BAB I
-
Upload
sahama2508 -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of BAB I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kok Tiba-tiba Nyeri Pinggang
Andi, 30 tahun dating ke IGD RSDM karena tiba-tiba merasa nyeri
pinggang kiri yang tak tertahankan. Dua minggu yang lalu Andi pernah kencing
keluar batu. Andi juga merasakan demam sejak 1 minggu ini. BAK dirasakan
anyang-anyangan dan berwarna keruh. Oleh dokter jaga IGD, Andi disuntik obat
analgetika.
Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang awal Andi
dikatakan terdapat batu dan infeksi saluran kencing. Kadar Hb 12g/dl, Leukosit
15.000/dl, kreatinin 1,0 mg/dl, dan terdapat leukosituria>50 lpb, dan bakteriuria
(+++). Setelah diketahui fungsi ginjalnya baik, dilakukan foto IVP dan hasulnya
adanya sumbatan ringan saluran ureter yang disebabkan karena batu ureter ukuran
3 mm. Andi disarankan untuk minum banyak dan berolahraga serta control ke
poliklinik urologi 1 minggu lagi, selain harus mengkonsumsi obat antibiotic,
antinyeri, dan diuretic dan juga untuk mengambil hasil pemeriksaan kultur urine.
B. Rumusan Masalah
1. Adakah hubungan usia dengan penyakit yang diderita?
2. Apakah nyeri yang dialami oleh pasien, apa bedanya dengan nyeri lain,
mengapa tidak tertahankan dan hubungan dengan lokasi nyeri?
3. Bagaimana patofisiologi kencing batu, ukuran batu dan bagaimana bisa
keluar?
4. Apa saja substansi yang ada di batu?
5. Apa hubungan demam dengan gejala yang lain?
6. Bagaimana patofisiologi anyang-anyangan dan urin keruh?
1
7. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan lab yang dilakukan?
8. Mengapa dilakukan foto IVP dan apa indikasi serta kontraindikasinya?
9. Mengapa dokter menyarankan untuk minum banyak dan berolahraga,
mengkonsumsi obat antibiotik, anti nyeri dan diuretik dan juga melakukan
pemeriksaan kultur urin?
10. Apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan?
11. Apa saja diagnosis bandingnya?
12. Bagaimana tatalaksana yang seharusnya diberikan pada pasien?
13. Apa saja komplikasi yang dapat terjadi dan bagaimana prognosisnya?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hubungan usia dengan penyakit yang diderita, dan factor resiko
lainnya.
2. Mengetahui jenis nyeri yang dialami, membedakan dengan nyeri lain dan
patofisiologi.
3. Mengetahui patofisiologi kencing batu.
4. Mengetahui susbtansi yang terkandung dalam batu.
5. Mengetahui hubungan demam dan gejala yang lain.
6. Mengetahui patofisiologi anyang-anyangan dan urin keruh.
7. Mengetahui interpretasi dari hasil pemeriksaan lab yang dilakukan.
8. Mengetahui tentang IVP, indikasi dan kontraindikasinya.
9. Mengetahui alasan dari saran dokter yang diberikan.
10. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan.
11. Mengetahui apa saja diagnosis bandingnya.
12. Mengetahui tatalaksana yang seharusnya diberikan pada pasien.
13. Mengetahui apa saja komplikasi yang dapat terjadi dan prognosisnya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hubungan Penyakit Dengan Usia
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannnya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolic, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan idiopatik.
Secara epidemiologis terdapat beberapa factor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktro itu adalah factor
instrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan factor ekstrinsik,
yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Faktor instrinsik itu antara lain adalah:
1. Hereditair (keturunan) : mPenyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya
2. Umur : Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3. Jenis kelamin : Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
Beberapa factor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi : Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran
kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hamper
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2. Iklim dan temperature
3. Asupan air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada
air yang dikonsumsi , dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih
4. Diet : Diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih
5. Pekerjaan : Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya
banyak duduk atau kirang aktifitas atau sedentary life.
3
(Purnomo, 2011)
Disebutkan bahwa prevalensi umur yang paling sering adalah sekitar umur
30-50 tahun. Batu saluran kencing dapat terjadi pada segala umur, namun paling
sering terjadi pada umur 30-50 tahun. Umur 30-50 tahun adalah usia produktif,
dimana umumnya seseorang menjadi sibuk dan kurang menjaga pola hidup. Jadi
dimungkinkan usia produktif tersebut menyebabkan batu saluran kencing karena
pola hidup yang kurang baik, seperti kurang minum, kurang berolahraga, dan
sebagainya.
B. Nyeri
Evaluasi pasien dengan nyeri abdomen merupakan salah satu aspek yang
menarik di bidang gawat darurat. Nyeri abdomen merupakan keluhan yang cukup
sering ditemukan sebanyak 10 % pada pasien-pasien di ruang gawat darurat.
Penegakan diagnosis kemungkinan bervariasi dari kondisi yang cukup
mengancam jiwa (contoh, ruptur aneurisma arteri abdomen) hingga yang hilang
sendiri (dinding abdomen yang menegang) dan dari yang umum (gastroenteritis)
hingga yang jarang (gigitan laba-laba hitam). Walaupun etiologi dari nyeri pada
awalnya belum dapat ditentukan kurang lebih sebesar 30-40% pasien, namun
mengenali kasus-kasus yang memerlukan operasi atau yang mengancam jiwa
adalah hal yang lebih penting dari penegakan diagnosis itu sendiri (Mahadevan,
2005).
Nyeri abdomen secara umum. Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu
(Mahadevan, 2005):
a) Nyeri abdomen visera
Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau
penegangan kapsul dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi
atau inflamasi ketika jaringan mengalami kongesti sehingga mensensitisasi
ujung saraf nyeri visera dan menurunkan ambang batas nyerinya. Nyeri ini
4
sering merupakan manifestasi awal dari beberapa penyakit atau berupa rasa
tidak nyaman yang samar-samar hingga kolik. Jika organ yang terlibat
dipengaruhi oleh gerakan peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan sebagai
intermiten, kram atau kolik.
Pada nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral, tidak bermielin
dan memasuki korda spinalis pada tingkat yang beragam, maka nyeri
abdomen visera ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi dan dirasakan
dibagian tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang merujuk
pada asal organ secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung,
duodenum, liver, traktus biliaris dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen
atas, sering dirasakan sebagai nyeri regio epigastrium. Struktur midgut seperti
jejunum, ileum, apendiks, dan kolon asenden menyebabkan nyeri
periumbilikus. Sedangkan struktur hindgut seperti kolon transversal, kolon
desendens dan sistem genitourinary menyebabkan nyeri abdomen bagian
bawah.
b) Nyeri abdomen parietal (somatik)
Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia,
inflamasi atau penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang
bermielinisasi mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada
sisi dan dermatomal yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri
parietal berlawana dengan nyeri visera, sering dapat dilokalisasi terhadap
daerah asal stimulus nyeri. Nyeri ini dipersepsikan berupa tajam, seperti
tertusuk pisau dan bertahan; batuk dan pergerakan dapat memicu nyeri
tersebut. Kondisi ini mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik dapat dicari
tanda berupa rasa lembut, guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen
yang dipalpasi. Tampilan klinis dari appendicitis dapat berupa nyari visera
dan somatik. Nyeri pada apendisitis awal sering berupa nyeri periumbilikus
(visera) tapi terlokalisasi di regio kuadran kanan bawah ketika inflamasi
menyebar ke peritoneum (parietal).
5
c) Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang
sakit. Nyeri ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang terbagi
yang berasal dari lokasi yang berbeda. Contohnya adalah pasien dengan
pneumonia mungkin merasakan nyeri abdomen karena distribusi neuron T9
terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu nyeri epigastrium
yang berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di bahu yang berhubungan
dengan iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri infrascapular yang
berhubungan dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang berhubungan
dengan obstruksi uretra.
NYERI KOLIK ABDOMEN
Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan
dirasakan seperti perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena
sumbatan baik parsial ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang
terlibat tersebut dipengaruhi peristaltik. Beberapa yang menjadi penyebab kolik
abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan kolik karena sumbatan usus halus
(Gilroy, 2009).
1. Kolik bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien
dan sering tidak disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala
klinis dari penyakit batu empedu (kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena
nyeri ini merupakan gejala, maka beberapa penyakit lain juga dapat
memberikan gejala yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan empedu
(Gilroy, 2009).
6
Gambar 1.1 Sumbatan batu empedu yang menyebabkan nyeri kolik bilier
(Gilroy, 2009).
Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah
ini mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya
konstan dan meningkat progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat
setelah makan (Gilroy, 2009).
Nyeri visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus
dan atau ampula vater. Hasil dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung
empedu dan atau traktus biliaris dan distensi ini mengaktivasi neuron sensori
aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat terlokalisasi dengan baik dan
umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom T8/9 (epigastrium tengah,
kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya menunjukkan
komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis,
kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan
batu dapat dilihat pada gambar 1.2 (Gilroy, 2009).
7
Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009).
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas
maksimum dalam waktu 60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit
biasanya berlanjut tanpa fluktuasi dan menghilang secara bertahap selama 2-6
jam. Nyeri berlangsung lebih lama dari 6 jam harus dicurigai sebagai
kolesistitis akut (Gilroy, 2009).
Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang
berkeringat, pucat, dan rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit.
Pemeriksaan dapat mengungkapkan beberapa fitur fisik yang terkait dengan
pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan berat badan, setengah baya,
perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpa komplikasi tidak mengalami
demam, menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik
yang signifikan. Sinus takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul,
tahanan, suara usus tidak ada, atau teraba massa mendukung diagnosis
8
alternatif lain (Gilroy, 2009). Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier
pada regio abdomen (Platt, 2008).
Gambar 1.3
Lokasi nyeri kolik
bilier (Platt, 2008).
Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan
oleh pasien. Jika nyeri sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan
narkotik yaitu Meperidine (pethidine) dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap 3
jam. Jika muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak ada satupun
intervensi operasi yang dapat menjamin karena kolik bilier yang tidak
komplikasi dapat mereda dengan pengobatan konservatif (Gilroy, 2009).
2. Kolik renal
Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya
dimulai pada pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebral dan
kadang-kadang subkosta. Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju
pangkal paha. Rasa sakit yang dihasilkan oleh kolik ginjal terutama
disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan kejang yang disebabkan oleh
obstruksi saluran kemih akut. Ketika obstruksi berat namun kronis
berkembang, seperti di beberapa jenis kanker, biasanya tidak menimbulkan
rasa sakit (Leslie, 2010).
Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetap
konstan, sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dan
9
sering hilang datang. Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu
dan persepsi dan pada kecepatan dan derajat perubahan dalam tekanan
hidrostatis di dalam ureter proksimal dan pelvis ginjal. Gerak peristaltik
saluran kemih, migrasi batu, dan posisi miring atau memutar batu dapat
menyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik ginjal. Tingkat
keparahan rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada
ukuran batu. Seorang pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum
tersakit, yang kemungkinan menjadi lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie,
2010).
Fase serangan akut kolik ginjal
Serangan rasa sakit yang sebenarnya cenderung terjadi secara
bertahap dapat diprediksi, dengan rasa sakit mencapai puncaknya pada
kebanyakan pasien dalam waktu 2 jam. Rasa sakit secara kasar mengikuti
dermatom T-10 sampai S-4. Seluruh proses biasanya berlangsung 3-18 jam.
Kolik ginjal dapat digambarkan dalam3 fase klinis (Leslie, 2010).
a) Fase akut
Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,
membangunkan pasien dari tidur. Ketika mulai siang hari, pasien yang
sering menggambarkan serangan itu sebagai perlahan dan diam-diam.
Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum hanya
dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan
nyeri maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik
ginjal.
b) Fase konstan
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetap
konstan sampai diobati atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya
berlangsung 1-4 jam, tapi bisa bertahan lebih lama dari 12 jam dalam
beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD selama fase serangan.
c) Fase mereda
10
Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien
akhirnya merasa lega. Fase ini dapat terjadi secara spontan pada setiap saat
setelah onset awal kolik. Pasien bisa jatuh tertidur, terutama jika mereka
telah diberikan obat analgesik yang kuat.
Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik
preganglionik yang mencapai tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2
melalui akar saraf dorsal. Aortorenal, celiac, dan ganglia mesenterika inferior
juga terlibat. Di ureter bawah, sinyal rasa sakit juga disalurkan melalui saraf
genitofemoral dan ilioinguinal. The nervi erigentes, which innervates the
intramural ureter and bladder, is responsible for some of the bladder
symptoms that often accompany an intramural ureteral calculus. Nervus
erigentes, yang menginervasi ureter intramural dan kandung kemih,
bertanggung jawab untuk beberapa gejala kandung kemih. Gambar 1.4 dan
1.5 menunjukkan distribusi persarafan pada nyeri ginjal serta uretra (Leslie,
2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan lokasi nyeri kolik renal pada
regio abdomen (Platt, 2008)
11
Gambar 1.4. Menunjukkan gambar persarafan pada nyeri kolik renal (Leslie,
2010).
Gambar 1.5 Menunjukkan distribusi nyeri renal dan uretral (Leslie, 2010).
Gambar 1.6
Menjukkan
lokasi nyeri
renal/ureter pada regio abdomen (Platt, 2008).
Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas
cenderung untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Di sebelah
kanan, hal ini bisa membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis,
12
di sebelah kiri, diagnosa diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit
ulkus lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).
Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan
anterior dan kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah
meniru usus buntu di kanan atau diverticulitis akut di sebelah kiri (Leslie,
2010).
Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung
memancarkan ke pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora
pada wanita karena rasa sakit yang dirujuk dari saraf ilioinguinal atau
genitofemoral. Jika batu yang bersarang di ureter intramural, gejala dapat
muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Ini termasuk gejala nyeri
suprapubik, frekuensi kencing, urgensi, disuria, stranguria, nyeri di ujung
penis, dan kadang-kadang usus berbagai gejala, seperti diare dan tenesmus.
Gejala ini bisa membingungkan dengan penyakit radang panggul, kista
ovarium pecah, atau torsi dan nyeri haid pada wanita (Leslie, 2010).
Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan
terjadi di setidaknya 50% dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan
umum dari pelvis ginjal, perut, dan usus melalui sumbu celiac dan saraf aferen
vagal. Hal ini sering diperparah oleh efek analgesik narkotika, yang sering
menimbulkan mual dan muntah melalui efek langsung pada motilitas GI dan
melalui efek tidak langsung pada zona memicu kemoreseptor di medula
oblongata. Nonsteroidal obat anti-inflamasi (NSAID) sering dapat
menyebabkan iritasi lambung dan GI (Leslie, 2010).
Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan
pengobatan kolik ginjal, walaupun mereka lebih membantu dalam kasus
kronis daripada kasus akut. Blok saraf interkostal dapat digunakan untuk
membedakan nyeri dari chondritis, neuromas, dan radiculitis dari sakit ginjal
yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan menyuntikkan agen anestesi, seperti
lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12 interkostalis ke lokasi rasa sakit
13
pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi menyebabkan hilangnya rasa
sakit, maka etiologi saraf perifer muskuloskeletal dapat ditegakkan (Leslie,
2010).
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi
pasien yang diduga kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis
hematuria ada di sekitar 85% kasus. Kurangnya hematuria mikroskopis tidak
menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis potensial. Perhatian perlu
diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan bakteri dan pH urin.
Secara umum, jika jumlah leukosit dalam urin lebih besar dari 10 sel per
lapangan daya tinggi atau lebih besar dari jumlah sel darah merah, tersangka
infeksi saluran kemih (ISK) dapat ditegakkan. Menentukan pH urin juga
membantu karena, (1) dengan pH lebih rendah dari 6,0, batu asam urat harus
dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebih dari 8,0, infeksi dengan organism
splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau Klebsiella mungkin ada.
Kristal urin dari kalsium oksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang dapat
ditemukan pada urinalisis. Jika da, kristal ini adalah petunjuk sangat baik
untuk jenis dan sifat yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).
Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan
memperoleh akses vena untuk mempermudah pemberian cairan, analgesik dan
pengobatan antiemetik. Banyak dari pasien yang mengalami dehidrasi karena
mual dan muntah (Leslie, 2010).
Melakukan hidrasi dan memberikan diuretik sebagai terapi
pembantu masih merupakan controversial. Ada yang berpendapat dapat
membantu pengeluaran batu, namun juga ada yang berpikir akan menambah
tekanan hidrostatik sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra cairan harus
diberikan jika pasien dengan bukti klinis atau laboratorium mengalami
dehidrasi, diabetes atau gagal ginjal (Leslie, 2010).
14
Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya
batu secara spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal,
inflamasi dan infeksi. Regimen yang diberikan berupa(Leslie, 2010):
Ketorolak 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.
Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.
Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.
Trimethoprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.
Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.
Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.
Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks
yang menyebabkan obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat
beralasan untuk situasi yang batu kaliks dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri
(Leslie, 2010).
3. Kolik karena sumbatan usus halus
Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses
patologis. Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pasca
operasi (60%) diikuti oleh keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia, walaupun
beberapa studi telah melaporkan penyakit Crohn sebagai faktor etiologi lebih
besar dari neoplasia. Satu studi dari Kanada melaporkan frekuensi yang lebih
tinggi dari SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh pembedahan
ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu (Nobie, 2009).
SBO dapat sebagian atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi)
atau strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah darurat bedah. Jika tidak
didiagnosis dan diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan morbiditas lebih
lanjut dan kematian (Nobie, 2009).
Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus
akibat akumulasi sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini
merangsang aktivitas sel sekresi menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini
15
menyebabkan gerak peristaltik meningkat baik di atas dan di bawah obstruksi
dengan tinja encer yang sering dan flatus awal dalam perjalanannya (Nobie,
2009).
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan
distensi usus kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini
dapat menyebabkan kompresi limfatik mukosa usus yang mengarah ke
lymphedema dinding. Dengan lebih tinggi tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga besar cairan,
elektrolit, dan protein keluar ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan
dehidrasi yang terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan
morbiditas dan kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan
nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini berkembang menjadi perforasi, peritonitis,
dan kematian (Nobie, 2009). Gambar 1.6 Menunjukkan lokasi nyeri ostruksi
usus halus pada regio abdomen.
Gambar
1.6
Lokasi
nyeri ostruksi usus halus pada abdomen (Platt, 2008)
Manifestasi klinis
16
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan
sederhana atau strangulasi. Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):
o Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)
o Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih
menonjol pada obstruksi sederhana.
o Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraan
lokasi dan sifat obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang
menjadi progresif dan dengan distensi perut, mungkin khas untuk obstruksi
yang lebih distal.
o Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi
yang lebih serius (misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
o Mual
o Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
o Diare (temuan awal)
o Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya
gerakan usus atau buang angin.
o Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan
strangulasi.
o Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
o Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)
Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi (Nobie,
2009):
o Distensi abdomen
o Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi
obstruksi.
17
o Suara usus yang menurun terjadi belakangan.
o Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis,
dan foramen obturatorius.
o Temuan pada pemeriksaan rectal touge:
Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi
lanjutan atau keganasan
Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius
o Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus,
yaitu:
Demam (suhu> 100 ° F)
Takikardia (> 100 detak / menit)
Tanda-tanda peritoneal
Penyebab
Beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain (Nobie, 2009):
o Penyebab paling umum dari SBO adalah adhesi pascaoperasi.
o Perlekatan pascaoperasi bisa menjadi penyebab obstruksi akut dalam waktu
4 minggu operasi atau obstruksi kronis dekade kemudian.
o Kejadian SBO sejajar dengan peningkatan jumlah laparotomi dilakukan di
negara-negara berkembang.
o Penyebab diidentifikasi kedua yang paling umum dari SBO adalah hernia
inkarserata.
o Etiologi lain dari SBO termasuk tumor ganas (20%), hernia (10%),
penyakit radang usus (5%), volvulus (3%), dan beragam (2%).
o Penyebab SBO pada pasien anak-anak termasuk atresia kongenital, stenosis
pilorus, dan intususepsi.
18
Gambar 1.7. Gambar yang menunjukkan beberapa penyebab obstruksi usus
halus (Kumar, 2008).
Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan
secara agresif, dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic
dengan indikasi klinis, antibiotik dan konsultasi operasi yang dini.
Dekompresi dilakukan dengan cara memasang selang NGT untuk dilakukan
suction terhadap isis GI dan untuk mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk
selalu memonitor jalan napas, pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).
C. Patofisiologi Pembentukan Batu Saluran Kemih
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama
pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada
pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis
seperti pada hyperplasia prostat benigna, striktura, dan buli-buli neurogenik
merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada
19
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal.
Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu
(nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan
lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih
(membentuk retensi kristal) dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada
agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih.
D. Substansi pada Batu
Berdasarkan susunan kimianya batu urin ada beberapa jenis yaitu : batu
kalsium okalat, batu kalsium fosfat, batu asam urat, batu struvit (magnesium
ammonium fosfat) dan batu sistin
a. Batu Kalsium Oksalat :
Merupakan jenis batu paling sering dijumpai; yaitu lebih kurang 75 –
85% dari seluruh batu urin. Batu ini lebih umum pada wanita, dan rata-rata
terjadi pada usia decade ketiga
Kadang-kadang batu ini dijumpai dalam bentuk murni atau juga bisa
dalam bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium fosfat (biasanya
hidroxy apatite).
Batu kalsium ini terdiri dari 2 tipe yaitu monohidrat dan dihidrat.
Batu kalsium dihidrat biasanya pecah dengan mudah dengan lithotripsy (suatu
teknik non invasive dengan menggunakan gelombang kejut yang difokuskan
pada batu untuk menghancurkan batu menjadi fragmen-fragmen.) Sedangkan
batu monohidrat adalah salah satu diantara jenis batu yang sukar dijadikan
fragmen-fragmen
Faktor yang menyebabkan :
20
a. Hiperkalsuria : kadar Ca di urine >250-300/ ml
b. Hiperoksaluria : ekskresi oksalat urine >45mg
c. Hiperurikosuria : kadar asam urat urine >850 mg/jam
b. Batu Struvit :
Sekitar 10-15% dari total, terdiri dari magnesium ammonium fosfat
(batu struvit) dan kalsium fosfat. Batu ini terjadi sekunder terhadap infeksi
saluran kemih yang disebabkan bakteri pemecah urea. Batu dapat tumbuh
menjadi lebih besar membentuk batu staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan
kaliks ginjal Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu staghorn
dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal.
Biasanya jenis ini disebabkan oleh ISK karena kuman pemecah urea
menghaslkan enzim urease dan mengakibatkan urine berubah menjadi basa
melalui proses hidrolisis urea menjadi ammonia.
Contoh bakteri yang menyebabkan: Proteus sp. ,Klebsiella ,Serratia,
Enterobactericeae , Pseudomonas.
c. Batu asam urat :
Lebih kurang 5-10% dari seluruh batu saluran kemih dan batu ini
tidak mengandung kalsium dalam bentuk mu rni sehingga tak terlihat dengan
sinar X (Radiolusen) tapi mungkin bisa dilihat dengan USG atau dengan Intra
Venous Pyelografy (IVP). Batu asam urat ini biasanya berukuran kecil, tapi
kadang-kadang dapat cukup besar untuk membentuk batu staghorn, (17) dan
biasanya relatif lebih mudah keluar karena rapuh dan sukar larut dalam urin
yang asam. Batu asam urat ini terjadi terutama pada wanita. Separoh dari
penderita batu asam urat menderita gout; dan batu ini biasanya bersifat famili
apakah dengan atau tanpa gout. Dalam urin kristal asam urat berwarna merah
orange. Asam urat anhirat menghasilkan kristal-kristal kecil yang terlihat
amorphous dengan mikroskop cahaya. Dan kristal ini tak bias dibedakan
21
dengan kristal apatit. Batu jenis dihidrat cenderung membentuk kristal seperti
tetesan air mata.
Faktor penyebab :
a. Urin terlalu asam ( pH <6)
b. Volume urin yang sedikit ( <2l /hari)
c. Hiperurikosuri / kadar asam urat yang terlalu tinggi
d). Batu Sistin : (1-2%)
Lebih kurang 1-2% dari seluruh BSDK, Batu ini jarang dijumpai
(tidak umum), berwarana kuning jeruk dan berkilau. Sedang kristal sistin
diurin tampak seperti plat segi enam, sangat sukar larut dalam air. Bersifat
Radioopak karena mengandung sulfur.
e). Batu Xantin :
Amat jarang, bersifat herediter karena defisiensi xaintin oksidase.
Namun bisa bersifat sekunder karena pemberian alupurinol yang berlebihan
Batu urin terdiri dari dua komponen, yaitu komponen kristal dan
komponen matrik
a) Komponen kristal :
Batu terutama terdiri dari komponen kristal. Tahapan pembentukan
batu yaitu : nukleasi, perkembangan, dan aggregasi melibatkan komponen
kristal. Pembentukan initi (nukleasi) mengawali proses pembentukan batu dan
mungkin dirangsang oleh berbagai zat termasuk matrik protein, kristal, benda
asing, dan partikel jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe dapat sebagai nidus
untuk nukleasi dari tipe lain. Ini sering terlihat pada kristal asam urat yang
mengawali pembentukan batu kalsium oksalat.
b) Komponen matrik :
22
Komponen matrik dari batu urin adalah bahan non kristal, bervariasi
sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat batu.
Komposisinya terutama terdiri protein, dengan sejumlah kecil hexose dan
hoxosamine. Bagaimana peranan matrik dalam mengawali pembentukan batu
tidak diketahui. Mungkin matrik bertindak sebagai nidus untuk aggregasi
kristal atau sebagai lem untuk perekat komponen kristal kecil dan dengan
demikian menghalangi sedikit turunnya melalui saluran kemih.
(Bahdarsyam, 2003)
E. Hubungan Gejala dengan Demam
Pasien mengalami demam kemungkinan akibat dari infeksi yang diderita
pasien yaitu infeksi saluran kemih. Demam merupakan mekanisme pertahanan
diri atau reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus.
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan
tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus,
vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia,
dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).
Batu berperan sebagai benda asing dalam saluran kemih. Kehadiran batu
ini menyebabkan pertahanan saluran yang normal berkurang, sehingga bakteri
berpeluang untuk masuk dan menerap dalam saluran. Bakteri memainkan peran
sebagai pencetus pembentukan batu melalui proses nukleasi dengan membentuk
inti dari jaringan yang copot, ulserasi, gumpalan nanaj atau bakteri atas mana
terjadi presipitasi kristaloid.
Infeksi juga berperanan memelihara pertumbuhan batu menjadi tambah
besar dengan meningkatkan presipitasi kristaloid terlebih-lebih batu jenis
23
kalsium, magnesium, ammonium fosfat dan oksalat dengan membuat urin
menjadi lebih alkalis oleh bakteri-baktei pemecah urea. (Bahdarsyam, 2003)
Luts (Lower Urinary Tract Symptoms)
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari
untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-
putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow
(Mansjoer, 2000)
F. Patofisiologi Anyang-anyangan dan Urin Keruh
a. Anyang-anyangan
Jika dihubungkan dengan kasus, pasien sudah dinyatakan menderita
infeksi saluran kemih dan juga batu saluran kemih. Sebenarnya anyang-
anyangan ini merupakan akibat dari mekanisme perthanan tubuh untuk
mengeluarkan mikroorganisme yang ada di saluran kemih. Caranya yaitu
dengan mekanisme wash out, yang artinya pembersihan kuman-kuman yang
ada di saluran kemih melalui aliran urin yang adekuat. Supaya aliran urin
adekuat dan mampu menjamin mekanisme wash out, maka jumlah urin harus
cukup dan tidak ada hambatan di saluran kemih.
Pada pasien, bakteri pada urin positif 4 hal ini menandakan banyaknya
bakteri yang terdapat di saluran kemih. Hal ini menyebabkan mekanisme
wash out berjalan terus-menerus untuk berusaha membilas bakteri dari saluran
kemih.Jika intake air pasien cukup dan urine yang terbentuk cukup, maka
efeknya pasien akan berkemih. Namun, jika intake air pasien kurang di
tambah lagi ada hambatan di saluran kemih (pada kasus berupa batu saluran
24
kemih), maka mekanisme wash out berjalan terus namun tidak ada urine yang
keluar, karena sinyal untuk berkemih terus di kirim untuk membilas bakteri
yang jumlahnya begitu banyak tapi pembentukan urine tidak adekuat untuk
berkemih, akhirnya pasien merasakan anyang-anyangan (Purnomo, 2003)
b. Urin keruh
o Warna Urine
Apabila kita perhatikan warna urine, adakalanya memiliki makna
tertentu karena kadang-kadang didapat kelainan yang berarti secara klinis.
Warna urine di uji pada tebal lapisan 7-10 cm dengan cahaya tembus,
tindakan ini dapat dilakukan dengan mengisi tabung reaksi sampai ¾
penuh dan dilihat dalam posisi dimiringkan. Warna urine dapat dinyatakan
sebagai berikut: tidak berwarna, kuning muda, kuning, kuning-tua, kuning
bercampur berah, merah bercampur kuning, merah, coklat kuning
bercampur hijau, dsb.
Pada umumnya, warna urine ditentukan oleh besarnya diuresis;
makin besar diuresis, makin muda warna urine tersebut. Biasanya warna
normal urine berkisar antara warna kuning muda dan kuning tua. Warna
itu disebabkan oleh beberapa macam zat warna, terutama urokom dan
urobilin.
Beberapa sebab yang dapat mempengaruhi warna urine
Kuning:
1. Zat warna normal dalam jumlah yang besar; urobilin, urokom
2. Zat warna abnormal ; bilirubin
3. Obat-obatan ; riboflavin (dengan fluoresensi hijau), cascara, santonin,
senna. Zat-zat tersebut berwarna kuning dalam suasana asam.
Hijau:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Obat-obatan ; evan’s blue, metilen blue
25
3. Mikroorganisme/kuman; B pyocyaneus
Merah:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; uroeritrin
2. Zat warna abnormal; hemoglobin, porfirin, porfobilin
3. Obat-obatan; senna, cascara, santonin, amidopirin, congo red. Zat-zat
tersebut berwarna merah dalam suasana basa.
4. Mikroorganisme / kuman ; B. Prodigiosus
Coklat:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Zat warna abnormal; bilirubin, hematin, porfobilin
Coklat tua:
1. Zat warna normal dalam jumlah besar; indikan
2. Zat warna abnormal; darah tua, alkapton, melanin
3. Obat-obatan; derivat fenol, arginol
Serupa susu:
1. Zat normal dalam jumlah besar: fosfat,urat
2. Zat abnormal; getah prostat, zat-zat lemak,chylus, bakteri-bakteri dan
protein yang membeku
o Kejernihan
Uji kejernihan urine sama seperti uji warna. Nyatakan keadaan
urine dengan salah satu dari: jernih, agak keruh, atau sangat keruh. Perlu
diperhatikan apakah urine yang dianalisis itu keruh pada saat dikeluarkan
atau setelah dibiarkan beberapa lama. Tidak semua macam kekeruhan
menunjukan sifat abnormal. Urine yang normalpun akan keruh jika
dibiarkan atau didinginkan, kekeruhan ringan itu disebut nubecula dan
terjadi dari lendir, sel-sel epitel dan leukosit yang lambat laun mengendap.
Sebab-sebab urine menjadi keruh :
26
1. Bila urine keruh sejak awal ditampung, kemungkinan adanya fosfat
yang cukup banyak (dari konsumsi makanan), adanya bakteri, sel-sel
epitel atau sel eritrosit dan leukosit, chylus yang berasal dari adanya
butir-butir lemak atau adanya zat-zat koloidal lain.
2. Bila urine menjadi keruh setelah didiamkan, kemungkinan adanya
nubecula, urat-urat amorf, fosfat-fosfat amorf, adanya bakteri yang
bukan berasal dari dalam badan namun terdapat pada botol
penampung.
(Schaeffer, 2002)
G. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Lab
Kadar Hb 12 g/dL : berarti <normal (lk : 14-17.5 g/dL dan pr: 13-15.5
g/dL). Hb menurun bisa disebabkan oleh anemia maupun perdarahan sedangkan
bila meningkat disebabkan dehidrasi (Hartono, 2006). Pada skenario, Hb pasien
<normal kemungkinan pasien terjadi perdarahan yang mengakibatkan terjadinya
hematuria.
Leukosit 15.000/dL : berarti >normal (5.000-10.000/dL). Leukosit
melebihi normal berarti kemungkinan terjadi infeksi bakteri atau yang lainnya
sehingga terdapat mekanisme pertahanan tubuh yang melibatkan leukosit.
Kreatinin 1.0 mg/dL : normal (0.3-1.3 mg/dL). Berarti fungsi ginjal
pasien masih baik karena tidak ada kenaikan atau penurunan kadar kreatinin
pasien.
Leukosituria >50 lpb : pada urin normal seharusnya tidak mengandung
leukosit (price dan Sylvia, 2006). Tapi, ada sumber lain yang mengatakan bahwa
leukosit pada urin masih dikatakan normal bila <3 lpb. Jadi, pada urin pasien
mengandung leukosit berarti tidak normal dan kemungkinan terjadi infeksi pada
saluran kemih pasien.
(Price, 2006)
27
H. Intravenous Pyelogram (IVP)
IVP merupakan pemeriksaan x-ray khusus untuk ginjal, vesica urinaria
dan ureter. Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan adanya penyakit pada ginjal,
cacat lahir dari sistem perkemihan, tumor, batu ginjal dan kerusakan pada sistem
perkemihan.
Kontra indikasi:
Pasien alergi terhadap bahan kontras
Hamil
Alergi terhadap obat tertentu
Pheochromocytoma
Asma
Diabetes
Gagal ginjal
Nefrektomi
Gout
Multiple myeloma
Indikasi :
Perlukaan pada abdomen
Infeksi vesica urinaria dan ginjal
Hematuria
Nyeri Panggul (yang mungkin dapat disebabkan karena batu ginjal)
Tumor
Cara pelaksanaan :
1. IVP dilakukan oleh ahli radiologi atau penyedia layanan kesehatan oleh
petuga radiologi.
28
2. Sebelum pemeriksaan dikerjakan pasien diminta terlebih dahulu untuk
mengosongkan vesica urinarianya.
3. Petugas kesehatan kemudian akan menyuntikkan kontras iodin ke vena
pasien. Beberapa gambar x-ray di ambil beberapa kali untuk melihat
bagaimana ginjal mengeliminasi kontras dan mengeluarkannya lewat urin.
4. Pasien harus diam tidak boleh bergerak selama pemeriksaan dilaksanakan.
5. Sebelum gambar terakhir diambil, pasien diminta untuk berkemih kembali
untuk melihat sebaik apa pengosongan vesica urinaria.
6. Pasien sebaiknya minum cukup air untuk membantu mengeluarkan kontras
yang ada di tubuh.
Sebelum pemeriksaan dilaksanakan, berikan laxative pada pasien untuk
mengosongkan isi perut agar ginjal dapat terlihat lebih jelas. Pasien juga diminta
melepaskan semua perhiasan yang dikenakan.
(Fulgham, 2011)
I. Saran Dokter
Terapi medika mentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya <5mm,
karena diharapkan dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine, minum banyak supaya dapat
mendorong batu keluar dari saluran kemih. (Purnomo, 2010)
1. Pemberian anti nyeri (analgesic)
a. Asam mefenamat
b. ketoprofen
2. Memperlancar aliran urine
Diberikan diuretic HCT 1x1 tab maksimum 4-6 minggu
3. Minum banyak
Bila faal ginjal normal dianjurkan minum 3-4 liter air/hari
29
4. Olahraga
Lari, olahraga yang loncat-loncat, jogging, badminton, tennis 3x20
menit/minggu
5. Antibiotic diberikan apabila ada indikasi infeksi (ISK)
(Wibisono, 2013)
J. Pemeriksaan Penunjang
a) Kultur Urin
Pemeriksaan kultur urine diperiksa jika ada dugaan infeksi saluran
kemih pada pria, urine yang diambil adalah sample urine porsi tengah (mid
stream urine), pada wanita sebaiknya diambil melalui kateterisasi, sedangkan
pada bayi dapat diambil urine dari aspirasi suprapubik atau melalui alat
penampung urin Jika didapatkan kuman di dalam urine, dibiakkan di dalam
medium tertentu untuk mencari jenis kuman dan sekaligus sensitivitas kuman
terhadap antibiotika yangdiujikan. (Purnomo, 2011)
Ada 3 cara pengambilan sampel urin :
1. Mid stream urin
Sampel urin diambil sendiri oleh pasien, sehingga perlu adanya edukasi
pasien. Urin yang diambil adalah urin porsi tengah, dan sebelumnya
daerah sekitar tempat keluarnya kemih harus dibersihkan.
2. Kateter
Urin diambil dari kateter yang dipasang pada pasien, dan tidak diambil
dari urine bag
3. Pungsi suprapubik
Pengambilan sampel dilakukan dengan melakukan pungsi pada vesica
urinaria.
b) Pemeriksaan biokimia
o PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS URINE
30
1. Volume Urine
Selama 24 jam orang dewasa mengeluarkan 800-1600 ml urine dengan
rata-rata 1.5 liter.
2. Analisa laboratorium warna/kejernihan
a. Untuk memeriksa urine harus dilakukan secepatnya dengan cahaya
tembus
b. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui warna urine normal
c. Warna urine normal adalah putih atau kuning jernih
3. Analisa laboratorium keasaman
a. Percobaan ini dilakukan ntuk mengetahui berapa kadar keasamaan
normal pada urine dengan menggunakan indikator keasaman
b. pH normal urine adalah antara 5-7
4. Analisa laboratorium berat jenis
a. Pemeriksaan menggunakan alat yang dinamakan urinometer
b. BJ urine normal adalah antara 1000-1060
o PEMERIKSAAN KIMIA
Pemeriksaan kimia meliputi pemeriksaan protein, glukosa, urobilin
urine, urobilinogen, bilirubin urine, darah samar urine dan test kehamilan.
1. Analisa laboratorium protein kwalitatif
a. Indicator pemeriksaan ini menggunakan presipitasi yang terlihat
sebagai kekeruhan
b. Jika kekeruhan tidak hilang pada waktu pemanasan maka
proteinnya mungkin albumin ataupun globulin
c. Sedangkan jika kekeruhan hilang ada waktu pemanasan maka
proteinnya kemungkinan adalah protein Bence Jones yang akan
mengendap pada suhu 40-60 derajat dan akan larut kembali jika
dipanaskan lagi pada suhu 95-100 derajat celcius.
2. Analisa laboratorium glukosa
31
a. Zat pereduksi dalam urine dapat mereduksi ion-ion logam tertentu
dengan larutan basa seperti Cu, Bi, Hg, Fe.
b. Jika ditemukan glukosa dalam jumlah besar makan warna endapan
akan berubah menjadi warna jingga atau merah keruh
3. Analisa laboratorium bilirubin
a. Metode yang dipakai adalah metodde Fouchet
b. Adanya warna hijau setelah proses menandakan adanya bilirubin
4. Analisa laboratorium darah samar
a. Test ini menggunakan sifat hemoglobin sebagai peroxidase yang
menguraikan hydrogen peroxide dan mengoxidasi benzidine atau
guaiac menjadi zat warna biru
b. Jika terdapat darah pada urine dalam jumlah banyak maka akan
warna dalam tabung reaksi akan berubah menjadi biru tua
o Analisa Laboratorium Carik Celup
Reaksi Dry Chemistry yang dapat menghsilkan suatu zat warna.
Intensitas dari zat warna tersebut menggambarkan konsentrasi dari zat
yang diperiksa dalam urine.
o Uji Kehamilan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan:
1. Botol penampung urine hendaknya bebas dari detergent
2. Setelah urine dikeluarkan hendaknya kurang dari 12 jam
seudahdilakukan pemeriksaan. Jika urine didinginkan pada suhu 2-8
derajat celcius bisa tahan dalam waktu kurang dari 72 jam
3. Pemeriksaaan ini menggunakan Test Pack. Hasil positif ditunjukkan
dengan munculnya 2 garis pada alat uji dan hasil negatif hanya
memunculkan 1 garis
4. Bila ada darah maka perlu diadakan centrifuge pada urine pada
1000rpm dalam waktu 1 menit
32
5. Reaksi tergantung dari berapa kada HCG dan 0.5 satuan internasional
per ml urine adalah kadar terendah untuk memeberi hasil positif
6. Kada 500 satuan internasional HCG baru didapatkan pada 8 hari
sesudah haid tidak datang, atau 20 hari sesudah pembuahan
K. Diagnosis Banding
1. BATU GINJAL
Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,
infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh
kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal
memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu
staghorn. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalises ginjal
(penyempitan infundibulum dan stenosis ureteropelvik) mempermudah
timbulnya batu saluran kemih.
Batu yang tidak terlalu besar didorong oleh peristaltic otot-otot
sistem pelvikalises dan turun ke ureter menjadi batu utreter. Tenaga
peristaltik ureter mencoba untuk mengelurarkan batu hingga turun ke buli-
buli. Batu yang ukurannya kecil (<5mm) pada umumnya dapat keluar
spontan sedangkan yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan
menyebabkan reaksi pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan yang
lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau
hidronefrosis.
Batu yang terletak pada ureter maupun dalam sistem pelvikalises
mampu menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan
struktur saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan
hidroureter dan hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan
hidronefrosis, dan batu di kaliks mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada
33
kaliks yang bersangkutan. Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat
menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses
paranefrik, ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi
kerusakan ginjal, dan jika mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal
permanen.
2. BATU URETER
Batu ureter biasanya berasal dari batu ginjal. Batu yang tidak
terlalu besar didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises dan turun
ke ureter menjadi batu ureter. Tenaga peristaltik ureter mencoba untuk
mengeluarkan batu hingga turun ke buli-buli. Batu yang ukurannya kecil
(<5mm) pada urnumnya dapat keluar spcntan sedangkan yang lebih besar
seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi radang
(periureteritis) serta menimbulkan abstruksi kronis berupa hidroureter atau
hidronefrosis
Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu
menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur
saluran kemih sebelah atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan
hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrasis, dan batu di
kaliks rnayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan.
Jika disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan picnefrosis,
urosepsis, abses ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik, ataupun
pielonefritis. Pada keadaan yang lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal, dan jika
mengenai kedua sisi mengakibatkan gagal ginjal permanen
Batu yang terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien
sebagai nyeri pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil
mungkin dapat keluar spontan setelah melatui hambatan pada perbatasan
uretero-pelvik, saat ilreter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke
34
dalam buli-buli. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu. Kadang-kadang
hematuria didapatkan dari pemeriksaan urinalisis berupa hematuria
mikroskopik. (Purnomo, 2011)
3. BATU BULI-BULI
Batu buli-buli sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan
miksi atau terdapat benda asing di buli-buli. Gangguan miksi yang terjadi
pada pasien bisa berupa hyperplasia prostat, striktur uretra, divertikel buli-
buli, dan buli-buli neurogenik. Sedangkan benda-benda asing seperti
pemasangan kateterisasi pada buli-buli dalam waktu lama atau adanya benda-
benda asing yang secara tidak sengaja dimasukkan kedalam-buli-buli
seringkali menjadi inti untuk terbentuknya batu buli-buli. Selain itu,
vesikolithiasis bisa berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang turun ke buli-
buli.
Gejala khas berupa gejala iritasi, yaitu:
- Nyeri kencing/disuria sapai stranguria
- Perasaan tidak enak sewaktu kencing
- Kencing tiba-tiba berhenti kemudian lancar kembali dengan perubahan
posisi tubuh
- Nyeri pada saat miksi seringkali dirasakan pada ujung penis, skrotum,
perineum, pinggang sampai kaki
- Pada anak sering mengeluh adanya enuresis nokturna, disamping menarik-
narik penisnya pada anak laki-laki atau menggosok-gosok vulva pada anak
perempuan.
Pemeriksaan :
- Foto polos abdomen : tidak tampak sebagai bayangan opak pada kavum
pelvis
35
- IVP : gambaran sebagai bayangan negative
- USG : dapat mendeteksi batu radiolusen pada buli-buli
Terapi:
- Litotripsi : memecahkan batu buli-buli
- Vesikolitotomi (pembedahan terbuka) : dilakukan bila batu terlalu besar.
4. BATU URETRA
Batu uretra biasanya berasal dari batu ginjal/ureter yang turun ke
buli-buli, kemudian masuk ke uretra. Batu uretra yang merupakan batu primer
terbentuk di uretra sangat jarang, kecuali jika terbentuk di dalam divertikel
uretra. Angka kejadian batu uretra ini tidak lebih 1% dari seluruh batu saluran
kemih. Keluhan yang disampaikan pasien adalah miksi tiba-tiba berhenti
hingga terjadi retensi urine, yang mungkin sebelumnya didahului dengan
nyeri pinggang. Jika batu berasal dari ureter yang turun ke buli-buli dan
kemudian ke uretra, biasanya pasien mengeluh nyeri pinggang sebelum
mengeluh kesulitan miksi. Batu yang berada di uretra anterior seringkali dapat
diraba oleh pasien berupa benjolan keras di uretra pars bulbosa maupun
pendularis, atau kadang-kadang tampak di metus uretra eksterna. Nyeri
dirasakan pada glans penis atau pada tempat batu berada. Batu yang berada
pada uretra posterior, nyeri dirasakan di perineum atau rektum.
Tindakan untuk mengeluarkan batu tergantung pada posisi,
ukuran, dan bentuk batu. Seringkali batu yang ukurannya tidak terlalu besar
dapat keluar spontan asalkan tidak ada kelainan atau penyempitan pada uretra.
Batu pada meatus uretra eksternum atau fossa navikularis dapat diambil
dengan forsep setelah terlebih dahulu dilakukan pelebaran meatus uretra
(meatotomi), sedangkan batu kecil di uretra anterior dapat dicoba dikeluarkan
dengan melakukan lubrikasi terlebih dahulu dengan memasukkan campuran
jelly dan lidokain 2% intrauretra dengan harapan batu dapat keluar spontan.
36
Batu yang masih cukup besar dan berada di uretra posterior,
didorong dahulu hingga masuk ke buli-buli dan selanjutnya baru dilakukan
litotripsi. Untuk batu yang besar dan menempel di uretra sehingga sulit
berpindah tempat meskipun telah dicoba untuk didorong ke proksimal
(dilubrikasi), mungkin perlu dilakukan uretrolitotomi atau dihancurkan
dengan pemecah batu transuretra.
(Purnomo, 2011)
5. ISK
a. Pengertian
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection
(UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran
kemih.(Agus Tessy, 2001)Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu
keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara,
1998)
b. Klasifikasi
Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain:
1. Kandung kemih (sistitis)
2. uretra (uretritis)
3. prostat (prostatitis)
4. ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan
menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple)ISK sederhana yang terjadi pada penderita
dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal.
ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi
hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih.
37
2. ISK complicatedSering menimbulkan banyak masalah karena sering
kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten
terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis
dan shock.
ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut:
a. Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral
obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing
menetap dan prostatitis.
b. Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK
c. Gangguan daya tahan tubuh terhadap infeksi yang disebabkan karena
organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.
c. Etiologi
1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara
lain:a. Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated
(simple)b. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK
complicatedc. Enterobacter,staphylococcus epidemidis,enterococci, dan-
lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:a. Sisa urin dalam
kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih
yang kurang efektifb. Mobilitas menurunc. Nutrisi yang sering kurang
baikd. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humorale. Adanya
hambatan pada aliran urinf. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi
prostat
d. Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme
patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui :
kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen.
Secara asending yaitu:- masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih,
38
antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih
pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi,
factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke
dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter),
adanya dekubitus yang terinfeksi.- Naiknya bakteri dari kandung kemih ke
ginjal
Secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang system
imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara
hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi
ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya
bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih,
bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.Pada usia lanjut
terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:- Sisa urin dalam
kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap atau kurang efektif.- Mobilitas menurun- Nutrisi yang sering
kurang baik- System imunnitas yng menurun- Adanya hambatan pada
saluran urin- Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.Sisa urin dalam
kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang
berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan
penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi
media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan
gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen
menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang
menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih
proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis
ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum
obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi
prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
e. Tanda dan Gejala
39
Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis):
- Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
- Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
- Hematuria
- Nyeri punggung dapat terjadi
Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis
- Demam
- Menggigil
- Nyeri panggul dan pinggang
- Nyeri ketika berkemih
- Malaise
- Pusing
- Mual dan muntah
f. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
- Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sediment air kemih
- Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment
air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik
berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
- Mikroskopis
- Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin
dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
40
- Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka
psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika
terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit
- Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):Uretritia akut akibat organisme
menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria
gonorrhoeae, herpes simplek).
- Tes- tes tambahan:Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP),
msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk
menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie
prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.
g. Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus
urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat
dibedakan atas:
- Terapi antibiotika dosis tunggal
- Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari- Terapi antibiotika jangka
lama: 4-6 minggu
- Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko
kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di
awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu,
harus segera ditangani.
41
Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis
rendah.Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole
(gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra),
kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten
terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt
digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina
adanya:
- Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
- Interansi obat
- Efek samping obat
- Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui
ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan
faal ginjal:
1. Efek nefrotosik obat
2. Efek toksisitas obat
Pemakaian obat pada usia lanjut hendaknya setiasp saat dievalusi
keefektifannya dan hendaknya selalu menjawab pertanyaan sebagai berikut
- Apakah obat-obat yang diberikan benar-benar berguna/diperlukan
- Apakah obat yang diberikan menyebabkan keadaan lebih baik atau malh
membahayakan
- Apakah obat yang diberikan masih tetap diberikan?
- Dapatkah sebagian obat dikurangi dosisnya atau dihentikan?
L. Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat. Indikasi
42
untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu
telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena suatu indikasi
sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter
atau hidronefrosis dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus
segera dikeluarkan.
Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti
diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan batu
yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) memiliki resiko tinggi dapat
menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang
menjalankan profesinya dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.
Pilihan terapi antara lain :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. α - blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal 20 tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien
seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
43
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal
sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi
akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi
batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama menggunakan
air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan gelombang kejut. Air dan
gelatin mempunyai sifat akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga
tidak akan menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan gelombang
kejut antara 15-22 kilowatt. ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu
ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran
kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah
dan perlu beberapa kali tindakan.
ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing
manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anak-
anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada kemungkinan
terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data yang valid, untuk
wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan
44
langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau
melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi
gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan batu yang
berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke
sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat
diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa
dilihat dengan jelas. Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat
diketahui berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi.
b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan
memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam buli-buli),
c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi.
Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu
ureter yang besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan
di atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung
pada pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui
alat keranjang Dormia).
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan
terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau 24 rolitotomi untuk
mengambil batu pada saluran ginjal, dan ureterolitotomi untuk batu di ureter.
45
Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan
ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu saluran
kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang menahun.
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted). Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan
selanjutnya yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun
atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
M. Komplikasi dan Prognosis
a) Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.
Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian,
kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi
sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan fungsi ginjal
dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko sangat
rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang
signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma
organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli
paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter,
hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi
stent.
46
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak
hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari
batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur kemungkinan lebih
besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak tampak dan sebagian
besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi (IVP) pasca operasi.
Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau
tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.
Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi,
termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi
melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif seperti ESWL. Biasanya
infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL, atau pada beberapa saat
setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan obstruksi terjadi.
Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru serta
perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah,
demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih
sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL.
Demikian pula ESWL dapat dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan
yang lebih singkat dibandingkan PNL.
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan kombinasi
terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat rendah kecuali
pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi pada operasi terbuka
mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan jarang, namun dapat dijumpai,
khususnya pada pasien dengan komorbiditas atau mengalami sepsis dan
47
komplikasi akut lainnya. Dari data yang ada di pusat urologi di Indonesia,
risiko kematian pada operasi terbuka kurang dari 1%.
Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam (8,5%),
urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi akibat
trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak menunjukkan adanya
kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi jangka pendek pada anak pasca
ESWL, dijumpai adanya perubahan fungsi tubular yang bersifat sementara
yang kembali normal setelah 15 hari. Belum ada data mengenai efek jangka
panjang pasca ESWL pada anak.
Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria
yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada 4,8%
kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami ekstravasasi urin.
Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca PNL. Komplikasi
operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi luka (6,1%), demam
(24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%). Pedoman penatalaksanaan batu
ginjal pada anak adalah dengan ESWL monoterapi, PNL, atau operasi
terbuka.
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat
menimbulkan infeksi saluran kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak
ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan segala akibatnya yang jauh lebih
parah. (Awie, 2009).
b) Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin
buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya
infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
48
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%
dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena
masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani
dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan
pula oleh pengalaman operator.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Diagnosis dari skenario yang dibahas adalah batu saluran kemih dengan komplikasi ISK. Letak dari batu berdasarkan pemeriksaan pada skenario adalah pada ureter.
2. Dalam skenario ini peserta diskusi membahas diantaranya adalah tentang batu saluran kemih dan ISK (gejala, faktor resiko, patofisiologi, pemeriksaan lab dan penunjang, komplikasi, prognosis, dan penatalaksanaan).
B. Saran
1. Mahasiswa peserta diskusi diharapkan lebih aktif dalam berpartisipasi pada diskusi tutorial
2. Peserta diskusi hendaknya menggunakan sumber yang valid dalam mengemukakan pendapat selama diskusi.
3. Peserta diskusi diharapkan mengemukakan pendapatnya dengan lebih sistematis dan meningkatkan penguasaan materi yang disampaikan dalam diskusi.
49
DAFTAR PUSTAKA
Awie, Abdul Haris. 2009. Batu Ginjal. http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&source=web&cd=9&ved=0CF8QFjAI&url=http%3A%2F
%2Fwww.library.upnvj.ac.id%2Fpdf%2F2d3keperawatan
%2F207303020%2Fbab2.pdf&ctbs=lr
%3Alang_1id&ei=WsdUT_6_Bs7OrQesnP3VDQ&usg=AFQjCNEO2rDavSx
UWbDpwsBxMci8huix7A&cad=rja
Bahdarsyam. 2003. Spektrum Bakteriologik pada berbagai Jenis Batu Saluran
Kemih bagian atas. USU Digital Library.
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made
Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Fulgham PF, Bishoff JT. Urinary tract imaging: Basic principles.In: Wein AJ, ed.
Campbell-Walsh Urology. 10th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier;
2011:chap 4.
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
51
Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI
Price S., Wilson L. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi
6. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-dasar Urologi edisi ketiga. Jakarta: Sagung Seto
Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589
Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &
Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.Posted 11th February 2012 by Zaky
Ziyadatul Khair 0
Schaeffer J.A. Infections of the urinary tract. Dalam : Walsh PC. Campbell`s
Urology Vol 1. 8th edition. WB Saunders Company. 2002.
52