Bab i Pendahuluan

125
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia adalah salah satu modal dasar pembangunan menuju terwujudnya cita-cita nasional, yaitu masyarakat adil makmur. Mengingat demikian pentingnya aspek sumber daya manusia ini maka dalam implementasi pembangunan faktor tersebut mendapat prioritas tersendiri. Dalam kaitan ini, Babari dan Prijono (1996:75) mengemukakan dalam PJPT II (1994-2018) pengembangan sumber daya manusia telah menjadi prioritas dalam program nasional. Pengembangan sumber daya ini diarahkan pada proses pengaktualisasian semua potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia sehingga menjadi bermanfaat bagi kehidupan sendiri dan sesama anggota masyarakat. 1

description

ekonomi manajemen

Transcript of Bab i Pendahuluan

Page 1: Bab i Pendahuluan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sumber daya manusia adalah salah satu modal dasar

pembangunan menuju terwujudnya cita-cita nasional, yaitu

masyarakat adil makmur. Mengingat demikian pentingnya aspek

sumber daya manusia ini maka dalam implementasi

pembangunan faktor tersebut mendapat prioritas tersendiri.

Dalam kaitan ini, Babari dan Prijono (1996:75) mengemukakan

dalam PJPT II (1994-2018) pengembangan sumber daya manusia

telah menjadi prioritas dalam program nasional. Pengembangan

sumber daya ini diarahkan pada proses pengaktualisasian semua

potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia sehingga

menjadi bermanfaat bagi kehidupan sendiri dan sesama anggota

masyarakat.

Bila diamati lebih jauh maka pengembangan sumber daya

manusia dalam PJPT II tersebut tidak lepas dari amanat

konstitusional mengenai salah satu tujuan nasional seperti

tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945; mencerdaskan

kehidupan bangsa. Sejalan dengan itu, pada pasal 31 UUD 1945

menyebutkan bahwa :

1

Page 2: Bab i Pendahuluan

(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-udang.

Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut maka pemerintah

telah menyusun dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan

nasional yang berjenjang, dari tingkat dasar sampai perguruan

tinggi. Selain itu telah disusun pula program-program pendidikan

nasional, seperti Program Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar 9 Tahun).

Sistem pendidikan nasional secara global membagi

pendidikan menjadi 3 jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan

nonformal, dan pendidikan informal (pasal 13 UU No. 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dari ketiga jenis

pendidikan tersebut, penelitian ini akan menyoroti tentang

pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal ini pada dasarnya

berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap

pendidikan non formal dengan penekanan kepada penguasaan

pengetahuan dan ketrampilan fungsional (Pasal 26 ayat 1 dan 2

UU No. 20/2003). Dengan demikian pendidikan nonformal ini

menempati posisi yang cukup strategis dalam rangka memberikan

akses bagi kelompok warga masyarakat yang karena sebab-

sebab tertentu, khususnya faktor ekonomi, menjadi putus

sekolah, drop out, atau tidak dapat meneruskan pendidikan pada

2

Page 3: Bab i Pendahuluan

jenjang yang lebih tinggi. Dengan adanya pendidikan melalui jalur

nonformal maka warga masyarakat yang demikian dapat

meneruskan atau melengkapi pendidikannya.

Peranan pendidikan non formal ini semakin penting

kedudukannya berkaitan dengan kondisi krisis seperti sekarang

ini. Terjadinya krisis multidimensional yang terjadi sejak akhir

dekade 90-an telah membawa serangkaian dampak yang negatif

bagi masyarakat luas, terutama melonjaknya angka

pengangguran dan penduduk miskin. Sumodiningrat (1999:92),

mengutip data prediksi dari Biro Pusat Statistik, menyebutkan

bahwa pada puncak krisis (1998-1999) jumlah penganggur telah

mencapai 13,8 juta orang dan jumlah penduduk miskin mencapai

sekitar 80 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk.

Dengan kondisi perekonomian rakyat yang terpuruk maka

satu dampak lanjutannya (efek domino) adalah semakin

banyaknya angka putus sekolah. Krisis telah menurunnya tingkat

pendapatan dan kesejahteraan ekonomi sehingga sebagian

masyarakat, khususnya pada strata ekonomi terbawah,

cenderung menekankan prioritas pada pemenuhan kebutuhan

hidup yang bersifat primer. Dengan sendirinya kebutuhan-

kebutuhan lain (sekunder), termasuk masalah pendidikan, sedikit

banyak menjadi terabaikan, sehingga dapat meningkatkan angka

3

Page 4: Bab i Pendahuluan

putus sekolah. Hal ini dapat mengancam masa depan dari warga

masyarakat yang mengalaminya. Oleh karena itu diperlukan

alternatif solusi dari permasalahan tersebut, yang salah satunya

terwujud melalui pendidikan non formal.

Realisasi dari pendidikan nonformal terwujud dalam

Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Pendidikan ini mempunyai tujuan

antara lain untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang

tidak dapat dipenuhi oleh jalur sekolah. Melalui pendidikan luar

sekolah berbagai pelayanan pendidikan untuk semua dan

sepanjang hayat (life long education) yang sesuai dengan

tuntutan perkembangan jaman dapat dilaksanakan (Petunjuk

Pelaksanaan Program Dikmas Propinsi Jawa Tengah, 2001:1).

Perhatian pemerintah terhadap pendidikan nonformal

cukup besar, di antaranya dengan upaya pelembagaan melalui

SKB (Sanggar Kegiatan Belajar). Bahkan pada perkembangan

terbaru, seiring dengan implementasi otonomi daerah menurut

UU No. 22/1999, maka SKB telah ditetapkan menjadi salah satu

instansi di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta. Hal tersebut

ditandai dengan terbitnya Keputusan Walikota Surakarta No. 29

Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas

Pokok, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sanggar Kegiatan Belajar

Pada Dinas Pendidikan Kota Surakarta.

4

Page 5: Bab i Pendahuluan

Keberadaan SKB memberikan peluang dan kesempatan

bagi warga masyarakat yang putus sekolah untuk meneruskan

dan menyelesaikan pendidikannya. Berkaitan dengan hal tersebut

dalam SKB terdapat 3 (tiga) paket pendidikan, yaitu : Paket A

Setara SD, Paket B Setara SLTP dan Paket C Setara SMU.

Desain pendidikan luar sekolah dalam SKB memiliki

perbedaan dengan pendidikan formal (jalur sekolah). Dalam

pendidikan jalur luar sekolah ini kepada warga belajar tidak hanya

diberikan materi-materi pelajaran umum, tetapi juga pendidikan

ketrampilan yang dapat dipakai sebagai modal berwirausaha.

Adapun kegiatan yang tercakup dalam Program Pendidikan

Berkelanjutan yang terdiri dari Kursus, Pendidikan Perempuan,

dan Pendidikan Mata Pencaharian.

Berdasarkan uraian di atas maka dalam kegiatan belajar

mengajar di SKB sarat dengan muatan pendidikan ketrampilan

yang fungsional dalam membuka alternatif mata pencaharian.

Secara garis besar, materi-materi pelajaran menyangkut

ketrampilan yang diberikan adalah :

a. Kewiraswastaan

b. Ketrampilan produksi

c. Pengelolaan keuangan

d. Pengelolaan usaha

5

Page 6: Bab i Pendahuluan

e. Pemasaran

Sejalan dengan itu, metode penyelenggaraan pembelajaran

juga disesuaikan dengan materi yang diberikan tersebut, yaitu

terdapatnya berbagai macam pendidikan ketrampilan. Hal

tersebut diwujudkan dengan adanya praktek ketrampilan yang

dilaksanakan 1 x 4 jam per minggu serta adanya bimbingan kerja.

Minat masyarakat nampaknya juga cukup besar terhadap

kegiatan ketrampilan yang diberikan di SKB Surakarta, yang

ditandai dengan banyaknya warga belajar yang mengikuti

berbagai kegiatan yang diadakan, terutama pada jenis kegiatan

menjahit pakaian wanita dan anak (83 orang) dan bordir mesin

(total 74 orang). Hal ini sangat kondusif bagi pemberdayaan

ekonomi masyarakat, khususnya warga belajar, karena dengan

mengikuti kegiatan pembelajaran di SKB maka warga belajar

akan mendapatkan bimbingan dan pelatihan ketrampilan teknis

fungsional yang dapat digunakan untuk membuka usaha maupun

bekerja.

Mengacu pada data dan uraian di atas maka pendidikan

luar sekolah melalui SKB pada satu sisi mengarah pada upaya

menuju terciptanya kemandirian bagi warga belajar. Dengan

demikian penyelenggaraan pendidikan luar sekolah merujuk pula

pada konsep pemberdayaan masyarakat yang ditandai dengan

6

Page 7: Bab i Pendahuluan

adanya pemberian dan bimbingan ketrampilan teknis yang dapat

difungsikan oleh warga belajar sebagai alternatif sumber

penghasilan melalui jalur wirausaha.

Adanya pemberdayaan masyarakat melalui SKB akan

membawa beberapa manfaat positif bagi pihak-pihak terkait. Bagi

warga belajar, melalui kegiatan ini maka yang bersangkutan akan

mendapatkan sejumlah ketrampilan dan keahlian sesuai bidang

yang diminati dan dipilihnya sehingga mempunyai alternatif untuk

berwirausaha maupun untuk terjun ke dunia kerja. Kemudian

manfaat lain juga dapat dipetik oleh pemerintah, yaitu mengurangi

potensi pertambahan jumlah pengangguran dan penduduk miskin

karena warga belajar yang telah selesai menempuh pendidikan

luar sekolah telah memiliki bekal untuk bekerja atau membuka

usaha mandiri (Bulletin Wajah SKB Surakarta, 2008:1).

Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan kegiatan

pemberdayaan di SKB tentu harus dilihat dari parameter tertentu.

Dalam hal ini sebagai tolak ukur keberhasilan sebagaimana

disebutkan dalam Rencana Kegiatan Tahunan SKB Surakarta

Tahun 2008 adalah :

(1) Terciptanya lapangan pekerjaan bagi para pemuda yang

akan membawa pada keadaan yang lebih baik dan

menjanjikan;

7

Page 8: Bab i Pendahuluan

(2) Mampu menciptakan masyarakat gemar belajar,

berpengetahuan, dan bermatapencaharian (Bulletin Wajah

SKB Surakarta, 2008 :6).

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dicermati mengenai

adanya beberapa point penting yang menjadi parameter penting

dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui

SKB. Point-point yang dimaksud adalah peningkatan taraf hidup

dan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan taraf hidup di

sini dapat diwujudkan melalui kemampuan atau potensi dalam hal

bermatapencaharian, sebagai hasil dari pembelajaran ketrampilan

yang diberikan kepada warga belajar. Sedangkan peningkatan

kualitas sumber daya manusia terwujud melalui diperolehnya

sejumlah ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan

hasil dari kegiatan belajar mengajar di SKB. Semua hasil tersebut

sangat mendukung bagi terwujudnya pemberdayaan bagi warga

belajar.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, pokok

permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah :

1. Sejauh mana peranan SKB dalam memberdayakan

masyarakat ?

8

Page 9: Bab i Pendahuluan

2. Apakah manfaat yang dapat diperoleh warga belajar dan

alumni SKB ?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah tersebut di atas maka

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

peranan SKB Surakarta dalam rangka pemberdayaan

masyarakat melalui rangkaian kegiatan yang sudah berjalan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritik

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu

menambah dan lebih mengembangkan kajian ilmiah tentang

kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan

nonformal yang ditinjau dari perspektif administrasi publik.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

masukan dan pertimbangan bagi pimpinan SKB Surakarta,

Dinas Pendidikan Kota Surakarta, maupun instansi yang

terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas

nonformal melalui SKB sebagai wahana untuk

memberdayakan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini

diharapkan dapat pula menjadi referensi maupun bahan studi

9

Page 10: Bab i Pendahuluan

banding bagi penelitian selanjutnya yang mengkaji perma-

salahan serupa atau yang terkait.

10

Page 11: Bab i Pendahuluan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Konsep Peranan

Secara mendasar konsep peranan menunjuk pada

perilaku sistematis yang dimainkan oleh seseorang

sehubungan dengan kedudukan, jabatan, atau atribut lain

yang dimilikinya. Hal ini dapat diamati dari definisi peranan

yang dinyatakan oleh Thoha (1983:137), bahwa peranan

adalah suatu rangkaian perilaku yang teratur yang ditimbulkan

karena suatu jabatan tertentu atau karena adanya suatu faktor

yang mudah dikenali. Hal yang sama juga dapat dilihat pada

definisi yang disampaikan oleh Gibson dkk (1991:256) yang

mengartikan peranan sebagai hal-hal yang harus dilakukan

seseorang untuk menyahihkan (validity) kedudukannya dalam

suatu posisi tertentu.

Dalam kehidupan sehari-hari peranan mempunyai fungsi

yang penting, khususnya dalam mengatur tingkah laku

seseorang. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Elly

Chinoi (dalam Soekanto, 1990:271), pentingnya peranan

adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Orang yang

11

Page 12: Bab i Pendahuluan

bersangkutan akan dapat menyesuaikan diri dengan perilaku

orang-orang sekelompoknya. Kemudian Soekanto (1990:269)

mengatakan sebagai berikut :

Peranan menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai proses. Tepatnya adalah bahwa seseorang yang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Peranan merupakan proses dinamis dari kedudukan dan status. Dengan demikian seseorang yang menjalankan peranan adalah mereka yang melaksanakan hak dan kewajiban, tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan atau status yang dimiliki.

Lebih jauh lagi, Soekanto (1990:269) mengatakan

bahwa dalam peranan terdapat paling sedikit 3 (tiga) hal

pokok, yaitu :

1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi masyarakat.

Sejalan dengan pendapat di atas, Gibson (1991:248) juga

mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis peranan. Jenis-

jenis peranan yang dimaksud adalah :

1. Peranan yang dipersepsikan, yaitu perangkat perilaku

seseorang dalam suatu posisi di mana ia berpendapat

bahwa ia harus memainkan peranan tersebut.

12

Page 13: Bab i Pendahuluan

2. Peranan yang diharapkan, yaitu perilaku nyata yang

diharapkan masyarakat dari seseorang atas kedudukannya.

3. Peranan yang dimainkan, yaitu perilaku yang benar-benar

dilaksanakan seseorang sesuai dengan kedudukannya.

Dalam penelitian ini konteks peranan yang dimaksud

adalah peranan yang lebih mengarah pada kelembagaan atau

institusional. Dalam hal ini, peranan yang dimaksud adalah

peranan yang dimainkan oleh SKB dalam kerangka

memberdayakan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari aktivitas

dan fungsi dari SKB yang memberikan akses bagi warga

masyarakat yang putus sekolah atau drop out agar bisa

melanjutkan pendidikannya. Langkah itu juga disertai dengan

adanya bimbingan dan pelatihan berbagai macam ketrampilan

yang bersifat produktif dan berwawasan kewirausahaan

sehingga dapat membentuk kemandirian dari warga belajar

SKB.

2. Konsep Pemberdayaan (Empowerment)

Secara etimologis, istilah pemberdayaan merupakan

serapan dari kata dalam Bahasa Inggris empowerment atau

empower. Menurut Webster dan Oxford English Dictionary

(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) kata empower

13

Page 14: Bab i Pendahuluan

mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give

power or authority to dan pengertian kedua berarti to give

ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan

sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau

mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam

pengertian kedua diartikan sebagai upaya untuk memberi

kemampuan atau pemberdayaan.

Sejalan dengan pendapat di atas, Oakley dan Marsden

(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) mengemukakan bahwa

berdasarkan studi kepustakaan proses pemberdayaan

mengandung dua kecenderungan;

a. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan pertama ini dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.

b. Kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder adalah menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.

Dalam konteks dunia pengajaran (pendidikan) antara

lain diungkapkan oleh Martens dan Yangers (dalam Babari

dan Prijono, 1996:71), sebagai; “a route to enhancing the

14

Page 15: Bab i Pendahuluan

teaching proffesions; the authority to teach with the

proffesional standards that portain their work”. Kemudian

menurut Goodman (ibid) makna pemberdayaan dalam konteks

ini adalah : “a more active and critical approach toward

teaching”.

Menurut Sumodiningrat (dalam Sujono dan Tjitroresmi,

1998:5) pemberdayaan sangat berkaitan dengan upaya

mengaktualisasikan potensi masyarakat. Dikatakan bahwa

pemberdayaan masyarakat secara mendasar merupakan

upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan

potensi kemampuan yang mereka miliki. Dari pendapat ini

maka dapat dikatakan bahwa konsep pemberdayaan

merupakan suatu aktivitas untuk membantu

seseorang/sekelompok orang guna mewujudkan atau

membangkitkan kemampuan sesuai potensi yang dimiliki.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa

elemen penting dari sebuah rangkaian aktivitas dalam proses

pemberdayaan adalah pemberian daya atau kemampuan bagi

pihak-pihak yang diberdayakan. Hal ini seperti dikatakan oleh

Moeljarto (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) yang

mengemukakan tentang pentingnya mengalirnya daya (flow of

power) dalam proses pemberdayaan. Dikatakan olehnya

bahwa proses ini memandang penting mengalirnya daya (flow

15

Page 16: Bab i Pendahuluan

of power) dari subyek ke obyek. Pemberian kuasa, kebebasan,

pengakuan dari subyek ke obyek dengan memberikan

kesempatan untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai

sumber yang ada merupakan salah satu manifestasi dari

mengalirnya daya tersebut.

Pada sisi ini, dapat pula kita amati bahwa

pemberdayaan berkaitan dengan upaya untuk membantu

seseorang/sekelompok orang untuk mengatasi

ketidakberdayaan yang dialami. Bisa jadi hal itu karena situasi

dan kondisi tertentu, keterbatasan sarana dan prasarana,

kurangnya kesadaran, dan sebagainya. Kabeer (dalam

Priyono dan Pranarka, 1996:64) berpendapat bahwa

ketidakberdayaan bukan menunjuk pada tidak adanya

kekuatan sama sekali, Dalam realitasnya, mereka yang hanya

memiliki sedikit kemampuan ternyata justru mampu untuk

bertahan, menggulingkan atau mentransformasikan hidup

mereka. Jadi kekuatan itu ada, hanya saja perlu untuk

ditampakkan dan dikembangkan. Argumen Kabeer ini

didasarkan pada pandangan Talcott Parson yang

membedakan kekuasaan (power) menjadi dua dimensi

distributif dan dimensi generatif.

16

Page 17: Bab i Pendahuluan

“Dimensi distributif kekuasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memaksakan kehendak mereka pada orang lain. Sedangkan dimensi generatif kekuasaan merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan masyarakat atau unit sosial untuk meningkatkan kemampuannya mengubah masa depan mereka yang dilakukan atas pilihan sendiri (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:64).

Dalam hal ini, Kabeer mengacu pada dimensi generatif

yang dapat diciptakan melalui organisasi sosial dan kelompok

kaum marginal untuk mendorong proses perubahan sosial

yang memungkinkan mereka untuk memberikan pengaruh

yang lebih besar terhadap lingkup kehidupan mereka pada

tingkat lokal maupun nasional.

Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual

maupun kolektif (kelompok). Dari kedua model tersebut,

tingkat efektivitas dan keberhasilannya nampaknya lebih

cenderung pada pemberdayaan secara kolektif. Friedmann

(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) menyatakan bahwa

kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam

suatu kelompok cenderung dinilai sebagai pemberdayaan

yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical

encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran

serta solidaritas anggota. Anggota kelompok menumbuhkan

identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka

bersama, ini yang disebut collective self-empowerment.

17

Page 18: Bab i Pendahuluan

Dalam proses pemberdayaan kehadiran kelompok

eksternal sangat penting. Hal ini seperti diungkapkan oleh

Chambers (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:143). Kondisi

masyarakat yang miskin yang kadang menunjukkan lingkaran

ketidakberdayaan, memerlukan pihak lain yang dapat

berfungsi sebagai penstimulir atau pendorong yang

meyakinkan masyarakat miskin akan daya yang mereka miliki.

Dalam konteks warga putus sekolah, kelompok

eksternal yang dimaksud terdiri dari pemerintah, serta

organisasi sosial kemasyarakat-an, seperti halnya LSM.

Masing-masing dapat memainkan perannya untuk menstimulir

maupun mentransfer kemampuan kepada masyarakat agar

mereka dapat menumbuhkan keyakinan akan potensi daya

yang dimilikinya serta mampu memainkan peran yang lebih

aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

B. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan

pada skema berikut ini :

18

Page 19: Bab i Pendahuluan

Gambar 1.

Kerangka Pikir

Sistem Pendidikan Nasional

Pendidikan Non Formal Pendidikan InformalPendidikan Formal

Pendidikan Luar Sekolah (PLS)

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)

Pelajaran Umum Ketrampilan Teknis

Parameter Keberhasilan : Terciptanya lapangan kerja Menciptakan masyarakat berpengetahuan dan

bermatapencaharian

Pemberdayaan Masyarakat

19

Page 20: Bab i Pendahuluan

Keterangan :

Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional membagi jenis

pendidikan menjadi 3 macam, yaitu Pendidikan Formal,

Pendidikan Non Formal, dan Pendidikan Informal. Dari ketiga

jenis pendidikan tersebut penelitian ini membahas pendidikan

non formal.

Pendidikan non formal pada dasarnya berfungsi sebagai

pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan non

formal dengan penekanan kepada penguasaan pengetahuan dan

ketrampilan. Perwujudan dari pendidikan non formal antara lain

melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang memberikan akses

bagi warga masyarakat tertentu yang karena satu adn lain sebab

tidak dapat menempuh atau melanjutkan pendidikan formal

samapi lulus/tamat.

Pendidikan Luar Sekolah ini antara lain dilembagakan

melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Dalam kegiatan

pendidikan di SKB materi pelajaran yang diberikan kepada warga

belajar secara global terdiri dari pelajaran umum dan bimbingan

atau pelatihan ketrampilan teknis.

20

Page 21: Bab i Pendahuluan

SKB mengemban misi tertentu, khususnya menyangkut

pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini proses

pemberdayaan masyarakat melalui proses belajar mengajar

dimaksudkan agar menghasilkan masyarakat yang

berpengetahuan, trampil, dan berpenghasilan. Sejalan dengan itu

parameter keberhasilan dalam kegiatan pendidikan di SKB

intinya yaitu terciptanya lapangan kerja bagi para pemuda agar

kondisinya lebih baik dan menciptakan masyarakat

berpengetahuan dan bermatapencaharian. Dengan demikian

SKB mempunyai peranan dalam rangka memberdayakan

masyarakat.

21

Page 22: Bab i Pendahuluan

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Adapun

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (2000:1) serta Moleong

(2000:3) menyebutkan bahwa metode kualitatif merupakan

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang

dapat diamati. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah

dalam bentuk embedded case study atau studi kasus

terpancang, yaitu penelitian dengan pengumpulan data yang

terarah berdasarkan tujuan dan pertanyaan yang lebih dahulu

ditentukan. Desain penelitian semacam ini tidak mengkaji

keseluruhan aspek (holistik), tetapi membatasi pada aspek-aspek

terpilih (Sutopo, 1988:15).

Dalam aplikasinya, peneliti tidak mengkaji seluruh

rangkaian aktivitas belajar mengajar dalam kerangka

pemberdayaan masyarakat yang berlangsung di SKB Surakarta,

tetapi memfokuskan pada eksplorasi dan pengungkapan aspek-

aspek tertentu yang dipilihnya.

22

Page 23: Bab i Pendahuluan

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah SKB Surakarta.

Pemilihan lokasi ini didasarkan pertimbangan bahwa SKB ini

merupakan SKB yang paling banyak kegiatannya dan juga paling

banyak pesertanya dibanding SKB lain di Karesidenan Surakarta.

Sebagai bahan perbandingan, pada tahun anggaran 2008 di SKB

Surakarta aktif diselenggarakan 11 jenis ketrampilan dengan

peserta atau warga belajar sebanyak 318 orang.. Khusus untuk

materi pelajaran pengetahuan umum SKB tersebut memberikan

materi seperti IPA, IPS, PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia,

dan sebagainya. Hal tersebut sudah diatur dalam petunjuk

pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan nonformal di SKB.

(Sumber arsip SKB Surakarta).

C. Teknik Cuplikan

Lincoln dan Guba (1985) mengatakan bahwa dalam

penelitian kualitatif peneliti berangkat dari asumsi bahwa konteks

itu kritis sehingga masing-masing konteks harus ditangani secara

tersendiri. Inilah yang membedakan teknik sampling pada

penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian

kualitatif sampling ditujukan untuk menjaring sebanyak mungkin

informasi dari berbagai sumber untuk merinci kekhususan yang

ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Oleh karena itu dalam

23

Page 24: Bab i Pendahuluan

memilih dan menentukan informan maka peneliti mengacu pada

teknik “purposive sampling”, di mana peneliti memilih informan

yang dianggap tahu (key informant) dan dapat dipercaya untuk

menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya

secara mendalam (Sutopo, 1988:22). Dalam kerangka ini maka

informan merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian

aktivitas pemberdayaan dalam SKB, yaitu :

1. Pamong pengajar (tenaga kependidikan SKB).

2. Birokrasi SKB.

3. Warga belajar

4. Alumni

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperlukan akan dikumpulkan melalui kombinasi

tiga teknik pengumpulan data, yaitu:

1. Wawancara mendalam (in depth interview)

Merupakan teknik pengumpulan data dengan

melakukan tanya jawab lisan secara langsung dan mendalam

dengan sasaran/obyek penelitian untuk mendapatkan data-

data dan keterangan yang berkaitan dengan topik penelitian.

Dalam prakteknya di lapangan, selama masa penelitian

peneliti telah mengadakan wawancara dengan pamong

belajar, pegawai/birokrat SKB, warga belajar dan alumni.

24

Page 25: Bab i Pendahuluan

Wawancara tersebut dilakukan di SKB maupun di kediaman

informan. Proses wawancara tersebut sebagian dilakukan

orang per orang dan sebagian lagi dilakukan secara

berkelompok, misalnya peneliti sekaligus mengadakan

wawancara dengan beberapa warga belajar atau dengan

beberapa pegawai SKB Surakarta.

2. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan jalan mengadakan pengamatan secara sistematis

terhadap fenomena-fenomena yang terkait dengan tema

penelitian. Melalui teknik ini diharapkan akan mendapatkan

gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai

obyek yang diamati, karena peneliti dalam hal ini akan

mengadakan pengamatan langsung.

Untuk model pengamatan atau observasi yang

digunakan adalah observasi tak berperan (participant

observation) di mana peneliti dalam mengadakan

pengamatan tidak melakukan peran apapun dalam kegiatan

pemberdayaan (belajar mengajar) di lokasi penelitian.

Dalam prakteknya di lapangan, observasi dilakukan

dengan mengamati kegiatan pembelajaran di SKB Surakarta

serta melihat sebagian aktivitas usaha produktif alumni

mengingat beberapa alumni membuka usaha di rumah

25

Page 26: Bab i Pendahuluan

sehingga peneliti dapat mengetahui tingkat kemandirian

mereka.

3. Dokumentasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan

dengan menelaah dokumen, arsip, maupun referensi yang

mempunyai relevansi dengan tema penelitian. Adapun

dokumen-dokumen yang ditelaah antara lain Laporan

Tahunan SKB, data tentang kegiatan pembelajaran, data

ketenagaan SKB Surakarta, Juklak/Juknis Pendidikan Non

Formal, dan sebagainya.

E. Validitas Data

Untuk menjamin validitas data dalam penelitian ini maka

akan digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data itu untuk kepentingan pengecekan data atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000:178).

Dalam hal ini teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi

dengan sumber yang berarti membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton

dalam Moleong, 2000:178). Hal ini dapat dicapai dengan jalan :

1. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen

yang berkaitan.

26

Page 27: Bab i Pendahuluan

2. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil

wawancara.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah analisa kualitatif deskriptif dengan model interaktif

(Interactive Model of Analysis). Menurut Sutopo (1988:33-35)

dalam model ini tiga komponen analisis, yaitu reduksi data,

sajian data dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan bentuk

interaktif dengan proses pengumpulan data (data collecting)

sebagai suatu siklus. Ketiga kegiatan tersebut dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Data Reduction (Reduksi/Seleksi data)

Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian

pada penyerderhanaan data “kasar” yang muncul dalam

catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung

terus menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan

suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,

mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan

mengorganisasikan data.

2. Data Display (Penyajian data)

Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan informasi

tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan

27

Page 28: Bab i Pendahuluan

kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian

data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi

dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman

tentang penyajian data.

3. Conclusion Drawing (Penarikan kesimpulan)

Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan

tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum jelas,

kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar

dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama proses

penelitian berlangsung dengan maksud untuk menguji

kebenaran, kekokohan dan kecocokan yang merupakan

validitasnya.

Proses analisa tersebut di atas dapat digambarkan dalam bagan

berikut ini :

Gambar 2.

Bagan Interactive Model of Analysis

28

Page 29: Bab i Pendahuluan

Sumber : Miles dan Huberman (1992:20)

Data Collecting

Conclusion Drawing

Data DisplayData Reduction

29

Page 30: Bab i Pendahuluan

BAB IV

PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Singkat SKB Surakarta

Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Surakarta berdiri

tahun 1992. Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta diresmikan

pada tanggal 23 Mei 1992 oleh Bapak Suwardi sebagai Kepala

Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Propinsi Jawa Tengah.

Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta terletak di sebelah

timur SMU Negeri 7 Surajarta atau sebelah utara komplek

perumahan pada jalur jalan raya Baron. Kondisi itu

memudahkan dalam transportasi bagi siswa-siswi yang akan ke

sekolah maupun pulang sekolah karena semua angkutan lewat

di depan sekolah tersebut. Namun demikian, suara bising

kendaraan bermotor yang lewat ternyata berpengaruh pada

konsentrasi siswa dalam belajar.

Khususnya pada waktu pagi hari, jalan di depan Sanggar

Kegiatan Belajar Surakarta padat dengan kendaraan bermotor

sehingga pada jam-jam awal pelajaran siswa tidak dapat

berkonsentrasi penuh. Di samping itu, asap kendaraan yang

lewat tidak jarang menimbulkan pencemaran udara. Meskipun

29

Page 31: Bab i Pendahuluan

situasi di luar lingkungan Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta

cenderung ramai, tidak demikian halnya dengan kondisi dalam

sekolah.

Suasana dalam lingkungan Sanggar Kegiatan Belajar

Surakarta nampak tenang dan asri. Berdasarkan hasil

observasi, kondisi dan situasi internal Sanggar Kegiatan Belajar

Surakarta sangat mendukung bagi terlaksananya kegiatan

belajar mengajar.

2. Tugas Pokok dan Fungsi SKB Surakarta

Berdasarkan Kepmendikbud Nomor:023/O/1997 tanggal 29

Februari 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sanggar

Kegiatan Belajar disebutkan bahwa :

a. Tugas Pokok

Sanggar mempunyai tugas melakukan pembuatan

percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program

pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olah raga berdasarkan

kebijaksanaan teknis Direktur Jenderal Diklusepora (Dirjen

PLS dan Binmudora, 1992: 5).

Dalam tugas pokoknya Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)

Kota Surakarta telah berusaha membuat program kegiatan

sebagai percontohan atau obyek bagi masyarakat untuk

dikembangkan dan menjaga mutu agar mendapat

kepercayaan masyarakat sehingga mau belajar di sanggar.

30

Page 32: Bab i Pendahuluan

b. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sanggar mempunyai

fungsi sebagai berikut :

1) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar

masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar

belajar.

2) Pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau

dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam pelaksanaan

asas saling membelajarkan.

3) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan luar

sekolah, pemuda, dan olahraga.

4) Pembuatan percontohan berbagai program dan

pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan luar

sekolah, pemuda, dan olahraga.

5) Penyusunan dan pengadaan sarana belajar muatan lokal.

6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar.

7) Pengintegrasian dan penyinkronisasian kegiatan sektor

dalam bidang pendidikan luar sekolah, pemuda, dan

olahraga.

8) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana

pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.

9) Pengelolaan urusan tata usaha sanggar.

31

Page 33: Bab i Pendahuluan

3. Struktur Organisasi SKB Surakarta

Berdasarkan Kepmendikbud Nomor:023/O/1997 tanggal 29

Februari 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sanggar

Kegiatan Belajar disebutkan bahwa susunan organisasi SKB Kota

Surakarta terdiri dari :

a. Kepala

b. Urusan Tata Usaha

c. Sub Seksi Bina Program

d. Kelompok Jabatan Fungsional

Dalam bentuk bagan dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3

Struktur Organisasi SKB Kota Surakarta

(Sumber : SK Walikota Surakarta No. 29/2001)

Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bagian

dalam struktur organisasi SKB adalah sebagai berikut :

Kepala SKB

Urusan Tata

Usaha

Sub Seksi Bina

Program

Kelompok Jabatan Fungsional

32

Page 34: Bab i Pendahuluan

a. Kepala

Kepala SKB mempunyai tugas pokok melaksanakan

kebijakan teknis Dinas Pendidikan di bidang pendidikan

luar sekolah, pembinaan generasi muda, dan olahraga.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala SKB

mempunyai fungsi :

1) Pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan

dan pembinaan di bidang pendidikan luar sekolah,

pemuda dan olahraga.

2) Penyusunan rencana dan program kerja SKB.

3) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar

masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat

gemar belajar.

4) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan

luar sekolah, pemuda dan olahraga.

5) Pelaksanaan inovasi dan pembaharuan program

pendidikan luar sekolah, pembinaan pemuda dan

olahraga.

6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar pendidikan

luar sekolah, pemuda dan olahraga.

7) Pembuatan percontohan berbagai program dan

pengendalian mutu pelaksanaan pendidikan luar

sekolah, pembinaan pemuda dan olahraga.

33

Page 35: Bab i Pendahuluan

8) Pengintegrasian dan penyelarasan kegiatan sektoral

dalam bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan

pemuda dan olahraga.

9) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga

pelaksana pendidikan luar sekolah, pembinaan pemuda

dan olahraga.

10) Pelaksanan koordinasi dengan instansi/unit ekrja

terkait.

11) Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga

SKB.

12) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Dinas.

b. Urusan Tata Usaha

Urusan Tata Usaha mempunyai tugas pokok

melaksanakan pengelolaan urusan surat menyurat,

kearsipan, kerumahtanggaan, kehumasan, pengumpulan

dan pengolahan data, penyusunan rencana dan program

kerja, pelaksanan monitoring perkembangan SKB,

melaksanakan urusan kepegawaian, urusan keuangan dan

urusan perlengkapan SKB.

Adapun uruaian tugas dari Urusan Tata Usaha

adalah sebagai berikut :

34

Page 36: Bab i Pendahuluan

1) Mengkoordinasikan penyiapan bahan perumusan

kebijakan teknis SKB.

2) Menyusun rencana dan program kerja Urusan Tata

Usaha.

3) Memberikan pengarahan dan membagi tugas kepada

bawahan.

4) Melakukan koordinasi, pengawasan dan pengendalian

kegiatan ketatausahaan, kearsipan, perpustakaan,

kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan urusan

rumah tangga di lingkungan SKB.

5) Memberikan informasi yang menyangkut

ketatausahaan, rumah tangga sanggar, dan

perkembangan pendidikan luar sekolah, pemuda, dan

olahraga.

6) Melaksanakan dan memelihara keamanan, keindahan,

kebersihan, dan keharmonisan kerja di lingkungan

sanggar.

7) Melayani perjalanan dinas dan tamu sanggar yang

berhubungan dengan tugas dan wewenangnya.

8) Melaksanakan kegiatan keprotokolan, dokumentasi,

kearsipan, dan perpustakaan SKB.

35

Page 37: Bab i Pendahuluan

9) Menyiapkan administrasi perjalanan dinas, akomodasi,

dan konsumsi bagi tamu SKB.

10) Melaksanakan urusan kepegawaian yang meliputi

penyiapan dan pengangkatan pegawai, kenaikan

pangkat, gaji berkala, cuti, diklat dan pembinaan serta

pengembang-an karier pegawai.

11) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan usul mutasi

dan promosi pegawai.

12) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan pensiun dan

pemberian penghargaan bagi pegawai.

13) Melaksanakan administrasi pengelolaan keuangan

SKB.

14) Mengelola perbendaharaan gaji pegawai.

15) Menyusun laporan kegiatan Urusan Tata Usaha.

16) Memberikan rekomendasi kepada atasan tentang

penilaian DP3 bawahan.

17) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh

Kepala Dinas.

c. Sub Seksi Bina Program

Sub Seksi Bina Program mempunyai tugas pokok

menyusun rencana program teknis, monitoring,

pengendalian mutu, evaluasi, penelitian dan

36

Page 38: Bab i Pendahuluan

pengembangan program pendidikan luar sekolah, pemuda,

dan olahraga berdasarkan kebijakan teknis Dinas

Pendidikan dan kebutuhan lapangan.

Uraian tugas Sub Seksi Bina Program adalah

sebagai berikut :

1) Melaksanakan identifikasi dan seleksi data dasar

program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan

olahraga.

2) Melaksanakan rencana dan program Sub Seksi Bina

Program.

3) Memberi pengarahan dan membagi tugas kepada

bawahan.

4) Melasanakan koordinasi dengan Pamong Belajar,

Urusan tata Usaha, Seksi Sub Dinas Diklusepora

Dinas Pendidikan serta instansi lain.

5) Melaksanakan dan menyelenggarakan program

pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.

6) Melaksanakan pembinaan, monitoring, evaluasi,

pelaksanan program pendidikan luar sekolah, pemuda,

dan olahraga.

7) Menyiapkan bahan penelitian dan pengembangan

program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan

olahraga.

37

Page 39: Bab i Pendahuluan

8) Menyiapkan penelitian dan pengembangan program

pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.

d. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional dapat dibagi dalam

sub-sub kelompok yang masing-masing dipimpin oleh

seorang tenaga fungsional yang paling senior dan ditunjuk

oleh Kepala SKB.

Dalam suatu organisasi, di samping struktur

organisasi, juga diatur mengenai tata kerja yang berlaku di

lingkungan organisasi yang bersangkutan. Adapun tata kerja

yang berlaku di lingkungan SKB dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala SKB, Kepala

Urusan Tata Usaha, Kepala Sub Seksi, Ketua Kelompok

Jabatan Fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi,

integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi secara vertikal dan

horizontal baik dalam lingkungan masing-masing maupun

dengan instansi lain sesuai dengan tugas pokoknya.

b. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan SKB

bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan

bawahannya serta memberikan bimbingan dan petunjuk

bagi pelaksanaan tugas.

38

Page 40: Bab i Pendahuluan

c. Setiap pimpinan satuan organisasi harus mentaati perintah

dan petunjuk dari atasan dan bertanggungjawab kepada

atasan masing-masing serta menyampaikan laporan

berkala tepat pada waktunya.

d. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan

organisasi wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan

penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan

petunjuk kepada bawahan.

e. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada

atasan, tembusan laporan wajib disampaikan kepada

satuan organisasi lain yang secara fungsional merupakan

hubungan kerja.

f. Dalam melaksanakan tugas setiap pemimpin satuan

organisasi dibantu oleh satuan organisasi dibawahnya dan

dalam rangka pemberian bimbingan untuk bawahan

masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.

4. Wilayah Kerja/Binaan

Seluruh program kegiatan SKB Surakarta

dititikberatkan pada proses pembelajaran masyarakat dengan

prioritas utama masyarakat yang kurang mampu. Proses

pembelajaran ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pada

masing-masing desa yang menjadi sasaran garapan.

39

Page 41: Bab i Pendahuluan

Untuk mengetahui tingkat kebutuhan belajar dari

suatu masyarakat, diawali dengan kegiatan identifikasi

kebutuhan belajar, ketersediaan narasumber teknis serta

potensi yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri.

Penjabaran kebutuhan ini didasarkan pada pola kerja

sistematis SKB Surakarta dengan memprioritas pada

desa/sasaran yang menjadi wilayah kerja atau kecamatan

binaan SKB.

Penentuan wilayah kerja yang menjadi sasaran

garapan SKB didasarkan pada beberapa faktor tertentu, yaitu

sebagai berikut :

a. Prioritas utama merupakan desa tertinggal (IDT) atau

desa minus;

b. Memiliki warga masyarakat yang masih buta huruf, DO

SD, DO SLTP, atau DO SLTA.

c. Memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di

kalangan pemuda.

Adapun pertimbangan untuk menentukan alokasi

program pada Wilayah Kerja/Kecamatan Binaan adalah untuk

membatasi ruang lingkup kerja SKB sekaligus pemantapan

pada tahap pembinaan sasaran kegiatan. Dengan adanya

40

Page 42: Bab i Pendahuluan

pembatasan tersebut maka program dan kegiatan akan lebih

fokus dan terarah, sehingga diharapkan akan dapat lebih

efektif dan efisien dalam kaitannya dengan proses

pembelajaran.

Penunjukkan kecamatan tertentu untuk menjadi

kecamatan binaan khusus memiliki makna strategis. Hal

tersebut terutama dalam hubungannya dengan optimalisasi

program kegiatan yang bertujuan mengangkat kecamatan

yang produktif dengan meminimalkan angka buta huruf,

jumlah pemuda pengangguran serta penciptaan lapangan

pekerjaan melalui pembentukan kelompok-kelompok belajar

usaha, magang, pemuda produktif atau kegiatan lain yang

relevan atau senafas dengan upaya pengentasan kemiskinan

masyarakat, yaitu miskin secara ekonomi dan juga

pendidikan.

Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini yang

penuh dengan dinamika maka kinerja lembaga SKB dituntut

lebih meningkat. Dalam hal ini harus muncul adanya

semangat yang lebih tinggi dalam pengupayaan

pembelajaran masyarakat agar tercipta masyarakat gemar

belajar, bermatapencaharian sekaligus memiliki martabat dan

harga diri yang baik, sehingga kegiatan-kegiatan yang

41

Page 43: Bab i Pendahuluan

dilakukan SKB memiliki korelasi yang kuat dengan semangat

dan jiwa program kerja Pemerintah Kota Surakarta. Hal

tersebut terutama ditujukan pada penerapan program

pengentasan kemiskinan penduduk, khususnya penduduk

yang bermukin di wilayah pedesaan.

Melihat praktek di lapangan, penerapan pola

penetapan wilayah kerja dipandang mampu meratakan sektor

pendidikan, baik umum maupun keterampilan fungsional.

Pola penunjukkan kecamatan binaan menjadi pola alternatif

dalam rangka pengembangan desa/kecamatan tertentu agar

daerah tersebut lebih produktif dan mandiri. Adapun wilayah

kerja SKB Surakarta sebagaimana ditetapkan dalam

Keputusan Walikota Surakarta Nomor 29 Tahun 2001,

meliputi seluruh kecamatan di wilayah Kota Surakarta.

5. Strategi Pelaksanaan Kegiatan

Guna meningkatkan keberhasilan SKB sebagai unit

pelaksana teknis daerah dalam kegiatan pendidikan luar

sekolah, pemuda, dan olahraga maka diperlukan adanya

strategi tertentu. Dalam hal ini strategi pelaksanaan kegiatan

belajar di SKB dilaksanakan secara bertahap, berkelanjutan

dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu sebagai

berikut :

42

Page 44: Bab i Pendahuluan

a. Kondisi obyek sasaran layanan Diklusepora; (Pendidikan

Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga);

b. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta;

c. Daya dukung yang ada di SKB.

Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di

lingkungan SKB dalam tahapannya terbagi atas 2 macam

jangka waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang.

Kedua tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Jangka Pendek

Tahapan pelaksanaan waktu dalam program jangka

pendek adalah 2 (dua) tahun. Tahapan tersebut

dilaksanakan dalam 3 (tiga) kategori wilayah, yaitu :

1) Di dalam gedung/wilayah SKB;

2) Wilayah binaan khusus;

3) Wilayah binaan umum.

Dalam program jangka pendek, kegiatan belajar

dipusatkan di gedung SKB dan 2 (dua) kecamatan binaan

khusus yang memenuhi persyaratan, yaitu :

1) Kecamatan domisili SKB dan, atau

2) Kecamatan yang terdekat dengan kecamatan domisili

SKB, dan atau

43

Page 45: Bab i Pendahuluan

3) Kecamatan yang memiliki jumlah terbanyak dalam

hal: warga buta huruf, putus SD, putus SLTP, putus

SLTA, dan penduduk miskin.

Program pokok yang dilaksanakan di dalam

gedung atau lingkungan SKB maupun kecamatan binaan

khusus, meliputi 3 (tiga) macam, yaitu :

1) Program Pendidikan Masyarakat (Dikmas).

2) Program Pembinaan Generasi Muda (Binmud)

3) Program olahraga.

b. Jangka panjang

Tahapan pelaksanaan program jangka panjang

adalah 5 (lima) tahun anggaran. Dalam jangka waktu

tersebut SKB diharapkan dapat melaksanakan kegiatan

belajar di seluruh wilayah kerjanya sesuai dengan

rencana dan program kerja yang telah ditetapkan.

Dalam hal ini sasaran kecamatan wilayah binaan

khusus tetap pada 2 (dua) kecamatan, sedangkan jumlah

dan jenis program di kecamatan lain disesuaikan dengan

daya dukung SKB dan mengacu pada skala prioritas dan

kondisi wilayah sasaran pelayanan Diklusepora. Dengan

demikian jenis-jenis kegiatan pada masing-masing SKB

tidak harus sama, tetapi menyesuaikan dengan potensi

dan kondisi masing-masing wilayah binaan.

44

Page 46: Bab i Pendahuluan

B. Karakteristik Informan

Dalam pembahasan ini akan disajikan data yang

menyangkut beberapa karakteristik umum dari para informan

penelitian berdasarkan data hasil penelitian. Hal tersebut

mencakup karakteristik menurut kelompok informan, jenis kelamin,

usia, dan tingkat pendidikan.

1. Kelompok Informan

Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III informan

penelitian ini mencakup beberapa kelompok, yaitu

birokrat/petugas SKB Surakarta, warga belajar dan alumni.

Oleh karena itu pada tabel berikut ini akan disajikan data

tentang kelompok responden tersebut :

Tabel 1. Karakteristik Kelompok Informan

Kelompok Informan Frekuensi Persentase (%)

Aparat SKB Surakarta

Warga Belajar

Alumni

8

9

6

34,8

39,1

25,1

Jumlah 23 100,0

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah total

informan penelitian ini sebanyak 23 orang. Komposisi

berdasarkan kelompok informan masing-masing ; 8 orang atau

34,8% merupakan aparat SKB Surakarta, 9 orang atau 39,1%

45

Page 47: Bab i Pendahuluan

adalah warga belajar, dan 6 orang atau 25,1% adalah alumni

SKB Surakarta.

2. Jenis Kelamin

Data mengenai karakteristik informan menurut jenis

kelamin adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Karakteristik Informan menurut Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-Laki

Perempuan

9

14

39,1

60,9

Jumlah 23 100,0

Sumber : Data primer diolah

Tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok informan

didominasi oleh informan berjenis kelamin perempuan, yaitu

sebanyak 14 orang atau 60,9%, sedangkan laki-laki hanya

sebanyak 9 orang atau 39,1%. Kondisi tersebut menurut

pendapat peneliti tidak lepas dari kenyataan di lapangan

bahwa banyak sekali kegiatan pelatihan ketrampilan yang

ditujukan untuk kaum wanita, seperti tata rias pengantin,

kursus kecantikan, jahit-menjahit, tata boga, dan lain-lain.

Oleh karena itu banyak sekali kaum wanita yang menjadi

Warga Balajar di SKB Surakarta.

46

Page 48: Bab i Pendahuluan

3. Usia

Data hasil penelitian menunjukkan variasi dari usia

para informan. Adapun data mengenai hal tersebut dapat

dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 7. Karakterisik Informan menurut Usia

Rentang Usia(Tahun)

Frekuensi Persentase (%)

20 - 29

30 – 39

40 - 49

50 atau lebih

8

8

6

1

34,8

34,8

25,1

4,3

Jumlah 23 100,0

Sumber : Data primer diolah.

Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa komposisi umur

informan paling banyak berada pada kisaran 20–29 tahun dan

20-39 tahun, masing-masing sebanyak 8 orang atau 34,8.

Kemudian kelompok informan yang lain adalah 6 orang atau

25,1% berusia antara 40-49 tahun dan 1 orang lainnya atau

4,3% berusia 50 tahun atau lebih. Dari data ini maka secara

umum para informan relatif masih berusia muda karena

mayoritas berusia di bawah 40 tahun.

4. Tingkat Pendidikan

Pendidikan sangat penting bagi setiap orang, baik

pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan

47

Page 49: Bab i Pendahuluan

formal dapat ditempuh melalui SD sampai perguruan tinggi,

sementara pendidikan non formal di antaranya dapat ditempuh

melalui SKB.

Berikut ini dipaparkan data mengenai karakteristik

informan menurut tingkat pendidikan yang telah dicapai :

Tabel 8. Karakteristik Informan menurut Tingkat Pendidikan Formal

Tingkat Pendidikan FrekuensiPersentase

(%)

Pendidikan Tinggi (Diploma s.d S1)

Pendidikan Menengah (SLTA)

Pendidikan Rendah (SD-SLTP)

4

17

2

17,4

73,9

8,7

Jumlah 23 100,0

Sumber : Data primer diolah

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar

informan berpendidikan taraf menengah atau pada taraf SLTA,

yaitu sebanyak 17 orang atau 73,9%. Kemudian untuk

kelompok informan yang lain masing-masing 4 orang atau

17,4% berpendidikan tinggi (Diploma s.d Sarjana), dan 2

orang atau 8,7% berpendidikan rendah (SD-SLTP). Untuk

informan yang berpendidikan tinggi seluruhnya adalah

informan dari unsur petugas SKB Surakarta.

48

Page 50: Bab i Pendahuluan

Berdasarkan data di atas maka secara umum tingkat

pendidikan informan cukup baik karena mayoritas

berpendidikan menengah sampai dengan tinggi. Hal ini cukup

menguntungkan danmemudahkan kelancaran dari kegiatan

pemberdayaan karena dengan pendidikan yang cukup baik

maka proses penyampaian dan penyerapan materi

pembelajaran/pelatihan lebih cepat dan optimal.

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Peranan SKB Dalam Upaya Pemberdayaan

a. Kesesuaian materi pembelajaran yang diajarkan

dengan kebutuhan dan semangat kewirausahaan bagi

warga belajar

Banyak warga masyarakat yang kurang beruntung

karena tidak dapat menempuh pendidikan formal sampai

pada taraf yang tinggi. Oleh karena itu mereka umumnya

memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas.

Dengan kondisi itu mereka relatif tidak punya bekal yang

memadai, baik berupa pengetahuan maupun ketrampilan,

yang dapat digunakan sebagai modal untuk bekerja atau

membuka usaha produktif. Untuk itu mereka perlu

diberdayakan agar mempunyai ketrampilan teknis fungsional

49

Page 51: Bab i Pendahuluan

yang dapat dipergunakan sebagai modal untuk bekerja atau

berwirausaha.

Wahana pemberdayaan secara nyata antara lain

dapat dilakukan melalui pendidikan non formal. Sesuai

dengan Pasal 26 ayat 1 dan 2 UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan non formal

pada dasarnya berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan

atau pelengkap pendidikan non formal dengan penekanan

kepada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan

fungsional. Dari pengertian tersebut maka jelas bahwa

pendidikan non formal menempati posisi yang cukup strategis

dalam rangka memberikan akses bagi kelompok warga

masyarakat yang karena sebab-sebab tertentu, khususnya

faktor ekonomi, menjadi putus sekolah, drop out, atau tidak

dapat meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Dengan adanya pendidikan melalui jalur nonformal maka

warga masyarakat yang kondisinya demikian dapat

meneruskan pendidikan formal untuk mencapai taraf tertentu

serta mempelajari berbagai macam ketrampilan teknis

fungsional.

Salah satu lembaga pendidikan formal yang ada dalam

masyarakat adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB

merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani

50

Page 52: Bab i Pendahuluan

pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga, yang berada di

bawah Dinas Pendidikan Kota Surakarta. Tugas pokok SKB

adalah melaksanakan kebijakan teknis Dinas Pendidikan di

bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda dan

olahraga. Sedangkan fungsi-fungsi dari SKB antara lain adalah:

1) Pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan

pembinaan di bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan

generasi muda dan olahraga.

2) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar

masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar

belajar.

3) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan luar

sekolah, pembinaan generasi muda dan olahraga.

4) Pelaksanaan inovasi dan pembaharuan program

pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda dan

olahraga.

5) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar pendidikan luar

sekolah, pembinaan generasi muda dan olahraga.

6) Pengintegrasian dan penyelarasan kegiatan sektoral dalam

bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda

dan olahraga. (Keputusan Walikota Surakarta No.

29/2001)

51

Page 53: Bab i Pendahuluan

Mencermati tugas pokok dan fungsi-fungsi yang

diemban SKB maka jelas bahwa lembaga ini memiliki

peranan yang strategis dalam rangka memberdayakan

masyarakat, khususnya generasi muda. Untuk mengetahui

tentang peranan SKB dalam rangka pemberdayaan ini maka

perlu diketahui terlebih dahulu materi-materi pembelajaran

yang diberikan di SKB.

Menurut hasil wawancara dengan informan penelitian

dan menelaah arsip atau dokumen-dokumen yang terkait,

materi pembelajaran yang diberikan di SKB Surakarta yang

antara lain meliputi :

1) Materi pelajaran umum

Materi ini mencakup beberapa mata pelajaran yang

diajarkan dalam lembaga pendidikan formal (sekolah), seperti

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),

Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia,

Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan, Kesenian, dan Kerajinan Tangan. Materi-materi

pelajaran tersebut diberikan kepada warga belajar pada

program Kejar (Kelompok Belajar) Paket A, Paket B, maupun

Paket C.

52

Page 54: Bab i Pendahuluan

Tabel 9. Realisasi Program Pendidikan Masyarakat di SKB Surakarta tahun 2008

No. ProgramPeserta (Warga Belajar)

Waktu Pelaksana

1. Kejar Paket A Setara SD

20 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

2. Kejar Paket B Setara SLTP

150 WB

Januari – Desember 2008

Yeni Hendrayani, S.Pd

3. Kejar Paket B Setara SLTP

25 WB Januari – Desember 2008

Masykur, S.Ag

4. Kejar Paket B Setara SLTP

45 WB Januari – Desember 2008

Betty Nh, S.Pd

5. Kejar Paket B Setara SLTP

25 WB Januari – Desember 2008

Endang S., S.Pd

6. Kejar Paket B Setara SLTP

28 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

7. Kejar Paket C Setara SMU

95 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

8. Kejar Paket A Setara SD

20 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

9. Keaksaraan Fungsional

10 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

10. Keaksaraan Fungsional

10 WB Januari – Desember 2008

Kolektif

Sumber : Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008

2) Pelatihan berbagai macam ketrampilan

Menurut Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008,

berbagai macam ketrampilan yang diberikan terdiri dari:

53

Page 55: Bab i Pendahuluan

Tabel 10. Realisasi Program Pelatihan Ketrampilan di SKB Surakarta tahun 2008

No. ProgramPeserta (Warga Belajar)

Waktu Tempat Pelaksana

1. Menjahit pakaian anak & wanita

116 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Lili Yuliani, S.Pd

2. Menjahit pakaian pria

20 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Lili Yuliani, S.Pd

3. Bordir mesin 76 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Sumiyati

4. Bordir mesin 10 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Sumiyati

5. Tata kecantikan rambut (TKR)

40 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Widi Enpriono, S.Pd

6. Tata Rias pengantin (TRP)

25 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Kolektif

7. Komputer 32 WB Januari – Desember 2008

SKB Surakarta Ari Nugroho, S.Pt

8. Tata boga 45 WB Mei – Juni 2008 SKB Surakarta Kolektif9. Menjahit

pakaian wanita55 WB Januari –

Desember 2008SKB Surakarta Lili Yuliani,

S.Pd10. Menjahit

pakaian anak & wanita

40 WB Mei – Agustus 2008

SKB Surakarta Nardi

11. Kelompok Belajar Usaha (KBU)

5 WB Juli - Desember 2008

SKB Surakarta Kolektif

12. Kursus bordir mesin juki

15 WM Juli - Desember 2008

SKB Surakarta Kolektif

13. Pendidikan keluarga

24 WB Juli - Desember 2008

SKB Surakarta Darwati, S.Pd

14. Montir sepeda motor

20 WB Mei – September 2008

SKB Surakarta Sukamto

15. Ketrampilan elektronika

23 WB Mei – September 2008

SKB Surakarta Suripno

16. Setir mobil 12 WB Maret 2008 SKB Surakarta Karseno HS, S,Pd

17. Montir sepeda motor

10 WB Mei – September 2008

SKB Surakarta Dartim, S.Pd

18. Las karbit 13 WB April 2008 SKB Surakarta Dartim, S.Pd19. Bengkel Usaha

Mandiri16 WB Januari –

Desember 2008SKB Surakarta Drs. Agus

SuryatnaSumber : Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008.

Tersedianya berbagai jenis ketrampilan tersebut di

atas memungkinkan warga Belajar untuk mempelajari dan

54

Page 56: Bab i Pendahuluan

memiliki ketrampilan produktif. Apalagi seorang Warga

Belajar dapat pula mengikuti beberapa kegiatan yang

tersedia sesuai dengan minat dan bakatnya. Kesemuanya

bernilai positif, terutama dalam upaya memberikan

ketrampilan atau keahlian tertentu bagi Warga Belajar agar

mereka mempunyai bekal untuk bisa membuka usaha

produktif secara mandiri (berwirausaha) maupun menjadi

tenaga kerja pada perusahaan tertentu yang bergerak dalam

bidang yang sesuai dengan jenis ketrampilan yang dimiliki.

Berdasarkan data pada Tabel 9. dan Tabel 10. dapat

pula dicermati bahwa sangat jelas terlihat adanya upaya

pemberdayaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan

kemampuan produktif. Transfer ilmu pengetahuan dilakukan

melalui program-program Kelompok Belajar (Kejar) baik

Paket A, B, dan C, yang ditujukan bagi warga masyarakat

yang mengalami putus sekolah. Kemudian transfer

kemampuan produktif dilakukan melalui pelatihan dan kursus

tentang berbagai macam ketrampilan yang akan memberikan

bekal kemampuan produktif bagi Warga Belajar.

Respon dari masyarakat (Warga Belajar) terhadap

adanya pelatihan dan kursus tentang berbagai macam

55

Page 57: Bab i Pendahuluan

ketrampilan yang tersedia di SKB Surakarta sangat positif.

Hal ini terbukti dengan banyaknya peserta atau Warga

Belajar yang mengikuti berbagai macam pelatihan yang

disediakan. Respon positif tersebut terkait dengan kondisi-

kondisi yang melingkupi mereka, seperti dituturkan oleh

beberapa informan berikut ini ;

“....Adanya bimbingan ketrampilan sangat positif bagi masyarakat karena banyak warga yang tidak punya ketrampilan dan kondisinya tidak mampu karena ekonominya rendah...” (Informan Sp, 23 tahun, peserta kursus elektronika)

“....Belajar ketrampilan di SKB sangat mendukung masyarakat yang tidak mampu. Mau kursus di luar biayanya mahal, belum untuk urusan transportasinya. Kalau di sini biaya lebih ringan dan hasilnya bisa sama dengan kursus di luar. Yang penting asal mau belajar sungguh-sungguh....” (Informan Sum, 21 tahun, peserta kursus bordir mesin)

Dari kutipan beberapa pendapat di atas maka

tercermin adanya manfaat positif yang dirasakan oleh

masyarakat, dalam hal ini para informan, terhadap

keberadaan SKB. Mereka memandang SKB sangat

bermanfaat bagi warga masyarakat yang kondisi sosial

ekonominya kurang mampu, tetapi memiliki motivasi yang

tinggi untuk belajar ketrampilan tertentu untuk dijadikan

sebagai alternatif profesi. Ketiadaan biaya membuat mereka

56

Page 58: Bab i Pendahuluan

kurang bisa menjangkau atau mengikuti pelatihan atau

kursus ketrampilan yang diselenggarakan oleh lembaga-

lembaga pendidikan swasta yang banyak terdapat ddalam

masyarakat. Dengan adanya SKB kesulitan tersebut relatif

bisa diatasi karena biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti

pelatihan ketrampilan relatif ringan dan sebagian kegiatan

pelatihan tersebut bahkan dilakukan di desa/kelurahan

tertentu, seperti terlihat pada Tabel 10. Oleh karena itu bagi

warga masyarakat setempat hal ini sangat menghemat biaya

karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi

untuk mengikuti pelatihan.

Keringanan biaya dalam pelatihan ketrampilan di SKB

tidak lepas dari kedudukannya sebagai instansi pemerintah.

Oleh karena itu berbagai macam sarana dan prasarana yang

dibutuhkan dalam pelatihan sudah disediakan pemerintah

sehingga warga masyarakat yang mengikuti pendidikan dan

pelatihan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengadaan

maupun penggunaan sarana dan prasarana

pembelajaran/pelatihan. Jadi beban mereka relatif jauh lebih

ringan dibandingkan dengan apabila mereka mengikuti

kursus/pelatihan yang diselenggarakan oleh swasta, seperti

lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan (LPK).

57

Page 59: Bab i Pendahuluan

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi

langsung di lapangan, dapat diperoleh gambaran bahwa telah

tersedia sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk

kegiatan bimbingan dan pelatihan bagi Warga Belajar.

Sarana dan prasarana tersebut sebagian merupakan realisasi

dari program-program yang diusulkan kepada Pemerintah

Kota Surakarta dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah

melalui Dinas Pendidikan serta bantuan block grant dari

Pemerintah Pusat. Untuk sarana dan prasarana dari block

grant yang terbaru, berdasarkan Laporan Tahunan SKB

Tahun 2008, misalnya alat-alat tata rias kecantikan senilai

Rp. 17.800.000,- dan sejumlah mesin bordir senilai Rp.

17.500.000,-. Keberadaan berbagai macam peralatan

tersebut tentunya sangat menunjang terhadap kelancaran

dari pelaksanaan kegiatan pelatihan kepada Warga Belajar.

Adanya program-program atau kegiatan yang

dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, khususnya

Warga Belajar, sudah tentu harus disesuaikan dengan minat,

keinginan dan kebutuhan dari Warga Belajar tersebut.

Idealnya program atau kegiatan yang berjalan benar-benar

memiliki kesesuaian dengan kebutuhan kelompok sasaran

(Warga Belajar). Jika antara program dan kegiatan yang ada

58

Page 60: Bab i Pendahuluan

tidak sesuai maka kelancaran dan keberhasilan kegiatan

kurang terjamin sehingga tujuan dasar untuk

memberdayakan masyarakat sulit untuk bisa diwujudkan

secara optimal.

“.....Ketrampilan yang dipelajari dari SKB sudah sesuai dengan keinginan karena dari dulu saya memang senang kegiatan jahir-menjahit. Kalau nanti saya bisa membuka usaha jahit kan bisa di usahanya rumah sambil menunggu keluarga....” (Informan Sit, 32 tahun, peserta Pelatihan Menjahit Pakaian Anak dan Wanita)

“....Saya ikut kursus di SKB karena saya ingin punya ketrampilan yang bisa buat cari uang, apa itu mau usaha sendiri apa mau kerja. Makanya saya ambil kursus tata boga dan komputer. Kalau bisa dan boleh saya ingin ikut juga yang lainya biar bisa punya banyak ketrampilan....” (Informan Ret, 21 tahun, peserta Pelatihan Tata Boga dan Komputer)

“.....Pelajaran ketrampilan yang ada di SKB sangat penting sekali karena bisa untuk modal cari kerja di kantor-kantor apa untuk membuka usaha sendiri. ... Tinggal orangnya saja, mau benar-benar belajar atau tidak....” (Informan Amn, 27 tahun, peserta Pelatihan Menjahit Pakaian Anak dan Wanita)

Ketika dikonfirmaskan kepada petugas SKB Surakarta

maka jawaban yang diperoleh antara lain sebagai berikut :

“....Materi-materi yang diberikan di SKB disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mereka umumnya membutuhkan suatu ketrampilan praktis yang bisa langsung dipakai untuk membuka usaha atau bekerja. Intinya, mereka mau dan tertarik untuk belajar di sini karena orientasinya langsung untuk melakukan kegiatan produktif....” (Informan End, 44 tahun, petugas SKB Surakarta)

59

Page 61: Bab i Pendahuluan

“....Jenis-jenis kursus dan pelatihan ketrampilan di SKB ditekankan pada ketrampilan teknis yang bersifat fungsional. Artinya ketrampilan tersebut benar-benar dapat difungsikan untuk kegiatan produktif, baik untuk bekerja maupun berwirausaha.....” (Informan Yen, 39 tahun, petugas SKB Surakarta)

Berdasarkan hal tersebut di atas maka jelas bahwa

materi-materi yang diberikan dalam kursus dan pelatihan

ketrampilan yang diberikan di SKB mempunyai kesesuaian

dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat

yang mengikuti kursus dan pelatihan pada umumnya

menginginkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu yang

berfungsi ganda, artinya pada satu sisi bisa untuk bekerja di

perusahaan atau pabrik tertentu, dan di sisi lain dapat pula

dipakai untuk membuka usaha sendiri atau berwirausaha.

Dengan demikian mereka memiliki alternatif untuk melakukan

kegiatan produktif, yaitu bekerja atau berwirausaha.

Hal lain yang lebih menguntungkan bagi Warga

Belajar adalah bahwa pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta

tidak hanya terbatas pada materi ketrampilan itu sendiri,

tetapi juga disertai dengan bimbingan pengelolaan usaha dan

pemasaran. Oleh karena itu mereka bisa mendapatkan

kemampuan yang cukup komprehensif, yaitu adanya

kemampuan atau ketrampilan teknis fungsional dan juga

60

Page 62: Bab i Pendahuluan

pengetahuan tentang pengelolaan usaha, termasuk

pemasaran.

Beberapa informan mengatakan bahwa bimbingan

pengelolaan usaha dan pemasaran memang tidak dilakukan

benar-benar intensif. Untuk masalah keintensifan ini

tekananya lebih pada penguasanaan ketramapilan teknis,

sedangkan bimbingan pengelolaan usaha dan pemasaran

dapat dikatakan hanya sebagai materi pendukung. Hal itu

dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga pengajar,

maupun pembiayaannya. Namun demikian hal itu tetap

bermanfaat untuk membuka dan menambah wawasan bagi

Warga Belajar.

b. Adanya kesungguhan dan kemauan yang tinggi pada

warga belajar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran

Dengan adanya berbagai manfaat yang bisa diperoleh

dengan mengikuti pendidikan non formal di SKB maka

seharusnya Warga Belajar dapat bersungguh-sungguh dalam

mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada. Berkaitan dengan hal

tersebut beberapa informan mengatakan sebagai berikut :

“....Menurut penilaian saya secara umum Warga Belajar cukup bersemangat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Saya kira ini wajar karena di samping mereka membutuhkan ketrampilan, mereka belajar di sini kan atas kemauan sendiri, bukan atas paksaan atau mobilisasi pihak lain.....” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)

61

Page 63: Bab i Pendahuluan

“....Masalah kesungguhan belajar menurut kami tidak ada persoalan karena para peserta cukup antusias dalam mengikuti pelatihan yang diberikan. ... Tapi para pamong di sini harus lebih sabar karena kemampuan masing-masing berbeda, apalagi mereka yang usianya 30 keatas karena faktor usia ikut mempengaruhi daya tangkap terhadap materi-materi yang diberikan.....” (Informan Ar, 33 tahun, petugas SKB Surakarta)

Kemudian dari informan Warga Belajar, pendapat

yang disampaikan antara lain sebagai berikut :

“....Saya dan teman-teman cukup semangat belajar ketrampilan karena memang butuh itu untuk kerja. Kalau tidak ya bisa untuk wiraswasta sendiri....” (Informan Nur, 21 tahun, Warga Belajar)

“....Mumpung ada kesempatan belajar ya sebaiknya dimanfaatkan yang baik. Itu juga untuk kepentingan sendiri agar masa depan tidak suram. Sedikit-dikit harus punya ketrampilan yang bisa diandalkan buat cari uang. Jaman sekarang cari kerja kan susah sekali dan pengangguran sudah terlalu banyak...” (Informan Kbl, 25 tahun Warga Belajar)

Dari beberapa pendapat di atas maka jelas terlihat

adanya kesungguhan dan keseriusan Warga Belajar dalam

mengikuti kegiatan pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta.

Hal ini sangat penting karena akan sangat mendukung

kelancaran dan keberhasilan dari program-program kerja

yang telah disusun oleh SKB Surakarta. Di samping itu

dengan adanya kesungguhan tersebut maka upaya

pemberdayaan akan lebih mudah terealisir mengingat

62

Page 64: Bab i Pendahuluan

kesungguhan Warga Belajar akan memudahkan proses

pembelajaran atau pengalihan kemampuan/ketrampilan yang

diberikan oleh Pamong Belajar. Ketidakseriusan atau

ketidaksungguhan dari Warga Belajar akan mempersulit

mengalihan kemampuan/ketrampilan tersebut walaupun

mungkin pamong belajar memiliki kemampuan/kompetensi

yang sangat memadai.

Lebih jauh lagi, oleh para informan dikatakan bahwa

kesungguhan Warga Belajar juga tidak lepas dari kondisi

pendidikan di SKB Surakarta yang pada dasarnya lebih

diarahkan pada penguasaan ketrampilan produktif yang bisa

digunakan untuk bekerja atau berwirusaha.

“....Kalau ada yang malas-malasan belajar di sini ya dia nanti akan repot sendiri. Pendidikan di sini kan untuk kebutuhan dan kepentingan mereka. Jadi kalau ada yang sering tidak ikut pertemuan, membolos, ia jelas akan ketinggalan dari teman-temannya. Ibaratnya, yang lainnya katakan sudah sampai Jakarta, dia baru sampai Tegal. Kadang-kadang malah bisa menghambat rekannya karena ia terpaksa harus diajari dulu sendiri agar tidak terlalu jauh dari yang lain......” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)

Sejalan dengan pendapat Informan Dar di atas,

Informan Nur menyatakan ;

“....Di sini kan yang penting itu belajar ketrampilan dengan praktek yang langsung. Kalau tidak masuk satu atau dua kali pertemuan saja pasti sudah ketinggalan. Beda dengan pelajaran biasa yang bisa

63

Page 65: Bab i Pendahuluan

dibaca apa dihapal. Ini kan pelajaran atau teorinya hanya sedikit, terus langsung praktek biar cepat bisa.....” (Informan Nur, 21 tahun, Warga Belajar)

Dengan kondisi pembelajaran yang bermaterikan

pelatihan ketrampilan sebagai fokus utamanya serta dengan

sistem yang lebih banyak praktek dibandingkan teori maka

hal tersebut jelas menuntut adanya tingkat kehadiran yang

tinggi serta kesungguhan dalam menyimak teori maupun

prakteknya. Jadi apabila Warga Belajar tidak bersungguh-

sungguh dalam mempelajari materi ketrampilan yang

diberikan atau dipraktekkan dan apabila ia sering tidak

masuk/ikut pertemuan maka ia akan cepat tertinggal dari

rekan-rekannya. Ada bagian tertentu yang ia belum

menguasai akibat ketidakhadirannya dalam satu atau

beberapa pertemuan.

c. Komitmen Pamong Belajar dalam mentransfer ilmu

dan pengetahuan serta memupuk rasa percaya diri

pada Warga Belajar

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam kegiatan

pemberdayaan masyarakat adalah komitmen dari pamong

belajar dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan

serta memupuk rasa percaya diri dari para Warga Belajar.

Hal ini sangat penting karena pamong belajar-lah yang

64

Page 66: Bab i Pendahuluan

memiliki sumberdaya yang harus/akan ditransfer kepada

Warga Belajar, khususnya dalam bentuk kemampuan

produktif.

“....Tugas dan peranan sebagai Pamong Belajar pada dasarnya merupakan suatu pengabdian kepada masyarakat sehingga setiap pamong dituntut untuk memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada Warga Belajar. Jadi tidak semata-mata sekedar menjalankan tugas, tetapi juga ada unsur pengabdian yang tinggi....” (Informan Bt, 38 tahun, Pamong Belajar)“....Komitmen pamong itu sangat penting karena itu akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran dan pelatihan. Hal ini cukup bisa diwujudkan oleh para pamong SKB Surakarta. .... Yang paling memuaskan bagi saya pribadi adalah ketika tahu ada alumni yang bisa bekerja atau berwirausaha setelah lulus dari pendidikan di SKB. Apalagi kalau profesi yang dijalani berkaitan dengan ketrampilan yang pernah diterima di sini...” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)

“....Yang dibutuhkan oleh Warga Belajar bukan hanya ketrampilan tetapi juga harus diperhatikan masalah psikologis yang ada. Saya melihat banyak Warga Belajar yang kurang punya keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi. Mereka sering bingung kalau ditanya habis dari SKB mau apa. Mereka kadang tidak punya rencana yang matang karena kurang yakin dengan kemampuannya, padahal sebenarnya dia sudah cukup mampu. Hal ini perlu untuk dibina dan dibimbing agar muncul kepercayaan diri yang kuat...” (Informan Yen, 39 tahun, petugas SKB Surakarta)

Dari beberapa pendapat di atas terlihat adanya

komitmen yang tinggi dari para Pamong Belajar di SKB

Surakarta dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan

65

Page 67: Bab i Pendahuluan

ketrampilan kepada Warga Belajar. Hal ini sangat penting

dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat (people’s

empowerment) karena adanya transfer ilmu pengetahuan

maupun kemampuan merupakan salah satu bentuk nyata dari

terwujudnya kegiatan pemberdayaan. Sebuah kegiatan

pemberdayaan tentu tidak memiliki makna atau tidak dapat

dikatakan berhasil jika tidak muncul suatu kemampuan

tertentu pada kelompok yang diberdayakan sebagai akibat

keikutsertaan dalam suatu kegiatan pemberdayaan. Jadi

tidak ada hasil nyata yang bisa dipetik, kecuali bertambahnya

pengalaman.

Pada sisi yang lain para Pamong Belajar juga memiliki

perhatian yang cukup besar terhadap aspek-aspek psikologis

pada anak didiknya, khususnya untuk menumbuh

kembangkan rasa percaya diri dan keyakinan yang tinggi

untuk menata kehidupannya dan masa depannya. Hal ini

cukup penting pula karena dengan adanya kepercayaan diri

pada Warga Belajar maka mereka lebih mudah untuk

menyusun langkah-langkah strategis yang jelas dan pasti

untuk masa menata dan menyiapkan depannya seusai

mereka mengikuti pendidikan dan pelatihan di SKB. Untuk itu

mereka perlu dibimbing dan dibina untuk mengatur rencana-

rencana untuk masa depannya, misalnya apakah mereka

66

Page 68: Bab i Pendahuluan

akan bekerja atau berwirausaha, usaha apa yang akan

dijalankan, bagaimana dengan masalah permodalan,

pengelolaan usaha dan pemasaran hasil-hasilnya. Kepada

setiap Warga Belajar harus dipupuk keyakinan dan

kepercayaan diri bahwa mereka mampu melakukan semua

itu asal mau bersungguh-sungguh.

Berdasarkan berbagai uraian atas semakin jelas terlihat

adanya upaya pemberdayaan bagi para Warga Belajar. Dalam

hal ini, rangkaian kegiatan bimbingan dan pelatihan ketrampilan

produktif dalam lingkup SKB Surakarta, menunjukkan adanya

transfer pengetahuan dan kemampuan. Jadi di sini ada aliran

daya dari pihak yang memberdayakan, yaitu Pamong Belajar,

kepada pihak-pihak yang diberdayakan, yaitu Warga Belajar.

Adanya aliran daya ini sangat penting dalam kegiatan

pemberdayaan. Hal ini seperti dikatakan oleh Moeljarto (dalam

Priyono dan Pranarka, 1996:3) yang mengemukakan tentang

pentingnya mengalirnya daya (flow of power) dalam proses

pemberdayaan. Dikatakannya bawa proses ini memandang

penting mengalirnya daya (flow of power) dari subyek ke obyek.

Pemberian kuasa, kebebasan, pengakuan dari subyek ke

obyek dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan

hidupnya dengan memakai sumber yang ada merupakan salah

satu manifestasi dari mengalirnya daya tersebut.

67

Page 69: Bab i Pendahuluan

Pada sisi ini, dapat pula kita amati bahwa

pemberdayaan berkaitan dengan upaya untuk membantu

seseorang/sekelompok orang untuk mengatasi

ketidakberdayaan yang dialami. Dalam kaitan ini, Kabeer

(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:64) antara lain

mengatakan bahwa ketidakberdayaan bukan menunjuk pada

tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realitasnya,

mereka yang hanya memiliki sedikit kemampuan ternyata

justru mampu untuk bertahan, menggulingkan atau

mentransformasikan hidup mereka. Jadi kekuatan itu ada,

hanya saja perlu untuk ditampakkan dan dikembangkan.

Pemunculan atau aktualisasi kekuatan itu memerlukan

kehadiran pihak lain, yaitu pihak-pihak pemberdaya yang

memiliki kompetensi dan komitmen yang cukup memadai.

Jadi peranan pihak eksternal sangat penting dalam kegiatan

pemberdayaan, baik yang dilakukan secara pribadi/individual

maupun kolektif/kelembagaan.

Tabel 11. Matrik Dimensi Peranan SKB dalam Upaya Pemberdayaan

Dimensi Hasil PenelitianPeranan SKB dalam upaya pemberdayaan

1. Materi-materi pembelajaran, berupa berbagai jenis ketrampilan, yang terdapat di SKB Surakarta

68

Page 70: Bab i Pendahuluan

sudah sesuai dengan minat, keinginan, dan kebutuhan Warga Belajar.

2. Warga Belajar pada umumnya menginginkan memperoleh ketrampilan teknis dan praktis yang bersifat fungsional, artinya secara langsung bisa digunakan untuk bekerja maupun untuk berwirausaha.

3. Warga Belajar cukup antusias dalam mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta. Mereka menyadari dan merasakan manfaat penting dari keikutsertaaannya dalam kegiatan tersebut.

4. Para Pamong Belajar di SKB Surakarta memiliki komitmen yang tinggi dalam mentransfer ilmu pengeta-huan dan ketrampilan kepada Warga Belajar. Mereka menyadari bahwa tugas selaku pamong belajar memiliki aspek pengabdian yang tinggi, tidak sekedar malaksanakan tugas. Komitmen yang lebih kurang sama juga terlihat dalam upaya Pamong Belajar untuk menumbuhkembangkan rasa percaya diri yang tinggi pada Warga Belajar untuk menata dan menyiapkan masa depannya.

Sumber : Data Primer diolah.

2. Manfaat SKB Bagi Alumni

a. Kemampuan alumni dalam memanfaatkan ilmu

pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari

SKB

Dengan adanya kegiatan pemberdayaan maka

banyak manfaat yang bisa dipetik oleh para warga

masyarakat yang mengikuti pendidikan non formal di SKB

Surakarta. Manfaat yang dimaksud sudah tentu saja bukan

sebatas manfaat secara teoritis atau secara konseptual saja,

seperti Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis

Pendidikan Luar Sekolah dan lain-lain. Manfaat yang ideal di

69

Page 71: Bab i Pendahuluan

sini adalah manfaat yang benar-benar diperoleh dan

dirasakan oleh pihak-pihak yang telah mengikuti kegiatan

pemberdayaan, yaitu para alumni. Semakin banyaknya

manfaat yang secara nyata dirasakan oleh para alumni maka

hal tersebut menunjukkan adanya keberhasilan yang riil dari

kegiatan pemberdayaan yang sudah dijalankan.

Untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang

diperoleh para alumni yang telah mengikuti program

pemberdayaan di SKB Surakarta maka harus digali mengenai

hasil-hasil yang bisa mereka peroleh dari kegiatan tersebut.

Berkaitan dengan berikut ini disampaikan beberapa pendapat

mengenai manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut :

“….Dari hasil mengikuti pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta saya mendapat pengetahuan dan ketrampilan yang positif. Juga banyak mendapat pengalaman. Pokoknya itu sangat banyak manfaatnya buat saya. ... Setelah keluar dari situ saya atas ijin suami membuka usaha kecil-kecilan dengan membuat jajanan pasar. Kebetulan saya punya banyak kenalan di Pasar Pon dan Pasar Manis. Jadi saya bisa nitip untuk dijualkan, nanti mereka bisa numpangi. ... Hasilnya lumayan untuk menambah biaya keluarga....” (Informan Ist, alumni SKB Surakarta)

“….Kegiatan di SKB sangat bermanfaat untuk ketrampilan bagi masyarakat. Kalau punya ketrampilan itu nanti mendorong adanya semangat dari para warga masyarakat untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri karena ada yang bisa diandalkan. Contohnya saya sendiri yang bisa membuka usaha jahit kecil-kecilan setelah selesai dari

70

Page 72: Bab i Pendahuluan

pendidikan di SKB. Hasilnya lumayan untuk membantu ekonomi keluarga. Kalau saya hanya mengandalkan suami mungkin ekonomi saya repot sekali karena anak-anak saya sekarang sudah SMP dan SMA. Kebutuhannya tambah banyak, belum untuk urusan belakang ....” (Informan Img, alumni SKB Surakarta)

“….Setelah ikut kursus montir motor saya bisa ikut membantu kerja di bengkel tetangga. Memang saya sampai sekarang saya belum jadi tukang yang digaji. Saya hanya dapat bagian dari motor yang saya servis. Tapi ya lumayan. Itung-itung belajar sambil cari duit. .... Kata yang punya bengkel nanti kalau saya sudah pinter bisa jadi karyawan dan dapat gaji. Makanya saja jadi tambah semangat.....” (Informan Rfk, alumni SKB Surakarta)

“…Saya dulu pernah kursus pertukangan kayu yang diselenggarakan SKB di desa saya. Dari kegiatan itu saya sedikit-sedikit bisa mengukir kayu untuk kursi, hiasan, pernis kayu dan lain-lain. .... Sekarang saya sudah tiga tahunan kerja di pabrik mebel. Tugasnya macam-macam, kadang di bagian amplas, kadang disuruh vernis, ukir, dan lain-lain....” (Informan Trn, alumni SKB Surakarta)

Beberapa cuplikan pendapat dari para alumni di atas

memperlihatkan bahwa kegiatan pendidikan non formal yang

berlangsung di SKB Surakarta, khususnya melalui pelatihan

ketrampilan, pada dasarnya memberikan manfaat positif

terhadap para alumni. Dari kegiatan pelatihan yang telah

diikuti mereka memiliki potensi kemampuan dan keberdayaan

untuk menata masa depan dan kehidupannya dengan lebih

baik.

71

Page 73: Bab i Pendahuluan

Potensi berupa ketrampilan tertentu yang sudah

dimiliki ternyata oleh sebagian alumni mampu dimanfaatkan

secara nyata, antara lain dengan membuka usaha-usaha

produktif tertentu, misalnya wirausaha jahit-menjahit yang

dilakukan Ibu Img, usaha jajanan pasar oleh Ibu Ist, dan lain-

lain.

Kondisi tersebt di atas mencerminkan bahwa para

alumni SKB Surakarta memiliki kemampuan untuk

memanfaatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang

diperoleh dari pendididikan non formal di SKB Surakarta, yang

ditunjukkan dengan beberapa contoh di atas. Dengan kata

lain, mereka tidak hany asekedar memiliki potensi

kemampuan/ketrampilan, namun lebih dari itu mereka mampu

untuk memanfaatkan apa yang dimiliki sebagai hasil dari

pembelajaran di SKB ke dalam bentuk usaha produktif yang

nyata. Selanjutnya, dengan usaha yang dijalankan mereka

mampu membantu menopang perekonomian keluarganya.

Berdasarkan uraian tersebut di atas kita bisa

mencermati beberapa manfaat positif yang didapatkan,

antara lain yaitu :

1. Bagi alumni secara pribadi, hasilnya adalah peningkatan

dan aktualisasi potensi diri sehingga mereka memiliki

72

Page 74: Bab i Pendahuluan

kepercayaan diri dan lebih jauh lagi mampu memberikan

kontribusi yang cukup bermanfaat untuk menopang dan

meningkatkan perekonomian keluarga.

2. Bagi keluarga, hasil usaha yang dijalankan oleh alumni

memberikan manfaat yang nyata dalam meningkatkan

derajat kesejahteraan keluarga. Beban ekonomi bagi

keluarga menjadi lebih ringan.

3. Bagi masyarakat umum dan pemerintah; adanya pribadi-

pribadi yang mampu melakukan usaha produktif

mengurangi beban masyarakat maupun pemerintah,

termasuk dampak sosial ekonominya.

Jadi ketrampilan yang diperoleh sebagai hasil dari

mengikuti pendidikan dan pelatihan ketrampilan di SKB

Surakarta sangat bermanfaat bagi berbagai pihak. Manfaat

itu akan terwujud secara nyata apabila alumni dapat atau

sudah menggunakan ketrampilan yang dimilikinya untuk

melakukan kegiatan produktif, baik dengan jalan bekerja atau

berwirausaha.

Berdasarkan penggalian data lebih lanjut, diperoleh

keterangan bahwa selain adanya aktivitas wirausaha yang

dijalankan para alumni, aktivitas produktif lain adalah bekerja

di perusahaan-perusahaan di berbagai daerah. Menurut

73

Page 75: Bab i Pendahuluan

keterangan dari para informan, banyak di antara alumni yang

bekerja di perusahaan-perusahaan konfeksi di daerah

Bandung dan Solo. Hal tersebut ditunjang dengan adanya

kemampuan jahit menjahit maupun bordir yang memang

dibutuhkan oleh perusahaan konfeksi. Pada sisi yang lain,

perusahaan-perusahaan konfeksi tersebut juga memeproleh

manfaat positif, yaitu mendapatkan tenaga kerja dengan

kualifikasi kemampuan dasar yang cukup memadai. Mereka

tinggal memoles dan memberikan sedikit pelatihan tambahan

untuk menjadikan sebagai tenaga kerja yang bisa diandalkan.

Hal ini jelas sangat menguntungkan bagi pihak perusahaan

karena tidak perlu lagi mengeluarkan banyak biaya dan waktu

untuk mendidik tenaga kerjanya.

Akses alumni untuk bekerja pada perusahaan-

perusahaan konfeski di berbagai daerah juga ditunjang oleh

adanya sistem gethok tular dan perbantuan dari para alumni

yang sudah lebih dahulu diterima bekerja. Misalnya Si A yang

sedang menempuh pendidikan pada beberapa kesempatan

berhubungan dengan alumni tertentu yang sudah bekerja dan

diusahakan Si A akan dibantu jika akan melamar di

perusahaan yang sama atau perusahaan lain yang

berdekatan. Alumni dan Warga Belajar yang berhubungan

74

Page 76: Bab i Pendahuluan

tersebut pada umumnya merupakan warga satu desa atau

tetangga desa sehingga jalinan hubungan mereka sudah

cukup baik/akrab. Oleh karena itu mereka sering saling

bertukar informasi tentang lowongan kerja atau hal-hal lain

yang terkait. Informasi tersebut sangat berharga karena

dapat menjadi akses untuk memanfaatkan dan

mengaktualisasikan kemampuan dalam dunia kerja.

Berkaitan dengan akses ke dunia kerja, terutama bagi

alumni yang bekerja diluar daerah, satu informasi yang

diperoleh dari penelitian adalah kurang adanya inventarisasi

dan pemantauan dari pihak lembaga (SKB Surakarta)

terhadap para alumni. Data-data tentang alumni yang bekerja

memang sebagian ada, tetapi banyak alumni yang

keberadaaannya seusai menempuh pendidikan/pelatihan di

SKB, tidak terpantau oleh lembaga. Oleh karena itu

terkadang pihak lembaga baru mengetahui alumni tertentu

sudah bekerja di suatu perusahaan justru dari Warga Belajar

atau pihak-pihak lain yang mengenal si alumni. Pihak

lembaga sendiri sebenarnya sudah berusaha menghimbau

kepada semua alumnus untuk memberikan informasi apabila

sudah bekerja atau berwirausaha. Namun demikian

himbauan tersebut sering tidak diindahkan oleh para

75

Page 77: Bab i Pendahuluan

alumnus. Padahal informasi tersebut cukup penting bagi

lembaga, yaitu untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan dari

kegiatan pemberdayaan yang berjalan, maupun untuk

membantu warga masyarakat lain yang sedang belajar yaitu

dengan memberikan informasi seputar dunia kerja, baik

mengenai lowongan, persyaratan kerja di perusahaan

tertentu, dan lain-lain.

Pada sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa tidak

semua alumni SKB Surakarta cukup beruntung bisa bekerja

atau membuka usaha tak lama setelah mereka usai

menempuh kursus atau pelatihan. Sering dijumpai adanya

alumni yang masih tetap berpredikat sebagai pengangguran

walaupun mereka sudah lama lulus dari SKB. Namun

demikian persoalannya di sini bukan karena mereka enggan

untuk bekerja atau tidak mau berwirausaha. Hal yang

membuat demikian pada umumnya disebabkan karena faktor

klasik, yaitu kekurangan atau ketiadaan modal usaha bagi

yang mau berwirausaha dan sempitnya lapangan kerja

ditambah dengan ketatnya persaingan. Oleh karena itu ada

sebagian di antara para alumni SKB Surakarta yang belum

memiliki kesempatan yang luas untuk memanfaatkan hasil

pendidikan-nya melalui kegiatan produktif.

76

Page 78: Bab i Pendahuluan

b. Kemandirian alumni

Dari kegiatan-kegiatan produktif yang berjalan atau

telah dilakukan oleh para alunmi, baik melalui kegiatan

wirausaha maupun dengan bekerja, maka fungsi SKB

Surakarta dalam pemberdayaan masyarakat akan benar-

benar terealisir dan mancapai tujuannya apabila muncul

kemandirian, artinya para alumni benar-benar menjadi orang

yang mandiri dari kegiatan produktif yang dijalankan.

Mengenai masalah tersebut, dari hasil wawancara dengan

para informan penelitian ini diperoleh keterangan bahwa

pada dasarnya ada kesempatan untuk bisa benar-benar

mandiri, tapi sampai saat ini kondisinya belum dapat

dikatakan benar-benar mandiri. Ibu Img misalaya

mengatakan bahwa kalau hanya untuk hidup sendiri maka

hasil dari usaha jahitnya sudah bisa untuk memenuhi

kebutuhannya pribadi sehari-hari. Tapi kalau untuk

membiayai seluruh kebutuhan keluarga maka hasilnya jelas

belum cukup. Oleh karena itu menurut Ibu Img pendapatan

dari suaminya yang menjadi pekerja di sebuah kantor swasta

tetap menjadi andalan bagi keluarganya, sedangkan hasil

usaha jahit sifatnya hanya mendukung. Hal yang sama juga

dinyatakan oleh beberapa informan yang lain bahwa pada

77

Page 79: Bab i Pendahuluan

umumnya hasil-hasil (pendapatan) yang diperoleh dari usaha

produktif relatif baru mencukupi untuk kebutuhan pribadi atau

membantu menopang kebutuhan keluarga. Kemudian bagi

informan yang belum berkeluarga maka hasil atau

pendapatan yang diperoleh sangat bermanfaat untuk

memenuhi kebutuhan sendiri sehingga tidak lagi tergantung

pada orang tuanya. Bahkan pada beberapa kesempatan

mereka bisa membantu meringankan beban ekonomi orang

tuanya.

Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa

hasil-hasil yang bisa diperoleh dari mengikuti pendidikan dan

pelatihan di SKB Surakarta pada dasarnya sangat positif

dalam mendukung keberdayaan dan kemandirian para

alumni, khususnya dari aspek ekonomi. Kemampuan

produktif yang dimiliki digunakan untuk melakukan usaha

produktif sehingga muncul potensi kemandirian. Para alumni

secara pribadi relatif tidak memiliki dependensi atau

ketergantungan secara ekonomi dari pihak lain, baik suami

atau orangtua. Mereka tidak lagi menjadi beban bagi orang

lain, khususnya pihak keluarga dan bahkan mereka sedikit

banyak justru bisa ikut memberikan kontribusi dalam rangka

menopang kebutuhan ekonomi keluarganya.

78

Page 80: Bab i Pendahuluan

Berdasarkan uraian di atas maka rangkaian kegiatan

pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di SKB Surakarta

beserta berbagai macam usaha produktif yang sudah bisa

dijalankan oleh sebagian alumninya menunjukkan bahwa

SKB Surakarta mampu menjalankan fungsi dan peranannya

sebagai lembaga yang bertugas memberdayakan

masyarakat, terutama warga masyarakat yang putus sekolah

(drop out) akibat berbagai sebab. Adanya bimbingan dan

pelatihan berbagai macam ketrampilan yang bersifat produktif

dan berwawasan kewirausahaan memberikan bekal dan

peluang yang cukup besar bagi para alumni untuk memasuki

dunia kerja maupun berwirausaha. Ketika hal tersebut sudah

terealisir maka hal tersebut kemudian dapat membentuk

kemandirian dari para alumni, khususnya kemandirian secara

ekonomi.

Mengacu pada penjelasan di atas maka makna

pemberdayaan primer maupun sekunder dari kegiatan

pemberdayaan menurut pendapat dari Oakley dan Marsden

(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) sudah dapat

terpenuhi. Dalam hal ini makna pemberdayaan primer

menekankan bahwa proses pemberdayaan merupakan

79

Page 81: Bab i Pendahuluan

proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,

kekuatan, dan kemampuan kepada masyarakat/individu agar

menjadi lebih berdaya. Realisasinya adalah dengan adanya

pemberian ilmu pengetahuan dan ketrampilan produktif dan

terbentuknya kemampuan ekonomi produktif pada Warga

Belajar. Kemudian makna sekunder menekankan pada

proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk

menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui

proses dialog. Hal ini diwujudkan melalui bimbingan psikis

dan dialog antara Pamong Belajar dengan anak didiknya

(Warga Belajar) yang bertujuan untuk meningkatkan rasa

percaya diri dan untuk membuka wawasan dalam

merencanakan masa depan setelah Warga Belajar selesai

menempuh pendidikan/ pelatihan di SKB Surakarta. Dengan

demikian jelas sekali terlihat adanya peranan institusional

yang dilakukan oleh SKB Surakarta melalui aparaturnya

(Pamong Belajar), dalam upaya memberdayakan

masyarakat.

Hal tersebut di atas juga dikuatkan dengan pendapat

yang diungkapkan oleh Chambers (dalam Priyono dan

80

Page 82: Bab i Pendahuluan

Pranarka, 1996:143) bahwa kondisi masyarakat miskin yang

menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan, memerlukan pihak

lain yang dapat berfungsi sebagai penstimulir atau pendorong

yang dapat meyakinkan masyarakat miskin akan daya yang

mereka miliki. Dalam konteks ini SKB Surakarta merupakan

pihak atau lembaga yang mengambil peranan dalam

mengaktualisasikan potensi-potensi masyarakat (Warga

Belajar) agar terbentuk suatu potensi atau kondisi

keberdayaan pada mereka. Peranan dimaksud diwujudkan

melalui transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan produktif

yang dilakukan oleh para Pemong Belajar kepada Warga

Belajar.

81

Page 83: Bab i Pendahuluan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Surakarta mempunyai

peranan penting dalam memberdayakan masyarakat. Hal

tersebut berkaitan dengan materi-materi pembelajaran yang

diberikan yang menekankan pada pelatihan ketrampilan

produktif. Materi pembelajaran tersebut sesuai dengan minat

dan kebutuhan Warga Belajar sehingga mereka cukup

antusias untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di SKB

Surakarta. Di samping itu para Pamong Belajar juga

mempunyai komitmen yang kuat untuk menularkan

ketrampilan yang dimiliki kepada Warga Belajar. Oleh karena

itu, kegiatan pemberdayaan melalui transfer ilmu

pengetahuan dan kemampuan produktif dapat berjalan

dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas

sumberdaya manusia dari Warga Belajar maupun alumni

serta menumbuhkembangkan potensi kemandirian dalam diri

mereka.

82

Page 84: Bab i Pendahuluan

2. Hasil-hasil dari pelatihan ketrampilan yang diperoleh di SKB

Surakarta digunakan oleh para alumni untuk bekerja di

berbagi perusahaan yang membutuhkan tenaga atau

kemampuan mereka serta untuk membuka usaha produktif.

Dari hasil kegiatan produktif yang dijalankan maka banyak di

antara para alumni yang secara pribadi bisa mandiri dan tidak

memiliki ketergantungan ekonomi kepada pihak lain. Di

samping itu mereka juga bisa membantu menopang dan

meningkatkan perekonomian keluarganya. Hal tersebut

semakin menguatkan manfaat dari keberadaan SKB

Surakarta terhadap kemandirian alumni pada khususnya

maupun pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Dalam

hal ini, pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh Warga

Belajar maupun para alumni sangat bermanfaat, baik sebagai

modal untuk bekerja maupun berwirausaha.

B. Saran-saran

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan implikasi

sebagai berikut :

1. SKB Surakarta perlu untuk menambah materi atau jenis-jenis

pelajaran ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

dan dunia kerja sesuai dengan perkembangan yang terbaru.

83

Page 85: Bab i Pendahuluan

Materi-materi pembelajaran harus diusahakan sedekat

mungkin dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.

2. Perlu dilakukan inventarisasi dan pemantauan yang lebih

intensif terhadap keberadaan alumni. Hal ini terutama untuk

memberikan akses yang lebih luas serta lebih mendekatkan

Warga Belajar untuk memasuki dunia kerja.

3. Perlu dijalin kerjasama yang luas dengan berbagai

perusahaan terkait, baik sebagai tempat magang atau

pelatihan praktek kerja bagi Warga Belajar maupun sebagai

alternatif untuk menampung alumni untuk bekerja.

4. Sarana dan prasarana pembelajaran agar terus ditingkatkan

kualitas dan kuantitasnya sehingga benar-benar memadai

untuk memberikan pelatihan bagi Warga Belajar.

84

Page 86: Bab i Pendahuluan

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert dan Steven Taylor, 1992, Pengantar Metode Kualitatif, Terjemahan Tjejep Rohendi, Usaha Nasional, Surabaya.

Gibson, Ivanicevich dan Donelly, 1991, Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Terjemahan Djoerban Wahid, Erlangga, Jakarta.

Hardaya, Bambang, 1992, Pengumpulan dan Analisis Data Dalam Penelitian Etnografi, Jurnal Penelitian Agama No. 2, September 1992.

Lincoln, Yvonna dan Egon Guba, 1985, Naturalistic Inquiry, Sage Publication, Beverly Hills, USA.

Miles, Mathew B dan Huberman, Michael A., 1992, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Tjejep Rohendi, UI Press, Jakarta.

Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.

Prijono, Anny S., dan AMW Pranarka (Penyunting), 1996, Pemberdayaan; Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Central For Strategic and International Studies, Jakarta.

Soekanto, Surjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta.

Sujono, Rahmat Ali dan Endang Tjitroresmi., 1998, Pengembangan Usaha Masyarakat Di Desa IDT, PEP-LIPI, Jakarta.

Sumodiningrat, Gunawan., 1999, Pemberdayaan Masyarakat dan JPS, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sutopo, Heribertus, 1988, Pengantar Penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Thoha, Miftah, 1993, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Rajawali, Jakarta.

85

Page 87: Bab i Pendahuluan

Sumber Lain :

Petunjuk Pelaksanaan Program Dikmas Propinsi Jawa Tengah, 2001, Proyek PLS Jawa Tengah, Depdikbud Kanwil Jawa Tengah, Semarang.

Wajah SKB Surakarta, 2002, Bulletin, SKB Surakarta.Rencana Kerja Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008, SKB

Surakarta.

Petunjuk Teknis Program Paket C, 2002, Ditjen Diklusepora Direktorat PLS, Jakarta.

Laporan Bulanan Perkembangan Program Kerja SKB Surakarta Per 31 Maret 2008.

Keputusan Walikota Surakarta No. 29 Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sanggar Kegiatan Belajar Pada Dinas Pendidikan Kota Surakarta.

Undang-Undang Dasar 1945.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

86