BAB I Batu Ginjal
-
Upload
dara-mustika -
Category
Documents
-
view
196 -
download
5
Transcript of BAB I Batu Ginjal
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi ginjal tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasidan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka
sesuaidengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk menggunakan pola normal elimanasi urin, serta
timbulnya rasa nyeri mengganggu aktivitas kesehariannya. Batu ginjal atau
urotiliasis merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pola eliminasi
dan menimbulkan rasa nyeri.
Dalam kasus ini Tn. M yang berusia 40 tahun didiagnosa mengalami batu
ginjal dengan keluhan nyeri saat miksi, miksi terputus-putus, miksi berpasir
serta berdarah serta nokturia. Perawat perlu mengetahui tentang hal-hal yang
berhubungan dengan batu ginjal, mengkaji kaitan kaitan antara hal-hal yang
dialami klien dengan proses batu ginjal agar dapat menyelesaikan masalah yang
dialami klien. Jika perawat mengetahui keterkaitan tersebut maka dengan mudah
perawat membuat asuhan keperawatannya sehingga masalah klien mudah
ditangani.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu batu ginjal ?
2. Bagaimana etiologi dari batu ginjal?
3. Siapa yang berperan dalam menyebabkan batu ginjal (patofisiologinya) ?
1
4. Kapan terjadinya proses pembentukan batu ginjal?
5. Dimana letak terjadinya proses pembentukkan batu ginjal?
6. Mengapa klien merasakan nyeri pada miksi, nyeri saat duduk, miksi
terputus-putus dan rasa mual?
7. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien yang mengalami batu ginjal?
C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan mengenai etiologi dari batu ginjal
2. Menjelaskan proses patofisiologi beserta tanda dan gejala dari batu ginjal
3. Menjelaskan kejadian yang dialami klien seperti nyeri pada miksi, nyeri saat
duduk, miksi terputus-putus, dan mual
4. Menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus batu ginjal
5. Menjelaskan tindakan medis atau farmakologi yang berhubungan dengan
batu ginjal
D. Sistematika Penulisan
Pada bab 1 makalah ini, penulis memaparkan tentang latar belakang,
tujuan, sistematika, dan metode penulisan. Pada bab 2, penulis menjelaskan
mengenai tinjauan pustaka konsep diri. Bab 3, penulis menjelaskan mengenai
asuhan keperawatan pada kasus. Bab 4 berisi kesimpulan dan saran penulis.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalh yang berbasis PBL (problem based learning)
penulis menggunakan teknik kolaborasi dalam pembuatan makalah ini. Setiap
anggota kelompok memberikan resume mereka berdasarkan hal-hal yang
dipertanyakan dalam kasus yang diberikan dalam diskusi kelompok kemudian
disatukan sehingga menjadi resume yang utuh dan baik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Definisi
Batu ginjal (urolithiasis) dapat terjadi di bagian mana saja pada sistem
perkemihan. Namun, yang paling banyak ditemukan adalah di dalam ginjal
(nefrolithiasis). Batu mungkin ditemukan di dalam tubulus ginjal atau pelvis
ginjal, ureter, dan kandung kemih. Terdapat sejumlah tipe batu ginjal dan
ukurannya dapat berkisar dari kecil (granular) hingga sebesar batu staghorn
(batu yang menyerupai tanduk rusa) yang dapat menyumbat sistem
kolektivus.
Gambaran klinis bergantung pada tempat batu, adanya infeksi dan/atau
obstruksi saluran kemih. Kolik ureter biasanya berkaitan dengan batu ginjal.
Nyeri pinggang berat yang terjadi sering timbul mendadak dan kemudian
semakin hebat. Nyeri dapat menyebar ke pangkal paha, testis, atau labia
mayora. Batu berdiameter <5mm dapat keluar secara spontan dengan hidrasi
yang adekuat. Batu yang lebih besar biasanya memerlukan intervensi agar
dapat dikeluarkan. Batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih
dapat menyebabkan gagal ginjal akut.
3
Gambar. Batu Ginjal
2. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya
batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor
ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
a. Faktor intrinsik
1) Umur
Penyakit batu ginjal umumnya terjadi pada mereka yang
berusia antara 30-60 tahun. Penyebab pastinya belum diketahui,
kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan faktor sosial
ekonomi, budaya, dan diet.
2) Jenis kelamin
Penyakit ini lebih sering diderita oleh kaum pria daripada
wanita, dengan perbandingan 3:1. Hal ini disebabkan oleh anatomis
saluran kemih pada pria lebih panjang daripada wanita, didalam urin
pria kadar kalsium lebih tinggi sedangkan pada wanita kadar sitrat
lebih tinggi, hormone testosterone pada pria dapat meningkatkan
4
produksi eksalat endogen di hati, dan hormone esterogen pada wanita
dapat mencegah agregasi garam kalsium.
3) Herediter
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tua karena seseorang
yang memiliki risiko lebih tinggi secara genetika akan memudahkan
terbentuknya batu ginjal.
b. Faktor ekstrinsik
1) Jumlah air yang diminum
Kurangnya asupan cairan dalam tubuh akan memicu terjadinya
batu ginjal. Selain itu banyaknya mengonsumsi air yang mengandung
kadar kalsium tinggi akan memicu terjadinya batu ginjal.
2) Iklim dan temperatur
Iklim panas dan temperatur yang tinggi akan memicu
terjadinya batu ginjal hal ini disebabkan karena paparan sinar
ultraviolet tinggi yang akan memicu terjadinya dehidrasi dan
peningkatan vitamin D3 yang memicu peningkatan ekskresi kalsium
dan oksalat. Selain itu, Temperatur yang tinggi akan meningkatkan
jumlah keringat dan meningkatkan konsentrasi air kemih. Konsentrasi
air kemih yang meningkat dapat menyebabkan pembentukan kristal air
kemih.
3) Pekerjaan
Penyakit ini akan mudah menyerang kepada mereka yang
pekerjaannya banyak duduk dan kurang aktivitas. Terlebih jika mereka
kurang minum akan membuat kerja ginjal semakin berat dan sulit
membuang racun dalam bentuk urin.
4) Diet
Diet yang mengandung banyak purin, oksalat, dan kalsium
akan memicu terjadinya batu ginjal. Protein yang tinggi terutama
protein hewani dapat menurunkan kadar sitrat air kemih, akibatnya
kadar asam urat dalam darah akan naik.
5
5) Geografi
Pada beberapa daerah kasus batu ginjal cukup tinggi
dibandingkan daerah lain sehingga dikenal dengan sabuk batu ( stone
belt ). Biasanya daerah ini berada di dataran tinggi atau daerah
pegunungan. Hal ini terjadi karena air yang dikonsumsi mengandung
mineral seperti phosphor, kalsium, magnesium, dan sebagainya.
6) Kebiasaan menahan BAK
Kebiasaan menahan BAK akan menimbulkan statis urin yang
dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang
disebabkan oleh kuman dapat menyebabkan terbentuknya jenis batu
struvit.
Menurut Black, Hawks, dan Keene (2001) faktor risiko dari batu ginjal:
a. Imobilitas dan jarang bergerak,
b. Dehidrasi, yang menyebabkan kejenuhan urin
c. Gangguan metabolik yang merupakan akibat dari peningkatan kalsium
atau ion lain di urin
d. Riwayat sebelumnya
e. Tinggal di daerah stone belt
f. Diet tinggi purine, oksalat, kalsium, dan protein hewani
g. Katerisasi berkepanjangan
h. Neurogenik kandung kemih
Jenis Batu-batu Saluran Kemih
1. Batu kalsium oksalat
Kalsium oksalat adalah yang paling banyak menyebabkan batu saluran
kemih (70-75%), batu terdiri dari kalsium oksalat, laki-laki 2 kali lebih
sering daripada wanita. Angka kejadian tertinggi usia 30-50 tahun. Batu
kalsium oksalat terjadi karena proses multifaktor, kongenital dan gangguan
metabolik sering sebagai faktor penyebab. . Batu ini kadang-kadang di
jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam bentuk campuran,
6
misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran
dari kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait
dengan kadar kalsium yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari
dehidrasi. Batu kalsium oksalat terbagi menjadi dua tipe, yaitu:
a. Whewellite (Ca Ox Monohidrate), berbentuk padat, warna cokat/
hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.
b. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (Ca Ox
Dihidrat): batu berwarna kuning, mudah hancur daripada whewellite.
2. Batu asam urat
Lebih dari 15% batu saluran kemih dengan komposisi asam urat.
Pasien biasanya berusia 60 tahun. Pada pasien berusia lebih muda biasanya
juga menderita kegemukan. Laki-laki lebih sering daripada wanita. Batu
asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Diet menjadi risiko penting
terjadinya batu tersebut. Diet dengan tinggi protein dan purin serta
minuman beralkohol meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air
kemih menjadi rendah. Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat
dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi
kemolisis. Analisis darah dan air kemih pada batu asam urat: asam urat
>380 μmol/dl (6,4 mg/100 ml), pH air kemih ≤ 5,832.
3. Batu kalsium fosfat
Dua macam batu kalsium fosfat terjadi tergantung suasana pH air
kemih. Karbonat apatite (dahllite) terbentuk pada pH>6,8 dengan
konsentrasi kalsium yang tinggi dan sitrat rendah. Seperti pada batu
kalsium oksalat, batu kalsium fosfat juga merupakan batu campuran.
Terjadi pada suasana air kemih yang alkali atau terinfeksi. Terjadi bersama
dengan struvit. Brushite (kalsium hydrogen fosfat) terbentuk pada pH air
kemih 6,5-6,8 dengan konsentrasi kalsium dan fosfat yang tinggi. Batu ini
mempunyai sifat keras dan sulit dipecah dengan lithotripsy, cepat terbentuk
dengan angka kekambuhan yang tinggi.
7
4. Batu struvit (magnesium-amonium fosfat)
Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini
disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini
adalah golongan kuman pemecah urea (urea splitter) yang dapat
menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah
urea antara lain Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter,
Pseudomonas, dan Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 15-20% pada
penderita BSK. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi
ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang
banyak sangat penting untuk membilas bakteri dan menurunkan
supersaturasi dari fosfat.
5. Batu Cystine
Batu Cystine terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan
ginjal. Frekuensi kejadian 1-2%. Disebabkan faktor keturunan dan pH
urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu
dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya
atau pada individu yang statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan
seumur hidup, diet mungkin menyebabkan pembentukan batu, pengenceran
air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi menaikkan
ekskresi sistin dalam air kemih.
Letak Batu pada Saluran Kemih
1. Batu Pada Pelvis Renalis
Batu pada pelvis renalis menimbulkan gejala sakit yang sangat pada
kostovertebral, hematuria dan piuria, dan nyeri menjalar ke arah anterior
dan ke arah kandung kemih. Bila nyeri mendadak akut disertai nyeri tekan
halus pada area kostovertebral, mual, muntah, dan rasa tidak nyaman pada
abdomen, menandakan klien mengalami kolik renal.
8
2. Batu pada ureter
Batu yang terletak di ureter menimbulkan gejala nyeri akut, kolik
seperti gelombang yang menjalar ke arah paha dan genital, sering ingin
berkemih tapi hanya sedikit urine yang keluar, dan biasanya mengandung
darah akibat abrasi batu.
3. Batu yang tersangkut pada kandung kemih
Batu pada kandung kemih ini menimbulkan gejala iritasi berkaitan
dengan infeksi saluran perkemihan dan hematuria, retensi urine jika batu
menyumbat leher kandung kemih, dan kemungkinan sepsis jika terdapat
infeksi bersamaan dengan batu.
3. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor
predisposisi dan teori tentang terjadinya batu antara lain :
a. Teori pembentukan inti. Teori ini mengatakan bahwa pembentukan batu
berasal dari kristal atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat.
Teori ini ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu
tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hiperekresi atau mereka dengan
resiko dehidrasi. Tambahan, banyak penderita batu dimana koleksi urin 24
jam secara komplit normal. Teori inti matrik : Pembentukan batu saluran
kemih membutuhkan adanya substansi organic sebagai pembentuk inti.
Substansi organic terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan
mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b. Teori supersaturasi : peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan
batu dalam urin seperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat
mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi
oleh pH dan kekuatan ion.
c. Teori presipitasi-kristalisasi : Perubahan pH urin akan mempengaruhi
solubilitas substansi dalam urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap
9
sistin, xastin, asam urat, sedang didalam urin yang basa akan mengendap
garam-garam fosfat.
d. Teori berkurangnya faktor penghambat : Mengatakan bahwa tidak
adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu seperti
fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin
akan mempermudah pembentukan batu urin. Teori ini tidaklah benar secara
absolut karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah
menderita batu, dan sebalinya mereka yang memiliki faktor pengahmbat
berlimopah membentuk batu.
e. Teori lain adalah : Berkurangnya volume urin : Kekurangan cairan akan
menyebabkan peningkatan kosentrasi zat terlarut (missal; kalsium, natrium,
oksalat dan protein) yang mana ini dapat menimbulkan pembentukan
kristal diurin).
4. Tanda dan Gejala
a. Nyeri
Nyeri disebabkan karena batu menyumbat saluran kemih, setelah itu
obstruksi berkembang yang menghasilkan peningkatan tekanan hidrostatik
dan pembesaran pelvis ginjal dan proksimal ureter.
b. Mual dan muntah
Nyeri sangat parah akibat batu ginjal bisa menyebabkan rasa mual
bahkan muntah. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan
diseluruh area kostovertebratal juga bisa menyebabkan mual dan muntah.
Serta adanya obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) dapat
menyebabkan mual yang disertai muntah.
c. Hematuria
Adanya gesekan antara batu ginjal dengan saluran kemih yang dilewati
akan menyebabkan darah ikut keluar bersama urin atau sering disebut
dengan hematuria.
10
d. Sering berkemih
Saluran kemih yang teriritasi membuat penderita merasa ingin
berkemih lebih sering dari biasanya.
e. Demam dan mengigil
Kondisi ini terjadi karena adanya infeksi di saluran kemih yang
disebabkan oleh iritasi batu ginjal.
(Smeltzer & Bare, 2003)
B. Pembahasan Kasus
Pada kasus Tn M tanda dan gejala yang dialamipun sangat khusus, yaitu
mengalami nyeri pinggang yang hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu dan
bertambah sejak 2 minggu yang lalu. Nyeri yang dialami klien sering hilang
timbul disebabkan karena pergerakan batu di saluran kemih atau adanya usaha
untuk mengeluarkan batu tetapi tersangkut di saluran kemih. Nyeri yang timbul
didasarkan pada letak batu, nyeri dapat berupa kolik ginjal atau kolik saluran
kemih. Kolik ginjal berasal dari daerah pinggang dan sekitarnya yang kemudian
turun menuju testis pada pria dan kandung kemih pada wanita. Kolik saluran
kemih, nyeri terasa menuju genital sampai ke paha. Rasa nyeri yang menjalar
hingga ke paha kanan bagian dalam sampai ke selangkangan disebabkan karena
adanya batu di ureter.
Klien merasa mual tetapi tidak sampai muntah disebabkan karena nyeri
tekan diseluruh area kostovertebratal. Hal ini juga disertai nausea, pucat, dan
ansietas. Semua gejala ini menandakan jika klien sedang mengalami kolik ginjal.
Kolik ginjal dimediasi oleh sistem saraf otonom melalui ganglia celiac, yang
menyebabkan mual, muntah, penurunan motilitas usus, dan mungkin ileus
paralitik. Kolik ginjal berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik yang
mendadak dari saluran kemih bagian atas.
Hematuria yang dialami klien disebabkan karena pergesekan batu dengan
saluran kemih atau adanya iritasi di saluran kemih sehingga di urin klien terlihat
adanya darah. Saluran kemih yang mungkin mengalami iritasi adalah uretra.
11
Kencing berpasir berwarna kuning yang dialami klien merupakan akibat dari
jenis batu yang terbentuk di dalam tubuh klien. Batu berwarna kuning
kemungkinan menunjukkan batu yang terbentuk adalah batu kalsium yang
berkombinasi dengan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) dan jenis batu ini
lebih mudah hancur dari pada whewellite. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu
berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan konsentrasi asam oksalat yang
tinggi pada air kemih.
Klien memiliki riwayat bangun tengah malam untuk miksi dengan
frekuensi 5 kali dalam semalam, hal ini terjadi karena ginjal sedang melakukan
kompensasi dengan menghasilkan urin yang banyak (poliguria) terhadap tahap
awal pembentukan batu ginjal. Namun, ketika batu mulai berjalan atau berpindah
ke saluran kemih terjadi obstruksi saluran kemih yang mengakibatkan klien
susah miksi.
C. Asuhan Keperawatan pada Kasus
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
1) Data Klien
Nama : Tn. M
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Supir Truk
Diagnosa Medis : Urothialisis
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan Utama :
Nyeri hilang timbul pada pinggang kanan sejak 2 bulan lalu dan
bertambah sejak 2 minggu lalu, menjalar ke paha bagian kanan sampai
selangkangan, dirasakan bila lama duduk
Miksi terputus-putus, hematuria, nokturia 3 bulan lalu
Mual
12
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji penyakit yang pernah diderita yang berhubungan dengan
urolithiasis seperti Infeksi saluran kemih, imobilisasi lama, penyakit
inflamasi usus.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji penyakit/kelainan yang sifat herediter seperti riwayat dengan
urolithiasis, renal tubular acidosis, cystinuria, xanthinuria, dan
dehidroxynadeninuria
5) Riwayat Psikososial
Kaji kebiasaan klien yang dapat mempengaruhi secara signifikan
fungsi renal
Kaji masalah kekambuhan dan dampak pada pekerjaan serta aktivitas
harian lainnya
6) Pola Fungsi Kesehatan :
No Kaji Gejala Data Kasus Problem
1. Aktifitas /
Istirahat
Pekerjaan monoton, pekerjaan
dimana pasien terpajan pada
lingkungan bersuhu tinggi
Keterbatasan aktivitas /
mobilisasi sehubungan dengan
kondisi sebelumnya.
Gangguan pola tidur
Tn. M adalah
seorang supir
Gangguan
Aktivitas
2. Sirkulasi peningkatan TD dan nadi,
(nyeri, obstruksi oleh kalkulus,
ansietas, gagal ginjal)
kulit hangat dan kemerahan,
pucat
TTV Normal Observasi
3. Eliminasi riwayat adanya ISK kronis,
obstruksi sebelumnya
oliguria
hematuria
Gangguan
eliminasi/Peruba
13
penurunan haluaran urine,
vesica urinaria penuh
rasa terbakar, dorongan
berkemih
miksi berpasir
kuning
nokturia 3 bulan
lalu
han pola
berkemih
4. Makanan/
Cairan
Mual/muntah, nyeri tekan
abdomen
Riwayat diet tinggi purin,
kalsium oksalat dan atau fosfat
Ketidakcukupan pemasukan
cairan, tidak minum air dengan
cukup
MualGangguan pola
makanan
5. Nyeri/
Kenyamanan
nyeri berat akut (nyeri kolik)
lokasi nyeri tergantung pada
lokasi batu.
Contoh : pada panggul di Regio
sudut kostovertebral, dapat
menyebar ke punggung,
abdomen dan turun ke lipat paha
/ genetalia.
Klien mengeluh
nyeri hilang
timbul pada
pinggang kanan
sejak 2 bulan
lalu
Nyeri menjalar
hingga paha
kanan sampai
selangkangan
Nyeri perkusi
pada region
costovertebra
dan suprapubik
Gangguan
Kenyamanan
(Nyeri)
b. Pemeriksaan Fisik
14
1) Inspeksi :
Saat posisi duduk atau supine dilihat adanya pembesaran di daerah
pinggang atau abdomen sebelah atas. Asimetris ataukah adanya
perubahan warna kulit. Pembesaran pada daerah ini dapat disebabkan
karena hidronefrosis atau tumor pada retroperitonium.
2) Palpasi :
Palpasi pada ginjal dilakukan dengan memakai dua tangan, tangan kiri
diletakkan di sudut kosta-vertebra untuk mengangkat ginjal ke atas
sedangkan tangan kanan meraba dari depan dengan sedikit menekan ke
bawah. Adanya pembesaran pada ginjal seperti tumor, kista atau
hidronefrosis biasa teraba dan terasa nyeri. Ureter tidak dapat dipalpasi,
tetapi bila terjadi spasme pada otot-ototnya akan menghasilkan nyeri pada
pinggang atau perut bagian bawah, menjalar ke skrotum atau labia.
Adanya distensi vesica urinaria akan teraba pada area di atas simphisis
atau setinggi umbilikus, yang disebabkan adanya obstruksi pada leher
vesica urinaria
3) Perkusi :
Nyeri ketok terasa ketika memberikan ketokan pada sudut kostavertebra
yang mengindikasikan adanya pembesaran ginjal karena hidronefrosis
atau tumor ginjal.Pada vesica urinaria diketahui adanya distensi karena
retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas vesica
urinaria serta adanya tumor/massa.
4) Auskultasi :
Memeriksa adanya ‘bruit’ di arteri renal. Adanya bruit di atas arteri renal
dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti
stenosis atau aneurisma arteri renal.
c. Pemeriksaan Laboratorium
15
1) Urinalisa
a) Normal : warna urin kekuning-kuningan, Ph 4,6 -6,8
b) Abnormal :
- warna merah, secara umum menunjukkan hematuri (obstruksi
urin, kalkulus renalis, tumor, gagal ginjal)
- Ph urin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat)
- Ph urin alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu
kalsium fosfat)
2) Urine (24 jam)
Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.
3) Kultur urine
Menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,
proteus, klebsiela, pseudomonas).
4) BUN/kreatinin serum dan urine
Memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa
yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan
Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi
protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera,
infeksi).
5) Kadar klorida dan bikarbonat serum
Peningkatan kadar klorida dan penurunan kadar bikarbonat
menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto rontgen
Menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada
area ginjal dan sepanjang ureter.
2) IntraVenous Pylogram (IVP)
16
IVP adalah pemeriksaan x-ray khusus ginjal, kandung kemih,
dan ureter. Sebuah IVP dapat digunakan untuk mengevaluasi cedera
perut, kandung kemih dan ginjal infeksi, darah dalam urin, nyeri pada
batu ginjal, tumor
3) Sistoureterokopi
Visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan
batu dan efek obstruksi.
4) Ultrasound Ginjal
Menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
5) CT Scan
Mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain,
ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih
2. DIAGNOSA
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan
kontraksi ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
b. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan
peradangan/inflamasi.
c. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter,
diuresis pasca obstruksi.)
d. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi
yang ada.
17
3. INTERVENSI
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan peningkatan frekuensi kontraksi
ureteral, taruma jaringan, edema dan iskemia seluler.
Kemungkinan dibuktikan oleh adanya keluhan nyeri kolik, perilaku
melindungi/ distraksi, gelisah, merintih, focus pada diri sendiri, nyeri
wajah, serta otot tegang.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien melaporkan nyeri hilang dengan spasme terkontrol
2) Klien mengatakan rasa nyeri dapat dikendalikan dengan obat. Nyeri
kolik yang hebat akan dirasakan oleh pasien sehinga narkotik dan
antispamodik perlu segera diberikan
3) Tampak rileks dan dapat beristirahat
Intervensi:
1) Catat lokasi, lamanya/intensitas nyeri (skala 1-10) dan
penyebarannya. Perhatiakn tanda non verbal seperti: peningkatan TD
dan nadi, gelisah, meringis, merintih, menggelepar.
Rasional: Membantu evaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan
batu. Nyeri panggul sering menyebar ke punggung, lipat paha, genitalia
sehubungan dengan proksimitas pleksus saraf dan pembuluh darah
yang menyuplai area lain.
2) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf
perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
Rasional: Melaporkan nyeri secara dini memberikan kesempatan
pemberian analgesi pada waktu yang tepat dan membantu
meningkatkan kemampuan koping klien dalam menurunkan ansietas.
Nyeri yang tiba-tiba berhenti menandakan lewatnya batu.
18
3) Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kepada staf
perawatan setiap perubahan karakteristik nyeri yang terjadi
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menurunkan ketegangan otot.
4) Bantu/dorong pernapasan dalam, bimbingan imajinasi dan aktivitas
terapeutik
Rasional: Mengalihkan perhatian dan membantu relaksasi otot
5) Bantu/dorong peningkatan aktivitas (ambulasi aktif) sesuai indikasi
disertai asupan cairan sedikitnya 3-4 liter perhari dalam batas toleransi
jantung.
Rasional: Aktivitas fisik dan hidrasi yang adekuat meningkatkan
lewatnya batu, mencegah stasis urine dan mencegah pembentukan batu
selanjutnya
6) Perhatikan peningkatan/menetapnya keluhan nyeri abdomen
Rasional: Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasiurine ke dalam area perrenal, hal ini merupakan
kedaruratan bedah akut
7) Kolaborasi :
a) Pemberian obat sesuai program terapi:
Analgetik
Antispasmodik (cont. flavoksat/ uripas, oksibutin/ditropan)
Kortikosteroid
Rasional:
Analgetik (gol. narkotik) biasanya diberikan selama episode akut
untuk menurunkan kolik ureter dan meningkatkan relaksasi
otot/mental
Antispasmodik menurunkan refleks spasme, dapat menurunkan
kolik dan nyeri.
19
Mungkin digunakan untuk menurunkan edema jaringan untuk
membantu gerakan batu
b) Pertahankan patensi kateter urine bila diperlukan.
Rasional: Mencegah stasis/retensi urine, menurunkan risiko
peningkatan tekanan ginjal dan infeksi
b. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal dan ureter, obstruksi mekanik dan
peradangan.
Kemungkinan dibuktikan oleh adanya urgensi dan frekuensi berupa
oliguria (retensi) dan hematuria.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
2) Tidak mengalami tanda obstruksi
3) Klien tidak menunjukan tanda dan gejala infeksi
Intervensi:
1) Awasi asupan dan haluaran, karakteristik urine, catat adanya `
keluaran batu.
Rasional: Memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya
komplikasi. Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu
dan mempengaruhi pilihan terapi
2) Tentukan pola berkemih normal klien dan perhatikan variasi yang
terjadi
Rasional: Batu saluran kemih dapat menyebabkan peningkatan
eksitabilitas saraf sehingga menimbulkan sensasi kebutuhan
20
berkemih segera. Biasanya frekuensi dan urgensi meningkat bila
batu mendekati pertemuan uretrovesikal.
3) Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional: Peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah,
debris dan membantu lewatnya batu
4) Observasi perubahan status mental, perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional: Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan
elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP
5) Pantau hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, BUN,
kreatinin)
Rasional: Peninggian BUN, kreatinin dan elektrolit menjukkan
disfungsi ginjal
6) Berikan obat sesuai indikasi:
Asetazolamid (Diamox), Alupurinol (Ziloprim)
Hidroklorotiazid (Esidrix, Hidroiuril), Klortalidon
(Higroton)
Amonium klorida, kalium atau natrium fosfat (Sal-
Hepatika)
Agen antigout mis: Alupurinol (Ziloprim)
Antibiotika
Natrium bikarbonat
Asam askorbat
Rasional:
Meningkatkan pH urine (alkalinitas) untuk menurnkan
pembentukan batu asam.
Mencegah stasis urine dan menurunkan pembentukan
batu kalsium.
Menurunkan pembentukan batu fosfat
Menurnkan produksi asam urat.
21
Mungkin diperlukan bila ada ISK
Mengganti kehilangan yang tidak dapat teratasi selama
pembuangan bikarbonat dan atau alkalinisasi urine,
dapat mencegah pemebntukan batu.
Mengasamkan urine untuk mencegah berulangnya
pembentukan batu alkalin.
7) Pertahankan patensi kateter tak menetap (uereteral, uretral atau
nefrostomi).
Rasional: Mungkin diperlukan untuk membantu kelancaran aliran
urine.
8) Irigasi dengan larutan asam atau alkali sesuai indikasi
Rasional: Mengubah pH urien dapat membantu pelarutan batu dan
mencegah pembentukan batu selanjutnya.
9) Siapkan klien dan bantu prosedur endoskopi
Rasional: Berbagai prosedur endo-urologi dapat dilakukan untuk
mengeluarkan batu
c. Kekurangan volume cairan (resiko tinggi) berhubungan dengan
mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelvis ginjal atau kolik ureter,
diuresis pasca obstruksi.)
Hasil yang diharapkan : klien dapat mempertahankan keseimbangan
cairan adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, berat badan dalam
rentang normal, nadi perifer normal, membrane mukosa lembab, turgor
kulit baik
Intervensi:
1) Awasi asupan dan haluaran
Rasional: Mengevaluasi adanya stasis urine/kerusakan ginjal .
22
2) Catat insiden dan karakteristik muntah, diare
Rasional: Mual/muntah dan diare secara umum berhubungan
dengan kolik ginjal karena saraf ganglion seliaka
menghubungkan kedua ginjal dengan lambung
3) Tingkatkan asupan cairan 3-4 liter/hari
Rasional: Mempertahankan keseimbangan cairan untuk
homeostasis, juga dimaksudkan sebagai upaya membilas batu
keluar
4) Awasi tanda vital.
Rasional: Indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan
intervensi
5) Timbang berat badan setiap hari
Rasional: Peningkatan BB yang cepat mungkin berhubungan
dengan retensi
6) Kolaborasi pemeriksaan HB/Ht dan elektrolit
Rasional: Mengkaji hidrasi dan efektiviatas intervensi
7) Berikan cairan infus sesuai program terapi
Rasional: Mempertahankan volume sirkulasi (bila asupan per
oral tidak cukup)
8) Kolaborasi pemberian diet sesuai keadaan klien
Rasional: Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas saluran
cerna, mengurangi iritasi dan membantu mempertahankan
cairan dan keseimbangan nutrisi
9) Berikan obat sesuai program terapi (antiemetik misalnya
Proklorperasin/ Campazin).
Rasional: Antiemetik mungkin diperlukan untuk menurunkan
mual/muntah
d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
terapi berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi
23
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
Kemungkinan dibuktikan dengan pertanyaan, meminta informasi,
pernyataan salah konsepsi, menyatakan masalh, tidak akurat mengikuti
intruksi mecegah terjadinya komplikasi.
Hasil yang diharapkan :
1) Menyatakan pemahaman proses penyakit
2) Menghubungkan gejala dengan factor penyebab
3) Melakukan perubahan perilaku yang perlu dan berpartisipasi dalam
program pengobatan
4) Klien dapat menjelaskan proses penyakitnya pemeriksaan urologis
dan pengobatan dengan benar.
Intervensi:
1) Tekankan pentingnya memperta-hankan asupan hidrasi 3-4
liter/hari
Rasional: Pembilasan sistem ginjal menurunkan kesemapatan stasis
ginjal dan pembentukan batu
2) Kaji ulang program diet sesuai indikasi.
1. Diet rendah purin
2. Diet rendah kalsium
3. Diet rendah oksalat
4. Diet rendah kalsium/fosfat
Rasional: Jenis diet yang diberikan disesuaikan dengan tipe batu
yang ditemukan
24
3) Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas
Rasional: Obat-obatan yang diberikan bertujuan untuk mengoreksi
asiditas atau alkalinitas urine tergantung penyebab dasar
pembentukan batu
4) Jelaskan tentang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi medik
(nyeri berulang, hematuria, oliguria)
Rasional: Pengenalan dini tanda/gejala berulangnya pembentukan
batu diperlukan untuk memperoleh intervensi yang cepat sebelum
timbul komplikasi serius
5) Tunjukkan perawatan yang tepat terhadap luka insisi dan kateter
bila ada.
Rasional: Meningkatakan kemampuan rawat diri dan kemandirian
4. EVALUASI
Perawat menilai intervensi keperawatan dengan mengevaluasi :
a. Klien mengatakan rasa nyeri hilang atau pada skala
2 (skala 1-5)
b. Tidak ada tanda dan gejala infeksi : tidak ada
demam, disuria, urgensi, frekuensi dan hematuria
c. Asupan haluaran seimbang, tidak terdapat batu di
saringan urine
d. Mengkosumsi masukan cairan dalam jumlah
cukup/besar (10-12 gelas setiap hari)
e. Mematuhi medikasi yang dianjurkan untuk
mengurangi oembentukan batu
f. Mengatakan mampu menangani rasa cemas, ada sistem pendukung yang
efektif, tampak tenang dan relaks.
5. PENATALAKSANAAN MEDIS
25
Tujuan utama penatalaksaan medis batu saluran kemih (BSK) adalah
untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan
nefron dan mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.
Ada beberapa cara untuk mengeluarkan batu seperti dengan medikamentos,
pengobatan medik selektif dengan pemberian obbat-obatan, tanpa operassi
dan denagn pembedahan terbuka.
a. Medikamentosa atau Manajemen Observasi
Terapi medikamentosa ditujukan pada batu yang berukuran kecil,
yaiitu dengan diameter yang kurang dari 5mm. Pada terapi ini diharapkan
batu dapat keluar tanpa intervensi medis. Dengan cara mempertahankan
keenceran kandungan urin dan diet makanan tertentu yang dapat
meningkatkan volume batu, yaitu seperti makanan yang mengandung
kalsium. Diet ini ditujukan untuk mencegah agar batu tidak bertamah besar
dan meningkat ukurannya dari tang telah ada. Setiap pasien dengan batu
saluran kemih harus minum paling sedikit 8 gelas air setiap harinya atau
sekitar 3 liter yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
produksi urin sebanyak 2500ml/ hari.
b. Pengobatan Medik Selektif dengan Pemberian Obat-obatan
Analgesia dapat diberikan untuk meredakan nyeri dan mengusahakan
agar batu dapat keluar sendiri secara spontan. Opioid seperti injeksi morfin
sulfat yaitu petidin hidroklorida atau obat anti inflamasi nonsteroid seperti
ketorolac dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter. Pemberian
antibiotik apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada pengangkatan
batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah batu dikeluarkan, batu
saluran kemih dapat dianalisis untuk mengetahui komposisi dan obat
tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembenntukan batu berikutnya.
c. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
26
ESWL merupakan suatu tindakan non-invasif dan tanpa pembiusan,
pada tindakan ini digunakan gelombang kejut eksternal yang dialirkan
melalui tubuh untuk memecah batu. ESWL didasarkan pada prinsip bahwa
gelombang kejut bertekanan tinggi akan melepaskan energi ketika
melewati area-area yang memiliki kepadatan akustik berbeda. Gelombang
kejut yang dibangkitkan di luar tubuh dapat difokuskan ke sebuah batu
menggunakan teknik geometrik. Alat ESWL adalah pemecah batu yang
pertama kali diperkenalkan oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat
memecahkan batu ginjal, batu ureter proximal atau menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. ESWL
dapat mengurangi keharusan melakukan prosedur infasif dan terbukti dapat
menurunkan lama rawat inap di rumah sakit.
d. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan Batu Saluran Kemih yang terdiri atas pemecah batu, dan
kemudian mengeluarkan dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
langsung ke dalam saluran kemih. Alat tersebut dimasukkan kedalam uretra
atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Terdapat beberapa tindakan
endurologi tersebut adalah:
1) PNL (Perkutaneous Nephro Litholapaxy) adalah usaha
mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal. Untuk
mencapai akses perkutan, urolog atau radiolog memasang kabel
penuntun fleksibel berukuran kecil di bawah kontrol fluoroskopi
melalui pinggang pasien ke dalam ginjal lalu turun ke ureter. Jika
akses sudah diperoleh, saluran dilebarkan sampai ukuran 30 F dan
dimasukkan selongsong, lalu nefroskop atau ureteroskop rigid /
fleksibel dimasukkan melalui selongsong. Dengan tuntunan
fluoroskopi dan endokamera, batu diangkat secara utuh atau setelah
dipecahkan menggunakan litotripsi intrakorporal. PNL memiliki
keuntungan sebagai berikut : (1) Jika batu dapat dilihat, hampir
27
dipastikan batu tersebut dapat dihancurkan. (2) Dengan alat fleksibel,
ureter dapat dilihat secara langsung sehingga fragmen kecil dapat
diidentifikasi dan diangkat. (3) Proses cepat, dengan hasil yang dapat
diketahui saat itu juga. Perawatan di rumah sakit biasanya 3 sampai 5
hari, pasien dapat kembali melakukan aktivitas ringan setelah 1 sampai
2 minggu.
2) Litotripsi adalah pemecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat ureteroskopi per-uretram. Dengan menggunakan
energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem
pelvikalises dapat dipecah pelalui tuntunan ureteroscopi/
ureterorenoscopi ini.
3) Ureteroscopi atau uretero-renoskopi adalah dengan memasukkan
alat ureteroscopi per-uretram. Penemuan uteroskopi ditemukan pada
tahun 1980-an. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di
dalam ureter maupun di dalam sistem pelvikalises dapat dipecah
melalui turunan ureteroscopi ini.
e. Tindakan Operasi
Penanganan batu saluran kemih, biasanya diusahakan dengan cara spontan
dan tanpa pembedahan. Tindakan pembedahan ini dilakukan apabila tidak
terdapat respon terhadap bentuk penanganan lainnya. Ada beberapa jenis
tindakn pembedahan, yang dibagi berdasarkan letak dimana batu berada:
1) Nefroliotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal.
2) Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di ureter.
3) Vasikolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu
yang berada di vesika urinearia.
4) Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu y
ang berada di uretra.
28
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembagian ureter secara anatomi perlu diketahui karena berkaitan dengan
tatalaksana batu ureter. Ureter dibagi menjadi tiga bagian, yaitu ureter atas, mulai
dari ureteropelvic junction sampai ke tepi atas os ileum, ureter tengah yaitu mulai
dari tepi atas os ileum sampai ke tepi atas sacroileal joint dan ureter bawah, mulai
dari tepi atas sacroileal joint sampai ke orifisium ureter. Pembagian ureter
menjadi tiga bagian ini terutama berkaitan dengan pendekatan bedah untuk
mengangkat batu. Komposisi dari batu ureter bervariasi, Pada umumnya batu
terbentuk dari garam kalsium seperti kalsium oksalat monohidrat, kalsium oksalat
dihidrat dan kalsium fosfat. Tipe lain yang kurang sering didapat yaitu batu asam
urat dan batu struvit, sedangkan yang jarang didapat adalah batu sistin. Seluruh
informasi ini penting untuk mengetahui tindakan dan pengobatan apa yang tepat
untuk batu saluran kemih.
B. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan, diharapkan dapat memahami tentang
etiologi, patofisiologi, kejadian yang dialami klien seperti nyeri pada miksi, nyeri
saat duduk, miksi terputus-putus, dan mual. Sebagai mahasiswa keperawatan,
diharapkan dapat menjelaskan asuhan keperawatan pada kasus batu ginjal serta
mengetahui tindakan medis atau farmakologi yang berhubungan dengan batu
ginjal.
29
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, Marry. (2009). Asuhan keperawatan gangguan ginjal. EGC : Jakarta
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2005). Medical-Surgical Nursing : Clinical Management
for Positive Outcome (Ed7). Missouri. Elsavier
Black, Joyce M., Hawks, Jane H., Keene, A.M. (2001). Medical-Surgical Nursing
Clinical Management of Positive Outcomes Ed 6th. USA: Elsevier
Brooker, Chris. (2008). Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan, Penggunaan ESWL pada Batu Ginjal.
http://buk.depkes.go.id/index.php?
option=com_docman&task=doc_download&gi
d=269&Itemid=142
Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan edisi 3. Jakarta. EGC
Ignatavicus, D.D., & Workman, M.L. (2006). Medical Surgical Nursing : Critical
Thinking For Collaborative Care. Missouri : Elsavier
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua, Edisi
ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Purnomo BB. (2003). Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ke-2. Jakarta : Perpustakaan
Nasional republik Indonesia.
Schwartz, Seymour I. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2000). Brunner & Suddarth’s Textbook Medical
Surgical Nursing (Ed 9). Philadelhia : Lippincott
30
Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2003). Brunner & Suddarth’s Textbook Medical
Surgical Nursing (Ed 10). Philadelhia : Lippincott
Sjamsuhidrajat R, 1 W. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran : EGC.
UPNVJ, Batu Ginjal
http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3keperawatan/207303020/bab2.pdf
Universitas Sumatra Utara, ChapterII
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30750/4/Chapter%20II.pdf
Wilkinson, Judith M. & Ahern, Nancy R. (2011).buku saku diagnosis keperatan edisi
9. EGC : Jakarta
.
31