BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahasdarbachtiar.com/keadilan makalah prof.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahasdarbachtiar.com/keadilan makalah prof.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keadilan merupakan sebuah ungkapan yang ada dan diterima oleh semua
agama, bahkan menjadi doktrin fundamental dari agama-agama tersebut. Meskipun
demikian, mungkin saja terjadi perbedaan dalam pemahamannya, dalam
mempersepsinya dan dalam mengembangkan visinya, sesuai dengan prinsip-prinsip
teologisnya. Secara umum pengertian adil mencakup, tidak berat sebelah, berpihak
kepada kebenaran objektif dan tidak sewenang-wenang. Cakupan makna ini menjadi
ajaran setiap agama, menjadi paradigma dakwahnya dan juga menjadi rujukan
hubungan sosialnya.1
Keadilan dalam perspektif Islam adalah bagaimana mengendalikan
masyarakat agar sesuai dengan norma-norma yang ada dalam alqur’an dan hadis.
Mengapa selalu merujuk pada kitab suci al-Qur’an dan hadis, sebab dalam perspektif
Islam, kitab al-Qur’an dan hadis diperlukan untuk memberikan arah perjalanan
masyarakat. Artinya, kegiatan-kegiatan sosial dalam Islam selalu diilhami, didorong
dan dikendalikan oleh nilai-nilai tersebut. Hal ini dapat bermakna ganda, pertama,
dalam rangka memenuhi harapan-harapan Ilahi dan kedua, pada saat yang sama,
beraktifitas menuju masyarakat Islam dinamis dalam ridha Tuhan.2
Tidak dapat dipungkiri, al-Qur’an menyampaikan peasan keadilan untuk
kehidupan manusia, baik secara kolektif maupun individual. Sebagai kitab pedoman
1Mohammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural (Jakarta: Lantabors
Press, 2005), h. 280. 2Taufiq Nugroho, Pasang Surut Hubungan Islam dan Negara Pancasila (Yogyakarta: Padma,
2003), h. 117.
2
seluruh umat manusia untuk semua waktu, keadilan memang komoditi utama yang
diusung olehnya tanpa menentukan secara parsial subyuk keadilan itu. Semua
kategori manusia baik sebagai makhluk individu maupun sosial yang terikat oleh
keberadaan manusia lainnya, keadilan bagi mereka merupakan harga mati yang harus
direalisasikan. Keadilan menjadi bagian di antara tujuan mencapai kehidupan yang
baik untuk ranah horizontal maupun vertikal.
Dalam Islam perintah berlaku adil ditujukan kepada setiap orang tanpa
pandang bulu. Perkataan yang benar harus disampaikan apa adanya walaupun
perkataan itu akan merugikan kerabat sendiri. Keharusan berlaku adil pun harus
ditegakkan tanpa membedakan karena kaya, miskin, pejabat atau rakyat jelata.,
wanita atau pria, mereka harus diperlakukan sama dan mendapat kesempatan yang
sama.3
Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
3Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam (Bandung: pusat penerbitan Universitas UNISBA,
1995), h. 73.
3
Keadilan adalah nilai universal, satu nilai kemanusia yang asasi. Memperoleh
keadilan adalah hak asasi bagi setiap manusia. Islam menghormati hak-hak yang sah
dari setiap orang dan melindungi kebebasannya, kehormatannya, darah dan harta
bendanya dengan jalan menegakkan keadilan dan kebenaran diantara sesama.
Keadilan adalah sesuatu yang dirasakan seimbang, pantas, sehingga semua orang atau
sebagian besar orang yang mengalami merasa pantas, nyaman, dan adil. 4
Islam juga mengajarkan manusia agar memenuhi janji, tugas dan amanat yang
dipikulnya, melindungi yang menderita, lemah dan kekurangan, merasakan solidaritas
secara konkrit dengan sesama warga masyarakat, jujur dalam bersikap. Wawasan
keadilan itu tidak hanya dibatasi hanya pada lingkup mikro dari kehidupan warga
masyarakat secara perorangan, melainkan juga lingkup makro kehidupan masyarakat
itu sendiri. Sikap adil tidak hanya dituntut bagi kaum muslim saja tetapi juga mereka
yang beragama lain. Itupun tidak hanya dibatasi sikap adil dalam urusan-urusan
mereka belaka, melainkan juga dalam kebebasan mereka untuk mempertahankan
keyakinan dan melaksanakan ajaran agama masing-masing.
Fase terpenting dari wawasan keadilan yang dibawakan Islam adalah sifatnya
sebagai perintah agama, bukan sekedar sebagai acuan etis atau dorongan moral
belaka. Pelaksanaanya merupakan pemenuhuan kewajiban agama, dan dengan
demikian akan diperhitungkan dalam amal perbuatan seseorang muslim di hari
perhitungan (yaum al-hisab) kelak. Dengan demikian, wawasan keadilan dalam Islam
dapat diterima sebagai sesuatu yang ideologis, sudah tentu dengan segenap bahaya-
bahaya yang ditimbulkannya, karena ternyata dalam sejarah, keadilan ideologis
cendrung membuahkan tirani yang mengingkari keadilan itu.
4Sayyid Qutub, Islam dan Perdamaian Dunia (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), h.97.
4
Sebab kenyataan penting juga harus dikemukakan dalam hal ini, bahwa sifat
dasar wawasan keadilan yang dikembangkan Islam ternyata bercorak mekanistik,
kurang bercorak reflektif. Ini mungkin karena "warna" dari bentuk konkrit wawasan
keadilan itu adalah "warna" hukum agama, sesuatu yang katakanlah legal-formalistik
yang dalam pelaksanaannya terkait dengan struktur-struktur kekuasaan dalam
masyarakat, struktur-struktur mana terdapat dalam bidang politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan ideologi.5
Penekanan bahwa manusia dituntut untuk berlaku adil dan berbuat baik
terhadap sesamannya, sebab Tuhan telah berbuat baik dan adil kepada manusia.
Manusia tidak dibenarkan berbuat zalim kepada orang lain.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat dikatakan bahwa yang menjadi tema
sentral dalam makalah ini Konsep Keadilan Dalam Islam
5A.Ridwan Halim, Pengantar Ilmu Hukum Dalam Tanya Jawab, (Jakarta: Ghalia Indonesia,
2005), h. 176.
5
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan defenisi keadilan dari berbagai pandangan?
2. Bagaimana bentuk keadilam dalam Islam?
3. Bagaimana bentuk keadilan dalam pandangan umum?
4. Bagaiaman pemahaman mahasiswa STAIN Jurusan Syariah mengenai konsep
keadilan?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui defenisi keadilan dari berbagai pandangan
2. Mengetahui bentuk keadilan dalam Islam
3. Mengetahui bentuk keadilan dalam pandangan umum
4. Mengkaji pemahaman mahasiswa STAIN jurusan SYARIAH mengenai konsep
keadilan.
D. Manfaat Penulisan
Makalah ini akan memberikan kegunaan baik secara teoritis maupun secara
praktis. Kegunaan penelitian ini antara lain
1. secara teoritis makalah ini akan menjadi informasi kepada seluruh mahasiswa
pasca kelas A3
2. Secara praktis, makalah ini diharapkan menjadi sumbangan saran bagi semua
pihak khususnya mahasiswa STAIN
6
BAB II
PEMBAHASAN
a. Defenisi Keadilan Dalam Berbagai Pandangan
Adil menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online adalah sama
berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak pada yang benar dan tidak
sewenang-wenang. Sementara Keadilan diartikan sebagai suatu sifat atau perbuatan
atau perlakuan yang adil.Sedangkan menurut bahasa Arab, adil di sebut dengan kata
‘adilun yang berarti sama dengan seimbang, dan al’adl artinya tidak berat sebelah,
tidak memihak, berpihak kepada yang benar, tidak sewenang-wenang, tidak zalim,
seimbang dan sepatutnya. Menurut istilah, adil adalah menegaskan suatu kebenaran
terhadap dua masalah atau beberapa masalah untuk dipecahkan sesuai dengan
aturanaturan yang telah ditetapkan oleh agama.6
Keadilan menurut Aristoteles adalah kekayaan dalam tindakan manusia.
Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara kedua ujung ekstrem yang terlalu
banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau
benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah
ditetapkan, maka masing-masing orang akan menerima bagian yang tidak sama,
sedangkan pelanggaran terhadap proposi tersebut berarti tidak adilan.
Plato dalam mengartikan keadilan, sangat dipengaruhi oleh cita-cita
kolektivistik yang memandang keadilan sebagai hubungan harmonis dengan berbagai
organisme sosial. Setiap warga negara harus melakukan tugasnya sesuai dengan
posisi dan sifat alamiahnya.
6
7
Hegel, dalam Philosophy of Rightnya, melihat keadilan memiliki hubungan
dengan solidaritas secara interdependensi. Artinya, keadilan dan solidaritas tidak
dapat dipisahkan satu sama lain, kehadiran yang satu selalu sudah mengandaikan
kehadiran yang lain. Keadilan merupakan realisasi dari kebebasan individual,
sedangkan solidaritas merupakan realisasi kebebasan pada tataran sosial. Mendapat
pengaruh dari Hegel maupun Kant, Habermas mempostulatkan prinsip penghormatan
yang sama, dan hak yang sama bagi individu.
Menurut Jhon Rawls keadilan adalah kebijakan utama dalam institusi sosial,
sebagaimana kebenaran dalam system pemikiran. Suatu teori betapapun elegan dan
ekonomisnya, harus ditolak atau direvisi jika ia tidak benar demikian juga hukum
Institusi, tidak peduli betapapun efesien dan rapinya, harus direformasi atau
dihapuskan jika tidak adil.7
B. bentuk Keadilan Dalam Islam
Keadilan diungkapkan oleh Al-qur’an antara lain dengan kata-kata al-adl, al
qisth, al-mizan, dan dengan menafikan kezaliman. Adl, berarti “sama” memberi
kesan adanya dua pihak atau lebih; karena jika hanya satu pihak tidak akan terjadi
persamaan.
Qisht arti asalnya adalah “bahagian” (yang wajar dan patut). Ini tidak harus
mengantarkan adanya “persamaan”. Bukankah “bagian” dapat saja diperoleh oleh
satu pihak, karena itu kata qish lebih umum dari pada adil, dan karena itu pula ketika
Al-qur’an menuntut seseorang untuk berlaku adil terhadap dirinya sendiri, kata qisth
itulah yang digunakannya.
7Bur Rasuanto, Keadilan Sosial: Pandangan Deontologis Rawls dan Habemas, Dua Teori
Filsafat Polotik Modern (Jakarta: Gremedia), h.150-151
8
Mizan berasal dari asal kata wazn yang berarti timbangan. Oleh karena itu,
mizan adalah “alat untuk menimbang”. Namun dapat pula berarti “keadilan” karena
bahasa sering kali menyebutkan “alat” untuk makna hasil penggunaan alat itu.
Menurut Muhammad Mutawalli Sya’rawi”. Namun dapat pula berarti “keadilan”,
karena bahasa sering kali menyebutkan “alat” untuk makna hasil penggunaan alat itu.
Menurut Muhammad Mutawalli Sya’rawi, “acuan dari proses timbang tersebut adalah
ketelitian dalam timbangan dalam supaya tidak ada unsur kecurangan sedikit pun di
dlamalmnya. Karena itu pulalah dipilaih kata al-miizan, karena kata ini menentukan
segala sesuatu tanpa undur kecurangan”.
Adil dalam arti luas dapat di artikan menjaga keseimbangan dalam
masyarakat, artinya keadilan adalah segala sesuatu yang dapat yang melahirkan
kemasylahatan bagi masnyakat atau menjaja atau memeliharanya dalam bentuk lebih
baik sehingga masnyarakat mendapatkan kemajuan. Jika di perhatikan secara
seksama ayat-ayat di dalam al-qur’an yang menjelaskan tentang keadilan,tampaknya
keadilan yang di perintahkan tuhan kepada penguasa di bumi adalah keadilan yang
seimbang.8
Keadilan yang dibicarakan dan dituntut Al-qur’an amat beragam, tidak hanya
pada proses penetapan hukukm atau terhadap pihak yang berselisih, baik ketika
berucap, atau batin.
Menurut M. Quraisy Syihab, paling tidak, ada empat makna adil yang dikemukakan oleh pakar agama, yaitu: adil dalam arti sama. Allah berfirman
8Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Adalatullah:Keadilan dan Hidayah Allah
(Jakarta: Cendikia, 2005), h. 21/
9
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.
Kata adil dalam ini diartikan sama hanya mencakup sikap dan perlakuan
hakim pada saat proses pengambilan keputusan. Kedua, adil dalam arti seimbang.
Keseimbangan.ketiga, adil adalah pengertian terhadap hak-hak individu dan memberi
hak-hak itu kepada setiap pemiliknya. Keempat, adil yang dinisbatkan kepada ilahi.
Adil disini berarti memelihara kewajaran atas berlanjutnya eksistensi, tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak kemungkinan
untuk itu. Semua wujud tidak memiliki hak atas Allah. Keadilan Ilahi pada dasarnya
merupakan rahmat Allah. Tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat
meraihnya.
C. Keadilan Dalam Pandangan Umum
a. Keadilan legal atau keadilan formal
keadilan legal atau keadilan moral adalah menyangkut hubungan antara
hubungan individu atau kelompok masyarakat dengan Negara. Intinya adalah semua
orang atau kelompok masyarakat diperlukan sama oleh Negara dihadapan hukum.
Dasar moral 1) setiap orang adalah manusia yang mempunyai harkat dan
martabat yang sama dan diperlakukan secara sama. 2)setiap orang adalah warga
negara sama status dan kedudukannya bahkan sama kewajiban sipilnya, sehingga
harus diperlakukan sama sesuai dengan hukum yang berlaku.
10
Konsekuensi legal 1) semua orang harus secara sama dilindungi hukum,
dalam hal ini oleh negara. 2) tidak ada orang yang diperlakukan secara istimewa oleh
hukum negara. 3) negara tidak boleh mengeluarkan produk hukum untuk kepentingan
kelompok tertentu. 4) semua warga negara harus tunduk dan taat kepada hukum yang
berlaku.
b. Keadilan distributif
Keadilan distributif adalah keadilan ekonomi yang meratakan atau yang
dianggap merata bagi semua warga negara. Menyangkut pembagian kekayaan
ekonomi atau hasil-hasil pembangunan.
c. Keadilan komutatif
Keadilan komutatif ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan
kesejahtraan umum. Mengatur hubungan yang adil atau fasir antara orang yang satu
dengan yang lain. Menuntut agar dalam interaksi sosial antar warga satu dengan yang
lainnya tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Jika
diterapkan dalam bisnis berarti relasi bisnis dagang harus terjalin dengan hubungan
yang setara dan seimbang antara pihak yang satu dengan lainnya.
Dalam bisnis, keadilan komutatif disebut sebagai keadilan tukar, dengan kata
lain keadilan komutatif menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang
terlibat. Keadilan ini menuntut agar biaya maupun pendapatan sama-sama dipikul
yang terlibat.9
D. Pemahaman mahasiswa syaria’ah STAIN Parepare mengenai konsep
keadilan.
9Muhammad Syarif Chaudry, Sistem Ekonomi Dasar, (Jakarta Kencana, 2012), h, 45-46
11
tidak berat sebelah, berpihak kepada kebenaran objektif dan tidak sewenang-
wenang. Keadilan dalam perspektif Islam adalah bagaimana mengendalikan
masyarakat agar sesuai dengan norma-norma yang ada dalam alqur’an dan hadis.
dalam menyusun makalah ini penulis mencoba mewawancarai lima orang mahasiswa
jurusan Syari’ah, terkait pemahaman mereka tentang konsep keadilan. Penulis
berinisiatif mewawancari, karna mahasiswa Jurusan Syari’ah menjurus pada
pembelajaran hukum, termasuk konsep keadilan.
Narasumber pertama atas nama syarif konsep keadilan menurutnya ialah
penyamarataan antara satu dengan yang lainnya. Kenapa manusia harus berbuat adil
sesama menurutnya untuk menghindari konflik dan kekacauan. Narasumber pertama
mengemukakan bahwa yang mendorong untuk berbuat adil lebih banyak karna
Nuraninya, terkait masalah ayat dalam Al-qur’an sangat sedikit yang dipahami.
Manusia membutuhkan barometer untuk mengukur adil atau tidak adil tindak
tanduk yang mereka lakukan. Narasumber pertama mengemukakan bahwa alat ukur
untuk menilai adil atau tidak adilnya tindakan yang dilakukan melalui pengalaman
hidupnya sehari-hari. Pengalaman akan memberikan gambaran kepada manusia,
pengalaman selalu jadi bahan pembelajaran. Terkait ayat dan hadis sangat sedikit
yang diketahui oleh narasumber.
Mengenai konsep keadilan dalam Islam bercorak mekanistik atau replektif,
narasumper pertama mengatakan bahwa, coraknya mekanistik, karena ukurannya
sangat sulit untuk dipahami dan ditakar.
Mengenai konsep keadilan menurut Narasumber kedua atas nama namriana.
Mengenai konsep keadilanhampir sama dengan jawaban dari sumber pertama bahawa
adil menurutnya ialah penyamarataan. Berbuat adil menurutnya sangat diperlukan
12
apalagi dalam konteks hidup bermasyarakat, mengapa demikian untuk menghindari
adanya kecemburuan sosial.
Berbuat adil selalu berdasarkan hati nuruni, walaupun narasumber kurang
memahami ayat tentang konsep adil dalam Al-qur’an dan hadis, tetap saja ada
dorongan untuk selalu berbuat adil. Hatinya hal menjanggal jika yang diputuskan
tidak sesuai dengan porsinya. Untuk mengetahui alat ukur tentang keadilan
ditemukan melalui kehidupan sehari-hari proses kehidupan akan memberi kita
gambar tentang adil atau tidak adil yang dilakukan. Bahkan narasumber kedua
mengatakan jika berlandaskan Al-qur’an itu bukan dorongan nurani, tetapi melalaui
proses kehidupan kita akan memperoleh tentang konsep keadilan yang lebih jelas.
Argumentasi yang dikemukakan dari narasumber mampu dipahami bahwa corak
keadilan yang disungguhkan ialah mekanistik bukan reeflektif.
Narasumber ketiga atas nama triuni mengemukakan bahwa konsep keadilan
ialah kesamaan. Berbeda dari narasumber pertama dan kedua, narasumber ketiga
sedikit memahami tentang landasan ayat dalam Al-qur’an tentang konsep keadilan.
Menuruntya nurani dan Al-qur’an selalu sejalan. Walaupun kita menggunakan
konsep keadilan yang bersifat umum maupun agama sama-sama akan melahirkan
kepuasan nurani.
Baromert menurut narasumber ketiga mengukur adil atau tidak adil,
tergantung pada konteksnya, maksudnya. Ayat dalam Al-qur’an selalu bisa
dikembangkan, karena selaras dengan perkembangan zaman maka dari itu corak
keadilan dalam Al-qur’an senantiasa reflektif.
Narasumber ke empat atas nama hildayanti mengemukakan konsep keadilan
sama dengan narasume lainnya, yaitu penyamarataan. Dalam diri setiap manusia
13
selalu ada dorongan tersebut. Tanpa diperintahkan sekalipun manusia akan terdorong
untuk berbuat adil. Alat ukur yang digunakan manusia untuk menentukan adil atau
tidak adil pasti dari dalam. Ayat dalam Al-quran hanya sebatas pesan pesan-pesan
moral. Sehingga dapat dikatakan konsep keadilan yang ditawarkan Al-qur’an
senantiasa bersifat reflektif, karena setiap saat ada pengembangan dan penafsirannya.
Narasumber kelima mengatakan bahwa konsep adil adalah seimbang dan
peyamarataan. Tetapi penyamarataan dan keseimbangan harus selalu sesuai dengan
konteks yang berlaku. Manusia diharus berbuat adil bagi ketentraman batinnya. Adil
bukan hanya mencakup manusia satu dengan yang lain, dampak dari berbuat adil
akan dirasakan sendiri oleh batin yang melakukannya.
Hati nurani menjadi tolak ukur untuk menentukan adil atau tidak adil. Alasan
sederhananya ketenangan batin. Jika batin merasa tenang maka landasan ukurannya
sudah tepat.corak yang ditawarkan Al-qur’an bersifat maknistik, kenapa demikian
kaerena kita yang kurang memahami dan mengembangkan. Jika dipelajari dengan
baik, serta memahami maka coraknya pasti bersifat reflektif.
14
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan:
Dari pembahasan diatas dengan melihat beberapa defenisi tentang adil,
kemudian pendapat-pendapat dari para tokoh yang mencoba mendefenisikan adil
dapat ditarik satu hal bahwa adil ialah seimbang, tidak berat sebelah dan
penyamarataan.
Dari hasil wawancara penulis terhadap mahasiswa Jurusan Syari’ah STAIN
Parepare, tentang konsep keadilan, muatan jawaban mereka semuanya sama, keadilan
ialah penyamarataan. Hal menarik lainnya yang penulis dapatkan, mereka
mengemukakan bahwasanya dorongan untuk berbuat adil sudah ada pada diri
manusia, jauh sebelum keadilan itu diajarkan oleh Para Nabi dan yang tercantum
dalam kitab mereka masing-masing. Bahkan dintara mereka berpendapat jika dogma
dari agama berarti bukan murni karna kemauan sejati untuk berbuat adil itu sendiri.