BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
-
Upload
duongxuyen -
Category
Documents
-
view
246 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia selama ini dikenal sebagai negara agraris karena sebagian
penduduknya memanfaatkan sektor agraris sebagai sumber penghidupan. Data
yang diperoleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2004 menunjukkan, jumlah
petani mencapai 44 persen dari total angkatan kerja di Indonesia. Sektor agraris
menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia karena jumlah penduduk yang
bekerja di sektor agraris cukup banyak dan ditambah dengan dukungan Sumber
Daya Alam (SDA) yang melimpah. Kontribusi sektor agraris dapat terlihat dari
perannya sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB), penyedia bahan
pangan dan penyedia bahan baku industri. Sektor agraris juga berperan sebagai
sumber pendapatan rumah tangga pedesaan (BPS, 2004:3).
Peranan sektor agraris perlahan digeser dengan munculnya sektor
industri. Peranan agraris mulai tergeser seiring bertambahnya jumlah penduduk
serta sempitnya lahan pertanian. BPS mencatat kontribusi pertanian pada
Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 14,32 persen pada triwulan II
tahun 2016, meskipun jumlah penduduk yang bekerja di sektor agraris masih
tinggi. Sektor agraris menempati posisi kedua setelah sektor industri yang
berkontribusi sebesar 20,48 persen pada PDB. Besarnya kontribusi sektor
industri pada PDB sejalan dengan besarnya jumlah industri di Indonesia (BPS,
2016:7).
2
Industri garmen merupakan salah satu industri yang berkembang dan
menjamur di Indonesia. Industri garmen adalah industri yang memproduksi
pakaian jadi dan perlengkapan pakaian. Industri garmen merupakan industri
padat karya yang menyerap banyak tenaga kerja. Kementrian Perindustrian
(Kemenperin) mencatat, industri garmen menyerap buruh sebesar 520.000
orang. Kemenperin menambahkan, selain menjadi penyedia lapangan kerja,
industri garmen berperan sebagai penyumbang devisa ekspor tertinggi dengan
nilai ekspor mencapai US$ 7,18 miliar atau 56,65% dari total ekspor industri
Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) (Kemenperin, 2012).
Industri garmen menjadi andalan dalam perekonomian Kabupaten
Sukabumi, Jawa Barat. Industri ini telah memberikan kontribusi yang cukup
besar dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi yakni rata-rata sebesar 16,84
persen tiap tahunnya. Industri garmen tersebut tersebar di beberapa kecamatan
yaitu kecamatan Cicurug, Cibadak, Parungkuda, Cisaat, Nagrak, Cidahu, dan
Cikembar. Konsentrasi industri paling banyak terdapat di Kecamatan Cicurug
yaitu sebanyak 16 unit perusahaan dan mampu menyerap sebanyak 9.271 orang
(Mia, 2011:5).
PT Yongjin Javasuka Garment II adalah salah satu industri garmen yang
berada di Desa Benda, Kecamatan Cicurug. Perusahaan ini menjadi penyerap
buruh terbanyak dengan jumlah buruh sekitar 4.600 orang. Sebagian besar
buruh di perusahaan tersebut ialah perempuan. Berdasarkan data Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi tahun 2016,
jumlah tenaga kerja di Kabupaten Sukabumi didominasi perempuan. Jumlah
3
tenaga kerja perempuan mencapai 7.073 orang dari total 13.533 tenaga kerja di
Kabupaten Sukabumi (Lesmana, 2016).
Perempuan yang masuk ke dalam dunia industri merupakan fenomena
yang menarik, pertama, apabila perempuan yang terjun ke dunia industri ini
telah berkeluarga, apakah terjadi pergeseran peran gender dalam keluarganya
tersebut? Masyarakat Indonesia pada umumnya melakukan pembagian peran
dalam keluarga sesuai dengan konsep gender yang ada dalam masyarakat itu
sendiri. Pembagian peran gender diawali dengan adanya pembedaan individu
secara seksual. Pembedaan individu secara seksual tersebut menimbulkan
pembagian kerja secara seksual, hal ini memperlihatkan pembedaan yang
sangat tajam antara peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Laki-laki
berperan sebagai suami, bapak, pencari nafkah, pelindung keluarga, orang yang
mengurus segala hal yang bertalian dengan kegiatan di luar rumah, sedangkan
perempuan berperan sebagai istri, ibu, pengelola rumah tangga dan orang yang
mengatur urusan di dalam rumah (Rahardjo, 1986:xii).
Perempuan yang masuk ke dalam dunia industri yang merupakan sektor
publik menjadikan perempuan memiliki peran baru yang tak hanya terbatas
pada kegiatan di dalam rumah. Perempuan memiliki peran baru yang didapat
dari tempatnya bekerja. Apakah dengan masuknya perempuan ke dunia industri
dengan peran barunya tersebut, akan menggoyahkan konsep gender yang ada di
masyarakat? Apakah pola hubungan sosial keluarga terutama dengan suami
akan berubah? Penelitian ini diarahkan pada analisis gender untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Analisis gender membantu mengungkapkan
4
pembagian kerja serta mengungkapkan tingkat kekuasaan, akses, serta kontrol
dalam keluarga antara laki-laki dan perempuan, selanjutnya akan terlihat
bagaimana pola relasi gender yang di dalam keluarga tersebut.
Kedua, masuknya perempuan ke dalam angkatan kerja menjadikan
perempuan memiliki modal atau kapital. Modal atau kapital ini memberikan
kemungkinan baru bagi perempuan terutama dalam persoalan kapitalisme dan
patriarki. Partai Sosialis Demokratik (2015:30) mengatakan bahwa
meningkatnya jumlah perempuan di pasar tenaga kerja akan menciptakan
kontradiksi mendalam bagi kelas kapitalis. Kelas kapitalis harus
memperkerjakan lebih banyak perempuan agar memperoleh keuntungaan,
tetapi mempekerjakan perempuan berarti memotong kemampuan perempuan
untuk mengerjakan kerja domestik tak dibayar paling dasar yaitu membesarkan
anak
Perempuan selalu terjebak pada pekerjaan di dalam rumah atau sektor
domestik dan dominasi laki-laki sangat kental terutama pada proses
pengambilan keputusan dalam keluarga. Dominasi laki-laki dalam keluarga
salah satunya dikarenakan oleh penguasaan modal atau kapital. Perempuan
yang masuk ke dalam dunia industri membuat perempuan memiliki modal dan
kapital sendiri yang sebelumnya hanya dimiliki oleh laki-laki. Apakah dengan
kepemilikan modal atau kapital oleh perempuan berpengaruh terhadap
pengambilan keputusan dalam keluarga? Apakah terjadi perubahan kekuatan
perempuan dalam posisi tawar-menawar dalam keluarga? Feminisme Marxis
menjadi pisau analisis yang tepat untuk menjawab pertanyaan tersebut.
5
Feminisme Marxis mengkaji persoalan kondisi material perempuan dan
hubungannya dengan struktur kekuasaan. Feminisme Marxis juga mencoba
memahami sumber penindasan perempuan dan hubungannya dengan
ketidakmilikkan akses dalam penguasaan modal atau kapital.
Penelitian ini mencoba mengamati serta mengkaji fenomena yang
terjadi pada buruh perempuan serta berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan yang muncul terkait fenomena tersebut. Penelitian ini akan berfokus
pada buruh perempuan yang bekerja pada industri yang menyerap banyak buruh
di Sukabumi yaitu PT Yongjin Javasuka Garment II. Penelitian ini sangat
kontekstual dan relevan dengan kondisi saat ini, di tengah-tengah menjamurnya
industri di Indonesia, tingginya mobilitas perempuan ke sektor publik, dan
munculnya perempuan-perempuan karier.
a. Rumusan Masalah
Rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai
berikut.
1. Bagaimana relasi gender yang terjadi atara perempuan sebagai
istri yang menjadi buruh di PT Yongjin Javasuka Garment II dan
laki-laki sebagai suami dalam keluarga?
2. Apa tinjauan Feminisme Marxis dalam melihat relasi gender
yang terjadi dalam rumah tangga buruh perempuan PT Yongjin
Javasuka Garment II?
6
b. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran penulis, terdapat beberapa penelitian yang
mengkaji tentang feminisme, relasi gender, dan buruh perempuan, baik
berupa skripsi, tesis, maupun disertasi serta artikel ataupun penelitian
lainnya. Penulis tidak menemukan tulisan atau penelitian yang secara
khusus membahas buruh perempuan dengan menggunakan perpsektif
Feminisme Marxis. Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh
beberapa penulis atau peneliti lain, adalah:
1. Skripsi tahun 2009 dengan judul “Relasi Gender Dalam
Wilayah Domestik dalam Perspektif Feminisme Liberal:
Studi Kasus Mantan Buruh Wanita Di Desa Randusongo,
Kecamatan Gerih, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur” Oleh
Rona Utami, Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada.
Skripsi ini membahas kajian Feminisme Liberal dalam
melihat relasi gender dalam wilayah domestik pada mantan
buruh wanita di sebuah desa di Kabupaten Ngawi, Jawa
Timur.
2. Skripsi tahun 2010 dengan judul “Pola Relasi Gender dalam
Keluarga Buruh Perempuan (Studi Kasus Buruh Perempuan
Pabrik Sritex di Desa Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo,
Kabupaten Sukoharjo)” oleh Prasetyowati, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Skripsi ini membahas mengenai pola relasi gender yang
7
terjadi dalam keluarga buruh Pabrik Sritex serta membahas
tentang beban kerja ganda yang dialami buruh Pabrik Sritex.
3. Skripsi tahun 2010 dengan judul “Relasi Gender pada
Keluarga Perempuan Pedagang di Pasar Klewer Kota
Surakarta” oleh Indah Astuti, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sebelas Maret. Skripsi ini membahas
relasi gender yang terjadi dalam keluarga perempuan yang
menjadi pedagang di Pasar Klewer Kota Surakarta dengan
menggunakan analisis interaktif dan menggunakan teori
Fungsional Struktural Talcott Parson.
4. Skripsi tahun 2012 dengan judul “Peran Publik vs Peran
Domestik Perempuan dari Perspektif Feminisme: Analisis
Pada Payangan Tupperware She Can” ditulis oleh Gita
Puspitasari, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya.
Skripsi ini mengkaji bagaimana representasi feminisme yang
ada pada tayangan Tupperware She Can yang berkaitan erat
dengan peran publik dan peran domestik perempuan.
5. Jurnal tahun 2015 dengan judul “Praktik Penindasan Pada
Rumah Tangga Buruh Tani Berdasarkan Perspektif Feminis
Marxis” oleh Sheyla Anastasia Soebiyantoro, dan Sugeng
Harianto, program studi Sosiologi, Universitas Negeri
Surabaya. Jurnal ini membahas tinjauan Feminisme Marxis
dalam melihat bentuk-bentuk penindasan yang dialami
8
perempuan di sektor domestik serta cara laki-laki
mempertahankan penindasan dalam rumah tangga buruh tani.
c. Manfaat penelitian
Beberapa manfaat diharapkan dapat diperoleh dari kajian tentang
relasi gender yang terjadi terhadap buruh perempuan PT Yongjin
Javasuka Garment II yang ditinjau dari perspektif Feminisme Marxis.
1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, tulisan ini diharapkan dapat
dijadikan bahan referensi dan kajian mengenai Feminisme Marxis
terutama dalam tinjauannya pada relasi gender terhadap buruh
perempuan. Kajian mengenai perempuan dapat dintinjau dari
disiplin ilmu lain sehingga selanjutnya dapat melengkapi penelitian
ini
2. Bagi perkembangan filsafat, tulisan ini diharapkan dapat
menyatupadukan semua pengetahuan filsafat yang telah didapat,
selain itu tulisan ini diharapkan memberi kontribusi positif yang
sifatnya filosofis mengenai fenomena yang ada di sekitar
masyarakat terutama berkaitan dengan perempuan.
3. Bagi masyarakat dan bangsa, tulisan ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman baru kepada masyarakat tentang
perempuan sehingga dapat membantu meningkatkan harkat dan
martabat perempuan dalam masyarakat.
9
B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini memiliki tujuan sebagai
berikut.
1. Mendeskripsikan relasi gender yang terjadi antara perempuan sebagai
istri yang menjadi buruh PT Yongjin Javasuka Garment II dan laki-laki
sebagai suami dalam keluarga.
2. Menggali pemikiran Feminisme Marxis dan menggunakannya untuk
mengkaji relasi gender yang terjadi dalam rumah tangga buruh
perempuan PT Yongjin Javasuka Garment II.
C. Tinjauan Pustaka
Gender adalah seperangkat peran, seperti halnya kostum dan topeng di
teater, menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau
maskulin (Mosse, 1996:3). Astuti dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa
gender adalah suatu konstruksi atau bentuk sosial yang sebenarnya bukan
bawaan lahir sehingga dapat dibentuk atau diubah tergantung tempat, waktu,
zaman, suku bangsa dan rasa, status sosial, pemahaman agama, ideologi, politik,
hukum serta ekonomi, oleh karena itu gender bukanlah kodrat Tuhan,
melainkan buatan manusia yang dapat dipertukarkan dan memiliki sifat relatif
(Astuti, 2009:118). Hal ini senada dengan Mosse (1996:4) yang mengatakan
bahwa gender bukanlah definisi permanen tentang cara “alami” bagi perempuan
dan laki-laki dalam berperilaku.
10
Gdigunakan untuk menjelaskan hal-hal yang lebih dari sekadar
penyifatan seperti laki-laki itu maskulin dan perempuan itu feminin. Gender
dapat berhubungan dengan aspirasi, kepentingan, hak-kewajiban, peran,
kekuasaan bahkan morallitas dan rasionalitas. Gender dianalisis untuk melihat
perbedaan peran dan kegiatan antara laki-laki dan perempuan serta melihat
relasi yang terjadi antara keduanya (Hidayat, 2004:27)
Murniati (2004:71) mengatakan bahwa relasi tersebut akan
memperlihatkan status perempuan dan laki-laki, yang tidak hanya menanyakan
“siapa dan bekerja sebagai apa?” tetapi juga “siapa yang mengambil keputusan?”
atau “siapa yang mengontrol kehidupan?”. Bagaimana peran adat, tradisi,
hukum, politik, budaya dan agama dalam memengaruhi hubungan perempuan
dan laki-laki. Analisis tersebut akan membongkar identitas pribadi perempuan
dan laki-laki yang sudah dikontruksikan dalam pandangan stereoti.
Prasetyowati mengatakan hal yang sama. Menurutnya, konsep gender
digunakan untuk melihat pola-pola hubungan yang terjadi antara laki-laki dan
perempuan setelah perempuan dalam suatu keluarga ikut bekerja. Pola relasi
gender yang terbentuk dalam keluarga buruh bersifat tidak seimbang atau
asimetris (Prasetyowati, 2010:99). Hal ini yang disebut oleh Utami sebagai
relasi gender yang konvensional. Relasi gender yang konvensional terlihat pada
keterikatan mereka pada nilai dan norma yang menjunjung tinggi bahwa
perempuan hanyalah sebagai pelengkap laki-laki sehingga walaupun
berpenghasilan besar peran dan posisi suami dan istri tidak mengalami
perubahan (Utami, 2005:88).
11
Perempuan menunjukkan sikap konformitas yang merupakan bentuk
dari konsesus. Sikap sukarela yang ditujukan perempuan menjadi tanda bahwa
perempuan menyetujui kondisi dimana perempuan ternyata ditindas. Muncul
motif yang juga menunjukan persetujuan perempuan atas penindasan yaitu
ketika perempuan memilih bekerja di luar rumah untuk meringankan beban
keluarga (Soebiyantoro dan Harianto, 2015:3). Hal tersebut semakin menguat
ketika peran gender perempuan yang terkonstruksi di masyarakat adalah
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga (Sumbullah, 2008:8)
Perempuan dalam wilayah domestik harus menuruti semua keinginan
dari laki-laki dan tidak boleh protes atas apa yang telah dikatakan oleh laki-laki,
sehingga perempuan patuh kepada laki-laki. Laki-laki dalam berbagai bidang
pekerjaa selalu menempati urutan yang pertama dan perempuan selalu
menempati urutan yang kedua setelah laki-laki. Anggapan ini tidak banyak
berubah meskipun perempuan sekarang ini telah banyak mengungguli laki-laki
dalam bidang pekerjaan. Tak jarang dijumpai banyak perempuan sekarang yang
bekerja lebih sukses dan mapan daripada laki-laki. Keberhasilan perempuan ini
tidak merubah kegiatannya di ranah domestik. Perempuan tetap bertanggung
jawab untuk mengurusi ranah domestik, sehingga perempuan punya peran
ganda dalam kehidupannya (Prasetyowati, 2010:14).
Peran ganda dalam kehidupan perempuan salah satunya dilanggengkan
oleh kata “kodrat”. Menurut Soebiyantoro dan Harianto (2015:5), kata “kodrat”
digunakan agar perempuan secara sukerela melakukan pekerjaan domestik.
Perempuan diharuskan untuk mengerjakan pekerjaan domestik atas nama
12
“kodrat”. Penggunaan kata “kodrat” tersebut selalu diulang-ulang dan
diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, pada akhirnya
perempuan percaya bahwa pekerjaan domestik adalah pekerjaan yang
diperentukkan untuknya
Berbagai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menjadi pijakan
awal penulis untuk mengembangkan penelitian bertemakan buruh perempuan.
Beberapa bahan kepustakaan di atas tidak secara spesifik membahas tentang
peran seta posisi perempuan dalam wilayah domestik yang dilihat melalui
kacamata Feminisme Marxis, sehingga kajian relasi gender di wilayah domestik
berdasarkan perspektif Feminisme Marxis ini cukup relevan untuk dilakukan.
D. Landasan Teori
Feminisme adalah upaya penyadaran akan penindasan yang dialami
perempuan dalam masyarakat, agama, tempat kerja, maupun keluarga.
Feminisme adalah siapa saja, baik perempuan maupun laki-laki, yang
menentang diskriminasi atas jenis kelamin, ketidakadilan gender, dan
penindasan. Feminisme masa kini meliputi perjuangan menentang subordinasi
perempuan oleh laki-laki di lingkungan rumah tangga. Feminisme melawan
pemerasan, perlakuan tidak adil, dan pelecehan status di tempat kerja,
masyarakat, lembaga agama, dan menentang beban ganda yang didera
perempuan dalam ranah produksi dan reproduksi (Siregar, 1999:6)
Pemikiran tentang Feminisme Marxis muncul dilatarbelakangi
keprihatinan para pencetusnya, Marx dan Engels, yang melihat bahwa kaum
13
perempuan kedudukannya identik dengan kaum proletar pada masyarakat
kapitalis Barat. Kondisi perempuan menurut Engels pada proses industrialisasi
lebih buruk sebab industrialisasi memisahkan antara rumah dan publik. Sektor
publik selalu memberikan nilai materi (uang), sedangkan pekerjaan rumah
tangga tidak. Suami dengan sendirinya mempunyai posisi yang lebih kuat dan
istri serta anak-anaknya menjadi pihak yang lemah karena ketergantungan
ekonomi mereka pada kepala keluarga (Nugroho, 2008: 69).
Marx dan Engels dalam buku The German Ideology mendiskusikan
tentang ketidaksetaraan dalam keluarga dan berpendapat bahwa keluarga adalah
awal adanya kelas-kelas dalam masyarakat.
“With the division of labour, in which all these contradictions are
implicit, and which in its turn is based on the natural division of
labour in the family and the separation of society into individual
families opposed to one another, is given simultaneously the
distribution, and indeed the unequal distribution,both quantitative
and qualitative, of labour and its products, hence property: the
nucleus, the first form, of which lies in the family, where wife and
children are the slaves of the husband. This latent slavery in the
family, though still very crude, is the first property, but even at this
early stage it corresponds perfectly to the definition of modern
economists who call it the power of disposing of the labour-power
of others.” (Marx dan Engels,1998: 51)
Marx dan Engels mencoba menjelaskan bagaimana besarnya peran
keluarga terhadap perkembangan kelas di masyarakat. Marx dan Engels
menggunakan kata “natural” untuk menjelaskan bagaimana kemunculan
keluarga adalah sesuatu yang spontan dan tidak direncanakan. Keluarga adalah
tempat pertama untuk melihat bagaimana proses pembagian kerja. Pembagian
kerja memisahkan individu dengan masyarakat. Pemisahan antara individu
14
dengan masyarakat ini menimbulkan masalah, salah satunya adalah distribusi
yang tidak merata. Pembagian kerja membawa pada penindasan perempuan
dan anak-anak dalam keluarga. Perempuan dan anak-anak menjadi budak dari
laki-laki dalam keluarga karena laki-laki adalah orang yang memiliki properti
atau kekayaan.
Engels dalam The Origin of the Family, Private Property, and the State
menjelaskan bahwa, “.....the emancipation of women and their equality with
men are impossimple and must remain so as long as women are excluded from
socially productive work and restricted to housework, which is private. The
emancipation of women becomes possible only when women are enabled to
take part in production on a large social scale..” (Engels, 2004:151). Engels
mengatakan bahwa perempuan tidak akan pernah bisa lepas dari penindasan
jika perempuan masih terkungkung dalam pekerjaan-pekerjaan sektor
domestik. Perempuan dapat terbebas dari penindasan jika perempuan mampu
mengambil bagian dalam kegiatan produksi di sektor publik.
Menurut Hidayat (2004: 230), keterikatan perempuan dengan peran
reproduksi membuka pintu bagi subordinasi atas perempuan. Laki-laki dalam
posisi yang lain mengembangkan akses pada kekuasaan praksis dan hak
miliknya. Menurut Engels, relasi subordinasi ini sejalan dengan pembagian
kerja berdasarkan seks yang terjadi secara alamiah. Pembagian kerja antar-seks
dalam masyarakat kapitalis menjadi semakin tegas karena perempuan terikat
pada peran rumah tangga sementara laki-laki terlibat dalam kerja upahan.
Perempuan di dalam keluarga adalah proletar terhadap suaminya.
15
Feminisme Marxis dicirikan oleh pendekatannya atas ketertindasan
perempuan melalui analisis kelas yang diperkenalkan Marx lewat materialisme
dialektis. Feminisme Marxis beranggapan bahwa penindasan perempuan
adalah bagian dari penindasan kelas dalam hubungan produksi. Inilah yang
membedakan Feminisme Marxis dari Feminisme Liberal yang menempatkan
analisisnya pada level individu. Feminisme Marxis melihat penindasan
perempuan sebagai persoalan struktural sehingga analisis atas kondisi
perempuan selalu diletakkan sebagai kritik atas kapitalisme pada level struktur
masyarakat (Hidayat, 2004:99).
Menurut Tong (2008:152), Engels percaya bahwa kendali laki-laki atas
perempuan berakar dari fakta bahwa laki-laki, dan bukan perempuan, yang
mengendalikan kepemilikan. Opresi terhadap perempuan akan berakhir hanya
dengan penghancuran kepemilikan pribadi. Tong menambahkan bahwa
menurut Engels, jika perempuan akan diemansipasikan dari laki-laki,
perempuan pertama-tama harus menjadi mandiri dan tidak bergantung kepada
laki-laki, bahkan syarat pertama bagi emansipasi perempuan adalah masuknya
kembali seluruh perempuan ke dalam industri publik.
16
E. Metode Penelitian
1. Bahan penelitian
Pustaka primer yang mendukung tulisan ini diperoleh dari semua
data dan informasi yang akan didapatkan setelah observasi dan
wawancara terbuka selama penelitian di PT Yongjin Javasuka Garment
II. Selain data dan informasi hasil observasi serta wawancara, penelitian
ini menggunakan data tentang PT Yongjin Javasuka Garment yang
diperoleh melalui buku “Profil PT Yongjin Javasuka Garment II” serta
memperoleh data dan informasi tentang Feminisme Marxis dari buku
utama Feminisme Marxis seperti The German Ideology karya Karl Marx
dan Friedrich Engels, The Origin of the Family, Private Property, and
the State karya Friedrich Engels, Marx on Gennder and the Famliy
karya Heather A. Brown dan Feminist Thought karya Rosemarie
Putnam Tong. Pustaka lainnya adalah esai karya Barbara Winslow
berjudul Women’s Alienation and Revolutionary Politics Women’s
Alienation and Revolutionary Politics yang merupakan tanggapan atas
tulisan Anne Foreman berjudul Feminity as Alienation: Women and the
Family in Marxism and Psychoanalysis.
Penelitian ini juga menggunakan data sekunder yang diperoleh
dari buku, artikel, jurnal, maupun tesis yang membahas relasi gender
buruh perempuan dan Feminisme Marxis. Data sekunder tersebut di
antaranya adalah buku karya Harmona Daulay yang berjudul
“Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran”, buku “Sangkan
17
Paran Gender” dengan editor Irwan Abdullah, serta penelitian
Prasetyowati dengan judul “Pola Relasi Gender dalam Keluarga Buruh
Perempuan (Studi Kasus Buruh Perempuan Pabrik Sritex di Desa
Sukoharjo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Sukoharjo”) dan
penelitian Rona Utami dengan judul “Relasi Gender Dalam Wilayah
Domestik dalam Perspektif Feminisme Liberal: Studi Kasus Mantan
Buruh Wanita Di Desa Randusongo, Kecamatan Gerih, Kabupaten
Ngawi, Jawa Timur”.
2. Jalan penelitian
Penelitian ini menempuh beberapa langkah sederhana, yaitu:
a. Menentukan kategori data yang akan dikumpulkan
b. Melakukan observasi lapangan
c. Membuat kisi-kisi pertanyaan untuk wawancara
d. Melakukan wawancara terbuka dengan responden yang telah
ditentukan
e. Mengumpulkan data
f. Mengklasifikasi data
g. Menganalisis data primer dan data sekunder
h. Melakukan refleksi filosofis terhadap data yang telah ada untuk
mencari filsafat tersembunyi
i. Melakukan evaluasi kritis terhadap data yang telah ada
Kaelan (2005:197) mengatakan bahwa observasi saja tidak
memadai dalam melakukan penelitian. Mengamati kegiatan dan
18
kelakuan orang saja tidak dapat mengungkapkan apa yang diamati atau
dirasakan orang lain. Hal tersebut mengakibatkan observasi harus
dilengkapi dengan wawancara, karena dengan melakukan wawancara
kita dapat memasuki dunia pikiran dan perasaan responden.
Pelaksanaan wawancara di lapangan dengan mengajukan daftar
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Daftar pertanyaan
tersebutpPada pelaksanaannya bisa berkembang sesuai dengan keadaan
yang terjadi. Wawancara yang dilaksanakan ialah wawancara yang
terbuka dan mendalam. Responden dipilih berdasarkan teknik
pengambilan sampel Purpossive Sampling. Purpossive Sampling
adalah pengambilan sampel bertujuan dengan dasar pertimbangan
bahwa orang tersebut kaya akan informasi. Fungsi sampel lebih
ditekankan untuk menggali serta menemukan sejauh mungkin informasi
yang penting.
Sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.
Pertimbangan yang diambil itu berdasarkan tujuan penelitian
(Singarimbun dan Effendi, 1985:122). Tujuan penelitian ini ialah
mendeskripsikan relasi gender yang terjadi antara perempuan sebagai
istri yang menjadi buruh PT Yongjin Javasuka Garment II dan laki-laki
sebagai suami dalam keluarga serta menggali pemikiran Feminisme
Marxis dan menggunakannya untuk mengkaji relasi gender yang terjadi
dalam rumah tangga buruh perempuan PT Yongjin Javasuka Garment
19
II, maka responden dipilih berdasarkan kriteria yang sesuai dengan
tujuan tersebut.
Kriteria dalam memilih responden adalah sebagai berikut.
a. Subjek yang dijadikan responden merupakan buruh perempuan
yang bekerja di PT Yongjin Javasuka Garment II. Hal ini
didasarkan pada kesesuaian dengan objek penelitian yang
membahas buruh perempuan PT Yongjin Javasuka Garment II.
b. Buruh perempuan yang dipilih sebagai responden ialah buruh
yang sudah berkeluarga. Buruh perempuan yang sudah
berkeluarga benar-benar tahu dan mengenal bagaimana kehidupan
pernikahan sehingga responden dapat memberikan informasi yang
detail dan menyeluruh kepada peneliti.
c. Buruh perempuan yang dipilih menjadi responden disamping
harus sudah berkeluarga, juga harus tinggal bersama keluarganya,
hal ini untuk mempermudah didapatkannya gambaran mengenai
relasi gender antara laki-laki dan perempuan yang terjadi dalam
rumah tangga buruh perempuan.
d. Buruh perempuan bertempat tinggal di Kampung Pajagan RT
03/RW 11 atau RT 04/RW 11
3. Analisis hasil
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena peneliti
mencoba mencari data dan informasi deskriptif. Data dan informasi
yang dicari akan lebih mudah didapat dengan pendekatan kualitatif
20
sebab menurut Maleong (1988: 6), pendekatan kualitatif menyajikan
secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden.
Pendekatan kualitatif juga lebih peka dan lebih menyesuaikan diri
dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola
nilai yang dihadapi. Hasil penelitian dianalisis secara filosofis dengan
metode deskriptif-filosofis. Gejala sosial dikaji serta digali dengan
melihat data lapangan dan dipertajam dengan analisis Feminisme
Marxis.
Data dianalisis dengan menggunakan beberapa unsur metodis
yang merupakan, antara lain:
1. Interpretasi
Interpretasi dilakukan dengan mencermati data yang telah ada yang
berkaitan dengan pola relasi gender di wilayah domestik dan
menanggapi secara kritis data tersebut dengan menggunakan
analisis teori Feminisme Marxis.
2. Koherensi intenal
Konsep-konsep kunci dalam pemikiran Feminisme Marxis dilihat
untuk memperoleh keselarasannya secara konsisten dan logis
sehingga akan diperoleh penjelasan yang lebih terang dan relevan
dengan kondisi saat ini.
3. Holistika
Memahami konsep Feminisme Marxis dalam pola relasi gender,
khususnya terhadap buruh perempuan dalam secara menyeluruh.
21
4. Deskripsi
Memberikan uraian serta gambaran yang menyeluruh mengenai
hasil yang telah diinterpretasikan mengenai pola relasi gender di
wilayah domestik dan tanggapan kritis dengan analisis teori
Feminisme Marxis.
F. Hasil yang dicapai
Penelitian tentang pola relasi gender buruh perempuan di PT Yongjin
Javasuka Garment II mencapai hasil sebagai berikut:
1. Pemahaman yang mendalam tentang pola relasi gender khusunya
terhadap buruh perempuan di wilayah domestik
2. Paparan dan analisis yang jelas, utuh, dan menyeluruh tentang konsep
Feminisme Marxis pada relasi gender khususnya terhadap buruh
perempuan yang ada.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penelitian yang berjudul “Relasi Gender di Wilayah
Domestik Dalam Perspekti Feminisme Marxis (Studi Kasus Buruh Perempuan
PT Yongjin Javasuka Garment II di Sukabumi, Jawa Barat)” terdiri dari enam
bab yang masing-masing memiliki uraian singkat sebagai berikut.
Bab I berisi pendahuluan yang mencakup butir-butir sub-bab proposal
skirpsi yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian
dan hasil yang dicapai.
22
Bab II berisi pembahasan objek formal yaitu Feminisme Marxis.
Feminisme secara umum dan beberapa varian feminisme dibahas terlebih
dahulu sebelum masuk ke pembahasan spesifik mengenai Feminisme Marxis.
Bab III berisi pembahasan mengenai PT Yongjin Javasuka Garment II,
termasuk membahas Kampung Pajagan sebagai tempat dilaksanakannya
penelitian
Bab IV berisi pembahasan objek material yaitu relasi gender, terutama
relasi gender yang terjadi dalam rumah tangga antara istri dan suami. Bab ini
juga membahas dan menganalisis relasi gender buruh perempuan PT Yongjin
Javasuka Garment II di wilayah domestik, kemudian bab ini membahas tinjauan
Feminisme Marxis terhadap relasi gender buruh perempuan PT Yongjin
Javasuka Garment II di wilayah domestik.
Bab V berisi kesimpulan penelitian dan saran bagi masyarakat serta
kalangan akademisi