BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Geografi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan kenampakan muka bumi baik hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan lingkungan sekitar dan juga mempelajari semua aspek permasalahan yang terkandung di dalamnya (Bintarto dan Surastopo, 1979). Dengan kata lain geografi juga bisa disebut sebagai ilmu yang mempelajari suatu wilayah dengan segala aspeknya. Salah satu pendekatan untuk memecahkan berbagai masalah dalam geografi adalah digunakannya cara analisis keruangan/spasial. Masalah dalam geografi diantaranya perubahan yang terjadi di permukaan bumi secara terus menerus. Perubahan itu baik dalam skala wilayah yang besar seperti benua, kawasan ataupun negara maupun dalam skala kecil seperti kabupaten, kota atau kecamatan bahkan sampai ke kelurahan. Perubahan ini sering dikatakan sebagai perkembangan. Perkembangan setiap kota berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan kekotaan. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai pada negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia adalah adanya urbanisasi. Fenomena urbanisasi berkaitan dengan daya tarik perkotaan, dimana dibangunnya industri dan jasa sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat dan terbukanya lapangan usaha. Selain daya tarik lapangan usaha dan pertumbuhan ekonomi, daya tarik kota lainnya adalah tersedianya sarana pendidikan yang lebih tinggi (Perguruan Tinggi), bervariasinya fasilitas hiburan dan kehidupan modern yang menyenangkan (Baiquni, 2004). Mengalirnya kalangan muda untuk mencari

Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Geografi adalah ilmu yang mempelajari bentuk dan kenampakan muka bumi

baik hubungan antara manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan

lingkungan sekitar dan juga mempelajari semua aspek permasalahan yang terkandung

di dalamnya (Bintarto dan Surastopo, 1979). Dengan kata lain geografi juga bisa

disebut sebagai ilmu yang mempelajari suatu wilayah dengan segala aspeknya. Salah

satu pendekatan untuk memecahkan berbagai masalah dalam geografi adalah

digunakannya cara analisis keruangan/spasial. Masalah dalam geografi diantaranya

perubahan yang terjadi di permukaan bumi secara terus menerus. Perubahan itu baik

dalam skala wilayah yang besar seperti benua, kawasan ataupun negara maupun

dalam skala kecil seperti kabupaten, kota atau kecamatan bahkan sampai ke

kelurahan. Perubahan ini sering dikatakan sebagai perkembangan.

Perkembangan setiap kota berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan kekotaan. Salah satu permasalahan yang sering dijumpai pada

negara-negara berkembang termasuk negara Indonesia adalah adanya urbanisasi.

Fenomena urbanisasi berkaitan dengan daya tarik perkotaan, dimana dibangunnya

industri dan jasa sehingga terjadi pertumbuhan ekonomi yang pesat dan

terbukanya lapangan usaha. Selain daya tarik lapangan usaha dan pertumbuhan

ekonomi, daya tarik kota lainnya adalah tersedianya sarana pendidikan yang lebih

tinggi (Perguruan Tinggi), bervariasinya fasilitas hiburan dan kehidupan modern

yang menyenangkan (Baiquni, 2004). Mengalirnya kalangan muda untuk mencari

2

pekerjaan di perkotaan memicu tingkat pertumbuhan penduduk perkotaan menjadi

tinggi karena berada mereka berada pada usia subur.

Permasalahan-permasalahan ini perlu ditangani secara komprehensif dan

sistematis. Jika dilakukan secara terpisah hanya menyelesaikan satu permasalahan

tetapi berpotensi menimbulkan permasalahan lainnya sehingga terjadi

penyelesaian tambal sulam (Soekamto dan Karseno, 2001).

Kota Gorontalo yang merupakan ibukota Provinsi Gorontalo juga

mengalami permasalahan perkotaan seperti kota-kota yang ada di Indonesia pada

umumnya. Permasalahan yang terjadi di Kota Gorontalo diantaranya terjadi alih

fungsi lahan pertanian ke non pertanian (lahan sawah pada tahun 2000 sebesar

1154,828 ha berkurang menjadi 1034,365 ha pada tahun 2010 atau terjadi

pengurangan sebesar 120,463 ha dan perkebunan kelapa pada tahun 2000 luasnya

986,628 ha berkurang menjadi 478,040 ha pada tahun 2010, atau terjadi pengurangan luas

lahan sebesar 508,588 ha) (tabel 5.6) serta terjadinya perkembangan kota yang tidak

sesuai dengan arahan pengembangan seperti yang tertuang dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Gorontalo.

Provinsi Gorontalo sendiri merupakan hasil pemekaran dari Provinsi

Sulawesi Utara berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38

Tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Gorontalo. Peresmiannnya oleh

Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah pada tanggal 16 Februari 2001,

sehingga mengubah status Kota Gorontalo yang sebelumnya sebagai Pusat

Kegiatan Lokal menjadi Pusat Kegiatan Nasional (Bappeda, 2009). Adanya

perubahan dari Pusat Kegiatan Lokal menjadi Pusat Kegiatan Nasional maka

3

fungsi pelayanan yang awalnya masih kecil seperti kecamatan dan kelurahan

berubah menjadi tingkat pelayanan yang luas bahkan sampai ke antar provinsi.

Dengan demikian, Kota Gorontalo harus siap menghadapinya dengan menambah

sarana dan prasarana yang ada. Sarana dan prasarana ini seperti sarana

perkantoran tingkat provinsi, aksessibiltas yang bisa menunjang kegiatan yang

lebih besar, serta permukiman yang lebih banyak untuk menampung para

pendatang yang akan beraktivitas di Kota Gorontalo.

Peningkatan jumlah permukiman di Kota Gorontalo ini dapat dilihat dari

perubahan luas lahan permukiman dimana pada tahun 2000 sebesar 853,960 ha

menjadi 1420,160 ha pada tahun 2010 (terjadi penambahan luas lahan permukiman

sebesar 566,200 ha atau 66,303 %) (tabel 5.6). Peningkatan kebutuhan lahan

permukiman berdampak pada konversi lahan pertanian ke non pertanian.

Perubahan ini salah satunya dalam hal pemanfaatan ruang (space) sehingga

penelitian ini menggunakan pendekatan keruangan (spatial approach). Secara

lebih spesifik menggunakan spatial process, spatial structure dan spatial pattern

analysis dimana perubahan elemen-elemen pembentuk ruang dapat dikemukakan

secara kualitatif maupun kuantitatif.

Spatial process digunakan untuk mengetahui proses perkembangan Kota

Gorontalo, spatial structure digunakan untuk mengetahui elemen-elemen pengisi

ruang dan spatial pattern analysis untuk mengungkapkan kekhasan distribusi

ruang (spasio) dari perkembangan Kota Gorontalo. Setiap analisis perubahan

keruangan tidak dapat dilaksanakan tanpa mengemukakan dimensi kewaktuannya

(temporal). Dengan demikian, dimensi temporal juga mempunyai peranan utama,

4

dimana untuk dapat mengungkapnya minimal harus ada 2 (dua) titik waktu yang

berbeda. Hal ini untuk menjawab mengapa terjadi perubahan, bagaimana

perubahan itu terjadi dan dampak apa saja yang mungkin timbul dari perubahan

tersebut sehingga perlu dilakukan penelitian tentang perkembangan Kota

Gorontalo, maka disinilah pentingnya penelitian ini dilakukan.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan Kota Gorontalo dilihat dari perkembangan jumlah

penduduk yang signifikan. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Gorontalo

mencapai 180.127 jiwa dimana pada tahun 2000 baru 134.931 jiwa (Tabel 1.1).

Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kota Gorontalo

Kecamatan Jumlah Penduduk (orang) Laju Pertumbuhan

Penduduk per Tahun (%) Peningkatan Persentase

pertambahan penduduk 1990 2000 2010 1990-2000 2000-2010

Kota Barat 13.583 15.449 20.220 1,30 2,73 1,43 Dungingi 9.426 12.941 21.568 3,22 5,24 2,02 Kota Selatan 30.357 30.737 35.988 0,12 1,59 1,47 Kota Timur 31.239 34.031 42.155 0,86 2,16 1,30 Kota Utara 20.577 24.144 33.149 1,61 3,22 1,61 Kota Tengah 14.561 17.629 27.047 1,93 4,37 2,44 Kota Gorontalo 119.743 134.931 180.127 1,20 2,93 1,73 Sumber : BPS Kota Gorontalo, Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2011

Dari Tabel 1.1 diketahui bahwa jumlah penduduk pada tahun 1990

berjumlah 119.743 jiwa dan meningkat menjadi 134.931 jiwa pada tahun 2000.

Terjadi peningkatan jumlah penduduk sebesar 15.188 jiwa dalam kurun waktu

sepuluh tahun (tahun 1990 sampai 2000). Jika dibandingkan jumlah penduduk

pada tahun 2000 dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 sebesar 180.127 jiwa,

5

terjadi peningkatan jumlah penduduk sebanyak 45.196 jiwa hanya dalam kurun

waktu sepuluh tahun. Terjadi lonjakan jumlah penduduk dalam kurun waktu tahun

2000 sampai 2010. Dari tahun 1990 ke tahun 2010 terjadi peningkatan jumlah

penduduk sebesar 60.384 jiwa. Jika diprosentasekan jumlah penduduk tahun 1990

ke tahun 2010, terjadi lonjakan penduduk sebesar 50,428 % atau terjadi

pertumbuhan penduduk sebesar rata-rata 2,52 % pertahun.

Laju perkembangan jumlah penduduk tahun 1990 sampai tahun 2000

sebesar 1,20 % pertahun dan laju perkembangan jumlah penduduk tahun 2000

sampai tahun 2010 melonjak menjadi 2,93 % pertahun. Laju perkembangan

jumlah penduduk untuk tahun 2000 sampai tahun 2010 dua kali lebih besar jika

dibandingkan laju perkembangan jumlah penduduk tahun 1990 sampai tahun

2000. Persentase laju perkembangan penduduk berurutan dari tertinggi sampai

terendah yaitu Kecamatan Dungingi sebesar 5,24 % pertahun, Kecamatan Kota

Tengah 4,37, Kecamatan Kota Utara sebesar 3,22 %, Kecamatan Kota Barat 2,73

%, Kecamatan Kota Timur 2,16 % dan Kecamatan Kota Selatan 1,59 %.

Kecamatan Kota Barat, Kecamatan Kota Timur dan Kecamatan Kota Selatan

perkembangan jumlah penduduknya rendah karena sebagian besar wilayahnya

adalah perbukitan terjal sehingga kurang baik untuk dijadikan lokasi permukiman.

Perkembangan jumlah penduduk ini baik secara alami maupun akibat

terjadinya migrasi. Migrasi terjadi baik berasal dari luar Kota Gorontalo tetapi

masih dalam lingkup Provinsi Gorontalo maupun dari luar Provinsi Gorontalo.

Daya tarik ini antara lain karena terbukanya peluang lapangan kerja yang cukup

luas di daerah kekotaan. Lapangan kerja ini terbuka untuk memenuhi kebutuhan

6

tenaga kerja Pegawai Negeri Sipil di tingkat provinsi yang belum bisa dipenuhi

oleh tenaga lokal. Hal ini karena keterbatasan sumber daya manusia serta

kebutuhan akan sumber daya di bidang swasta seperti perbankan dan jasa yang

berinvestasi di Provinsi Gorontalo karena terbentuknya provinsi ini.

Para pencari kerja umumnya mencoba-coba peluang kerja yang tersedia di

Kota Gorontalo. jika berhasil, mereka akan menetap, dan jika belum berhasil,

umumnya kembali ke daerah asalnya atau mencoba lagi di daerah lain. Jumlah

migran menetap umumnya merupakan lulusan SMA dan sarjana yang merupakan

usia produktif karena persyaratan usia maksimum menjadi PNS. (Tabel 1.2). Hal

ini tentu semakin mempengaruhi perkembangan jumlah penduduk secara alami.

Tabel 1.2. Jumlah Pencari Kerja yang Mendaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Menurut Jenis Kelamin, 2006-2009

Tahun Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan

2006 ... ... 2 505 2007 ... ... 5 807 2008 2 585 3 280 5 865 2009 2 813 3 615 6 428

Sumber : Kota Gorontalo Dalam Angka 2010

Pada Tahun 2006, jumlah pencari kerja pendidikan SMA ke atas yang

mendaftar di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Gorontalo berjumlah 2.505

orang. Pada Tahun 2009 menjadi 6.428 orang. Peningkatan ini lebih dari dua kali

selain karena jumlah lulusan yang ada di Kota Gorontalo, ditambah dengan

pendatang yang ingin mengikuti seleksi Pegawai Negeri Sipil yang ada di Kota

Gorontalo maupun tingkat provinsi. Para pendatang selain tertarik mengikuti

seleksi Pegawai Negeri Sipil juga tertarik bekerja di sektor swasta seperti sektor

perhotelan, perbankan, perdagangan maupun industri/jasa lainnya.

7

Sektor swasta yang berkembang diantaranya perhotelan/penginapan,

penjahitan, service electronik, perbengkelan, sulaman kain tradisional (karawo),

industri makanan, penggergajian kayu dan meubeler (Tabel 1.3). Perkembangan

sektor swasta ini menarik para pendatang untuk bekerja di sektor swasta tersebut.

Tabel 1.3. Lapangan Usaha Swasta di Kota Gorontalo

Tahun Hotel/penginapan

Tukang Jahit

Servis Elektronik

Bengkel Sulaman Kain

Industri Makanan

Penggergajian Kayu

Meubeler

2002 23 - - - - - - - 2003 32 309 32 141 603 1.045 59 330 2004 34 329 37 143 610 1.108 64 354 2005 34 461 39 148 1.204 1.108 67 392 2006 37 525 41 172 1.218 1.170 72 424 2007 38 626 41 198 1,222 1,324 76 447 2008 - 886 43 209 1 221 1 409 72 443 Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Gorontalo Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2007 Kota Gorontalo Dalam Angka Tahun 2009

Berdasarkan tabel 1.3, sektor perhotelan berkembang dari Tahun 2002

sebanyak 23 hotel menjadi 38 hotel pada tahun 2007. Usaha jahit menjahit pada

tahun 2003 sebanyak 309 unit usaha, berkembang menjadi 886 unit usaha pada

tahun 2008. servis elektronik bertambah sebanyak 11 unit usaha pada tahun 2008

dibandingkan pada tahun 2003. Usaha perbengkelan pada tahun 2003 sebanyak

141 unit usaha, berkembang menjadi 209 unit usaha pada tahun 2008. Sektor

sulaman kain (karawo) perkembangannya cukup signifikan yaitu pada tahun 2003

baru berjumlah 603 unit usaha, meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2008

yaitu sebanyak 1.221 unit usaha. Industri makanan pada tahun 2008 sebanyak

1.409 unit usaha, meningkat sebanyak 364 unit usaha dibandingkan tahun 2003.

Penggergajian kayu peningkatannya hanya 13 unit usaha antara tahun 2003

8

sampai tahun 2008. Industri meubeler pada tahun 2003 sebanyak 330 unit usaha,

berkembang menjadi 443 unit usaha pada tahun 2008. Perkembangan lapangan

usaha sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan akan perkembangan Kota

Gorontalo. Dengan terbukanya lapangan usaha sektor swasta ini, menarik para

pendatang untuk mencari pekerjaan di Kota Gorontalo.

Para pendatang yang tertarik untuk mengisi lapangan kerja di Kota

Gorontalo baik sebagai Pegawai Negeri Sipil maupun di sektor swasta ini semakin

menambah jumlah penduduk Kota Gorontalo. Perkembangan jumlah penduduk

ini secara tidak langsung berdampak pada peningkatan kebutuhan akan areal

permukiman. Kegiatan perkotaan seperti kebutuhan akan areal permukiman

mengakibatkan munculnya developer perumahan. Oleh karena keterbatasan lahan

non pertanian yang ada di Kota Gorontalo khususnya di tengah kota, maka para

developer mulai melakukan alih fungsi lahan diantaranya merubah sawah dan

perkebunan menjadi areal perumahan. Hal ini secara kasat mata jelas terlihat

dengan adanya areal persawahan yang sudah berubah fungsi menjadi kompleks

perumahan terutama areal persawahan yang berada di tengah Kota Gorontalo.

Para developer berlomba-lomba membangun perumahan di tengah kota

karena pertimbangan aksesibilitas ke pusat-pusat perdagangan, jasa dan pusat-

pusat perkantoran/pemerintahan. Hal ini mengakibatkan pusat kegiatan hanya

terkonsentrasi pada lokasi-lokasi tertentu, sehingga nilai lahan menjadi sangat

mahal. Jumlah unit rumah yang dibangun di beberapa kompleks perumahan di

Kota Gorontalo dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir sebanyak 3.876 unit

rumah. Semua kompleks perumahan yang baru dibangun ini berdiri di areal yang

9

awalnya merupakan kawasan pertanian sawah dan perkebunan kelapa. Hal ini

tentu saja mengganggu daerah resapan air dan ruang terbuka hijau Gambar 1.1.

Gambar 1.1. Dua Kompleks Perumahan yang berada di Kelurahan Wongkaditi, Kecamatan Kota Utara Sumber : Tuloli, 2009

Seperti yang terlihat pada Gambar 1.1. dimana kompleks permukiman

baru yang dibangun para developer berada persis di atas sawah yang masih

produkstif. Contoh yang terlihat di Gambar 1.1. memberikan gambaran para

developer membangun kompleks perumahan tanpa memperhitungkan dampak

dari konversi lahan. Fenomena yang terjadi di Kota Gorontalo, begitu suatu

kompleks perumahan dibangun di atas persawahan produktif, lama kelamaan

kompleks perumahan itu akan melakukan ekspansi ke sekitar lahan terbangun.

Lama kelamaan semakin besar konversi lahan pertanian yang terjadi.

Adanya kebutuhan akan lahan untuk menampung aktivitas perkotaan

seperti permukiman, konsentrasi perdagangan, jasa dan pusat pemerintahan

mengakibatkan harga lahan perkotaan meningkat sehingga mendorong aglomerasi

daerah pinggiran Kota. Fenomena ini sudah mulai nampak, seperti daerah Telaga

terjadi aktivitas perdagangan dan perumahan serta Wongkaditi menjadi kompleks

10

perkantoran dan perumahan. Akibatnya terjadi pergeseran fungsi-fungsi kekotaan

ke daerah pinggiran kota (urban fringe) yang berupa proses perembetan fisik

kekotaan ke arah luar (urban sprawl). Proses ini mengakibatkan wilayah

pinggiran Kota Gorontalo mengalami proses transformasi spasial seperti

densifikasi permukiman dan transformasi sosio-ekonomi. Densifikasi

permukiman di wilayah pinggiran kota merupakan realisasi dari meningkatnya

kebutuhan ruang di daerah perkotaan (Giyarsih, 2001).

Adanya perkembangan yang terjadi di daerah Wongkaditi dan Telaga

menunjukkan daerah pinggiran kota mulai dilirik untuk dijadikan daerah

permukiman dan perkantoran baru. Selanjutnya daerah pinggiran kota yang oleh

Yunus (2008) diistilahkan dengan Wilayah Peri Urban/WPU. Pakar ini

menjelaskan daerah pinggiran kota sebagai suatu daerah yang juga dikenal

sebagai daerah urban fringe atau daerah peri–urban atau nama lain yang mucul

kemudian. Daerah tersebut akan berperan penting terhadap peri kehidupan

penduduk baik desa maupun kota di masa yang akan datang sehingga memerlukan

perhatian yang serius. Hal ini karena daerah ini terletak di antara wilayah yang

mempunyai kenampakan kekotaan di satu sisi dan wilayah yang mempunyai

kenampakan kedesaan di sisi yang lain. Di daerah antara ini muncul atribut

khusus yang merupakan hibrida dari wilayah kota dan desa yang mempunyai

dimensi kehidupan yang sedemikian kompleks.

Bentuk kehidupan kekotaan di masa mendatang sangat ditentukan oleh

bentuk, proses dan dampak perkembangan perkotaan yang terjadi di urban fringe

ini. Segala bentuk perkembangan fisikal baru akan terjadi di wilayah ini sehingga

11

menentukan peri kehidupan kekotaan. Oleh karena itu menurut Yunus (2008),

wilayah ini perlu perhatian khusus untuk menghindari bentuk dan proses

perkembangan fisikal kekotaan baru yang mengarah ke dampak negatif.

Di wilayah ini, pertambahan luas lahan permukiman berlangsung dengan

cepat dan merupakan konsekuensi logis dari makin banyaknya penduduk baik

sebagai akibat dari pertambahan penduduk secara alami maupun karena migrasi

(Yunus, 2008). Pertambahan penduduk ini menyebabkan semakin tinggi pula

tuntutan akan ruang tempat tinggal. Perubahan luas tempat areal tinggal menurut

pakar ini disebabkan oleh :

a. bertambahnya lahan permukiman karena bertambahnya bangunan rumah

mukim yang dibangun oleh perorangan (individual). Proses ini hanya

membutuhkan areal yang sempit dan bersifat sporadis, namun secara

kumulatif akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap

bertambahnya luasan lahan permukiman. Bertambahnya bangunan-bangunan

yang dibangun oleh perorangan ini dapat dikategorisasikan sebagai proses

formatif yang bersifat infiltratif. Proses formatif infiltratif berjalan dalam

waktu yang terus-menerus sejalan dengan bertambahnya tuntutan ruang bagi

penduduk yang membutuhkan dan akan memberikan sumbangan yang

signifikan terhadap bertambahnya lahan permukiman dalam waktu yang relatif

lama

b. bertambahnya lahan permukiman sebagai akibat bertambahnya kelompok

bangunan yang dibangun oleh para pengembang. Proses ini membutuhkan

areal yang luas. Karena pembangunan kompleks rumah mukim ini dalam

12

jumlah yang banyak dan meliputi areal yang jauh lebih luas dan kompak maka

proses ini dikategorikan sebagai proses formatif yang bersifat invasif. Proses

formatif invasif dalam waktu yang relatif lebih singkat telah memberikan

kontribusi yang signifikan terhadap bertambah luasnya lahan permukiman.

Kedua proses ini baik infiltratif maupun invasif sudah nampak di Kota

Gorontalo. Proses infiltratif terlihat dengan dibangunnya rumah secara individu.

Walaupun jumlahnya hanya sedikit, namun karena dalam proses yang cukup

panjang maka sudah memakan areal yang cukup luas terhadap penggunaan lahan.

Proses invasif sangat jelas dengan dibangunnya kompleks perumahan baru di

pinggiran kota (masih dalam wilayah administrasi kota) dalam kurun waktu

sepuluh tahun terakhir.

Daerah pinggiran kota yang perkembangannya cukup pesat yaitu di daerah

Huangobotu dan Tomulabutao di Kecamatan Dungingi serta di daerah

Wongkaditi Kecamatan Kota Utara. Semua kompleks perumahan yang baru

dibangun ini awalnya adalah areal pertanian. Hal ini tentu saja merupakan

perkembangan kota yang negatif karena mengurangi daerah resapan air sehingga

bisa meningkatkan potensi banjir Kota Gorontalo.

Selain kebutuhan akan lahan permukiman, terbentuknya Provinsi

Gorontalo juga ini berdampak pada kebutuhan lahan untuk membangun kawasan

perkantoran tingkat pemerintah provinsi. Hal ini terjadi karena kompleks

perkantoran yang ada, merupakan kompleks perkantoran milik pemerintah Kota

Gorontalo. Pembangunan kompleks perkantoran pemerintah provinsi ini

membutuhkan areal yang lebih luas yang tidak memungkinkan lagi untuk

13

membangunnya di tengah kota. Dampaknya akan terjadi perkembangan ruang

kekotaan yang berjalan ke arah pinggiran kota (proses perkembangan spasial

sentrifugal).

Selain keterbatasan lahan perkantoran, keterbatasan lahan di tengah kota

khususnya untuk membangun pusat-pusat perdagangan juga terjadi. Lahan pusat

perdagangan yang sudah ada, tidak bisa lagi untuk dikembangkan. Keterbatasan

lahan untuk membangun pusat perdagangan ini berdampak terjadinya perubahan

penggunaan lahan. Untuk membangun pusat perdagangan, kurang

menguntungkan jika harus dibangun di pinggiran kota. Oleh karena itu, fenomena

yang nampak sekarang ini adalah terjadinya perkembangan spasial sentripetal

(proses penambahan bangunan-bangunan kekotaan yang terjadi di bagian tengah

kota (the inner parts of the city)). Perkembangan spasial sentripetal untuk

pembangunan pusat perdagangan salah satunya terjadi di Kelurahan Limba U II,

dimana terjadi konversi lahan sawah yang berada di tengah kota.

Dari uraian di atas, diketahui bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun

(tahun 2000 sampai tahun 2010) di Kota Gorontalo telah terjadi pembangunan

jumlah perumahan oleh developer dalam jumlah besar (seperti yang terlihat dalam

lampiran 4 berjumlah 3.876 unit rumah baru), kawasan-kawasan perkantoran,

public service dan kawasan perdagangan yang semuanya dibangun di areal

pertanian. Akibatnya terjadi alih fungsi lahan yang cukup besar di Kota

Gorontalo. Pemerintah Kota Gorontalo harus segera mengantisipasi hal ini dengan

mengeluarkan kebijakan tentang alih fungsi lahan supaya tidak terjadi proses

perubahan/perkembangan kota ke arah yang negatif karena mengurangi daerah

14

resapan air sehingga bisa mengakibatkan banjir saat musim hujan serta

mengancam swa sembada pangan.

Alih fungsi lahan yang dilakukan oleh para developer salah satu

pertimbangannya karena harga sawah masih lebih murah dibandingkan jika

membeli lahan siap bangun. Harga lahan yang sebelumnya persawahan masih

relatif jauh lebih murah dibandingkan setelah persawahan itu dijadikan kompleks

perumahan. Selain faktor harga lahan, salah satu faktor penyebab pembukaan

areal perumahan baru di Kota Gorontalo adalah adat istiadat, dimana di Kota

Gorontalo ada kebiasaan menguburkan keluarga yang meninggal di halaman

rumah. Halaman rumah yang sudah ada kuburan ini tentu saja sudah tidak

menarik lagi untuk dibeli oleh orang yang bukan keluarganya. Umumnya

penduduk Kota Gorontalo khususnya para pendatang akan menolak untuk

membeli lahan yang sudah ada kuburan di atasnya. Akibatnya para pendatang

lebih cenderung untuk membuka/membangun perumahan baru di daerah

pertanian.

Adanya perubahan status Kota Gorontalo dari kota biasa menjadi ibukota

provinsi dimana terjadi perkembangan jumlah penduduk yang tinggi serta

dampaknya, adanya adat istiadat masyarakat Kota Gorontalo menguburkan

keluarganya di halaman rumah dan hal-hal lain seperti diuraikan sebelumnya

merupakan masalah-masalah yang akan dibahas. Selain masalah-masalah di atas,

satu hal yang mendorong untuk meneliti perkembangan Kota Gorontalo adalah

karena selama ini penelitian tentang perkembangan kota-kota di Indonesia, lebih

15

banyak tentang kota-kota di Jawa. Masih sangat kurang penelitian tentang

perkembangan kota di luar Jawa, khususnya Pulau Sulawesi.

1.3. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan, maka tujuan penelitian

adalah sebagai berikut :

1. mengkaji pola dan struktur spasial (spatial pattern and spatial structure)

perkembangan Kota Gorontalo dalam kurun waktu dari Tahun 2000 sampai

Tahun 2010;

2. mengevaluasi proses perubahan spasial (spatial process) Kota Gorontalo

dalam kurun waktu Tahun 2000 sampai Tahun 2010;

3. mengungkapkan faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan

spasial Kota Gorontalo;

4. mengetahui dan menganalisis kecenderungan arah perkembangan spasial Kota

Gorontalo yang dominan;

5. mengungkapkan dan menganalisis dampak dari perkembangan spasial yang

terjadi dan prospek ke depannya.

1.4. Manfaat

a. Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian sejenis

tentang perkembangan kota, dimana selama ini berdasarkan penelitian yang

dilakukan Lee (1979) di Amerika, terdapat 6 faktor perkembangan kota.

Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui apakah masih ada faktor lain

16

yang bisa mempengaruhi perkembangan kota karena dilaksanakan di kota

negara berkembang yang kondisinya berbeda dengan negara maju seperti

Amerika.

b. Manfaat praktis, dapat dijadikan bahan masukan tentang kondisi

perkembangan Kota Gorontalo (khususnya fisik) bagi pemerintah daerah

sehingga bisa menjadi acuan dalam pengambilan keputusan untuk

perencanaan Kota Gorontalo ke depan. Pemerintah daerah dalam

melaksanakan pengembangan kota Gorontalo selain berpatokan kepada

RTRW Kota Gorontalo, mempertimbangkan juga masukan-masukan

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ini.

1.5. Keaslian Penelitian

Sebelum penelitian dilakukan, harus diketahui dahulu berbagai penelitian

tentang masalah perkembangan kota yang sejenis. Hal ini untuk menghindari

terjadinya plagiarisme dalam penelitian. Untuk memastikan keaslian penelitian

ini, berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu sebagai pembanding seperti

pada Tabel 1.4.

Dari Tabel 1.4, diketahui bahwa penelitian tentang perkembangan kota

yang pernah dilakukan di Indonesia adalah meneliti tentang pola perkembangan

kota dengan mengggunakan teknik Penginderaaan Jauh (PJ) dan SIG. Berikut

disajikan beberapa penelitian terdahulu sebagai pembandingnya untuk mengetahui

keaslian penelitian. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Arminah (1997)

untuk mengetahui perkembangan Kota Surakarta, Riyadi (2000) untuk

mengetahui arah dan pertumbuhan permukiman Bagian Utara Kota Bogor, Yunus

17

(2001) untuk mengkaji pola perubahan pemanfaatan lahan di daerah pinggiran

kota Yogyakarta khususnya mengenai pola pengurangan lahan pertanian dan pola

penambahan lahan non pertanian, proses perubahan pemanfaatan lahan

(kecenderungan proses perubahan dan kekuatan penariknya).

Dari hasil penelitian ini dengan judul Perspektif Spasio Temporal

Perkembangan Kota Gorontalo diketahui pola perkembangan spasial Kota

Gorontalo menunjukkan pola terkonsentrasi (kompak) di bagian utara dan barat

laut serta bentuk terserak di bagian lain kota. Struktur ruang tahun 2000 Kota

Gorontalo menunjukkan Kecamatan Kota Selatan dan Kota Tengah merupakan

kawasan padat penduduk karena letaknya yang berada di tengah kota. Struktur

ruang tahun 2010, terlihat Kecamatan Kota Utara yang merupakan daerah resapan

air (persawahan) sudah cukup besar alih fungsi lahannya dari persawahan ke

permukiman proses perubahan spasial Kota Gorontalo.

Proses perubahan spasial yang terjadi di Kota Gorontalo diakibatkan oleh

kebutuhan akan ruang sebagai, tempat tinggal dan beraktivitas dari warga

Gorontalo. Dari enam faktor perkembangan kota yang dikemukakan Lee (1979),

hanya faktor aksessibilitas, faktor karakteristik lahan dan faktor prakarsa

pengembang yang berpengaruh. Faktor yang lainnya kurang sesuai dengan

keadaan yang terjadi di lapangan. Selain ketiga faktor tersebut masih terdapat satu

faktor di luar teori Lee (1979) yang dianggap berpengaruh terhadap

perkembangan spasial Kota Gorontalo yaitu faktor adat istiadat.

Terdapat kebiasaan masyarakat Kota Gorontalo untuk menguburkan

anggota keluarganya yang meninggal di halaman rumah, sehingga orang sudah

18

tidak lagi tertarik untuk membeli lahan tersebut jika ingin dijual. Perkembangan

spasial Kota Gorontalo mengarah ke arah Utara dan Barat Laut Kota Gorontalo.

Pada wilayah ini terlihat perkembangan kota yang cukup pesat untuk kurun waktu

tahun 2000 sampai tahun 2010. Perkembangan spasial Kota Gorontalo terjadi

karena adanya akibat alih fungsi lahan yang cukup besar. Alih fungsi lahan ini

disebabkan oleh jumlah perumahan yang dibangun developer, pembangunan

kantor-kantor pemerintah dan swasta serta kompleks perdagangan dan jasa,

dimana penyebarannya tidak merata. Hal ini mengakibatkan terjadinya

perkembangan spasial yang hanya terkonsentrasi di bagian tertentu dari Kota

Gorontalo.

Kebutuhan akan ruang aktivitas ini mengakibatkan harga lahan di tengah

kota meningkat sehingga mendorong aglomerasi daerah pinggiran Kota

Gorontalo. Dampak lain adalah semakin bervariasinya pekerjaan/lapangan usaha.

Peralihan jenis lapangan usaha ini juga didorong karena jumlah lahan pertanian

yang akan digarap semakin berkurang.

19

Tab

el 1

.4.

Perb

andi

ngan

Pen

eliti

an T

enta

ng P

erke

mba

ngan

Kot

a ya

ng S

udah

Dila

ksan

akan

den

gan

Pene

litia

n ya

ng

Dila

ksan

akan

NO

N

AM

A

TA

HU

N/

LO

KA

SI

TU

JUA

N

AN

AL

ISIS

D

AT

A

HA

SIL

1 2

3 4

5 6

1 Le

e 19

79/

U.S

.A.

Men

geta

hui f

akto

r-fa

ktor

yan

g de

term

inan

te

rhad

ap p

erke

mba

ngan

kot

a A

nalis

is

Kua

ntita

tif

Terd

apat

6 fa

ktor

yan

g be

rpen

garu

h te

rhad

ap p

erke

mba

ngan

kot

a, y

aitu

: 1)

ka

rakt

eris

tik la

han,

2) p

erat

uran

pe

mer

inta

h, 3

) kar

akte

ristik

pem

ilik

laha

n,

4) p

elay

anan

pub

lik, 5

) aks

essi

bilit

as d

an

6) in

isia

tif d

evel

oper

2 V

alen

tina

1997

/ Su

raka

rta

1.M

enge

tahu

i lua

s per

kem

bang

an K

ota

Sura

karta

2.

Men

geta

hui p

enye

bab

perk

emba

ngan

Kot

a Su

raka

rta

Inte

rpre

tasi

di

gita

l citr

a SP

OT,

serta

an

alis

a ke

ruan

gan

dan

tem

pora

l den

gan

mem

anfa

atka

n G

IS

1.Lu

as p

erta

mba

han

Kot

a Su

raka

rta

sebe

sar 1

7,79

km

2

2.pe

nyeb

ab u

tam

a pe

rkem

bang

an K

ota

Sura

karta

ada

lah

pertu

mbu

han

pend

uduk

ya

ng ti

nggi

3 R

iyad

i 20

00/

Bog

or

Men

geta

hui a

rah

dan

pertu

mbu

han

perm

ukim

an

Bag

ian

Uta

ra K

ota

Bog

or

Perb

andi

ngan

Pe

ta d

an F

oto

Uda

ra

Perk

emba

ngan

per

muk

iman

men

gala

mi

pertu

mbu

han

yang

cep

at k

e ar

ah u

tara

K

ota

Bog

or

4 Y

unus

20

01/

Yog

yaka

rta

Men

gkaj

i pol

a pe

ruba

han

pem

anfa

atan

laha

n di

da

erah

pin

ggira

n K

ota

Yog

yaka

rta k

husu

snya

m

enge

nai p

ola

peng

uran

gan

laha

n pe

rtani

an d

an

pola

pen

amba

han

laha

n no

n pe

rtani

an, p

rose

s pe

ruba

han

pem

anfa

atan

laha

n (k

ecen

deru

ngan

pr

oses

per

ubah

an d

an k

ekua

tan

pena

rik)

Ana

lisis

pet

a an

alis

is

desk

riptif

ku

alita

tif

Pros

es p

erub

ahan

pem

anfa

atan

laha

n :

perc

epat

an p

engu

rang

an la

han

perta

nian

da

n pe

nam

baha

n la

han

non

perta

nian

yan

g tin

ggi b

eras

osia

si d

enga

n ja

lur -

jalu

r jal

an

utam

a ya

ng m

engh

ubun

gkan

Yog

yaka

rta

deng

an k

ota

- kot

a la

in.

20

NO

N

AM

A

TA

HU

N/

LO

KA

SI

TU

JUA

N

AN

AL

ISIS

D

AT

AH

ASI

L

1 2

3 4

5 6

5 La

uren

sius

20

02/

Ked

iri

Men

geta

hui p

enga

ruh

peru

baha

n sp

asia

l Kot

a K

ediri

A

nalis

is

desk

riptif

/ Pe

ndek

atan

penj

ajak

an

(exp

lora

tion)

Gam

bara

n pe

ruba

han

dan

peng

elom

poka

n fa

ktor

yan

g m

empe

ngar

uhi p

erub

ahan

spas

ial

Kot

a K

ediri

tahu

n 19

76 –

200

0

6 Sy

ahar

20

03/

Pada

ng

1.M

enge

tahu

i pol

a pe

rkem

bang

an K

ota

Pada

ng

2.M

enge

tahu

i fak

tor y

ang

berp

enga

ruh

terh

adap

pe

rkem

bang

an K

ota

Pada

ng

Ana

lisis

pet

a da

n an

alis

is

desk

riptif

1.Po

la d

an a

rah

perk

emba

ngan

Kot

a Pa

dang

2.

Sara

na d

an p

rasa

rana

air

bers

ih, m

anus

ia

dan

daer

ah h

inte

rland

seba

gai f

akto

r yan

g m

empe

ngar

uhi p

erke

mba

ngan

nya

7 B

enu

2004

/ SoE

1.

Men

gkaj

i lua

s dan

ara

h pe

rkem

bang

an fi

sik

kota

SoE

2.

Men

gkaj

i im

plik

asi p

erke

mba

ngan

fisi

k K

ota

SoE

terh

adap

kon

disi

ruan

g te

rbuk

a hi

jau,

dr

aina

se d

an sa

nita

si

Pend

ekat

anpe

ta se

rta

anal

isa

data

pr

imer

dan

se

kund

er

1.Pe

rkem

bang

an fi

sik

Kot

a So

E ke

arah

uta

ra

dan

bara

t leb

ih c

epat

dib

andi

ngka

n ar

ah

sela

tan

dan

timur

2.

Perk

emba

ngan

fisi

k K

ota

SoE

berp

enga

ruh

terh

adap

kon

disi

ruan

g te

rbuk

a hi

jau,

dr

aina

se d

an sa

nita

si

8 N

urko

lisiy

ah

2005

/ K

ediri

1.

Men

geta

hui d

istri

busi

per

kem

bang

an fi

sik

Kot

a K

ediri

2.

Fakt

or p

erke

mba

ngan

fisi

k K

ota

Ked

iri

3.A

rah

perk

emba

ngan

fisi

k K

ota

Ked

iri

Ana

lisis

pet

a un

tuk

pros

es

keru

anga

n de

ngan

m

eman

faat

kan

SIG

.

1.Te

rjadi

pen

amba

han

peng

guna

an la

han

terlu

as p

ada

laha

n pe

rmuk

iman

selu

as

466,

01 h

a/ra

ta-r

ata

66,5

7 pe

rtahu

n da

n pe

nyus

utan

laha

n te

rluas

pad

a la

han

iriga

si

selu

as 5

37,2

4 ha

2.

Fakt

or p

enen

tu p

erke

mba

ngan

fisi

k ko

ta

yaitu

aks

esib

ilita

s, ka

rakt

eris

tik la

han

dan

terd

apat

nya

pela

yana

n um

um

3.m

enga

rah

ke p

ingg

iran

kota

(ara

h te

ngga

ra)

Tabe

l 1.4

(lan

juta

n)

21

10

Suha

ryad

i 20

12/

Yog

yaka

rta

1.M

emet

akan

den

sifik

asi b

angu

nan

daer

ah

perk

otaa

n Y

ogya

karta

tahu

n 19

94 –

tahu

n 20

062.

Men

gkaj

i kar

akte

ristik

den

sifik

si b

angu

nan

deng

an p

ende

kata

n st

atis

tik sp

asia

l

Peng

inde

raan

ja

uh d

an

anal

isis

st

atis

tik sp

asia

l se

derh

ana

3.Pe

ta k

epad

atan

ban

guna

n da

pat

diek

stra

ksi d

ari c

itra

sate

lit

sum

berd

aya

men

enga

h 4.

Stat

istik

spas

ial s

eder

hana

dap

at

digu

naka

n un

tuk

men

gana

lisis

ka

rakt

eris

tik d

ensi

fikas

i ban

guna

n

11

Tulo

li 20

10/

Gor

onta

lo

1.m

enga

nalis

is p

ola

dan

stru

ktur

spas

ial

perk

emba

ngan

spas

ial K

ota

Gor

onta

lo

2.pr

oses

per

ubah

an sp

asia

l Kot

a G

oron

talo

, 3.

men

gana

lisis

fakt

or-f

akto

r yan

g de

term

inan

te

rhad

ap p

erke

mba

ngan

spas

ial K

ota

Gor

onta

lo

4.m

enga

nalis

is a

rah

perk

emba

ngan

spas

ial

dom

inan

5.

men

gana

lisis

dam

pak

perk

emba

ngan

sp

asia

l yan

g te

rjadi

Ana

lisis

K

ualit

atif

dan

Kua

ntita

tif,

Surv

ei,

Sam

plin

g,

(ana

lisis

pet

a)

1.po

la p

erke

mba

ngan

spas

ial K

ota

Gor

onta

lo b

erbe

ntuk

ters

erak

. St

rukt

ur ru

ang

tahu

n 20

00 K

ota

Gor

onta

lo K

ecam

atan

Kot

a Se

lata

n da

n K

ota

Teng

ah a

dala

h ka

was

an

pada

t. St

rukt

ur ru

ang

tahu

n 20

10,

Kec

amat

an K

ota

Uta

ra su

dah

cuku

p be

sar a

lih fu

ngsi

laha

nnya

. 2.

Pros

es p

erub

ahan

spas

ial y

ang

terja

di d

i Kot

a G

oron

talo

di

akib

atka

n ol

eh k

ebut

uhan

aka

n ru

ang

seba

gai,

tem

pat t

ingg

al d

an

bera

ktiv

itas d

ari w

arga

Gor

onta

lo.

NO

N

AM

A

TA

HU

N/

LO

KA

SI

TU

JUA

N

AN

AL

ISIS

DA

TA

H

ASI

L

1 2

3 4

5 6

9B

ing-

Shen

g W

u20

09/

Taip

ei

(Chi

na)

1.B

agai

man

a in

tera

ksi a

ntar

a gl

obal

isas

i ek

onom

i den

gan

aktiv

itas s

osia

l eko

nom

i di

wila

yah

desa

kot

a di

Asi

a?

2.B

agai

man

a ka

rakt

eris

tik w

ilaya

h de

sa k

ota

di

Asi

a di

era

glo

balis

asi e

kono

mi

Ana

lisis

pet

a de

ngan

mem

anfa

atka

n ci

tra sa

telit

.

1.Te

rdap

at in

tera

ksi y

ang

kuat

an

tara

glo

balis

asi e

kono

mi d

enga

n ak

tivita

s sos

ial e

kono

mi

2.M

odel

des

akot

a di

Asi

a m

engu

ngka

pkan

kar

akte

ristik

yan

g be

rbed

a da

ri m

odel

per

kota

an B

arat

ko

nven

sion

al.

Tabe

l 1.4

(lan

juta

n)

22

NO

NA

MA

T

AH

UN

/ L

OK

ASI

T

UJU

AN

A

NA

LIS

IS

DA

TA

H

ASI

L

1 2

3 4

5 6

3.

Dar

i ena

m fa

ktor

per

kem

bang

an

kota

yan

g di

kem

ukak

an L

ee

(197

9), h

anya

fakt

or

akse

ssib

ilita

s, ka

rakt

eris

tik la

han

dan

prak

arsa

pen

gem

bang

yan

g de

term

inan

. Sel

ain

ketig

a fa

ktor

te

rseb

ut fa

ktor

ada

t ist

iada

t de

term

inan

terh

adap

pe

rkem

bang

an sp

asia

l Kot

a G

oron

talo

. 4.

Perk

emba

ngan

spas

ial K

ota

Gor

onta

lo m

enga

rah

ke a

rah

Uta

ra d

an B

arat

Lau

t Kot

a G

oron

talo

. Pad

a w

ilaya

h in

i te

rliha

t per

kem

bang

an k

ota

yang

cu

kup

pesa

t unt

uk k

urun

wak

tu

tahu

n 20

00 sa

mpa

i tah

un 2

010.

5.

Dam

pak

perk

emba

ngan

Kot

a G

oron

talo

yai

tu te

rjadi

te

rjadi

nya

perk

emba

ngan

ko

nsen

tris d

i bag

ian

utar

a da

n ba

rat l

aut s

erta

ters

erak

di b

agia

n la

in K

ota

Gor

onta

lo, k

enai

kan

harg

a la

han,

per

ubah

an la

pang

an

usah

a, k

esen

jang

an

perk

emba

ngan

spas

ial a

ntar

w

ilaya

h.

Tabe

l 1.4

(lan

juta

n)

23

Berdasarkan uraian tentang penelitian-penelitian terdahulu dan penelitian

yang dilakukan terdapat beberapa hal yang membedakan antara penelitian ini

dengan penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian-penelitian terdahulu

kebanyakan hanya meninjau secara parsial tentang perkembangan kota. Ada yang

hanya meneliti tentang polanya, strukturnya, faktornya, dampaknya ataupun

arahnya. Penelitian ini meneliti perkembangan kota secara komprehensif tidak

secara parsial yaitu mengkaji pola dan struktur spasial perkembangan spasial Kota

Gorontalo beserta proses perubahan spasialnya dalam kurun waktu Tahun 2000

sampai 2010. Menguji faktor-faktor yang determinan terhadap perkembangan

spasial yang dikemukakan oleh Lee (1979) apakah berlaku juga di Kota Gorontalo

serta menguji faktor adat istiadat sebagai salah satu faktor yang determinan

terhadap perkembangan spasial Kota Gorontalo. Mengungkapkan kecenderungan

arah perkembangan spsaial yang dominan serta tujuan terakhir adalah

menganalisis dampak dan prospek dari perkembangan spasial yang terjadi di Kota

Gorontalo.

.