BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Menurut Bruce J Cohen (1962), gerakan sosial adalah aksi yang dilakukan
sekelompok individu yang terorganisir untuk mengubah ataupun mempertahankan
unsur tertentu dari masyarakat yang lebih luas. Keberadaan media baru1
,
memungkinkan masyarakat untuk berkontribusi dalam gerakan sosial dari belakang
layar komputer atau melalui ponsel pintar mereka. Luasnya cakupan serta cepatnya
sebaran informasi adalah kelebihan yang diperoleh dari keberadaan media baru
(melalui situs ataupun media sosial). Seorang netizen memiliki akses untuk
melakukan perubahan dengan mengajukan petisi daring melalui Change.org,
menyuarakan opini dan propaganda melalui Youtube, Twitter, dan Blog, bahkan
mengorganisir aksi kudeta melalui Skype. Fenomena Arab Spring2 di Mesir pada
2010 hingga 2011 lalu membuktikan bahwa media baru (melalui media sosial)
memiliki andil besar sebagai media komunikasi dalam menyuarakan suara
masyarakat, bahkan hingga pengkoordinasian aksi kudeta pemerintahan.
Di Indonesia, gerakan sosial mulai banyak bermunculan melalui wadah
media baru, salah satunya adalah gerakan #savemaster yang aktif pada 2013.
Gerakan ini merupakan aksi reaktif dari kebijakan Pemerintah Kota Depok yang
berencana untuk merevitalisasi wilayah Terminal Terpadu Kota Depok dan
sekitarnya dalam rangka pembangunan apartemen dengan PT Andyka Investa
1 Media baru adalah istilah yang dimaksudkan untuk mencakup kemunculan media digital, komputer, atau jaringan teknologi informasi dan komunikasi. Biasanya berhubungan dengan Internet. Terminologi ini akan dijelaskan secara lebih mendalam di Subbab 1. 5. 1 penelitian ini mengenai konsepsi media baru. 2 Arab Spring adalah terminologi mengenai kebangkitan dunia arab yang terjadi melalui gelombang revolusi dan protes pada 18 Desember 2010 hingga 25 Januari 2011 . Dalam aksi ini, media sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, dan Skype memiliki andil besar dalam proses propaganda (seperti munculnya akun provokatif “We Are All Khaled Said” di Facebook) hingga pengkoordinasian gerakan yang dilakukan oleh para aktivis.
2
sebagai pengembang. Rencana ini menjadi masalah ketika Sekolah Masjid Terminal
(Sekolah Master), sebuah sekolah gratis untuk anak jalanan yang telah berdiri sejak
tahun 2000 dan juga bertempat di sebagian wilayah Terminal Terpadu Kota Depok
ini, terancam mengalami penggusuran karena sebagian lahannya (seluas 2000 meter
persegi) akan digunakan untuk kepentingan revitalisasi terminal. Situasi ini
menggerakkan hati kelompok – kelompok pemuda Kota Depok dalam wadah
organisasi seperti BEM UI, BEM Gunadarma, dan beberapa organisasi masyarakat,
untuk berkolaborasi dalam mempertahankan keberadaan Sekolah Masjid Terminal
dan mencegah penggusuran tersebut terjadi. Mereka memutuskan untuk membuat
sebuah gerakan kampanye cyber yang disebut dengan #Savemaster.
Sesuai dengan namanya, tujuan utama kampanye #savemaster adalah
―menyelamatkan‖ eksistensi fisik Sekolah Masjid Terminal. Untuk mencapai tujuan
tersebut, #Savemaster berusaha memberikan awareness kepada masyarakat
mengenai keberadaan dan kondisi Sekolah Masjid Terminal serta mengajak mereka
untuk ikut berkontribusi dalam pembentukan isu dan atau memberikan bantuan
secara finansial dengan memanfaatkan crowdfunding platform. Bentuk taktik
kampanye yang dilakukan oleh kampanye #savemaster antara lain buzzing mengenai
isu penggusuran Sekolah Masjid Terminal melalui media sosial yang sedang banyak
digunakan pada saat itu (Twitter, Youtube, Change), advokasi dengan Pemerintah
Kota Depok, serta pelaksanaan crowdfunding untuk pendanaan pembangunan
Sekolah Master melalui situs kitabisa.com. Pada awalnya #savemaster lebih banyak
memanfaatkan Twitter sebagai media buzzing melalui tagar Savemaster. Hingga
pada akhirnya click-activism yang dilakukan oleh tim #savemaster dan
pendukungnya ini mampu menarik perhatian media – media konvensional seperti
televisi, dan koran. Seiring berkembangnya kegiatan kampanye, #savemaster mulai
fokus dalam pelaksanaan aktivitas crowdfunding, sehingga media baru yang
digunakan pun bertambah seperti memanfaatkan kitabisa.com sebagai situs
crowdfunding. Pada akhir 2013, melalui aktivitas crowdfunding, #SaveMaster
berhasil mengumpulkan dana sebesar 137.091.557 IDR dari target sebesar
3
100.000.000 IDR3.
#Savemaster adalah salah satu bentuk kampanye di Indonesia yang
mengaplikasikan konsep crowdfunding dalam pendanaan proyek mereka.
Crowdfunding merupakan salah satu konsep kampanye penggalangan dana massal
yang biasanya dilakukan melalui internet dan telah sukses mendanai berbagai proyek
filantropis maupun komersil di Amerika. Berbeda dengan konsep sumbangan yang
dilakukan secara cuma - cuma, dalam konsep crowdfunding, para backer4 yang ikut
serta dalam kampanye, akan mendapatkan reward atau imbalan khusus sesuai
dengan besaran donasi yang diberikan. Dalam konsep crowdfunding ini, biasanya
pencari dana menjelaskan daftar besaran uang yang bisa didonasikan, beserta
imbalan atau investasi yang akan didapat. The Crowdfunding Industry Report
(2013) menyebutkan bahwa industri crowdfunding di Amerika secara keseluruhan
jumlahnya telah mencapai 2,7 miliar dollar di tahun 2012, dan 5,1 miliar dollar di
tahun 2013, dengan jumlah kampanye kurang lebih sebanyak satu juta. Fenomena
ini membuktikan bahwa media baru memiliki potensi yang besar sebagai media
penghubung antara pihak yang memiliki sumber daya, dengan pihak yang memiliki
inisiatif sosial namun kurang memiliki sumber daya. Netizen dapat memanfaatkan
potensi media baru untuk menggerakan kampanye crowdfunding dalam pendanaan
gerakan sosial, seperti pembangunan sekolah, perpustakaan, pemberian bantuan dana
kesehatan dan lain sebagainya.
Crowdfunding terinspirasi dari crowdsourcing, yang menjelaskan tentang
kerjasama kolektif, perhatian dan kepercayaan dari orang – orang yang terhubung
dan mengumpulkan uang mereka bersama - sama, biasanya melalui internet, dengan
maksud untuk mendukung usaha yang diinisiasikan oleh kelompok atau organisasi.
Crowdfunding dilakukan untuk berbagai macam tujuan, dari pemulihan bencana,
3 Sumber data berasal dari rilis kampanye #SaveMaster yang bisa diakses melalui : http://kitabisa.com/kisah-sukses/139/momentum-pergerakan-savemaster 4 Menurut Cambridge Essential English Dictionary, backer adalah terminologi yang menjelaskan mengenai seseorang yang memberikan dukungan finansial kepada suatu hal. Istilah backer banyak digunakan di dunia crowdfunding untuk menyebut seseorang yang memberikan uangnya kepada sebuah proyek crowdfunding.
4
jurnalisme warga, para seniman yang mencari dukungan dari fans, hingga untuk
kampanye politik.
Perkembangan Crowdfunding sudah cukup pesat di Amerika.
www.indiegogo.com, www.gofundme.com atau www.kickstarter.com adalah
beberapa situs crowdfunding bonafid yang bermarkas di negeri paman sam
(www.crowdsourcing.com menyebutkan bahwa terdapat 995 situs crowdfunding
yang aktif di Amerika) dan telah sukses menyukseskan proyek – proyek di berbagai
bidang (kesehatan, hiburan, seni, pendidikan, proyek komersil dsb). ―Help the
Wasylk/Springer Families‖5 misalnya, sebuah proyek crowdfunding yang ditujukan
untuk pendanaan proses persalinan bayi keluarga Wasylk dan Springer, berhasil
mengumpulkan donasi sebanyak 72.535 USD melalui www.gofundme.com. Tidak
hanya di bidang sosial, bentuk penggalangan dana melalui media baru ini juga
cukup menjanjikan dalam pendanaan proyek komersil. Pada Juli 2013, Digital
Happines, perusahaan game asal Indonesia bekerja sama dengan
www.indiegogo.com dalam pengumpulan dana untuk proyek game mereka yang
berjudul Dread Out. Melalui www.indiegogo.com, Digital Happines berhasil
mengumpulkan donasi sebesar 30.000 USD. Ironisnya, sebagai perusahaan dalam
negeri, Digital Happines justru malah bekerjasama dengan web dari luar Indonesia
untuk mendanai media proyek game mereka. Konsep crowdfunding memang masih
sangat baru dan belum terlalu populer di Indonesia, namun geliatnya sudah cukup
terlihat.
Di Indonesia, cikal bakal konsep crowdfunding sebenarnya sudah lama
berkembang melalui istilah patungan. Prinsip crowdfunding pada dasarnya cukup
mirip dengan konsep patungan, yaitu pengumpulan dana secara massal, namun
perbedaannya, dalam kampanye crowdfunding, sebagian besar dilakukan melalui
internet. Selain itu, para backer yang ikut serta dalam kampanye crowdfunding juga
akan mendapatkan reward dan investasi dari proyek yang dijalankan, sesuai dengan
perjanjian yang telah disepakati. Jika dibandingkan dengan Amerika yang memiliki
995 situs, di Indonesia hanya terdapat empat situs crowdfunding. Crowdfunding
5 Bisa dilihat melalui situs resmi Gofundme untuk kampanye Help the Wasylk/Springer Families : http://www.gofundme.com/gbgv74
5
mulai lahir di Indonesia dengan kemunculan www.patungan.net, kemudian disusul
oleh www.crowdtivate.com, wujudkan.com dan www.kitabisa.com. kitabisa.com
dibawah lembaga sosial Rumah Perubahan, muncul sebagai website penggalangan
dana yang bergerak dalam pendanaan proyek – proyek sosial (ada empat kategori
utama di situs kitabisa.com, yakni kreatif, sosial, teknologi, dan usaha kecil
menengah (UKM)) salah satunya adalah proyek #SaveMaster.
Dalam penelitian kali ini juga, peneliti melihat fenomena pelaksanaan
kampanye #savemaster dan keberadaan media baru (dalam bentuk crowdfunding
platform) melalui kacamata cyberactivism yang di dalamnya terdapat konsep media
alternatif. Media alternatif merupakan sebuah konsep media yang menjadi opsi
alternatif bagi gerakan sosial dan aktivisme yang tidak mendapat dukungan media
arus utama atau mendapatkan hambatan dari pemerintah dalam menyampaikan
aspirasi mereka kepada target kampanye. Dalam penelitian ini, peneliti melihat
bahwa media baru berperan sebagai media alternatif dalam sebuah gerakan sosial
karena memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh media arus utama seperti
menembus batasan – batasan tradisional dalam pendistribusian pesan (gatekeeping),
minimnya regulasi, dan transparansi informasi.
Melihat besarnya potensi media baru sebagai media alternatif dan sarana
jalannya gerakan sosial, beserta jumlah pengguna Internet di Indonesia yang masif6,
pemanfaatan media baru (crowdfunding platform) di Indonesia memiliki dampak
yang besar dan menarik untuk diteliti. Kampanye #SaveMaster, salah satu gerakan
sosial melalui media baru, terbukti cukup sukses dalam melakukan perubahan sosial.
Suksesnya #savemaster ditandai dengan terkumpulnya dana 137 juta Rupiah untuk
pembangunan bangunan sekolah Master dan dibatalkannya tindakan penggusuran
Sekolah Masjid Terminal yang rencananya akan dilakukan untuk kepentingan
revitalisasi Terminal Kota Depok oleh Pemerintah Kota Depok pada 2013. Selain
itu, pemanfaatan konsep crowdfunding platform yang dijalankan oleh #savemaster
6Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan bahwa pengguna Internet di Indonesia mencapai 82 Juta orang, terhitung sejak 8 Mei 2014 kemarin. Info selengkapnya bisa dilihat melalui http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna+Internet+di+Indonesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker
6
ternyata tidak hanya berdampak pada terkumpulnya dana saja, tetapi juga pada
meningkatnya awareness masyarakat mengenai Sekolah Master dan kondisi yang
sedang dialami sekolah tersebut. Keikutsertaan masyarakat inilah yang memberikan
tekanan pada pemangku kebijakan, sehingga rencana penggusuran Sekolah Masjid
Terminal dibatalkan oleh pemerintah pada 2013 lalu.
1. 2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah pelaksanaan kampanye #savemaster melalui pemanfaatan
crowdfunding platform?
1. 3 Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan kampanye #savemaster melalui pemanfaatan crowdfunding platform.
1. 4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat secara akademis
maupun praktis.
a. Manfaat akademis: Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian
akademis Jurusan Ilmu Komunikasi dalam diskursus mengenai potensi
keberadaan media baru dan pemanfaatannya.
b. Manfaat praktis : Memberikan pengenalan dan gambaran yang lebih luas
kepada masyarakat mengenai peran media baru dalam sebuah
penggalangan dana untuk kampanye sosial. Penelitian ini juga nantinya
akan memberikan pengetahuan mengenai kekurangan, kelebihan dan
faktor – faktor penghambat kampanye crowdfunding yang dilakukan
melalui media baru.
7
1. 5 Kerangka Pemikiran
Dalam subbab kali ini peneliti akan membahas mengenai empat konsep yang akan
menjadi pembahasan pokok peneliti dalam penelitian kali ini, yaitu media baru,
gerakan sosial, cyberactivism dan crowdfunding.
1. 5. 1 Media Baru
Terdapat berbagai diskursus mengenai definisi dari terminologi ―media baru‖.
Sayangnya, berbagai wacana yang ada masih belum sepenuhnya belang dalam
membedakan makna ―baru‖ dan ―lama‖ di dalam konsep media komunikasi. Eugine
Siapera (2012) dalam bukunya Understanding New Media mengatakan bahwa belum
ada elaborasi yang dapat menunjukkan perbedaan antara konsep media baru dengan
media lama terlepas dari perbedaan umur keduanya. Kegagalan para ilmuwan dalam
memberikan batasan – batasan definitif secara spesifik, membuat kita akhirnya
secara sembarang menyuntikkan atribut – atribut teknologis seperti “digital”,
―internet‖, ―daring‖ dan lain sebagainya. Hal ini menjadikan kurang dalamnya kita
dalam memahami konsep media baru itu sendiri.
Membicarakan mengenai konsep media baru, Lev Manovic (2001) dalam
bukunya, The Language of New Media, menjelaskan bahwa atribut ―internet‖ dan
―digital‖ porsinya hanyalah sebagian dan belum dapat menjelaskan secara utuh
konsepsi media baru itu sendiri. Lev Manovic lebih melihat media baru sebagai hasil
dari penggabungan antara logika komputasi dengan logika keilmuan komunikasi di
dalam sebuah konsep ―media‖. Menurutnya, kombinasi dari dua bidang keilmuan
inilah yang mampu memberikan ―keunikan‖ atau ―keistimewaan‖ pada konsep
media dan pada akhirnya membentuk karakter media baru. Namun sebelum
membahas mengenai konvergensi media dan teknologi digital, alangkah baiknya
apabila kita memahami sedikit mengenai konsepsi ―media‖ itu sendiri.
1. 5. 1. 1 Media Menurut Marshall McLuhan
Marshall McLuhan (1964) dalam bukunya yang berjudul Understanding
Media, memperkenalkan teori dasar dari media yaitu; “medium is the
8
message”. Menurut pandangan McLuhan, keberadaan medium sebagai
pengantar konten pesan, lebih penting perannya dibandingkan konten yang
dibawa oleh medium tersebut. Ia menjelaskan bahwa media memiliki peran
yang lebih luas ketimbang konten pesan itu sendiri karena sangat
berpengaruh secara sistemik terhadap aspek kehidupan yang lebih luas.
Sebagai contoh, televisi merupakan media yang mampu membawa konten
pesan (dalam bentuk audio visual) kepada masyarakat. McLuhan melihat
bahwa televisi sebagai media, memiliki peran yang lebih luas ketimbang
pesan yang ia bawa karena keberadaanya yang vital bagi perkembangan
kehidupan manusia dari segi psikologi, ekonomi, sains, politik, filsafat dan
lain sebagainya. Menurutnya, dalam memahami media, manusia terlalu fokus
pada hal – hal nyata yang mereka hadapi saat itu (pesan) ketimbang
konsekuensi selanjutnya dari keberadaan media yang membawa pesan
tersebut (perubahan perilaku manusia, perkembangan peradaban dsb).
McLuhan juga menjelaskan mengenai betapa krusialnya peran media
bagi manusia melalui teori „extension‟ dan „amputation. Ia menjelaskan
bahwa segala bentuk media komunikasi, dari kertas hingga komputer,
merupakan ‗perpanjangan‘ dari fungsi human element yang digunakan untuk
berkomunikasi karena mampu memangkas keterbatasan jarak dan waktu
yang sebelumnya menghambat proses komunikasi manusia. Media
menjadikan seseorang untuk bisa berkomunikasi secara interaktif dengan
rekannya yang berada di belahan dunia lain, misalnya melalui bantuan
telefon. Atau seseorang yang berada di Indonesia, dapat mengetahui kabar
yang terjadi di Timur Tengah karena bantuan televisi dan surat kabar. Media
disebut sebagai perpanjangan manusia karena secara metaforis mampu
‗memangkas‘ batasan ‗jarak dan waktu‘ dalam hal produksi, proses dan
distribusi pesan.
Namun sebaliknya, keberadaan media juga dapat ‗memangkas‘
human element manusia yang lain dalam proses komunikasi. Sebagai contoh,
keberadaan surat dan telepon di satu sisi memberikan kemudahan bagi
manusia untuk dapat berkomunikasi dengan jangkauan yang lebih luas,
9
namun di sisi lain, keunikan tersebut memangkas keunikan lain dari elemen
komunikasi antar manusia, yaitu ‗interaksi tatap muka‘.
Dua teori McLuhan ini ingin menjelaskan bahwa kebedaraan media
dan teknologi memberikan pengaruh yang sangat besar bagi aspek – aspek
kehidupan manusia (sosiologi, ekonomi, politik, dsb), diawali dari media apa
yang mereka gunakan dan bagaimana mereka menggunakan media tersebut.
1. 5. 1. 2 Media, Digital dan Distribusi Pesan
Konvergensi antara konsep media dan teknologi dimulai dari munculnya
penemuan – penemuan besar yang berpengaruh pada proses komunikasi
manusia. Diawali dengan kemunculan mesin cetak oleh Gutenberg pada
abad ke-15, media telekomunikasi seperti telepon di abad 19, hingga
kemunculan dan perkembangan internet di abad 20 dan 21. Schement dan
Curtis (1995) menjelaskan bahwa terdapat tiga pengklasifikasian konvergensi
media dan teknologi, antara lain konseptual (tulisan), perangkat dan
penyimpanan (kertas dan mesin cetak), hingga distribusi pesan (komputer
dan satelit). Dalam bukunya yang berjudul The Language of New Media,
Lev Manovic (2001) menjelaskan bahwa batasan spesifik secara definitif
yang mampu membedakan antara media baru dan lama adalah atribut yang
digunakan dalam proses distribusi pesan, bukan pada proses produksi pesan.
Menurutnya, sebuah media dapat dikatakan sebagai media baru apabila pesan
yang telah diproduksi, didistribusikan oleh media tersebut melalui komputasi
digital. Sedangkan produk pesan yang didistribusikan secara analog, masuk
ke dalam kategori media lama. Sebagai contoh sederhana — pemutar kaset
musik merupakan media lama karena distribusi pesan yang terjadi dari pita
kaset (komunikator, pesan, sekaligus media) ke pendengar (komunikan) tidak
dilakukan secara digital. Sedangkan Soundcloud atau Spotify merupakan
media baru, karena proses distribusi pesan ke komunikan, dilakukan secara
digital (streaming).
Meskipun secara spesifik mampu memberikan batasan definitif antara
media baru dan lama, argumen ini menurut Manovic memiliki tiga
10
kelemahan. Pertama, argumen ini harus diperbaharui seiring perkembangan
zaman. Hal ini dikarenakan, semakin banyak atribut media yang
menggunakan proses digitalisasi dalam mendistribusikan pesan. Sebagai
contoh, habitus menonton film yang dulu lebih banyak menggunakan
seluloid, kini berevolusi dalam bentuk streaming, atau habitus membaca yang
dulu menggunakan buku secara fisik, sekarang sudah melalui dunia maya
dalam bentuk e-book. Kedua, seiring perkembangan zaman, begitu banyak
bentuk atribut media yang akan mengalami digitalisasi sehingga definisi
media baru akan kembali tidak spesifik. Dengan menggunakan definisi ini,
nantinya semua media komunikasi akan masuk ke dalam kategori media
baru. Ketiga, definisi ini terlalu dangkal, karena tidak membahas mengenai
dampak yang terjadi dari adanya komputasi dan digitalisasi dalam proses
distribusi pesan di kehidupan masyarakat (society). Perlu pembahasan
selanjutnya mengenai implikasi antara media, teknologi digital dan
masyarakat sebagai aktor pengguna media, untuk dapat mendefiniskan
konsep media baru secara lebih mendalam.
Mengenai wacana konvergensi media dan teknologi komputer, peneliti
melihat bahwa beberapa atribut teknologis seperti internet, daring, dan
digital, dapat digunakan sebagai sarana untuk ―menyebut‖ terminologi media
baru, namun belum mencukupi untuk mampu ―menjelaskan‖ secara lebih
mendalam apa itu media baru. Mengikuti pedoman Lev Manovic, konsepsi
media baru akan lebih matang apabila terdapat wacana masyarakat
didalamnya. Adanya kata kunci ―masyarakat‖, membawa kita untuk dapat
melihat bahwa media baru tidak hanya berurusan dengan ―teknologi
komunikasi‖ saja, namun juga aspek – aspek sosial masyarakat seperti aspek
sosiologis, psikologis, ekonomi dan politik. Perkembangan teknologi
memberikan pengaruh paling besar pada perkembangan komunikasi massa,
yang pada akhirnya juga memberikan dampak perubahan bagi kehidupan
sosial serta ekonomi. Hal ini cukup beralasan, dikarenakan perkembangan
kehidupan masyarakat (society), dipengaruhi oleh tingginya kompleksitas
jaringan komunikasi yang terjalin.
11
1. 5. 1. 3 Media, Teknologi dan Masyarakat
Perkembangan budaya menulis dari media batu ke papyrus pada ribuan tahun
sebelum masehi, menyebabkan perubahan kekuasaan dari priyayi ke
kalangan agawaman. Budaya tulis menulis juga mampu menciptakan institusi
pemerintahan dan sistem administrasi yang kuat pada era kekuasan Romawi.
Selain itu, teknologi komunikasi juga berpengaruh pada perkembangan cara
berpikir manusia dan kemunculan ideologi. Menurut Gouldner, kemunculan
kertas dan teknologi cetak, menstimulus munculnya interpretasi, pemikiran
dan ide – ide mengenai fenomena kehidupan. Mesin cetak berperan sebagai
penghasil media penyimpanan dan distribusi pesan (buku dan koran) yang
berisi pemikiran – pemikiran dalam bidang filsafat, politik, sosiologi dan lain
sebagainya, sehingga dapat dengan mudah dikonsumsi oleh banyak orang.
Tentu saja, konvergensi antara media dan teknologi komputer, memiliki
pengaruh yang besar terhadap perkembangan kehidupan manusia.
Implikasi antara media, teknologi dan masyarakat menimbulkan
pertanyaan baru—bagaimanakah konvergensi media dan teknologi
memberikan pengaruh terhadap pembentukan perilaku dan kehidupan
masyarakat? Atau sebaliknya, bagaimanakah individu atau kelompok
masyarakat menggunakan, memproduksi dan memanfaatkan media dan
teknologi tersebut. Untuk memahami lebih dalam mengenai media baru dari
sudut pandang keilmuan komunikasi, peneliti memilih untuk tidak
memfokuskan diri pada aspek mekanis dan teknis dari cara kerja teknologi
dan media, namun lebih kepada arti penting dari keberadaan media baru, dan
bagaimana peran mereka bagi kehidupan masyarakat.
Media baru memiliki peran yang sangat besar salah satunya dalam
aspek sosial politik yang terjadi di era modern. Fenomena Arab Spring
membuktikan bahwa media baru memiliki kekuatan dalam proses mobilisasi
massa melalui distribusi pesan dengan teknologi digital. Kondisi media
massa konvensional yang dikontrol penuh oleh pemerintah, membuat para
aktivis pergerakan memanfaatkan media sosial yang sedang populer pada saat
itu seperti Facebook dan Twitter untuk mengangkat isu dan memobilisasi
12
massa. Diskusi dan perdebatan mengenai kondisi sosial, ekonomi dan politik
dunia arab (Mesir, Tunisia dan Libya) pada saat itu, bermunculan melalui
distribusi pesan di media sosial yang dilakukan oleh kelompok – kelompok
akar rumput (grassroot). Masyarakat sipil merekam peristiwa demonstrasi
dan situasi peperangan yang terjadi melalui ponsel pintar mereka dan
mengunggahnya dalam bentuk foto dan video di Facebook, Twitter maupun
Youtube. Perilaku masyarakat arab terhadap media baru ini membuat isu
demonstrasi besar – besaran di beberapa negara arab menyebar ke seluruh
dunia, dan menarik perhatian media konvensional seperti Al – Jazeera untuk
mau meliput pergerakan mereka. Melalui fenomena Arab Spring pada 2010
lalu, kita dapat melihat bahwa media baru merupakan ‗media alternatif‘ yang
dapat disentuh secara aktif oleh masyarakat karena sifatnya yang minim
regulasi dan dapat digunakan secara pribadi namun memiliki jangkauan yang
masif. Di era media baru, individu dapat menjadi jurnalis independen.
1. 5. 1. 4 Media, Teknologi Digital dan Komunikasi Massa
Keberadaan media baru mendobrak batas – batas yang tidak dapat dijangkau
oleh konsepsi komunikasi massa sebelumnya. Berbeda dengan konsep
komunikasi massa di dalam lingkup media lama (koran, televisi, radio) yang
memiliki banyak hambatan misalnya dalam bentuk regulasi (filter dan
gatekeeping), politik, dan birokrasi dalam mendistribusikan pesan, media
baru menawarkan distribusi pesan yang minim regulasi. Hal ini memudahkan
individu untuk dapat menyebarkan pesan individualnya ke ruang lingkup
massa tanpa regulasi yang rumit. Marika Luders dalam bukunya,
Conceptualizing Personal Media, menyebutkan bahwa media baru
merupakan ‗personalisasi media massa‘. Media baru seakan akan berperan
seperti ‗media massa‘ yang personal, layaknya surat kabar, atau stasiun
televisi milik pribadi yang mampu mendistribusikan pesan dengan audiens
yang masif. Hari ini, individu dapat melakukan komunikasi massa dan
interpersonal melalui satu medium, yaitu media baru.
13
1. 5. 1. 5 Pola Komunikasi Media Baru
Di dalam penggunaan media baru, terdapat empat bentuk pola komunikasi
yang dapat terjadi. Empat bentuk pola komunikasi tersebut dimulai dari tahap
dimana pertukaran informasi masih terjadi dalam bentuk satu arah (one way
communication), hingga pada tahap komunikasi secara dua arah atau
interaktif (two ways communication). Bordewijk dan Kaam menjelaskan pola
komunikasi media baru ini ke dalam empat term unik, yaitu allocation,
consultation, registration dan conversation.
Pola komunikasi media baru di tahap pertama adalah allucation.
Dalam tahap allucation, media baru berperan layaknya media konvensional
seperti televisi dan koran, dimana informasi yang ada hanya mengalir satu
arah, dari komunikator kepada komunikan massal, tanpa adanya feedback
dari komunikan. Pola komunikasi seperti ini dapat terjadi ketika komunikator
tidak mengizinkan komunikan untuk membalas pesan kepada komunikator.
Misalnya, sebuah akun Youtube menonaktifkan fitur comment dan like di
video yang ia unggah, sehingga komunikan tidak dapat menuliskan
komentarnya atau mengekspresikan pesan simbolisnya melalui tombol like
atau dislike di video tersebut. Tindakan ini menjadikan pesan hanya dapat
mengalir dari komunikator, dan komunikan hanya dapat mengkonsumsi
pesan tanpa dapat membalas pesan tersebut di wadah media baru yang
sedang digunakan. Pola komunikasi ini biasanya terjadi dalam bentuk one to
many communication atau komunikasi yang dilakukan dari satu individu
kepada kelompok.
Selanjutnya pola kedua di dalam empat bentuk pola komunikasi
media baru adalah consultation, sebuah pola komunikasi dimana terdapat
satu sumber informasi yang dapat diakses oleh banyak konsumen. Di tahap
consultation ini, komunikasi yang dilakukan melalui media baru telah
melalui proses penyaringan informasi. Komunikan memiliki kemampuan
dalam menyeleksi informasi yang mereka terima. Meskipun tidak memiliki
kemampuan untuk membalas pesan, konsumen memiliki kontrol penuh
dalam memilih dan menyaring (filter) pesan apa saja yang ingin mereka
14
konsumsi.
Tahap ketiga adalah registration. Registration adalah kebalikan dari
pola komunikasi consultation dimana para netizen berperan sebagai
penyampai informasi kepada satu penerima pesan. Pola registration ini dapat
ditemukan dalam aktivitas polling dan survey yang dilakukan perusahaan
atau pemerintah melalui medium media baru.
Terakhir adalah pola komunikasi media baru secara interaktif yang
disebut dengan conversation. Dalam pola komunikasi ini telah terjadi
aktivitas komunikasi dua arah yang ditandakan dengan adanya feedback
terhadap pesan komunikasi yang diberikan. Bisa terjadi dalam bentuk one to
one communication, one to many communication dan many to many
communication. Pola komunikasi ini dapat ditemukan di berbagai aktivitas
media sosial seperti Twitter atau surel, dimana para akun dapat saling
berkomunikasi secara dialogis melalui fitur reply. Media sosial baru seperti
Periscope atau Google Hangout juga menciptakan fenomena baru dalam pola
komunikasi media baru, dimana komunikator utama dapat membalas
komentar tulisan yang diberikan oleh para netizen, secara audio visual
melalui video yang dipublikasikan secara real time. Menurut kategori waktu,
pola komunikasi media baru jenis conversation ini merupakan synchronous
communication, dimana komunikan dan komunikator melakukan aktivitas
komunikasi dalam waktu yang bersamaan.
15
1. 5. 1. 5. 1 Integrasi Pola Komunikasi
Bagan 1. 1 : Tipologi lalu lintas informasi. Tanda panah menggambarkan
distribusi informasi dari allucation ke consultation atau conversation.
(Sumber : McQuail, 2005 : 127)
Media baru memiliki kemampuan untuk dapat mencakup keempat pola
komunikasi yang dijelaskan sebelumnya. McQuail (2005) dalam bukunya,
Understanding New Media mengatakan bahwa di dalam media baru, pola
komunikasi allucation dapat berintegrasi dengan conversation atau
consultation. Menurutnya, pola komunikasi allucation di media baru
memiliki bentuk yang baru juga karena audiens di dalamnya merupakan
konsumen yang tersegmentasi—memiliki ketertarikan dengan subjek
(conversation) dan memiliki otoritas untuk memilih pesan (consultation).
1. 5. 2 Gerakan Sosial
Dalam mendefinisikan gerakan sosial, peneliti merujuk penjelasan Bruce J. Cohen
(1962) bahwa gerakan sosial merupakan aksi yang dilakukan sekelompok individu
yang terorganisir untuk mengubah ataupun mempertahankan unsur tertentu di dalam
masyarakat. Memahami gerakan sosial adalah memahami bagaimana konsep, ide,
individu, kejadian dan organisasi saling berhubungan satu sama lain dalam
melaksanakan aksi kolektif yang di dalamnya terdapat kontinuitas serta dilakukan
dalam periode tertentu.
16
1. 5. 2. 1 Individu dan Partisipasi Individual
Konvergensi antara gerakan sosial dan media baru memunculkan keunikan
baru, dimana sebuah gerakan sosial dapat terjadi tanpa melalui komunikasi
tatap muka dan dapat dilakukan oleh individu – individu dengan identitas
yang tidak kredibel dan atau ganda serta terpisah secara geografis satu sama
lain. Selain itu, konvergensi antara media baru dan gerakan sosial berpotensi
untuk memunculkan partisipasi individual karena media baru yang bersifat
personal, dapat menyembunyikan/menciptakan identitas, sehingga tidak
terdapat tanggung jawab yang besar.
Partisipasi individual di dalam sebuah gerakan sosial menciptakan
keunikan dalam konsep gerakan sosial itu sendiri. Disini, pergerakan kolektif
yang dilakukan melalui sebuah organisasi dengan struktur kepemimpinan di
dalamnya, bertemu dengan pergerakan yang dilakukan secara pribadi oleh
individu – individu yang identitasnya tidak diketahui secara jelas dan tidak
sepenuhnya terikat secara struktural dengan organisasi yang mereka dukung.
Meskipun bersifat informal dan tidak terikat secara struktural, individu –
individu tersebut bergerak mengikuti arahan atau program organisasi dan
biasanya dilakukan atas inisiatif mereka sendiri. Dalam partisipasi individual
ini, seorang individu ikut serta dalam sebuah gerakan sosial, tidak semata –
mata untuk mencapai tujuan organisasi tetapi juga tujuan pribadi seperti
mengekpresikan diri, personal branding (pencitraan), atau mempertahankan
unsur sosial dan ekonomi dalam kehidupan mereka.
Media baru menjadi efektif apabila digunakan sebagai media
koordinasi dan interkoneksi antara netizen yang pada akhirnya bertemu di
gerakan sosial nyata seperti yang terjadi di Arab Spring pada 2010 lalu.
Namun apabila gerakan sosial yang terjadi di dunia maya hanya berhenti di
tahap virtual, maka akan memunculkan distabilitas sosial di dalam gerakan
sosial tersebut karena banyaknya partisipasi individual yang dilakukan oleh
individu – individu dengan komitmen dan tanggung jawab yang rendah.
Calhoun Craig (1993) dalam bukunya, New Social Movements of the Early
17
19th Century, mengatakan bahwa gerakan sosial baru memunculkan banyak
skeptisme. Menurutnya, ―gerakan sosial baru‖ merupakan gerakan kolektif
yang tidak kokoh secara sosial karena dilakukan oleh individu yang tidak
memiliki identitas yang jelas dan tidak bertanggung jawab. Steve Wright
(2004) juga mengiyakan pendapat tersebut, dengan mengatakan bahwa
anonimitas dan lemahnya kredibilitas identitas individu di dunia maya
menjadi tantangan pada keutuhan dan kematangan identitas kolektif yang
berkembang di media baru.
1. 5. 2. 2 Identitas Kolektif
Identitas kolektif dibentuk oleh proses sosial ketimbang keberadaan individu
dan aktor sebagai properti sosial. Alasan mengapa individu – individu dapat
berkumpul dalam suatu gerakan sosial adalah adanya kesamaan sosial,
orientasi, dan perasaan saling terhubung (sense of belonging). Misalnya, para
kaum homoseksual, biseksual dan transgender, saling berkumpul karena
memiliki kesamaan sebagai kumpulan individu yang memiliki kelainan
seksual. Mereka melakukan aksi demonstrasi turun ke jalan untuk
memperjuangkan hak – hak mereka sebagai masyarakat yang memiliki
kelainan seksual. Berkumpulnya mereka dalam satu gerakan sosial dan aksi
protes, menciptakan makna baru (produksi pesan) di kalangan mereka dan
masyarakat, dan makna tersebut akhirnya berkembang menjadi sebuah
identitas. Bentuk sederhana dari identitas kolektif adalah terciptanya
penyebutan – penyebutan ‗kaum homoseksual‘, ‗kaum gay‘ dan ‗LGBT‘
(lesbian gay, bisexual and transgender) untuk menggambarkan kumpulan
orang – orang yang memiliki kelainan seksual. Terikatnya individu pada
sebuah identitas kolektif, juga berpengaruh pada indentitas personal individu
tersebut. Misalnya, keikutsertaan individu dalam gerakan LGBT akan
berpengaruh pada penciptaan makna dan nilai pada identitas individu tersebut
sehingga orang – orang disekitarnya akan menganggap bahwa individu
tersebut (yang ikut serta dalam gerakan LGBT) memiliki kelainan seksual.
18
1. 5. 2. 3 Bentuk Aksi : Protes
Protes secara definitif merupakan kontestasi simbol, wacana, fisik, dan
identitas yang digunakan untuk mencapai atau mencegah suatu perubahan
yang berasal dari kekuatan sebuah institusi pemerintah, korporasi dan lain
sebagainya (Taylor dan Van Dyke : 2004).
Donatella dan Mario Diani (2006) mengatakan bahwa bentuk
kongkrit aksi protes diklasifikasikan menjadi dua macam, langsung dan tidak
langsung. Contoh aksi protes langsung adalah menandatangani petisi,
demonstrasi turun ke jalan, aksi boykot lalu lintas, mogok makan dan lain
sebagainya. Sedangkan aksi protes tidak langsung antara lain mengikuti
perkembangan politik melalui media, mendiskusikan politik dengan rekan,
ikut serta dalam politik praktis, menghubungi instansi pemerintah demi
kepentingan publik, dan mengajak orang – orang untuk memilih kandidat
tertentu dalam pemilu sebuah organisasi atau pemerintahan. Donatella dan
Mario Diani (2006) menambahkan bahwa perkembangan demokrasi
memegang peran penting dalam pelaksanaan aksi protes. Di negara – negara
demokrasi di eropa seperti Inggris, Jerman dan Belanda, 32 % penduduknya
menandatangani petisi pada pertengahan tahun 70-an, dan meningkat sebesar
60 % di era 90-an. Begitu juga dengan demonstrasi dari 6% hingga 15%
populasi.
Bagan 1. 2 : Pola komunikasi dalam aksi protes menurut Michael Lipsy.
(Sumber : Lipsky, 1965: 163–82)
19
Michael Lipsky (1965) mengatakan bahwa protes dilakukan oleh individu -
individu lemah dan tidak memiliki kekuatan secara politis yang berkolaborasi
untuk melawan kekuasaan. Di Bagan 1. 2, Lipsky menjelaskan bahwa aksi
protes biasanya dimediasi oleh pemimpin kharismatik dan media untuk dapat
melakukan penetrasi ke dalam masyarakat (arus utama). Dalam tahap ini,
aktor – aktor di dalam gerakan sosial tersebut harus mampu mempengaruhi
masyarakat dengan membentuk perasaan simpati atas kejadian yang
menimpa mereka, atau menjadikan masyarakat merasa terancam atas suatu
kebijakan pemerintah/korporat. Setelah berhasil dimediasi oleh media, pesan
– pesan protes tersebar dan menjadi wacana yang penting untuk
diperbincangkan. Disini tahap ini, wacana yang berkembang di tengah
masyarakat berubah menjadi sebuah tekanan bagi pemerintah dalam
menentukan sebuah kebijakan dan berpengaruh pada nasib para aktor yang
melakukan protes.
Protes tidak hanya dilakukan dalam sebuah gerakan sosial. Bentuk
sistem lain seperti partai politik atau institusi seperti lembaga swadaya
masyarakat pun juga kerap melakukan protes. Namun berbeda dengan partai
politik dan institusi formal, sebuah gerakan sosial memiliki saluran yang
berbeda yang biasa disebut dengan ‗media alternatif‘ untuk dapat melakukan
penetrasi ke dalam publik dan pemerintah. John Wilson (1973) menjelaskan
bahwa aksi protes di dalam gerakan sosial lebih banyak diingat bukan karena
tujuannya, tetapi karena media yang dipilih dan metode yang dilakukan untuk
dapat melakukan penetrasi ke dalam publik arus utama hingga akhirnya
mampu mempengaruhi proses penentuan kebijakan pemerintah.
1. 5. 3 Cyberactivism
Cyberactivism adalah sebuah terminologi di era 2.0 yang biasanya digunakan untuk
menggambarkan aktivitas penggunaan internet secara umum dan secara khusus
menjadi bentuk aktivitas komunikasi baru sebagai katalis bagi terjadinya perubahan
sosial. Cyberactivism dapat dikategorikan sebagai sebuah bentuk gerakan sosial
20
baru karena proses pertukaran informasi yang terjadi lebih banyak dilakukan melalui
dunia maya. f
Douglas Morris dan Lauren Langman (2002) menjelaskan bahwa terdapat
dua tipe utama di dalam konsep cyberactivism antara lain Internetworking, dan
Teori Media Alternatif.
1. 5. 3. 1 Internetworking
Internet mampu melakukan ekspansi dan menghubungkan pesan – pesan yang
mampu menimbulkan gerakan ataupun perubahan sosial. Tiga tipe internetworking
antara lain a) organization and network coordination, b) grass roots global
internetworking, and c) direct action coordination.
a) Organization and Network Coordination
Mulai banyak bermunculan organisasi dan korporat yang melebarkan jaringan
mereka melalui internet. Bentuk organisasi sosial seperti Green Peace, telah
mengaplikasikan fungsi Internet sebagai media untuk memberikan dan memperoleh
informasi dari sumber yang bermacam – macam serta menghubungkan organisasi
mereka dengan banyak stakeholders. Organisasi memanfaatkan Internet sebagai
media untuk mempublikasian artikel, menginformasikan perencanaan dan berita
serta mengorganisasikan sebuah gerakan. Internet mempermudah sebuah organisasi
untuk dapat mengkoordinasikan program gerakan mereka dan merealisasikannya ke
lapangan.
b) Grass Roots Global Internetworking
Hal yang mendasar dari sebuah gerakan sosial adalah terhubungnya individu
dan kelompok - kelompok kecil yang beragam dan berkolaborasi menjadi sebuah
gerakan kolektif yang besar. Terhubungnya individu kelompok kecil ini dibutuhkan
untuk menggabungkan sumber daya (resources), seperti pemikiran, materi, tenaga
dan lain sebagainya. Gerakan akar rumput di Indonesia mulai banyak diterapkan,
seperti di dalam sebuah partai yang beranggotakan anggota fanatik, atau komunitas
buruh yang melakukan gerakan sosial di jalan dalam menyampaikan aspirasi mereka.
21
Kini, gerakan – gerakan kolektif tersebut dapat pula dilakukan melalui dunia maya.
Internet dapat dimanfaatkan dalam mengoptimalkan kekuatan kolektif dan
mempermudah mereka untuk dapat saling terhubung.
c) Direct Action Coordination
Direct action coordination sederhananya adalah koordinasi sebuah gerakan
yang dilakukan melalui Internet. Jika poin - poin sebelumnya masih berada dalam
tahap pembentukan konsep gerakan, maka direct action coordination sudah berada
dalam tahap pelaksanaan atau aksi ril. Contoh dari direct action coordination
adalah pengkoordinasian logistik melalui media sosial seperti Line group, milis,
atau pemublikasian sebuah pengumuman melalui web resmi tentang sebuah event.
1. 5. 3. 2 Teori Media Alternatif
a. Media Alternatif
Media alternatif merupakan media yang digunakan sebagai saluran alternatif oleh
aktor – aktor pengguna ketika mereka tidak dapat menjangkau atau tidak mendapat
dukungan media arus utama. Gerakan sosial dan aktivisme kerap memanfaatkan
media alternatif dalam mengangkat sebuah isu ketika hegemoni penguasa terhadap
media arus utama terlalu kuat, atau media arus utama tersebut belum menganggap
bahwa isu tersebut layak dijadikan berita. Bentuk – bentuk media alternatif yang
banyak digunakan antara lain zine, jalan umum (sebagai ruang seni dan ekspresi),
radio independen, musik dan internet.
Di era hari ini, media baru muncul sebagai media altenatif karena
keunikannya yang tidak dapat ditemukan di media arus utama. Media baru memiliki
karakter yang lebih cair ketimbang media arus utama karena minimnya regulasi dan
dapat dimasuki oleh pesan – pesan mengenai isu - isu yang biasanya tidak lolos
dalam proses filter di media arus utama seperti politik (di negara – negara tertentu),
rasisme, perdebatan agama dan lain sebagainya. Karena keunikan ini, media baru
kerap dijadikan opsi bagi sebuah gerakan aktivisme untuk dapat menyalurkan ide
mereka kepada publik. Fenomena Arab Spring pada 2010 lalu membuktikan bahwa
media baru dapat menjadi saluran alternatif ketika media komunikasi lain seperti
22
koran, televisi dan radio dibatasi ruang geraknya oleh pemerintah setempat. Chris
Atton (2002) mengatakan bahwa media alternatif merupakan media counter-
hegemonic dan merepresentasikan sebuah tantangan terhadap penguasa. Hal ini
serupa dengan pernyataan Downing (2001) bahwa media alternatif merupakan
saluran distribusi pesan mengenai visi, ide, dan konsep alternatif terhadap sebuah
kebijakan pemerintah, atau sebuah pemikiran yang telah mapan.
b. Counter Surveillance Measure
Keberadaan internet dan media sosial meningkatkan tingkat transparansi informasi.
Fenomena ini memberikan karakter dalam cyberactivism, dimana melalui media
baru, netizen memiliki kemudahan dalam mengakses informasi - informasi yang
lebih sulit diperoleh jika diakses melalui media konvensional. Keistimewaan yang
dimiliki oleh media baru ini dapat dimanfaatkan oleh stakeholder seperti halnya
konsumen yang membutuhkan informasi lengkap mengenai produk yang mereka
beli, atau backer yang ingin mengikuti perkembangan proyek yang telah mereka
donasikan. Gerakan sosial juga memiliki dampak dari transparansi yang diberikan
oleh Internet dan media sosial. Di era internet, semua orang dapat menjadi jurnalis,
sehingga informasi dapat lebih mudah disampaikan dan juga diperoleh. Hal ini
mempermudah netizen dalam mengawasi sebuah lembaga, pemerintahan atau
korporat, dibandingkan dengan era media konvensional dimana hanya beberapa
orang saja yang dapat mengakses informasi tersebut.
1. 5. 4 Crowdfunding
1. 5. 4. 1 Pengertian Crowdfunding
Kata crowdfunding dipopulerkan oleh Michael Sullivan pada 2006 dalam peluncuran
website Fundavlog (sekarang non-aktif). ―Crowdfunding terinspirasi dari
crowdsourcing, yang menjelaskan tentang kerjasama kolektif, perhatian dan
kepercayaan dari orang – orang yang terhubung dan mengumpulkan uang mereka
bersama - sama, biasanya melalui internet, dengan maksud untuk mendukung usaha
yang diinisiasikan oleh kelompok atau organisasi. Crowdfunding dilakukan untuk
23
berbagai macam tujuan, dari pemulihan bencana, jurnalisme warga, para seniman
yang mencari dukungan dari para penggemar, hingga kampanye politik.‖
Meskipun Sullivan dianggap telah menjelaskan istilah crowdfunding pada
2006, Hemer pada 2011 berpendapat bahwa crowdfunding berasal dari konsep
crowdsourcing yang menurutnya sudah dikenal lama oleh publik. Ia menjelaskan
melalui bukunya yang berjudul A Snapshot on Crowdfunding, Istilah crowdfunding
berasal dari istilah yang telah lama diketahui yaitu crowdsourcing, yang menjelaskan
mengenai proses outsourcing atau pencarian secara eksternal, kepada individu dalam
jumlah besar atau kecil, dan mengatur aset, sumber daya, pengetahuan maupun
keahlian mereka. Di dalam crowdfunding, tujuan utamanya adalah untuk
memperoleh uang.
Untuk memahami lebih jelas penjelasan dari Hemer, ada baiknya jika
pembaca juga memahami definisi crowdsourcing. Howe pada 2006 menjelaskan
istilah crowdsourcing di majalah Wired : Crowdsourcing merepresentasikan aksi
perusahaan atau institusi yang mengambil fungsi yang sebelumnya dilakukan oleh
karyawan dan mengalihkannya pada jaringan yang tidak terdefinisi, dalam bentuk
penawaran terbuka. Hal ini bisa dalam bentuk pembagian produksi, (ketika tugas
dilaksanakan secara berkolaborasi), tetapi ini juga terkadang dijalankan semata –
mata secara individual. Persyaratan krusial adalah pengimplementasian dari format
penawaran terbuka dan jaringan yang besar dari pekerja – pekerja yang potensial.
Setelah melihat definisi crowdfunding dan crowdsourcing, penulis
berpendapat bahwa terdapat perbedaan diantara kedua konsep tersebut. Meskipun
memiliki objek pencarian dalam bentuk massa (crowd), dan pencarian objek juga
dilakukan melalui internet, namun kedua konsep memiliki tujuan yang berbeda satu
sama lain. Crowdfunding dalam pelaksanaanya bertujuan untuk memperoleh dana
dalam bentuk uang dari publik, sedangkan crowdfsourcing dilakukan untuk
memperoleh ide, sumber daya manusia, dan saran untuk kepentingan lembaga atau
perusahaan, sehingga tidak mungkin konsep crowdfunding disamakan dengan
crowdsourcing.
24
1. 5. 4. 2 Crowdfunding Platform
Cambridge Essential English Dictionary (2011) menjelaskan bahwa platform
merupakan perangkat lunak atau program komputer yang digunakan di dalam sebuah
perangkat komputer atau telepon pintar. Dalam dunia komputer, platform diartikan
sebagai infrastruktur yang menjadikan sebuah program komputer dapat berjalan
dengan baik. Platform identik dengan perangkat lunak dalam bentuk sistem operasi,
aplikasi, dan situs internet.
Platform kerap mengalami konvergensi dengan berbagai konsep, salah
satunya adalah dengan konsep penggalangan dana. Di dalam aktivitas penggalangan
dana, atribut digital seperti situs dan aplikasi yang ada di dalamnya sering disebut
sebagai crowdfunding platform. Crowdfunding platform dapat diartikan sebagai
sebuah infrastruktur teknologis yang menjadikan sebuah aktivitas penggalangan dana
dapat berjalan dengan baik melalui ruang digital. Namun crowdfunding platform
sering diartikan secara sempit, yaitu sebagai situs crowdfunding seperti situs
Indiegogo dan Kickstarter yang berperan secara tunggal sebagai kanal informasi
penggalangan dana. Padahal dalam aktivitas crowdfunding, terdapat atribut lain
seperti media sosial, yang berperan dalam menyebarkan kampanye crowdfunding
hingga dapat diketahui oleh khalayak luas. Sehingga, menjelaskan crowdfunding
platform hanya sebatas di ruang lingkup situs crowdfunding saja tidaklah cukup.
Sebagai salah satu contoh, pada 1997, sebuah band asal Inggris, Marillion
menggunakan surel sebagai satu – satunya media penggalangan dana yang
menghubungkan mereka dengan para penggemar loyal. Marillion sukses
menggunakan surel sebagai sebuah platform penggalangan dana, sepuluh tahun
sebelum Kickstarter dan Indiegogo muncul di dunia crowdfunding. Di era hari ini,
kita layak menyebut surel dalam fenomena band Marilion sebagai crowdfunding
platform karena surel dalam fenomena tersebut merupakan sebuah program
komputer berbasis digital yang pada saat itu digunakan sebagai sebuah atribut
penggalangan dana.
Dalam fenomena kampanye crowdfunding #savemaster, crowdfunding
platform tidak bisa hanya diartikan sebagai situs crowdfunding (dalam hal ini
kitabisa.com), tetapi juga seluruh perangkat dan atribut teknologis seperti perangkat
25
Twitter, Change, Facebook, surel dan Youtube yang digunakan sebagai media
penggalangan dana dan saling terinterkoneksi satu sama lain dari segi konten
informasi maupun transaksi.
1. 5. 4. 3 Perkembangan Crowdfunding di Dunia
Sejarah menyebutkan bahwa penggunaan internet sebagai media urun dana pertama
kali dilakukan oleh kelompok band asal Inggris, Marilion, pada 1997 pada
pendanaan tur keliling Amerika dalam rangka mempromosikan album terbaru
mereka. Melalui kegiatan urun dana dengan istilah funfunding pada saat itu, Marilion
berhasil mengumpulkan dana sebesar 60.000 USD atau setara dengan 39.000
poundsterling pada tahun itu. Menurut pemain keyboard Marilion, Mark Kelly, urun
dana melalui internet tersebut dilakukan karena kondisi finansial band yang tidak
cukup kuat untuk mendanai tur keliling Amerika Utara. Setelah memecat manajer
mereka karena masalah finansial band, Marilion akhirnya memutuskan untuk
melakukan kegiatan urun dana yang sebagian besar informasinya disampaikan
melalui internet. Sebelum melalukan kegiatan crowdfunding, manajemen Marilion
melakukan survey terlebih dahulu dengan mengirimkan 6000 surel kepada
penggemar band Marilion. Surel yang dikirimkan tersebut berisi pertanyaan “Would
you buy the album in advance?” dan hampir semua responden menjawab ―yes‖.
Dengan adanya kelompok akar rumput, Marilion dapat keluar dari kultur bisnis
musik konvensional pada saat itu dan berhasil menemukan cara baru dalam
mendanai proyek musik mereka. Kunci utama dalam kegiatan urun dana yang
dilakukan oleh Marilion tersebut adalah keberadaan media baru. Marilion menjadi
pionir penggunaan internet sebagai media urun dana dan berhasil mengikutsertakan
para penggemar mereka untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan proyek.
Meskipun Marilion dikenal sebagai pihak pertama yang menggunakan
internet sebagai media penggalangan, cikal bakal crowdfunding sebenarnya berasal
dari aktivitas pengumpulan dana yang pertama kali dilakukan pada 1602 oleh
Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) sebagai perusahaan pertama yang
menawarkan saham pertama pada Bursa Efek Amsterdam. Pada saat itu VOC
menawarkan sahamnya untuk berbagi risiko keuangan perjalanan berbahaya nan
26
mahal ke wilayah timur dan berhasil mengumpulkan jutaan florin melalui penawaran
umum saham tersebut. Hal ini diamini oleh Adam Clark mengenai asal muasal
crowdfunding. Menurutnya cikal bakal crowdfunding bukan sepenuhnya berasal dari
konsep penggalangan dana, tapi merupakan perkembangan dari pendanaan model
microfinance. Model pendanaan microfinance pernah dilakukan oleh Muhammad
Yunus, seorang ekonom asal Bangladesh yang memberikan pinjaman sebesar 24
USD pada 1976 kepada 42 wanita desa yang bekerja sebagai petani bambu dan ingin
mengembangkan usaha pertanian mereka. Usaha yang dilakukan dalam bentuk
produksi barang jadi yang berbahan utama bambu. Aksi ini ia lakukan untuk
meredam angka kemiskinan di Bangladesh yang sangat parah pada saat itu. Selama
lima tahun, proyek peminjaman dana yang dilakukan oleh Muhammad Yunus ini
berkembang pesat dan pada 1983 ia memiliki 30 ribu anggota dan bertransformasi
menjadi Grameenbank. Hingga saat ini Grameenbank telah memiliki delapan juta
peminjam yang diantaranya adalah para wirusahawan wanita yang membutuhkan
dana segar untuk mengembangkan usaha mereka.
Model pendanaan microlending di era kekinian telah banyak dilakukan di
internet sehingga para pemilki startup memiliki jangkauan yang lebih luas. Pada
2005 muncul sebuah organisasi bernama Kiva yang memberikan kesempatan bagi
para netizen untuk meminjamkan uangnya kepada pengusaha kecil di berbagai
pedesaan sebagai modal usaha. Kemunculan Kiva memicu lahirnya organisasi yang
bergerak dalam bidang microfinance melalui konsep peer-to-peer lending yaitu
prosper.com di tahun 2006 dan lendingclub.com di tahun 2007. Munculnya berbagai
situs microfinance ini menjadi cikal bakal lahirnya situs crowdfunding, yang pada
akhirnya pada 2008 lahirlah Indiegogo yang dinobatkan sebagai situs crowdfunding
pertama di dunia.
Penggunaan media baru sebagai media urun dana yang dilakukan oleh
Marilion, Kiva, dan lendingclub.com membuktikan bahwa internet memiliki potensi
dalam kegiatan urun dana dan berpotensi dalam menghubungkan banyak pihak yang
potensial. Hal ini menjadi motor bagi berdirinya situs crowdfunding di Amerika
seperti Kickstarer pada 2008 dan Indigogo pada 2009. Keberadaan dua situs
crowdfunding tersebut menjadi katalis bagi berkembang konsep crowdfunding di
27
Amerika. Pada awal kemunculan Indigogo dan Kicstater, crowdfunding lebih banyak
diaplikasikan dalam pendanaan proyek – proyek seni seperti pameran fine art,
comics, fotografi, pertunjukan tari, fashion, musik, dan teater. Namun seiring
perkembangannya, model penggalangan dana ini tidak hanya digunakan dalam
aktivitas kesenian, tetapi juga digunakan dalam pendanaan proyek sosial seperti
pendidikan, pelestarian lingkungan, kesehatan, agama hingga politik. Hari ini, model
penggalangan dana crowdfunding tidak hanya berperan dalam pendanaan proyek
sosial dan seni saja, namun juga berkontribusi dalam proses pendanaan proyek
komersil bagi pengusaha yang ingin memulai bisnis namun tidak memiliki sumber
dana yang memadai.
Sejak peluncurannya pada 2009 hingga 2014, Kickstarter telah
memfasilitasi kurang lebih 180.000 proyek, dengan persentase keberhasilan proyek
sebesar 40%. Dari 40 % proyek yang berhasil atau dengan kata lain sebanyak 70.923
proyek, telah terkumpul dana dengan jumlah sebesar 1,3 miliar dollar amerika.
Sebanyak 7,1 juta orang telah berkontribusi sebagai penyokong dana dalam proyek
yang berhasil dilaksanakan. Pada Juli 2013, Digital Happines, perusahaan game asal
Indonesia bekerja sama dengan www.indiegogo.com dalam pengumpulan dana
untuk proyek game mereka yang berjudul Dread Out. Melalui www.indiegogo.com,
Digital Happines berhasil mengumpulkan donasi sebesar 30.000 USD. Ironisnya,
sebagai perusahaan dalam negeri, Digital Happines justru malah bekerjasama dengan
web dari luar Indonesia untuk mendanai media proyek game mereka.
Massolution melalui Crowdfunding Industry Report menyebutkan bahwa
jumlah dana yang terkumpul pada 2013 hingga 2014 meningkat hingga 16 juta USD
dan diperkirakan akan mencapai peningkatan sebesar 34 juta USD pada 2015.
Peningkatan pesat yang terjadi pada 2013 hingga 2014 didorong oleh
berkembangnya konsep crowdfunding di wilayah Asia. Massolution menyebutkan
bahwa aktivitas crowdfunding di Asia meningkat sebesar 320 persen yaitu 3.4 juta
USD. Hal ini menempatkan Asia di atas Eropa dengan jumlah transaksi
crowdfunding sebesar 3.26 juta USD. Amerika Utara menjadi wilayah yang paling
banyak berkontribusi dalam peningkatan crowdfunding volume yaitu sebesar 145
28
persen dengan nilai uang sebesar 9,46 juta USD.
1. 5. 4. 4 Perkembangan Crowdfunding di Indonesia
Bentuk aktivitas crowdfunding cukup sering ditemukan sebelum istilah
crowdfunding diperkenalkan di Indonesia seperti munculnya kampanye ―Koin untuk
Prita‖, ―Koin untuk KPK‖, ―Urun Dana untuk Palestina‖ dan kegiatan pengumpulan
dana lainnya. Namun pengumpulan dana yang banyak dilakukan di Indonesia,
sebatas dalam bentuk sumbangan, dalam artian, para pemberi backer tidak
mendapatkan reward atau imbalan dari aksi donasi yang mereka lakukan. Barulah
pada 2008 hingga 2013, mulai bermunculan beberapa situs crowdfunding di
Indonesia seperti Wujudkan.com, Patungan.com, hingga Kitabisa.com yang banyak
memfasilitasi proyek non-profit seperti pertunjukan seni, pendidikan, budaya dan
kesehatan. Crowdfunding platform yang bermunculan di Indonesia lebih banyak
dalam bentuk reward-base crowdfunding dimana para backer akan memperoleh
imbalan dalam bentuk jasa dan barang dari aksi donasi yang mereka lakukan.
Reward yang diberikan bisa dalam bentuk barang seperti merchandise ataupun
mendapatkan privilage khusus seperti diundang dalam sebuah jamuan makan, meet
& greet, konser khusus dan lain sebagainya.
Mira Lesmana, seorang produser film di Indonesia pada 2012 membutuhkan
dana untuk proyek film Atambua 39 Derajat Celcius. Sebagian dari dana yang
dibutuhkan berhasil terkumpul dari dua investor yang tidak disebutkan namanya.
Selain itu Hubert Bals Fund (HBF), salah satu program pendanaan yang bernaung di
bawah Internasional Film Festival Rotterdam di Belanda tertarik pada profil
film Atambua 39 Derajat Celsius sehingga memilihnya sebagai salah satu penerima
dana bantuan produksi film sebesar 20 ribu euro dalam kategori produksi digital.
Untuk dapat memproduksi film Atambua 39 Derajat Celcius, dibutuhkan dana lagi
sebesar 300 juta. Kali ini untuk menutupi kekurangan dana tersebut, Mira Lesmana
mengaplikasikan konsep crowdfunding dengan memanfaatkan situs crowdfunding
serta melibatkan masyarakat umum untuk dapat berpartisipasi dalam pendanaan
filmnya. Sistem hadiah pun diterapkan dalam kegiatan pengumpulan dana ini. Daftar
donasi bervariasi dari 500 ribu hingga 50 juta rupiah. Dengan donasi sebesar 500
29
ribu rupiah, backer berhak mendapatkan ucapan terima kasih di film, poster film
dengan tanda tangan, tiket bioskop/voucher dan DVD. Donasi sebesar 3 juta akan
memperoleh ucapan terima kasih di film, poster dengan tandatangan, DVD film,
ucapan terima kasih secara personal melalui Twitter, buku dengan tanda tangan,
undangan gala premiere (minus transport dan akomodasi), ucapan terimakasih secara
personal melalui video dan dipublikai kan di youtube + kesempatan casting dan
pelatihan bersama Riri Riza. Sedangkan jumlah donasi paling besar yaitu 50 juta
rupiah, berhak mendapakan hadiah khusus dari Edward Hutabarat : sebuah baju
rancangan eksklusif dari Part One Edward Hutabarat yang dibuat khusus sesuai
pesanan dan ukuran. Selain itu, backer juga mendapatkan hadiah lainnya dari
Atambua 39C, yaitu: ucapan terima kasih di film, poster dengan tandatangan, DVD
film, buku dengan tanda tangan, undangan gala premiere (minus transport dan
akomodasi), dan kredit sebagai co-executive producer di awal film. Melalui
wujudkan.com, Atambua 39 Derajat mampu menarik 102 backer untuk memberikan
donasinya, dan berhasil mengumpulkan dana sebesar IDR 312.837.000 dari target
sebesar 300 juta rupiah.
Beberapa pihak di Indonesia baik itu perseorangan maupun kelompok juga
telah menerapkan konsep crowdfunding secara independen, dalam artian mereka
tidak bekerjasama dengan situs crowdfunding dalam menginformasikan kampanye
mereka kepada netizen. Sebagian besar mereka yang sudah memiliki basis massa dan
gerakan akar rumput sendiri lebih memilih untuk mempublikasikan proyek
crowdfunding melalui situs pribadi mereka dikarenakan sudah memiliki target massa
yang jelas. Selain itu, nama serta alamat situs yang digunakan sebagai media urun
dana tersebut, sudah familiar dan memiliki nilai khusus bagi para target massa. Pada
2013 lalu, band independen asal Jakarta, Efek Rumah Kaca melakukan kegiatan
crowdfunding untuk mendanai proyek rekaman mereka di studio Lokananta, Solo.
Efek Rumah Kaca tidak bekerja sama dengan situs crowdfunding Indonesia ataupun
mancanegara dan lebih memilih untuk melakukannya secara independen. Sebagian
besar informasi mengenai crowdfunding dipublikasikan melalui situs
efekrumahkaca.net dan akun Youtube Efek Rumah Kaca. Para backer yang
memberikan donasinya mendapatkan reward sesuai dengan besaran donasi yang
30
diberikan. Bagi backer yang memberikan donasi sebesar 150 ribu hingga 390 ribu
akan mendapatkan merchendise berupa kaos, CD. Sedangkan para backer yang
memberikan donasi sebesar 700 ribu rupiah akan memperoleh kaset, CD,
kaus, totebag, album foto, dan vinyl 12-inch setlist Pandai Besi yang akan
didistribusikan pada April 2013. Sementara itu, khusus untuk vinyl yang dimaksud
di sini akan didistribusikan empat bulan setelah rekaman. Para backer juga
mendapatkan voice over greetings di CD dari personel, cover CD bertanda tangan
personel, desain totebag dan kaus terbatas sebanyak 300 buah. Daftar donasi paling
besar berada di angka 10 juta rupiah dan backer yang menyumbang dengan jumlah
tersebut akan mendapatkan kaset, CD, kaus, totebag, dan private acoustic
session Pandai Besi dalam acara ulang tahun atau lainnya (sesuai dengan
kesepakatan). Dukungan itu terbatas untuk 5 orang. Terhitung pada 19 Maret 2013,
Efek Rumah Kaca berhasil mengumpulkan dana sebesar 140 juta rupiah.
Bagi para individu atau kelompok yang baru memulai proyek dan belum
memiliki basis yang besar untuk dijadikan backer utama, lebih banyak
memanfaatkan situs crowdfunding seperti kitabisa.com dan wujudkan.com.
Kitabisa.com merupakan platform penggalangan dana massal (crowdfunding) yang
berdiri pada 6 Juli 2013 di dalam naungan Rumah Perubahan milik Renald Kasali.
Terhitung sejak tahun 2013 hingga 2015, terdapat 304 proyek yang telah difasilitasi
oleh kitabisa.com dalam mempublikasikan kampanye crowdfunding kepada publik.
Proyek yang didanai oleh kitabisa.com lebih banyak berpusat pada proyek sosial,
kesehatan, pendidikan, dan kesenian. Situs yang digagas oleh Muhammad Alfatih
Timur ini memang didirikan untuk memfasilitasi pendanaan proyek sosial dan non-
profit seperti proyek film & musik, infrastruktur, kesehatan, personal, teknologi,
seni, lingkungan, olahraga, perempuan, pendidikan dan proyek non-komersil
lainnya. Sedangkan wujudkan.com lebih banyak memfasilitasi proyek kesenian.
1. 5. 4. 5 Model Crowdfunding
Massolution pada 2012 memberikan gambaran mengenai tipe
crowdfunding. Ia menjabarkan crowdfunding melalui tiga kategori :
Reward-Based, Equity-Based, dan Lending-Based Crowdfunding.
31
a. Reward-Based Crowdfunding
Reward-Base Crowdfunding adalah konsep pengumpulan dana yang
memungkinkan para backer untuk memperoleh reward atau imbalan dari
ketersediaan mereka dalam memberikan dana kepada pencari dana. Konsep
inilah yang membedakan crowdfunding dengan konsep sumbangan ataupun
donasi yang dilakukan secara sukarela. Bagaimana Reward-Base
Crowdfunding bekerja? Sebagai contoh, Robert Noble Sack, seorang seniman
keramik Amerika ingin membuka usaha kramik bernama ―Garden Gorillas‖.
Ia membutuhkan dana segar sebagai modal usaha dan memutuskan untuk
mengaplikasikan konsep Reward-Base Crowdfunding. Sack
mempublikasikan proyek komersilnya di Kickstarter dengan membuat daftar
besaran donasi yang dapat diberikan dan reward yang akan diperoleh, kepada
netizen :
Donasi $10 akan mendapatkan 8.5" × 11" Garden Gorilla Print.
Donasi $25 akan mendapatkan Garden Gorilla T-Shirt.
Donasi sebesar $120 akan mendapatkan 12" Fired ceramic Garden
Gorilla (brown or black.)
Donasi sebesar $135 akan mendapatkan 12" Fired ceramic Garden
Gorilla (blue or green).
Donasi sebesar $150 akan mendapatkan Custom-engraved 12" fired
ceramic Garden Gorilla (brown or black).
Donasi sebesar $165 akan mendapatkan Custom-engraved 12" fired
ceramic Garden Gorilla (blue or green).
Donasi sebesar $250 akan mendapatkan Custom-engraved 12" fired
ceramic Garden Gorilla with fine detailed.
32
Nilai dari reward yang diberikan akan semakin besar seiring meningkatnya
besaran donasi yang disumbangkan. Reward yang diberikan tidak hanya
berupa barang jadi, namun juga dapat berupa jasa ataupun experience.
Seorang musisi yang memanfaatkan crowdfunding dalam pendanaan
peluncuran album mungkin akan menawarkan CD hasil rekaman, ataupun
merchendise menarik sebagai imbalan bagi para backer, namun ia juga
dapat menawarkan kesempatan untuk melakukan jamming session atau
meet and greet bersama sang artis.7
b. Equity-Based Crowdfunding
Massolution‘s 2013 Crowdfunding Industry Report8 mengatakan bahwa
penggunaan tipe equity-based crowdfunding meningkat 40 kali lebih banyak
dibandingkan dengan tipe crowdfunding yang lain (reward-based dan
lending-based crowdfunding). Hal ini diperkirakan terjadi karena equity-
based crowdfunding memungkinkan para enterpreneur yang membutuhkan
dana untuk merangkul para investor yang berminat untuk berinvestasi
dengan cara yang lain, yaitu penggalangan dana. Judd Hollas melalui
Regionbusiness.com dalam artikelnya yang berjudul Equity-based
Crowdfunding Step by Step menjelaskan bahwa terdapat tiga tipe equity-
based crowdfunding :
Equity-based Crowdfunding Tipe I : diresmikan sejak tahun 1996
dalam IPOnet, SEC No-Action Letter. Equity tipe ini memungkinkan
para investor untuk melihat peluang usaha di dalam situs yang
diproteksi oleh password, seperti EquityNet.com9
. Melalui
7 Konsep crowdfunding seperti ini pernah diaplikasikan di Indonesia oleh grup musik independent Efek Rumah Kaca pada pertengahan 2013 lalu. Pada waktu itu, Efek Rumah Kaca membutuhkan dana untuk merealisasikan proyek “Pandai Besi Rekaman di Lokananta”. 8 Laporan bisa dilihat dengan mengakses http://research.crowdsourcing.org/2013cf-crowdfunding-industry-report 9 Untuk melihat mekanisme equity-based crowdfunding tipe I melalui EquityNet, pembaca dapat membuka url berikut https://www.equitynet.com/how-it-works.aspx
33
crowdfunding jenis ini, para pengusaha kecil dimungkinkan untuk
memperoleh kapital dari para investor terakreditasi/bonafid.
Dari tiga tipe equity-based crowdfunding yang lain, Equity-
based Crowdfunding Tipe I memiliki tingkat jangkauan/koverasi
investor paling rendah, melihat mekanismenya yang hanya
memungkinkan investor untuk mengakses peluang usaha melalui situs
yang diproteksi dengan password (dalam artian, investor yang sudah
menjadi anggota di situs tersebut, dan untuk menjadi anggota,
dibutuhkan proses kualifikasi khusus). Meskipun jumlah investor yang
mampu dijangkau lebih kecil dibandingkan dengan tipe equity-
crowdfunding yang lain, equity-based crowdfunding memiliki tingkat
keterikatan dengan regulasi paling rendah.
Equity-based Crowdfunding Tipe II : Pencari dana yang menggunakan
crowdfunding jenis ini dapat meningkatkan jumlah kapital dari para
investor yang kredibel. Mereka yang menggunakan Equity tipe II akan
mendapatkan kemudahan dalam mempublikasikan penawaran mereka
di internet secara terbuka. Hal ini dikarenakan dipermudahnya para
pencari dana dalam mempublikasikan proyek mereka kepada investor
melalui internet. Keunggulan utama dari Equity-based Crowdfunding
Tipe II adalah tereksposnya para pengusaha/pencari dana kepada
audiens luas yang notabenenya adalah para investor potensial. Di
Amerika, dengan menggunakan crowdfunding jenis ini, seorang pencari
dana diprediksi dapat memperoleh kurang lebih 6 – 8 Juta investor,
bergantung pada proyek yang ditawarkan. Judd Hollas Penemu
sekaligus CEO EquityNet mengemukakan bahwa para pencari dana
yang berkeinginan untuk mempublikasikan proyek mereka dan
memperoleh investor yang bonafid dan terakreditasi sangat cocok untuk
menggunakan Equity-Based Crowdfunding tipe II ini.
34
Equity-based Crowdfunding Tipe III
Berbeda dengan Equity-based Crowdfunding tipe II yang menyeleksi
para investor agar hanya diperoleh investor terakreditasi/bonafid, dalam
equity Based-Crowdfunding tipe III, para investor yang tidak
terakreditasi/bonafid juga dapat ikut berpartisipasi dan menjadi bagian
dalam kegiatan crowdfunding. Hal ini menjadikan dengan Equity-based
Crowdfunding tipe III sebagai kanal bagi para investor berskala mikro
ataupun pemula. Forbes menyebutkan bahwa Equity-based
Crowdfunding tipe III memungkinkan pencari dana untuk menyentuh
50 juta penduduk Amerika.
c. Lending/Debt-Based Crowdfunding
Dalam crowdfunding jenis ini, backer berhak mendapatkan kompensasi
secara berkala (seperti halnya bunga) dan berhak mendapatkan kembali dana
yang telah diberikan sesuai tenggat waktu yang ditentukan. Dalam konteks ini,
lending-based crowdfunding dapat dikategorikan menjadi tiga kategori antara
lain :
A traditional lending agreement
Konsep standar dimana backer meminjamkan uang kepada pencari
dana, dan uang diharapkan dapat dikembalikan sebelum jatuh tempo.
Dalam konsep ini, ada harapan dimana pengembalian kepada backer
akan bertambah dalam bentuk bunga jika pengembalian melewati
tenggat waktu yang ditentukan.
Forgivable Loan
Uang yang dipinjamkan akan dikembalikan kepada pemberi hutang
jika terjadi dua kemungkinan, yaitu jika proyek mulai menghasilkan
pendapatan (terlepas dari untung ataupun rugi) atau jika proyek mulai
menghasilkan keuntungan.
35
Pre-Sales
Backer yang bersedia meminjamkan uang berhak mendapatkan
produk yang produksi oleh pencari dana, sehingga ada kemungkinan
dimana backer yang meminjamkan uangnya memiliki motivasi untuk
memperoleh produk. Dengan kata lain, jumlah kontributor
menggambarkan tinggi besarnya nilai jual produk, dan produk
tersebut berpeluang untuk diproduksi dalam jumlah besar atau
sebaliknya.
1. 6 Kerangka Konsep
Kata kunci – kata kunci di subbab 1. 5 Kerangka Pemikiran, dirangkai
menjadi kerangka konseptual yang dapat dilihat di Bagan 1. 3.
Bagan 1. 3 : Kerangka konsep penelitian.
Bagan 1. 3 memperlihatkan bahwa pelaksanaan #Savemaster merupakan
konvergensi antara konsep media baru dan gerakan sosial karena di dalamnya
terdapat penggabungan unsur – unsur yang mewakili dua konsep tersebut seperti
cyberactivism, crowdfunding platform, aksi protes, masyarakat dan pemangku
kebijakan. Selain itu, penggunaan media baru dalam kampanye #savemaster
36
ditujukan untuk mempertahankan unsur tertentu dalam masyarakat (Sekolah Masjid
Terminal)10
.
Pada Bagan 1. 3 juga dapat dilihat alur proses pelaksanaan kampanye
#savemaster. Untuk dapat menjangkau target gerakan sosial (pemangku kebijakan),
#savemaster memanfaatkan keberadaan masyarakat dan media baru sebagai media
alternatif. Penetrasi #savemaster ke dalam masyarakat, dilakukan melalui proses
cyberactivism oleh tim kampanye (dengan menciptakan tagar #savemaster) yang di
dalamnya mencakup proses pelaksanaan crowdfunding platform (dengan
diluncurkannya kampanye crowdfunding #savemaster dan pengimpelementasian
media daring). Aktivisme cyber yang dilakukan oleh #savemaster tersebut mampu
menarik perhatian masyarakat dan sebagian dari masyarakat tersebut ikut serta dalam
gerakan. Keikutsertaan masyarakat menjadikan isu #savemaster berkembang
menjadi wacana yang besar dan akhirnya menjadi tekanan bagi pemangku kebijakan.
Resistensi dari masyarakat terhadap pemerintah mempengaruhi proses penentuan
kebijakan publik karena pemerintah pada tahap ini tidak hanya berhadapan dengan
pihak Sekolah Master, tetapi juga masyarakat luas. Dalam pergerakan kampanye
#savemaster ini, tercipta interkonektifitas antara kampanye #savemaster,
netizen/masyarakat dan pemerintah yang ditandai dengan adanya interaksi interaktif
dan keterhubungan yang saling mempengaruhi diantara ketiga belah pihak.
1. 7 Metodologi Penelitian
1. 7. 1 Tempat dan Waktu Penelitian
1. 7. 1. 1 Tempat Penelitian
Penelitian sebagian besar dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Indonesia (wawancara jarak jauh) dan internet.
1. 7. 1. 2 Waktu Penelitian
Peneliti memulai penelitian dengan mencari data sekunder, seperti studi pustaka
(dalam bentuk artikel), pengumpulan dokumen (foto maupun video mengenai
10 Lihat subbab 1. 5. 2 mengenai definisi gerakan sosial.
37
kampanye #savemaster) pada Mei hingga Oktober 2015. Kemudian pada Oktober
2015 hingga November 2015 peneliti mengumpulkan data primer melalui
wawancara mendalam dengan narasumber yang peneliti pilih.
1. 7. 2 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah adalah jenis penelitian kualitatif studi kasus deskriptif. Dalam
penelitian studi kasus deskriptif, seorang peneliti menempatkan sebuah kejadian
sebagai objek penelitian dan berusaha untuk menjawab pertanyaan epistimologis
yang diawali dengan ―bagaimana‖ (proses) atau ―mengapa‖ (kausa) melalui
penjelasan deskriptif. Robert K. Yin (2006) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan kasus di dalam penelitian studi kasus adalah kejadian kontemporer (baik
yang sedang berlangsung maupun yang telah terjadi) yang masih terikat dan
memiliki pengaruh dengan masa ketika penelitian dilakukan. Dalam penelitian kali
ini, peneliti menggunakan definisi Yin dengan memilih kejadian kontemporer
sebagai kasus yang diteliti yaitu fenomena pelaksanaan kampanye #Savemaster
melalui pemanfaatan crowdfunding platform.
1. 7. 3 Objek Penelitian
Objek yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah fenomena pelaksanaan
Kampanye #Savemaster melalui pemanfaatan crowdfunding platform.
1. 7. 4 Data Penelitan
Terdapat dua jenis data yang ada dalam penelitian kali ini, yaitu primer dan
sekunder. Data primer adalah berupa hasil wawancara langsung dengan narasumber
yang telah peneliti pilih, sedangkan data sekunder adalah berupa artikel,
dokumentasi (foto maupun video), dan pemberitaan di media daring mengenai
kampanye #SaveMaster.
38
1. 7. 5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian
1. 7. 5. 1 Studi Pustaka
Untuk melengkapi data sekunder, peneliti melakukan studi pustaka dengan
melakukan pengumpulan artikel dan literatur mengenai kampanye #savemaster yang
tersebar di situs - situs resmi, portal berita daring, media sosial, maupun blog.
Internet adalah sumber utama dalam aktifitas studi pustaka kali ini.
1. 7. 5. 2 Pengumpulan Dokumen
Peneliti mengumpulkan dokumen dalam bentuk still photo, dan video
mengenai aktivitas kampanye #savemaster yang tersebar di situs - situs resmi dan
akun media sosial resmi milik tim kampanye. Hasil dari pengumpulan dokumen juga
akan dijadikan sebagai data sekunder penelitian.
1. 7. 5. 3 Wawancara Mendalam
Untuk memperoleh data primer penelitian, teknik pengumpulan data yang
peneliti gunakan adalah wawancara mendalam. Pertanyaan yang peneliti ajukan
berpedoman pada interview guide yang peneliti susun sebelum melakukan
wawancara dan berusaha untuk menggali informasi - informasi yang mampu
menjawab pertanyaan penelitian. Media yang peneliti gunakan adalah penyampai
pesan daring (Whatsapp) dan surat elektronik. Wawancara dilakukan dengan
narasumber yang peneliti pilih melalui teknik purpose sampling. Peneliti memilih
pihak yang relevan untuk dapat memberikan data yang sesuai dengan tujuan
penelitian. Berikut tiga narasumber dalam penelitian kali ini :
Tabel 1. 1 : Daftar narasumber penelitian.
No Nama Jabatan Periode Wawancara
1 Muhammad Anggraito
Koordinator Divisi
Crowdfunding
#Savemaster
8 Oktober –
11 Oktober 2015
2 Muhammad Alfatih Timur CEO kitabisa.com 26 Oktober 2015
3 Faris Muhammad Hanif Koordinator Divisi
Media #Savemaster
26 Oktober, 7 dan
9 November 2015
39
Informasi yang peneliti peroleh dari teknik wawancara mendalam ini dijadikan data
primer.
1. 7. 6 Validitas Data Penelitian
Untuk menjamin validitas dan keabsahan hasil penelitian ini, maka peneliti
menggunakan teknik triangulasi yang biasa digunakan dalam penelitian studi kasus.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data
tersebut sebagai pembanding (Moleong, 2002). Melalui teknik triangulasi, peneliti
melakukan pemeriksaan kembali terhadap derajat kepercayaan berbagai informasi
yang didapatkan dengan beberapa cara, yaitu :
a. Membandingkan data yang didapat dari wawancara dengan hasil
pengamatan dan observasi.
b. Melakukan crosscheck mengenai pernyataan seorang informan dengan
pernyataan informan lain yang sama-sama mengetahui kasus tersebut.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang relevan.
1. 7. 7 Teknik Analisis Data Penelitian
Peneliti berpedoman pada teknik analisis interaktif Miles dan Huberman
yang bertumpu pada tiga komponen analisis yaitu reduction, data display, dan
conclusion drawing.
1. Reduction : Peneliti menyeleksi, memilih, dan merangkum data
primer dan sekunder penelitian. Proses ini didasari atas kesesuaian
data dengan rumusan masalah penelitian.
2. Data Display : Peneliti menyajikan data - data yang telah direduksi,
secara sistematis (yang ditandai dengan urutan kode subbab). Peneliti
memastikan data yang disajikan sesuai dengan kronologis waktu
kejadian dan alur kausa (sebab dan akibat) yang terjadi.
40
3. Conclusion Drawing : Peneliti memastikan bahwa data yang peneliti
kumpulkan mengenai aktifitas Kampanye #Savemaster di media baru
merupakan data yang valid dan kredibel. Di dalam penarikan
kesimpulan juga, peneliti melihat apakah data yang telah direduksi
dan disajikan mampu menjawab pertanyaan penelitian dalam
penelitian kali ini.