BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dari setiap individu,
masyarakat, keluarga, swasta, maupun pemerintah. Pembangunan kesehatan
sebuah wilayah akan mencapai keberhasilan ketika seluruh sektor berkontribusi
berdasarkan fungsi dan peranannya masing-masing. Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kemauan, kesadaran, dan kemampuan hidup sehat
bagi seluruh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Setiap pribadi memiliki kewajiban turut serta dalam meningkatkan dan memelihara
kesehatan baik perseorangan, keluarga, maupun masyarakat. Mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat tentu saja perlu dilakukan dengan beragam
upaya, antara lain melalui pendekatan peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), serta pemulihan
kesehatan (rehabilitatif), dimana upaya-upaya tersebut hendaknya dilakukan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, (Profil Kesehatan Kabupaten
Kebumen, 2011). Disisi lain, penyediaan sarana kesehatan merupakan salah satu
upaya yang juga penting dilakukan untuk membantu memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan di suatu wilayah. Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat
merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya, (Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat).
Pasal 9 dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat, menyebutkan 4 (empat) syarat yang harus dipenuhi
dalam pendirian Puskesmas, di antaranya yaitu Puskesmas harus didirikan pada
setiap kecamatan; dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan
lebih dari 1 (satu) Puskesmas; kondisi tertentu tersebut dapat ditetapkan
2
berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan
aksesibilitas; serta pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan, kefarmasian, dan
laboratorium. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam hal ini menjadi satuan kerja
pemerintahan daerah kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
urusan pemerintahan dalam bidang kesehatan di kabupaten/kota; termasuk dalam
mengambil keputusan untuk pendirian Pusat Kesehatan Masyarakat atau
Puskesmas.
Menurut Daldjoeni (1998), lokasi merupakan posisi pasti dalam sebuah
ruang. Dalam geografi, lokasi memiliki dua makna yaitu lokasi absolut dan lokasi
relatif. Lokasi absolut didefinisikan sebagai lokasi di permukaan bumi yang
ditentukan oleh sistem koordinat garis bujur dan garis lintang. Sedangkan lokasi
relatif adalah lokasi suatu objek yang nilainya ditentukan oleh objek-objek lain
yang ada di sekelilingnya. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas, lokasi pendirian Puskesmas
harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Geografis;
2. Aksesibilas untuk jalur transportasi;
3. Kontur tanah;
4. Fasilitas parkir;
5. Fasilitas keamanan;
6. Ketersediaan utilitas publik;
7. Pengelolaan kesehatan lingkungan; dan
8. Kondisi lainnya.
Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas baru dalam penelitian ini
didefinisikan sebagai penambahan unit Puskesmas dalam satu wilayah kerja.
Penambahan unit Puskesmas didasarkan pada beberapa faktor, salah satunya
berdasarkan angka kunjungan pasien dalam suatu Puskesmas. BPJS Kesehatan
(Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) yang mulai diberlakukan per
3
tanggal 1 Januari 2014 sebagai lembaga yang menyelenggarakan jaminan kesehatan
bagi seluruh masyarakat Indonesia dinilai sangat mempengaruhi peningkatan angka
kunjungan pasien Puskesmas; sehingga tidak sedikit Puskesmas yang kewalahan
menangani lonjakan pasien.
Dalam suatu tatanan otonomi daerah di bidang kesehatan, kualitas Sistem
Informasi Kesehatan di wilayah kabupaten/kota tentu sangat menentukan kualitas
Sistem Informasi Kesehatan di tingkat yang lebih tinggi (Regional/Nasional).
Sistem Informasi Kesehatan di dalam tingkat kabupaten nantinya akan memberikan
arah dalam penentuan kebijakan serta pengambilan keputusan di kabupaten
berdasarkan fakta yang ada (DSS/Decision Support System). Di bidang geografi,
khususnya dalam Sistem Informasi Geografi, penentuan lokasi baru untuk sarana
fasilitas pelayanan kesehatan berupa Puskesmas merupakan salah satu terapan yang
diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu mengambil kebijakan secara efektif
dan efisien oleh para pengambil keputusan.
Sarana atau fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen
meliputi fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.
Fasilitas kesehatan di Kabupaten Kebumen terdiri atas tiga sarana, yaitu
Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana kesehatan yang bersumberdaya masyarakat
(Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen, 2012). Berikut ini merupakan daftar sarana
pelayanan kesehatan dasar di Kabupaten Kebumen:
Tabel 1.1 Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Tahun 2012
No Sarana Kesehatan Jumlah
1. Rumah Sakit Umum 10
2. Rumah Sakit Khusus 3
3. Puskesmas Rawat Inap 10
4. Puskesmas Non Rawat Inap 25
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Dinas Kesehatan
Kabupaten Kebumen, 2013.
4
Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi
Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan
berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian,
perikanan, dan pariwisata. Kabupaten Kebumen merupakan kabupaten yang
memiliki konsentrasi penduduk yang berbeda di setiap kecamatan. Hal tersebut
tentu mempengaruhi persebaran beberapa fasilitas penunjang aktivitas kehidupan
masyarakat, dalam hal ini fasilitas kesehatan. Di tingkat kabupaten, fasilitas
kesehatan yang paling mudah dijangkau oleh masyarakat salah satunya ialah
Puskesmas. Sejauh ini di Kabupaten Kebumen belum dapat diketahui secara spasial
mengenai persebaran fasilitas kesehatan, khususnya Puskesmas. Contohnya di
dalam peta Rupabumi Indonesia, data fasilitas kesehatan hanya diklasifikasikan
menjadi rumah sakit saja dengan simbol objek berupa tanda plus (+). Sedangkan
fasilitas kesehatan yang lain seperti Puskesmas, atau klinik tidak ditampilkan dalam
simbol yang berbeda. Tentu saja hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa aspek
kartografis, salah satunya generalisasi. Maka dari itulah, untuk peta tematik yang
khusus mengkaji distribusi Puskesmas perlu memperhatikan mengenai klasifikasi
simbol objek tersebut.
Ketersediaan peta yang menyajikan informasi fasilitas kesehatan sejauh ini
pun dirasa belum begitu maksimal baik dari segi penyajiannya maupun dari
informasi data yang disajikan. Hal tersebut dapat dilihat dari belum adanya peta
tematik mengenai Puskesmas yang disediakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Kebumen dan baru sebatas data tabular mengenai lokasi Puskesmas yang ada di
wilayah tersebut. Informasi mengenai sebaran lokasi Puskesmas di Kabupaten
Kebumen sejauh ini baru bisa diperoleh melalui peta Rupabumi Indonesia (RBI).
Seperti yang diketahui, sejak tahun 1995 hingga saat ini belum ada pembaharuan
atau updating peta Rupabumi Indonesia secara resmi dari Badan Informasi
Geospasial (BIG). Karena hal tersebut, baik data Puskesmas, maupun objek lain
yang terdapat pada peta tersebut tentunya mengalami banyak perubahan dalam
kurun waktu 19 tahun terakhir.
5
Dengan semakin berkembangnya aktivitas masyarakat, terlebih adanya
fenomena BPJS yang mempengaruhi angka kunjungan pasien di Puskesmas
khususnya di Kabupaten Kebumen, maka kebutuhan sarana Puskesmas tentunya
semakin meningkat pula. Oleh karena itu perlu adanya analisa dan rekomendasi
penentuan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten Kebumen. Menentukan atau
memberikan rekomendasi mengenai lokasi Puskesmas baru tentunya melalui
banyak pertimbangan. Adapun hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan lokasi
Puskesmas yang baru di Kabupaten Kebumen di antaranya: jumlah penduduk, lebar
jalan, jarak antara Puskesmas dengan Permukiman, jarak antar-Puskesmas, dan
penggunaan lahan.
Seperti yang telah disebutkan di awal, dalam rangka pemenuhan kebutuhan
masyarakat akan sarana Puskesmas; maka diperlukan sebuah analisis atau
perencanaan lokasi Puskesmas baru yang disesuaikan dengan kriteria yang
diperhatikan. Sistem Informasi Geografis atau SIG merupakan sebuah sistem yang
mampu menyajikan pola persebaran Puskesmas untuk dapat diketahui dan
dianalisa. Penggunaan ilmu Kartografi dan SIG saat ini telah berkembang dan dapat
dimanfaatkan untuk berbagai hal, tidak terkecuali dalam hal pemetaan, pemodelan
spasial, serta pengambilan keputusan (DSS/Decision Support System) untuk
menentukan lokasi baru suatu objek, dalam hal ini Puskesmas di Kabupaten
Kebumen. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan
lokasi baru suatu objek dalam sistem pengambilan keputusan, salah satunya dengan
metode Analytical Hierarchy Process (AHP). AHP lebih sering digunakan sebagai
metode pemecahan masalah dibandingkan dengan metode yang lain karena alasan-
alasan sebagai berikut:
1. Struktur yang berhirarki, sebagai konsekuesi dari kriteria yang dipilih, sampai
pada subkriteria yang paling dalam.
2. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
6
3. Memperhitungkan daya tahan output atau hasil akhir analisis sensitivitas
pengambilan keputusan.
1.2. Perumusan Masalah
Kabupaten Kebumen sebagai salah satu kabupaten yang potensial di Provinsi
Jawa Tengah, terus mengalami pertumbuhan penduduk yang diiringi dengan
berkembangnya aktivitas masyarakat di berbagai bidang seperti pertanian,
perikanan, dan pariwisata. Perkembangan aktivitas masyarakat tersebut tentu harus
diimbangi dengan penyediaan sarana atau fasilitas pelayanan yang memadai,
khususnya dalam hal ini sarana kesehatan. Oleh karena itu, beberapa permasalahan
yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya informasi mengenai sebaran lokasi sarana kesehatan, khususnya
puskesmas yang ada di Kabupaten Kebumen secara spasial.
2. Ketersediaan peta tematik yang menyajikan data sarana kesehatan puskesmas
untuk wilayah kajian belum tercukupi secara optimal (data yang ada baru
tersedia dalam bentuk tabular) dan pembaharuan atau updating peta belum
sampai mendetil ke wilayah regional khususnya di wilayah yang akan dikaji.
Penentuan lokasi baru puskesmas dilakukan dengan maksud untuk
memberikan masukan kepada pengambil keputusan dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan di wilayah Kabupaten Kebumen. Sehubungan dengan
permasalahan di atas, maka muncul dua pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sebaran puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini?
2. Apakah metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat memberikan
penentuan lokasi puskesmas baru dengan sebaran yang merata?
Permasalahan tersebut di atas dapat dijawab dengan melakukan penelitian yang
berjudul:
Penentuan Lokasi Puskesmas Baru Menggunakan Analitycal Hierarchy
Process Studi Kasus Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
7
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menyusun Peta Sebaran Puskesmas di Kabupaten Kebumen saat ini (tahun
2014).
2. Melakukan analisis untuk menentukan lokasi Puskesmas baru di Kabupaten
Kebumen menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Peta sebaran fasilitas kesehatan yang dihasilkan diharapkan dapat memberi
gambaran, masukan dan manfaat untuk kajian selanjutnya yang berkaitan
dengan fasilitas kesehatan khususnya yang berkaitan dengan Puskesmas di
Kabupaten Kebumen.
2. Dapat memberikan gambaran mengenai daerah atau lokasi yang perlu
dilakukan upaya perbaikan sarana kesehatan.
1.5. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
pertama telaah kepustakaan dan bagian kedua mengenai penelitian sebelumnya
yang akan dijabarkan sebagai berikut.
1.5.1. Telaah Kepustakaan
- Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem berbasis komputer
yang mampu menangani data bereferensi geografi yaitu data masukan atau input
data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan
analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil akhir (output) dapat
dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan
8
dengan geografi (Aronoff, 1989 dalam Sutanto 1986). SIG juga merupakan sistem
berbasis komputer yang digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola,
menganalisis dan mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan
untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan
(Burrough, 1986).
Secara umum, SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri atas
perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data geografis serta
sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk memasukan,
menyimpan, mengolah, memperbaharui, memperbaiki, mengelola,
mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa serta menampilkan data dalam
suatu informasi berbasis geografis.
SIG dalam pembahasan berikutnya akan selalu diasosiasikan dengan sistem
yang berbasis komputer, walaupun sebenarnya SIG dapat pula dikerjakan secara
manual, SIG berbasis komputer akan sangat membantu ketika data geografis
merupakan data yang dalam jumlah dan ukurannya tergolong besar dan terdiri atas
banyak tema yang saling berkaitan. SIG memiliki kemampuan untuk
menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di Bumi,
menggabungkannya, menganalisa dan kemudian pada akhirnya memetakan
hasilnya. Data yang diolah pada SIG merupakan data spasial yaitu data yang
berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat
tertentu sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab
beberapa pertanyaan seperti; lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi lainnya.
9
Sistem Informasi Geografis (SIG) terdiri atas beberapa subsistem,
diantaranya: data input, data output, data management, serta data manipulasi dan
analisis. Di dalam SIG terdapat beberapa komponen sebagai berikut:
1. Perangkat keras / Hardware
Perangkat keras atau hardware yang sering digunakan antara lain digitizer,
scanner atau pemindai, Central Processing Unit (CPU), mouse, printer, dan
plotter.
2. Perangkat lunak / Software
Software atau perangkat lunak yang dapat digunakan dalam pengolahan data
geografis diantaranya ArcGIS, ArcView, Idrisi, ILWIS, MapInfo, dan masih
banyak lainnya.
3. Data dan informasi geografi
Data dan informasi geografi yang diperlukan baik secara langsung dengan
cara melakukan digitasi data spasial dari peta kemudian memasukkan data
atributnya ke dalam tabel, maupun secara tidak langsung dengan cara meng-
import data dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain.
Data Manipulation Analysis
SIG Data
Input
Data
Output
Data
Management
Gambar 1.1 Skema Subsistem SIG
10
4. Pengguna / User
Teknologi GIS tidak akan bermanfaat tanpa adanya sumberdaya manusia
yang mengelola sistem dan membangun perencanaan yang dapat
diaplikasikan sesuai dengan kondisi nyata. Suatu proyek SIG akan berhasil
jika dikeloka dengan baik dan dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki
keahlian yang tepat pada setiap tingkatan.
Menurut Anon (2003, dalam As Syakur 2007), ada beberapa hal yang menjadi
dasar mengapa SIG perlu digunakan, diantaranya:
1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintegrasi.
2. SIG mampu memisahkan antara basis data dan bentuk presentasi.
3. SIG mampu menguraikan unsur-unsur yang ada di permukaan Bumi ke dalam
beberapa layer atau coverage data spasial.
4. SIG mampu menyajikan visualisasi data spasial berikut atributnya dengan
sangat baik.
5. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif.
6. Dengan mudah SIG dapat menghasilkan peta-peta tematik.
7. SIG sangat membantu pekerjaan yang terkait erat dengan bidang spasial dan
geoinformatika.
- Kartografi
Kartografi menurut ICA (dalam Sukwardjono 1997), merupakan seni, ilmu
pengetahuan dan teknologi tentang pembuatan peta-peta, yang mencakup studinya
sebagai dokumen ilmiah dan hasil karya seni. Peta merupakan sebuah gambaran
atau representasi kenampakan-kenampakan atau unsur-unsur abstrak yang telah
dipilih dari permukaan bumi atau benda-benda di ruang angkasa. Dalam pembuatan
peta terdapat beberapa tahapan, diantaranya:
11
1. Tahap pengumpulan data
Terdapat beberapa cara dalam mengumpulkan data, yaitu:
a. Secara langsung (Terrestrial)
Pengukuran dilakukan secara langsung ke lapangan dengan menggunakan
alat ukur, misalnya kompas, GPS, dan alat ukur lainnya atau melakukan
pengamatan informasi maupun wawancara dengan masyarakat setempat.
b. Secara tidak langsung
Menggunakan data-data yang sudah ada sebelumnya atau menggunakan
peta dasar.
2. Tahap pengolahan data
Data yang telah diperoleh kemudian dikelompokkan menjadi data kualitatif
atau data kuantitatif dan selanjutnya diolah sesuai dengan tujuan pembuatan
peta.
3. Tahap penyajian data
Merupakan tahapan penyajian peta dari data yang telah diolah dengan
melakukan layouting, mencakup simbolisasi dan pemberian informasi tepi
peta.
4. Tahap penggunaan data
Menentukan baik atau tidaknya sebuah peta, dan menentukan keberhasilan
pembuatan sebuah peta. Tahapan ini sekaligus dapat menguji si pembuat peta,
apakah peta yang dibuat dapat dimengerti oleh pengguna atau tidak. Tentunya
peta yang baik adalah peta yang mampu dimengerti dengan mudah oleh
penerima informasi atau pengguna peta tersebut.
12
Komponen-komponen dalam informasi peta mencakup beberapa hal seperti
berikut:
a. Judul peta, merupakan informasi yang mencerminkan isi peta.
b. Skala peta, yaitu perbandingan jarak di peta dengan jarak sebenarnya.
𝑆𝑘𝑎𝑙𝑎 = 𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑑𝑖 𝑝𝑒𝑡𝑎
𝑗𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎
Skala peta terdiri atas 3 (tiga) macam, yaitu:
1. Skala angka, yaitu skala yang dinyatakan dengan angka (contoh
1:25.000).
2. Skala verbal, dinyatakan dengan kalimat (contoh: 1inchi to one mile atau
setara dengan 1:63.360)
3. Skala grafik, atau yang lebih sering disebut dengan skala bar merupakan
skala yang ditunjukkan oleh garis lurus yang dibagi menjadi satuan sama
panjang, setiap unit atau satuannya menunjukkan panjang yang sebanding
di lapangan.
c. Arah peta (orientasi arah utara peta), terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Utara sebenarnya, yaitu utara yang mengarah pada kutub utara Bumi.
2. Utara Magnetis (UM), yaitu utara yang ditunjuk oleh jarum kompas dan
letaknya tidak tepat di kutub utara Bumi.
3. Utara peta, yaitu utara yang terdapat pada peta.
d. Legenda, disertakan pada peta dan diletakkan di bagian yang mudah dibaca
serta tidak menutupi muka peta, mencakup simbol-simbol dan keterangan
peta.
13
- Simbolisasi
Simbol pada peta merupakan salah satu hal penting yang harus ada di dalam
peta. Simbol berfungsi untuk menyampaikan informasi atau sebagai wahana
komunikasi antara pembuat peta dengan penggunanya. Dari simbol inilah pengguna
peta diharapkan mampu mengetahui segala fenomena spasial di permukaan bumi
yang nyata (real world). Desain peta dibuat seefisien dan sejelas mungkin agar
pesan pembuat peta dapat tesampaikan dengan baik.
Dalam mendesain sebuah simbol peta, secara konvensional terdapat 6 aspek
utama yang perlu dipertimbangkan yaitu :
a. Dimensi data secara geografis
b. Tingkatan data
c. Cara pengambaran
d. Variabel visual
e. Figure and ground concept, dan
f. Persepsi spontan dari pengguna peta.
Dimensi data secara geografis dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu titik,
garis, dan area. Tingkatan data dibedakan menjadi empat yaitu nominal, ordinal,
interval, dan juga rasio. Sementara cara penggambaran dapat berupa piktorial,
abstrak, maupun teks. Untuk variabel visual yaitu variabel yang digunakan untuk
membedakan antara simbol yang terkait dengan unsur yang direpresentasikan.
Sedangkan figure ground concept merupakan konsep yang harus diperhatikan oleh
pembuat peta mengenai aspek-aspek pada peta yang perlu atau tidak untuk disajikan
dan ditonjolkan. Dan yang terakhir yaitu persepsi spontan pengguna peta, yang
merupakan persepsi keseluruhan dan spontan yang diberikan pengguna peta sesaat
setelah ia membaca peta. persepsi ini dibedakan menjadi asosiatif, selektif,
bertingkat, dan juga kuantitatif.
14
- Teori Lokasi
Segala sesuatu yang berada di Bumi ini selalu berhubungan satu dengan yang
lainnya. Objek yang memiliki jarak atau berada dekat dengan objek lainnya tentu
memiliki hubungan yang lebih erat dibandingkan dengan objek lain yang letaknya
lebih jauh. Hal tersebut merupakan mutlak karena secara umum data geografis
bersifat tidak saling bebas (Purwanto, 2013).
Teori lokasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli di berbagai bidang,
contohnya ekonomi industri, pertanian, dan lain sebagainya. Salah satunya yang
dikemukakan oleh Alfred Weber (1909, dalam Samadi 2002), seorang ahli ekonomi
Jerman yang mengatakan bahwa menentukan lokasi-lokasi industri haruslah
memilih tempat yang memerlukan biaya paling sedikit atau minimal dengan
memperhatikan 6 (enam) kondisi antara lain wilayah yang homogen (dilihat dari
topografi, iklim, demografi, dan pemerintahannya), sumberdaya alam, upah tenaga,
biaya transportasi, kompetisi antar-industri, dan pemikiran yang rasional. Daljoeni
(1998) mendefinisikan lokasi sebagai posisi pasti dalam suatu ruang. Dalam ilmu
Geografi menurutnya, lokasi memiliki dua makna yang berbeda yaitu lokasi absolut
dan lokasi relatif. Lokasi absolut merupakan lokasi di permukaan bumi yang
ditentukan oleh sistem koordinat garing bujur dan lintang sementara lokasi relatif
adalah lokasi sebuah objek yang nilainya dipengaruhi oleh objek lain di sekitarnya.
Ibrahim (dalam Purwanto, 2013) menegaskan, secara garis besar teori lokasi
mengarah kepada ilmu yang menyelidiki tata ruang atau sebuah ilmu yang
berkonsentrasi pada alokasi geografis dari sumberdaya potensial beserta
hubungannya dan pengaruhnya terhadap keberadaan kegiatan lain baik ekonomi
maupun sosial. Nitisemito, (dalam Purwanto, 2013) juga menyebutkan mengenai
pengertian atau definisi teori lokasi, yaitu suatu penjelasan yang teoritis berkaitan
dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal tersebut memiliki hubungan yang
sangat erat dengan alokasi geografis dari sumberdaya yang terbatas dan akan
berpengaruh pada lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial.
Titik berat dari analisis lokasi yang juga merupakan bentuk dari analisis
keruangan meliputi tiga unsur, yaitu jarak (distance), gerakan (movement), dan
kaitan (interaction). Tujuan dari analisis keruangan tersebut ialah untuk mengukur
15
kondisi yang ada apakah sudah sesuai dengan struktur keruangan atau belum dan
menganalisa interaksi antar-unit keruangan dalam hal ini hubungan antara ekonomi
dan space interaction (interaksi keruangan), aksesibilitas antara perhentian dan
pusat wilayah, serta hambatan interaksi (Djamin, 1984 dalam Purwanto, 2013).
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lokasi Fasilitas Kesehatan
Fasilitas pelayanan kesehatan menurut Peraturan Menteri nomor 6 tahun 2013
adalah ”suatu tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat”. Sedangkan menurut Azwar
(1989) fasilitas pelayanan kesehatan didefinisikan sebagai setiap upaya yang
diselenggarakan secara bersama-sama atau perseorangan dalam suatu organisasi
guna memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, mengobati, dan
memelihara kesehatan perseorangan, kelompok, maupun masyarakat. Sementatra
Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,
dengan lebih mengutamakan kegiatan promotif dan preventif, untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya,
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat).
Pemilihan lokasi suatu fasilitas umum, dalam hal ini fasilitas pelayanan
kesehatan yang tepat sangat menentukan tercapainya pelayanan kesehatan secara
menyeluruh kepada masyarakat. Dalam melakukan seleksi terhadap suatu lokasi,
Klimert (dalam Purwanto, 2013) menyatakan perlu adanya pertimbangan
kombinasi yang terbaik dari beberapa karakteristik yaitu sebagai berikut:
Kependudukan (demographics), Lokasi dan Jarak (locations and distance), Bentuk
(shape), Akses (access), Visibilitas (visibility), Dampak Lingkungan
(environmental impacts), Zona (zoning), dan Keuntungan (Financial benefits to the
community). Secara hierarki, faktor-faktor yang mempengaruhi lokasi fasilitas
kesehatan khususnya Puskesmas dalam penelitian ini dituangkan dalam gambar
berikut.
16
Gambar 1.2. Blok diagram hierarki
- Pengenalan Analitycal Hierarchy Process
Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya ketidakpastian atau
ketidaksempurnaan informasi. Penyebab lainnya adalah banyaknya faktor yang
berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada, beragamnya kriteria pemilihan dan
jika pengambilan keputusan lebih dari satu. Jika sumber kerumitan itu adalah
beragamnya kriteria, maka Analytical Hierarchy Process (disingkat AHP)
merupakan teknik untuk membantu permasalahan tersebut. AHP diperkenalkan
oleh Thomas L.Saaty pada periode 1971 – 1975 ketika di Wharton School
(Nurdiansyah, 2010).
Pada dasarnya AHP merupakan suatu teori umum tentang pengukuran. AHP
digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan pasangan yang
diskrit maupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran
aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan
preferensi relatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari
konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di antara kelompok
elemen strukturnya (Nurdiansyah, 2010).
17
Layaknya sebuah metode analisis, metode AHP pun memiliki kelebihan serta
kekurangan dalam sistem analisisnya. Berikut ini merupakan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki oleh metode AHP:
a. Kesatuan (Unity)
Metode AHP membuat suatu permasalahan yang rumit dan tidak terstruktur
menjadi sebuah model yang fleksibel dan lebih mudah dipahami.
b. Kompleksitas (Complexity)
AHP dapat memecahkan masalah yang kompleks melalui pendekatan sistem
dan integrasi secara deduktif.
c. Saling Ketergantungan (Inter Dependence)
AHP dapat digunakan pada elemen-elemen sistem yang saling bebas dan
tidak memerlukan hubungan linier.
d. Struktur Hirarki (Hierarchy Structuring)
AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung mengelompokkan elemen
sistem ke level atau tingkatan yang berbeda dari masing-masing tingkatan
yang berisi elemen serupa.
e. Pengukuran (Measurement)
AHP menyediakan skala pengukuran dan metode untuk mendapatkan
prioritas.
f. Konsistensi (Consistency)
AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam penilaian untuk
menentukan prioritas.
g. Sintesa (Synthesis)
AHP lebih mengarah kepada perkiraan keseluruhan mengenai seberapa
diinginkannya masing-masing alternatif.
h. Trade Off
AHP mempertimbangkan prioritas relative faktor-faktor pada sistem
sehingga orang mampu memilih pilihan terbaik berdasarkan tujuan.
i. Penilaian dan Konsensus (Judgement and Consensus)
AHP tidak mengharuskan adanya suatu consensus, tetapi menggabungkan
hasil penilaian yang berbeda.
18
j. Pengulangan Proses (Process Repetition)
AHP mampu membatu menyaring definisi dari suatu permasalahan dan
mengembangkan penilaian serta penilaian melalui proses pengulangan.
k. Ketergantungan AHP pada input utamanya
Input utama berupa persepsi seorang ahli sehingga dalam hal ini melibatkan
subjektifitas sang ahli. Selain itu model juga menjadi tidak berarti jika ahli
tersebut memberikan penilaian yang keliru.
l. Metode yang matematis
Metode AHP merupakan metode yang matematis tanpa pengujian secara
statistik, sehingga tidak memiliki batas kepercayaan dari kebenaran model
yang terbentuk.
1.5.2. Penelitian Sebelumnya
Purwanto (2013) meneliti tentang Pola, Hubungan, dan Arah Perkembangan
Minimarket di Kota Yogyakarta melalui analisis Statistik Spasial. Data yang
digunakan berupa data primer dan sekunder, data primer berupa data koordinat
minimarket sedangkan data sekunder berupa data dalam angka serta data spasial
yang berkaitan dengan parameter yang digunakan. Parameter yang digunakan
sebagai acuan dalam penelitian tersebut adalah jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk, penggunaan lahan, lebar jalan, jarak antar minimarket dari konsumen,
dan jarak antar minimarket. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta
distribusi pola persebaran minimarket di Kota Yogyakarta, analisis mengenai
agiahan minimarket terhadap parameter-parameter, dan rekomendasi lokasi
minimarket baru menggunakan metode analisis Statistik Spasial.
Nurdiansyah (2010) melakukan penelitian dengan judul Sistem Informasi
Geografis untuk Penentuan Lokasi SPBU Baru di Surabaya. Penelitian tersebut
berkonsentrasi pada metode yang digunakan yaitu Analitycal Hierarchy Process
atau metode AHP. Dilatarbeakangi oleh keberadaan SPBU yang semakin jamak di
kota Surabaya, maka peneliti berupaya membuat sebuah rekomendasi lokasi SPBU
baru agar pelayanannya lebih tepat dan strategis menggunakan metode tersebut.
Metode AHP digunakan karena merupakan salah satu metode dalam sistem
19
pengambilan keputusan yang mempertimbangkan beberapa kriteria alternatif.
Kriteria-kriteria yang digunakan peneliti antara lain jumlah penduduk, banyaknya
industri, banyaknya perumahan, jumlah SPBU kompetitor, tingkat kepadatan lalu
lintas, dan tingkat harga lahan setempat. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini
adalah rekomendasi lokasi SPBU baru di Kota Surabaya.
Yudianto (2002). Mengambil judul Anailis Pola Jangkauan ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan di Kota Depok, peneliti bertujuan untuk mengetahui pola
sebaran jangkauan wilayah permukiman ke fasilitas pelayanan kesehatan di Kota
Depok serta mengetahui biaya transportasi tiap penduduk dari permukiman menuju
fasilitas pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan untuk mengetahui pola
persebaran objek adalah metode analisis nearest-neighbour atau analisis tetangga
terdekat dengan pendekatan kuantitatif dan perhitungan matematis. Hasil dari
penelitian yang dilakukan berupa Peta Jaringan Jalan dan Distribusi Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Kota Depok, Peta Pola Jangkauan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Kota Depok, dan Peta Sebaran Wilayah Permukiman Menurut
Jangkauan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan di Kota Depok dengan klasifikasi
wilayah yang terbagi menjadi 5 (lima) yaitu sangat dekat, dekat, sedang, jauh, serta
sangat jauh.
Perbedaan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya di atas
dengan penelitian ini dituangkan dalam Tabel Keaslian Penelitian sebagai berikut.
20
Tabel 1.2. Tabel Keaslian Penelitian
No. Peneliti & Daerah Penelitian Tema Penelitian Kriteria Bahan Penelitian Metode Hasil Penelitian
1. Taufik Hery Purwanto (2013)
Kota Yogyakarta, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
Pola, Hubungan,
dan Arah
Perkembangan
Minimarket di Kota
Yogyakarta melalui
analisis Statistik
Spasial.
Jumlah penduduk,
kepadatan
penduduk,
penggunaan
lahan, lebar jalan,
jarak antar
minimarket dari
konsumen, dan
jarak antar
minimarket
Peta administrasi,
data penduduk,
citra Quickbird
liputan Kota
Yogyakarta
Plotting
koordinat
minimarket
menggunakan
GPS beserta
atributnya.
Analisis
dilakukan
dengan metode
analisis statistik
spasial
Peta distribusi pola
persebaran minimarket
di Kota Yogyakarta,
analisis mengenai
agihan minimarket
terhadap setiap
parameter, dan
rekomendasi lokasi
minimarket baru.
2. Mokhamad Nurdiansyah
(2010)
Kota Surabaya, Provinsi Jawa
Timur
Sistem Informasi
Geografis untuk
Penentuan Lokasi
SPBU Baru di
Surabaya.
Jumlah penduduk,
banyaknya
industri,
banyaknya
perumahan,
jumlah SPBU
Peta administrasi,
peta jaringan
jalan, data
perumahan, data
SPBU eksisting,
dan data
Menggunakan
metode AHP.
Data spasial
yang telah
didigitasi
digunakan
Aplikasi/program
untuk memberikan
rekomendasi lokasi
SPBU baru di Kota
Surabaya.
21
kompetitor,
tingkat kepadatan
lalu lintas, dan
tingkat harga
lahan setempat.
pendukung
lainnya
sebagai input
database dalam
pembuatan
program/aplikasi
3. Yudianto (2002)
Kota Depok, Provinsi Jawa
Barat
Analisis Pola
Jangkauan ke
Fasilitas Pelayanan
Kesehatan di Kota
Depok
Jaringan jalan,
lokasi fasilitas
pelayanan
kesehatan, dan
permukiman
Peta administrasi,
peta jaringan
jalan, peta lokasi
fasilitas pelayanan
kesehatan, dan
peta penggunaan
lahan
Menggunakan
metode analisis
tetangga
terdekat
(nearest-
neighbour
analysis) dan
menggunakan
pendekatan
kuantitatif
dengan
perhitungan
matematis untuk
mendapatkan
Peta jaringan jalan dan
distribusi fasilitas
kesehatan, peta pola
jangkauan fasilitas
kesehatan, dan peta
sebaran wilayah
permukiman menurut
jangkauan ke fasilitas
kesehatan di Kota
Depok dengan 5
klasifikasi yaitu sangat
dekat, dekat, sedang,
jauh, serta sangat jauh
22
pola jangkauan
ke fasilitas
kesehatan
4. Merieana Mahanani (2014)
Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah
Penentuan Lokasi
Puskesmas Baru
Menggunakan
Analitycal
Hierarchy Process
studi kasus
Kabupaten
Kebumen
Kepadatan
penduduk,
penggunaan
lahan, lebar jalan,
jarak Puskesmas
ke permukiman,
dan jarak antar
Puskesmas.
Peta administrasi,
citra Quickbird,
dan data
penduduk.
Interpretasi citra
untuk
mengetahui
penggunaan
lahan
permukiman.
Perhitungan dan
analisis setiap
kriteria
dilakukan
dengan metode
AHP.
Peta sebaran
Puskesmas di
Kabupaten Kebumen
tahun 2014 dan Peta
Kecocokan lokasi
Puskesmas Baru di
Kabupaten Kebumen
tahun 2014.
23
1.6. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian
pertama kerangka pemikiran dan bagian kedua mengenai diagram alir kerangka
pemikiran yang akan dijabarkan sebagai berikut.
1.6.1. Kerangka Pemikiran
Keberadaan sarana kesehatan khususnya puskesmas di sebuah wilayah
kabupaten merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Penelitian yang bertemakan penentuan lokasi baru
untuk sarana kesehatan khususnya puskesmas ini menggunakan data hasil digitasi
peta dasar disertai pengamatan langsung di lapangan. Parameter-parameter yang
digunakan diperoleh dari peta dasar yang dilakukan dengan cara digitasi on screen,
dengan parameter berupa: lebar jalan, jarak puskesmas dari permukiman, dan jarak
antar puskesmas. Interpretasi citra juga dilakukan untuk memperoleh data
penggunaan lahan terbaru di wilayah kajian. Sementara parameter berupa jumlah
penduduk dan kepadatan penduduk didapatkan dari data dalam angka atau data
sekunder. Pengamatan di lapangan dilakukan dengan cara sensus untuk mengetahui
sebaran lokasi puskesmas yang nantinya akan dipetakan.
Parameter yang dikumpulkan baik dari digitasi peta dasar maupun data dalam
angka memiliki pengaruh terhadap penentuan lokasi puskesmas. Jumlah penduduk
dan kepadatan penduduk terkait dengan penyebaran penyakit dari rumah satu ke
rumah yang lainnya. Asumsinya, semakin padat penduduknya maka ketika salah
satu penghuninya sakit akan dengan mudah menular ke penghuni yang lain, dengan
demikian tentunya akan membutuhkan sarana kesehatan terdekat yaitu puskesmas
untuk segera memperoleh pengobatan. Lebar jalan atau kelas jalan terkait dengan
kemudahan untuk mencapai lokasi puskesmas. Semakin tinggi kelas jalan, maka
akan semakin mudah untuk mencapai lokasi puskesmas.
Jarak antara puskesmas dengan permukiman terkait dengan keterjangkauan
masyarakat dengan puskesmas di area tempat tinggalnya. Semakin dekat dengan
permukiman, maka jangkauan pelayanan puskesmas tersebut akan semakin baik.
24
Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Jarak antar puskesmas terkait dengan ketersediaan dan kebutuhan sarana kesehatan
di area kajian. Semakin jauh jarak antar puskesmas, maka diasumsikan area tersebut
membutuhkan tambahan unit puskesmas. Sementara penggunaan lahan terkait
dengan fungsi lahan yang ada saat ini. Puskesmas erat kaitannya dengan penduduk,
asumsinya terletak di area permukiman, sehingga penentuan lokasi puskesmas yang
baru tidak mungkin berada jauh dari area permukiman.
Berbagai metode dalam visualisasi dan analisis menggunakan Kartografi dan
Sistem Informasi Geografis telah banyak bermunculan seiring berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi sebagai alternatif dalam mendapatkan informasi yang
berkaitan dengan DSS (Decision Support System). Metode Analytycal Hierarchy
Process (AHP) merupakan salah satu metode yang kerap digunakan dalam DSS
karena memiliki beberapa keunggulan dalam analisis dan proses perhitungannya
dibandingkan dengan metode lain. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dalam
menentukan lokasi baru objek fasilitas kesehatan digunakanlah metode AHP
tersebut.
1.6.2. Diagram Alir Kerangka Pemikiran