LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NO. 39 TAHUN 2008 TENTANG KEMENTERIAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF POLITIK
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf · Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara...
-
Upload
vuongkhanh -
Category
Documents
-
view
221 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah I.pdf · Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang mememiliki sumber daya alam yang
melimpah, hamparan lahan yang luas, keragaman hayati yang melimpah, tanah
yang subur dan beriklim tropis melihat keadaan alam tersebut bercocok tanam
dapat dilakukan sepanjang tahun dan dapat dimanfaatkan sescara maksimal guna
dapat menghasilkan produk-produk pertanian yang berkualitas tinggi. Seperti
diketahui bahwa mayoritas penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai
petani, dan pertanian merupakan sektor yang sangat penting pada perekonomian
dalam pemenuhan kebutuhan pangan serta bisa dapat menjadi sumber pendapatan
negara.
Permasalahan yang sering muncul dalam usaha agribisnis di Indonesia
yang menimpa petani kecil adalah jatuhnya harga pada saat musim panen raya.1
Hal ini sering terjadi pada petani padi, dimana petani padi cenderung memiliki
jadwal tanam seragam, sehingga saat panennya pun bersamaan.2 Pola tanam padi
yang dilakukan secara bersamaan tersebut bertujuan agar semua padi yang
ditanam dapat memperoleh jatah pengairan yang cukup dan meminimalkan
serangan hama atau penyakit, sehingga masa panen padi cenderung bersamaan
yang berakibat harga jual gabah merosot tajam.3 Para petani padi tidak mampu
menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan biaya dan tidak
1 Iswi Hariyani dan R. Serfianto, 2010, Resi Gudang Sebagai Jaminan Kredit & Alat Perdagangan, Sinar Grafika, Jakarta, h.1.2 Ibid. 3 Ibid.
mempunyai gudang penyimpanan yang memadai. Sehingga dalam kondisi saat
terjadi kelebihan persedian yang berakibat harga pasaran jatuh dan merugikan
produsen yaitu petani.
Guna mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi khususnya
kelancaran produksi dan distribusi barang dalam sistem perdagangan diarahkan
pada upaya memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila yang mencakup seluruh
aspek kehidupan bangsa diselenggarakan bersama oleh masyarakat dan
pemerintah. Masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan dan pemerintah
berkewajiban mengarahkan, membimbing, dan melindungi serta menumbuhkan
suasana yang kondusif. Efisiensi perdagangan dapat tercapai apabila didukung
oleh iklim usaha yang kondusif dengan tersedianya dan tertatanya sistem
pembiayaan perdagangan yang dapat diakses oleh setiap pelaku usaha secara tepat
waktu berdasarkan ketentuan penjelasan atas Undang-Undang No 9 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, Ketentuan Umum Paragraf 1.
Guna menghadapi persaingan usaha yang semakin ketat pada era
globalisasi diperlukan kesiapan untuk menghadapi perubahan yang sangat cepat di
bidang ekonomi khususnya perdagangan. Salah satu upaya untuk menghadapi
persaingan tersebut adalah diperlukannya suatu instrumen dalam penataan sistem
perdagangan yang efektif dan efisien, sehingga menyebabkan harga barang yang
ditawarkan dapat bersaing di pasar global. Sistem pembiayaan perdagangan
tersebut harus dapat diakses setiap waktu oleh setiap pelaku usaha, terutama
pengusaha kecil dan petani kecil, yang selama ini masih terbentur masalah
permodalan dan keterbatasan jaminan kredit.
Semenjak adanya Undang-Undang No. 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang diberlakukan, jatuhnya harga komoditas agribisnis pada saat musim
panen raya bisa teratasi serta untuk mendukung terwujudnya kelancaran produksi
dan distribusi barang. Dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 09 Tahun 2006
yang dimaksud dengan Sistem Resi Gudang adalah kegiatan yang berkaitan
dengan penerbitan, pengalihan, penjaminan, dan penyelesaian transaksi Resi
Gudang Sistem Resi Gudang merupakan salah satu instrumen penting dan efektif
dalam sistem pembiayaan perdagangan. Sistem Resi Gudang dapat memfasilitasi
pemberian kredit bagi dunia usaha dengan agunan inventori atau barang yang
disimpan di gudang. Sistem Resi Gudang juga bermanfaat dalam menstabilkan
harga pasar dengan memfasilitasi cara penjualan yang dapat dilakukan sepanjang
tahun. Di samping itu, Sistem Resi Gudang dapat digunakan oleh Pemerintah
untuk pengendalian harga dan persediaan nasional, Resi Gudang sebagai atas hak
(document of title) atas barang dapat digunakan sebagai agunan karena Resi
Gudang tersebut dijamin dengan komoditas tertentu dalam pengawasan Pengelola
Gudang yang terakreditasi.
Sistem resi gudang merupakan sistem yang paling aman dan canggih jika
dibandingkan dengan beberapa sistem yang pernah ada di Indonesia. Dalam
sistem resi gudang terdapat jaminan keamanan bagi perbankan karena semua data
penatausahaan resi gudang terpusat di Pusat Registrasi dan diawasi oleh Badan
Pengawas (BAPPEBTI), serta terdapat kepastian mutu bagi pemilik barang
maupun calon pemilik barang karena barang yang disimpan dan dikelola dengan
baik oleh pengelola gudang dan dilakukan uji mutu sebelumnya oleh lembaga
penilaian kesesuaian independen yang telah mendapat sertifikasi dari KAN dan
disetujui oleh BAPPEBTI.4
Provinsi Bali memiliki potensi pertanian tanaman pangan dengan
komoditas andalan seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan buah-buahan
hampir tersebar di seluruh wilayah pulau Bali yang sering disebut pulau Dewata
ini. Luas panen komoditas utama di Bali pada tahun 1997 menunjukkan hasil-
hasil berikut: luas panen padi, sawah dan ladang 151.735 ha, hasil produksinya
818.613 ton; luas panen jagung 44.190 ha, hasil produksinya 107.395 ton; luas
panen ubi kayu 17.946 ha, hasil produksinya 211.499 ton, luas panen ubi jalar
7.486 ha, hasil produksinya 86.856 ton; luas panen kedelai 20.749 ha, hasil
produksinya 29.443 ton. Untuk 1998, produksi padi di Bali mengalami penurunan
sekitar 2,05%, meski luas panennya meningkat 2,35% dibandingkan 1997. begitu
juga dengan luas panen dan produksi palawija, secara umum juga mengalami
penurunan kecuali jagung dan kacang hijau. luas panen dan hasil produksi
pertanian di Bali tahun 1998 adalah sebagai berikut: luas panen padi sawah dan
ladang 155.304 ha, hasil produksinya 818.600 ton; luas panen jagung 45.107 ha,
hasil produksinya 111.598 ton; luas panen ubi kayu 17.917 ha, hasil produksinya
210.010 ton; luas panen kedelai 4.028 ha, hasil produksinya 7.135 ton.5 Melihat
data yang di uaraikan diatas Provinsi Bali memiliki potensi di sektor pertanian,
4 Irma Devita Purnamasari, 2011, Hukum Jaminan Perbankan, Kaifa, Bandung, h.137. 5 Kementrian Sekretariat Negara Republik Indonesia 2007, “Potensi Pertanian dan Perkebunan”, Indonesia.go.id, diakses tanggal 6 Oktober 2015.
maka demi meningkatkan, mengelola, dan mengembangkan hasil pangan serta
membantu kesejahteraan petani kecil yang terdapat dalam Provinsi Bali sehingga
sistem resi gudang sangat diperlukan guna untuk mewujudkan hal tersebut.
Bank di dalam menyalurkan dana dalam bentuk kredit kepada pihak-pihak
yang membutuhkan khususnya pada para petani yang membutuhkan modal atau
dana tidaklah mudah, karena harus memenuhi persyaratan-persyaratan yang
ditetapkan oleh bank. Salah satu persyaratan terpenting untuk memperoleh
fasilitas kredit adalah adanya jaminan atau agunan. Di butuhkannya jaminan atau
agunan dalam suatu pemberian fasiltas kredit adalah semata-mata berorientasi
untuk melindungi kepentingan kreditur, agar dana yang telah diberikannya kepada
debitur dapat dikembalikan sesuai jangka waktu yang telah ditentukan. Mengingat
angunan atau jaminan merupakan salah satu unsur dalam pemberian kredit dan
sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur untuk adanya kepastian atas
pelunasan utang debitur, atau untuk pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau
oleh penjamin debitur, maka meskipun berdasarkan unsur-unsur lain telah di
diperoleh keyakinan atas kemampuan debitur mengembalikan utangnya, jaminan
tambahan atau agunan masih tetap diminta oleh pihak bank.6 Dalam pemberian
kredit dengan jaminan resi gudang pihak bank melakukan analisa kredit sebelum
kredit tersebut diberikan. Dalam perkembangannnya jaminan dan agunan tersebut
haruslah barang-barang yang bermutu tinggi dan mudah di perjual belikan.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek
6 Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat Pada Tanah dalam Konsepsi Peranan Asas Pemisahan Horisontal (Suatu Konsep dalam Menyongsong lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Pt Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 233.
perbankan di Kota Denpasar melihat resiko usaha tani masih sangat tinggi karena
sangat bergantung pada faktor alam atau cuaca yang sulit untuk dikendalikan.
Bedasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk menulis
skripsi dengan judul “Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi
Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar”.
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas maka dapat ditarik beberapa
masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ?
2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar ?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Guna menghindari pembahasan yang menyimpang dan keluar dari
permasalahan yang dibahas maka perlu adanya pembatasan atas permasalahan
yang dibahas. Adapun masalah yang dibahas dibatasi ruang lingkupnya sebagai
berikut ;
1. Pertama membahas pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
2. Kedua membahas tentang Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek
perbankan di Kota Denpasar.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi dengan judul
"Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan Resi Gudang Dalam Praktek
Perbankan Di Kota Denpasar " ini merupakan hasil penelitian, pemikiran dan
pemaparan asli penulis. Jika terdapat referensi terhadap karya orang lain atau
pihak lain, maka dituliskan sumbernya dengan jelas. Beberapa penelitian dengan
jenis yang sama yang ada dalam internet atau perpustakaan skripsi diantaranya
tentang “Pelaksanaan Pembinaan Sistem Resi Gudang Di Kabupaten Blitar”dan
“ Perlindungan Hukum Terhadap Lembaga Perbankan Sebagai Kreditur
Penerima Hak Jaminan Resi Gudang”. Dari kedua penelitiaan yang telah ada
tersebut terdapat perbedaan dengan penelitian saya karena penelitian saya
berfokus pada penelitian pada Pelaksanaan Pemberian Kredit Dengan Jaminan
Resi Gudang Dalam Praktek Perbankan Di Kota Denpasar. Berikut terlampir
materi perbedaan penelitian yang telah ada dengan penelitian ini :
Tabel 1.1 Materi Perbedaan Penelitian
No Penulis Judul No Rumusan Masalah 1 Angrito
Bimo Satriyo
(Alumni Univ.Brawijaya Malang)
" Pelaksanaan
Pembinaan Sistem
Resi Gudang Di
Kabupaten Blitar”
1.
Bagaimana pelaksanaan
pembinaan Sistem Resi
Gudang di Kabupaten Blitar
oleh Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, Dinas Pertanian
dan Bank Pembangunan
Daerah Jawa Timur di
2.
Kabupaten Blitar?
Apa hambatan dan upaya
dalam pelaksanaan pembinaan
Sistem Resi Gudang di
Kabupaten Blitar oleh Dinas
Perindustrian & Perdagangan,
Dinas Pertanian dan Bank
Pembangunan Daerah Jawa
Timur di Kabupaten Blitar ?
2 Larisa Muchdani Batubara
(Univ.
Sumatera
Utara)
“Perlindungan Hukum
Terhadap Lembaga
Perbankan Sebagai
Kreditur Penerima
Hak Jaminan Resi
Gudang”
1.
2.
Bagaimana perkembangan
sistem Resi Gudang dalam
pemberian kredit oleh
perbankan ?
Bagaimana perlindungan
hukum bagi bank sebagai
penerima hak jaminan Resi
Gudang ?
3 Dewa Made Ari Widiyatmika
“Pelaksanaan
Pemberian Kredit
Dengan Jaminan
Resi Gudang Dalam
Praktek Perbankan
Di Kota Denpasar”
1.
2.
Bagaimanakah pelaksanaan
pemberian kredit dengan
jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota
Denpasar ?
Faktor-faktor apa saja yang
menjadi kendala pelaksanaan
pemberian kredit dengan
jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota
Denpasar ?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ada dua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus.
Adapun tujuan tersebut antara lain:
1.5.1 Tujuan umum
1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Fakultas Hukum
Universitas Udayana khususnya pada bidang penelitian yang dilakukan
mahasiswa.
2) Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah
secara tertulis.
3) Untuk pembulat studi di Fakultas Hukum Universitas Udayana, sebagai
syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
4) Untuk mengetahui pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi
gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
5) Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota Denpasar
1.5.2 Tujuan khusus
a. Untuk memahami dan menganalisis pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar
b. Untuk memahami tentang faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala
pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam
praktek perbankan di Kota Denpasar.
1.6. Manfaat Penulisan
1.6.1 Manfaat teoritis
1. Memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu
hukum
2. Untuk memperluas khasanah berpikir tentang pelaksanaan pemberian
kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di Kota
Denpasar
1.6.2 Manfaat praktis
1. Memberikan tambahan refrensi bagi institusi pendidikan dan mahasiswa
dalam penelitian hukum jaminan khususnya mengenai pelaksanaan
pemberian kredit dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan di
Kota Denpasar.
2. Bagi masyarakat, memberikan pengetahuan praktis mengenai hukum
jaminan dalam hal pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi
gudang dalam praktek perbankan di Kota Denpasar.
3. Penulisan ini diharapkan sebagai pedoman dalam penyelesaian masalah
mengenai pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan resi gudang
dalam praktek perbankan di Kota Denpasar.
1.7. Landasan Teroristis
Teori Efektivitas Hukum yang diungkapkan oleh Soerjono Soekanto
terdapat lima faktor-faktor terhadap efektivitasnya hukum atau peraturan yang
berlaku di masyarakat melipiuti :
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan atau pelaksanaan
hukum
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
diterapkan
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.7
7Soerjono Soekanto, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I), h.8.
Mengenai kredit menurut ketentuan pasal 1 angka 11 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 tentang Perbankan dirumuskan bahwa “Kredit adalah penyedian uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga”.
Berdasarkan pengertian kredit yang ditetapkan oleh undang-undang sebagaimana
disebut diatas, suatu pijam-meminjam uang akan digolongkan sebagai kredit
perbankan sepanjang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut ;
1. Adanya penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
penyedian uang. Penyedian uang atau tagihan dapat dipersamakan dengan
penyedian uang tersebut dilakukan oleh bank. Bank adalah pihak penyedia
dana dengan menyetujui pemberian sejumlah dana yang kemudian disebut
sebagai jumlah kredit atau plafon kredit. Sementara tagihan yang dapat
dipersmakan dengan penyediaan uang dalam praktik perbankan misalnya
berupa pemberian (penerbitan) garansi bank dan penyediaan fasilitas dana
untuk pembukaan letter of credit (LC).
2. Adanya persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank
dengan pihak lain. Persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam
merupakan dasar dari penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan penyediaan uang tersebut. Persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam dibuat oleh bank dengan pihak debitur
yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian kredit.
3. Adanya kewajiban melunasi utang. Pinjam-meminjam uang adalah suatu
utang bagi peminjam. Peminjam wajib melunasinya sesuai dengan yang
diperjanjikan. Pemberian kredit oleh bank kepada debitur adalah suatu
pinjaman uang, dan debitur wajib melakukan pembayaran pelunasan kredit
sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah disepakatinya, yang biasanya
terdapat dalam ketentuan perjanjian kredit. Dengan demikian, kredit
perbankan bukan suatu bantuan dana bank yang diberikan secara cuma-
cuma.Kredit perbankan adalah suatu utang yang harus dibayar kembali
oleh debitur.
4. Adanya jangka waktu tertentu. Pemberian kredit terkait dengan suatu
jangka tertentu. Jangka waktu tersebut ditetapkan pada perjanjian kredit
yang dibuat bank dengan debitur. jangka waktu yang ditetapkan
merupakan batas waktu kewajiban bank untuk menyediakan dana
pinjaman dan menunjukan kesempatan dilunasinya kredit. Berdasarkan
jangka waktu tertentu yang ditetapkan atas pemberian kredit, maka kredit
perbankan dapat dibedakan atas kredit jangka pendek, jangka menengah,
dan jangka panjang. Kredit jangka pendek adalah kredit yang mempunyai
jangka waktu satu tahun atau dibawah satu tahun. Kredit jangka menengah
adalah kredit yang mempunyai jangka waktu diatas satu tahun sampai
dengan tiga tahun, dan kredit jangka waktu panjang adalah kredit
ditetapkan berdasarkan kebijakan yang berlaku pada masing-masing bank
dan mempertimbangkan tujuan penggunaan kredit serta kemampuan
membayar dari calon debitur setelah dinilai kelayakannya. Berdasarkan
pengertian kredit tentang jangka waktu tertentu tersebut dapat disimpulkan
bahwa jangka waktu kredit harus ditetapkan secara tegas karena
menyangkut hak dan kewajiban masing-masing pihak.
5. Adanya pemberian bunga kredit. Terhadap suatu kredit sebagai salah satu
bentuk pinjaman uang ditetapkan adanya pemberian bunga. Bank
menetapkan suku bunga atas pinjaman uang yang diberikannya. Suku
bunga merupakan harga atas uang yang dipinjamkan dan disetujui bank
kepada debitur. Namun, sering pula di sebut sebagai balas jasa atas
penggunaan uang bank oleh debitur. Sepanjang terhadap bunga kredit
yang ditetapkan dalam perjanjian kredit dilakukan pembayarannya oleh
debitur, akan merupakan salah satu sumber pendapatan yang utama bagi
bank.8
Kelima unsur-unsur yang diuraikan diatas harus dipenuhi bagi suatu
pinjaman uang untuk dapat disebut sebagai kredit di bidang perbankan. Hal ini
sesuai dengan pengertian kredit yang ditetapkan oleh ketentuan pasal 1 angka 11
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Unsur-Unsur kredit yang dikemukakan oleh Thomas Suyatno terdiri atas :
a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa pestasi yang
diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar 8 M. Bahsan, 2012, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers Jakarta, h.76-78.
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan
datang.
b. Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahakan antara pemberian
prestasi dengan kontra prestasi yang akan diterima pada masa yang akan
datang.
c. Degree of risk, yaitu tingkat resiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari
adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan
kontraprestasi yang akan diterima kemudian hari.
d. Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang,
tetapi dapat juga berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan
ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-
transaksi kredit dalam bentuk uanglah yang lazim dalam praktek
perkreditan.9
Dalam kegiatan pembiayaan melalui bank, penyaluran kredit dikaji dan
dikembangkan secara ke ilmuan, melalui teori perkreditan (find lending
theory).10 Teori ini mengkaji penyaluran kredit oleh bank kepada masyarakat
terutama pengusaha yang menjalankan perusahaan dan manfaatnya bagi
masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan. Agar penyaluran kredit
lebih berdaya guna, bank menerapkan prinsip kehati-hatian yaitu penyaluran
9 Thomas Suyatno et Al, 2003, Dasar Dasar Perkreditan, Pt Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, h.14. 10Abdulkadir Muhamad, 2006, Hukum Perusahaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti Bandung, h.279.
kredit berdasarkan barang jaminan. 11 Asas-asas perkreditan yang sehat dan
prinsip-prinsip kehati-hatian dalam kaitannya dengan pemberian kredit, yaitu :
1. Mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad
dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang
di perjanjikan,
2. Memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan
oleh Bank Indonesia.12
Keyakinan dimaksud didapat setelah dilakukan analisis yang mendalam
terhadap apa yang disebutkan dengan prinsip 5C, yang dapat memberikan
informasi mengenai itikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar
(ability to pay) nasabah untuk melunasi kembali pinjaman beserta bunganya.13 5C
dijadikan pedoman untuk pemberian kredit oleh bank yang meliputi :
1. Character (Penilaian Watak/Kepribadian)
Penilaian watak/kepribadian calon debitur dimaksud untuk mengetahui
kejujuran dan itikad baik calon debitur untuk melunasi atau mengembalikan
pinjamannya, sehingga tidak akan menyulitkan bank di kemudian hari.
2. Capacity (Penilaian Kemampuan)
Bank harus meneliti tentang keahlian calon debitur dalam bidang usahanya
dan kemampuan manajerial, sehingga bank yakin bahwa usaha yang akan
11 Ibid. 12 Djoni S. Gazali dan Racmadi Usman, 2010, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, h.272 13 Ibid.
dibiayainya dikelola oleh orang-orang yang tepat, sehingga calon debiturnya
dalam jangka waktu tertentu mampu melunasi atau mengembalikan
pinjamannya.
3. Capital ( Penilaian terhadap Modal)
Bank harus melakukan analisis terhadap posisi keuangan secara menyeluruh
mengenai masa lalu dan yang akan datang, sehingga dapat diketahui
kemampuan permodalan calon debitur dalam menunjang pembiayaan proyek
atau usaha calon debitur yang bersangkutan.
4. Colletral (Penilaian terhadap agunan)
Untuk menanggung pembayaran kredit macet dikarenankan debitur
wanprestasi, maka calon debitur umumnya wajib menyediakan jaminan berupa
agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan yang nilainya minimal
sebesar jumlah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepadanya.
5. Condition of Economy (Penilaian terhadap prospek usaha nasabah debitur)
Bank harus menganalisa keadaan pasar di dalam dan di luar negeri, baik masa
lali maupun yang akan datang, sehingga masa depan pemasaran dari hasil
proyek atau usaha calon debitur yang dibiayai dapat pula diketahui.14
Perjanjian kredit merupakan dasar pemberian kredit oleh Bank, tanpa
adanya perjanjian kredit yang dibuat, disepakati, dan ditanda tangani oleh bank
dan debitur maka tidak ada pemberian kredit. Perjanjian kredit dijadikan dasar
pengikatan antara bank dan debitur yang berisikan hak dan kewajiban kedua belah
pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit. Perjanjian kredit
14 Ibid, h.273-274.
merupakan sebagia perjanjian pokok dan diikuti dengan perjanjian accessoir yaitu
perjanjian jaminan merupakan perjanjian ikutan dan berhenti atau berakhirnya
perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian pokok (perjanjian kredit).
Menurut pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.9 Tahun 2006 Resi gudang
adalah surat berharga yang mewakili barang yang disimpan di gudang. Sifat Resi
Gudang sesuai dengan pasal 4 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 meliputi dua
hal, yaitu :
1. Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang, atau digunakan
sebagai dokumen penyerahan barang;
2. Resi Gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang
sepenuhnya tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya.15
Sifat hak jaminan resi gudang adalah sebagai berikut :
a. Hak jaminan sebagai perjanjian accesoir
Sesuai dengan sifat lembaga pengikatan jaminan, perjanjian pembebanan hak
jaminan juga merupakan perjanjian accesoir (ikutan) dari suatu perjanjian utang
piutang (pasal 12 ayat 1 Undang-Undang No.9 Tahun 2006). Artinya keberadaan
atau lahirnya perjanjian Hak jaminan tersebut didahului adanya perjanjian pokok,
yaitu perjanjian utang piutang,
b. Hak jaminan hanya untuk menjamin satu utang
Setiap resi gudang yang diterbitkan menurut ketentuan pasal 12 ayat 2 Undang-
Undang No.9 Tahun 2006 hanya dapat dibebani satu jaminan utang dan untuk
melindungi kepentingan penerima Hak jaminan serta memudahkan eksekusi
15Iswi Hariyani dan Ir R. Serfianto, op.cit, h.13.
apabila debitor cedera janji, maka resi gudang yang telah dijadikan utang tersebut
wajib diserahkan kepada kreditor,
c. Pembuatan Akta pengikatan jaminan Hak jaminan
Pemebanan hak jaminan resi gudang menurut pasal 14 ayat 1 Undang-Undang
No.9 Tahun 2006 dilakukan dengan pembuatan akta perjanjian hak jaminan antara
pemegang resi gudang atau pemilik barang dengan kreditor,
d. Pemberitahuan Hak jaminan
Di dalam Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang tidak
diatur mengenai kewajiban pendaftaraan hak jaminan, tetapi diatur kewajiban bagi
penerima hak jaminan untuk memberitahukan perjanjian pengikatan resi gudang
sebagai hak jaminan tersebut kepada pengelola gudang dan pusat registrasi diatur
dalam pasal 13 Undang-Undang No.9 Tahun 2006 tujuan pemberitahuan
pembebanan jaminan tersebut adalah untuk mempermudah pusat registrasi dan
pengelola gudang dalam rangka mencegah adanya penjaminan ganda serta
memantau peredaran Resi gudang dan memberikan kepastian hukum tentang
pihak yang berhak atas barang dalam hal terjadi cedera janji.16
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk katagori jenis penelitian hukum empiris. Peter
Mahmud Marzuki, menyatakan penelitian hukum empiris adalah data yang
diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui
penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara,
16 Irma Devita Purnamasari, op.cit , h.143-144.
ataupun penyebaran kuisioner.17 Penelitian hukum empiris beranjak dari adanya
kesenjangan antara teori dan realita, kesenjangan antara keadaan teoritis dengan
fakta hukum, dan atau adanya situasi ketidaktahuan yang dikaji untuk pemenuhan
sistem akademik. Penelitian hukum empiris atau sosiologis lebih menitikberatkan
pada penelitian data primer yaitu melalui wawancara.18 Dipilihnya jenis penelitian
ini karena penelitian ini didasarkan pada realita dan kenyataan sosial yang
terdapat pada masyarakat dan mengkaji mengenai pelaksanaan pemberian kredit
dengan jaminan resi gudang dalam praktek perbankan Di Kota Denpasar.
1.8.2. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunkan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan fakta karena
menjelaskan untuk mengkaji suatu permasalahan di dalam masyarakat atau
lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk mendapatkan fakta,
yang dilanjutkan dengan menemukan masalah, pada pengidentifikasian masalah
dan untuk mencari penyelesaian masalah.19
1.8.3. Sifat Penelitian
Sifat penelitian lebih mengarah kepada penelitian deskriptif yakni
penelitian secara umum termasuk pula didalamnya penelitian ilmu hukum,
17Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana Predia Media Group, Jakarta, Cetakan I, h. 35.
18Amiruddin dan Zaenal Azikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 13. 19 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI PRESS, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 10.
bertujuan untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan
gejala lain dalam masyarakat.20
1.8.4. Data dan Sumber Data
Data-data yang diperoleh dari penelitian ini dari dua sumber data :
1. Bahan Hukum Primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama
dilapangan dimana data itu berasal dari observasi dan pengamatan tentang
informan. Informasi yang diperoleh dari wawancara itu di dalamnya termasuk
fakta-fakta, pendapat dan persepsi. 21
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer di antaranya: Undang-Undang, hasil penelitian,
hasil karya dari pakar huku/literatur, jurnal, makalah dan sebagainya.22 Penulis
menggunakan bahan hukum sekunder berupa berupa literatur-literatur yang
relevan dengan permasalahan yang dibahas, baik literatur-literatur hukum
(buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de
hersender leer), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007
tentang Pelaksanaan Undang-Undang No 09 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang, pendapat para sarjana, dan artikel atau berita yang diperoleh via
internet.
3. Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya kamus,
20M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, Cet. I, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43. 21Amiruddin dan H. Zaenal Azikin, op.cit, h. 30. 22 H. Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Cet. I, Sinar Grafika, Jakarta, h. 23.
ensiklopedi dan indeks komulatif.23 Disini penulis juga menggunakan Kamus
Besar Bahasa Indonesia sebagai sumber bahan hukum tersier.
1.8.5 Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris, maka dalam teknik
pengumpulan data ada beberapa teknik yaitu studi dokumen, wawancara
(interview). Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
melalui:
a. Teknik Wawancara: dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
kepada informan yang dirancang atau yang telah dipersiapkan sebelum untuk
memperoleh jawaban-jawaban yang relevan mendukung permasalahan yang
diajukan dalam penelitian. Dan dari jawaban ini diadakan pencatatan
sederhana yang kemudian diolah dan dianalisa. Dalam teknik wawancara
yang dilakukan penulis informan terdiri dari pihak Dinas Perindustrian dan
Perdagangan Provinsi Bali, dan Perbankan yang terdapat di Kota Denpasar.
b. Teknik Studi Dokumen: studi pustaka ini diperoleh dengan cara mempelajari
kitab peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, jurnal, dan bahan-
bahan lain yang dapat dijadikan sebagai data yang mendukung penyusunan
skripsi ini.
1.8.6 Pengolahan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dengan analisis
kualitatif. Adapun yang dimaksud analisis kualitatif adalah analisa yang tidak
digambarkan dengan angka-angka tetapi berbentuk penjelasan dan 23.Soerjano Soekanto dan Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif, Ed. 1, Cet. 6, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 13.
pendeskripsian,24 dan data yang diperoleh tersebut diolah menjadi rangkaian kata-
kata yang bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus sehingga tidak dapat
disusun ke dalam struktur klasifikasi. 25 Data yang telah didapatkan dan
dikumpulkan tersebut, berupa data primer maupun data sekunder yang merupakan
hasil dari wawancara dan studi kepustakaan yang diolah secara kaulitatif.
Kemudian mengkualifikasikan dan mengumpulkan data berdasarkan kerangka
penulisan penelitian secara menyeluruh. Selanjutnya data yang diklasifikasikan
dianalisa secara deskriptif kualitatif yaitu dengan cara menggambarkan secara
jelas dan sistematis yang kemudian dapat diperoleh suatu kesimpulan atas
permasalahan yang dibahas.
24Amarudin dan Zainal Azikin, op.cit, h. 167. 25Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Triksakti, Jakarta, h. 93.