BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id › 2484 › 1 › BAB I S.D...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.unj.ac.id › 2484 › 1 › BAB I S.D...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia akan terus belajar sampai akhir hayatnya. Begitu pula
karyawan, walau tidak lagi menjadi seorang siswa yang mempunyai tugas
dan tanggung jawab sebagai pelajar. Karyawan dalam suatu perusahaan
atau lembaga masih mempunyai tugas untuk terus mengembangkan
pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya. Itulah mengapa banyak
perusahaan atau lembaga membangun divisi diklat, kepanjangan dari
pendidikan dan pelatihan. Untuk membantu karyawan agar terus
mengembangkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki agar berguna
bagi pengembangan karirnya juga berguna untuk memajukan perusahaan
dan lembaga.
Pendidikan orang dewasa (andragogy) berbeda dengan pendidikan
anak – anak (paedagogy). Pendidikan anak – anak berlangsung dalam
bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa
berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan
masalah. Knowles meringkas enam asumsi utama tentang pembelajaran
orang dewasa yang merupakan dasar pembelajaran orang dewasa. Berikut
enam asumsi tersebut :
-
2
1. Konsep diri (Self-concept) 2. Pengalaman (Experience) 3. Kesiapan untuk belajar (Readiness to learn) 4. Orientasi untuk belajar (Orientation to learn) 5. Motivasi untuk belajar (Motivation to learn) 6. Kebutuhan untuk mengetahui (The need to know) 1
Karyawan sebagai orang dewasa dapat mengarahkan diri sendiri dalam
proses belajar. Menurut Crawford menerapkan metode andragogi yang paling
baik adalah saat mereka dapat diterapkan dalam situasi masyarakat dan
industri/perusahaan yang mendukung pembelajaran mandiri.2
PT. Drife Solusi Integrasi merupakan perusahaan rintisan (startup
company) yang berkembang dalam bidang teknologi informasi khususnya
pengembangan website dan digital marketing. Masalah yang sering dihadapi
oleh karyawan yang bekerja di bidang teknologi informasi adalah cepatnya
perkembangan teknologi. Itu berarti karyawan dituntut untuk terus
memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya. Maka dari itu dibutuhkan
penambahan divisi diklat untuk melayani kebutuhan karyawan dalam
membangun dan memperbaharui pengetahuan dan keterampilannya.
Pada perusahan rintisan (startup company) yang baru didirikan dan
berada dalam fase pengembangan maka segala sesuatu harus berjalan
dengan cepat. Begitu juga dengan cara karyawan dalam mengembangkan
1 Bryan Taylor dan Michael Kroth, “Andragogy’s Transition Into The Future: Meta-Analysis of
Andragogy and Its Search for a Measurable Instrument.” Mountain Plains Adult Education Association, https://www.mpaea.org/docs/pdf/Vol38No12009.pdf (diakses 27 Mei 2014). 2 Steven R. Crawford, “Andragogy-Malcolm Knowles”, Regis University; http://academic.regis.edu/ed205/Knowles.pdf (diakses 27 Mei 2014).
https://www.mpaea.org/docs/pdf/Vol38No12009.pdfhttp://academic.regis.edu/ed205/Knowles.pdf
-
3
pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya harus dilakukan mandiri dan
bersifat fleksibel.
Ada 2 metode pelatihan yang dapat digunakan dalam pelatihan yaitu
On-The-Job Training Methods dan Off-The-Job Training Methods. Setiap
metode mempunyai kelebihan dan kekurangan masing - masing. Menurut
Alipour dalam jurnalnya yang berjudul A Study of on the Job Training
Effectiveness: Empirical Evidence of Iran. Tujuan dari sesi on-the-job training
adalah untuk memberikan karyawan pengetahuan dan keterampilan tugas
tertentu di wilayah kerja.3 On-The-Job Training menjadi populer karena lebih
murah untuk dioperasikan dengan menempatkan karyawan di situasi kerja
dan membuat karyawan kelihatan langsung produktif. Karena mereka belajar
sambil mempraktekannya (learning by doing). Metode On-The-Job Training
cocok diaplikasikan pada perusahaan rintisan yang membutuhkan hasil yang
cepat dengan harga yang terjangkau karena dilakukan ditempat kerja4.
Namun peneliti akan memadukan On-The-Job Training Methods dan
Off-The-Job Training Methods dengan menggunakan salah satu metode
pembelajaran untuk Off-The-Job Training yaitu Computer Assisted
3 Mehrdad Alipour, “A Study of on the Job Training Effectiveness: Empirical Evidence of Iran.” Canadian Center of Science and Education, http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/viewFile/4207/3646?origin=publication_detail (diakses 25 April 2014). 4 David A. Decenzo dan Stephen P. Robbins, Human Resource Management ( New York:John Wiley & Sons, Inc., 2002), h. 217.
http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/viewFile/4207/3646?origin=publication_detailhttp://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijbm/article/viewFile/4207/3646?origin=publication_detail
-
4
Instruction. Komputer telah merubah cara orang ditempat kerja belajar.
Belajar lebih mandiri dan individual.
Metode saja tidak cukup. Untuk membangun training dibutuhkan
prinsip pembelajaran yang dapat diterapkan di lingkungan kerja. Karena
pelatihan adalah suatu bentuk pendidikan, beberapa teori belajar dapat
diterapkan untuk pelatihan. Berikut ini adalah ringkasan singkat dari prinsip-
prinsip pembelajaran dapat diterapkan untuk pelatihan kerja. 5
1. Peserta pelatihan harus termotivasi untuk belajar (The trainee must be motivated to learn)
2. Peserta pelatihan harus mampu untuk belajar (The trainee must be able to learn)
3. Pembelajaran harus diperkuat (The learning must be reinforced) 4. Pelatihan harus menyediakan materi untuk praktek (The training
must provide for practice of the material) 5. Materi yang disajikan harus bermakna (The material presented must
be meaningful) 6. Materi harus dikomunikasikan secara efektif (The material must be
communicated effectively) 7. Materi yang diajarkan harus ditransfer ke pekerjaan (The material
taught must transferred to the job) 6 Dari ketujuh prinsip pembelajaran dan gabungan kedua metode (On-
The-Job Training Methods dan Off-The-Job Training Methods) maka akan
dibuat sebuah e-training yaitu suatu pembelajaran elektronik (e-learning)
dimana karyawan dapat mempelajari materi – materi yang telah disediakan
oleh pihak HRD dan akan diawasi dan dites langsung oleh masing – masing
kepala divisi.
5 John M. Ivancevich dan Robert Konopaske, Human Resource Management (New York: Mc Graw Hill, 2013), h. 411. 6 Ibid., h. 397.
-
5
E-training merupakan sistem pelatihan mandiri berbasis e-learning
(electronic learning) yang nantinya akan membuat karyawan termotivasi
untuk belajar dengan menerapkan reward pada setiap materi pembelajaran
yang diambil oleh karyawan. Dengan materi pelatihan yang berasaskan
ketujuh prinsip – prinsip pembelajaran yang telah dipaparkan sebelumnya.
Dan pada penelitian ini akan diteliti keefektifan pelatihan mandiri berbasis e-
learning terhadap kinerja karyawan PT. Drife Solusi Integrasi dari
pengembangan e-training yang akan dibuat.
Berdasarkan uraian tersebut penulis terdorong untuk melakukan
penelitian mengenai pengembangan pelatihan berbasis e-training. Adapun
judul dari penelitian ini adalah “Rancangan Model Pelatihan Sumber Daya
Manusia Berbasis E-Training dalam Rangka Implementasi Learning
Organization (Organisasi Pembelajar) Studi R and D bagi Pengembangan
Lembaga Diklat di PT. Drife Solusi Integrasi.”
B. Fokus Masalah
Penelitian akan difokuskan pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan karyawan dan penilaian tingkat kelayakan pelatihan berbasis e-
training.
-
6
C. Perumusan Masalah
Dari fokus masalah yang peneliti tentukan diatas maka peneliti dapat
merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis model pelatihan berbasis e-training di PT. Drife
Solusi Integrasi?
2. Bagaimana perencanaan model pelatihan berbasis e-training di PT. Drife
Solusi Integrasi?
3. Bagaimana hasil pengembangan model pelatihan berbasis e-training di
PT. Drife Solusi Integrasi?
4. Bagaimana hasil pengujian model pelatihan berbasis e-training di PT.
Drife Solusi Integrasi?
D. Kegunaan Hasil Penelitian
Penelitian studi R and D ini diharapkan dapat memiliki kegunaan
dalam memperkaya khasanah ilmu pelatihan dan juga dapat diterapkan
dalam dunia kerja khususnya bidang pelatihan berbasis e-training.
1. Kegunaan Teoretik
a. Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam ilmu dan
pengetahuan yang berhubungan dengan peningkatan pelatihan.
b. Untuk dijadikan bahan masukan bagi kepentingan pengembangan
ilmu bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melakukan penelitian
-
7
lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum
tercakup dalam penelitian ini.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi PT. Drife Solusi Integrasi dapat digunakan sebagai model
pelatihan dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan
karyawan.
b. Bagi karyawan PT. Drife Solusi Integrasi dapat menunjang aktivitas
karyawan dan menunjang dalam peningkatan karir.
c. Bagi PT. Drife Solusi Integrasi dapat dimanfaatkan untuk
meningkatkan performa perusahaan.
-
8
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A. Hakikat Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia
Sebelum membahas mengenai pengembanga sumber daya manusia
lebih mendalam. Penulis akan terlebih dahulu menjelaskan mengenai
hubungan antara manajemen sumber daya manusia atau human resource
management (HRM) dengan pengembangan sumber daya manusia atau
human resource development (HRD). Pengembangan sumber daya manusia
adalah komponen dari manajemen sumber daya manusia dimana HRD
mendukung fungsi HRM dalam pelatihan dan pengembangan karyawan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam HRM’s di bawah ini :
-
9
Gambar 2.1 HRM’s Wheel Sumber : Haslinda A, “Evolving Terms of Human Resource Management and
Development” 1
1 Haslinda A, “Evolving Terms of Human Resource Management and Development”, The Journal of International Social Research, http://www.sosyalarastirmalar.com/cilt2/sayi9pdf/haslinda.pdf (diakses 31 Agustus 2014).
http://www.sosyalarastirmalar.com/cilt2/sayi9pdf/haslinda.pdf
-
10
Manajemen sumber daya manusia dan pengembangan sumber daya
manusia merupakan dua gelar yang berbeda. Untuk lebih lengkapnya akan
dijelaskan pada table di bawah ini:
Manajemen Sumber Daya Manusia
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Definisi : Manajemen sumber daya manusia adalah proses mengelola bakat manusia untuk mencapai tujuan organisasi.
Definisi : Pengembangan sumber daya manusia adalah serangkaian kegiatan yang diselenggarakan dan dilakukan dalam waktu tertentu dan dirancang untuk menghasilkan perubahan perilaku
Proses :
Rekrutmen dan seleksi
Kompensasi dan benefit
Tenaga kerja dan hubungan industrial
Manajemen keselamatan dan kesehatan
Proses :
Pelatihan dan pengembangan
Manajemen penilaian kinerja
Perencanaan dan pengembangan karir
Manajemen perubahan
Sumber : Haslinda A, “Evolving Terms of Human Resource Management and
Development2
Pengembangan sumber daya manusia menurut Wilson, “Human
Resource Development (HRD) is a title which represents the latest
evolutionary stage in the long tradition of training, educating and developing
people for the purpose of contributing towards the achievement of individual,
organizational and societal objectives. Unfortunately, along with its partner
2 Ibid., h. 181.
Tabel 2.1 Perbandingan Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Pengembangan Sumber Daya Manusia
-
11
Human Resource Management (HRM), it has attracted a certain amount of
criticism for its 'insensitive depiction' of people as replacement parts serving
the mechanistic requirements of the organization”. 3 Definisi pengembangan
sumber daya manusia adalah gelar yang merepresentasikan tahap evolusi
terbaru dalam tradisi panjang pelatihan, mendidik dan mengembangkan
orang – orang untuk tujuan memberikan kontribusi terhadap pencapaian
tujuan individu, organisasi dan masyarakat.
Pengembangan sumber daya manusia Menurut Werner dan
DeSimone, “a set of systematic and planned activities designed by an
organization to provide its members with the opportunities to learn necessary
skills to meet current and future job demands”. 4 Definisi pengembangan
sumber daya manusia adalah satu set kegiatan sistematis dan terencana
yang dirancang oleh suatu organisasi untuk memberikan anggotanya dengan
kesempatan untuk belajar keterampilan yang diperlukan untuk memenuhi
tuntutan pekerjaan saat ini dan masa depan.
Menurut Gibb, “HRD as a process is about more than the provision of
training courses in workplaces. The definition adopted here is that HRD
involves a process of observation, planning, action and review to manage the
cognitive capacities, capabilities and behaviours needed to enable and
3 John P. Wilson, Human Resource Development 2nd edition, (London: Kogan Page Limited, 1999), h. 3. 4 Jon M. Werner dan Randy L. DeSimone, Human Resource Development 6th Edition, (Canada: Cengage Learning, 2012), h. 4.
-
12
improve individual, team and organisational performance in work
organisations”. Pengembangan sumber daya manusia sebagai suatu proses
adalah lebih dari penyedia kursus pelatihan di tempat kerja. Menurut Gibb
Pengembangan sumber daya manusia melibatkan serangkaian proses mulai
dari pengamatan, perencanaan, aksi dan meninjau untuk mengelola
kapasitas kognitif, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk
mengaktifkan dan meningkatkan individu, tim dan kinerja organisasi dalam
bekerja. Proses di atas digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.2 Proses Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sumber : Stephen Gibb, “Human Resource Development” 5
Menurut Swanson dan Holton, “HRD is a process for developing and
unleashing human expertise through organization development and
5 Stephen Gibb, Human Resource Development, (Great Britain: Edinburgh Business School,2006), h. 2.
-
13
personnel training and development for the purpose of improving
performance”. 6 HRD adalah proses untuk mengembangkan dan melepaskan
keahlian manusia melalui pengembangan organisasi dan pelatihan personil
dan pengembangan untuk tujuan meningkatkan kinerja.
Menurut Luthans keterampilan pengembangan sumber daya manusia
merupakan keterampilan yang harus dimiliki setiap pemimpin “because
human resources are so much a part of leadership effectiveness, leaders
must have human resource development (HRD) skills of developing a
learning climate, designing and conducting training programs, transmitting
information and experience, assessing results, providing career counseling,
creating organizational change, and adapting learning materials”. 7
Keterampilan pengembangan sumber daya manusia merupakan
keterampilan yang harus dimiliki setiap pemimpin karena pemimpin
mempunyai fungsi yaitu mengembankan sumber daya manusia yang ada
dalam organisasainya. Keterampilan yang dimiliki yaitu keterampilan
mengembangkan iklim belajar, merancang dan melaksanakan program
pelatihan, transmisi informasi dan pengalaman, menilai hasil, memberikan
konseling karir, menciptakan perubahan organisasi dan mengadaptasi bahan
pembelajaran.
6 Richard A. Swanson dan Elwood F. Holton III, Foundation of Human Resource Development, (San Francisco: Barret-Koehler Publisher,2001), h. 4. 7 Fred Luthans, Organizational Behavior An Evidence-Based Approach, (New York: McGraw Hill Companies, Inc., 2011), h. 464.
-
14
Dari definisi konsep di atas dapat disimpulkan bahwa Pengembangan
sumber daya manusia atau Human Resource Development (HRD)
merupakan bagian dari manajemen sumber daya manusia atau Human
Resource Management (HRM). HRD lebih berfokus pada penyelenggaraan
pelatihan yang akan menghasilkan perubahan perilaku pada setiap individu
yang ada dalam lingkup organisasi. Dari definisi konsep dapat disintesiskan
bahwa pengembangan sumber daya manusia adalah satu set kegiatan
sistematis dan terencana yang dirancang oleh suatu organisasi dalam waktu
tertentu yang bertujuan untuk mengubah perilaku, memberikan anggotanya
dengan kesempatan untuk belajar keterampilan yang diperlukan untuk
memenuhi tuntutan pekerjaan saat ini dan masa depan, mengembangkan
orang – orang untuk tujuan memberikan kontribusi terhadap pencapaian
tujuan individu, organisasi dan masyarakat dalam bentuk pelatihan dan
pengembangan.
1. Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Strategi pengembangan sumber daya manusia didefinisikan oleh
Walton (1999) sebagai strategi pengembangan sumber daya manusia
melibatkan, memperkenalkan, menghilangkan, memodifikasi,
mengarahkan dan membimbing proses sedemikian rupa bahwa semua
individu dan tim yang dilengkapi dengan keterampilan dan pengetahuan
dan kompetensi yang mereka butuhkan untuk melakukan tugas saat ini
dan masa depan yang dibutuhkan oleh organisasi. Seperti yang
-
15
dijelaskan oleh Harrison (2000) HRD strategis adalah pembangunan
yang muncul dari visi yang jelas tentang kemampuan dan potensi orang
dan beroperasi dalam kerangka strategis keseluruhan bisnis. HRD
strategis mengambil pandangan jangka panjang yang luas dan tentang
bagaimana kebijakan dan praktek pengembangan sumber daya manusia
dapat mendukung pencapaian strategi bisnis. 8
2. Tujuan Strategi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Strategi pengembangan sumber daya manusia bertujuan untuk
menghasilkan kerangka kerja yang koheren dan komprehensif untuk
mengembangkan masyarakat melalui penciptaan budaya belajar dan
perumusan strategi pembelajaran organisasi dan individu. Tujuannya
adalah untuk meningkatkan kemampuan sumber daya sesuai dengan
keyakinan bahwa sumber daya manusia sebuah perusahaan merupakan
sumber utama keunggulan kompetitif. Oleh karena itu pengembangan
adalah modal intelektual yang dibutuhkan oleh organisasi serta
memastikan bahwa kualitas orang yang tepat tersedia untuk memenuhi
kebutuhan sekarang dan masa depan. Dorongan utama dari HRD
strategis adalah untuk memberikan lingkungan dimana orang didorong
untuk belajar dan berkembang.9
8 Michael Armstrong, Strategic Human Resource Managemen a Guide to Action 4th Edition, (Great Britain: Kogan Page, 2008), hh. 175-176. 9 Ibid., h. 176.
-
16
3. Filosofi Pengembangan Sumber Daya Manusia
Filosofi yang mendasari pengembangan sumber daya manusia
adalah sebagai berikut :
a. Human resource development makes a major contribution to the successful attainment of the organization’s objectives, and investment in it benefits all the stakeholders of the organization.
b. Human resource development plans and programmes should be integrated with and support the achievement of business and human resource strategies.
c. Human resource development should always be performance-related –designed to achieve specified improvements in corporate, functional, team and individual performance and make a major contribution to bottom-line results.
d. Everyone in the organization should be encouraged and given the opportunity to learn – to develop their skills and knowledge to the maximum of their capacity.
e. The framework for individual learning is provided by personal development plans that focus on self-managed learning and are supported by coaching, mentoring and formal training.
f. The organization needs to invest in learning and development by providing appropriate learning opportunities and facilities, but the prime responsibility for learning and development rests with individuals, who will be given the guidance and support of their managers and, as necessary, members of the HR department.10
4. Elemen Pengembangan Sumber Daya Manusia
Elemen – elemen kunci dari pengembangan sumber daya manusia
yaitu “a) learning, b) training, c) development, d) education” 11
a. Learning – defined by Bass and Vaughan (1966) as ‘a relatively permanent change in behaviour that occurs as a result of practice or experience’. As Kolb (1984) describes it, ‘Learning is the major process of human adaptation.
10 Ibid., hh. 176-177. 11 Ibid., h. 177.
-
17
b. Training – the planned and systematic modification of behaviour through learning events, programmes and instruction that enable individuals to achieve the levels of knowledge, skill and competence needed to carry out their work effectively.
c. Development – the growth or realization of a person’s ability and potential through the provision of learning and educational experiences.
d. Education – the development of the knowledge, values and understanding required in all aspects of life rather than the knowledge and skills relating to particular areas of activity.
B. Learning Organization
Belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam perilaku (atau
kecenderungan perilaku) yang terjadi sebagai akibat dari interaksi seseorang
dengan lingkungan. Pembelajaran terjadi ketika pelajar berperilaku
berbeda. 12 Senge, seorang professor dari Massachusetts Institute of
Technology mempopulerkan istilah learning organization dibukunya yang
berjudul The Fifth Discipline The Art and Practice of The Learning
Organization.
Learning organization menurut Senge :
An organization that is continually expanding its capacity to create its future. For such an organization, it is not enough merely to survive. “Survival learning” or what is more often termed “adaptive learning” is important indeed it is necessary. But for a learning organization, “adaptive learning’ must be joined by “generative learning”, learning that enhances our capacity to create. 13
12 McShane dan Von Glinow, Organizational Behavior: essentials (New York: The Mc-Graw-Hill Companies, Inc., 2007),h. 14. 13 Peter Senge, The Fifth Discipline The Art and Practice of The Learning Organization (Great Britain: Doubleday Dell Publishing Group, Inc, 1992),h. 14.
-
18
Senge mendefinisikan bahwa learning organization adalah sebuah
organisasi yang terus berkembang kapasitasnya untuk menciptakan masa
depan. Senge menambahkan bahwa organisasi semacam itu tidak cukup
hanya untuk bertahan hidup “survival learning” atau yang sering disebut
“adaptive learning”. “adaptive learning” memang perlu dan penting tapi untuk
organisasi belajar “adaptive learning” harus bergabung dengan “generative
learning” yaitu belajar meningkatkan kapasitas untuk menciptakan sesuatu.
Definisi di atas diperluas dengan mendeskripsikan bahwa learning
organization seperti “sekelompok orang yang bekerja sama untuk bersama
meningkatkan kapasitas mereka untuk menghasilkan sesuatu yang mereka
pedulikan”.Interpretasi praktis dari ide di atas menghasilkan definisi dari
learning organization.
Menurut Kreitner dan Kinicki, learning organization adalah “one that
proactively creates, acquires, and transfers knowledge and that changes its
Behavior on the basis of new knowledge and insight”. Dari definisi tersebut,
dapat dipecah menjadi 3 komponen bagian dan kita akan jelas melihat
karakteristik dari learning organization.
1. New ideas are a prerequisite for learning. Learning organizations actively try to infuse their organizations with new ideas and information. They do this constantly scanning their external environments, hiring new talent and expertise when needed, and by devoting significant resources to train and develop their employees.
2. New knowledge must be transferred throughout the organization. Learning organization strive to reduce structural,
-
19
process and interpersonal barriers to the sharing of information, ideas and knowledge among organizational members.
3. Behavior must change as a result of new knowledge. Learning organizations are results oriented. They foster an environment in which employees are encouraged to use new behaviors and operational processes to archive corporate goals. 14
Menurut Dogson dalam Understanding and Managing
Organizational Behavior 6th Edition learning organization “is a learning
organization is an organization that purposefully takes steps to enhance and
maximize the potential for explorative and exploitative organizational learning
to take place”. 15 Learning organization adalah organisasi yang sengaja
mengambil langkah untuk meningkatkan dan memaksimalkan potensi
pembelajaran organisasi eksploratif dan eksploitatif berlangsung.
Wick dan Leon juga berpendapat learning organization adalah
“organization that ‘continually improves by rapidly creating and refining the
capabilities required for future success”. 16 Learning organization merupakan
sebuah organisasi yang terus meningkat dengan cepat membuat dan
menyempurnakan kemampuan yang diperlukan untuk sukses di masa depan.
Berbeda dengan Dogson, Cartwright dalam Management
Supervision in Law Enforcement, “a learning organization is one in which
talented people are provided with growth opportunities that keep them
14 Robert Kreitner dan Angelo Kinicki, Organizational Behaviour 5th Edition (New York: McGraw Hill Companies,Inc., 2001),hh. 676-677. 15 Jennifer M. George dan Gareth R. Jones, Understanding and Managing Organizational Behavior 6th Edition, (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2012), h. 458. 16 Michael Armstrong, op.cit., h. 180.
-
20
learning and that can help recruitment as well as retention”. 17 Learning
organization lebih memfokuskan dimana orang – orang berbakat disediakan
dengan peluang pertumbuhan yang membuat mereka belajar dan yang dapat
membantu perekrutan serta retensi.
Dari deskripsi konsep di atas dapat disintesiskan bahwa learning
organization merupakan sekelompok orang yang tergabung dalam organisasi
yang bekerjasama untuk menghasilkan sesuatu yang mereka pedulikan dan
menyempurnakan kemampuan untuk sukses di masa mendatang. Dengan
memperhatikan 3 komponen learning organization yaitu ide baru yang
merupakan prasyarat untuk belajar, pengetahuan baru harus ditransfer
diseluruh organisasi dan perilaku harus berubah sebagai hasil dari
pengetahuan baru.
1. Karakteristik Learning Organization
Senge memvisualisasikan learning organization dalam 5
karakteristik learning organization yaitu “a) personal mastery, b) shared
vision, c) mental models, d) team learning, e) systems thinking”18
17 Karen Motion Hess dan Christine Hess Orthmann, Management and Supervision in Law Enforcement, (New York: Delmar Cengage Learning, 2012), h. 245. 18 Reza Najafbagy dan Homa Dorudi, “Model of Learning Organization in Broadcasting Organization of Islamic Republic of Iran,” Serbian Journal of Management, http://www.sjm06.com/SJM%20ISSN1452-4864/5_2_2010_November_189-281/5_2_213-225.pdf (diakses 1 September 2014).
-
21
a. Personal Mastery
Senge mengatakan suatu organisasi tidak bisa belajar kecuali
anggota mereka mulai belajar. Belajar mengembangkan kemampuan
pribadi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Kemampuan dan
kompetensi artinya menjadi aktif, mampu, memiliki sikap kreatif dan
hidup aktif tidak pasif.
b. Shared Vision
Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap visi yang
dirumuskan bersama dan telah ditetapkan sebelumnya, sehingga
organisasi dapat lebih kuat dan produktif bila didasari pada
kesamaan visi sehingga fokus terhadap pencapaian tujuan tersebut
dapat maksimal. Fokus terhadap satu titik tujuan menjadikan fungsi
kerjasama tim menjadi lebih efektif. Meskipun terdapat perbedaan
cara pandang ataupun metodologi dalam pelaksanaan tugas, akan
tetapi dengan tetap menjunjung tinggi kesamaan visi dan tujuan yang
hendak dicapai, maka perbedaan tersebut tidak akan menjadi
penghambat ataupun perpecahan.
c. Mental Models
Setiap anggota mempunyai sudut pandang yang berbeda
tergantung latar belakang, pendidikan dan pengalaman masing –
masing, karena pola mental tiap anggota berbeda dalam bereaksi
terhadap kendala kerja yang dihadapi. Untuk itu perlu dibentuk
-
22
paradigma yang menitik beratkan pada bagaimana proses berjalan,
bukan bagaimana hasil yang didapat. Karena pembelajaran
merupakan suatu proses pengulangan dan perbandingan berbagai
keadaan, kegagalan hasil yang dapat dicapai merupakan materi yang
pembelajaran yang sangat baik untuk berkembang.
d. Team Learning
Senge mengatakan, dunia ini penuh dengan orang – orang
berbakat tetapi penting bahwa mereka harus tahu bagaimana bekerja
dan bertindak bersama – sama. Senge menunjukan dua komponen
penting dalam pembelajaran tim, yang pertama adalah percakapan
dan yang kedua adalah praktek.
e. Systems Thinking
Bahwa adanya keterkaitan yang kuat antar bagian dalam
organisasi, dimana kesatuan tersebut akan menguat hanya bila
saling mendukung satu sama lain. Setiap anggota organisasi harus
memiliki cara berpikir sebagai suatu system sehingga mampu
melihat suatu hal secara keseluruhan dan berkaitan. Sebagai bagian
dari sistem, setiap elemen organanisasi wajib memikirkan apa dan
bagaimana mengerjakan tugas-tugas dengan baik dan benar,
sehingga akan selalu muncul kreatifitas, inovasi dan ide-ide baru
sebagai hasil pembelajaran dalam pelaksanaan tugas tersebut.
-
23
2. Hubungan MSDM dalam Learning Organization
Learning organization ada karena mereka membuat kekuatan
manusia yang lebih kuat untuk menghadapi tantangan. Oleh karena itu,
manajemen sumber daya manusia (MSDM) harus memainkan peran baru
untuk membantu organisasi bergeser dari cangkang lama mereka
dengan yang baru. Gambar dibawah ini memberikan ide untuk MSDM
untuk membantu karyawan menjadi bagian dari organisasi belajar.
Gambar 2.3 MSDM dalam Learning Organization Sumber : Ping Yu Wang, “Human Resource Management Plays a New Role in
Learning Organization” 19
19 Ping Yu Wang, “Human Resource Management Plays a New Role in Learning Organization,” The Journal of Human Resource and Adult Learning,
-
24
Manajemen sumber daya manusia mampu menyediakan berbagai
cara untuk membantu orang – orang dalam organisasi untuk mencapai
lima disiplin (Senge, 1990) sepeti : “ a) personal mastery, b) mental
models, c) building shared vision, d) team learning, e) system thinking”20
a. Personal Mastery
Sejak manajemen sumber daya manusia bertanggung jawab
untuk memperkerjakan karyawan, penting untuk mengetahui apakah
karyawan baru benar – benar mencintai pekerjaan mereka dan mau
belajar hal – hal dari pekerjaan mereka. Merekrut orang – orang yang
memiliki sikap kerja positif akan menguntungkan organisasi untuk
menciptakan budaya yang lebih baik. Selain itu untuk tujuan
karyawan mengetahui lebih baik lagi mengenai diri mereka sendiri,
MSDM dapat memberikan kepribadian dan minat tes dan daftar
analisis diri. Dengan melakukan ini orang akan lebih mudah untuk
menghadapi keterbatasan dan kesulitan mereka dan untuk
menghadapi perubahan.
b. Mental Models
Mental models dilakukan untuk melatih pikiran mereka, MSDM
dapat memberikan orang dengan kelas EQ (emotional quotient),
selain itu sistem penghargaan yang adil diperlukan untuk mendorong
http://hraljournal.com/Page/8%20Ping%20Yu%20Wang.pdf (diakses 1 September 2014). 20 Ibid., hh. 55-56.
http://hraljournal.com/Page/8%20Ping%20Yu%20Wang.pdf
-
25
karyawan agar lebih terbuka dan positif dengan rekan kerja dan
bersedia untuk mengadopsi tantangan baru.
c. Building Shared Vision
Untuk membangun visi bersama MSDM perlu memberikan arus
komunikasi dua arah dan menerbitkan buletin perusahaan sehingga
orang akan lebih mudah untuk menahan visi bersama tentang masa
depan dengan komitmen dan pemahaman bersama.
d. Team Learning
Untuk tujuan pembelajaran tim, MSDM perlu menyediakan
kelas on-job training dan kegiatan kelompok memegang atau
mengadakan kegiatan kelompok atau membuat proyek yang menarik
untuk memberikan kesempatan orang untuk bekerja dan belajar
bersama – sama. Dengan menghadiri kelas atau kegiatan ini
bersama – sama, tim akan lebih mudah untuk membangun
kesadaran diri mereka, untuk membantu dan mendorong
pembelajaran orang lain dan untuk meningkatkan kreativitas mereka.
e. System Thinking
Berpikir sistem bertujuan untuk membantu orang berpikir lebih
sistematis, MSDM perlu menciptakan pedoman umum pemecahan
masalah prosedur untuk karyawan. Selain itu, membangun sistem
yang mentoring akan diperlukan untuk membimbing karyawan baru
untuk mengadopsi budaya organisasi.
-
26
3. Learning Organization dan Knowledge Management
Pengetahuan adalah unsur yang sangat penting dalam learning
organization (Marquardt 1996). Karyawan perlu pengetahuan untuk
meningkatkan keterampilan mereka dalam meningkatkan produk dan
jasa yang juga akan memberikan kualitas pelayanan yang baik kepada
klien dan konsumen. Pengetahuan ini diperlukan untuk memperbarui
produk dan jasa serta mengubah sistem dan struktur untuk
mengkomunikasikan solusi dalam menyelesaikan masalah. Singkatnya
pengetahuan sangat penting untuk memungkinkan organisasi untuk
tumbuh. Individu dapat datang dan pergi tetapi pengetahuan yang
berharga tidak bisa hilang atau perusahaan tidak akan bertahan.
Ada empat jenis subsistem pengetahuan yaitu knowledge
acquisition, knowledge creation, knowledge storage dan knowledge
transfer and utilization (Marquadrdt 1996). Untuk organisasi, untuk belajar
secara efektif dan efisien, proses dalam subsistem pengetahuan harus
menjadi proses yang berkelanjutan dan interaktif. Knowledge
Management (KM) membutuhkan kedua modus proaktif dan reaktif.
Dengan KM menjadi semakin penting, organisasi yang memiliki
kemampuan untuk belajar atau kemampuan untuk membuat dan
mendapatkan pengatahuan, akan memiliki kekuatan sumber daya yang
jelas.
-
27
Gambar 2.4 Implementasi Model Sistem E-Training dalam Learning
Organization Sumber : Hamid Suraya et al., “The Design and Development of an Open and
Flexible E-Training System for the Creation of Learning Organization” 21
Untuk berhasil menerapkan KM dalam organisasi, memerlukan
budaya yang kuat berbagi informasi. Cara termudah untuk menerapkan
budaya ini adalah dengan memiliki pelatihan in-house bagi karyawan. E-
Training mampu memperluas konsep ini lebih lanjut dengan menyediakan
sebuah platform terbuka dan fleksibel bagi karyawan untuk mengakses.
Namun tanpa sistem implementasi yang tepat, akan sulit untuk
mempertahankan budaya belajar. Dengan memiliki sistem E-Training
21 Hamid Suraya et al., “The Design and Development of an Open and Flexible E-Training System for the Creation of Learning Organization”. Journal of Information Systems, Research
and Practices, http://umrefjournal.um.edu.my/filebank/published_article/2312/653.pdf (diakses 4 September 2014).
http://umrefjournal.um.edu.my/filebank/published_article/2312/653.pdf
-
28
yang memiliki pendekatan sistematis dan fleksibel, maka learning
organization akan berkembang dan memperkuat dari waktu ke waktu.
Salah satu perusahaan yang menerapkan knowledge
management adalah Google. Menurut Chief Financial Officer Google,
George Reyes mengatakan bahwa perusahaannya adalah benar – benar
learning organization. Ini perspektif organisasi, yang disebut knowledge
management termasuk kegiatan terstruktur lainnya yang meningkatkan
kapasitas organisasi untuk memperoleh, berbagi dan menggunakan
pengetahuan dengan cara meningkatkan kelangsungan hidup dan
keberhasilan. Knowledge management adalah sebuah cabang dari
pandangan sistem terbuka karena menganggap bahwa organisasi harus
berinteraksi dengan lingkungannya. Google adalah learning organization
yang menerapkan knowledge management karena secara aktif mencari
orang berpengetahuan untuk mendukung dengan berbagi pengetahuan
dan kreativitas yang mendorong karyawan untuk segera
mentransformasikan pengetahuan yang menjadi layanan/produk
berharga seperti mesin pencari Google, Google Desktop, Gmail, Google
News dan Google Translate. Bahkan setelah layanan dibuat, organisasi
belajar dari umpan balik tentang bagaimana masyarakat menggunakan
layanan tersebut.
Bekal pengetahuan dalam organisasi disebut modal intelektual
(intellectual capital) yang dapat memberikan keunggulan kompetitif.
-
29
Berikut ini macam – macam model intelektual. Pertama modal manusia
(human capital) ini adalah pengetahuan bahwa karyawan memiliki dan
menghasilkan termasuk keterampilan, pengalaman dan kreativiats.
Kedua adalah modal structural (structural capital) yang merupakan
pengetahuan yang ditangkap dan disimpan dalam sistem dan struktur
organisasi. Ini adalah pengetahuan yang tersisa setelah semua modal
manusia sudah tidak ada. Terakhir adalah modal hubungan (relationship
capital) ini adalah nilai yang berasal dari hubungan organisasi dengan
pelanggan, pemasok dan pemangku kepentingan eksternal lain yang
saling menyediakan nilai tambah bagi organisasi. Misalnya loyalitas
pelanggan serta kepercayaan antara organisasi dan pemasoknya.
Untuk menjaga modal intelektual, organisasi bergantung pada
kemampuan mereka untuk memperoleh, berbagi dan menggunakan
pengetahuan secara efektif. Proses ini disebut learning organization
karena perusahaan harus terus belajar tentang berbagai lingkungan
mereka untuk bertahan hidup dan berhasil melalui adaptasi. Kapasitas
untuk memperoleh, berbagai dan menggunakan pengetahuan berarti
bahwa perusahaan memiliki sistem yang mapan, struktur dan nilai - nilai
organisasi yang mendukung proses knowledge management. 22
22 McShane dan Von Glinow, Organizational Behavior 4th Edition, (New York: McGraw Hill Companies, Inc., 2008), h. 21.
-
30
C. Hakikat Pelatihan
Pelatihan merupakan pengaplikasian yang tepat dalam
mengimplementasikan prinsip – prinsip belajar dalam organisasi (learning
organization). Pelatihan menurut Greenberg, “the process through which
people systematically acquire and improve the skills and abilities need to
improve their job performance”. Pelatihan adalah suatu proses dimana orang
– orang secara sistematis memperoleh dan meningkatkan keterampilan dan
kemampuan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja mereka.23
Menurut Decenzo dan Robbins, “training more present day, its focus is
on the individual's current job, enhancing those specific skills and abilities to
immediately perform their jobs”. 24 Pelatihan lebih berorientasi masa kini,
fokusnya adalah pada pekerjaan individu saat ini, keterampilan dan
kemampuan khusus untuk segera melakukan pekerjaan mereka.
Menurut Dessler, “training means giving new or current employees the
skills they need to perform their jobs”. 25 Pelatihan berarti memberikan
karyawan baru maupun karyawan lama keterampilan yang mereka butuhkan
untuk melakukan pekerjaan mereka. Dessler juga mengungkapkan hal yang
senada yaitu Selain meningkatkan keterampilan karyawan pelatihan juga
23 Jerald Greenberg, Managing Behavior in Organization, (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2010), h. 116. 24 David A. Decenzo dan Stephen P. Robbins, Human Resource Management ( New York:John Wiley & Sons, Inc., 2002), h. 215. 25 Gary Dessler, Human Resource Management (New Jersey: Pearson Education, Inc., 2011), h. 292.
-
31
bertujuan untuk mengubah perilaku karyawan sehingga mengarah pada
tujuan organisasi.
Sudah menjadi bagian dari tugas divisi manajemen sumber daya
manusia untuk mendidik, melatih dan mengembangkan sumber daya
manusia dalam perusahaan. Menurut Williams, “training means opportunities
for employees to develop the job-specific skills, experience, and knowledge
they need to their jobs or improve their performance”. 26 Pelatihan berarti
memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan
keterampilan pekerjaan tertentu, pengalaman dan pengetahuan yang mereka
butuhkan untuk melakukan pekerjaan mereka atau meningkatkan kinerja
mereka.
Longnecker dan LFink dalam buku Ivancevich dan Konopaske
menjelaskan bahwa, “training is the systematic process of altering the
behavior of employees in a direction that will achieve organization goals.
Training is related to present job skills and abilities. It has a current orientation
and helps employees master specific skills and abilities needed to be
successful”. 27 Pelatihan adalah proses sistematis mengubah perilaku
karyawan dalam arah mencapai tujuan organisasi. Pelatihan terkait untuk
menyajikan keterampilan kerja dan kemampuan. Pelatihan memiliki orientasi
26 Chuck Williams, Management (South-Western: Thomson Corporation, 2005), h. 488. 27 John M. Ivancevich dan Robert Konopaske, Human Resource Management (New York: Mc Graw Hill, 2013), h. 395.
-
32
saat ini dan membantu karyawan menguasai keterampilan dan kemampuan
tertentu yang dibutuhkan untuk menjadi sukses.
Pelatihan dan pengembangan menurut Wexley dan Latham dalam
Pynes “training and development has been defined as a planned effort by an
organization to facilitate the learning of job-related behavior on the part of its
employees”. 28 Pelatihan dan pengembangan didefinisikan sebagai upaya
terencana oleh sebuah organisasi untuk memfasilitasi pembelajaran perilaku
yang berhubungan dengan pekerjaan terkait yang menjadi bagian dari
karyawan. Penting untuk dicatat kata terencana (planned) yang diungkapkan
dalam definisi training menurut Wexley dan Latham’s, berikut pertanyaan
yang perlu dijawab dalam merencanakan training :
a. How can we develop a comprehensive training plan to address the needs managers, elected officials, support staff, direct service providers, voulenteers, and board members?
b. What methods can we use to assess our agency’s training needs? c. How can we design and implement the training program? d. What training delivery methods will we use? e. How will we demonstrate that the training budget was well spent? Dari deskripsi konsep yang dipaparkan, dapat disintesiskan bahwa
pelatihan adalah ketika memberikan kesempatan bagi karyawan baru
maupun karyawan lama untuk mengembangkan keterampilan pekerjaan
tertentu, pengalaman dan pengetahuan yang mereka butuhkan untuk
28 Joan E. Pynes, Human Resource Management for Public and Nonprofit Organizations : a Strategic Approach (San Francisco: John Wiley & Sons, Inc., 2009), h. 310.
-
33
melakukan pekerjaan mereka saat ini dengan tujuan meningkatkan kinerja
mereka.
1. Proses Pelatihan
Menurut Pynes proses pelatihan terdiri dari langkah – langkah
berikut ini : “a) need assessment, b) developing training objectives, c)
developing the curriculum, d) delivering training, e) evaluating training” 29
a. Need Assessment
Langkah pertarma dalam proses pelatihan adalah menentukan
kebutuhan pelatihan khusus. Kebutuhan dapat didefinisikan secara
sederhana sebagai perbedaan antara apa yang saat ini sedang
melakukan apa yang perlu dilakukan. Perbedaan ini dapat ditentukan
dengan melakukan penilaian kebutuhan keterampilan dan
pengetahuan saat ini yang diperlukan oleh posisi (karyawan/divisi) dan
antisipasi yang diperlukan untuk masa depan.
b. Developing Training Objectives
Tujuan pelatihan adalah memastikan bahwa karyawan akan
memiliki KSAOCs (Knowledge, Skills, Abilities and and Other
Characteristics) pada akhir pelatihan. Ini tidak termasuk hal – hal
peserta pelatihan harapkan tahu atau dapat melakukan sebelum
29 Ibid., hh. 311-322
-
34
pelatihan. Tujuan menentukan standar untuk mengukur apa yang telah
dicapai dan menentukan tingkat keberhasilan.
c. Developing the Curriculum
Setelah mengevaluasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
tujuan, kurikulum pelatihan harus dikembangkan. Sebelum
mengembangkan isi dan cara penyajian informasi, analisis peserta
pelatihan harus dilakukan. Langkah ini sangat penting karena peserta
pelatihan menetukan jenis pelatihan yang mungkin efektif. Beberapa
isi yang relevan untuk diperiksa meliputi :
1) Apa tingkat pendidikan peserta pelatihan? Misalnya pelatihan di
dalam kelas bisa saja menakutkan bagi karyawan dengan
pendidikan formal terbatas.
2) Apa harapan peserta pelatihan? apakah semua peserta datang
ke tempat pelatihan dengan urusan yang sama?
3) Apa tingkat pengetahuan peserta, sikap dan hubungan dengan
satu sama lain?
4) Apakah peserta dipersiapkan untuk menerima instruksi teknis?
5) Apakah pelatihan bersifat sukarela atau dipaksakan?
6) Jika pelatihan ini wajib, apakah peserta terancam oleh itu?
Jawaban dari pertanyaan di atas akan memberikan beberapa
panduan untuk pelatih membuat kurikulum. Kurikulum harus
menyediakan informasi yang diperlukan dan dikembangkan untuk
-
35
memaksimalkan dan menanamkan KSAOCs (Knowledge, Skills,
Abilities and and Other Characteristics).
d. Delivering Training
Isu – isu lain yang harus diatasi di samping kurikulum. Pelatihan
berlangsung untuk jangka waktu yang singkat tersebar di banyak hari
(disebut sebagai distributed practice). Atau pelatihan mencakup jangka
waktu yang sedikit lebih panjang beberapa hari (disebut sebagai
massed sessions)? Jawabannya tergantung pada tugas yang sedang
dilatih. Pada hari apa pelathan harus berlangsung? Seberapa besar
ukuran kelompok yang harus terlibat? Jawabannya tergantung dari
informasi yang akan disampaikan atau keterampilan yang perlu
diajarkan serta bakat dari para peserta dan teknik yang digunakan.
Gagal dalam mempertimbangkan faktor – faktor tersebut dapat
berpengaruh negatif hasil dari upaya pelatihan.
e. Evaluating Training
Evaluasi dari program pelatihan perlu untuk menentukan
apakah tujuan training tercapai. Sayangnya hal ini sering diabaikan
dalam aspek pelatihan, terutama pada sektor publik (Bramley 1996;
Sims 1998). Evaluasi meningkatkan program pelatihan dengan
memberi umpan balik (feedback) untuk para pelatih, peserta dan
manajer, dan menilai tingkat kemampuan karyawan. Evaluasi dapat
digunakan untuk mengukur perubahan pada pengetahuan, tingkat
-
36
kemampuan, sikap dan perilaku dan tingkat keefektifan dari kedua sisi
yaitu individu dan tingkat instansi.
2. Konsep Pengembangan Model Pelatihan
a. The ADDIE Model
Dalam kajian ini akan dipaparkan mengenai model penelitian
dan pengembangan sistem pembelajaran yaitu model ADDIE yang
merupakan singkatan dari Analysis, Design, Development,
Implementation, Evaluation yang dikembangkan oleh Reiser dan
Molenda. Model ADDIE merupakan lima langkah desain instruksional
dan project management tool yang dipinjam dari bidang teknologi
kinerja manusia (Human Performance Technology) dan umumnya
digunakan untuk mengembangkan, melaksanakan dan mengevaluasi
layanan perbaikan kinerja. 30 Selain itu proses ADDIE merupakan
adaptasi dari proses rekayasa sistem untuk masalah pelatihan kerja
dan instruksi. Model ADDIE yang asli merupakan lima tahap proses
yang mengacu pada model angkatan udara ditunjukan pada gambar
2.1 berikut ini :
30 Shelby Danks, “The ADDIE Model: Designing, Evaluating Instructional Coach Effectiveness”. American Society for Quality (ASQ), http://rube.asq.org/edu/2011/09/process-management/the-addie-model-designing-evaluating-instructional-coach-effectiveness.pdf (diakses 7 Mei 2014).
http://rube.asq.org/edu/2011/09/process-management/the-addie-model-designing-evaluating-instructional-coach-effectiveness.pdfhttp://rube.asq.org/edu/2011/09/process-management/the-addie-model-designing-evaluating-instructional-coach-effectiveness.pdf
-
37
Gambar 2.5 Model ADDIE dalam Angkatan Udara Sumber : W. Clayton Allen, “Overview and Evolution of the ADDIE Training
System”31
Berdasarkan gambar di atas kegiatan – kegiatan yang
dilakukan pada setiap tahap pengembangan dapat dijelaskan
sebagai berikut : “1) analysis, 2) design, 3) development, 4)
implementation, 5) evaluation”
1) Analysis
Pada tahap ini perancang menetapkan tujuan pembelajaran.
Dalam fase ini juga menentukan sumber daya yang tersedia untuk
penyebaran modul pembelajaran, karakteristik peserta belajar dan
31 W. Clayton Allen, “Overview and Evolution of the ADDIE Training System”. http://search.proquest.com/docview/221180962/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/5?accountid=130508 (diakses 24 Mei 2014).
http://search.proquest.com/docview/221180962/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/5?accountid=130508http://search.proquest.com/docview/221180962/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/5?accountid=130508
-
38
alternative metode penyampaian “trade-offs”. Pada tahap ini
memberikan panduan yang jelas apa yang dibutuhkan dan
mungkin untuk modul. Ketika beberapa tujuan pembelajaran tidak
dapat bertemu, sumber daya baru harus menjamin atau tujuan
pembelajaran harus diubah.
2) Design
Dalam fase ini tujuan pembelajaran yang spesifik
diidentifikasi. Selain jenis metode pembelajaran, bahan dan sistem
penyampaian dipilih pada fase ini. Fase ini merupakan tahap
strategi pelatihan – bagaimana metode pembelajaran akan
mencapai tujuan pembelajaran khusus.
3) Development
Dalam fase ini pengembang membuat konten pembelajaran.
Konten ini mencakup kerangka belajar secara keseluruhan (seperti
sistem e-learning), latihan, ceramah, simulasi atau materi pelatihan
yang sesuai lainnya.
4) Implementation
Fase ini adalah realisasi dari fase sebelumnya. Bahan
diberikan kepada peserta didik dan modul digunakan untuk tujuan
yang dimaksudkan. Utilitas utama fase ini adalah melaksanakan
proses pembelajaran. Namun, hal ini juga penting dalam
pengidentifikasian perbedaan (seperti kesenjangan antara
-
39
perkembangan pengetahuan yang diinginkan dan perkembangan
aktual) untuk perbaikan masa depan.
5) Evaluation
Selama fase akhir ini, pembuat pelatihan menilai pencapaian
tujuan pembelajaran, efisiensi pelatihan, masalah teknis yang
menghambat belajar dan setiap kesempatan belajar baru yang
diidentifikasi selama tahap implementasi.
-
40
Berikut representasi grafis dari model ADDIE :
Gambar 2.6 Representasi Grafis dari Proses ADDIE Sumber : Milton Mayfield, “Creating training and development programs: using the
ADDIE method” 32
32 Milton Mayfield, “Creating training and development programs: using the ADDIE method”. Emerald Group, http://search.proquest.com/docview/861089948/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/2?accountid=130508 (diakses 24 Mei 2014).
http://search.proquest.com/docview/861089948/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/2?accountid=130508http://search.proquest.com/docview/861089948/fulltextpdf/CEBEB8B914424BC5PQ/2?accountid=130508
-
41
Dari representasi grafis di atas dapat dilihat bahwa hal
pertama yang harus dilakukan adalah menentukan tujuan
pembelajaran. Setelah tujuannya telah dirumuskan maka analisis
karakteristik dari orang – orang yang terlibat dalam proses
pembelajaran lalu sumber daya apa saja yang dimiliki organisasi dan
bagaimana cara penyampaian dari materi yang dipelajari dan buat
menjadi strategi untuk mencapai tujuan diawal. Setelah itu masuk ke
tahap desain, pengembangan, implementasi dan evaluasi.
Evaluasi merupakan bagian penting dalam pengembangan
model pembelajaran, karena pada tahap ini dinilai apakah tujuan
yang telah dirumuskan diawal tercapai atau tidak. Dan apa
keuntungan dan dampak positif apa yang didapat dari
pengembangan model pembelajaran yang di lakukan.
b. Model Gagne
Gagne dianggap salah satu kontributor utama untuk
pendekatan sistematis dalam desain instruksional dan teorinya telah
telah memberikan sejumlah besar ide – ide berharga bagi trainer dan
guru, Model Gagne merupakan desain instruksional didasarkan pada
model pemrosesan informasi peristiwa mental yang terjadi ketika
orang dewasa disajikan dengan berbagai rangsangan dan berfokus
pada hasil belajar dan bagaimana mengatur acara instruksionl
khusus untuk mencapai hasil tersebut.
-
42
Langkah pertama dalam teori Gagne ini adalah menentukan
jenis hasil yang akan dicapai. Gagne mengkategorikan hasil ini dalam
lima jenis : informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
sikap dan keterampilan motorik. Langkah kedua adalah untuk
mengatur aktivitas instruksional yang tepat terdiri dari :
1) Mendapatkan perhatian 2) Menginformasikan tujuan pemberlajaran ke peserta belajar 3) Merangsang daya ingat sebagai prasayat belajar 4) Menyajikan materi stimulus 5) Memberikan bimbingan belajar 6) Memunculkan kinerja 7) Memberikan umpan balik 8) Menilai kinerja 9) Meningkatkan retensi dan transfer33
c. Isman Instructional Design Model
Tujuan utama dari Isman Instructional Design Model adalah
untuk menunjukan bagaimana merencanakan, mengembangkan,
mengevaluasi dan mengatur kegiatan belajar penuh secara efektif
sehingga akan menjamin kinerja yang kompeten oleh siswa.
Landasan teoritis dari model baru berasal dari pandangan
behaviorisme, kognitivisme dan konstruktivisme. Pertama Isman
menggunakan hubungan antara stimulus dan respon, faktor
penguatan dan merancang kondisi lingkungan dalam teori
33 Kayvan Khadjool et al., “How to use Gagne’s Model of Instructional Design in Teaching Psychomotor Skills”. Research Institute for Gastroenterology and Liver Diseases,
http://journals.sbmu.ac.ir/ghfbb/index.php/ghfbb/article/download/165/127 (diakses 1 September 2014).
http://journals.sbmu.ac.ir/ghfbb/index.php/ghfbb/article/download/165/127
-
43
behaviorisme untuk lebih memotivasi dalam model ini. Kedua,
motivasi proses belajar intelektual, pengalaman dan isi dalam teori
kognitivisme digunakan dalam model ini untuk memotivasi siswa
untuk belajar lebih dalam model ini. Model ini tertarik pada
bagaimana menyimpan informasi ke dalam memori jangka panjang,
maka kegiatan pembelajaran dalam model ini. Isman Instructional
Design Model digambarkan dalam lima langkah proses perencanaan
yang sistematis yaitu input, proses, output, umpan balik dan
pembelajaran yang akan digambarkan pada gambar berikut ini.
-
44
Gambar 2.7 Model Desain Instruksional Isman Sumber : Norlidah Alias dan Saedah Siraj., “Design and Development of Physics
Module Based on Learning Style and Appropriate Technology by Isman Instructional
Design Model” 34
34 Norlidah Alias dan Saedah Siraj., “Design and Development of Physics Module Based on
Learning Style and Appropriate Technology by Isman Instructional Design Model”. The Turkish Online Journal of Educational Technology,
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=85294805&site=ehost-live (diakses 31 Agustus 2014).
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=85294805&site=ehost-livehttp://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=85294805&site=ehost-live
-
45
Tahap pertama dalam model Isman adalah input. Dalam tahap
input melibatkan kegiatan seperti mengidentifikasi kebutuhan,
mengidentifikasi isi, mengidentifikasi tujuan – tujuan, mengidentifikasi
metode pengajaran, mengidentifikasi bahan evaluasi dan
mengidentifikasi media pembelajaran. Isman menyatakan bahwa
tujuan utama dari langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi
faktor – faktor input. Langkah kedua dalam model Isman adalah
proses. Dalam tahap proses melibatkan prototipe pengujian dan
redesain kegiatan pengajaran dan mengajar. Tahap ketiga adalah
proses output. Tahap output melibatkan pengujian dan menganalisis
hasil. Untuk menentukan belajar siswa, pengukuran pendidikan dan
proses evaluasi harus dilaksanakan oleh guru. Tahap keempat
adalah umpan balik. Proses umpan balik melakukan revisi instruksi
berdasarkan data yang dikumpulkan selama tahap implementasi. Jika
selama proses pengembangan guru menemukan bahwa siswa tidak
belajar sesuai dengan rencana atau mereka tidak menikmati proses
belajar, guru akan mencoba untuk merevisi instruksi sesuai dengan
guru. Tahap terakhir dalam model Isman adalah belajar. Proses
pembelajaran melibatkan pembelajaran penuh. Dalam proses ini guru
ingin memastikan bahwa siswa mereka telah mempelajari apa
rencana instruksional yang ingin mereka pelajari.
-
46
d. Model 5E
Model 5E merupakan kepanjangan dari Engage, Explore,
Explain, Elaborate dan Evaluation yang dikembangkan oleh Roger
Bybee. Model 5E merupakan metode perencanaan pada pendidikan
ilmu pengetahuan dan konsisten dengan teori – teori kontemporer
tentang bagaimana individu belajar. Kegiatan – kegiatan dalam setiap
fase akan dijelaskan sebagai berikut : “1) engage, 2) explore, 3)
explain, 4) Elaborate, 5) Evaluation”35
1) Engage (Terlibat)
Pada tahap pertama memungkinkan peserta belajar untuk
terlibat dalam tugas belajar. Peserta belajar secara mental
berfokus pada masalah, situasi atau peristiwa. Kegiatan pada
tahap ini harus memiliki hubungan dengan masa lalu dan kegiatan
di masa depan. Koneksi tergantung pada tugas belajar dan
berbagai dimensi literasi sains; mereka mungkin konseptual,
procedural atau perilaku. Mengajukan pertanyaan, mendefinisikan
masalah dan menunjukan acara berbeda semua acara
memungkinkan peserta belajar untuk terlibat dan fokus mereka
pada tugas instruksional. Peran guru adalah untuk menyajikan
35 Ismet Ergin, “Constructivist Approach Based 5E Model and Usability Instructional Physics”. Lati-American Journal of Physics Education,
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=92612052&site=ehost-live (diakses 31 Agustus 2014).
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=92612052&site=ehost-livehttp://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=92612052&site=ehost-live
-
47
situasi dan mengidentifikasi tugas instruksional. Selain itu guru
menetapkan aturan dan prosedur untuk menetapkan tugas.
2) Explore (Menjelajahi)
Tujuan dari kegiatan eksplorasi adalah untuk membangun
pengalaman yang guru dapat dan menggunakannya untuk
memperkenalkan sebuah konsep, proses atau keterampilan.
Selama kegiatan ini para peserta belajar memiliki waktu dimana
mereka mengeksplorasi benda – benda, peristiwa atau situasi.
Peran guru dalam tahap eksplorasi hanya sebagai fasilitator atau
pelatih.
3) Explain (Menjelaskan)
Pada fase ini guru mengarahkan perhatian aspek khusus
peserta belajar keterlibatan dan eksplorasi pengalaman. Pertama
siswa diminta untuk memberikan penjelasan mereka. Kedua guru
memperkenalkan penjelasan ilmiah atau teknologi secara
langsung dan formal. Penjelasan adalah cara mengatur
pengalaman eksplorasi. Guru harus mendasarkan bagian awal
dari fase ini pada penjelasan siswa dan jelas menghubungkan
penjelasan pengalaman dalam keterlibatan dan eksplorasi tahap
model pembelajaran. Kunci untuk tahap ini adalah untuk
menyajikan konsep – konsep ilmiah, proses atau keterampilan
dengan cara yang sederhana, jelas dan langsung.
-
48
4) Elaborate (Elaborasi)
Selama fase elaborasi peserta belajar terlibat dalam diskusi –
diskusi dan kegiatan mencari informasi. Tujuan dari tugas
kelompok adalah untuk mengidentifikasi dan melaksanakan
sejumlah kecil pendekatan menjanjikan untuk tugas itu. Selama
diskusi kelompok, peserta belajar hadir dan membela pendekatan
mereka untuk tugas pembelajaran. Diskusi ini menghasilkan
definisi yang lebih baik dan mengumpulkan informasi yang
diperlukan untuk berhasil menyelesaikan tugas.
5) Evaluation (Evaluasi)
Pada titik tertentu, siswa harus menerima umpan balik
prestasi mereka. Penilaian informal dapat dibuat hanya awal
pengajaran. Namun guru dapat menyelesaikan penilaian formal
setelah fase elaborasi. Sebagai masalah pendidikan praktis, guru
harus menilai belajar siswa. Ini adalah fase dimana guru
melaksanakan tes atau kegiatan kinerja untuk menentukan
pemahaman masing – masing siswa. Ini juga merupakan
kesempatan penting bagi para siswa untuk menggunakan
keterampilan yang telah mereka peroleh dan mengevaluasi
pemahaman mereka sendiri. Selain itu, satu pembenaran untuk
model seperti itu terletak pada yang memberikan kesempatan
yang memadai bagi semua siswa untuk belajar ilmu pengetahuan.
-
49
e. Model Kemp
Model desain pembelajaran Morrison, Ross, Kalman dan Kemp
(2011) menawarkan kerangka kerja yang efektif untuk desain pelatihan
online. Model ini diiilustrasikan dalam gambar di bawah ini untuk
menunjukan keterkaitan Sembilan elemen kunci dan hubungan non-
liniear mereka. Sembilan elemen kunci terdiri dari : “1) identifying
instructional problems, 2) analyzing learner characteristic, 3) task
analysis, 4) determining instructional objectives, 5) content
sequencing, 6) instructional strategies identification, 7) designing the
message, 8) development of instruction, 9) development of evaluation”.
Sembilan elemen kunci model kemp digambarkan seperti berikut ini :
-
50
Gambar 2.8 Model Kemp
Sumber : Kim McMurtry, “Designing Online Training for Faculty New to Online
Teaching” 36
1) Identifying Instructional Problems
Langkah pertama dalam proses desain instruksional adalah
untuk mengidentifikasi masalah kinerja dan menganalisisnya untuk
ditetapkan apakah instruksi adalah solusi untuk masalah tersebut.
2) Analyzing Learner Characteristics
Analisis karakteristik pembelajaran yang berkaitan dengan
masalah pembelajaran dapat membantu mengarahkan
pengembangan kegiatan pelatihan yang efektif.
36 Kim McMurtry, “Designing Online Training for Faculty New to Online Teaching”. Journal of Applied Learning Technology,
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=90043859&site=ehost-live (diakses 31 Agustus 2014).
http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=90043859&site=ehost-livehttp://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&db=ehh&AN=90043859&site=ehost-live
-
51
3) Task Analysis
Tujuan dari analisis tugas adalah untuk menentukan konten
yang akan dimasukan dalam instruksi untuk memecahkan
masalah.
4) Determining Instructional Objectives
Mengidentifikasi tujuan instruksional membantu desainer
instruksional menentukan konten apa yang akan disertakan dalam
instruksi dan bagaimana isi dari konten harus diatur.
5) Content Sequencing
Menentukan urutan instruksi adalah langkah berikutnya
dalam prises desain. Isi konten akan diurutkan berdasarkan
informasi prasyarat yang diperlukan dan sesuai dengan
kepentingan isi konten.
6) Instructional Strategies Identification
Strategi pembelajaran menentukan cara untuk menyajikan
konten untuk membantu peserta mencapai tujuan pembelajaran.
7) Designing The Message
Langkah berikutnya dalam proses desain instruksional adalah
merancang bahan ajar, mencakup setiap strategi pra-instruksional.
-
52
8) Development of Instruction
Morrison et all. (2011) menjelaskan bahwa heuristis yang
berpusat pada siswa membantu dalam meningkatkan
pengembangan bahan ajar.
9) Development of Evaluation
Evaluasi formatif menilai efektivitas dari instruksi yang terjadi
selama awal instruksi sehingga penyesuaian instruksi dapat
dilakukan sesuai kebutuhan.
3. Merancang Pelatihan yang Efektif
Proses desain pelatihan mengacu pada pendekatan sistematis
untuk mengembangkan program pelatihan. Proses desain pelatihan
ditunjukan pada gambar di bawah ini.
-
53
Gambar 2.9 Proses Desain Pelatihan
Sumber : Raymond A. Noe, “Employee Training and Development 3rd edition” 37
Langkah pertama adalah untuk melakukan penilaian kebutuhan
yang diperlukan untuk mengidentifikasi apakah pelatihan diperlukan.
Langkah kedua adalah untuk memastikan bahwa karyawan memiliki
motivasi dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk menguasai isi
pelatihan. Langkah ketiga adalah untuk menciptakan lingkungan belajar
yang memiliki fitur yang diperlukan untuk terjadinya pembelajaran.
Langkah keempat adalah untuk memastikan bahwa peserta pelatihan
menerapkan isi pelatihan untuk pekerjaan mereka. Langkah ini
melibatkan peserta memiliki pelatihan dan memahami bagaimana
mengelola peningkatan keterampilan serta mendapatkan dukungan rekan
kerja dan manajer. Langkah kelima adalah untuk mengembangkan
37 Raymond A. Noe, Employee Training and Development 3rd edition (New York : McGraw Hill Companies, Inc., 2005), hh. 5-7.
-
54
rencana evaluasi. Mengembangkan rencana evaluasi termasuk
mengidentifikasi apa jenis pelatihan, hasil yang diharapkan
mempengaruhi (misalnya, belajar, perilaku, keterampilan), memilih desain
evaluasi yang memungkinkan Anda untuk mengetahui pengaruh
pelatihan terhadap hasil ini, dan merencanakan bagaimana untuk
menunjukkan bagaimana pelatihan mempengaruhi "bottom line" (yaitu,
menggunakan analisis biaya-manfaat untuk menentukan manfaat
moneter yang dihasilkan dari pelatihan). Langkah keenam adalah memilih
metode pelatihan berdasarkan tujuan pembelajaran dan lingkungan
belajar. Langkah ini mungkin termasuk metode pelatihan tradisional
interaksi tatap muka dengan pelatih atau e-learning menggunakan CD-
ROM atau pelatihan berbasis Web. Langkah ketujuh adalah untuk
mengevaluasi program dan membuat perubahan di dalamnya atau
kembali salah satu langkah awal dalam proses untuk meningkatkan
program sehingga pembelajaran, perilaku, perubahan, dan tujuan
pembelajaran lainnya diperoleh.
Proses tersebut didasarkan pada prinsip – prinsip desain sistem
instruksional (DSI) . Desain sistem instruksional mengacu pada proses
untuk merancang dan mengembangkan program pelatihan. Tidak ada
satu model pengembangan sistem pembelajaran yang diterima secara
universal. Proses desain pelatihan kadang-kadang disebut sebagai
model ADDIE karena termasuk analisis, desain, pengembangan,
-
55
implementasi, dan evaluasi. Pada di atas, Langkah pertama, melakukan
penilaian kebutuhan, dan Langkah kedua, memastikan readiment
karyawan, memastikan transfer pelatihan, dan pengembangan evaluasi
rencana-adalah masalah desain. Langkah keenam, memilih dan
menggunakan metode pelatihan, berkaitan dengan implementasi.
Langkah ketujuh, monitoring dan evaluasi program, berkaitan dengan
evaluasi. Terlepas dari pendekatan ISD tertentu yang digunakan, semua
berbagi asumsi sebagai berikut:
1) Desain training yang efektif dapat terjadi hanya jika karyawan membantu mencapai tujuan. Tujuan instruksional maupun pelatihan.
2) Tujuan pembelajaran yang terukur harus diidentifikasi sebelum training.
3) Evaluasi memainkan peranan penting dalam perencanaan dan memilih metode pelatihan, pemantauan program pelatihan, dan menyarankan perubahan pada proses desain pelatihan.
4. Proses Pelatihan dan Pengembangan Strategis
Gambar di bawah ini menunjukan proses pelatihan dan
pengembangan strategis dengan contoh – contoh inisiatif strategis,
kegiatan pelatihan dan metric. Model ini menunjukkan bahwa proses
dimulai dengan mengidentifikasi strategi bisnis. Selanjutnya, inisiatif
pelatihan dan pengembangan strategis yang mendukung strategi yang
dipilih. Langkah terakhir dari proses, mengidentifikasi langkah-langkah
atau metrik. Metrik ini digunakan untuk menentukan apakah pelatihan
-
56
membantu memberikan kontribusi untuk tujuan yang terkait dengan
strategi bisnis. Bagian berikut merinci setiap langkah dalam proses.
Gambar 2.10 Proses Pelatihan dan Pengembangan Strategis
Sumber : Raymond A. Noe, “Employee Training and Development 3rd edition”38
Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi strategi
bisnis perusahaan. Tiga faktor yang mempengaruhi strategi bisnis
perusahaan. Pertama, perusahaan misi, visi, nilai-nilai, dan tujuan
membantu untuk menentukan strategi. Ini biasanya ditentukan oleh tim
manajemen puncak. Misi adalah alasan perusahaan untuk ada. Ini
mungkin menentukan pelanggan dilayani, mengapa perusahaan ada,
atau nilai-nilai yang diterima oleh pelanggan. Visi adalah gambaran masa
depan bahwa perusahaan yang ingin dicapai. Nilai adalah apa yang akan
membuat perusahaan bertahan.
38 Ibid., hh. 43-50.
-
57
Langkah kedua adalah mengidentifikasi Inisiatif pelatihan dan
pengembangan strategis, yang mendukung strategi Inisiatif pelatihan dan
pengembangan strategis adalah belajar yang berhubungan dengan
tindakan yang perusahaan harus lakukan untuk membantu mencapai
strategi bisnisnya. Inisiatif pelatihan dan pengembangan strategis
bervariasi oleh perusahaan tergantung pada perusahaan industri, tujuan,
sumber daya, dan kemampuan. Inisiatif ini didasarkan pada lingkungan
bisnis, pemahaman tentang tujuan perusahaan dan sumber daya, dan
wawasan potensi pilihan pelatihan dan pengembangan. Mereka
menyediakan perusahaan dengan peta jalan untuk memandu kegiatan
pelatihan dan pengembangan tertentu. Mereka juga menunjukkan
bagaimana fungsi pelatihan akan membantu perusahaan mencapai
tujuannya (dan dengan berbuat demikian, menunjukkan bagaimana
fungsi pelatihan akan menambah nilai).
Langkah ketiga adalah memberikan aktivitas pelatihan dan
pengembangan. Hal ini terkait dengan inisiatif pelatihan dan
pengembangan strategis. Setelah perusahaan memilih pelatihan dan
pengembangan inisiatif strategis yang berkaitan dengan strategi bisnis, ia
kemudian mengidentifikasi kegiatan pelatihan dan pengembangan
tertentu yang memungkinkan inisiatif ini akan dicapai. Kegiatan ini
meliputi pengembangan inisiatif terkait dengan penggunaan teknologi
baru dalam pelatihan, meningkatkan akses ke program pelatihan untuk
-
58
kelompok karyawan tertentu, mengurangi waktu pengembangan, dan
mengembangkan penawaran program baru atau diperluas.
Langkah terakhir adalah mengidentifkasi dan mengumpulkan
metrik untuk menunjukan kesuksesan dari pelatihan. Bagaimana
perusahaan menentukan apakah kegiatan pelatihan dan pengembangan
sebenarnya berkontribusi pada tujuan bisnis? Penentuan ini melibatkan
identifikasi dan mengumpulkan ukuran hasil, atau metrik. Metrik yang
biasanya digunakan untuk mengidentifikasi keberhasilan pelatihan atau
efektivitas meliputi kepuasan peserta pelatihan dengan program
pelatihan; apakah peserta 'pengetahuan, keterampilan, kemampuan, atau
sikap berubah sebagai hasil dari partisipasi program (hasil kognitif dan
keterampilan berbasis), dan apakah program menghasilkan hasil yang
terkait dengan bisnis bagi perusahaan.
Hasil yang terkait dengan bisnis harus langsung terkait dengan
strategi bisnis dan tujuan. Contoh hasil yang terkait dengan bisnis
termasuk cepat atau tidaknya layanan pelanggan berkualitas tinggi,
produk cacat lebih sedikit, kepuasan karyawan yang lebih tinggi, dan
mengurangi omset. Beberapa perusahaan menggunakan balanced
scorecard sebagai sebuah proses untuk mengevaluasi semua aspek
bisnis.
-
59
5. Metode Pelatihan
Pelatihan memiliki banyak bentuk, beberapa pelatihan bisa bersifat
informal dan dilakukan di alam bebas seperti permainan team building
yang melatih kerjasama tim, melatih kepemimpinan dan melatih strategi
dalam bekerja. Namun sebagian besar waktu pelatihan dilakukan dalam
bentuk formal yang lebih sistematis. Dimana upaya formal tersebut untuk
mengajarkan karyawan melakukan hal – hal tertentu yang diperlukan
untuk keberhasilan pekerjaan. Berikut adalah metode pelatihan menurut
Greenberg dan Baron dalam bukunya Behaviour in Organization, yaitu :
“a) classroom training, b) apprenticeship programs, c) cross-cultural
training, d) corporate universities, e) executive training programs, f) e-
training” 39
a. Classroom Training
Sebagai pelajar, Anda sudah akrab dengan kelas pelatihan
(classroom training) . Dalam metode ini, pengajar menggambarkan
berbagai kebutuhan pekerjaan dan memberikan tips tentang cara
untuk menemui kebutuhan mereka dalam bekerja.
b. Apprenticeship Programs
Program magang (Apprenticeship Programs) merupakan
program pelatihan formal yang melibatkan antara on-the-job training
39 Jerald Greenberg dan Robert A. Baron, Behaviour in Organization (United States of America : Pearson Prentice Hall, 2008), hh. 116-119.
-
60
dengan classroom training, pelatihan ini dilkukan dalam jangka
panjang dan sering digunakan untuk melatih orang – orang
perdagangan terampil.
c. Cross-Cultural Training
Pelatihan lintas budaya (Cross-Cultural Training) merupakan
cara sistematis untuk mempersiapkan karyawan untuk hidup dan
bekerja di Negara lain.
d. Corporate Universities
Banyak perusahaan seperti Apple Computer, the Tannessee
Valey Authority dan Sprint, begitu serius tentang pelatihan. Mereka
telah mengembangkan universitas milik perusahaan mereka sendiri.
Universitas perusahaan (Corporate Universities) merupakan fasilitas
yang dikhususkan untuk menangani kebutuhan pelatihan perusahaan
secara penuh waktu.
e. Executive Training Programs
Bentuk pelatihan lain yang popular adalah program pelatihan
eksekutif (Executive Training Program) merupakan sesi dimana
perusahaan secara sistematis berusaha untuk mengembangkan
pemimpin atas mereka, Baik dalam keterampilan khusus atau
keterampilan manajerial umum.
-
61
f. E-Training
Dewasa ini, investasi di bidang teknologi komputer diperlukan
untuk terhubung bahkan dengan orang - orang dilokasi yang sangat
terpencil sekalipun. Sebagian perusahaan melakukan pelatihan
dengan cara online. E-Training adalah pelatihan berdasarkan
penyebaran informasi secara online, seperti melalui internet atau
jaringan intranet perusahaan.
D. E-Learning dan Penggunaan Teknologi dalam Pelatihan
E-learning menurut Mathis dan Jackson, “defined as the use of the
Internet or an organizational intranet to conduct training online. Many people
posses a familiarity with the Internet, which has so dramatically altered the
way people do busibess, locate information, and communicate. An intranet is
similar to the internet, but it is a private organizational behind “firewall”
software that restricts access to authorized users, including employees
participating in e-learning”. 40 E-learning didefinisikan sebagai internet atau
intranet organisasi untuk melakukan pelatihan online (e-training). Banyak
orang yang akrab dengan internet yang secara drastis mengubah cara orang
– orang dalam melakukan bisnis, mencari informasi, dan berkomunikasi.
Sebuah intranet mirip dengan internet, tetapi merupakan jaringan organisasi
40 Robert L. Mathis dan John H. Jackson, “Human Resource Management 10th Edition” (Ohio : Thomson Learning, 2003), h. 291.
-
62
pribadi di belakang "firewall" perangkat lunak yang membatasi akses untuk
pengguna yang berwenang, termasuk karyawan yang mengikuti e-learning.
Menurut Pollard dan Hilage dalam Armstrong, “as the delivery and
administration of learning opportunities and support via computer, networked
and web-based technology to help individual performance and development”.
41 E-learning sebagai tempat penyampaian dan pelaksana kesempatan
belajar yang didukung melalui teknologi jaringan dan berbasis website untuk
membantu kinerja individu dan pengembangan sumber daya manusia.
Menurut kamus Human Resource and Personel Management, “E-
learning is a development from computer-based training and, because it is
Internet based, it is very flexible: it allows the learner to proceed at their own
pace and can be adapted to suit the changing needs of the company”. 42 E-
learning merupakan pengembangan dari pelatihan berbasis komputer dan
karena ini berbasis internet jadi sangat fleksibel dan memungkinkan pelajar
untuk meneruskan pembelajaran dengan langkah mereka sendiri. Dan dapat
disesuaikan dengan perubahan kebutuhan di perusahaan.
Menurut Sloman dan Rolph dalam Torrington, “e-learning can be
defined as learning that is delivered, enables or mediated by electronic
technology. While e-learning has been characterised as requiring high
41 Michael Armstrong, “Armstrong’s Handbook of Human Resource Management Practice 11th Edition” (London : Kogan Page, 2009), h. 670. 42 A. Ivanovic dan P.H. Collin, “Dictionary of Human Resource and Personnel Management 3rd Edition” (London : A & C Black Publishers Ltd, 2006), h. 87.
-
63
investment in terms of hardware, software and design time, it has also been
characterised as cost-effective in the long run, with the ability to provide
speedy and flexible training”. 43 E-learning dapat didefinisikan sebagai
pembelajaran yang penyampaiannya memungkinkan atau dapat dimediasi
oleh teknologi elektronik. Karakteristik e-learning adalah membutuhkan
investasi yang tinggi dalam hal perangkat lunak dan perangkat keras dan
membutuhkan waktu untuk mendesain. Namun juga biayanya efektif untuk
jangka panjang dengan kemampuan memberikan pelatihan yang cepat dan
fleksibel.
E-learning menurut Snell dan Bohlander, “the simpler audiovisual,
programmed, and computer-oriented training methods just discussed are
evolving into what trainers today refer to as e-learning. E-learning covers a
wide variety of application such as web and computer-based training (CBT)
and virtual classroom. E-learning transforms the learning process in several
ways. First as we have said, it allows the firm to bring the training to
employees rather than vice versa, which is generally more efficient and cost
effective”. 44 E-learning semakin sederhana, program audiovisual dan metode
pelatihan yang berorientasi komputer hanya dibahas menjadi apa yang
pelatih saat ini sebut sebagai e-learning. E-learning meliputi berbagai aplikasi
43 Derek Torrington et al., “Human Resource Management 6th Edition” (England : Pearson Education, 2005), h. 400. 44 Scott Snell dan George Bohlander, “Human Resource Management” (Ohio : Thomson Learning, 2007), h. 303.
-
64
seperti web dan pelatihan berbasis komputer dan kelas virtual. E-learning
mengubah proses pembelajaran dalam beberapa cara. Hal itu
memungkinkan perusahaan untuk membawa pelatihan kepada karyawan,
yang umumnya lebih efisien dan hemat biaya.
E-learning Menurut Nagarajan dan Wiselin, “E-Learning is defined as
all forms of electronic supported learning and teaching,which are procedural
in character and aim to effect the construction of knowledge with reference to
individual experience, practice and knowledge of the learner. Information and
communication systems, whether networked or not, serve as specific media
to implement the learning process”. 45 E-learning didefinisikan sebagai segala
bentuk pembelajaran dan pengajaran yang didukung oleh elektronik yang
prosedural dalam karakter dan bertujuan untuk mempengaruhi konstruksi
pengetahuan dengan mengacu pada pengalaman pribadi, praktek dan
pengetahuan peserta didik. Informasi dan sistem komunikasi, baik jaringan
atau tidak, berfungsi sebagai media spesifik untuk melaksanakan proses
pembelajaran.
Dari definisi di atas dapat dikonklusikan bahwa e-learning adalah
pembelajaran yang penyampaiannya memungkinkan atau dapat dimediasi
oleh teknologi elektronik yang bertujuan untuk mempengaruhi konstruksi
pengetahuan dengan mengacu pada pengalaman pribadi, praktek dan
45 Dr. P Nagarajan dan Dr. G. Wiselin Jiji, “Online Educational System (e-learning)”. Journal Science and Engineering Research Support Society, http://www.sersc.org/journals/IJUNESST/vol3_no4/3.pdf (diakses 6 September 2014).
http://www.sersc.org/journals/IJUNESST/vol3_no4/3.pdf
-
65
pengetahuan peserta didik. Informasi dan sistem komunikasi, baik jaringan
atau tidak, berfungsi sebagai media spesifik untuk melaksanakan proses
pembelajaran. E-learning meliputi berbagai aplikasi seperti web dan pelatihan
berbasis komputer dan kelas virtual. Pendekatan layanan e-learning dapat
dilakukan dengan Computer-based Learning (CBL), Computer Based
Trainings (CBTS), Computer-supported Colaborative Learning (CSCL) dan
Technology-Enhanced Learning (TEL). Hal itu memungkinkan perusahaan
untuk membawa pelatihan kepada karyawan, yang umumnya lebih efisien
dan hemat biaya.
1. Pengembangan E-Learning
Mengembangkan e-learning tidak hanya berarti menempatkan
kursus pelatihan yang ada bahan pelatihan di situs web. E-learning
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pelatihan strategi. Kriteria
tertentu yang harus dipertimbangkan sebelum mengadopsi e-learning
adalah sebagai berikut :
a. Dukungan manajemen puncak dan pendanaan yang cukup. b. Manajer dan MSDM profesional harus “dilatih ulang” untuk
menerima gagasan bahwa pelatihan telah didesentralisasikan dan bersifat individual.
c. Metode pelatihan sekarang (dibandingkan dengan e-learning) tidak cukup memenuhi kebutuhan pelatihan o