BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · dengan berbagai perasaan dan emosi, seperti takut,...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · dengan berbagai perasaan dan emosi, seperti takut,...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Budaya berasal dari kata “budhi” yang artinya adalah sebagai salah
suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia untuk merespon
pengaruh dari lingkungan alam sosial. Hasil dari suatu respon inilah yang
disebut dengan budaya. Secara umum pengertian budaya dapat disimpulkan
bahwa budaya bukan berarti sesuatu yang berwujud sebuah barang atau
benda, seperti rumah, mobil, dan meja, melainkan juga memiliki pengertian
sebagai proses atau kegiatan seperti diskusi dan juga hasil dari rapat atau
diskusi tersebut, termasuk material dan nonmaterial. Secara kodrati manusia
hidup dibekali kemampuan berfikir, merasa, berbuat. Dengan kemampuan
berfikir, merasa dan berbuat itulah manusia akan berkreasi menciptakan
sebuah ide, gagasan dan berbuat untuk menghasilkan sesuatu yang disebut
kebudayaan (Santoso, 2002:9).
Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua di benua
Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Hal ini diketahui dari penemuan
sebuah batu tulis di daerah Rosetta oleh pasukan Perancis yang dipimpin
Napoleon Bonaparte. Batu tulis itu berhasil dibaca oleh orang Perancis yang
bernama Jean Francois Champollin (1800) sehingga sejak tahun itu
terbukalah tabir sejarah Mesir Kuno yang berasal dari tahun 4000 SM.
Seseorang akan mudah teringat dengan Mesir ketika disebut nama
Fir’aun. Istilah Fir’aun sebenarnya merupakan gelar atau sebutan bagi
2
raja/bangsawan Mesir. Kata Fir’aun sendiri berarti istana besar, artinya
hampir semua penguasa Mesir hanya mau menetap di istana besar untuk
menunjukkan kebesarannya. Beberapa Firaun yang sempat menguasai
wilayah Mesir di antaranya Ahmose, Thutmose I, Thutmose III, Ramses II,
Akhenaton, Ramses II, dan lain sebagainya.
Letak geografis Mesir di Afrika Utara, Negara ini mempunyai pesisir
pantai yaitu Laut Mediterranean dan Laut Merah; berbatasan dengan Libya
dibagian barat, Sudan dibagian selatan, Semenanjung Gaza, Palestina dan
Israel bagian timur. Mesir Kuno terbagi atas dua kerajaan, yang dikenal
sebagai Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Berlainan dengan kebiasaan, Mesir Hulu
(Upper Egypt) terletak di selatan dan Mesir Hilir (Lower Egypt) di utara,
dinamakan sungai Nil. Sungai Nil mengalir ke utara dari titik selatan ke
Mediterranean. Sungai Nil, yang merupakan tumpuan penduduk negara
tersebut telah menjadi sumber kehidupan bagi kebudayaan Mesir sejak
kebudayaan Naqada dan Zaman Batu. Kedua kerajaan membentuk Kemet
"tanah hitam", dan Gurun dikenal sebagai Deshret "tanah merah".
Menurut Herodotus: "Mesir merupakan negara tanah hitam. Kita
ketahui bahawa Libya mempunyai tanah lebih merah." (Histories, 2:12).
Tetapi Herodotus turut menyatakan "Colchians adalah penduduk Mesir.
Berdasarkan fakta bahwa mereka berkulit hitam dan mempunyai rambut
keriting (wooly hair)." (Histories, 2:104) dan Champollion sebagai orang
yang lebih muda (mendiskripsikan Batu Rosetta) dalam Expressions at
Termes Particuliers (Expression of Particular Terms) mendakwa bahwa
3
Kemet sebenarnya tidak merujuk kepada tanah, tetapi kepada penduduk negro
dalam arti kata "Negara Hitam (Black Nation)".
Kebudayaan Mesir Kuno adalah sebuah peradaban kuno di bagian
timur Afrika Utara. Peradaban ini dimulai pada tahun 3150 SM di bawah
pemerintahan Fir’aun pertama. Fir’aun adalah orang terkuat di mesir kuno.
Fir’aun adalah pemimpin politik dan agama para masyarakat Mesir. Sebagai
penguasa dari Mesir Atas dan Mesir Bawah, Fir’aun menguasai semua tanah,
membuat hukum, mengumpulkan pajak, dan melindungi Mesir dari bangsa
asing. Sebagai imam tertinggi dari setiap kuil, Fir’aun mewakili dewa bumi.
Dia membuat ritual-ritual dan kuil-kuil untuk menyembah para dewa.
Kebudayaan yaitu suatu sistem dari ide-ide dan konsep-konsep
kebudayaan dari wujud sebagai rangkaian tindakan berpola suatu aktifitas
manusia, (A.L Krueber, 1958:582-583). Peradaban Mesir Kuno adalah salah
satu peradaban yang pertama kali menggunakan bahasa tulis. Mereka menulis
pada makam, tembikar, dan kertas papyrus yang terbuat dari alang-alang yang
ditenun. Bahasa pertama Mesir kuno adalah Hieroglif. Tulisan hieroglif
terdiri dari gambar. Sistem penulisan hieroglif sangat kompleks dan padat
karya. Hieroglif pertama digunakan pada bangunan dan makam. Hal ini
diyakini bahwa masyarakat Mesir pertama kali mengembangkan sistem
penulisan pada sekitar 3000 SM. Ada juga fakta-fakta menarik mengenai
hieroglif. Hieroglif tidak memiliki huruf vokal, semua huruf hieroglif adalah
konsonan. Tidak ada tanda baca digunakan dalan hieroglif. Tidak seperti
kebanyakan bahasa modern yang biasa dibaca dari kanan atau kiri, hieroglif
4
Mesir Kuno dapat dibaca baik dari kanan ke kiri ataupun dari kiri ke kanan.
Untuk mengetahui dari arah mana pembacaan harus dimulai, penulis akan
menjelaskan pada bab pembahasan dalam sub bab hasil kebudayaan Mesir
Kuno.
Salah satu dari aspek kepercayaan Mesir yang paling terkenal adalah
pemikiran tentang kehidupan setelah kematian. Mereka percaya bahwa tubuh
fisik harus dipertahankan untuk mempersiapkan tempat bagi jiwa mereka
untuk menetap setelah kematian. Karena itu, Mumifikasi dilakukan untuk
mempertahankan tubuh agar tidak cepat membusuk. Mumi adalah tubuh
seseorang atau binatang yang telah diawetkan setelah kematian. Mumi-mumi
tersebut adalah orang-orang Mesir yang sanggup membayar untuk proses
pengawetan yang mahal. Orang-orang Mesir Kuno percaya bahwa ketika
mereka mati, mereka akan melakukan perjalanan ke dunia lain di mana
mereka akan memulai kehidupan yang baru, Mereka akan memerlukan semua
benda yang mereka gunakan ketika masih hidup, sehingga keluarga mereka
akan menaruh semua benda-benda tersebut di dalam makam mereka.
Walaupun disebut sebagai ritual yang sederhana, pemakaman dapat
menjadi ritual yang rumit jika dikaitkan dengan hubungan manusia yang
berada didunia dengan para arwah yang berada di akhirat. Dunia para arwah
seringkali disebut sebagai dunia gaib. Manusia menganggap dunia gaib
dengan berbagai perasaan dan emosi, seperti takut, cinta, bakti, dan
mengerikan. Perasaan-perasaan tadi mendorong manusia untuk melakukan
berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib,
5
yang disebut kelakuan keagamaan atau religious behavior (Koentjaraningrat,
1972:252).
Pada budaya masyarakat Mesir Kuno sangat erat dengan dunia gaib
ataupun pemujaan pada dewa-dewa, dan pada ritual pemakamannya sangat
kental dengan hal-hal mistis dan prosesnya sangat mengerikan.
Masyarakat Mesir membayar uang yang sangat banyak untuk
mengawetkan tubuh mereka dengan baik. Orang-orang Mesir yang miskin
dikuburkan di dalam pasir sedangkan orang-orang Mesir yang kaya
dikuburkan di dalam makam. Orang-orang Mesir dikubur bersama-sama
dengan harta benda mereka dan dinding makam dilukis tentang kehidupan
orang yang telah meninggal. Dalam Kerajaan Mesir Tua dan Menengah, raja-
raja Mesir dimakamkan dalam piramida.
Orang-orang Mesir kuno awal menguburkan orang-orang mati di
dalam lubang kecil di padang pasir. Panas dan kekeringan, pasir berfungsi
untuk mengeringkan tubuh dengan cepat, menciptakan mumi yang natural.
Kemudian, orang-orang Mesir Kuno mulai mengubur orang mati dalam peti
mati untuk menjaga jenazahnya dari binatang-binatang liar di padang pasir.
Namun, mereka menyadari bahwa tubuh yang ditaruh dalam peti mati
membusuk ketika tidak terkena pasir gurun yang panas dan kering. Lalu,
orang-orang Mesir kuno mengembangkan sebuah metode pengawetan tubuh
sehingga jenazah dapat lebih bertahan lama. Proses ini meliputi pembalseman
mayat, kemudian pembungkusan dan penguburan jenazah. Organ-organ
dalam tubuh orang mati dikeluarkan dalam prosesnya. Hal ini disebabkan
6
organ-organ dalam adalah yang paling cepat terurai. Hati tidak dikeluarkan
dari dalam tubuh karena hati adalah pusat dari intelegensia dan perasaan, dan
orang tersebut akan membutuhkannya dalam kehidupan yang akan datang.
Dahulu, organ-organ dalam yang dikeluarkan lalu dimasukkan ke dalam guci.
Sekarang kita menyebut proses ini adalah proses mumifikasi.
Kehidupan sehari-hari pada Mesir kuno berlangsung disekitar Sungai
Nil dan tanahnya yang subur disekitar aliran sungai. Banjir tahunan dari
Sungai Nil menyuburkan tanah bisa menghasilkan panen yang baik dan
kemakmuran bagi penduduknya. Sungai Nil memiliki panjang 6695 kilometer
dan menjadi sungai terpanjang di dunia. Kata ‘Nil’ berasal dari bahasa
Yunani yang berarti lembah. Sekarang, sekitar 95% populasi Mesir masih
tinggal di lembah Nil. Kayu sulit didapatkan di Mesir sehingga orang-orang
Mesir membuat rumah mereka dari batu bata lumpur yang dikeringkan.
Rumah-rumah memiliki beberapa kamar dan jendela ditutup dengan tirai
untuk mencegah lalat dan debu. Selama musim panas, banyak orang tidur di
atas atap supaya merasa sejuk. Mereka menanam sendiri sebagian dari
makanan mereka dan menukar sebagian makanan dan barang yang tidak
mereka produksi dengan desa lain. Sebagian besar masyarakat Mesir kuno
bekerja sebagai buruh sawah, petani, dan pengrajin.
Orang-orang Mesir kuno memiliki cara yang unik dalam menggambar
orang, Mereka memiliki norma sendiri dan telah ditetapkan sejak zaman
Kerajaan Tua. Seniman-seniman Mesir menggunakan grid untuk membantu
mereka menggambar orang. Mereka menggambar kepala, mata, dan kaki
7
dalam posisi seperti dilihat dari samping. Mereka menggambar pundak dan
dada seperti dilihat dari depan. Gambar-gambar seperti ini dapat ditemukan di
dalam makam dan bangunan. Lukisan Mesir pada dasarnya didedikasikan
untuk orang yang telah mati. Banyak gambar yang menunjukkan perjalanan
panjang sebelum kematian. Aspek lain yang penting dari lukisan Mesir adalah
penggambaran binatang. Warna primer yang digunakan dalam lukisan adalah
merah, hijau, biru, emas, dan hitam. Salah satu dari pekerjaan seni dan
arsitektur terbesar di Mesir Kuno adalah piramida.
Piramida adalah sebuah struktur batu bata kuno berbentuk piramid
yang terletak di Mesir. Terdapat 138 buah piramida yang ditemukan di Mesir.
Sebagian besar dibangun sebagai makam untuk para Fir’aun dan permaisuri
mereka pada periode Kerajaan Tua dan Kerajaan Pertengahan. Piramida
Mesir paling awal ditemukan di Saggara, barat laut Memphis. Paling awal
diantaranya adalah piramida Dioser yang dibangun selama dinasti ketiga.
Piramida ini dan kompleks sekitarnya dirancang oleh seorang arsitek bernama
Imhotep. Piramida-piramida ini pada umumnya dianggap sebagai struktur
monumental tertua di dunia yang dibangun dari batu yang dihias. Piramida
Mesir yang paling terkenal adalah piramida yang ditemukan di Giza. Giza
terletak di pinggir kota Kairo. Beberapa dari piramida Giza dihitung sebagai
struktur terbesar yang pernah dibangun.
Pada masa dinasti awal dalam sejarah Mesir, orang-orang penting
dimakamkan di dalam struktur yang berbentuk seperti bangku yang dikenal
sebagai mastaba. Piramida kedua yang didokumentasikan dalam sejarah
8
diatributkan kepada Imhotep. Imhotep adalah arsitek yang pertama kali
menyusun gagasan untuk menaruh mastaba di atasnya satu sama lain,
menciptakan sebuah bangunan yang terdiri dari langkah-langkah menurun
dalam ukuran menuju puncaknya. Hasilnya adalah piramida susun Djoser
yang didesain sebagai tangga raksasa untuk jiwa Fir’aun yang meninggal
sehingga mereka dapat menuju surga.
Prestasi Imhotep yang sangat penting menjadikannya sebagai dewa
bagi masyarakat Mesir. Pembangunan piramida yang paling produktif terjadi
pada saat pemerintahan terbesar Fir’aun. Pada saat inilah piramida yang
paling terkenal, yaitu piramida Giza dan sekitarnya dibuat. Semakin
berjalannya waktu, otoritas menjadi kurang terpusat, kemampuan untuk
memanfaatkan sumber daya yang diperlukan untuk pembangunan skala besar
menurun, kemudian piramida lebih kecil, dibangun dengan kurang baik,
seringkali dibangun dengan terburu-buru.
Penulis mengambil judul “Kajian Historis Budaya Pemakaman Pada
Masyarakat Mesir Kuno (2630-1070 SM)” karena pemakaman di Mesir Kuno
sangat unik dan menarik, hal yang menarik dalam penelitian ini yaitu Proses
Pengawetan Jenazah yang dilakukan oleh masyarakat Mesir Kuno, mengapa
mayat-mayat yang diawetkan pada zaman Mesir Kuno bisa bertahan hingga
begitu lama bahkan beratus-ratus tahun, dan disinilah penulis tertarik untuk
menelitinya.
9
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat ditarik rumusan masalah,
yaitu :
1. Bagaimana Budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno ?
2. Bagaimana cara mengawetkan mayat pada masyarakat Mesir Kuno ?
C. Tujuan Penelitaian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini sebagai
berikut :
1. Mendeskripsikan Budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno.
2. Mendeskripsikan cara mengawetkan mayat pada masyarakat Mesir Kuno.
D. Batasan Masalah
Penelitian ini akan membahas mengenai Kajian Historis Budaya
Pemakaman Pada Masyarakat Mesir Kuno, batasan masalah dari kajian ini
yaitu pada masa Mesir Kuno banyak dilakuakan ritual-ritual kebudayaan dan
khususnya pada budaya pemakaman pada masyarakat Mesir Kuno. Penulis
memfokuskan penelitian ini pada budaya pemakaman yang meliputi cara
mengawetkan dan memumikan jenazah serta membatasi dengan tahun yaitu
pada tahun 2630-1070 SM.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini semoga pembaca mendapat pengetahuan
baru tentang budaya Mesir Kuno, khususnya tentang budaya pemakaman di
10
masyarakat Mesir Kuno yang mana didalam budaya pemakaman Mesir Kuno
banyak sekali perbedaan dari pada pemakaman pada umumnya. Semisal pada
budaya pemakaman masyarakat Indonesia. Proses pemakaman di Mesir Kuno
juga sangat lama, karena banyak sekali ritual yang dilakukan.
F. Tinjauan Pustaka
Adapun karya ilmiah berupa buku, jurnal ataupun skripsi tentang
ritual pemakaman, belum banyak diangkat sebagai bahan penelitian. Tetapi
penulis menemukan beberapa penelitian dan karya ilmiah berupa buku, jurnal
ataupun skripsi yang memiliki kesamaan tema dengan penulis. Sebagai
berikut skripsi yang ditulis oleh Andi Karina Deapati (Universitas Indonesia:
2009) dengan judul “Ruang dan Ritual Kematian Hubungan Upacara dan
Arsitektur Kelompok Etnis Toraja”. Perbedaan dengan skripsi penulis yaitu
penulis lebih mengedapankan tentang kebudayaan tradisi pemakaman.
Sedangakan penelitian sebelumnya lebih condong dalam bidang arsitek.
Makalah yang ditulis oleh Anis Dhamayanti dan Nur Fariza (UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta: 2013) yang berjudul “Agama Mesir Kuno”.
Perbedaan dengan skripsi penulis yaitu penulis lebih mengedepankan tentang
kebudayaan tradisi pemakaman. Sedangkan makalah diatas lebih membahas
tentang agama yang ada pada masa Mesir Kuno.
Skripsi yang ditulis oleh Claudia Yuliani Kurnia (Universitas
Indonesia: 2011) yang berjudul “Pengaruh Ajaran Budha dan Konfusianisme
Terhadap Tata Cara dan Makna Ritual Pemakaman dan Peringatan Arwah
11
dalam Masyarakat Korea”. Persamaan penulis dengan Tinjaun pustaka diatas
sama-sama membahas tentang ritual pemakaman. Akan tetapi penulis lebih
menjelaskan tentang proses pemakaman, sedangkan tinjauan pustaka diatas
lebih pada pengaruh ajaran suatu agama dan tata cara ritual atau lebih pada
bentuk untuk melakukan ritual pemakaman.
Skripsi yang ditulis oleh Miftah Rahmatullah (UIN Syarif
Hidayatullah: 2009) yang berjudul “Bisnis Pemakaman Dalam Prespektif
Islam” (Studi Komparatif antara TPU Pondok Gede dan TPU Pondok
Rangon). Persamaan penulis dengan Tinjaun pustaka diatas sama-sama
membahas tentang pemakaman. Akan tetapi tinjauan diatas sangat berbeda
karena dikaji dari sisi Bisnis ataupun dari segi ekonomi dan lebih membahas
pada transaksi yaitu tentang pembelian tanah untuk makam, biaya dalam
proses pemakamannya itu sendiri seperti, jasa penggali kubur, jasa
ambulance, jasa kremasi, membeli peti , membeli kain kafan dan lain
sebagainya. Sedangkan penulis lebih membahas budaya pemakaman
khususnya pada masyarakat Mesir Kuno.
Artikel yang ditulis oleh Ansaar (Balai Pelestarian Nilai Budaya
Makassar) yang berjudul tentang “Rapasan: Upacara Pemakaman Bagi
Kasta Tana’ Bulaan Di Tana Toraja”. (Rapasan: Funeral Ritual For Tana’
Bulaan Caste In Tana Toraja). Tinjauan Pustaka diatas menjelaskan tentang
pelaksanaan upacara Rapasan sebagai salah satu upacara pemakaman pada
tingkat yang paling besar dan ramai di Tana Toraja. Persamaan Tinjauan
Pustaka diatas dengan penelitian penulis yaitu sama-sama membahas tentang
12
upacara pemakaman yang mana teori yang digunakan hampir sama yaitu teori
budaya. Perbedaan Tinjauan Pustaka diatas dengan penelitian penulis yaitu
tempat yang di teliti dan kebudayaannya juga berbeda.
G. Landasan Teori
1. Teori Historis
Menurut Baverley Southgate (1996:87) pengertian sejarah dapat
didefinisikan sebagai “studi tentang peristiwa di masa lampau.”Dengan
demikian, sejarah merupakan peristiwa faktual di masa lampau, bukan kisah
fiktif apalagi rekayasa. Definisi menurut Baverley Southgate merupakan
pemahaman paling sederhana. Pengertian sejarah menurut Baverley
menghendaki pemahaman obyektif terhadap fakta-fakta historis. Metode
penulisannya menggunakan narasi historis dan tidak dibenarkan secara
analitis (analisis sejarah).
Pembelajaran mengenai sejarah dikategorikan sebagai bagian dari
Ilmu budaya (Humaniora). Akan tetapi di saat sekarang ini sejarah lebih
sering dikategorikan sebagai Ilmu sosial, terutama bila menyangkut
peruntutan sejarah secara kronologis.
Menurut Abdurahman (2007:14) sejarah berasal dari bahasa Arab
“syajarah”, yang artinya pohon dalam bahasa asing lainnya istilah sejarah
disebut histore (Prancis), geschichte (Jerman), histoire / geschiedemis
(Belanda) dan history (Inggris). Sejarah adalah sebuah ilmu yang berusaha
menemukan, mengungkapkan, serta memahami nilai dan makna budaya yang
13
terkandung dalam peristiwa-peristiwa masa lampau (Abdurahman, 2007:14).
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sejarah
adalah riwayat kejadian masa lampau yang benar-benar terjadi atau riwayat
asal usul keturunan terutama untuk raja-raja yang memerintah. Sejarah
sebagai cabang ilmu pengetahuan, berarti mempelajari dan menerjemahkan
informasi dari catatan-catatan yang dibuat oleh orang-perorang, keluarga, dan
komunitas. Pengetahuan akan sejarah melingkupi pengetahuan akan kejadian-
kejadian yang sudah lampau serta pengetahuan akan cara berpikir secara
historis.
Jadi berdasarkan beberapa referensi di atas peneliti menyimpulkan
sejarah merupakan suatu ilmu yang berfungsi mempelajari, menemukan dan
mengungkap kejadian yang berhubungan dengan manusia pada masa lampau.
2. Teori Budaya
Pada awalnya, konsep kebudayaan yang benar-benar jelas yang
pertama kalinya di perkenalkan oleh Sir Edward Brnett Taylor. Seorang ahli
Antropologi Inggris pada tahun 1871, mendefinisikan kebudayaan sebagai
kompleks keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
hukum, moral, kebiasaan, dan lain-lain. Pada waktu itu, banyak sekali definisi
mengenai kebudayaan baik dari para ahli antropologi, sosiologi, filsafat,
sejarah dan kesusastraan.
Kebudayaan menurut EB Taylor (1871:53) adalah keseluruhan yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta
14
kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota
masyarakat.
Kebudayaan menurut Robert H Lowie adalah segala sesuatu yang
diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat,
norma-norma artistik, kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan dari
kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang
didapat melalui pendidikan formal atau informal.
Menurut Koentjaraningrat (2000:181), kebudayaan dengan kata dasar
budaya berasal dari bahasa sangsakerta ”buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat mendefinisikan
budaya sebagai “daya budi” yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu.
Dalam Koentjaraningrat (2003:74), J.J Honingmann mengatakan bahwa ada
tiga wujud kebudayaan, yaitu :
a. Ideas
Wujud tersebut menunjukann wujud ide dari kebudayaan, sifatnya
abstrak, tak dapat diraba, dipegang ataupun difoto, dan tempatnya ada di alam
pikiran warga masyarakat dimana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup.
Budaya ideal mempunyai fungsi mengatur, mengendalikan, dan memberi
arah kepada tindakan, kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat
sebagai sopan santun. Kebudayaan ideal ini bisa juga disebut adat istiadat.
15
b. Activities
Wujud tersebut dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakan
dan kelakuan berpola dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diobservasi,
difoto dan didokumentasikan karena dalam sistem sosial ini terdapat
aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dan berhubungan serta bergaul
satu dengan lainnya dalam masyarakat. Bersifat konkret dalam wujud
perilaku dan bahasa.
c. Artifacts
Wujud ini disebut juga kebudayaan fisik, dimana seluruhnya
merupakan hasil fisik. Sifatnya paling konkret dan bisa diraba, dilihat dan
didokumentasikan. Contohnya : candi, bangunan, baju, kain, komputer dll.
Sedangkan dalam Koentjaraningrat (2003:81) terdapat tujuh unsur
kebudayaan menurut C. Kluckhon, antara lain :
1. Bahasa
2. Sistem pengetahuan
3. Organisasi sosial
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
5. Sistem mata pencarian hidup
6. Sistem religi
7. Kesenian
16
Kebudayaan, sebagai suatu pengetahuan yang dipelajari orang sebagai
anggota dari suatu kelompok, tidak dapat diamati secara langsung. Jika kita
ingin menemukan hal yang diketahui orang maka kita harus menyelami alam
pikir mereka, dimana-mana setiap orang mempelajari kebudayaan mereka
dengan mengamati orang lain, mendengarkan mereka, kemudian membuat
suatu kesimpulan. Maka disinilah peran seorang etnografer meleakukan
proses yang sama yaitu dengan memahami hal yang dilihat dan didengarkan
untuk menyimbolkan hal yang diketahui orang dimana hal ini meliputi
pemikiran atas kenyataan. Dalam melakukan kerja lapangan, etnografer
membuat sebuah kesimpulan budaya dari tiga sumber sehingga hal ini
menjadi dasar adanya saling keterkaitan yang sangat kuat tentang etnografi,
dan kebudayaan itu sendiri yaitu:
a. Dari hal yang dikatakan orang
b. Dari cara orang bertindak, dan
c. Dari berbagai artefak yang digunakan orang.
2.1 Fungsi Kebudayaan
Mendasari, mendukung, dan mengisi masyarakat dengan nilai-nilai
hidup untuk dapat bertahan, menggerakan serta membawa masyarakat kepada
taraf hidup tertentu :
a. Hidup lebih baik
b. Lebih manusiawi
c. Berperi kemanusiaan
17
2.2 Unsur-unsur Kebudayaan
1. Peralatan dan perlengkapan hidup (pakaian, perumahan, alat-alat
produksi, transportasi).
2. Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, distribusi ).
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, perkawinan).
4. Bahasa.
5. Kesenian.
6. Sistem pengetahuan.
7. Religi.
2.3 Ciri dan Wujud Kebudayaan
1. Wujud kebudayaan
a. Ide : tingkah laku dalam tata hidup.
b. Produk : sebagai ekspresi pribadi.
c. Sarana hidup.
d. Nilai dalam bentuk lahir.
2. Ciri kebudayaan
a. Bersifat menyeluruh.
b. Berkembang dalam ruang / bidang geografis tertentu.
c. Berpusat pada perwujudan nilai-nilai tertentu.
2.4 Sifat Kebudayaan
1. Beraneka ragam.
18
2. Diteruskan dan diajarkan.
3. Dapat dijabarkan :
a). Biologi.
b). Psikologi.
c). Sosiologi : manusia sebagai pembentuk kebudayaan.
4. Berstruktur terbagi atas item-item.
5. Mempunyai nilai.
6. Statis dan dinamis.
7. Terbagi pada bidang dan aspek.
Benar bahwa unsur-unsur dari suatu kebudayaan tidak dapat
dimasukan kedalam kebudayaan lain tanpa mengakibatkan sejumlah
perubahan pada kebudayaan itu. Tetapi harus dingat bahwa kebudayaan itu
tidak bersifat statis saja, ia selalu berubah. Tanpa adanya “gangguan” dari
kebudayaan lain atau asing pun dia akan berubah dengan berlalunya waktu.
Bila tidak dari luar, akan ada individu-individu dalam kebudayaan itu sendiri
yang akan memperkenalkan variasi-variasi baru dalam tingkah laku yang
akhirnya akan menjadi milik bersama dan dikemudian hari akan menjadi
bagian dari kebudayaannya. Dapat juga terjadi karena beberapa aspek dalam
lingkungan kebudayaan tersebut mengalami perubahan dan pada akhirnya
akan membuat kebudayaan tersebut secara lambat laun menyesuaikan diri
dengan perubahan yang terjadi tersebut.
19
H. Sumber Data dan Data
a. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data. Berdasarkan sumbernya, data di bedakan menjadi dua, yaitu:
(1). data primer dan, (2). data sekunder. Data primer adalah data yang dibuat
oleh peneliti dengan maksud khusus untuk menyelesaikan permasalahan yang
akan menjadi bahan penelitian. Sedangkan data sekunder yaitu data yang
sudah dikumpulkan sebagai tambahan dalam menyelesikan masalah yang
dihadapi sebagai acuan penelitian. Data yangmerupakan data sekunder
diperoleh melalui studi kepustakaaan (Library Research), baik berupa buku,
jurnal, dokumen, majalah, dan makalah, serta data-data yang berasal dari
internet.
Sumber primer dari penelitian ini adalah buku ”The Mind Of Egypt
And Meani” karya Jan Assmann, buku ”Encyclopedia Of The Archaeology Of
Ancient Egypt” karya Kathryn A. Band, buku ”The Ancient Egyptians for
Dummies” karya Charlotte Booth, lalu buku ”Views of Ancient Egypt Since
Napoleon Bonaparte” karya David Jeffreys.
Sumber data sekunder dari penelitian ini adalah buku ”Dunia Arab
Masyarakat, Budaya dan Negara” karya Halim Barakat, buku tentang
”Metode Penelitian Budaya” karya Suwandi Endraswara, buku tentang ”Teori
Budaya” karya Sulasman dan Gumilar dan berupa jurnal, skripsi, artikel , dan
makalah yang berkaitan tentang ritual, upacara pemakaman secara umum dan
pemakaman pada masa Mesir Kuno.
20
b. Data
Data adalah semua informasi atau bahan yang disediakan oleh alam
(dalam arti luas), yang harus dicari, dikumpulkan, dan dipilih oleh peneliti.
Data dapat berwujud angka-angka, perkataan-perkataan, kalimat-kalimat,
wacana-wacana, gambar-gambar/foto-foto, rekaman-rekaman, catatan-
catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen, buku-buku (Subroto, 1992:34).
Data yang dikumpulkan berasal dari penelitian pustaka, yaitu proses
mencari, menelusuri, memilih data yang relevan dengan topik bahasan dan
menganalisa. Dalam penelitian ini data yang dikaji tentang kajian historis
budaya pemakaman pada masyarakat mesir kuno yang ada disana.
I. Metode Penelitian
Metode adalah suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu,
yang mempunyai langkah-langkah sistematis. Sedangkan metodologi adalah
suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam suatu metode. Jadi
metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan yang
terdapat pada penelitian.
1. Penelitian Kualitatif
Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan metode penelitian
kualitatif. Peneltitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dalam situasi
yang wajar dan data yang dikumpulkan umumnya bersifat kualitatif yang
berdasar pada filsafat fenomenologi yang mengutamakan penghayatan.
21
Metode ini berusaha memahai pola perilaku dan interaksi sosial antar
manusia dalam situasi tertentu.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan memahami
realitas sosial, yaitu melihat dunia dari apa adanya, bukan dunia yang
seharusnya, maka seorang peneliti kualitatif haruslah orang yang memiliki
sifat open minded. Karenanya, melakukan penelitian kualitatif dengan baik
dan benar bearti telah memiliki jendela untuk memahami dunia psikologi dan
realitas sosial.
Dalam penelitian sosial, masalah penelitian, tema, topik, dan judul
penelitian berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif. Baik substansial
maupun materil kedua penelitian itu berbeda berdasarkan filosofis dan
metedologis. Masalah kuantitatif umum memiliki wilayah yang luas, tingkat
variasi yang kompleks namun berlokasi dipermukaan. Akan tetapi masalah-
masalah kualitatif berwilayah pada ruang yang sempit dengan tingkat variasi
yang rendah namun memiliki kedalaman bahasa yang tak terbatas.
Penelitian kualitatif dilakukan pada kondisi alamiah dan bersifat
penemuan. Penelitian kualitatif, adalah instrumen kunci. Oleh karena itu,
penelitian harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas jadi bisa
bertanya, menganalisis, dan mengkonstruksi obyek yang diteliti menjadi lebih
jelas. Penelitian ini lebih menekankan pada makna dan terikat nilai. Penelitian
kualitatif digunakan jika masalah belum jelas, untuk mengetahui makna yang
22
tersembunyi, untuk memahami interaksi sosial, untuk mengembangkan teori,
untuk memastikan kebenaran data, dan meneliti sejarah perkembangan.
Adapun pengertian penelitian kuliatatif dapat dilihat dari beberapa
teori berikut ini:
a) Creswell (dalam Herdiansyah, 2010:8), menyebutkan:
“Qualitaive research is an inquiry process of understanding based on
distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human
problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analizes words,
report detailed views of information, and conducts the study in a natural
setting”. Penelitian Kualitatif adalah proses penyelidikan dan pemahaman
berdasarkan tradisi metodologi yang berbeda dari penyelidikan yang
mengeksplorasi masalah sosial atau manusia. Penelitian ini membangun,
menggambar holistik secara kompleks, menganalisis kata, melaporkan
informasi secara tepat, dan melakukan penelitian dalam pengaturan alam.
b) Meleong, mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah suatu
penelitian ilmiah, yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam
konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti
(Herdiansyah, 2010:9).
c) Penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk
menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau
23
keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau
digambarkan melalui pendekatan kuantitatif (Saryono, 2010:41).
d) Sugiyono (2011:15), menyimpulkan bahwa metode penelitian
kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah,
(sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument
kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi.
2. Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif, menurut Robert Donmoyer (dalam Given, 2008:
713) adalah pendekatan-pendekatan terhadap kajian empiris untuk
mengumpulkan, menganalisa, dan menampilkan data dalam bentuk numerik
dari pada naratif.
Menurut Cooper & Schindler (2006:229), riset kuantitatif mencoba
melakukan pengukuran yang akurat terhadap sesuatu. Penelitian kuantitatif
sering dipandang sebagai antitesis atau lawan dari penelitian kualitatif, walau
sebenarnya pembedaan kualitatif-kuantitatif tersebut agak menyesatkan.
Donmoyer beralasan, banyak peneliti kuantitatif tertarik mempelajari aspek-
aspek kualitatif dari fenomena. Mereka melakukan kuantifikasi gradasi
kualitas menjadi skala-skala numerik yang memungkinkan analisis statistik.
24
Pelabelan kuantitatif dan kualitataif juga menyesatkan karena para peneliti
kualitatif tidak bisa sama sekali menghindari kuantifikasi. Misalnya ketika
mereka menggunakan istilah kadang-kadang, sering, jarang, atau tidak
pernah, sebenarnya mereka telah melakukan semacam kuantifikasi dalam
bentuk yang kurang tepat. Lebih jauh lagi, ada peneliti kualitatif yang
bergerak melampaui bentuk kuantifikasi primitif dengan menyebarkan
kuesioner dan melaporkan hasil penelitian dalam bentuk statistik deskriptif.
Data numerik ini dipakai dalam penelitian kualitatif sebagai bagian
dari triangulasi atas temuan-temuan kualitatif dan/atau untuk menentukan
apakah hasil wawancara mendalam konsisten dengan pandangan mereka yang
tidak diwawancarai karena alasan lamanya waktu dan banyaknya tenaga yang
dikeluarkan.
3. Penelitian Deskriptif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu obyek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran,
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari penelitian
deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki.
Menurut Whintney (1960:37), metode deskriptif adalah pencarian
fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajarai
masalah-masalah dalam masyarakat serta tatacara yang berlaku dalam
25
masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan,
kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses
yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena.
Dalam metode deskriptif, peneliti bisa saja membandingkan fenomena-
fenomena tertentu sehingga merupakan suatu studi komparatif. Adakalanya
peneliti mengadakan klasifikasi, seerta penelitian terhadap fenomena-
fenomena dengan menetapkan suatu setandar atau suatu norma tertentu
sehingga banyak ahli menamakan metode deskriptif ini dengan nama survei
normatif (normative survey). Dengan metode deskriptif ini juga diselidiki
kedudukan (status) fenomena atau faktor dan melihat hubungan antara satu
faktor dengan faktor yang lain. Karenanya, metode deskriptif juga dinamakan
studi status.
Metode deskriptif juga ingin mempelajari norma-norma atau setandar-
setandar, sehingga penelitian deskriptif ini disebut juga survei normatif.
Dalam metode deskriptif dapat diteliti masalah normatif bersama-sama
dengan masalah setatus dan sekaligus membuat perbandingan-perbandingan
antar fenomena. Studi demikian dinamakan secara umum sebagai studi atau
penelitian deskriptif. Prespektif waktu yang dijangkau dalam penelitian
deskriptif, adalah waktu sekarang, atau sekurang-kurangnya jangka waktu
yang masih terjangkau dalam ingatan responden.
26
J. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penelitian ini terdiri dari tiga bab yang saling
berkaitan satu sama lain, yaitu bab satu yang berupa pendahuluan, bab dua
berisi tentang pembahasan dan bab tiga berisi tentang penutup. Masing
masing bab memiliki sub bab yang saling berkaitan satu sama lain.
Bab I merupakan bab yang berisi pendahuluan dengan sub bab berupa
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, sumber data dan data,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II merupakan bab yang berisi pembahasan dengan sub bab yang
menjelaskan mengenai Kajian Historis Budaya Pemakaman Pada Masyarakat
Mesir Kuno (2630-1070 SM).
Bab III merupakan bab yang berisi penutup dengan sub bab
kesimpulan dan saran. Kesimpulan adalah hasil yang telah didapat dari
peneliti dan saran yang ditujukan untuk peneliti dan pembaca.