Bab i Pendahuluan
description
Transcript of Bab i Pendahuluan
![Page 1: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sumber daya manusia adalah salah satu modal dasar
pembangunan menuju terwujudnya cita-cita nasional, yaitu
masyarakat adil makmur. Mengingat demikian pentingnya aspek
sumber daya manusia ini maka dalam implementasi
pembangunan faktor tersebut mendapat prioritas tersendiri.
Dalam kaitan ini, Babari dan Prijono (1996:75) mengemukakan
dalam PJPT II (1994-2018) pengembangan sumber daya manusia
telah menjadi prioritas dalam program nasional. Pengembangan
sumber daya ini diarahkan pada proses pengaktualisasian semua
potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh manusia sehingga
menjadi bermanfaat bagi kehidupan sendiri dan sesama anggota
masyarakat.
Bila diamati lebih jauh maka pengembangan sumber daya
manusia dalam PJPT II tersebut tidak lepas dari amanat
konstitusional mengenai salah satu tujuan nasional seperti
tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945; mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sejalan dengan itu, pada pasal 31 UUD 1945
menyebutkan bahwa :
1
![Page 2: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/2.jpg)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
(2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-udang.
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut maka pemerintah
telah menyusun dan menyelenggarakan suatu sistem pendidikan
nasional yang berjenjang, dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi. Selain itu telah disusun pula program-program pendidikan
nasional, seperti Program Wajib Belajar 9 Tahun (Wajar 9 Tahun).
Sistem pendidikan nasional secara global membagi
pendidikan menjadi 3 jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan
nonformal, dan pendidikan informal (pasal 13 UU No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dari ketiga jenis
pendidikan tersebut, penelitian ini akan menyoroti tentang
pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal ini pada dasarnya
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan atau pelengkap
pendidikan non formal dengan penekanan kepada penguasaan
pengetahuan dan ketrampilan fungsional (Pasal 26 ayat 1 dan 2
UU No. 20/2003). Dengan demikian pendidikan nonformal ini
menempati posisi yang cukup strategis dalam rangka memberikan
akses bagi kelompok warga masyarakat yang karena sebab-
sebab tertentu, khususnya faktor ekonomi, menjadi putus
sekolah, drop out, atau tidak dapat meneruskan pendidikan pada
2
![Page 3: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/3.jpg)
jenjang yang lebih tinggi. Dengan adanya pendidikan melalui jalur
nonformal maka warga masyarakat yang demikian dapat
meneruskan atau melengkapi pendidikannya.
Peranan pendidikan non formal ini semakin penting
kedudukannya berkaitan dengan kondisi krisis seperti sekarang
ini. Terjadinya krisis multidimensional yang terjadi sejak akhir
dekade 90-an telah membawa serangkaian dampak yang negatif
bagi masyarakat luas, terutama melonjaknya angka
pengangguran dan penduduk miskin. Sumodiningrat (1999:92),
mengutip data prediksi dari Biro Pusat Statistik, menyebutkan
bahwa pada puncak krisis (1998-1999) jumlah penganggur telah
mencapai 13,8 juta orang dan jumlah penduduk miskin mencapai
sekitar 80 juta atau 40 persen dari jumlah penduduk.
Dengan kondisi perekonomian rakyat yang terpuruk maka
satu dampak lanjutannya (efek domino) adalah semakin
banyaknya angka putus sekolah. Krisis telah menurunnya tingkat
pendapatan dan kesejahteraan ekonomi sehingga sebagian
masyarakat, khususnya pada strata ekonomi terbawah,
cenderung menekankan prioritas pada pemenuhan kebutuhan
hidup yang bersifat primer. Dengan sendirinya kebutuhan-
kebutuhan lain (sekunder), termasuk masalah pendidikan, sedikit
banyak menjadi terabaikan, sehingga dapat meningkatkan angka
3
![Page 4: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/4.jpg)
putus sekolah. Hal ini dapat mengancam masa depan dari warga
masyarakat yang mengalaminya. Oleh karena itu diperlukan
alternatif solusi dari permasalahan tersebut, yang salah satunya
terwujud melalui pendidikan non formal.
Realisasi dari pendidikan nonformal terwujud dalam
Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Pendidikan ini mempunyai tujuan
antara lain untuk memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang
tidak dapat dipenuhi oleh jalur sekolah. Melalui pendidikan luar
sekolah berbagai pelayanan pendidikan untuk semua dan
sepanjang hayat (life long education) yang sesuai dengan
tuntutan perkembangan jaman dapat dilaksanakan (Petunjuk
Pelaksanaan Program Dikmas Propinsi Jawa Tengah, 2001:1).
Perhatian pemerintah terhadap pendidikan nonformal
cukup besar, di antaranya dengan upaya pelembagaan melalui
SKB (Sanggar Kegiatan Belajar). Bahkan pada perkembangan
terbaru, seiring dengan implementasi otonomi daerah menurut
UU No. 22/1999, maka SKB telah ditetapkan menjadi salah satu
instansi di lingkungan Pemerintah Kota Surakarta. Hal tersebut
ditandai dengan terbitnya Keputusan Walikota Surakarta No. 29
Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas
Pokok, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sanggar Kegiatan Belajar
Pada Dinas Pendidikan Kota Surakarta.
4
![Page 5: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/5.jpg)
Keberadaan SKB memberikan peluang dan kesempatan
bagi warga masyarakat yang putus sekolah untuk meneruskan
dan menyelesaikan pendidikannya. Berkaitan dengan hal tersebut
dalam SKB terdapat 3 (tiga) paket pendidikan, yaitu : Paket A
Setara SD, Paket B Setara SLTP dan Paket C Setara SMU.
Desain pendidikan luar sekolah dalam SKB memiliki
perbedaan dengan pendidikan formal (jalur sekolah). Dalam
pendidikan jalur luar sekolah ini kepada warga belajar tidak hanya
diberikan materi-materi pelajaran umum, tetapi juga pendidikan
ketrampilan yang dapat dipakai sebagai modal berwirausaha.
Adapun kegiatan yang tercakup dalam Program Pendidikan
Berkelanjutan yang terdiri dari Kursus, Pendidikan Perempuan,
dan Pendidikan Mata Pencaharian.
Berdasarkan uraian di atas maka dalam kegiatan belajar
mengajar di SKB sarat dengan muatan pendidikan ketrampilan
yang fungsional dalam membuka alternatif mata pencaharian.
Secara garis besar, materi-materi pelajaran menyangkut
ketrampilan yang diberikan adalah :
a. Kewiraswastaan
b. Ketrampilan produksi
c. Pengelolaan keuangan
d. Pengelolaan usaha
5
![Page 6: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/6.jpg)
e. Pemasaran
Sejalan dengan itu, metode penyelenggaraan pembelajaran
juga disesuaikan dengan materi yang diberikan tersebut, yaitu
terdapatnya berbagai macam pendidikan ketrampilan. Hal
tersebut diwujudkan dengan adanya praktek ketrampilan yang
dilaksanakan 1 x 4 jam per minggu serta adanya bimbingan kerja.
Minat masyarakat nampaknya juga cukup besar terhadap
kegiatan ketrampilan yang diberikan di SKB Surakarta, yang
ditandai dengan banyaknya warga belajar yang mengikuti
berbagai kegiatan yang diadakan, terutama pada jenis kegiatan
menjahit pakaian wanita dan anak (83 orang) dan bordir mesin
(total 74 orang). Hal ini sangat kondusif bagi pemberdayaan
ekonomi masyarakat, khususnya warga belajar, karena dengan
mengikuti kegiatan pembelajaran di SKB maka warga belajar
akan mendapatkan bimbingan dan pelatihan ketrampilan teknis
fungsional yang dapat digunakan untuk membuka usaha maupun
bekerja.
Mengacu pada data dan uraian di atas maka pendidikan
luar sekolah melalui SKB pada satu sisi mengarah pada upaya
menuju terciptanya kemandirian bagi warga belajar. Dengan
demikian penyelenggaraan pendidikan luar sekolah merujuk pula
pada konsep pemberdayaan masyarakat yang ditandai dengan
6
![Page 7: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/7.jpg)
adanya pemberian dan bimbingan ketrampilan teknis yang dapat
difungsikan oleh warga belajar sebagai alternatif sumber
penghasilan melalui jalur wirausaha.
Adanya pemberdayaan masyarakat melalui SKB akan
membawa beberapa manfaat positif bagi pihak-pihak terkait. Bagi
warga belajar, melalui kegiatan ini maka yang bersangkutan akan
mendapatkan sejumlah ketrampilan dan keahlian sesuai bidang
yang diminati dan dipilihnya sehingga mempunyai alternatif untuk
berwirausaha maupun untuk terjun ke dunia kerja. Kemudian
manfaat lain juga dapat dipetik oleh pemerintah, yaitu mengurangi
potensi pertambahan jumlah pengangguran dan penduduk miskin
karena warga belajar yang telah selesai menempuh pendidikan
luar sekolah telah memiliki bekal untuk bekerja atau membuka
usaha mandiri (Bulletin Wajah SKB Surakarta, 2008:1).
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan kegiatan
pemberdayaan di SKB tentu harus dilihat dari parameter tertentu.
Dalam hal ini sebagai tolak ukur keberhasilan sebagaimana
disebutkan dalam Rencana Kegiatan Tahunan SKB Surakarta
Tahun 2008 adalah :
(1) Terciptanya lapangan pekerjaan bagi para pemuda yang
akan membawa pada keadaan yang lebih baik dan
menjanjikan;
7
![Page 8: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/8.jpg)
(2) Mampu menciptakan masyarakat gemar belajar,
berpengetahuan, dan bermatapencaharian (Bulletin Wajah
SKB Surakarta, 2008 :6).
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dicermati mengenai
adanya beberapa point penting yang menjadi parameter penting
dari kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan melalui
SKB. Point-point yang dimaksud adalah peningkatan taraf hidup
dan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan taraf hidup di
sini dapat diwujudkan melalui kemampuan atau potensi dalam hal
bermatapencaharian, sebagai hasil dari pembelajaran ketrampilan
yang diberikan kepada warga belajar. Sedangkan peningkatan
kualitas sumber daya manusia terwujud melalui diperolehnya
sejumlah ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang merupakan
hasil dari kegiatan belajar mengajar di SKB. Semua hasil tersebut
sangat mendukung bagi terwujudnya pemberdayaan bagi warga
belajar.
B. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari uraian latar belakang di atas, pokok
permasalahan yang akan diteliti dalam tesis ini adalah :
1. Sejauh mana peranan SKB dalam memberdayakan
masyarakat ?
8
![Page 9: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/9.jpg)
2. Apakah manfaat yang dapat diperoleh warga belajar dan
alumni SKB ?
C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah tersebut di atas maka
tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
peranan SKB Surakarta dalam rangka pemberdayaan
masyarakat melalui rangkaian kegiatan yang sudah berjalan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu
menambah dan lebih mengembangkan kajian ilmiah tentang
kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan
nonformal yang ditinjau dari perspektif administrasi publik.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan
masukan dan pertimbangan bagi pimpinan SKB Surakarta,
Dinas Pendidikan Kota Surakarta, maupun instansi yang
terkait, dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas
nonformal melalui SKB sebagai wahana untuk
memberdayakan masyarakat. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat pula menjadi referensi maupun bahan studi
9
![Page 10: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/10.jpg)
banding bagi penelitian selanjutnya yang mengkaji perma-
salahan serupa atau yang terkait.
10
![Page 11: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Konsep Peranan
Secara mendasar konsep peranan menunjuk pada
perilaku sistematis yang dimainkan oleh seseorang
sehubungan dengan kedudukan, jabatan, atau atribut lain
yang dimilikinya. Hal ini dapat diamati dari definisi peranan
yang dinyatakan oleh Thoha (1983:137), bahwa peranan
adalah suatu rangkaian perilaku yang teratur yang ditimbulkan
karena suatu jabatan tertentu atau karena adanya suatu faktor
yang mudah dikenali. Hal yang sama juga dapat dilihat pada
definisi yang disampaikan oleh Gibson dkk (1991:256) yang
mengartikan peranan sebagai hal-hal yang harus dilakukan
seseorang untuk menyahihkan (validity) kedudukannya dalam
suatu posisi tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari peranan mempunyai fungsi
yang penting, khususnya dalam mengatur tingkah laku
seseorang. Sehubungan dengan hal tersebut menurut Elly
Chinoi (dalam Soekanto, 1990:271), pentingnya peranan
adalah karena ia mengatur perilaku seseorang. Orang yang
11
![Page 12: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/12.jpg)
bersangkutan akan dapat menyesuaikan diri dengan perilaku
orang-orang sekelompoknya. Kemudian Soekanto (1990:269)
mengatakan sebagai berikut :
Peranan menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai proses. Tepatnya adalah bahwa seseorang yang menduduki suatu posisi atau tempat dalam masyarakat dan menjalankan suatu peran. Peranan merupakan proses dinamis dari kedudukan dan status. Dengan demikian seseorang yang menjalankan peranan adalah mereka yang melaksanakan hak dan kewajiban, tugas dan fungsinya sesuai dengan kedudukan atau status yang dimiliki.
Lebih jauh lagi, Soekanto (1990:269) mengatakan
bahwa dalam peranan terdapat paling sedikit 3 (tiga) hal
pokok, yaitu :
1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
2. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perikelakuan individu yang penting bagi masyarakat.
Sejalan dengan pendapat di atas, Gibson (1991:248) juga
mengungkapkan bahwa ada beberapa jenis peranan. Jenis-
jenis peranan yang dimaksud adalah :
1. Peranan yang dipersepsikan, yaitu perangkat perilaku
seseorang dalam suatu posisi di mana ia berpendapat
bahwa ia harus memainkan peranan tersebut.
12
![Page 13: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/13.jpg)
2. Peranan yang diharapkan, yaitu perilaku nyata yang
diharapkan masyarakat dari seseorang atas kedudukannya.
3. Peranan yang dimainkan, yaitu perilaku yang benar-benar
dilaksanakan seseorang sesuai dengan kedudukannya.
Dalam penelitian ini konteks peranan yang dimaksud
adalah peranan yang lebih mengarah pada kelembagaan atau
institusional. Dalam hal ini, peranan yang dimaksud adalah
peranan yang dimainkan oleh SKB dalam kerangka
memberdayakan masyarakat. Hal ini tidak lepas dari aktivitas
dan fungsi dari SKB yang memberikan akses bagi warga
masyarakat yang putus sekolah atau drop out agar bisa
melanjutkan pendidikannya. Langkah itu juga disertai dengan
adanya bimbingan dan pelatihan berbagai macam ketrampilan
yang bersifat produktif dan berwawasan kewirausahaan
sehingga dapat membentuk kemandirian dari warga belajar
SKB.
2. Konsep Pemberdayaan (Empowerment)
Secara etimologis, istilah pemberdayaan merupakan
serapan dari kata dalam Bahasa Inggris empowerment atau
empower. Menurut Webster dan Oxford English Dictionary
(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) kata empower
13
![Page 14: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/14.jpg)
mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to give
power or authority to dan pengertian kedua berarti to give
ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan
sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau
mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam
pengertian kedua diartikan sebagai upaya untuk memberi
kemampuan atau pemberdayaan.
Sejalan dengan pendapat di atas, Oakley dan Marsden
(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) mengemukakan bahwa
berdasarkan studi kepustakaan proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan;
a. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan, dan kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi dengan upaya membangun asset material guna mendukung kemandirian mereka melalui organisasi. Kecenderungan pertama ini dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
b. Kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder adalah menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog.
Dalam konteks dunia pengajaran (pendidikan) antara
lain diungkapkan oleh Martens dan Yangers (dalam Babari
dan Prijono, 1996:71), sebagai; “a route to enhancing the
14
![Page 15: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/15.jpg)
teaching proffesions; the authority to teach with the
proffesional standards that portain their work”. Kemudian
menurut Goodman (ibid) makna pemberdayaan dalam konteks
ini adalah : “a more active and critical approach toward
teaching”.
Menurut Sumodiningrat (dalam Sujono dan Tjitroresmi,
1998:5) pemberdayaan sangat berkaitan dengan upaya
mengaktualisasikan potensi masyarakat. Dikatakan bahwa
pemberdayaan masyarakat secara mendasar merupakan
upaya untuk memandirikan masyarakat melalui perwujudan
potensi kemampuan yang mereka miliki. Dari pendapat ini
maka dapat dikatakan bahwa konsep pemberdayaan
merupakan suatu aktivitas untuk membantu
seseorang/sekelompok orang guna mewujudkan atau
membangkitkan kemampuan sesuai potensi yang dimiliki.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa
elemen penting dari sebuah rangkaian aktivitas dalam proses
pemberdayaan adalah pemberian daya atau kemampuan bagi
pihak-pihak yang diberdayakan. Hal ini seperti dikatakan oleh
Moeljarto (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) yang
mengemukakan tentang pentingnya mengalirnya daya (flow of
power) dalam proses pemberdayaan. Dikatakan olehnya
bahwa proses ini memandang penting mengalirnya daya (flow
15
![Page 16: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/16.jpg)
of power) dari subyek ke obyek. Pemberian kuasa, kebebasan,
pengakuan dari subyek ke obyek dengan memberikan
kesempatan untuk meningkatkan hidupnya dengan memakai
sumber yang ada merupakan salah satu manifestasi dari
mengalirnya daya tersebut.
Pada sisi ini, dapat pula kita amati bahwa
pemberdayaan berkaitan dengan upaya untuk membantu
seseorang/sekelompok orang untuk mengatasi
ketidakberdayaan yang dialami. Bisa jadi hal itu karena situasi
dan kondisi tertentu, keterbatasan sarana dan prasarana,
kurangnya kesadaran, dan sebagainya. Kabeer (dalam
Priyono dan Pranarka, 1996:64) berpendapat bahwa
ketidakberdayaan bukan menunjuk pada tidak adanya
kekuatan sama sekali, Dalam realitasnya, mereka yang hanya
memiliki sedikit kemampuan ternyata justru mampu untuk
bertahan, menggulingkan atau mentransformasikan hidup
mereka. Jadi kekuatan itu ada, hanya saja perlu untuk
ditampakkan dan dikembangkan. Argumen Kabeer ini
didasarkan pada pandangan Talcott Parson yang
membedakan kekuasaan (power) menjadi dua dimensi
distributif dan dimensi generatif.
16
![Page 17: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/17.jpg)
“Dimensi distributif kekuasaan diartikan sebagai kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk memaksakan kehendak mereka pada orang lain. Sedangkan dimensi generatif kekuasaan merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan masyarakat atau unit sosial untuk meningkatkan kemampuannya mengubah masa depan mereka yang dilakukan atas pilihan sendiri (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:64).
Dalam hal ini, Kabeer mengacu pada dimensi generatif
yang dapat diciptakan melalui organisasi sosial dan kelompok
kaum marginal untuk mendorong proses perubahan sosial
yang memungkinkan mereka untuk memberikan pengaruh
yang lebih besar terhadap lingkup kehidupan mereka pada
tingkat lokal maupun nasional.
Proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual
maupun kolektif (kelompok). Dari kedua model tersebut,
tingkat efektivitas dan keberhasilannya nampaknya lebih
cenderung pada pemberdayaan secara kolektif. Friedmann
(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) menyatakan bahwa
kemampuan individu “senasib” untuk saling berkumpul dalam
suatu kelompok cenderung dinilai sebagai pemberdayaan
yang paling efektif. Di dalam kelompok terjadi suatu dialogical
encounter yang menumbuhkan dan memperkuat kesadaran
serta solidaritas anggota. Anggota kelompok menumbuhkan
identitas seragam dan mengenali kepentingan mereka
bersama, ini yang disebut collective self-empowerment.
17
![Page 18: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/18.jpg)
Dalam proses pemberdayaan kehadiran kelompok
eksternal sangat penting. Hal ini seperti diungkapkan oleh
Chambers (dalam Priyono dan Pranarka, 1996:143). Kondisi
masyarakat yang miskin yang kadang menunjukkan lingkaran
ketidakberdayaan, memerlukan pihak lain yang dapat
berfungsi sebagai penstimulir atau pendorong yang
meyakinkan masyarakat miskin akan daya yang mereka miliki.
Dalam konteks warga putus sekolah, kelompok
eksternal yang dimaksud terdiri dari pemerintah, serta
organisasi sosial kemasyarakat-an, seperti halnya LSM.
Masing-masing dapat memainkan perannya untuk menstimulir
maupun mentransfer kemampuan kepada masyarakat agar
mereka dapat menumbuhkan keyakinan akan potensi daya
yang dimilikinya serta mampu memainkan peran yang lebih
aktif dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
B. Kerangka Pikir
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan
pada skema berikut ini :
18
![Page 19: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/19.jpg)
Gambar 1.
Kerangka Pikir
Sistem Pendidikan Nasional
Pendidikan Non Formal Pendidikan InformalPendidikan Formal
Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Pelajaran Umum Ketrampilan Teknis
Parameter Keberhasilan : Terciptanya lapangan kerja Menciptakan masyarakat berpengetahuan dan
bermatapencaharian
Pemberdayaan Masyarakat
19
![Page 20: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/20.jpg)
Keterangan :
Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional membagi jenis
pendidikan menjadi 3 macam, yaitu Pendidikan Formal,
Pendidikan Non Formal, dan Pendidikan Informal. Dari ketiga
jenis pendidikan tersebut penelitian ini membahas pendidikan
non formal.
Pendidikan non formal pada dasarnya berfungsi sebagai
pengganti, penambah, dan atau pelengkap pendidikan non
formal dengan penekanan kepada penguasaan pengetahuan dan
ketrampilan. Perwujudan dari pendidikan non formal antara lain
melalui Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang memberikan akses
bagi warga masyarakat tertentu yang karena satu adn lain sebab
tidak dapat menempuh atau melanjutkan pendidikan formal
samapi lulus/tamat.
Pendidikan Luar Sekolah ini antara lain dilembagakan
melalui Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). Dalam kegiatan
pendidikan di SKB materi pelajaran yang diberikan kepada warga
belajar secara global terdiri dari pelajaran umum dan bimbingan
atau pelatihan ketrampilan teknis.
20
![Page 21: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/21.jpg)
SKB mengemban misi tertentu, khususnya menyangkut
pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini proses
pemberdayaan masyarakat melalui proses belajar mengajar
dimaksudkan agar menghasilkan masyarakat yang
berpengetahuan, trampil, dan berpenghasilan. Sejalan dengan itu
parameter keberhasilan dalam kegiatan pendidikan di SKB
intinya yaitu terciptanya lapangan kerja bagi para pemuda agar
kondisinya lebih baik dan menciptakan masyarakat
berpengetahuan dan bermatapencaharian. Dengan demikian
SKB mempunyai peranan dalam rangka memberdayakan
masyarakat.
21
![Page 22: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/22.jpg)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Adapun
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif. Bogdan dan Taylor (2000:1) serta Moleong
(2000:3) menyebutkan bahwa metode kualitatif merupakan
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati. Adapun desain penelitian yang digunakan adalah
dalam bentuk embedded case study atau studi kasus
terpancang, yaitu penelitian dengan pengumpulan data yang
terarah berdasarkan tujuan dan pertanyaan yang lebih dahulu
ditentukan. Desain penelitian semacam ini tidak mengkaji
keseluruhan aspek (holistik), tetapi membatasi pada aspek-aspek
terpilih (Sutopo, 1988:15).
Dalam aplikasinya, peneliti tidak mengkaji seluruh
rangkaian aktivitas belajar mengajar dalam kerangka
pemberdayaan masyarakat yang berlangsung di SKB Surakarta,
tetapi memfokuskan pada eksplorasi dan pengungkapan aspek-
aspek tertentu yang dipilihnya.
22
![Page 23: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/23.jpg)
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah SKB Surakarta.
Pemilihan lokasi ini didasarkan pertimbangan bahwa SKB ini
merupakan SKB yang paling banyak kegiatannya dan juga paling
banyak pesertanya dibanding SKB lain di Karesidenan Surakarta.
Sebagai bahan perbandingan, pada tahun anggaran 2008 di SKB
Surakarta aktif diselenggarakan 11 jenis ketrampilan dengan
peserta atau warga belajar sebanyak 318 orang.. Khusus untuk
materi pelajaran pengetahuan umum SKB tersebut memberikan
materi seperti IPA, IPS, PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia,
dan sebagainya. Hal tersebut sudah diatur dalam petunjuk
pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan nonformal di SKB.
(Sumber arsip SKB Surakarta).
C. Teknik Cuplikan
Lincoln dan Guba (1985) mengatakan bahwa dalam
penelitian kualitatif peneliti berangkat dari asumsi bahwa konteks
itu kritis sehingga masing-masing konteks harus ditangani secara
tersendiri. Inilah yang membedakan teknik sampling pada
penelitian kualitatif dengan penelitian kuantitatif. Dalam penelitian
kualitatif sampling ditujukan untuk menjaring sebanyak mungkin
informasi dari berbagai sumber untuk merinci kekhususan yang
ada ke dalam ramuan konteks yang unik. Oleh karena itu dalam
23
![Page 24: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/24.jpg)
memilih dan menentukan informan maka peneliti mengacu pada
teknik “purposive sampling”, di mana peneliti memilih informan
yang dianggap tahu (key informant) dan dapat dipercaya untuk
menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya
secara mendalam (Sutopo, 1988:22). Dalam kerangka ini maka
informan merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam rangkaian
aktivitas pemberdayaan dalam SKB, yaitu :
1. Pamong pengajar (tenaga kependidikan SKB).
2. Birokrasi SKB.
3. Warga belajar
4. Alumni
D. Teknik Pengumpulan Data
Data yang diperlukan akan dikumpulkan melalui kombinasi
tiga teknik pengumpulan data, yaitu:
1. Wawancara mendalam (in depth interview)
Merupakan teknik pengumpulan data dengan
melakukan tanya jawab lisan secara langsung dan mendalam
dengan sasaran/obyek penelitian untuk mendapatkan data-
data dan keterangan yang berkaitan dengan topik penelitian.
Dalam prakteknya di lapangan, selama masa penelitian
peneliti telah mengadakan wawancara dengan pamong
belajar, pegawai/birokrat SKB, warga belajar dan alumni.
24
![Page 25: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/25.jpg)
Wawancara tersebut dilakukan di SKB maupun di kediaman
informan. Proses wawancara tersebut sebagian dilakukan
orang per orang dan sebagian lagi dilakukan secara
berkelompok, misalnya peneliti sekaligus mengadakan
wawancara dengan beberapa warga belajar atau dengan
beberapa pegawai SKB Surakarta.
2. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan jalan mengadakan pengamatan secara sistematis
terhadap fenomena-fenomena yang terkait dengan tema
penelitian. Melalui teknik ini diharapkan akan mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai
obyek yang diamati, karena peneliti dalam hal ini akan
mengadakan pengamatan langsung.
Untuk model pengamatan atau observasi yang
digunakan adalah observasi tak berperan (participant
observation) di mana peneliti dalam mengadakan
pengamatan tidak melakukan peran apapun dalam kegiatan
pemberdayaan (belajar mengajar) di lokasi penelitian.
Dalam prakteknya di lapangan, observasi dilakukan
dengan mengamati kegiatan pembelajaran di SKB Surakarta
serta melihat sebagian aktivitas usaha produktif alumni
mengingat beberapa alumni membuka usaha di rumah
25
![Page 26: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/26.jpg)
sehingga peneliti dapat mengetahui tingkat kemandirian
mereka.
3. Dokumentasi
Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan menelaah dokumen, arsip, maupun referensi yang
mempunyai relevansi dengan tema penelitian. Adapun
dokumen-dokumen yang ditelaah antara lain Laporan
Tahunan SKB, data tentang kegiatan pembelajaran, data
ketenagaan SKB Surakarta, Juklak/Juknis Pendidikan Non
Formal, dan sebagainya.
E. Validitas Data
Untuk menjamin validitas data dalam penelitian ini maka
akan digunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang
lain di luar data itu untuk kepentingan pengecekan data atau
sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000:178).
Dalam hal ini teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi
dengan sumber yang berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui
waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif (Patton
dalam Moleong, 2000:178). Hal ini dapat dicapai dengan jalan :
1. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang berkaitan.
26
![Page 27: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/27.jpg)
2. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa kualitatif deskriptif dengan model interaktif
(Interactive Model of Analysis). Menurut Sutopo (1988:33-35)
dalam model ini tiga komponen analisis, yaitu reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan, dilakukan dengan bentuk
interaktif dengan proses pengumpulan data (data collecting)
sebagai suatu siklus. Ketiga kegiatan tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Data Reduction (Reduksi/Seleksi data)
Diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyerderhanaan data “kasar” yang muncul dalam
catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung
terus menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan
suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan,
mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan
mengorganisasikan data.
2. Data Display (Penyajian data)
Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan informasi
tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan
27
![Page 28: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/28.jpg)
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan penyajian
data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi
dan apa yang harus dilakukan berdasarkan pemahaman
tentang penyajian data.
3. Conclusion Drawing (Penarikan kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil akan ditangani secara longgar dan
tetap terbuka sehingga kesimpulan yang semula belum jelas,
kemudian akan meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar
dengan kokoh. Kesimpulan ini juga diverifikasi selama proses
penelitian berlangsung dengan maksud untuk menguji
kebenaran, kekokohan dan kecocokan yang merupakan
validitasnya.
Proses analisa tersebut di atas dapat digambarkan dalam bagan
berikut ini :
Gambar 2.
Bagan Interactive Model of Analysis
28
![Page 29: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/29.jpg)
Sumber : Miles dan Huberman (1992:20)
Data Collecting
Conclusion Drawing
Data DisplayData Reduction
29
![Page 30: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/30.jpg)
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Sejarah Singkat SKB Surakarta
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Kota Surakarta berdiri
tahun 1992. Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta diresmikan
pada tanggal 23 Mei 1992 oleh Bapak Suwardi sebagai Kepala
Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Propinsi Jawa Tengah.
Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta terletak di sebelah
timur SMU Negeri 7 Surajarta atau sebelah utara komplek
perumahan pada jalur jalan raya Baron. Kondisi itu
memudahkan dalam transportasi bagi siswa-siswi yang akan ke
sekolah maupun pulang sekolah karena semua angkutan lewat
di depan sekolah tersebut. Namun demikian, suara bising
kendaraan bermotor yang lewat ternyata berpengaruh pada
konsentrasi siswa dalam belajar.
Khususnya pada waktu pagi hari, jalan di depan Sanggar
Kegiatan Belajar Surakarta padat dengan kendaraan bermotor
sehingga pada jam-jam awal pelajaran siswa tidak dapat
berkonsentrasi penuh. Di samping itu, asap kendaraan yang
lewat tidak jarang menimbulkan pencemaran udara. Meskipun
29
![Page 31: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/31.jpg)
situasi di luar lingkungan Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta
cenderung ramai, tidak demikian halnya dengan kondisi dalam
sekolah.
Suasana dalam lingkungan Sanggar Kegiatan Belajar
Surakarta nampak tenang dan asri. Berdasarkan hasil
observasi, kondisi dan situasi internal Sanggar Kegiatan Belajar
Surakarta sangat mendukung bagi terlaksananya kegiatan
belajar mengajar.
2. Tugas Pokok dan Fungsi SKB Surakarta
Berdasarkan Kepmendikbud Nomor:023/O/1997 tanggal 29
Februari 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sanggar
Kegiatan Belajar disebutkan bahwa :
a. Tugas Pokok
Sanggar mempunyai tugas melakukan pembuatan
percontohan dan pengendalian mutu pelaksanaan program
pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olah raga berdasarkan
kebijaksanaan teknis Direktur Jenderal Diklusepora (Dirjen
PLS dan Binmudora, 1992: 5).
Dalam tugas pokoknya Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)
Kota Surakarta telah berusaha membuat program kegiatan
sebagai percontohan atau obyek bagi masyarakat untuk
dikembangkan dan menjaga mutu agar mendapat
kepercayaan masyarakat sehingga mau belajar di sanggar.
30
![Page 32: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/32.jpg)
b. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Sanggar mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar
masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar
belajar.
2) Pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau
dan mampu menjadi tenaga pendidik dalam pelaksanaan
asas saling membelajarkan.
3) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan luar
sekolah, pemuda, dan olahraga.
4) Pembuatan percontohan berbagai program dan
pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan luar
sekolah, pemuda, dan olahraga.
5) Penyusunan dan pengadaan sarana belajar muatan lokal.
6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar.
7) Pengintegrasian dan penyinkronisasian kegiatan sektor
dalam bidang pendidikan luar sekolah, pemuda, dan
olahraga.
8) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana
pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.
9) Pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
31
![Page 33: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/33.jpg)
3. Struktur Organisasi SKB Surakarta
Berdasarkan Kepmendikbud Nomor:023/O/1997 tanggal 29
Februari 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sanggar
Kegiatan Belajar disebutkan bahwa susunan organisasi SKB Kota
Surakarta terdiri dari :
a. Kepala
b. Urusan Tata Usaha
c. Sub Seksi Bina Program
d. Kelompok Jabatan Fungsional
Dalam bentuk bagan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3
Struktur Organisasi SKB Kota Surakarta
(Sumber : SK Walikota Surakarta No. 29/2001)
Tugas pokok dan fungsi dari masing-masing bagian
dalam struktur organisasi SKB adalah sebagai berikut :
Kepala SKB
Urusan Tata
Usaha
Sub Seksi Bina
Program
Kelompok Jabatan Fungsional
32
![Page 34: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/34.jpg)
a. Kepala
Kepala SKB mempunyai tugas pokok melaksanakan
kebijakan teknis Dinas Pendidikan di bidang pendidikan
luar sekolah, pembinaan generasi muda, dan olahraga.
Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut Kepala SKB
mempunyai fungsi :
1) Pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan
dan pembinaan di bidang pendidikan luar sekolah,
pemuda dan olahraga.
2) Penyusunan rencana dan program kerja SKB.
3) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar
masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat
gemar belajar.
4) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan
luar sekolah, pemuda dan olahraga.
5) Pelaksanaan inovasi dan pembaharuan program
pendidikan luar sekolah, pembinaan pemuda dan
olahraga.
6) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar pendidikan
luar sekolah, pemuda dan olahraga.
7) Pembuatan percontohan berbagai program dan
pengendalian mutu pelaksanaan pendidikan luar
sekolah, pembinaan pemuda dan olahraga.
33
![Page 35: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/35.jpg)
8) Pengintegrasian dan penyelarasan kegiatan sektoral
dalam bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan
pemuda dan olahraga.
9) Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga
pelaksana pendidikan luar sekolah, pembinaan pemuda
dan olahraga.
10) Pelaksanan koordinasi dengan instansi/unit ekrja
terkait.
11) Pelaksanaan urusan ketatausahaan dan rumah tangga
SKB.
12) Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Kepala Dinas.
b. Urusan Tata Usaha
Urusan Tata Usaha mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengelolaan urusan surat menyurat,
kearsipan, kerumahtanggaan, kehumasan, pengumpulan
dan pengolahan data, penyusunan rencana dan program
kerja, pelaksanan monitoring perkembangan SKB,
melaksanakan urusan kepegawaian, urusan keuangan dan
urusan perlengkapan SKB.
Adapun uruaian tugas dari Urusan Tata Usaha
adalah sebagai berikut :
34
![Page 36: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/36.jpg)
1) Mengkoordinasikan penyiapan bahan perumusan
kebijakan teknis SKB.
2) Menyusun rencana dan program kerja Urusan Tata
Usaha.
3) Memberikan pengarahan dan membagi tugas kepada
bawahan.
4) Melakukan koordinasi, pengawasan dan pengendalian
kegiatan ketatausahaan, kearsipan, perpustakaan,
kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan urusan
rumah tangga di lingkungan SKB.
5) Memberikan informasi yang menyangkut
ketatausahaan, rumah tangga sanggar, dan
perkembangan pendidikan luar sekolah, pemuda, dan
olahraga.
6) Melaksanakan dan memelihara keamanan, keindahan,
kebersihan, dan keharmonisan kerja di lingkungan
sanggar.
7) Melayani perjalanan dinas dan tamu sanggar yang
berhubungan dengan tugas dan wewenangnya.
8) Melaksanakan kegiatan keprotokolan, dokumentasi,
kearsipan, dan perpustakaan SKB.
35
![Page 37: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/37.jpg)
9) Menyiapkan administrasi perjalanan dinas, akomodasi,
dan konsumsi bagi tamu SKB.
10) Melaksanakan urusan kepegawaian yang meliputi
penyiapan dan pengangkatan pegawai, kenaikan
pangkat, gaji berkala, cuti, diklat dan pembinaan serta
pengembang-an karier pegawai.
11) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan usul mutasi
dan promosi pegawai.
12) Menyiapkan bahan-bahan kelengkapan pensiun dan
pemberian penghargaan bagi pegawai.
13) Melaksanakan administrasi pengelolaan keuangan
SKB.
14) Mengelola perbendaharaan gaji pegawai.
15) Menyusun laporan kegiatan Urusan Tata Usaha.
16) Memberikan rekomendasi kepada atasan tentang
penilaian DP3 bawahan.
17) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Kepala Dinas.
c. Sub Seksi Bina Program
Sub Seksi Bina Program mempunyai tugas pokok
menyusun rencana program teknis, monitoring,
pengendalian mutu, evaluasi, penelitian dan
36
![Page 38: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/38.jpg)
pengembangan program pendidikan luar sekolah, pemuda,
dan olahraga berdasarkan kebijakan teknis Dinas
Pendidikan dan kebutuhan lapangan.
Uraian tugas Sub Seksi Bina Program adalah
sebagai berikut :
1) Melaksanakan identifikasi dan seleksi data dasar
program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan
olahraga.
2) Melaksanakan rencana dan program Sub Seksi Bina
Program.
3) Memberi pengarahan dan membagi tugas kepada
bawahan.
4) Melasanakan koordinasi dengan Pamong Belajar,
Urusan tata Usaha, Seksi Sub Dinas Diklusepora
Dinas Pendidikan serta instansi lain.
5) Melaksanakan dan menyelenggarakan program
pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.
6) Melaksanakan pembinaan, monitoring, evaluasi,
pelaksanan program pendidikan luar sekolah, pemuda,
dan olahraga.
7) Menyiapkan bahan penelitian dan pengembangan
program pendidikan luar sekolah, pemuda, dan
olahraga.
37
![Page 39: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/39.jpg)
8) Menyiapkan penelitian dan pengembangan program
pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga.
d. Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional dapat dibagi dalam
sub-sub kelompok yang masing-masing dipimpin oleh
seorang tenaga fungsional yang paling senior dan ditunjuk
oleh Kepala SKB.
Dalam suatu organisasi, di samping struktur
organisasi, juga diatur mengenai tata kerja yang berlaku di
lingkungan organisasi yang bersangkutan. Adapun tata kerja
yang berlaku di lingkungan SKB dapat dijelaskan sebagai
berikut :
a. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala SKB, Kepala
Urusan Tata Usaha, Kepala Sub Seksi, Ketua Kelompok
Jabatan Fungsional wajib menerapkan prinsip koordinasi,
integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi secara vertikal dan
horizontal baik dalam lingkungan masing-masing maupun
dengan instansi lain sesuai dengan tugas pokoknya.
b. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan SKB
bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan
bawahannya serta memberikan bimbingan dan petunjuk
bagi pelaksanaan tugas.
38
![Page 40: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/40.jpg)
c. Setiap pimpinan satuan organisasi harus mentaati perintah
dan petunjuk dari atasan dan bertanggungjawab kepada
atasan masing-masing serta menyampaikan laporan
berkala tepat pada waktunya.
d. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan
organisasi wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan
penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan
petunjuk kepada bawahan.
e. Dalam menyampaikan laporan masing-masing kepada
atasan, tembusan laporan wajib disampaikan kepada
satuan organisasi lain yang secara fungsional merupakan
hubungan kerja.
f. Dalam melaksanakan tugas setiap pemimpin satuan
organisasi dibantu oleh satuan organisasi dibawahnya dan
dalam rangka pemberian bimbingan untuk bawahan
masing-masing wajib mengadakan rapat berkala.
4. Wilayah Kerja/Binaan
Seluruh program kegiatan SKB Surakarta
dititikberatkan pada proses pembelajaran masyarakat dengan
prioritas utama masyarakat yang kurang mampu. Proses
pembelajaran ini disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pada
masing-masing desa yang menjadi sasaran garapan.
39
![Page 41: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/41.jpg)
Untuk mengetahui tingkat kebutuhan belajar dari
suatu masyarakat, diawali dengan kegiatan identifikasi
kebutuhan belajar, ketersediaan narasumber teknis serta
potensi yang terdapat di dalam masyarakat itu sendiri.
Penjabaran kebutuhan ini didasarkan pada pola kerja
sistematis SKB Surakarta dengan memprioritas pada
desa/sasaran yang menjadi wilayah kerja atau kecamatan
binaan SKB.
Penentuan wilayah kerja yang menjadi sasaran
garapan SKB didasarkan pada beberapa faktor tertentu, yaitu
sebagai berikut :
a. Prioritas utama merupakan desa tertinggal (IDT) atau
desa minus;
b. Memiliki warga masyarakat yang masih buta huruf, DO
SD, DO SLTP, atau DO SLTA.
c. Memiliki tingkat pengangguran yang tinggi, terutama di
kalangan pemuda.
Adapun pertimbangan untuk menentukan alokasi
program pada Wilayah Kerja/Kecamatan Binaan adalah untuk
membatasi ruang lingkup kerja SKB sekaligus pemantapan
pada tahap pembinaan sasaran kegiatan. Dengan adanya
40
![Page 42: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/42.jpg)
pembatasan tersebut maka program dan kegiatan akan lebih
fokus dan terarah, sehingga diharapkan akan dapat lebih
efektif dan efisien dalam kaitannya dengan proses
pembelajaran.
Penunjukkan kecamatan tertentu untuk menjadi
kecamatan binaan khusus memiliki makna strategis. Hal
tersebut terutama dalam hubungannya dengan optimalisasi
program kegiatan yang bertujuan mengangkat kecamatan
yang produktif dengan meminimalkan angka buta huruf,
jumlah pemuda pengangguran serta penciptaan lapangan
pekerjaan melalui pembentukan kelompok-kelompok belajar
usaha, magang, pemuda produktif atau kegiatan lain yang
relevan atau senafas dengan upaya pengentasan kemiskinan
masyarakat, yaitu miskin secara ekonomi dan juga
pendidikan.
Pada era otonomi daerah seperti sekarang ini yang
penuh dengan dinamika maka kinerja lembaga SKB dituntut
lebih meningkat. Dalam hal ini harus muncul adanya
semangat yang lebih tinggi dalam pengupayaan
pembelajaran masyarakat agar tercipta masyarakat gemar
belajar, bermatapencaharian sekaligus memiliki martabat dan
harga diri yang baik, sehingga kegiatan-kegiatan yang
41
![Page 43: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/43.jpg)
dilakukan SKB memiliki korelasi yang kuat dengan semangat
dan jiwa program kerja Pemerintah Kota Surakarta. Hal
tersebut terutama ditujukan pada penerapan program
pengentasan kemiskinan penduduk, khususnya penduduk
yang bermukin di wilayah pedesaan.
Melihat praktek di lapangan, penerapan pola
penetapan wilayah kerja dipandang mampu meratakan sektor
pendidikan, baik umum maupun keterampilan fungsional.
Pola penunjukkan kecamatan binaan menjadi pola alternatif
dalam rangka pengembangan desa/kecamatan tertentu agar
daerah tersebut lebih produktif dan mandiri. Adapun wilayah
kerja SKB Surakarta sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Walikota Surakarta Nomor 29 Tahun 2001,
meliputi seluruh kecamatan di wilayah Kota Surakarta.
5. Strategi Pelaksanaan Kegiatan
Guna meningkatkan keberhasilan SKB sebagai unit
pelaksana teknis daerah dalam kegiatan pendidikan luar
sekolah, pemuda, dan olahraga maka diperlukan adanya
strategi tertentu. Dalam hal ini strategi pelaksanaan kegiatan
belajar di SKB dilaksanakan secara bertahap, berkelanjutan
dengan memperhatikan beberapa faktor, yaitu sebagai
berikut :
42
![Page 44: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/44.jpg)
a. Kondisi obyek sasaran layanan Diklusepora; (Pendidikan
Luar Sekolah, Pemuda, dan Olahraga);
b. Kebijakan Pemerintah Kota Surakarta;
c. Daya dukung yang ada di SKB.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di
lingkungan SKB dalam tahapannya terbagi atas 2 macam
jangka waktu, yaitu jangka pendek dan jangka panjang.
Kedua tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Jangka Pendek
Tahapan pelaksanaan waktu dalam program jangka
pendek adalah 2 (dua) tahun. Tahapan tersebut
dilaksanakan dalam 3 (tiga) kategori wilayah, yaitu :
1) Di dalam gedung/wilayah SKB;
2) Wilayah binaan khusus;
3) Wilayah binaan umum.
Dalam program jangka pendek, kegiatan belajar
dipusatkan di gedung SKB dan 2 (dua) kecamatan binaan
khusus yang memenuhi persyaratan, yaitu :
1) Kecamatan domisili SKB dan, atau
2) Kecamatan yang terdekat dengan kecamatan domisili
SKB, dan atau
43
![Page 45: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/45.jpg)
3) Kecamatan yang memiliki jumlah terbanyak dalam
hal: warga buta huruf, putus SD, putus SLTP, putus
SLTA, dan penduduk miskin.
Program pokok yang dilaksanakan di dalam
gedung atau lingkungan SKB maupun kecamatan binaan
khusus, meliputi 3 (tiga) macam, yaitu :
1) Program Pendidikan Masyarakat (Dikmas).
2) Program Pembinaan Generasi Muda (Binmud)
3) Program olahraga.
b. Jangka panjang
Tahapan pelaksanaan program jangka panjang
adalah 5 (lima) tahun anggaran. Dalam jangka waktu
tersebut SKB diharapkan dapat melaksanakan kegiatan
belajar di seluruh wilayah kerjanya sesuai dengan
rencana dan program kerja yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini sasaran kecamatan wilayah binaan
khusus tetap pada 2 (dua) kecamatan, sedangkan jumlah
dan jenis program di kecamatan lain disesuaikan dengan
daya dukung SKB dan mengacu pada skala prioritas dan
kondisi wilayah sasaran pelayanan Diklusepora. Dengan
demikian jenis-jenis kegiatan pada masing-masing SKB
tidak harus sama, tetapi menyesuaikan dengan potensi
dan kondisi masing-masing wilayah binaan.
44
![Page 46: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/46.jpg)
B. Karakteristik Informan
Dalam pembahasan ini akan disajikan data yang
menyangkut beberapa karakteristik umum dari para informan
penelitian berdasarkan data hasil penelitian. Hal tersebut
mencakup karakteristik menurut kelompok informan, jenis kelamin,
usia, dan tingkat pendidikan.
1. Kelompok Informan
Sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab III informan
penelitian ini mencakup beberapa kelompok, yaitu
birokrat/petugas SKB Surakarta, warga belajar dan alumni.
Oleh karena itu pada tabel berikut ini akan disajikan data
tentang kelompok responden tersebut :
Tabel 1. Karakteristik Kelompok Informan
Kelompok Informan Frekuensi Persentase (%)
Aparat SKB Surakarta
Warga Belajar
Alumni
8
9
6
34,8
39,1
25,1
Jumlah 23 100,0
Sumber : Data primer diolah
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah total
informan penelitian ini sebanyak 23 orang. Komposisi
berdasarkan kelompok informan masing-masing ; 8 orang atau
34,8% merupakan aparat SKB Surakarta, 9 orang atau 39,1%
45
![Page 47: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/47.jpg)
adalah warga belajar, dan 6 orang atau 25,1% adalah alumni
SKB Surakarta.
2. Jenis Kelamin
Data mengenai karakteristik informan menurut jenis
kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Karakteristik Informan menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Laki-Laki
Perempuan
9
14
39,1
60,9
Jumlah 23 100,0
Sumber : Data primer diolah
Tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok informan
didominasi oleh informan berjenis kelamin perempuan, yaitu
sebanyak 14 orang atau 60,9%, sedangkan laki-laki hanya
sebanyak 9 orang atau 39,1%. Kondisi tersebut menurut
pendapat peneliti tidak lepas dari kenyataan di lapangan
bahwa banyak sekali kegiatan pelatihan ketrampilan yang
ditujukan untuk kaum wanita, seperti tata rias pengantin,
kursus kecantikan, jahit-menjahit, tata boga, dan lain-lain.
Oleh karena itu banyak sekali kaum wanita yang menjadi
Warga Balajar di SKB Surakarta.
46
![Page 48: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/48.jpg)
3. Usia
Data hasil penelitian menunjukkan variasi dari usia
para informan. Adapun data mengenai hal tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 7. Karakterisik Informan menurut Usia
Rentang Usia(Tahun)
Frekuensi Persentase (%)
20 - 29
30 – 39
40 - 49
50 atau lebih
8
8
6
1
34,8
34,8
25,1
4,3
Jumlah 23 100,0
Sumber : Data primer diolah.
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa komposisi umur
informan paling banyak berada pada kisaran 20–29 tahun dan
20-39 tahun, masing-masing sebanyak 8 orang atau 34,8.
Kemudian kelompok informan yang lain adalah 6 orang atau
25,1% berusia antara 40-49 tahun dan 1 orang lainnya atau
4,3% berusia 50 tahun atau lebih. Dari data ini maka secara
umum para informan relatif masih berusia muda karena
mayoritas berusia di bawah 40 tahun.
4. Tingkat Pendidikan
Pendidikan sangat penting bagi setiap orang, baik
pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Pendidikan
47
![Page 49: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/49.jpg)
formal dapat ditempuh melalui SD sampai perguruan tinggi,
sementara pendidikan non formal di antaranya dapat ditempuh
melalui SKB.
Berikut ini dipaparkan data mengenai karakteristik
informan menurut tingkat pendidikan yang telah dicapai :
Tabel 8. Karakteristik Informan menurut Tingkat Pendidikan Formal
Tingkat Pendidikan FrekuensiPersentase
(%)
Pendidikan Tinggi (Diploma s.d S1)
Pendidikan Menengah (SLTA)
Pendidikan Rendah (SD-SLTP)
4
17
2
17,4
73,9
8,7
Jumlah 23 100,0
Sumber : Data primer diolah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar
informan berpendidikan taraf menengah atau pada taraf SLTA,
yaitu sebanyak 17 orang atau 73,9%. Kemudian untuk
kelompok informan yang lain masing-masing 4 orang atau
17,4% berpendidikan tinggi (Diploma s.d Sarjana), dan 2
orang atau 8,7% berpendidikan rendah (SD-SLTP). Untuk
informan yang berpendidikan tinggi seluruhnya adalah
informan dari unsur petugas SKB Surakarta.
48
![Page 50: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/50.jpg)
Berdasarkan data di atas maka secara umum tingkat
pendidikan informan cukup baik karena mayoritas
berpendidikan menengah sampai dengan tinggi. Hal ini cukup
menguntungkan danmemudahkan kelancaran dari kegiatan
pemberdayaan karena dengan pendidikan yang cukup baik
maka proses penyampaian dan penyerapan materi
pembelajaran/pelatihan lebih cepat dan optimal.
C. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Peranan SKB Dalam Upaya Pemberdayaan
a. Kesesuaian materi pembelajaran yang diajarkan
dengan kebutuhan dan semangat kewirausahaan bagi
warga belajar
Banyak warga masyarakat yang kurang beruntung
karena tidak dapat menempuh pendidikan formal sampai
pada taraf yang tinggi. Oleh karena itu mereka umumnya
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang terbatas.
Dengan kondisi itu mereka relatif tidak punya bekal yang
memadai, baik berupa pengetahuan maupun ketrampilan,
yang dapat digunakan sebagai modal untuk bekerja atau
membuka usaha produktif. Untuk itu mereka perlu
diberdayakan agar mempunyai ketrampilan teknis fungsional
49
![Page 51: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/51.jpg)
yang dapat dipergunakan sebagai modal untuk bekerja atau
berwirausaha.
Wahana pemberdayaan secara nyata antara lain
dapat dilakukan melalui pendidikan non formal. Sesuai
dengan Pasal 26 ayat 1 dan 2 UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan non formal
pada dasarnya berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan
atau pelengkap pendidikan non formal dengan penekanan
kepada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan
fungsional. Dari pengertian tersebut maka jelas bahwa
pendidikan non formal menempati posisi yang cukup strategis
dalam rangka memberikan akses bagi kelompok warga
masyarakat yang karena sebab-sebab tertentu, khususnya
faktor ekonomi, menjadi putus sekolah, drop out, atau tidak
dapat meneruskan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Dengan adanya pendidikan melalui jalur nonformal maka
warga masyarakat yang kondisinya demikian dapat
meneruskan pendidikan formal untuk mencapai taraf tertentu
serta mempelajari berbagai macam ketrampilan teknis
fungsional.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang ada dalam
masyarakat adalah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB). SKB
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani
50
![Page 52: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/52.jpg)
pendidikan luar sekolah, pemuda, dan olahraga, yang berada di
bawah Dinas Pendidikan Kota Surakarta. Tugas pokok SKB
adalah melaksanakan kebijakan teknis Dinas Pendidikan di
bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda dan
olahraga. Sedangkan fungsi-fungsi dari SKB antara lain adalah:
1) Pelaksanaan kebijakan teknis, pemberian bimbingan dan
pembinaan di bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan
generasi muda dan olahraga.
2) Pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar
masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar
belajar.
3) Pemberian pelayanan informasi kegiatan pendidikan luar
sekolah, pembinaan generasi muda dan olahraga.
4) Pelaksanaan inovasi dan pembaharuan program
pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda dan
olahraga.
5) Penyediaan sarana dan fasilitas belajar pendidikan luar
sekolah, pembinaan generasi muda dan olahraga.
6) Pengintegrasian dan penyelarasan kegiatan sektoral dalam
bidang pendidikan luar sekolah, pembinaan generasi muda
dan olahraga. (Keputusan Walikota Surakarta No.
29/2001)
51
![Page 53: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/53.jpg)
Mencermati tugas pokok dan fungsi-fungsi yang
diemban SKB maka jelas bahwa lembaga ini memiliki
peranan yang strategis dalam rangka memberdayakan
masyarakat, khususnya generasi muda. Untuk mengetahui
tentang peranan SKB dalam rangka pemberdayaan ini maka
perlu diketahui terlebih dahulu materi-materi pembelajaran
yang diberikan di SKB.
Menurut hasil wawancara dengan informan penelitian
dan menelaah arsip atau dokumen-dokumen yang terkait,
materi pembelajaran yang diberikan di SKB Surakarta yang
antara lain meliputi :
1) Materi pelajaran umum
Materi ini mencakup beberapa mata pelajaran yang
diajarkan dalam lembaga pendidikan formal (sekolah), seperti
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn),
Matematika, IPA, IPS, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, Bahasa Jawa, Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, Kesenian, dan Kerajinan Tangan. Materi-materi
pelajaran tersebut diberikan kepada warga belajar pada
program Kejar (Kelompok Belajar) Paket A, Paket B, maupun
Paket C.
52
![Page 54: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/54.jpg)
Tabel 9. Realisasi Program Pendidikan Masyarakat di SKB Surakarta tahun 2008
No. ProgramPeserta (Warga Belajar)
Waktu Pelaksana
1. Kejar Paket A Setara SD
20 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
2. Kejar Paket B Setara SLTP
150 WB
Januari – Desember 2008
Yeni Hendrayani, S.Pd
3. Kejar Paket B Setara SLTP
25 WB Januari – Desember 2008
Masykur, S.Ag
4. Kejar Paket B Setara SLTP
45 WB Januari – Desember 2008
Betty Nh, S.Pd
5. Kejar Paket B Setara SLTP
25 WB Januari – Desember 2008
Endang S., S.Pd
6. Kejar Paket B Setara SLTP
28 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
7. Kejar Paket C Setara SMU
95 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
8. Kejar Paket A Setara SD
20 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
9. Keaksaraan Fungsional
10 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
10. Keaksaraan Fungsional
10 WB Januari – Desember 2008
Kolektif
Sumber : Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008
2) Pelatihan berbagai macam ketrampilan
Menurut Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008,
berbagai macam ketrampilan yang diberikan terdiri dari:
53
![Page 55: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/55.jpg)
Tabel 10. Realisasi Program Pelatihan Ketrampilan di SKB Surakarta tahun 2008
No. ProgramPeserta (Warga Belajar)
Waktu Tempat Pelaksana
1. Menjahit pakaian anak & wanita
116 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Lili Yuliani, S.Pd
2. Menjahit pakaian pria
20 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Lili Yuliani, S.Pd
3. Bordir mesin 76 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Sumiyati
4. Bordir mesin 10 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Sumiyati
5. Tata kecantikan rambut (TKR)
40 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Widi Enpriono, S.Pd
6. Tata Rias pengantin (TRP)
25 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Kolektif
7. Komputer 32 WB Januari – Desember 2008
SKB Surakarta Ari Nugroho, S.Pt
8. Tata boga 45 WB Mei – Juni 2008 SKB Surakarta Kolektif9. Menjahit
pakaian wanita55 WB Januari –
Desember 2008SKB Surakarta Lili Yuliani,
S.Pd10. Menjahit
pakaian anak & wanita
40 WB Mei – Agustus 2008
SKB Surakarta Nardi
11. Kelompok Belajar Usaha (KBU)
5 WB Juli - Desember 2008
SKB Surakarta Kolektif
12. Kursus bordir mesin juki
15 WM Juli - Desember 2008
SKB Surakarta Kolektif
13. Pendidikan keluarga
24 WB Juli - Desember 2008
SKB Surakarta Darwati, S.Pd
14. Montir sepeda motor
20 WB Mei – September 2008
SKB Surakarta Sukamto
15. Ketrampilan elektronika
23 WB Mei – September 2008
SKB Surakarta Suripno
16. Setir mobil 12 WB Maret 2008 SKB Surakarta Karseno HS, S,Pd
17. Montir sepeda motor
10 WB Mei – September 2008
SKB Surakarta Dartim, S.Pd
18. Las karbit 13 WB April 2008 SKB Surakarta Dartim, S.Pd19. Bengkel Usaha
Mandiri16 WB Januari –
Desember 2008SKB Surakarta Drs. Agus
SuryatnaSumber : Laporan Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008.
Tersedianya berbagai jenis ketrampilan tersebut di
atas memungkinkan warga Belajar untuk mempelajari dan
54
![Page 56: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/56.jpg)
memiliki ketrampilan produktif. Apalagi seorang Warga
Belajar dapat pula mengikuti beberapa kegiatan yang
tersedia sesuai dengan minat dan bakatnya. Kesemuanya
bernilai positif, terutama dalam upaya memberikan
ketrampilan atau keahlian tertentu bagi Warga Belajar agar
mereka mempunyai bekal untuk bisa membuka usaha
produktif secara mandiri (berwirausaha) maupun menjadi
tenaga kerja pada perusahaan tertentu yang bergerak dalam
bidang yang sesuai dengan jenis ketrampilan yang dimiliki.
Berdasarkan data pada Tabel 9. dan Tabel 10. dapat
pula dicermati bahwa sangat jelas terlihat adanya upaya
pemberdayaan melalui transfer ilmu pengetahuan dan
kemampuan produktif. Transfer ilmu pengetahuan dilakukan
melalui program-program Kelompok Belajar (Kejar) baik
Paket A, B, dan C, yang ditujukan bagi warga masyarakat
yang mengalami putus sekolah. Kemudian transfer
kemampuan produktif dilakukan melalui pelatihan dan kursus
tentang berbagai macam ketrampilan yang akan memberikan
bekal kemampuan produktif bagi Warga Belajar.
Respon dari masyarakat (Warga Belajar) terhadap
adanya pelatihan dan kursus tentang berbagai macam
55
![Page 57: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/57.jpg)
ketrampilan yang tersedia di SKB Surakarta sangat positif.
Hal ini terbukti dengan banyaknya peserta atau Warga
Belajar yang mengikuti berbagai macam pelatihan yang
disediakan. Respon positif tersebut terkait dengan kondisi-
kondisi yang melingkupi mereka, seperti dituturkan oleh
beberapa informan berikut ini ;
“....Adanya bimbingan ketrampilan sangat positif bagi masyarakat karena banyak warga yang tidak punya ketrampilan dan kondisinya tidak mampu karena ekonominya rendah...” (Informan Sp, 23 tahun, peserta kursus elektronika)
“....Belajar ketrampilan di SKB sangat mendukung masyarakat yang tidak mampu. Mau kursus di luar biayanya mahal, belum untuk urusan transportasinya. Kalau di sini biaya lebih ringan dan hasilnya bisa sama dengan kursus di luar. Yang penting asal mau belajar sungguh-sungguh....” (Informan Sum, 21 tahun, peserta kursus bordir mesin)
Dari kutipan beberapa pendapat di atas maka
tercermin adanya manfaat positif yang dirasakan oleh
masyarakat, dalam hal ini para informan, terhadap
keberadaan SKB. Mereka memandang SKB sangat
bermanfaat bagi warga masyarakat yang kondisi sosial
ekonominya kurang mampu, tetapi memiliki motivasi yang
tinggi untuk belajar ketrampilan tertentu untuk dijadikan
sebagai alternatif profesi. Ketiadaan biaya membuat mereka
56
![Page 58: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/58.jpg)
kurang bisa menjangkau atau mengikuti pelatihan atau
kursus ketrampilan yang diselenggarakan oleh lembaga-
lembaga pendidikan swasta yang banyak terdapat ddalam
masyarakat. Dengan adanya SKB kesulitan tersebut relatif
bisa diatasi karena biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti
pelatihan ketrampilan relatif ringan dan sebagian kegiatan
pelatihan tersebut bahkan dilakukan di desa/kelurahan
tertentu, seperti terlihat pada Tabel 10. Oleh karena itu bagi
warga masyarakat setempat hal ini sangat menghemat biaya
karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi
untuk mengikuti pelatihan.
Keringanan biaya dalam pelatihan ketrampilan di SKB
tidak lepas dari kedudukannya sebagai instansi pemerintah.
Oleh karena itu berbagai macam sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam pelatihan sudah disediakan pemerintah
sehingga warga masyarakat yang mengikuti pendidikan dan
pelatihan tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengadaan
maupun penggunaan sarana dan prasarana
pembelajaran/pelatihan. Jadi beban mereka relatif jauh lebih
ringan dibandingkan dengan apabila mereka mengikuti
kursus/pelatihan yang diselenggarakan oleh swasta, seperti
lembaga-lembaga pendidikan dan ketrampilan (LPK).
57
![Page 59: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/59.jpg)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi
langsung di lapangan, dapat diperoleh gambaran bahwa telah
tersedia sarana dan prasarana yang cukup memadai untuk
kegiatan bimbingan dan pelatihan bagi Warga Belajar.
Sarana dan prasarana tersebut sebagian merupakan realisasi
dari program-program yang diusulkan kepada Pemerintah
Kota Surakarta dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
melalui Dinas Pendidikan serta bantuan block grant dari
Pemerintah Pusat. Untuk sarana dan prasarana dari block
grant yang terbaru, berdasarkan Laporan Tahunan SKB
Tahun 2008, misalnya alat-alat tata rias kecantikan senilai
Rp. 17.800.000,- dan sejumlah mesin bordir senilai Rp.
17.500.000,-. Keberadaan berbagai macam peralatan
tersebut tentunya sangat menunjang terhadap kelancaran
dari pelaksanaan kegiatan pelatihan kepada Warga Belajar.
Adanya program-program atau kegiatan yang
dilakukan dalam memberdayakan masyarakat, khususnya
Warga Belajar, sudah tentu harus disesuaikan dengan minat,
keinginan dan kebutuhan dari Warga Belajar tersebut.
Idealnya program atau kegiatan yang berjalan benar-benar
memiliki kesesuaian dengan kebutuhan kelompok sasaran
(Warga Belajar). Jika antara program dan kegiatan yang ada
58
![Page 60: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/60.jpg)
tidak sesuai maka kelancaran dan keberhasilan kegiatan
kurang terjamin sehingga tujuan dasar untuk
memberdayakan masyarakat sulit untuk bisa diwujudkan
secara optimal.
“.....Ketrampilan yang dipelajari dari SKB sudah sesuai dengan keinginan karena dari dulu saya memang senang kegiatan jahir-menjahit. Kalau nanti saya bisa membuka usaha jahit kan bisa di usahanya rumah sambil menunggu keluarga....” (Informan Sit, 32 tahun, peserta Pelatihan Menjahit Pakaian Anak dan Wanita)
“....Saya ikut kursus di SKB karena saya ingin punya ketrampilan yang bisa buat cari uang, apa itu mau usaha sendiri apa mau kerja. Makanya saya ambil kursus tata boga dan komputer. Kalau bisa dan boleh saya ingin ikut juga yang lainya biar bisa punya banyak ketrampilan....” (Informan Ret, 21 tahun, peserta Pelatihan Tata Boga dan Komputer)
“.....Pelajaran ketrampilan yang ada di SKB sangat penting sekali karena bisa untuk modal cari kerja di kantor-kantor apa untuk membuka usaha sendiri. ... Tinggal orangnya saja, mau benar-benar belajar atau tidak....” (Informan Amn, 27 tahun, peserta Pelatihan Menjahit Pakaian Anak dan Wanita)
Ketika dikonfirmaskan kepada petugas SKB Surakarta
maka jawaban yang diperoleh antara lain sebagai berikut :
“....Materi-materi yang diberikan di SKB disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mereka umumnya membutuhkan suatu ketrampilan praktis yang bisa langsung dipakai untuk membuka usaha atau bekerja. Intinya, mereka mau dan tertarik untuk belajar di sini karena orientasinya langsung untuk melakukan kegiatan produktif....” (Informan End, 44 tahun, petugas SKB Surakarta)
59
![Page 61: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/61.jpg)
“....Jenis-jenis kursus dan pelatihan ketrampilan di SKB ditekankan pada ketrampilan teknis yang bersifat fungsional. Artinya ketrampilan tersebut benar-benar dapat difungsikan untuk kegiatan produktif, baik untuk bekerja maupun berwirausaha.....” (Informan Yen, 39 tahun, petugas SKB Surakarta)
Berdasarkan hal tersebut di atas maka jelas bahwa
materi-materi yang diberikan dalam kursus dan pelatihan
ketrampilan yang diberikan di SKB mempunyai kesesuaian
dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini masyarakat
yang mengikuti kursus dan pelatihan pada umumnya
menginginkan untuk mendapatkan ketrampilan tertentu yang
berfungsi ganda, artinya pada satu sisi bisa untuk bekerja di
perusahaan atau pabrik tertentu, dan di sisi lain dapat pula
dipakai untuk membuka usaha sendiri atau berwirausaha.
Dengan demikian mereka memiliki alternatif untuk melakukan
kegiatan produktif, yaitu bekerja atau berwirausaha.
Hal lain yang lebih menguntungkan bagi Warga
Belajar adalah bahwa pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta
tidak hanya terbatas pada materi ketrampilan itu sendiri,
tetapi juga disertai dengan bimbingan pengelolaan usaha dan
pemasaran. Oleh karena itu mereka bisa mendapatkan
kemampuan yang cukup komprehensif, yaitu adanya
kemampuan atau ketrampilan teknis fungsional dan juga
60
![Page 62: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/62.jpg)
pengetahuan tentang pengelolaan usaha, termasuk
pemasaran.
Beberapa informan mengatakan bahwa bimbingan
pengelolaan usaha dan pemasaran memang tidak dilakukan
benar-benar intensif. Untuk masalah keintensifan ini
tekananya lebih pada penguasanaan ketramapilan teknis,
sedangkan bimbingan pengelolaan usaha dan pemasaran
dapat dikatakan hanya sebagai materi pendukung. Hal itu
dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga pengajar,
maupun pembiayaannya. Namun demikian hal itu tetap
bermanfaat untuk membuka dan menambah wawasan bagi
Warga Belajar.
b. Adanya kesungguhan dan kemauan yang tinggi pada
warga belajar dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
Dengan adanya berbagai manfaat yang bisa diperoleh
dengan mengikuti pendidikan non formal di SKB maka
seharusnya Warga Belajar dapat bersungguh-sungguh dalam
mengikuti kegiatan-kegiatan yang ada. Berkaitan dengan hal
tersebut beberapa informan mengatakan sebagai berikut :
“....Menurut penilaian saya secara umum Warga Belajar cukup bersemangat untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan. Saya kira ini wajar karena di samping mereka membutuhkan ketrampilan, mereka belajar di sini kan atas kemauan sendiri, bukan atas paksaan atau mobilisasi pihak lain.....” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)
61
![Page 63: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/63.jpg)
“....Masalah kesungguhan belajar menurut kami tidak ada persoalan karena para peserta cukup antusias dalam mengikuti pelatihan yang diberikan. ... Tapi para pamong di sini harus lebih sabar karena kemampuan masing-masing berbeda, apalagi mereka yang usianya 30 keatas karena faktor usia ikut mempengaruhi daya tangkap terhadap materi-materi yang diberikan.....” (Informan Ar, 33 tahun, petugas SKB Surakarta)
Kemudian dari informan Warga Belajar, pendapat
yang disampaikan antara lain sebagai berikut :
“....Saya dan teman-teman cukup semangat belajar ketrampilan karena memang butuh itu untuk kerja. Kalau tidak ya bisa untuk wiraswasta sendiri....” (Informan Nur, 21 tahun, Warga Belajar)
“....Mumpung ada kesempatan belajar ya sebaiknya dimanfaatkan yang baik. Itu juga untuk kepentingan sendiri agar masa depan tidak suram. Sedikit-dikit harus punya ketrampilan yang bisa diandalkan buat cari uang. Jaman sekarang cari kerja kan susah sekali dan pengangguran sudah terlalu banyak...” (Informan Kbl, 25 tahun Warga Belajar)
Dari beberapa pendapat di atas maka jelas terlihat
adanya kesungguhan dan keseriusan Warga Belajar dalam
mengikuti kegiatan pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta.
Hal ini sangat penting karena akan sangat mendukung
kelancaran dan keberhasilan dari program-program kerja
yang telah disusun oleh SKB Surakarta. Di samping itu
dengan adanya kesungguhan tersebut maka upaya
pemberdayaan akan lebih mudah terealisir mengingat
62
![Page 64: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/64.jpg)
kesungguhan Warga Belajar akan memudahkan proses
pembelajaran atau pengalihan kemampuan/ketrampilan yang
diberikan oleh Pamong Belajar. Ketidakseriusan atau
ketidaksungguhan dari Warga Belajar akan mempersulit
mengalihan kemampuan/ketrampilan tersebut walaupun
mungkin pamong belajar memiliki kemampuan/kompetensi
yang sangat memadai.
Lebih jauh lagi, oleh para informan dikatakan bahwa
kesungguhan Warga Belajar juga tidak lepas dari kondisi
pendidikan di SKB Surakarta yang pada dasarnya lebih
diarahkan pada penguasaan ketrampilan produktif yang bisa
digunakan untuk bekerja atau berwirusaha.
“....Kalau ada yang malas-malasan belajar di sini ya dia nanti akan repot sendiri. Pendidikan di sini kan untuk kebutuhan dan kepentingan mereka. Jadi kalau ada yang sering tidak ikut pertemuan, membolos, ia jelas akan ketinggalan dari teman-temannya. Ibaratnya, yang lainnya katakan sudah sampai Jakarta, dia baru sampai Tegal. Kadang-kadang malah bisa menghambat rekannya karena ia terpaksa harus diajari dulu sendiri agar tidak terlalu jauh dari yang lain......” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)
Sejalan dengan pendapat Informan Dar di atas,
Informan Nur menyatakan ;
“....Di sini kan yang penting itu belajar ketrampilan dengan praktek yang langsung. Kalau tidak masuk satu atau dua kali pertemuan saja pasti sudah ketinggalan. Beda dengan pelajaran biasa yang bisa
63
![Page 65: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/65.jpg)
dibaca apa dihapal. Ini kan pelajaran atau teorinya hanya sedikit, terus langsung praktek biar cepat bisa.....” (Informan Nur, 21 tahun, Warga Belajar)
Dengan kondisi pembelajaran yang bermaterikan
pelatihan ketrampilan sebagai fokus utamanya serta dengan
sistem yang lebih banyak praktek dibandingkan teori maka
hal tersebut jelas menuntut adanya tingkat kehadiran yang
tinggi serta kesungguhan dalam menyimak teori maupun
prakteknya. Jadi apabila Warga Belajar tidak bersungguh-
sungguh dalam mempelajari materi ketrampilan yang
diberikan atau dipraktekkan dan apabila ia sering tidak
masuk/ikut pertemuan maka ia akan cepat tertinggal dari
rekan-rekannya. Ada bagian tertentu yang ia belum
menguasai akibat ketidakhadirannya dalam satu atau
beberapa pertemuan.
c. Komitmen Pamong Belajar dalam mentransfer ilmu
dan pengetahuan serta memupuk rasa percaya diri
pada Warga Belajar
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat adalah komitmen dari pamong
belajar dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan
serta memupuk rasa percaya diri dari para Warga Belajar.
Hal ini sangat penting karena pamong belajar-lah yang
64
![Page 66: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/66.jpg)
memiliki sumberdaya yang harus/akan ditransfer kepada
Warga Belajar, khususnya dalam bentuk kemampuan
produktif.
“....Tugas dan peranan sebagai Pamong Belajar pada dasarnya merupakan suatu pengabdian kepada masyarakat sehingga setiap pamong dituntut untuk memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada Warga Belajar. Jadi tidak semata-mata sekedar menjalankan tugas, tetapi juga ada unsur pengabdian yang tinggi....” (Informan Bt, 38 tahun, Pamong Belajar)“....Komitmen pamong itu sangat penting karena itu akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dari proses pembelajaran dan pelatihan. Hal ini cukup bisa diwujudkan oleh para pamong SKB Surakarta. .... Yang paling memuaskan bagi saya pribadi adalah ketika tahu ada alumni yang bisa bekerja atau berwirausaha setelah lulus dari pendidikan di SKB. Apalagi kalau profesi yang dijalani berkaitan dengan ketrampilan yang pernah diterima di sini...” (Informan Dar, 41 tahun, petugas SKB Surakarta)
“....Yang dibutuhkan oleh Warga Belajar bukan hanya ketrampilan tetapi juga harus diperhatikan masalah psikologis yang ada. Saya melihat banyak Warga Belajar yang kurang punya keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi. Mereka sering bingung kalau ditanya habis dari SKB mau apa. Mereka kadang tidak punya rencana yang matang karena kurang yakin dengan kemampuannya, padahal sebenarnya dia sudah cukup mampu. Hal ini perlu untuk dibina dan dibimbing agar muncul kepercayaan diri yang kuat...” (Informan Yen, 39 tahun, petugas SKB Surakarta)
Dari beberapa pendapat di atas terlihat adanya
komitmen yang tinggi dari para Pamong Belajar di SKB
Surakarta dalam mentransfer ilmu pengetahuan dan
65
![Page 67: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/67.jpg)
ketrampilan kepada Warga Belajar. Hal ini sangat penting
dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat (people’s
empowerment) karena adanya transfer ilmu pengetahuan
maupun kemampuan merupakan salah satu bentuk nyata dari
terwujudnya kegiatan pemberdayaan. Sebuah kegiatan
pemberdayaan tentu tidak memiliki makna atau tidak dapat
dikatakan berhasil jika tidak muncul suatu kemampuan
tertentu pada kelompok yang diberdayakan sebagai akibat
keikutsertaan dalam suatu kegiatan pemberdayaan. Jadi
tidak ada hasil nyata yang bisa dipetik, kecuali bertambahnya
pengalaman.
Pada sisi yang lain para Pamong Belajar juga memiliki
perhatian yang cukup besar terhadap aspek-aspek psikologis
pada anak didiknya, khususnya untuk menumbuh
kembangkan rasa percaya diri dan keyakinan yang tinggi
untuk menata kehidupannya dan masa depannya. Hal ini
cukup penting pula karena dengan adanya kepercayaan diri
pada Warga Belajar maka mereka lebih mudah untuk
menyusun langkah-langkah strategis yang jelas dan pasti
untuk masa menata dan menyiapkan depannya seusai
mereka mengikuti pendidikan dan pelatihan di SKB. Untuk itu
mereka perlu dibimbing dan dibina untuk mengatur rencana-
rencana untuk masa depannya, misalnya apakah mereka
66
![Page 68: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/68.jpg)
akan bekerja atau berwirausaha, usaha apa yang akan
dijalankan, bagaimana dengan masalah permodalan,
pengelolaan usaha dan pemasaran hasil-hasilnya. Kepada
setiap Warga Belajar harus dipupuk keyakinan dan
kepercayaan diri bahwa mereka mampu melakukan semua
itu asal mau bersungguh-sungguh.
Berdasarkan berbagai uraian atas semakin jelas terlihat
adanya upaya pemberdayaan bagi para Warga Belajar. Dalam
hal ini, rangkaian kegiatan bimbingan dan pelatihan ketrampilan
produktif dalam lingkup SKB Surakarta, menunjukkan adanya
transfer pengetahuan dan kemampuan. Jadi di sini ada aliran
daya dari pihak yang memberdayakan, yaitu Pamong Belajar,
kepada pihak-pihak yang diberdayakan, yaitu Warga Belajar.
Adanya aliran daya ini sangat penting dalam kegiatan
pemberdayaan. Hal ini seperti dikatakan oleh Moeljarto (dalam
Priyono dan Pranarka, 1996:3) yang mengemukakan tentang
pentingnya mengalirnya daya (flow of power) dalam proses
pemberdayaan. Dikatakannya bawa proses ini memandang
penting mengalirnya daya (flow of power) dari subyek ke obyek.
Pemberian kuasa, kebebasan, pengakuan dari subyek ke
obyek dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan
hidupnya dengan memakai sumber yang ada merupakan salah
satu manifestasi dari mengalirnya daya tersebut.
67
![Page 69: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/69.jpg)
Pada sisi ini, dapat pula kita amati bahwa
pemberdayaan berkaitan dengan upaya untuk membantu
seseorang/sekelompok orang untuk mengatasi
ketidakberdayaan yang dialami. Dalam kaitan ini, Kabeer
(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:64) antara lain
mengatakan bahwa ketidakberdayaan bukan menunjuk pada
tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realitasnya,
mereka yang hanya memiliki sedikit kemampuan ternyata
justru mampu untuk bertahan, menggulingkan atau
mentransformasikan hidup mereka. Jadi kekuatan itu ada,
hanya saja perlu untuk ditampakkan dan dikembangkan.
Pemunculan atau aktualisasi kekuatan itu memerlukan
kehadiran pihak lain, yaitu pihak-pihak pemberdaya yang
memiliki kompetensi dan komitmen yang cukup memadai.
Jadi peranan pihak eksternal sangat penting dalam kegiatan
pemberdayaan, baik yang dilakukan secara pribadi/individual
maupun kolektif/kelembagaan.
Tabel 11. Matrik Dimensi Peranan SKB dalam Upaya Pemberdayaan
Dimensi Hasil PenelitianPeranan SKB dalam upaya pemberdayaan
1. Materi-materi pembelajaran, berupa berbagai jenis ketrampilan, yang terdapat di SKB Surakarta
68
![Page 70: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/70.jpg)
sudah sesuai dengan minat, keinginan, dan kebutuhan Warga Belajar.
2. Warga Belajar pada umumnya menginginkan memperoleh ketrampilan teknis dan praktis yang bersifat fungsional, artinya secara langsung bisa digunakan untuk bekerja maupun untuk berwirausaha.
3. Warga Belajar cukup antusias dalam mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan ketrampilan di SKB Surakarta. Mereka menyadari dan merasakan manfaat penting dari keikutsertaaannya dalam kegiatan tersebut.
4. Para Pamong Belajar di SKB Surakarta memiliki komitmen yang tinggi dalam mentransfer ilmu pengeta-huan dan ketrampilan kepada Warga Belajar. Mereka menyadari bahwa tugas selaku pamong belajar memiliki aspek pengabdian yang tinggi, tidak sekedar malaksanakan tugas. Komitmen yang lebih kurang sama juga terlihat dalam upaya Pamong Belajar untuk menumbuhkembangkan rasa percaya diri yang tinggi pada Warga Belajar untuk menata dan menyiapkan masa depannya.
Sumber : Data Primer diolah.
2. Manfaat SKB Bagi Alumni
a. Kemampuan alumni dalam memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh dari
SKB
Dengan adanya kegiatan pemberdayaan maka
banyak manfaat yang bisa dipetik oleh para warga
masyarakat yang mengikuti pendidikan non formal di SKB
Surakarta. Manfaat yang dimaksud sudah tentu saja bukan
sebatas manfaat secara teoritis atau secara konseptual saja,
seperti Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis
Pendidikan Luar Sekolah dan lain-lain. Manfaat yang ideal di
69
![Page 71: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/71.jpg)
sini adalah manfaat yang benar-benar diperoleh dan
dirasakan oleh pihak-pihak yang telah mengikuti kegiatan
pemberdayaan, yaitu para alumni. Semakin banyaknya
manfaat yang secara nyata dirasakan oleh para alumni maka
hal tersebut menunjukkan adanya keberhasilan yang riil dari
kegiatan pemberdayaan yang sudah dijalankan.
Untuk mengetahui sejauh mana manfaat yang
diperoleh para alumni yang telah mengikuti program
pemberdayaan di SKB Surakarta maka harus digali mengenai
hasil-hasil yang bisa mereka peroleh dari kegiatan tersebut.
Berkaitan dengan berikut ini disampaikan beberapa pendapat
mengenai manfaat yang diperoleh dari kegiatan tersebut :
“….Dari hasil mengikuti pendidikan di Sanggar Kegiatan Belajar Surakarta saya mendapat pengetahuan dan ketrampilan yang positif. Juga banyak mendapat pengalaman. Pokoknya itu sangat banyak manfaatnya buat saya. ... Setelah keluar dari situ saya atas ijin suami membuka usaha kecil-kecilan dengan membuat jajanan pasar. Kebetulan saya punya banyak kenalan di Pasar Pon dan Pasar Manis. Jadi saya bisa nitip untuk dijualkan, nanti mereka bisa numpangi. ... Hasilnya lumayan untuk menambah biaya keluarga....” (Informan Ist, alumni SKB Surakarta)
“….Kegiatan di SKB sangat bermanfaat untuk ketrampilan bagi masyarakat. Kalau punya ketrampilan itu nanti mendorong adanya semangat dari para warga masyarakat untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri karena ada yang bisa diandalkan. Contohnya saya sendiri yang bisa membuka usaha jahit kecil-kecilan setelah selesai dari
70
![Page 72: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/72.jpg)
pendidikan di SKB. Hasilnya lumayan untuk membantu ekonomi keluarga. Kalau saya hanya mengandalkan suami mungkin ekonomi saya repot sekali karena anak-anak saya sekarang sudah SMP dan SMA. Kebutuhannya tambah banyak, belum untuk urusan belakang ....” (Informan Img, alumni SKB Surakarta)
“….Setelah ikut kursus montir motor saya bisa ikut membantu kerja di bengkel tetangga. Memang saya sampai sekarang saya belum jadi tukang yang digaji. Saya hanya dapat bagian dari motor yang saya servis. Tapi ya lumayan. Itung-itung belajar sambil cari duit. .... Kata yang punya bengkel nanti kalau saya sudah pinter bisa jadi karyawan dan dapat gaji. Makanya saja jadi tambah semangat.....” (Informan Rfk, alumni SKB Surakarta)
“…Saya dulu pernah kursus pertukangan kayu yang diselenggarakan SKB di desa saya. Dari kegiatan itu saya sedikit-sedikit bisa mengukir kayu untuk kursi, hiasan, pernis kayu dan lain-lain. .... Sekarang saya sudah tiga tahunan kerja di pabrik mebel. Tugasnya macam-macam, kadang di bagian amplas, kadang disuruh vernis, ukir, dan lain-lain....” (Informan Trn, alumni SKB Surakarta)
Beberapa cuplikan pendapat dari para alumni di atas
memperlihatkan bahwa kegiatan pendidikan non formal yang
berlangsung di SKB Surakarta, khususnya melalui pelatihan
ketrampilan, pada dasarnya memberikan manfaat positif
terhadap para alumni. Dari kegiatan pelatihan yang telah
diikuti mereka memiliki potensi kemampuan dan keberdayaan
untuk menata masa depan dan kehidupannya dengan lebih
baik.
71
![Page 73: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/73.jpg)
Potensi berupa ketrampilan tertentu yang sudah
dimiliki ternyata oleh sebagian alumni mampu dimanfaatkan
secara nyata, antara lain dengan membuka usaha-usaha
produktif tertentu, misalnya wirausaha jahit-menjahit yang
dilakukan Ibu Img, usaha jajanan pasar oleh Ibu Ist, dan lain-
lain.
Kondisi tersebt di atas mencerminkan bahwa para
alumni SKB Surakarta memiliki kemampuan untuk
memanfaatkan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang
diperoleh dari pendididikan non formal di SKB Surakarta, yang
ditunjukkan dengan beberapa contoh di atas. Dengan kata
lain, mereka tidak hany asekedar memiliki potensi
kemampuan/ketrampilan, namun lebih dari itu mereka mampu
untuk memanfaatkan apa yang dimiliki sebagai hasil dari
pembelajaran di SKB ke dalam bentuk usaha produktif yang
nyata. Selanjutnya, dengan usaha yang dijalankan mereka
mampu membantu menopang perekonomian keluarganya.
Berdasarkan uraian tersebut di atas kita bisa
mencermati beberapa manfaat positif yang didapatkan,
antara lain yaitu :
1. Bagi alumni secara pribadi, hasilnya adalah peningkatan
dan aktualisasi potensi diri sehingga mereka memiliki
72
![Page 74: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/74.jpg)
kepercayaan diri dan lebih jauh lagi mampu memberikan
kontribusi yang cukup bermanfaat untuk menopang dan
meningkatkan perekonomian keluarga.
2. Bagi keluarga, hasil usaha yang dijalankan oleh alumni
memberikan manfaat yang nyata dalam meningkatkan
derajat kesejahteraan keluarga. Beban ekonomi bagi
keluarga menjadi lebih ringan.
3. Bagi masyarakat umum dan pemerintah; adanya pribadi-
pribadi yang mampu melakukan usaha produktif
mengurangi beban masyarakat maupun pemerintah,
termasuk dampak sosial ekonominya.
Jadi ketrampilan yang diperoleh sebagai hasil dari
mengikuti pendidikan dan pelatihan ketrampilan di SKB
Surakarta sangat bermanfaat bagi berbagai pihak. Manfaat
itu akan terwujud secara nyata apabila alumni dapat atau
sudah menggunakan ketrampilan yang dimilikinya untuk
melakukan kegiatan produktif, baik dengan jalan bekerja atau
berwirausaha.
Berdasarkan penggalian data lebih lanjut, diperoleh
keterangan bahwa selain adanya aktivitas wirausaha yang
dijalankan para alumni, aktivitas produktif lain adalah bekerja
di perusahaan-perusahaan di berbagai daerah. Menurut
73
![Page 75: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/75.jpg)
keterangan dari para informan, banyak di antara alumni yang
bekerja di perusahaan-perusahaan konfeksi di daerah
Bandung dan Solo. Hal tersebut ditunjang dengan adanya
kemampuan jahit menjahit maupun bordir yang memang
dibutuhkan oleh perusahaan konfeksi. Pada sisi yang lain,
perusahaan-perusahaan konfeksi tersebut juga memeproleh
manfaat positif, yaitu mendapatkan tenaga kerja dengan
kualifikasi kemampuan dasar yang cukup memadai. Mereka
tinggal memoles dan memberikan sedikit pelatihan tambahan
untuk menjadikan sebagai tenaga kerja yang bisa diandalkan.
Hal ini jelas sangat menguntungkan bagi pihak perusahaan
karena tidak perlu lagi mengeluarkan banyak biaya dan waktu
untuk mendidik tenaga kerjanya.
Akses alumni untuk bekerja pada perusahaan-
perusahaan konfeski di berbagai daerah juga ditunjang oleh
adanya sistem gethok tular dan perbantuan dari para alumni
yang sudah lebih dahulu diterima bekerja. Misalnya Si A yang
sedang menempuh pendidikan pada beberapa kesempatan
berhubungan dengan alumni tertentu yang sudah bekerja dan
diusahakan Si A akan dibantu jika akan melamar di
perusahaan yang sama atau perusahaan lain yang
berdekatan. Alumni dan Warga Belajar yang berhubungan
74
![Page 76: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/76.jpg)
tersebut pada umumnya merupakan warga satu desa atau
tetangga desa sehingga jalinan hubungan mereka sudah
cukup baik/akrab. Oleh karena itu mereka sering saling
bertukar informasi tentang lowongan kerja atau hal-hal lain
yang terkait. Informasi tersebut sangat berharga karena
dapat menjadi akses untuk memanfaatkan dan
mengaktualisasikan kemampuan dalam dunia kerja.
Berkaitan dengan akses ke dunia kerja, terutama bagi
alumni yang bekerja diluar daerah, satu informasi yang
diperoleh dari penelitian adalah kurang adanya inventarisasi
dan pemantauan dari pihak lembaga (SKB Surakarta)
terhadap para alumni. Data-data tentang alumni yang bekerja
memang sebagian ada, tetapi banyak alumni yang
keberadaaannya seusai menempuh pendidikan/pelatihan di
SKB, tidak terpantau oleh lembaga. Oleh karena itu
terkadang pihak lembaga baru mengetahui alumni tertentu
sudah bekerja di suatu perusahaan justru dari Warga Belajar
atau pihak-pihak lain yang mengenal si alumni. Pihak
lembaga sendiri sebenarnya sudah berusaha menghimbau
kepada semua alumnus untuk memberikan informasi apabila
sudah bekerja atau berwirausaha. Namun demikian
himbauan tersebut sering tidak diindahkan oleh para
75
![Page 77: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/77.jpg)
alumnus. Padahal informasi tersebut cukup penting bagi
lembaga, yaitu untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan dari
kegiatan pemberdayaan yang berjalan, maupun untuk
membantu warga masyarakat lain yang sedang belajar yaitu
dengan memberikan informasi seputar dunia kerja, baik
mengenai lowongan, persyaratan kerja di perusahaan
tertentu, dan lain-lain.
Pada sisi lain tidak dapat dipungkiri bahwa tidak
semua alumni SKB Surakarta cukup beruntung bisa bekerja
atau membuka usaha tak lama setelah mereka usai
menempuh kursus atau pelatihan. Sering dijumpai adanya
alumni yang masih tetap berpredikat sebagai pengangguran
walaupun mereka sudah lama lulus dari SKB. Namun
demikian persoalannya di sini bukan karena mereka enggan
untuk bekerja atau tidak mau berwirausaha. Hal yang
membuat demikian pada umumnya disebabkan karena faktor
klasik, yaitu kekurangan atau ketiadaan modal usaha bagi
yang mau berwirausaha dan sempitnya lapangan kerja
ditambah dengan ketatnya persaingan. Oleh karena itu ada
sebagian di antara para alumni SKB Surakarta yang belum
memiliki kesempatan yang luas untuk memanfaatkan hasil
pendidikan-nya melalui kegiatan produktif.
76
![Page 78: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/78.jpg)
b. Kemandirian alumni
Dari kegiatan-kegiatan produktif yang berjalan atau
telah dilakukan oleh para alunmi, baik melalui kegiatan
wirausaha maupun dengan bekerja, maka fungsi SKB
Surakarta dalam pemberdayaan masyarakat akan benar-
benar terealisir dan mancapai tujuannya apabila muncul
kemandirian, artinya para alumni benar-benar menjadi orang
yang mandiri dari kegiatan produktif yang dijalankan.
Mengenai masalah tersebut, dari hasil wawancara dengan
para informan penelitian ini diperoleh keterangan bahwa
pada dasarnya ada kesempatan untuk bisa benar-benar
mandiri, tapi sampai saat ini kondisinya belum dapat
dikatakan benar-benar mandiri. Ibu Img misalaya
mengatakan bahwa kalau hanya untuk hidup sendiri maka
hasil dari usaha jahitnya sudah bisa untuk memenuhi
kebutuhannya pribadi sehari-hari. Tapi kalau untuk
membiayai seluruh kebutuhan keluarga maka hasilnya jelas
belum cukup. Oleh karena itu menurut Ibu Img pendapatan
dari suaminya yang menjadi pekerja di sebuah kantor swasta
tetap menjadi andalan bagi keluarganya, sedangkan hasil
usaha jahit sifatnya hanya mendukung. Hal yang sama juga
dinyatakan oleh beberapa informan yang lain bahwa pada
77
![Page 79: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/79.jpg)
umumnya hasil-hasil (pendapatan) yang diperoleh dari usaha
produktif relatif baru mencukupi untuk kebutuhan pribadi atau
membantu menopang kebutuhan keluarga. Kemudian bagi
informan yang belum berkeluarga maka hasil atau
pendapatan yang diperoleh sangat bermanfaat untuk
memenuhi kebutuhan sendiri sehingga tidak lagi tergantung
pada orang tuanya. Bahkan pada beberapa kesempatan
mereka bisa membantu meringankan beban ekonomi orang
tuanya.
Dari penjelasan di atas maka dapat dikatakan bahwa
hasil-hasil yang bisa diperoleh dari mengikuti pendidikan dan
pelatihan di SKB Surakarta pada dasarnya sangat positif
dalam mendukung keberdayaan dan kemandirian para
alumni, khususnya dari aspek ekonomi. Kemampuan
produktif yang dimiliki digunakan untuk melakukan usaha
produktif sehingga muncul potensi kemandirian. Para alumni
secara pribadi relatif tidak memiliki dependensi atau
ketergantungan secara ekonomi dari pihak lain, baik suami
atau orangtua. Mereka tidak lagi menjadi beban bagi orang
lain, khususnya pihak keluarga dan bahkan mereka sedikit
banyak justru bisa ikut memberikan kontribusi dalam rangka
menopang kebutuhan ekonomi keluarganya.
78
![Page 80: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/80.jpg)
Berdasarkan uraian di atas maka rangkaian kegiatan
pendidikan dan pelatihan yang dilakukan di SKB Surakarta
beserta berbagai macam usaha produktif yang sudah bisa
dijalankan oleh sebagian alumninya menunjukkan bahwa
SKB Surakarta mampu menjalankan fungsi dan peranannya
sebagai lembaga yang bertugas memberdayakan
masyarakat, terutama warga masyarakat yang putus sekolah
(drop out) akibat berbagai sebab. Adanya bimbingan dan
pelatihan berbagai macam ketrampilan yang bersifat produktif
dan berwawasan kewirausahaan memberikan bekal dan
peluang yang cukup besar bagi para alumni untuk memasuki
dunia kerja maupun berwirausaha. Ketika hal tersebut sudah
terealisir maka hal tersebut kemudian dapat membentuk
kemandirian dari para alumni, khususnya kemandirian secara
ekonomi.
Mengacu pada penjelasan di atas maka makna
pemberdayaan primer maupun sekunder dari kegiatan
pemberdayaan menurut pendapat dari Oakley dan Marsden
(dalam Priyono dan Pranarka, 1996:3) sudah dapat
terpenuhi. Dalam hal ini makna pemberdayaan primer
menekankan bahwa proses pemberdayaan merupakan
79
![Page 81: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/81.jpg)
proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan,
kekuatan, dan kemampuan kepada masyarakat/individu agar
menjadi lebih berdaya. Realisasinya adalah dengan adanya
pemberian ilmu pengetahuan dan ketrampilan produktif dan
terbentuknya kemampuan ekonomi produktif pada Warga
Belajar. Kemudian makna sekunder menekankan pada
proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu
agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk
menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya melalui
proses dialog. Hal ini diwujudkan melalui bimbingan psikis
dan dialog antara Pamong Belajar dengan anak didiknya
(Warga Belajar) yang bertujuan untuk meningkatkan rasa
percaya diri dan untuk membuka wawasan dalam
merencanakan masa depan setelah Warga Belajar selesai
menempuh pendidikan/ pelatihan di SKB Surakarta. Dengan
demikian jelas sekali terlihat adanya peranan institusional
yang dilakukan oleh SKB Surakarta melalui aparaturnya
(Pamong Belajar), dalam upaya memberdayakan
masyarakat.
Hal tersebut di atas juga dikuatkan dengan pendapat
yang diungkapkan oleh Chambers (dalam Priyono dan
80
![Page 82: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/82.jpg)
Pranarka, 1996:143) bahwa kondisi masyarakat miskin yang
menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan, memerlukan pihak
lain yang dapat berfungsi sebagai penstimulir atau pendorong
yang dapat meyakinkan masyarakat miskin akan daya yang
mereka miliki. Dalam konteks ini SKB Surakarta merupakan
pihak atau lembaga yang mengambil peranan dalam
mengaktualisasikan potensi-potensi masyarakat (Warga
Belajar) agar terbentuk suatu potensi atau kondisi
keberdayaan pada mereka. Peranan dimaksud diwujudkan
melalui transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan produktif
yang dilakukan oleh para Pemong Belajar kepada Warga
Belajar.
81
![Page 83: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/83.jpg)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Surakarta mempunyai
peranan penting dalam memberdayakan masyarakat. Hal
tersebut berkaitan dengan materi-materi pembelajaran yang
diberikan yang menekankan pada pelatihan ketrampilan
produktif. Materi pembelajaran tersebut sesuai dengan minat
dan kebutuhan Warga Belajar sehingga mereka cukup
antusias untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di SKB
Surakarta. Di samping itu para Pamong Belajar juga
mempunyai komitmen yang kuat untuk menularkan
ketrampilan yang dimiliki kepada Warga Belajar. Oleh karena
itu, kegiatan pemberdayaan melalui transfer ilmu
pengetahuan dan kemampuan produktif dapat berjalan
dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas
sumberdaya manusia dari Warga Belajar maupun alumni
serta menumbuhkembangkan potensi kemandirian dalam diri
mereka.
82
![Page 84: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/84.jpg)
2. Hasil-hasil dari pelatihan ketrampilan yang diperoleh di SKB
Surakarta digunakan oleh para alumni untuk bekerja di
berbagi perusahaan yang membutuhkan tenaga atau
kemampuan mereka serta untuk membuka usaha produktif.
Dari hasil kegiatan produktif yang dijalankan maka banyak di
antara para alumni yang secara pribadi bisa mandiri dan tidak
memiliki ketergantungan ekonomi kepada pihak lain. Di
samping itu mereka juga bisa membantu menopang dan
meningkatkan perekonomian keluarganya. Hal tersebut
semakin menguatkan manfaat dari keberadaan SKB
Surakarta terhadap kemandirian alumni pada khususnya
maupun pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Dalam
hal ini, pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh Warga
Belajar maupun para alumni sangat bermanfaat, baik sebagai
modal untuk bekerja maupun berwirausaha.
B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diajukan implikasi
sebagai berikut :
1. SKB Surakarta perlu untuk menambah materi atau jenis-jenis
pelajaran ketrampilan sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dan dunia kerja sesuai dengan perkembangan yang terbaru.
83
![Page 85: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/85.jpg)
Materi-materi pembelajaran harus diusahakan sedekat
mungkin dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
2. Perlu dilakukan inventarisasi dan pemantauan yang lebih
intensif terhadap keberadaan alumni. Hal ini terutama untuk
memberikan akses yang lebih luas serta lebih mendekatkan
Warga Belajar untuk memasuki dunia kerja.
3. Perlu dijalin kerjasama yang luas dengan berbagai
perusahaan terkait, baik sebagai tempat magang atau
pelatihan praktek kerja bagi Warga Belajar maupun sebagai
alternatif untuk menampung alumni untuk bekerja.
4. Sarana dan prasarana pembelajaran agar terus ditingkatkan
kualitas dan kuantitasnya sehingga benar-benar memadai
untuk memberikan pelatihan bagi Warga Belajar.
84
![Page 86: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/86.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Bogdan, Robert dan Steven Taylor, 1992, Pengantar Metode Kualitatif, Terjemahan Tjejep Rohendi, Usaha Nasional, Surabaya.
Gibson, Ivanicevich dan Donelly, 1991, Organisasi; Perilaku, Struktur, Proses, Terjemahan Djoerban Wahid, Erlangga, Jakarta.
Hardaya, Bambang, 1992, Pengumpulan dan Analisis Data Dalam Penelitian Etnografi, Jurnal Penelitian Agama No. 2, September 1992.
Lincoln, Yvonna dan Egon Guba, 1985, Naturalistic Inquiry, Sage Publication, Beverly Hills, USA.
Miles, Mathew B dan Huberman, Michael A., 1992, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Tjejep Rohendi, UI Press, Jakarta.
Moleong, Lexy J., 2000, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Prijono, Anny S., dan AMW Pranarka (Penyunting), 1996, Pemberdayaan; Konsep, Kebijakan dan Implementasi, Central For Strategic and International Studies, Jakarta.
Soekanto, Surjono, 1990, Sosiologi Suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta.
Sujono, Rahmat Ali dan Endang Tjitroresmi., 1998, Pengembangan Usaha Masyarakat Di Desa IDT, PEP-LIPI, Jakarta.
Sumodiningrat, Gunawan., 1999, Pemberdayaan Masyarakat dan JPS, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Sutopo, Heribertus, 1988, Pengantar Penelitian Kualitatif; Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Thoha, Miftah, 1993, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Rajawali, Jakarta.
85
![Page 87: Bab i Pendahuluan](https://reader036.fdocument.pub/reader036/viewer/2022062307/5571f39d49795947648e52de/html5/thumbnails/87.jpg)
Sumber Lain :
Petunjuk Pelaksanaan Program Dikmas Propinsi Jawa Tengah, 2001, Proyek PLS Jawa Tengah, Depdikbud Kanwil Jawa Tengah, Semarang.
Wajah SKB Surakarta, 2002, Bulletin, SKB Surakarta.Rencana Kerja Tahunan SKB Surakarta Tahun 2008, SKB
Surakarta.
Petunjuk Teknis Program Paket C, 2002, Ditjen Diklusepora Direktorat PLS, Jakarta.
Laporan Bulanan Perkembangan Program Kerja SKB Surakarta Per 31 Maret 2008.
Keputusan Walikota Surakarta No. 29 Tahun 2001 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Tugas Pokok, Uraian Tugas dan Tata Kerja Sanggar Kegiatan Belajar Pada Dinas Pendidikan Kota Surakarta.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
86