BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai terpanjang kedua di
dunia mempunyai potensi sangat besar dibidang kelautan. Salah satu potensi di
bidang kelautan tersebut adalah terumbu karang. Indonesia kurang lebih memiliki
garis pantai sepanjang 80.791 km dan luas laut sekitar 3,1 juta. Ini menjadikan
Indonesia sebagai negara yang memiliki terumbu karang terkaya di dunia.
Terdapat 3.545 tipe dan 75 famili terumbu karang di Indonesia. Selain itu kondisi
iklim tropis dengan perairan yang subur di wilayah perairan Indonesia salah satu
faktor yang mendukung tingginya potensi terumbu karang. Diperkirakan terdapat
lebih dari 80 genera dan 450 spesies terumbu karang di wilayah Indonesia
(Muller,1999).
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem penting di perairan laut.
Terumbu karang mempunyai banyak fungsi baik dari segi ekologis maupun
ekonomis. Secara ekologis, terumbu karang merupakan rumah bagi ribuan hewan
laut yang sangat menggantungkan hidupnya pada keberadaan terumbu karang ini.
Berbagai jenis ikan dan hewan laut tumbuh dan berkembangbiak dengan bantuan
dan ketergantungan dari terumbu karang. Tumbuhan laut juga banyak tumbuh di
terumbu karang yang digunakan sebagai tempat hidupnya. Secara ekonomis,
karang memiliki banyak pengaruh bagi produktivitas penangkapan ikan. Studi
perikanan dan kelautan menunjukkan bahwa terumbu karang berperan penting
menjaga ketersediaan ikan-ikan laut terutama ikan pelagis.
Terumbu karang terutama distribusinya di laut tidak lepas hubungannya
dengan kondisi dari laut tersebut. Sifat kelautan yang mempengaruhi distribusi
terumbu karang ini meliputi sifat fisik, kimia, dan biologi. Sifat kelautan ini dikaji
lebih dalam melalui oseanografi. Oseanografi merupakan ilmu tentang laut (sea)
dan lautan (ocean), termasuk pesisirnya (coast), fenomena dan proses yang terjadi
di dalamya, sifat-sifat dan dinamikanya, beserta kehidupan yang ada di dalamnya .
2
Di dalam oseanografi dipelajari hal hal penting mengenai aspek-aspek kelautan
dan bagaimana hubungannya dengan ekosistem yang ada di dalamnya. Aspek
kelautan ini yaitu tentang proses terjadinya lautan, topografi, sedimentasi dasar
laut, kondisi air laut dan berbagai fenomena yang ada, biologi dan biota laut.
Geografi sendiri yang merupakan suatu ilmu yang mempelajari suatu fenomena
berdasarkan konsep keruangan tentunya sangat berhubungan dengan Oseanografi.
Oseanografi sendiri juga merupakan suatu ilmu yang terdiri atas berbagai
sumbangsih ilmu-ilmu dasar dan salah satunya adalah ilmu geografi. Pendekatan
pendekatan di dalam geografi sangat tepat dan cocok untuk menjelaskan
fenomena yang terjadi di laut. Studi Geografi mempunyai perhatian terhadap
permasalahan ini karena bagaimana pun studi geografi terlibat langsung di dalam
pengamanan dan pemeliharaan sumberdaya dan lingkungan hidup (Bintarto dan
Surastopo, 1979).
Kepulauan Seribu merupakan kepulauan yang terdiri atas mata rantai 105
pulau yang terbentang dari utara sampai ke selatan menuju Provinsi DKI Jakarta.
Kondisi Kepulauan Seribu yang memungkinkan untuk tumbuhnya terumbu
karang menyebabkan distribusi terumbu karang di wilayah ini sangat besar.
Kondisi perairan yang jernih dan jauh dari sedimentasi menyebabkan dapat
tumbuhnya terumbu karang di wilayah Kepulauan Seribu. Pengaruh iklim tropis
Indonesia yang menyebabkan suhu yang baik untuk terumbu karang dan arus
yang cukup intensif yang menyebabkan perairan yang kaya nutrisi turut
mendukung tumbuhnya terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu. Di
beberapa tempat seperti di Pulau Karang, Pulau Beras, Pulau Air, Pulau
Panggang, Pulau Pramuka dan Pulau Pari mempunyai tutupan terumbu karang
yang besar. Namun seiring dengan berkembangnya pertumbuhan kota Jakarta
turut juga mempengaruhi kondisi terumbu karang yang ada di Kepulauan Seribu.
Makin lama, kondisi terumbu karang makin memprihatinkan terutama untuk
pulau-pulau yang sangat dekat dengan Jakarta (Teluk Jakarta). Berdasarkan
intrepretasi citra Landsat luasan terumbu karang di kawasan Kepulauan Seribu
sebanyak 4.561,10 ha. Namun sekitar 60% terumbu karang mengalami rusak
parah (PSSDAL BAKOSURTANAL, 2004). Kerusakan terumbu karang ini
3
disebabkan oleh dua faktor yaitu aktivitas secara langsung seperti penangkapan
ikan dengan menggunakan bom dan alat tangkap ikan yang merusak, penjarahan
terumbu karang, cara snorkling dan diving yang tidak benar (menginjak dan
menyentuh terumbu karang) dan jangkar kapal. Sedangkan aktivitas tidak
langsung seperti sedimentasi, dan perubahan kondisi kelautan akibat aktivitas
manusia juga menyebabkan terumbu karang berkurang dan rusak.
Pulau Pari merupkan salah satu pulau tujuan wisata di Kepulauan Seribu.
Perairan Pulau Pari mempunyai sebaran material perairan yang beragam. Perairan
Pulau Pari masih dapat dikatakan baik dan jernih (Setyawan,Yusri, dan Timotius,
2007). Oleh karena itu terumbu karang di Pulau Pari distribusinya cukup luas.
Bentuk pulau yang unik seperti ikan pari dan pantainya yang dikenal indah
menyebabkan tingginya kunjungan wisatawan ke Pulau Pari. Aktivitas wisata ini
memacu pembangunan fasilitas dan prasarana di Pulau Pari sehingga dijumpai
pembangunan pelabuhan yang merusak karang, tingginya sedimentasi dan
pembuangan limbah terhadap perairan laut di sekitar Pulau Pari. Aktifitas ini
secara tidak langsung menyebabkan terganggunya pertumbuhan terumbu karang
di perairan Pulau Pari. Penurunan daya lingkungan perairan Pulau Pari sebenarnya
telah disadari oleh pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu maupun pemerintah
Provinsi sehingga di pulau ini telah di bangun UPT PPO LIPI sebagai
laboratorium alam yang berfungsi sebagai sarana penelitian dan pelestarian serta
penyediaan data untuk mengenai perairan Pulau Pari.
Pengaruh tidak langsung yang menyebabkan rusaknya terumbu karang ini
berkaitan dengan kondisi tempat tumbuh dan hidupnya terumbu karang yaitu
kondisi perairan itu sendiri. Perubahan yang terjadi di perairan tentunya akan
mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang tersebut. Kondisi perairan ini
tentunya merupakan aspek-aspek yang termasuk dalam kajian oseanografi. Oleh
karena itu, terdapat suatu hubungan antara aspek- aspek oseanografi terhadap
perkembangan terumbu karang di suatu wilayah perairan Kepulauan Seribu.
4
1.2. Perumusan Masalah
Terumbu karang berperan sangat penting dalam ekosistem laut. Terumbu
karang yang berperan sebagai habitat bagi ikan-ikan pelagis dan hewan maupun
tumbuhan laut lainnya harus terus ada dan tetap dijaga kelestariannya sehingga
tidak mengganggu ekosistem yang ada di laut. Namun semakin hari keberadaan
terumbu karang semakin tertekan. Distribusi dan tutupan terumbu karang semakin
hari semakin menyempit. Wilayah Kepulauan Seribu mempunyai potensi terumbu
karang yang sangat besar mulai terancam akibat pengaruh aktivitas langsung
maupun tidak langsung.
Akibat tidak langsung yang berasal dari kegiatan manusia terutama dari
Kota Jakarta menyebabkan perubahan terhadap kondisi laut yang ada di Teluk
Jakarta sampai ke Kepulauan Seribu. Perubahan ini menyebabkan distribusi dan
tutupan terumbu karang di Kepulauan Seribu juga turut mengalami perubahan.
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka dapat
dirumuskan permasalahan yang ada di wilayah kajian sebagai berikut:
1. bagaimanakah kondisi karakteristik oseanografi yaitu kecerahan, suhu,
salinitas dan arus di wilayah Pulau Pari Kepulauan seribu pada tahun
2013?
2. bagaimanakah distribusi terumbu karang di wilayah Pulau Pari Kepulauan
Seribu pada tahun 2013?
3. bagaimanakah pengaruh kondisi karakteristik oseanografi terhadap
pertumbuhan terumbu karang di Pulau Pari Kepulauan Seribu pada tahun
2013?
Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulis ingin mengadakan suatu
penelitian dengan judul : Karakteristik Oseanografis dan Pengaruhnya
Terhadap Distribusai Tutupan Terumbu Karang di Wilayah Pulau Pari
Kabupaten Kepulauan Seribu.
5
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. mengetahui karakteristik oseanografi di Gugusan Pulau Pari, Kep.Seribu;
2. mengetahui distribusi terumbu karang dan bentuk pertumbuhan terumbu
karang yang dicerminkan dengan persentase tutupan terumbu karang;
3. menganalisis hubungan karakteristik oseanografis terhadap distribusi dan
bentuk pertumbuhan karang.
1.4. Sasaran Penelitian
Sasaran penelitian ini adalah:
1. Parameter oseanografis untuk mengetahui kondisi oseanografi;
2. Terumbu karang untuk mengetahui distribusi, tutupan dan bentuk
pertumbuhan terumbu karang;
1.5. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah:
1. memberikan tambahan sumbangan penelitian bagi studi geografi untuk
lebih banyak menerapkan konsep dan metode penelitian geografi pada
wilayah pesisir dan lautan;
2. sebagai bahan masukan atau informasi yang berguna bagi pemerintah
setempat khususnya pemerintah Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu untuk bahan evaluasi tahunan mengenai distribusi kelautan
khususnya terumbu karang dan menentukan arahan kebijakan tentang
penanganan dan peruntukan kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu.
6
1.6. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Sebelumnya
1.6.1. Oseanografi
Secara sederhana oseanografi didefiniskan sebagai ilmu yang mempelajari
lautan. Namun secara lebih kompleks dan luas, oseanografi tidak berarti terbatas
untuk mempelajari mengenai lautan. Ada banyak proses yang terjadi di lautan dan
ada banyak keterkaitan serta hubungan antara lautan dengan fenomena lainnya.
Oseanografi berasal dari kata Osean yang berarti lautan/samudera dan grafi yang
berarti gambaran/sketsa. Dalam bahasan latin Oceanus, dan bahasa Yunani
Okeanus. Osean atau lautan/samudra adalah subdivisi dari massa air yang luas
terletak di antara kontinen-kontinen. Bagian kecil dari osean adalah sea dan dalam
bahasa lain yang lebih lengkap, oseanografi dapat diartikan sebagai studi dan
penjelajahan (eksplorasi) ilmiah mengenai laut (Heryoso Setiyono, 1992).
Oseanografi adalah ilmu tentang laut (sea) dan lautan (ocean), fenomena dan
proses yang terjadi di dalamnya, sifat-sifat dan dinamikanya, beserta kehidupan
yang ada di dalamnya.
Ilmu oseanografi merupakan perpaduan dari berbagai macam ilmu
dasar yang lain. Ilmu-ilmu itu adalah geografi, fisika, kimia, ilmu hayati atau
biology, dan ilmu iklim atau meteorology. Namun secara umum ilmu
oseanografi dibagi menjadi 4 yaitu:
a. oseanografi fisika yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara sifat-sifat
fisika yang terjadi dalam lautan sendiri dan yang terjadi antara lautan
dengan atmosfer dan daratan;
b. oseanografi geologi yaitu ilmu yang mempelajari asal lautan yang telah
berubah lebih dari berjuta tahun yang lalu termasuk di dalamnya penelitian
mengenai lapisan kerak bumi, gunung berapi dan terjadinya gempa bumi;
c. oseanografi kimia yaitu ilmu yang berhubungan dengan reaksi reaksi
kimia yang terjadi di dalam dan di dasar laut dan juga menganalisa sifat
sifat dari air laut itu sendiri;
7
d. oseanografi biologi yaitu cabang ilmu oseanografi yang sering dinamakan
biologi laut yang mempelajari organisme-organisme yang hidup di lautan
termasuk hewan-hewan berukuran kecil (plankton) dan hewan-hewan
berukuran besar dan tumbuh-tumbuhan di air (Sahala Hutabarat dan
Stewart M.Evans, 1984).
Oseanografi merupakan ilmu yang sangat cocok digunakan untuk
mempelajari segala fenomena yang terjadi di lautan. Namun beberapa
pendekatan dan metode tentunya disesuaikan dengan fenomena yang terjadi.
Penelitian mengenai terumbu karang tentunya sangat erat kaitannya dengan
oseanografi. Penelitian mengenai terumbu karang akan berkaitan dengan
kehidupan organisme itu di laut serta faktor lingkungan laut yang mendukung
kehidupan organisme tersebut. Lingkungan laut selalu berubah ubah dan
bersifat dinamik. Perubahan faktor lingkungan akan memberikan dampak
terhadap kehidupan lain baik itu positif maupun negatif. Kehidupan makhluk
hidup laut juga akan berubah seiring dengan terus berubahnya lingkungan
laut. Beberapa faktor lingkungan laut yang mempengaruhi kehidupan laut
adalah gerakan air, suhu, salinitas, dan cahaya. Faktor lingkungan laut ini juga
sering disebut paramater fisika oseanografi (Tomascik ,1993).
1.6.2. Terumbu karang
Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut tropis yang
terdapat di perairan laut dangkal yang jernih, hangat (lebih dari 220C)
memiliki kadar Calsium Carbonat (CaCO3) tinggi, dan komunitasnya di
dominasi oleh berbagai jenis hewan karang keras (Guilcher, 1988 dalam
Asriningrum, 2010). Terumbu karang ialah ekosistem marin yang unik,
kompleks dan tinggi produktifitasnya. Terumbu karang adalah ekosistem di
laut tropis yang dibangun oleh biota laut penghasil kapur khususnya jenis –
jenis karang batu dan alga berkapur, bersama-sama dengan biota yang hidup
di dasar .
8
Terumbu karang terbentuk atas asosiasi dari hewan karang dan
alga berkapur dan organisme-organisme lain penghasil kapur. Karang
pembentuk terumbu (karang hermatifik) yang hidup secara berkoloni
bersimbiosis dengan zooxanthella (Kasjian Romimoharto dan Sri Juwana,
2009). Tiap individu karang (polip) menempati suatu ruang kecil yang
dinamakan koralit. Polip tersusun atas kulit luar (epidermis) dan kulit dalam
(gastrodermis) (Suharsono,2008). Zooxanthella merupakan alga bersel satu
yang terdapat dalam endoderma (jaringan sel karang hermatifik). Simbiosis
antara alga zooxanthella dengan polip merupakan simbiosis mutualisme.
Karang menyediakan tempat bagi zooxanthella untuk hidup dan membantu
proses fotosintesis sementara zooxanthella menyediakan nutrisi yang
disekresikan langsung ke dalam usus polip sebagai hasil dari fotosintesis.
Selain itu zooxanthella memberikan pigmen warna pada polip sehingga
karang tampak berwarna-warni dan indah (Rokhim Danuri, 2003).
Zooxanthella mengambil CO2 untuk fotosintesis dan ini mengakibatkan
pengendapan CaCO3. Mula-mula kristal kapur terbentuk pada suatu matrik
kitin lepas-lepas yang dikeluarkan oleh sel-sel ektoderma. Kristal-kristal ini
kemudian memekat menjadi kerangka yang terdiri atas kristal-kristal kapur
memekat padat di lapisan-lapisan bawah. Endapan kapur inilah yang
kemudian menjadi bangunan terumbu karang yang dapat kita lihat.
Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang paling
produktif secara bioligis namun juga ekosistem yang paling sensitif terhadap
tekanan. Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang sangat rentan
terhadap gangguan akibat kegiatan manusia, dan pemulihannya memerlukan
waktu yang lama (Rokhmin Dahuri, 2003). Berbagai pendapat menyatakan hal
yang sebaliknya, bahwa ekosistem terumbu karang merupakan suatu
ekosistem yang dinamis, tidak mapan, dan mampu memperbaiki dirinya
sendiri dari gangguan alami. Kasus yang terjadi di Pulau Banda, Maluku,
menunjukkan bahwa ekosistem terumbu karang mampu memperbaiki dirinya
dalam kurun waktu yang relatif cepat jika parameter-parameter lingkungan
9
utama bagi pertumbuhan sangat mendukung, misalnya tingkat kecerahan yang
tinggi dan tidak banyak run off polutan dan sedimen dari daratan.
1.6.3 Tipe-tipe terumbu karang
Berdasarkan geomorfologi dan proses terbentuknya, karang terbagi
menjadi 4 tipe (Tomascik et al,1997). Keempat tipe tersebut diuraikan berikut
ini.
a. Karang tepi (fringing reefs) adalah tipe yang paling umum dijumpai,
merupakan terumbu yang tumbuh mengelilingi pulau, jarak dari pantai
bervariasi dari 3-300 meter dengan kedalaman tidak lebih dari 40 meter.
Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat pada area sirkulasi arus yang
cukup sehingga memungkinkan sedikitnya endapan/sedimentasi dari darat.
b. Karang penghalang (barier reefs) adalah terumbu yang terletak sejajar
pantai namun jauh dari pantai dan dipisahkan oleh laut. Lebar laut pemisah
tersebut dapat mencapai enam kilometer dan kedalamannya puluhan
meter. Karang penghalang dapat berfungsi sebagai pemecah ombak alami.
c. Karang cincin (atoll) adalah terumbu karang yang melingkar atau oval
mengelilingi goba. Pada terumbu tersebut terdapat satu atau dua pulau
kecil. Karang cincin terbentuk dari tenggelamnya pulau vulkanik yang
dikelilingi oleh karang tepi.
d. Patch Reefs merupakan karang yang berbentuk lingkaran, tidak terlalu
besar yang muncul di goba atau belakang karang penghalang. Terumbu
karang ini tumbuh dari dasar laut sampai ke permukaan dalam kurun
waktu yang lama. Patch reefs biasanya akan membantu membentuk pulau-
pulau datar kecil seperti pulau-pulau di Kepulauan Seribu dan Kepulauan
Karimun Jawa. Tipe karang berdasarkan geomorfologi dan proses
terbentuknya dapat dilihat pada Gambar 1.1.
10
Gambar 1.1 Tipe karang berdasarkan geomorfologi dan proses terbentuknya
(Sumber : http://tubbatahareef.org/wp./formation, di download pada tanggal 13
Desember 2013)
1.6.4 Bentuk pertumbuhan karang
Karang mempunyai variasi bentuk pertumbuhan koloni. Bentuk
pertumbuhan koloni ini erat kaitannya dengan kondisi lingkungan perairan.
Berbagai bentuk pertumbuhan karang sangan dipengaruhi oleh intensitas
cahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), sedimentasi, subareal
exposure, dan faktor genetik karang itu sendiri (Chappel, 1980). Oleh karena
itu, karang dalam membentuk terumbu sangat khas dan biasanya membentuk
koloni yang serupa pada kondisi lingkungan perairan yang sama. Untuk jenis
karang yang menghasilkan terumbu, akan memproduksi suatu rangka kapur
keras (calcareous) seperti batu yang disebut karang batu (hard coral) yang
akan berkoloni dan membentuk sistem pulau atau pantai terumbu (Dahl,
1978).
Menurut English et al (1994) berdasarkan bentuk pertumbuhannya,
karang batu terbagi atas karang acroporan dan non-acropora. Perbedaannya
adalah struktur skeletonnya. Golongan Acropora memiliki struktur rangka
atau skeleton axial koralit atau radial koralit, sementara golongan non-
acropora hanya memiliki radial koralit. Namun sulit membedakan dengan
pengamatan langsung dalam membedakan golongan acropora dan non-
acropora. Penggolongan yang lebih sederhana yaitu berdasarkan Dahl (1978)
11
karang batu terbagi atas beberapa tipe koloni. Tipe koloni inilah yang
kemudian banyak digunakan sebagai acuan untuk melihat penutupan karang di
suatu wilayah. Tipe koloni tersebut dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Tipe koloni karang berdasarkan bentuk pertumbuhannya
No Gambar Koloni Karang Ciri-Ciri
1
Karang bentuk Cabang (Branching coral) Dengan cabang dan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan diameter yang dimilikinya. Cabang lebih lembut dan permukaan tidak rata. Bentukan cabang seperi ranting pohon yang bercabang-cabang kecil. Banyak terdapat pada atas lereng terutama daerah yang terlindungi atau setengah terbuka. Memberikan tempat perlindungan bagi ikan dan invertebrata tertentu.
2.
Karang Bentuk padat (Massive coral) Bentuk bulat seperti bola atau buah semangka. Permukaannya tampak halus dan tampak kokoh dan padat dengan ukuran bervariasi. Permukaan karang ini halus dan padat, biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas.
3.
Karang Bentuk Kerak (Encrusting coral) Tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi sepanjang tepi lereng terumbu. Bersifat memberikan tempat berlindung untuk hewan-hewan kecil yang sebagian tubuhnya tertutup cangkang.
12
4.
Karang Bentuk Meja (Tabulate Coral). Bentuk bercabang dengan arah mendatar dan rata seperti meja. Karang ini ditopang dengan batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.
5.
Karang Bentuk Daun (Foliose Coral) Merupakan lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan atau melingkar, terutama pada lereng terumbu dan daerah-daerah yang terlindung. Bersifat memberikan perlindungan bagi ikan dan hewan lain.
6.
Karang Bentuk Jamur (Mushroom Coral) Berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
(Sumber : English et al, 1994 dalam Terangi, 2007)
1.6.5. Biologi hewan karang
Hewan karang sebagai makhluk hidup memiliki beberapa daur
biologi penting. Daur biologi ini sangat penting yang berhubungan dengan
pertumbuhan karang dan kehidupannya. Daur biologi yang terganggu dapat
menyebabkan terganggunya pertumbuhan karang. Daur biologi yang
terganggu biasanya mengindikasikan lingkungan kehidupannya yang kurang
mendukung.
13
a. Cara Makan
Hewan karang atau polip karang mempunyai semacam tentakel
pada tubuhnya. Tentakel ini dilapisi kapsul-kapsul duri yang berguna
menyaring, dan menyengat plankton yang ada dalam air. Namun
kebiasaan menangkap plankton ini hanya terjadi pada malam hari atau
pada saat fotosintesis tidak terjadi. Apabila terjadi fotosintesis,
zooxanthellae akan membagi sisa hasil fotosintesis kepada hewan karang
sehingga hewan karang tidak perlu mencari makanannya sendiri. Selain
tentakel, hewan karang mempunyai silia atau semacam cambuk sebagai
alat gerak sekaligus berguna untuk membersihkan diri dari sedimen yang
menempel pada polip-pilip karang.
b. Perkembangbiakan dan memperbesar koloni
Menurut Nyabakken (1988) ada beberapa cara bagi karang untuk
berkembangbiak. Cara yang pertama adalah dengan cara aseksual dan
kedua adalah dengan seksual. Cara aseksual merupakan cara yang
bertujuan untuk memperbesar koloni namun tidak untuk membentuk
koloni baru.
Cara perkembangbiakan aseksual karang terdiri dari bertunas dan
membelah diri. Karang yang bertunas akan membentuk koloni baru dalam
satu induk. Sedangkan bertunas nantinya akan membentuk koloni dan
melepaskan diri. Cara perkembangbiakan seksual pada hewan karang
adalah dengan menghasilkan sel telur dan sel sperma. Ada dua tipe
kelamin pada hewan karang yaitu tipe Gonokoris dan Hermafrodit. Tipe
Gonokoris adalah sat karang akan menghasilkan sperma atau telur. Hewan
karang akan melepaskan sel sperma di dalam air dan kemudian sel sprema
akan masuk ke dalam ruang gastrovaskuler dari induk betina. Sedangkan
untuk tipe hermafrodit juga terjadi hal yang sama namun pada satu induk
saja. Telur yang dibuahi akan berkembang mencapai stadium larva planula
yang kemudian berenang bebas. Larva planula inilah yang kemudian
14
menyebabkan penyebaran dan pembentukan koloni karang yang baru .
Larva planula yang bertahan dan berenang jauh ke perairan berbeda, maka
larva ini kemudian yang akan menjadi cikal bakal pembentukan koloni
karang di wilayah itu. Prinsip ini juga yang mendasari rehabilitasi karang
dengan cara transplantasi karang.
Larva planula yang berenang kemudian akan menempel pada
substrat keras di dasar laut. Oleh karena itu substrat dasar laut memegang
peranan penting dalam perkembangabiakan dan pembentukan koloni
karang pada suatu tempat. Larva planula akan menempel pada substrat
dalam kurun waktu 18-72 jam. Kemudian larva akan bermetamorfosis
menjadi polip. Fase ini membutuhkan waktu hingga 3-4 minggu. Polip
karang merupakan bentuk inidividu baru yang sudah stabil. Polip karang
kemudian akan ditempeli atau disinggahi oleh zooxanthellae dan hasil
simbiosis di antara keduanya akan menghasilkan kalsium dan membentuk
terumbu. Proses ini disebut sebagai kalsifikasi.
Berdasarkan perkembangbiakan dari karang, maka karang muda
sangat bergantung kepada substrat yang dihinggapinya. Substrat yang
keras, stabil, dan berbentuk vertikal, serta berada di laut dangkal
merupakan substrat yang paling baik dalam perkembangan karang muda.
Sementara itu pada proses seksual, faktor sedimentasi, dan pencemaran
sangat mempengaruhi tingkat kematangan sel kelamin. Sedimentasi dapat
menyebabkan tertutupnya ruang gartrovaskular dari sel induk. Pencemaran
seperti minyak dan pestisida juga mempengaruhi tingkat kematangan dari
sel sperma yang dihasilkan.
1.6.6. Parameter fisika oseanografi untuk pertumbuhan karang
Walaupun mampu membentuk terumbu yang keras seperti batu,
tapi hewan karang memiliki batasan faktor fisik yang relatif sempit. Distribusi
dan pertumbuhan ekosistem terumbu karang terangtung dari faktor faktor fisik
15
dan kimia perairan (Nyabakken, 1992). Faktor tersebut adalah sebagai berikut
ini.
a. Kecerahan
Cahaya Matahari merupakan saah satu parameter utama yang
berpengaruh dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya
matahari merangsang terjadinya proses fotosintesis oleh zooxanthellae
simbiotik dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju
fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu kemampuan karang
untuk membentuk terumbu (CaCO3) akan berkurang pula. Kebanyakan
terumbu karang dapat berkembang dengan baik pada kedalaman 25 meter
atau kurang. Pertumbuhan karang sangat berkurang saat tingkat laju
produksi primer sama dengan respirasinya (zona kompensasi) yaitu
kedalaman dimana kondisi intensitas cahaya berkurang sekitar 15%-20%
dari intensitas cahaya di lapisan permukaan air.
b. Temperatur
Pada umumnya terumbu karang tumbuh secara optimal pada
kisaran suhu perairan laut rata-rata tahunan antara 25-290C (Wells, 1954
dalam Supriharyono, 2000). Kinsman (1964), dalam Supriharyono, (2000)
menyatakan bahwa batas minimum dan maksimum suhu berkisar antara
16 – 17 0C dan sekitar 36
0C. Namun suhu di luar kisaran tersebut masih
bisa ditolerir oleh spesies tertentu dari jenis karang hermatifik untuk dapat
berkembang dengan baik. Karang hermatifik dapat bertahan pada suhu
dibawah 200C selama beberapa waktu. Dan dapat mentolerir suhu sampai
360 C dalam waktu yang singkat. Kisaran suhu yang relatif sempit ini
(stenotermal), menyebabkan penyebaran karang hanya pada daerah tropik.
c. Salinitas
Banyak spesies karang peka terhadap perubahan salinitas yang
besar. Umumnya terumbu karang tumbuh dengan baik disekitar wilayah
16
pesisir pada salinitas 30-36 ppt. Karang merupakan organisme lautan sejati
yang tidak dapat bertahan pada salinitas yang jelas menyimpang dari
salinitas air laut normal yaitu 32‰– 35‰. Namun demikian ada juga
terumbu karang yang mampu berkembang di kawasan perairan dengan
salinitas 42‰ seperti di wilayah Timur Tengah.
d. Sedimentasi
Sedimentasi merupakan salah satu pembatas pertumbuhan karang.
Daerah yang memiliki sedimentasi yang tinggi akan sulit untuk menjadi
tempat yang baik bagi pertumbuhan karang. Tingginya sedimentasi
menyebabkan penetrasi cahaya di air laut akan berkurang. Hal ini akan
menganggu proses fotosintesis zooxanthella di dalam polip sehingga
proses pengkapuran juga terganggu. Sedimentasi yang tinggi juga
menyebabkan ruang-ruang dalam polip akan tertutup. Polip kemudian
akan menghabiskan sebagian energinya untuk membersihkan tubuhnya
dengan silia. Kegiatan ini memakan cukup banyak energi dari hewan
karang sehingga proses pertumbuhannya akan terhambat.
e. Arus
Arus diperlukan pada proses pertumbuhan karang dalam hal
menyuplai dan mendistribusikan nutrien dan makanan berupa
mikroplankton. Polip yang mempunyai cambuk atau tentakel juga dapat
menangkap makanan sendiri pada malam hari. Pergerakan air diperlukan
untuk penyedian nutrien dan oksigen terutama pada malam hari dimana
tidak terjadi fotosintesis (Nontji, 1987). Menurut Widjatmoko et al (1999),
pertumbuhan karang batu ditempat yang airnya selalu teraduk oleh angin,
arus dan ombak akan lebih baik jika dibandingkan dengan daerah yang
tenang dan terlindung.
Sementara berdasarkan Chappel (1980) dalam Supriharyono (2000),
jenis karang yang dominan pada suatu habitat tergantung pada kondisi
lingkungan atau habitat tempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis
17
karang dapat didominasi oleh suatu jenis karang tertentu. Kondisi lingkungan
ini ternyata adalah gabungan kompleks antara habitat tempat karang hidup
dengan kondisi lingkungan perairannya. Habitat tempat hidup dari karang ini
bisa dibagi menjadi 3 bagian utama yang dijelaskan sebagai berikut ini.
a. Rataan terumbu atau reef flat merupakan wilayah dengan relief datar,
terlindung dari arus dan gelombang karena berada di dalam tubir. Pada
wilayah ini faktor oseanografis yang paling berpengaruh adalah faktor
pasang surut serta faktor sedimen yang tinggi juga berpengaruh terhadap
sebaran dan distribusi karang di wilayah ini. Dominasi pasiran dan terumbu
karang mati serta beberapa jenis terumbu karang kecil berbentuk
submassive atau massive dapat tumbuh di wilayah ini.
b. Zona backreef atau zona terumbu belakang, merupakan zona depresi
antara rataan terumbu dengan zona terumbu lepas. Dalam Guilcher (1988)
back reef disebut juga sebagai boat channel karena zona ini biasanya dapat
dilewati kapal kecil. Pada zona belakang backreef yang mengarah ke reef
flat biasanya pengaruh gelombang dan arus sangat kecil, namun pengaruh
pasang-surut membesar. Berbeda apabila ke arah forereef dimana pengaruh
arus dan gelombang membesar sementara pengaruh pasang-surut mengecil.
Pada zona ini biasanya ditumbuhi karang bercabang terutama di zona yang
mengarah ke forereef dan terumbu karang masif, serta submasif yang
mengarah ke reef flat.
c. Zona forereef merupaka zona lereng terumbu atau terumbu terluar .
Pengaruh oseanografis meningkat terhadap bentuk pertumbuhan karang.
Sementara faktor pasang surut tidak lagi berpengaruh. Terumbu karang
yang mendominasi sangat dipengaruhi oleh faktor oseanografis.
Bentuk pertumbuhan karang dengan pengaruh kondisi lingkungan
berbeda juga menyebabkan bentuk pertumbuha berbeda. Karang akan
memberikan respon berbeda terhadap bentuk-bentuk tekanan lingkungan yang
diterimanya. Pnegaruh tekanan lingkungan terhadap bentuk karang dapat
18
dilihat pada gambar 1.1. Bentuk pertumbuhan karang yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan dimana dalam, pengaruh ini adalah sebagai berikut ini.
a. Faktor cahaya
Faktor cahaya berperan dalam mengakibatkan tendensi luas
permukaan dan volume karang. Semakin tinggi cahaya maka karang akan
mengarah ke bentuk dengan luas permukaan yang tinggi namun volume
yang menurun. Bentuk karang akan lebih mengarah ke plate atau tabulate
ketika cahaya semakin tinggi.
b. Faktor Hidrodinamis
Faktor hidrodinamis seperti gelombang dan arus akan berpengaruh
terhadap perubhaan bentuk koloni terumbu. Semakin tinggi tekanan
hidrodinamis, maka karang akan semakin mengarah ke bentuk membulat,
dengan percabangan lebih sedikit, dan permukaan horizontal membesar.
Karang yang tumbuh pada daerah yang terlindung akan membentuk
percabangan ramping, dan memanjang, sementara pada daerah yang arusnya
kuat, pertumbuhan akan pendek, kuat, dan merayap.
c. Faktor Sedimen.
Karang yang tumbuh pada wilayah dengan sedimentasi tinggi
berbentuk lebih foliote/foliose, branching, dan ramose. Pada perairan yang
sedimentasinya rendah, pertumbuhannya lebih plate atau tabulate.
d. Subareal exposure merupakan faktor lingkungan dimana pada saat surut,
sebagian besar wilayah akan terpapar oleh udara bebas atau lingkungan di
luar air laut. Kejadian ini akan berlangsung lama sehingga beberapa
karang tidak bisa bertahan. Karang yang tahan terhadap subareal exposure
yang tinggi akan lebih banyak berbentuk membulat atau masif dan
encrusting.
19
Gambar 1.2 Bentuk-bentuk pertumbuhan karang akibat pengaruh
tekanan lingkungan yang diterimanya (Sumber : Chappel, 1980)
Gambar 1.3 Zona habitat tempat hidup karang (Sumber : www.oberlin.edu
didownload pada tanggal 13 Desember 2013)
20
1.6.7. Penelitian sebelumnya
Muhammad Abrar (2011) dalam jurnal mengenai Laporan Rona
Lingkungan Pulau Pramuka yang dikerjakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) telah melakukan kajian
mengenai terumbu karang di perairan Pulau Pramuka. Besarnya pengaruh
aktifitas manusia dan pengaruh perairan laut terhadap terumbu karang menjadi
kunci dilakukannya penelitian ini. Dengan membagi Pulau Pramuka kedalam
4 stasiun pengamatan yang didasarkan pada jenis terumbunya, diketahui
bahwa dari keempat stasiun ini mempunyai tutupan dan kondisi terumbu
karang yang berbeda. Metode penelitian menggunakan transek dan metode
Line Intercept Transect (English et al 1997) modifikasi CRITC COREMAP
LIPI (Manuputy et al, 2006). Pengamatan tutupan terumbu karang di Pulau
Pramuka dilakukan empat sisi pulau yang berbeda. Tiga sisi yaitu selatan,
timur, dan utara berada pada daerah yang lebih terbuka dengan arus dan
gelombang yang cukup kuat dan jernih. Pemanfaatan lahan pesisir pada ketiga
sisi ini tidak terlalu berkembang. Sisi lainnya yaitu bagian barat merupakan
perairan selat relatif terlindung dari gelombang dan arus yang tidak terlalu
kuat, agak keruh dan banyak sampah. Pemanfaatan pesisirnya pun sangat
banyak dan intensif. Hasil dari penelitian menunjukkan tutupan karang hidup
lebih berkembang pada sisi selatan dan cenderung menurun ke arah timur dan
utara. Pada sisi barat pulau tutupan karang hidup sangat tidak berkembang.
Secara keseluruhan kondisi terumbu berada dalam kondisi sedang sampai
sangat buruk. Lebih jelas perbedaan dari hasil pengamatan keempat stasiun
adalah sebagai berikut ini.
a. Stasiun Pramuka-Selatan terletak pada bagian selatan Pulau Pramuka
dengan kondisi menghadap tubir karang berbentuk tanjungan dan
menghadap perairan terbuka sehingga gelombang dan arus cukup kuat
terutama pada saat musim timur, jernih dengan jarak pandang 15
meter. Stasiun Pramuka Selatan terumbu karangnya berada dalam
kondisi sedang.
21
b. Stasiun Pramuka-Timur terletak pada sisi timur Pulau Pramuka dengan
kondisi perairan sangat terbuka, relatif tenang dengan gelombang dan
arus tidak terlalu kuat, jernih dengan jarak pandang lebih dari 20
meter. Di pesisir sekitar ditemukan permukiman masyarakat dan
konstruksi pemecah ombak dengan bahan batu karang. Pada stasiun
Pulau Pramuka bagian timur, tutupan terumbu karang hidup berada
dalam kondisi buruk.
c. Stasiun Pramuka–Utara terletak pada sisi utara Pulau Pramuka.
Kawasan perairan merupakan daerah tangkapan nelayan tradisional
dan pembibitan mangrove. Perairan terbuka dengan gelombang dan
arus yang cukup kuat terutama saat musim Timur, jernih dengan jarak
pandang mencapai 15 meter lebih. Kondisi terumbu karang berada
dalam kelas sangat buruk.
d. Stasiun Pramuka-Barat terletak pada sisi barat Pulau Pramuka dengan
pemanfaatan lahan lebih berkembang sebagai pusat pemukiman,
pelabuhan dan area pengerukan dan reklamasi. Perairan terlindung
dengan gelombang tidak terlalu kuat namun arus cukup kuat karena
daerah selat, cukup keruh dengan jarak pandang 7-10 meter. Bibir
pantai dan rataan terumbu tidak jelas lagi akibat aktifitas manusia.
Tutupan karang termasuk dalam kategori sangat buruk.
Perbedaan penelitan adalah terletak pada metode penelitian berupa
metode LIT dimana peneliti sebelumnya menggunakan metode LIT dengan
modifikasi CRITC COREMAP LIPI, dan peneliti sebelumnnya tidak fokus
pada parameter oseanografi. Penelitian lebih didasarkan pada jenis
keterdapatan terumbu hidup untuk mengklasifikasikan kondisi tutupan
terumbu karangnya. Persamaannya adalah daerah penelitian yang relatif
berdekatan dan tujuan penelitian yang ingin menghubungkan antara kondisi
pesisir dan kondisi perairan terhadap perkembangan terumbu karang.
Indri Koesindriyani (2004) melakukan penelitian dengan judul
Pengaruh kesehatan perairan sekitar terumbu karang terhadap distribusi
karang dan bentuk pertumbuhannya di Pulau Pari Kepulauan Seribu. Tujuan
22
penelitiannya adalah untuk mengetahui klasifiaksi kesehatan perairan sekitar
terumbu karang dan mengetahui pengaruh kesehatan perairan terhadap
distribusi dan bentuk pertumbuhan terumbu karang. Metode penelitian adalah
pengolahan citra untuk penentuan material dasar perairan dan sebaran terumbu
karang serta pengukuran parameter perairan yaitu salinitas, temperatur,
kejernihan oksigen, fosfat, nitrat dan arus. Dalam penentuan kesehatan
perairan sekitar terumbu karang digunakan suatu matriks kesehatan dan
klasifikasi kesehatan perairan dengan cara pengharkatan atau scoring terhadap
setiap parameter yang dinilai berpengaruh terhadap tujuan penelitian. Dengan
menumpangsusunkan peta peta tematik kualitas perairan maka diperoleh
matriks penilaian kesehatan perairan sekitar terumbu karang di Pulau Pari
Kepulauan Seribu. Persamaan penelitian terletak di metode dan juga beberapa
tujuan dari penelitian serta lokasi penelitian. Perbedaan penelitian dengan
penulis terletak di tujuan penelitian. Penulis tidak mengadakan penelitian
mengenai perkembangan atau trend dari terumbu karang dan penulis tidak
menilai kesehatan perairan.
Pujiono Wahyu Purnomo dan Mohammad Mahmudi (2006)
mengadakan penelitian dengan judul Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan
Seribu dalam kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan. Penelitian
dilaksanakan di ekosistem terumbu karang Pulau Lancang, Pulau Pari dan
Pulau Payung dalam lingkungan Gugus Kepulauan Seribu. Tujuan penelitian
adalah untuk mengevaluasi efek pengkayaan nutrien terhadap kondisi terumbu
karang baik dari sisi tampilan morfologinya yaitu tutupan dasar ataupun
fungsionalnya yaitu densitas zooxanthellaenya. Analisis tutupan terumbu
karang didasarkan atas pengukuran langsung dengan metode transek garis atau
Line Intersect Transect (LIT) dan densitas zooxanthellae diukur di
Laboratorium Pengembangan Wilayah Pantai Jepara dengan pengambilan
sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin dekat dengan daratan
Pulau Jawa maka pengaruh eutrofikasi semakin tinggi sehingga nutrient juga
meningkat secara signifikan menyebabkan perbedaan tampilan karang dan
densitas zooxanthellaenya. Persamaan penelitian terletak di salah satu metode
23
penelitian dimana pengamatan terhadap kondisi perairan untuk analisis
kondisi terumbu karang. Perbedaaannya adalah metode, lokasi penelitian dan
parameter perairan laut yang lebih ditonjolkan penulis adalah parameter kimia
yaitu kandungan nutrient. Persamaaan dan perbedaan penelitian penulis
dengan peneliti sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 1.2.
24
Tabel 1.2 Perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian penyusun
No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian
Tujuan Penelitian Metode dan Cara pengambilan sampel
Sajian Hasil
1. Muhammad Abrar (2011)
Kondisi Terumbu Karang di Perairan Pulau Pramuka
Pulau Pramuka, Kep.Seribu
Mengetahui kondisi terumbu karang serta dampak yang mempengaruhi presentasi tutupannya.
Line Intercept Transect (English et al 1997) modifikasi CRITC COREMAP LIPI.
pembagian wilayah menjadi 4 stasiun pemantauan
Peta sebaran terumbu karang di Pulau Pramuka.
2 Indri Koesindriyani (2004)
Pengaruh Kesehatan Perairan Sekitar Terumbu Karang Terhadap Distribusi Karang dan Bentuk Pertumbuhannya di Pulau Pari Kepulauan Seribu
Pulau Pari, Kep.Seribu
Mengetahui klasifikasi kesehatan perairan sekitar terumbu karang
Mengetahui pengaruh kesehatan perairan terhadap distribusi dan bentuk pertumbuhan terumbu karang
Pengukuran parameter perairan yaitu salinitas, temperatur, kejernihan oksigen, fosfat, nitrat dan arus;
Metode transek untuk kategori karang, dan
Pengolahan citra untuk intrepretasi material dasar.
Peta kesehatan lingkungan perairan Pulau Pari.
3. Pujiono Wahyu Purnomo dan Mohammad Mahmudi (2006)
Kondisi Terumbu Karang di Kepulauan Seribu dalam kaitan dengan Gradasi Kualitas Perairan
Pulau Lancang, Pulau Pari dan Pulau Payung Kep.
Mengevaluasi efek pengkayaan nutrien terhadap kondisi terumbu karang
Analisis tutupan terumbu karang dengan metode transek garis, dan
densitas
Grafik, diagram dan deskripsi hasil
25
Seribu zooxanthellae diukur di Laboratorium
4. Dirga Daniel (2013)
Karakteristik Oseanografis dan Pengaruhnya Terhadap Distribusi Tutupan Terumbu Karang di Wilayah Pulau Pari Kabupaten Kepulauan Seribu.
Pulau Pari, Kep.Seribu
Mengetahui karakteristik oseanografi di Gugusan Pulau Pari, Kep.Seribu
Mengetahui distribusi terumbu karang yang dicerminkan dengan persentase tutupan terumbu karang.
Mengetahui hubungan kondisi perairan terhadap distribusi, tutupan dan bentuk pertumbuhan terumbu karang.
Pengukuran parameter oseanografi dengan metode sampel grid.
Survei transek garis untuk mengetahui jenis tutupan karang.
Overlay hasil parameter oseanografis
Pengolahan citra untuk intrepretasi sebaran terumbu karang
Peta karakteristik oseanografis, distribusi karang tahun 2013, dan peta kesesuaian karakteristik oseanografis terhadap pertumbuhan terumbu karang dan presentasi tutupan karang.
30
1.6. Kerangka Pemikiran
Terumbu karang merupakan ekosistem laut yang sangat penting
dalam lingkungan kelautan. Fungsi ekologis dan ekonomis dari terumbu
karang menyebabkan perannya dalam perairan laut harus dijaga
kelestariannya. Kerusakan terumbu karang akan mempengaruhi habitat
perairan laut dan menyebabkan rusaknya atau turunnya daya dukung laut
terhadap kehidupan biota lain sehingga akan berdampak luas baik bagi
makhluk hidup yang ada di dalam laut maupun makhluk hidup lain di daratan
yang hidupnya tergantung dari perairan laut, termasuk juga manusia.
Perubahan perairan laut dipengaruhi oleh banyak hal. Pengaruh
aktifitas manusia, pergantian musim, dan perubahan iklim global merupakan
faktor yang paling dominan dalam perubahan kondisi perairan laut. Kondisi
perairan laut yang lebih dalam dikaji dalam ilmu oseanografi merupakan salah
satu indikator yang dapat dijadikan sebagai analisis dalam pertumbuhan dan
perkembangan terumbu karang.
Kenampakan suatu terumbu karang dapat diketahui melalui teknik
pengindraan jauh. Material dasar perairan sampai organisme yang ada di
perairan laut dapat dikenali melalui nilai pantulan dari objek terhadap sinar
yang datang. Nilai piksel pantulan ini berbeda beda setiap objeknya sehingga
ini dijadikan kunci untuk mengidentifikasi atau mengenali suatu objek tertentu
termasuk terumbu karang. Namun nilai pantulan yang direkam oleh sensor ini
bukanlah nilai dari pantulan dasarnya. Masih ada gangguan atau noise dan
objek lain yang mempengaruhi nilai pantul yang direkam oleh sensor
termasuk keadaan atmosfer dan material kolom air. Oleh karena itu
pengecekan lapangan dengan mengambil beberapa sampling juga perlu
dilakukan untuk melakukan validasi data tutupan terumbu karang.
Penulis akan mengklasifikasikan kondisi perairan laut berdasarkan
ciri oseanografinya yang mana mempengaruhi distribusi tutupan terumbu
karang. Ciri oseanografi perairan laut tersebut adalah parameter-parameter
penentu pertumbuhan terumbu karang yang mana adalah sebagai berikut.
31
1. Kecerahan
Kecerahan merupakan unsur yang penting dalam pertumbuhan
terumbu karang. Kecerahan menentukan presentase cahaya matahari yang
dapat diterima oleh terumbu karang. Karena adanya alga zooxanthellae yang
harus berfotosintesis dengan bantuan matahari dalam polip terumbu karang
maka kecerahan merupakan faktor pembatas yang penting terutama untuk
distribusi terumbu karang secara vertikal.
2. Suhu
Suhu atau temperatur merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
kecepatan metabolisme dari terumbu. Selain itu suhu menjadi faktor
pembatas penting dalam faktor pertumbuhan terumbu karang. Terumbu
karang hanya dapat tumbuh dengan kisaran suhu tertentu dan oleh karena itu
terumbu karang hanya dapat dijumpai pada wilayah perairan dengan kisaran
suhu tersebut.
3. Salinitas
Salinitas merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi arus dan
pergerakan air. Perbedaan densitas menyebabkan timbulnya pergerakan air
laut. Selain itu secara kimia, salinitas mempengaruhi osmoregulasi dan proses
fisiologi seperti pembentukan kalsium dalam terumbu karang. Oleh karena itu
pertumbuhan terumbu karang relatif rentan terhadap perubahan salinitas.
Terumbu karang tidak dapat tumbuh dan berkembang pada salinitas yang
terlalu tinggi maupun terlalu rendah.
4. Arus
Arus berperan penting dalam proses penyebaran nutrien di suatu
perairan. Selain itu arus juga berperan dalam proses pemindahan panas dan
menguraikan sedimentasi di perairan laut. Biasanya terumbu karang yang
terletak di perairan terbuka dan menerima arus yang cukup kuat dan intensif
lebih intensif pertumbuhannya dibanding di daerah yang relatif tenang dan
terlindungi.
32
Setelah mengetahui kondisi perairan di gugusan Pulau Pari, maka
penulis akan menghubungkan keterdapatan, sebaran serta dominasi bentuk
dari karang-karang yang ada di titik sampel terhadap kondisi perairan secara
keseluruhan. Dengan menghubungkan hal tersebut diharapkan diketahui faktor
oseanografis mana saja yang berpengaruh besar terhadap terumbu karang dan
bagaimana besarnya pengaruh tersebut. Hal ini kemudian dapat dijadikan
acuan untuk mengetahui kualitas perairan di gugusan Pulau Pari apakah sesuai
untuk pertumbuhan terumbu karang. Kerangka pemikiran dalam penelitian ini
dapat dilihat dalam Gambar 1.4.
Gambar 1.4 Kerangka pemikiran
1.7. Batasan Operasional
1. Arus permukaan adalah gerakan air yang menyebabkan terjadinya
perpindahan massa air secara horisontal (Nybakken, 1992).
Terumbu karang Lingkungan Perairan Laut
Faktor Oseanografis
Karakteristik Oseanografis
Syarat Tumbuh karang
Karakterisitik
Karang
Keterkaitan/berhubungan
Distribusi Terumbu karang Dominasi Tipe Koloni Karang
Analisis
33
2. Salinitas adalah jumlah total (gr) dari material padat termasuk garam
NaCl yang terkandung dalam air laut sebanyak satu kilogram (Wibisono ,
2010).
3. Goba (Lagoon) merupakan perairan dangkal sempit yang dipisahkan dari
lautan terbuka oleh terumbu karang (pulau) (Nyabakken, 1992).
4. Terumbu (Reef) adalah bentukan dari endapan-endapan masif terutama
kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang (filum
Scnedarian, klas Anthozoa, ordo Maedreporia Scleractina), alga berkapur
dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat
(Nyabakken, 1988 dalam Dahuri, Rokhim, 1996).
5. Terumbu karang (Coral reef) adalah bentuklahan yang terdiri dari
meterial karang hidup atau karang mati serta substrat lainnya di dalam
bentukan terumbu yang ada di bawah permukaan air laut yang sangat
dangkal (Siswandono, 1988).