalam organisasi ini.
Setiap warga memiliki hak yang sama terhadap fasilitas yang disediakan
oleh pengelola dan mereka dikenakan aturan yang sama yang tertera dalam
perjanjian sewa. Setiap warga memiliki hak untuk diperlakukan sama di dalam
kehidupan di Rusunawa. Beberapa kali beberapa warga berinisiatif untuk
membuat acara kumpul warga, dengan harapan agar antar warga bisa saling
mengenal, sehingga ketika mereka saling mengenal, maka mereka dapat dengan
lebih mudah mendapatkan bantuan dari warga lain ketika butuh dibantu, dan hal
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
ini berlaku hal yang sama bagi yang lain. Ketika seseorang membantu satu hal,
maka dia berharap suatu saat yang lain akan membantu hal yang sama.
Dalam sebuah pembicaraan yang terjadi pada 31 Desember 2014, dalam
perayaan tahun baru yang diadakan secara swadaya oleh beberapa warga di
Rusunawa X Blok B terungkap bahwa alasan mereka membuat pertemuan itu
adalah untuk mengumpulkan warga agar dapat saling kenal sehingga dapat
saling bekerjasama dan saling membantu. “Kita sebagai sesama warga
hendaknya bisa saling mengenal sehingga dapat saling membantu.” Demikian
sebagian dari sambutan seorang warga yang ditunjuk untuk memberi sambutan
diacara malam itu. “Jangan sampai terulang kejadian bahwa ketika salah
seorang dari kita mendapat kesusahan, yaitu sripah seorang anaknya, banyak
dari kita tidak ada yang tahu dan tidak mau peduli ketika dimintai sumbangan.”
Demikian bapak itu menambahkan dalam sambutannya. Dengan demikian
nampak bahwa motivasi mereka untuk bergerak mengumpulkan warga adalah
sebuah harapan bahwa ketika suatu saat mereka mengalami kesulitan ada yang
lain yang mau membantu mereka. Dalam kata lain seseorang berbuat baik pada
orang lain, agar orang lain juga berbuat baik padanya.
Melihat konteks budaya Jawa, sebuah keluarga di dalam relasi sosialnya
dengan keluarga lain dipandang bagai seorang individu (Geertz, 1961). Anggota
dari sebuah keluarga bila berada dalam lingkungan sosial, ia dipandang sebagai
representasi dari keluarga tersebut. Demikian seringkali anak adalah pintu untuk
berelasi dengan tetangga, karena anak-anak sering kali merasa jenuh bila hanya
di dalam ruangan dengan luas hanya 24 meterpersegi tersebut. Ketika
seseorang memberikan salamnya kepada seorang anak kecil di dekat orang
tuanya, maka orang tua dari anak tersebut juga ikut tersapa. Karena orang tua
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
anak tersebut akan menjawabkan sapaan ketika sang anak belum mampu
menjawab sapaan dengan tepat. Namun meski nampaknya relasi hanya sebatas
sapaan saja, tetapi bahasa sapaan menunjukkan tinggat kedekatan mereka.
Misalkan seorang anak disapa, “Mau kemana Mbak Gelis?” orang tuanya akan
menjawabkan untuk anaknya yang baru berumur sekitar 2 tahun itu “mau jalan-
jalan Bu De.” Dari hal ini nampak bahwa anak kecil itu dianggap lebih tua dari
anaknya, namun orang tuanya menempatkan si penyapa sebagai lebih tua dari
dirinya. Hal ini juga dapat bermakna rasa hormat. Demikianlah sapaan tersebut
salah satunya menunjukkan kesadaran pada orang lain bahwa ada orang ini
yang tinggal sebagai tetangga di Rusunawa, juga menunjukan tingkat relasi
mereka.
Karakteristik kebudayaan suatu masyarakat memang terus berkembang
seiring dengan perkembangan jaman. Namun sesuatu yang asli tentunya terus
terbawa karena telah mengakar selama berabad-abad (Koentjaraningrat, 1988).
Dengan demikian budaya yang terbentuk di Rusunawa tentunya tetap diwarnai
dengan budaya lokal yang mereka hidupi selama ini dan telah turun-temurun
selama berabad-abad. Bangsa Indonesia yang cenderung kolektivis tentunya
memberikan dinamikan yang unik dalam suasana di Rusunawa.
Salah satu budaya yang mungkin dihidupi oleh masyarakat yang tinggal
di Rusunawa adalah budaya hidup dalam lingkungan perumahan yang mengakar
di tanah (landed house). Kebanyakan dari masyarakat yang tinggal di Rusunawa
mengalami peralihan dari tinggal di landed house ke rumah susun. Peralihan ini
tidak serta-merta mengubah cara hidup masyarakat di sini. Kebiasaan-kebiasaan
yang mungkin dilakukan di landed house beberapa masih dibawa di sini. Salah
satu contohnya adalah memelihara burung. Karena keterbatasan ruang,
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
sebenarnya kebiasaan ini susah dilakukan di Rusunawa ini, namun beberapa
orang tetap melakukannya meski harus sedikit melanggar aturan, yaitu
meletakan sangkar burung di wilayah umum.
Dari perilaku tersebut pun dapat dilihat salah satunya mengenai
kesadaran mengenai tetangga bagi masyarakat di Rusunawa. Kesadaran dalam
arti bahwa ketika seseorang mengambil keputusan, entah itu saat hendak
menggunakan ruang umum, apakah dia mempertimbangkan adanya orang lain
yang juga memiliki akses dan hak untuk menggunakannya juga. Kesadaran yang
mempertimbangkan bahwa ada orang yang akan terganggu dengan pilihannya
mengunakan ruang umum.
Dinamika semacam ini dapat menggambarkan bagaimana kehidupan
masyarakat yang tinggal di Rusunawa ini dalam hubungannya dengan tetangga.
Tetangga dapat berarti semua orang yang juga merupakan penghuni Rusunawa,
dapat juga sebagai orang yang tinggal di sekitar Rusunawa, ataupun lingkup
yang lebih kecil adalah orang-orang yang tinggal di unit hunian yang berdekatan
dengan hunian yang disewanya. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
makna kata tetangga adalah orang yang tempat tinggalnya berdekatan (Badan
Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2016).
Kesadaran bahwa seseorang memiliki tetangga tidak serta-merta
membawa kepada kesadaran untuk membangun relasi dengan tetangganya.
Dari hal ini, salah satu hal yang dapat dilihat adalah mengenai kebutuhan mereka
untuk membangun relasi dengan tentangganya. Apakah seseorang memang
membutuhkan untuk berelasi dengan tetangga? Kebutuhan tersebut bila ditelaah
dapat memiliki berbagai alasan, salah satunya adalah alasan bahwa suatu saat
mereka akan membutuhkan bantuan dari orang lain. alasan seperti ini adalah hal
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
yang umum sebagai dasar seseorang berelasi dengan yang lain. Namun hal ini
mengandaikan bahwa orang lain tersebut akan tetap berelasi dengannya dalam
waktu yang lama (Völker & Flap, 2007). Dalam kaitanya dengan ketetanggaan,
hal ini menjadi hal yang susah untuk menjamin bahwa tetangganya akan tetap
menjadi tetangganya dalam waktu yang lama. Untuk pemukiman yang
penghuninya adalah juga pemiliknya akan menjadi lebih mudah untuk lebih
memastikan bahwa tetangganya akan tetap menjadi tetangga untuk waktu yang
lama.
Pandangan mengenai relasi dengan tetangga sebagai semacam investasi
di masa depan akan menjadi lebih sulit untuk ketetanggaan yang jelas hanya
sementara seperti di Rusunawa. Dikatakan bahwa lama tinggal di Rusunawa
maksimal adalah enam tahun dengan pengandaian bahwa tiap tahun penghuni
Rusunawa melakukan pembaharuan perjanjian sewa. Apabila penghuni tidak
melakukan pembaharuan perjanjian, maka kemungkinan mereka hanya akan
tinggal di Rusunawa selama satu tahun. Kenyataan ini memberikan kesadaran
bahwa tetangga di rusunawa hanyalah sementara, sehingga sebagai jaminan di
masa depan menjadi sesuatu yang lemah.
Selain bahwa harapan adanya timbal-balik dari usaha untuk membangun
relasi dengan tetangga, entah itu langsung maupun tidak langsung, seseorang
juga memiliki kebutuhan untuk berelasi dengan yang lain karena ia butuh untuk
terikat dengan yang lain. Adanya interaksi yang berkelanjutan mungkin bisa
diadakan di Rusunawa, misalnya dengan adanya pertemuan rutin seperti
pengajian sebulan sekali.
Di Rusunawa ini nampak bahwa berbagai kegiatan bersama yang
dilakukan disini lebih banyak merupakan program dari pengelola untuk
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
mengadakan kegiatan, contohnya pengadaan pengajian ibu-ibu dan kegiatan lain
untuk mengakrabkan warga seperti gerak jalan dan bazaar. Mungkin ini menjadi
salah satu penyebab kurangnya dorongan bagi warga untuk terlibat dalam
berbagai kegiatan tersebut, yaitu bahwa mereka kurang merasakan manfaat dari
berbagai kegiatan itu bagi diri mereka sendiri. Sebagai contoh ketika beberapa
hari setelah hari raya Idul Fitri diadakan acara halalbihalal warga oleh pengelola,
namun yang hadir dalam acara itu hanya sekitar lima puluhan orang, meski saat
itu banyak warga ada di rusunawa.
Beberapa warga yang berusaha selalu ikut dalam tiap kegiatan
berkomentar bahwa alasan mereka ikut adalah agar mereka dapat saling
mengenal satu sama lain, sehingga suatu saat bila membutuhkan bisa saling
bantu-membantu. Beberapa yang lain juga berkomentar bahwa mereka ikut
karena tidak enak dengan tetangga sebelahnya yang ikut. Dalam relasi yang
cenderung komunal, rasa perasaan menjadi lebih sering digunakan sebagai
dorongan untuk berelasi (Kloos,et.al., 2012).
Dalam suasana Rusunawa dengan berbagai kegiatan kebersamaan yang
dibuat oleh pengelola demikian ini, tentu membawa perubahan dinamika yang
dialami oleh warga yang sebelumnya terbiasa untuk terlibat dalam berbagai
kegiatan dengan tetangganya. Arisan ibu-ibu, yang diadakan oleh inisiatif warga,
di Blok B Rusunawa ini bisa jadi merupakan salah satu wujud gerakan warga
yang ingin berkomunitas dengan tetangganya. Berawal dari kumpulan beberapa
ibu-ibu yang sering ngrumpi di sore hari sambil menunggui anaknya yang
bermain dan menunggui kepulangan suami mereka dari kerja, maka terbentuklah
ide untuk mengadakan arisan agar para ibu-ibu di satu blok sering bertemu,
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
13
minimal satu bulan sekali. Demikian pernyataan seorang ibu yang merupakan
salah satu orang yang jadi pengurus arisan itu.
Beberapa orang yang sempat ditemui oleh peneliti ada yang berkomentar
bahwa dia sering tidak ikut acara di rusunawa ini karena ada acara di tempat
asalnya. Hal ini karena di Rusunawa ini tidak memiliki kepengurusan seperti
halnya di perumahan atau perkampungan, sehingga setiap warga yang tinggal di
Rusunawa tetap memiliki alamat KTP sesuai dengan daerah asal mereka.
Mungkin kesementaraan tinggal di Rusunawa yang membuat hal ini, seperti
dinyatakan oleh Kepala Unit Pelaksana Teknis Rusunawa, Dinas Pekerjaan
Umum dan Perumahan Sleman Ahmad Sarbini, bahwa tiap penghuni
diperbolehkan menyewa rusunawa selama 3 tahun dan boleh memperpanjang
masa sewa sebanyak dua kali (dengan lama masa perpanjangan satu tahun),
bila belum memiliki rumah (Radar Jogja, 2014).
Dari berbagai hal diatas, nampak bahwa dorongan untuk berelasi dengan
tetangga di Rusunawa menjadi sangat kecil karena salah satunya adalah
kesementaraan tinggal di Rusunawa. Meskipun beberapa orang berharap untuk
dapat tinggal selamanya di rusunawa, salah satunya karena biaya yang ringan,
namun aturan membatasi mereka untuk dapat tinggal lama di rusunawa. Lalu
apakah hal itu menjadi penghalang bagi masyarakat yang tinggal di sana untuk
berelasi dengan tetangganya? Relasi macam apa yang kemudian berkembang
dalam keunikan Rusunawa?
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
14
B. Pertanyaan Penelitian
Dari berbagai latar belakang di atas, dirumuskan beberapa pertanyaan
yang hendak dikaji dan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimanakah individu membangun relasi antar tetangga di
Rusunawa?
2. Bagaimanakah relasi tersebut berkembang dan terjaga?
3. Bagaimanakah karakteristik Rusunawa memberi warna dalam
dinamika relasi ketetanggaan?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran pola dan
dinamika pembentukan relasi yang mampu bertahan dalam jangka panjang antar
tetangga yang tinggal di Rusunawa ini.
Manfaat penelitian:
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan praktis
maupun teoretis. Secara teoretis diharapkan penelitian ini mampu memberikan
penjelasan mengenai dinamika ketetanggaan yang terjadi di Rusunawa,
sehingga secara umum mampu memberikan gambaran bagaimana individu di
dalam budaya urban membangun relasi mereka satu sama lain dalam tingkat
ketetanggaan. Juga diharapkan mampu memberikan penjelasan mengenai
pengaruh Rusunawa dalam pembentukan relasi, terutama dalam hal
ketetanggaan.
Secara praktis, temuan-temuan yang nanti muncul di dalam penelitian ini
diharapkan mampu memberikan sumbangan kesadaran bagi pemegang
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
15
keputusan dalam penentuan kebijakan mengenai hunian bagi masyarakat,
khususnya masyarakat Sleman yang masuk dalam wilayah urban. Kebijakan itu
diharapkan mampu memberikan ruang bagi individu untuk tetap menjaga budaya
serta relasi dengan sesamanya dengan lebih baik, meskipun berbagai
keterbatasan menjadi penghalang kearah itu.
D. Penelitian yang Terdahulu
Telah banyak penelitian yang membahas mengenai ketetanggaan di luar
negeri, salah satunya membahas tentang terbentuknya komunitas dalam relasi
ketetanggaan di Belanda (Volker, Flap, & Lindenberg, 2007). Namun selebihnya
banyak membahas mengenai lemahnya ikatan sosial dalam wilayah
ketetanggaan.
Völker dan Flap (2001) menjelaskan tentang gagalnya negara komunis
membentuk ikatan sosial. Sedangkan Guest dan Wierzbicki (1999) menunjukan
dengan hasil General Social Survey (GSS) tahun 1974-1996 yang menyatakan
penurunan dalam relasi ketetanggaan, namun peningkatan relasi di luar
ketetanggaan. Völker bersama rekannya juga meneliti mengenai pengaruh
tetangga bagi jaringan personal di masyarakat Belanda (Völker & Flap, 2007).
Penelitian di Perth, Australia, menemukan bahwa rasa komunitas berkembang
kuat pada lingkungan ketetanggaan yang nyaman bagi pejalan kaki (French,
et.al., 2014). Dalam studi mengenai kepuasan warga terhadap ruang bersama,
ditemukan bahwa kepuasan terhadap ruang bersama mampu meningkatkan rasa
komunitas, sehingga penggunaannya mampu mengembangkan ikatan sosial
antar tetangga (Karacor & Şenik, 2016).
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
16
Nieuwenhuis, Volker dan Flap (2013) membahas mengenai kemunculan
relasi yang buruk dalam kehidupan ketetanggaan. Hal ini adalah salah satunya
karena ikatan antar tetangga yang lemah. Hal ini juga banyak diteliti salah
satunya dengan menyebut ketetanggaan sebagai “loss-community” (Campbell &
Lee, 1992; Guest & Wierzbicki, 1999; Putnam, 2000). Relasi buruk juga mungkin
terjadi karena kekurangan rasa percaya antar tetangga yang salah satunya
muncul karena keberagaman etnik yang ada dalam lingkungan ketetanggaan,
yaitu bahwa keberagaman tersebut secara luas mengabaikan peran penting
kontak antar kelompok (Schmid, Ramiah, & Hewstone, 2014).
Ketetanggaan juga dibahas dalam hubungannya dengan kesejahteraan.
Friedman, Parikh, Giunta, Fahs, dan Gallo (2012) meneliti tentang pengaruh
ketetanggaan dan kedekatan sosial pada kualitas hidup di New York. Dalam
penelitian itu salah satunya ditemukan bahwa persepsi bahwa ketetanggaannya
aman, membuat seseorang lebih merasa sejahtera hidupnya.
Dalam sisi kesehatan mental dan perilaku orang dewasa, salah satunya
dibahas mengenai pengaruh perpindahan dari lingkungan kemiskinan tinggi ke
lingkungan kemiskinan rendah terhadap orang dewasa (Byck, et.al., 2015).
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa perpindahan dari lingkungan kemiskinan
tinggi ke rendah tidak begitu saja meningkatkan kesejahteraan mental, namun
stress karena perpindahan itu sendiri lebih memperburuk kesehatan mental
orang dewasa.
Kesehatan mental anak-anak juga menjadi perhatian dalam kaitannya
dengan kualitas fisik lingkungan perumahan (Rollings, Wells, Evans, Bednarz, &
Yang, 2017). Penelitian ini mengungkapkan bahwa ada kaitan tentang rendahnya
kualitas lingkungan perumahan dengan rendahnya kesehatan mental, namun
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
17
ketika dikontrol mengenai pendapatan, tidak ada keterkaitan kualitas
ketetanggaan dan kualitas perumahan terhadap kesehatan mental. Kaitan
karakteristik ketetangaan dengan kesejahteraan anak sudah banyak diteliti,
namun kombinasinya dengan karakteristik keluarga juga perlu ditelaah lebih
lanjut (Delany-Brumsey, Mays, & Cochran, 2014). Dalam penelitian ini
dikemukakan bahwa hidup di lingkungan ketetanggaan dengan modal sosial
tinggi meningkatkan ekspektasi bahwa peningkatan kesehatan anak tergantung
tidak hanya pada keluarga, namun juga tergantung pada tempat di mana
keluarga itu hidup. Relasi sosial yang terjadi di dalam wilayah ketetanggaan juga
merupakan hal penting dalam perkembangan bahasa anak di masa awal sekolah
(Froiland, Powell, & Diamond, 2014).
Pada penelitian tentang kemiskinan, pengaruh lingkungan ketetanggaan
pada kesehatan anak banyak berfokus pada kemiskinan namun kurang
memperhatikan faktor sosial dan lingkungan dari ketetanggan pada masyarakat
berpenghasilan rendah (Zuberi & Teixeira, 2017). Kesehatan mental anak-anak
dalam berbagai studi dikenali bahwa psikopatologi dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dekat dengan anak. Berbagai faktor di dalam wilayah ketetanggaan
menjadi sumber tekanan bagi relasi ibu dan anak (Kemp, Langer, & Tompson,
2016). Ketakutan orang tua tentang ketidakberesan dalam lingkungan
ketetanggan salah satunya menghasilkan pola asuh yang keras pada
masyarakat Mexican-American dan European-American, namun tidak berlaku
pada masyarakat Afro-American (Barajas-Gonzalez & Brooks-Gunn, 2014).
Masih berkaitam dengan perkembangan remaja, penelitian mengenai relasi
kesalahan ketetanggaan dan urusan rumah dengan pola pengasuhan
menyatakan bahwa kesalahan dalam urusan rumah memberikan pengaruh yang
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
18
jauh lebih besar bagi distress orang tua dibanding kesalahan yang ada dalam
ketetanggaan, sedangkan kesalahan dalam lingkungan ketetanggaan lebih
banyak mempengaruhi perkembangan remaja dalam pengungkapan perilaku
(Jocson & McLoyd, 2015). Stres dalam pengasuhan karena kesalahan yang ada
dalam ketetanggaan mampu dimoderasi oleh kesejahteraan eksistensial dan
religius, yaitu bahwa adanya kesejahteraan eksistensial dan religius yang tinggi
pada wanita afro-american mampu memoderasi stress karena kesalahan yang
ada dalam lingkungan ketetanggaa (Lamis, Wilson, Tarantino, Lansford, &
Kaslow, 2014).
Masih berkaitan dengan kesehatan, kualitas ketetanggaan juga diteliti
dalam kaitannya dengan penilaian diri terhadap kesehatan (Ko, Jang, Park,
Rhew, & Chiriboga, 2014). Dari penelitian ini ditemukan bahwa konteks
ketetangaan sangat penting bagi kesehatan orang dewasa tua, namun
implikasinya berbeda di tiap ketetanggaan tertentu berdasarkan sebaran
kelompok ras/etnik. Dalam perspektif perkembangan, penelitian juga dilakukan
untuk melihat pengaruh kemakmuran dan kemiskinan bagi achievement anak-
anak dan permasalahan perilaku pada dewasa (Anderson, Leventhal, & Dupéré,
2014).
Pembaruan di wilayah urban juga memberikan dampaknya bagi
komposisi sosial dan kesehatan penduduk. Penelitian pada lingkungan
ketetanggaan masyarakat afro-amerika menunjukkan bahwa relasi sosial
melindungi masyarakat dari distress psikologis (Florez et al., 2016). Lee dan
Campbell (1999) membandingkan aktivitas ketetanggaan orang kulit hitam dan
kulit putih di Nashville. Dalam penelitian itu salah satunya ditunjukkan pengaruh
kebijakan tentang pemukiman bagi relasi antar tetangga. Dalam lingkungan
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
19
ketetanggan yang rendah persepsi tentang keadaan lingkungan memiliki korelasi
dengan rasa takut akan terjadinya tindakan kriiminal di lingkungannya, yaitu
bahwa semakin tinggi persepsi seseorang tentang kualitas ketetanggaannya
maka semakin tinggi pula kepercayaannya bahwa di lingkungannya tidak akan
terjadi tindak kriminal (Hur & Nasar, 2014). Namun di dalam wilayah
ketetanggaan dalam masyarakat urban, ikatan yang kuat dalam relasi
ketetanggaan mampu mengurangi stress yang timbul dari ketidaksetaraan
ekonomi-sosial yang ada (Erdem, Lenthe, Prins, Voorham, & Burdorf, 2016).
Namun dari sekian penelitian yang telah diketemukan oleh peneliti tidak
banyak yang membahas ketetanggaan di hunian vertikal dari sudut pandang
psikologi. Kebanyakan penelitian relasi ketetanggaan yang telah diketemukan
oleh peneliti ada di wilayah kajian sosiologi. Demikianlah peneliti dalam hal ini
hendak memberikan sumbangan kajian tentang ketetanggaan dari ilmu psikologi
dan memfokuskan pada ketetanggaan pada hunian vertikal, yaitu rumah susun
sederhana sewa (rusunawa).
Pola dan Dinamika Relasi Ketetanggaan di Rusunawa XCORNELIUS SUHERWANTOUniversitas Gadjah Mada, 2017 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/