BAB I

download BAB I

of 42

description

bab

Transcript of BAB I

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangGangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling sering terjadi. Depresi adalah suatu perasaan sedih yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau mengalami periatiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut , kesedihan terus-menerus dirasakan melebihi waktu yang normal. Suatu episode depresi biasanya berlangsung selama sembilan bulan, tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung sampai dua tahun atau lebih. Episode depresi cenderung berulang sebanyak beberapa kali (Medicastore, 2007). Depresi berdasarkan tingkat penyakitnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu depresi ringan, depresi sedang, dan depresi berat.Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 % dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. Di Indonesia berdasarkan Studi Proporsi Gangguan Jiwa oleh Direktorat Kesehatan Jiwa, Departemen Kesehatan, di 16 kota selama kurun waktu 1996-2000 menjumpai gangguan disfungsi mental (kecemasan,depresi, dsb) sebanyak 16,2 %. Perempuan mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar mengalami gangguan depresif daripada laki-laki. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% laki-laki pada suatu waktu dalam kehidupan. World Health Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat penyakit di dunia. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan kedua penyakit di dunia. Gangguan depresi ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan atau merasa menjadi lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan terganggu dapat berkurang atau berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas. Penderita mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa. Terdapat juga perasaan malas, tidak bertenaga, retardasi psikomotor, dan menarik diri dari hubungan sosial. Pasien mengalami gangguan tidur seperti sulit masuk tidur atau terbangun dini hari. Nafsu makan berkurang, begitu juga dengan gairah seksual.Dari hasil survey WHO di seluruh dunia, angka kejadian depresi pada seluruh populasi sebesar 7-12% pada pria dan 20-25% pada wanita dan keluhan yang ditimbulkan akibat depresi seperti sulit berkonsentrasi, merasa gelisah, selalu tegang. Selain itu, kelainan mental yang timbul berupa suka menyendiri, merasa hidupnya tidak berguna, kehilangan semangat hidup dapat menurunkan kualitas hidup dan produktivitas kerja penderitanya. Hal yang paling berbahaya adalah meningkatnya angka kejadian bunuh diri. Menurut data WHO tahun 2006, angka kejadian kasus bunuh diri yang ditemukan adalah sebesar 15-20% dan pada sebagian besar kasus, bunuh diri yang terjadi tidak direncanakan sebelumnya (WHO, 2006). Hal ini dapat dihindari jika penderita mendapatkan terapi yang tepat.Pada depresi ringan dan sedang, penderita tidak perlu mendapatperawatan medis. Selain itu depresi ringan dan sedang dapat ditangani sendiri dengan berbagai alternatif penanganan dan pencegahan depresi,misalnya pengaturan diet, olahraga, dan relaksasi. Sedangkan pada kasus depresi berat, perlu diberikan perawatan medis karena penderitanya mengalami berbagai kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari denganbaik. Diperlukan adanya terapi non-medis untuk mengatasi pasien depresi. Salah satu bentuk penanganan depresi non-farmakologi adalah terapi musik.

B. Rumusan Masalah1. Bagaimana konsep mengenai gangguan depresi secara umum ?2. Bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan depresi?3. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan depresi sesuai Evidance Based Nursing?

C. Tujuan1. Untuk mengetahui konsep depresi secara umum.2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan depresi.3. Untuk mengetahui penatalaksanaan klien dengan depresi sesuai Evidance Based Nursing.

D. Manfaat1. Bagi penulis:a. Menambah pengetahuan, wawasan penulis mengenai gangguan depresi.b. Menambah pengetahuan dalam asuhan keperawatan yang tepat untuk klien dengan depresi.c. Menambah pengetahuan penatalaksanaan terhadap klien dengan gangguan depresi sesuai EBN.2. Bagi pembacaMemberikan dan menambah pengetahuan dan wawasan pembaca mengenai gangguan depresi dengan informasi terbaru.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Depresi

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). Maslim berpendapat bahwa depresi adalah suatu kondisi yang dapat disebabkan oleh defisiensi relatif salah satu atau beberapa aminergik neurotransmiter (noradrenalin, serotonin, dopamin) pada sinaps neuron di SSP (terutama pada sistem limbik) (Maslim, 2002). Menurut Kaplan, depresi merupakan salah satu gangguan mood yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Mood adalah keadaan emosional internal yang meresap dari seseorang, dan bukan afek, yaitu ekspresi dari isi emosional saat itu (Kaplan, 2010). Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikir, berperasaan dan berperilaku) seseorang, muncul perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapanyang disertai perasaan sedih, kehilangan minat dan kegembiraan, berkurangnya energi yang menuju kepada meningkatnya keadaan mudah lelah yang sangat nyata dan berkurangnya aktivitas.

B. Etiologi Depresi Kaplan menyatakan bahwa faktor penyebab depresi dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. 1. Faktor biologi Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-Hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MPGH (5 methoxy-0-hydroksi phenil glikol), di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin. Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, dan pada pasien bunuh diri, beberapa pasien memiliki serotonin yang rendah. Pada terapi despiran mendukung teori bahwa norepineprin berperan dalam patofisiologi depresi (Kaplan, 2010). Selain itu aktivitas dopamin pada depresi adalah menurun. Hal tersebut tampak pada pengobatan yang menurunkan konsentrasi dopamin seperti Respirin, dan penyakit dimana konsentrasi dopamin menurun seperti parkinson, adalah disertai gejala depresi. Obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin, seperti tyrosin, amphetamine, dan bupropion, menurunkan gejala depresi (Kaplan, 2010). Disregulasi neuroendokrin. Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin, menerima input neuron yang mengandung neurotransmiter amin biogenik. Pada pasien depresi ditemukan adanya disregulasi neuroendokrin. Disregulasi ini terjadi akibat kelainan fungsi neuron yang mengandung amin biogenik. Sebaliknya, stres kronik yang mengaktivasi aksis Hypothalamic-Pituitary-Adrenal (HPA) dapat menimbulkan perubahan pada amin biogenik sentral. Aksis neuroendokrin yang paling sering terganggu yaitu adrenal, tiroid, dan aksis hormon pertumbuhan. Aksis HPA merupakan aksis yang paling banyak diteliti (Landefeld et al, 2004). Hipersekresi CRH merupakan gangguan aksis HPA yang sangat fundamental pada pasien depresi. Hipersekresi yang terjadi diduga akibat adanya defek pada sistem umpan balik kortisol di sistem limpik atau adanya kelainan pada sistem monoaminogenik dan neuromodulator yang mengatur CRH (Kaplan, 2010). Sekresi CRH dipengaruhi oleh emosi. Emosi seperti perasaan takut dan marah berhubungan dengan Paraventriculer nucleus (PVN), yang merupakan organ utama pada sistem endokrin dan fungsinya diatur oleh sistem limbik. Emosi mempengaruhi CRH di PVN, yang menyebabkan peningkatan sekresi CRH (Landefeld, 2004). Pada orang lanjut usia terjadi penurunan produksi hormon estrogen. Estrogen berfungsi melindungi sistem dopaminergik negrostriatal terhadap neurotoksin seperti MPTP, 6 OHDA dan methamphetamin. Estrogen bersama dengan antioksidan juga merusak monoamine oxidase (Unutzer dkk, 2002). Kehilangan saraf atau penurunan neurotransmiter. Sistem saraf pusat mengalami kehilangan secara selektif pada sel sel saraf selama proses menua. Walaupun ada kehilangan sel saraf yang konstan pada seluruh otak selama rentang hidup, degenerasi neuronal korteks dan kehilangan yang lebih besar pada sel-sel di dalam lokus seroleus, substansia nigra, serebelum dan bulbus olfaktorius (Lesler, 2001). Bukti menunjukkan bahwa ada ketergantungan dengan umur tentang penurunan aktivitas dari noradrenergik, serotonergik, dan dopaminergik di dalam otak. Khususnya untuk fungsi aktivitas menurun menjadi setengah pada umur 80-an tahun dibandingkan dengan umur 60-an tahun (Kane dkk, 1999). 2. Faktor Genetik Penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum. Angka keselarasan sekitar 11% pada kembar dizigot dan 40% pada kembar monozigot (Davies, 1999). Oleh Lesler (2001), Pengaruh genetik terhadap depresi tidak disebutkan secara khusus, hanya disebutkan bahwa terdapat penurunan dalam ketahanan dan kemampuan dalam menanggapi stres. Proses menua bersifat individual, sehingga dipikirkan kepekaan seseorang terhadap penyakit adalah genetik. 3. Faktor Psikososial Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010) Sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 1999). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi (hardywinoto, 1999). Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yang memakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Kegagalan yang berulang. Dalam percobaan binatang yang dipapari kejutan listrik yang tidak bisa dihindari, secara berulang-ulang, binatang akhirnya menyerah tidak melakukan usaha lagi untuk menghindari. Disini terjadi proses belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang menderita depresi juga ditemukan ketidakberdayaan yang mirip (Kaplan, 2010). Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010)

C. Klasifikasi DepresiMenurut Lumongga (2009) ada beberapa jenis-jenis depresi, seperti yang akan di jelaskan di bawah ini.Depresi Berdasarkan Tingkat PenyakitMenurut klasifikasi organisasi kesehatan dunia World Health Organization (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, depresi menjadi: 1. Mild depression/minor depression dan dysthymic disorder. Pada depresi ringan, mood yang rendah datang dan pergi dan penyakit datang setelah kejadian stressfull yang spesifik. Individu akan merasa cemas dan juga tidak bersemangat. Perubahan gaya hidup biasanya dibutuhkan untuk mengurangi depersi jenis ini. Minor depression ditandai dengan adanya dua gejala pada depressive episode namun tidak lebih dari lima gejala depresi muncul selama dua minggu berturut-turut, dan gejala itu bukan karena pengaruh obatan-obatan atau penyakit. Bentuk depresi yang kurang parah disebut distimia (Dystymic disorder). Depresi ini menimbulkan gangguan Minor Depression ringan dalam jangka waktu yang lama sehingga seseorang tidak dapat bekerja optimal. Gejala depresi ringan ada gangguan distimia dirasakan minimal dalam jangka waktu dua tahun. 2. Moderate Depression. Pada depresi sedang mood yang rendah berlangsung terus dan individu mengalami simtom fisik juga walaupun berbeda-beda tiap individu. Perubahan gaya hidup saja tidak cukup dan bantuan diperlukan untuk mengatasinya. 3. Severe depression/major depression. Depresi berat adalah penyakit yang tingkat depresinya parah. Individu akan mengalami gangguan dalam kemampuan untuk bekerja, tidur, makan, dan menikmati hal yang menyenangkan dan penting untuk mendapatkan bantuan medis secepat mungkin. Deperesi ini dapat muncul sekali atau dua kali dan beberapa kali selama hdup. Major depression ditandai dengan adanya lima atau lebih simtom yang ditunjukan dalam major depressive episode dan berlangsung selama 2 minggu berturut-turut.Depresi Berdasarkan Klasifikasi NosologiKasifiasi nosologi dari keadaan depresi telah terbukti bernilai dalam praktik klinik dan telah dibakukan oleh World Health Organization (WHO). Menentukan suatu kasus depresi pada kategori nosologi yang tepat merupakan hal yang penting. Untuk mencapai hal itu diperlukan penilaian yang menyeluruh dari semua fakta yang diperoleh dari eksplorasi keadaan psikologisnya. Dan tidak kurang pentingnya adalah yang disebut miieu situation seperti hubungan penderita dengan lingkungan di mana dia tinggal dan ekerja (Lumongga, 2009).Jenis-jenis depresi menurut World Health Organization (WHO) (dalam Lumongga, 2009), berdasarkan tingkat penyakitnya, dibagi menjadi depresi psikogenik, depresi endogenik dan depresi somatogenik.Jenis-jenis depresi menurut WHO berdasarkan tingkat penyakit adalah di bawah ini:Depresi Psikogenik Depresi psikogenik terjadi karena pengaruh psikologis individu. Biasanya terjadi akibat adanya kejadian yang dapat membuat seseorang sedih atau stress berat. Berdasarkan pada gejala dan tanda-tanda, terbagi menjadi: 1. Depresi reaktif. Merupakan istilah yang digunakan untuk gangguan mood depresi yang ditandai oleh apati dan retardasi atau oleh kecemasan dan agtasi. Dan yang ditimbukan sebagai reaksi dari suatu pengalaman hidup yang menyedihkan. Dibandingan dengan kesedihan biasa, depresi ini lebih mendalam berlangsung lama tetapi jarang melampaui beberapa minggu. 2. Exhaustion depression. Merupakan depresi yang ditimbulkan setelah bertahun-bertahun masa laten, akibat tekanan perasaan yang berlarutlarut, goncangan jiwa yang berturut atau pengalaman berulang yang menyakitkan. 3. Depresi neurotic. Asal mulanya adalah konflik-konflik psikologis masa anak-anak (seperti keadaan perpisahan dengan ibu pada masa bayi, hubungan orang tua anak yang tidak menyenangkan) yang selama ini disimpan dan membekas dalam jiwa penderita. Proses represi baik yang sebagian maupun yang seluruhnya dari konfik-konflik tadi merupakan sumber kesulitan yang menetap dan potensial bagi timbulnya depresi di kemudian hari. Jauh sebelum timbulnya depresi sudah tampak adanya gejala-gejala kecemasan, tidak percaya diri, gagap, sering mimpi buruk, dan enuresis. Juga gejala jasmaniah seperti banyak berkeringat, gemetar, berdebar-debar, gangguan pencernaan seperti diare dan spasmDepresi EndogenikDepresi ini diturunkan, biasanya timbul tanpa didahului oleh masalah psikologis atau fisik tertentu, tetap bisa juga dicetuskan oleh trauma fisik maupun psikis, kebanyakan depresi endogen berupa suatu depresi unipolar.Depresi SomatogenikPada depresi ini dianggap bahwa faktor-faktor jasmani berperan dalam timbulnya depresi, terbagi dalam beberapa tipe: 1. Depresi organic. Disebabkan oleh perubahan perubahan morfologi dari otak seperti arteriosklerosis serebri, demensia senelis, tumor otak, defisiensi mental, dan lain-lain. Gejala-gejalanya dapat berupa kekosongan emosional disertai ide-ide hipokondrik. Biasanya disertai dengan suatu psychosyndrome akibat kelainan lokal atau difusi di otak dengan gejala kerusakan short term memory, disorientasi waktu, tempat, dan situasi disertai tingkah laku eksplosif dan mudah terharu. 2. Depresi simptomatik. Merupakan depresi akibat atau bersamaan dengan penyakit jasmaniah seperti Penyakit infeksi (hepatitis, influenza, pneumonia), Penyakit endokrin (diabetes mellitus, hipotiroid), Akibat tindakan pembedahan, Pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antihipertensi, Pada fase penghentian kecanduan narkotika, alkohol dan obat penenang.

D. Gambaran Klinis Depresi pada lansia adalah proses patoligis, bukan merupakan proses normal dalam kehidupan. Umumnya orang-orang akan menanggulanginya dengan mencari dan memenuhi rasa kebahagiaan. Bagaimanapun, lansia cenderung menyangkal bahwa dirinya mengalami depresi. Gejala umumnya, banyak diantara mereka muncul dengan menunjukkan sikap rendah diri, dan biasanya sulit untuk didiagnosa (Evans, 2000). Perubahan Fisik 1. Penurunan nafsu makan. 2. Gangguan tidur. 3. Kelelahan dan kurang energy 4. Agitasi. 5. Nyeri, sakit kepala, otot keran dan nyeri, tanpa penyebab fisik. Perubahan Pikiran 1. Merasa bingung, lambat dalam berfikir, penurunan konsentrasi dan sulit mengungat informasi. 2. Sulit membuat keputusan dan selalu menghindar. 3. Kurang percaya diri. 4. Merasa bersalah dan tidak mau dikritik. 5. Pada kasus berat sering dijumpai adanya halusinasi ataupun delusi. 6. Adanya pikiran untuk bunuh diri. Perubahan Perasaan 1. Penurunan ketertarikan ddengan lawan jenis dan melakukan hubungan suami istri. 2. Merasa bersalah, tak berdaya. 3. Tidak adanya perasaan. 4. Merasa sedih. 5. Sering menangis tanpa alas an yang jelas. 6. Iritabilitas, marah, dan terkadang agresif. Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari 1. Menjauhkan diri dari lingkungan sosial, pekerjaan. 2. Menghindari membuat keputusan. 3. Menunda pekerjaan rumah. 4. Penurunan aktivitas fisik dan latihan. 5. Penurunan perhatian terhadap diri sendiri. 6. Peningkatan konsumsi alcohol dan obat-obatan terlarang.

E. Pengobatan Depresi1. FarmakoterapiSaat ini telah tersedia beberapa macam obat obatan yang efektif dipakai menyembuhkan penderita depresi.Ada beberapa jenis obat anti depresi.Jenis obat anti depresi biasanya dikelompokkan berdasar efeknya terhadap bahan kimia didalam otak yang mengontrol perasaan (mood). Jenis jenis obat anti depresi adalah: a. Selective serotonine reuptake inhibitors (SSRI)Banyak dokter yang memulai pengobatan depresi dengan SSRI.Obat obatan yang termasuk dalam kelompok ini biasanya lebih sedikit menimbulkan efek samping yang mengganggu dibandingkan dengan obat anti depresi lainnya. Obat obat yang termasuk dalam kelompok SSRI antara lain: fluoxetine (Prozac), paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), citalopram (Celexa) and escitalopram (Lexapro). Efek samping yang paling sering adalah menurunnya dorongan seksual dan sulitnya mencapai orgasme.Berbagai efek samping lainnya biasanya menghilang sejalan dengan penyesuaian tubuh terhadap obat obatan tersebut.Beberapa efek samping SSRI yang sering adalah: sakit kepala, sulit tidur, gangguan pencernaan, dan resah/ gelisah. b. Serotonin dan norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs)Obat obatan anti depresi yang termasuk dalam kelompok ini antara lain: duloxetine (Cymbalta), venlafaxine (Effexor XR) dan desvenlafaxine (Pristiq). Efek samping yang ditimbulkannya serupa dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat anti depresi kelompok SSRIs. Beberapa efek samping lainnya adalah: mulut kering, berkeringat, detak jantung lebih kencang dan konstipasi (susah buang air besar). c. Norepinephrine dan Dopamine reuptake inhibitors (NDRI)Bupropion (Wellbutrin) termasuk dalam kategori NDRI.Obat ini merupakan salah satu dari sedikit obat anti depresi yang tidak menyebabkan melemahnya dorongan seksual.Pada dosis yang tinggi bupropion dapat menyebabkan meningkatnya resiko serangan kejang kejang. d. Atypical antidepressantMerupakan obat anti depresi yang tidak bisa dimasukkan kedalam kelompok obat lainnya. Obat obatan yang termasuk kedlam kelompok ini antara lain: trazodone (Oleptro) dan mirtazapine (Remeron). Kedua obat anti depresi tersebut membuat mengantuk sehingga sebaiknya diminum pada sore/ malam hari.Pada beberapa kasus, obat tersebut dikombinasikan untuk mengurangi efeknya terhadap tidur.Obat terbaru dalam kategori ini adalah vilazodone (Viibryd).Obat vilazidone mempunyai efek samping kecil terhadap dorongan seksual. Beberapa efek samping dari vilazodone yang sering muncul adalah: mual, muntah, mencret dan sulit tidur. e. Tricyclic antidepressantsObat obatan yang termasuk kedalam kelompok ini sudah dipakai bertahun tahun dan telah terbukti tidak kalah manjur dibandingkan dengan obat anti depresi yang lebih baru.Hanya saja, karena banyaknya dan lebih kerasnya efek samping obat, maka obat tricyclic antidepressant biasanya tidak diberikan sebelum obat jenis SSRI dicoba dan tidak berhasil mengobati depresi. Efek samping obat ini antara lain: penglihatan kabur, mulut kering, gangguan buang air besar dan gangguan kencing, detak jantung cepat dan bingung. Obat jenis ini juga sering menyebabkan penambahan berat badan. f. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs)Termasuk kedalam kelompok ini adalahtranylcypromine (Parnate) and phenelzine (Nardil). Obat obatan dalam kelompok ini biasanya merupakan pilihan terakhir bila obat dari kelompok lain sudah tidak mempan mengobati depresi. Obat obatan dalam kelompok ini bisa menimbulkan efek samping yang serius, bahkan bisa menyebabkan kematian.Obat MAOIs memerlukan diet ketat karena bila berinteraksi dengan makanan seperti keju, acar mentimun (pickles) dan anggur, serta obat anti pilek (decongestant) dapat berakibat fatal.Selegiline (Emsam) merupakan obat jenis terbaru dalam kelompok ini yang memakainya tidak dengan diminum, cukup dengan ditempelkan di kulit.Obat selegiline mempunyai lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat MAOIs lainnya.Obat obatan kelompok ini tidak bisa dikombinasikan dengan obat dari kelompok SRRIs.g. Obat obatan lainnyaDokter mungkin mengobati depresi dengan obat obat lainnya, misalnya dengan obat stimulant, obat untuk menstabilkan suasana hati (mood), obat anti cemas/ anxiety, dan obat anti psikotik.Pada beberapa kasus, dokter mungkin mengkombinasikan beberapa obat agar dihasilkan efek yang optimal.Strategi ini dikenal sebagai augmentation (penguatan/ tambahan).2. Terapia. Terapi perilaku kognitifTerapi perilaku kognitif atau cognitive behavioral therapy (CBT) sebagai upaya pendidikan yang canggih bagi penderita depresi. Metode ini didasarkan pada kenyataan bahwa pikiran lah yang memicu perasaan. Menyadari pikiran-pikiran negatif dan belajar untuk mengubah pola yang tidak sehat dapat mengubah cara kerja otak dan reaksi terhadap situasi.b. Terapi hipnoterapi Terapi hipnoterapi yaitu terapi dengan cara relaksasi pikiran yang akan membawa kita ke pikiran bawah sadar, dimana di pikiran bawah sadar terdapat emosi yang menyebabkan depresi. Hipnoterapi adalah terapi dengan menggunakan hypnosis dan tidak sama sekali menggunakan oba. Jikalau anda meminum obat depresan, maka anda dianjurkan tidak boleh minum obat minimal 1 x 24 jam sebelum terapi.c. YogaYoga dapat mengurangi stres dan gejala depresi. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada penderita gangguan emosi dan depresi berat, berlatih yoga dapat mengurangi stres, rasa permusuhan, kecemasan, depresi, meningkatkan energi, kualitas tidur, dan kesejahteraan. Meskipun tidak terlalu banyak penelitian pada tema ini, yoga terbukti dapat menjadi alat yang sederhana dan berisiko rendah untuk mengatasi depresi.d. Terapi keluargaProblem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi, sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan pasien.e. Terapi kelompok Terapi kelompok menggunakan kekuatan dinamika kelompok dan interaksi teman sebaya untuk meningkatkan pemahaman Anda dan meningkatkan keterampilan sosial Anda. Ada berbagai jenis konseling kelompok (misalnya psikodinamik, keterampilan sosial, penyalahgunaan zat, multi-keluarga, dukungan orang tua, dll)f. Terapi Interpersonal (IPT) Adalah pengobatan yang singkat khusus dikembangkan dan diuji untuk mengobati depresi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan fungsi Anda dengan orang lain dengan mengurangi apapun gejala depresi yang mungkin Anda miliki. IPT telah terbukti efektif dalam mengobati remaja dengan depresi juga.g. Terapi Bermain Melibatkan penggunaan mainan, blok, boneka, boneka, gambar atau permainan untuk membantu anak Anda untuk mengenali, mengidentifikasi, dan verbalisasi perasaan. Konselor mengamati bagaimana ia menggunakan bahan bermain dan mengidentifikasi tema atau pola untuk lebih memahami isu-isu nya. Melalui kombinasi bicara dan bermain, anak Anda memiliki kesempatan untuk lebih memahami dan mengelola konflik-nya, perasaan, dan perilaku.h. Terapi musik1. Pengertian Terapi MusikTerapi musik terdiri dari dua kata yaitu terapi dan musik. Kata terapi berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu atau menolong orang. Biasanya kata tersebut digunakan dalam konteks masalah fisik dan mental (Djohan, 2006). Sedangkan kata musik menurut World Book Encyclopedia adalah suara atau bunyi-bunyian yang diatur menjadi sesuatu yang menarik dan menyenangkan. Dengan kata lain musik dikenal sebagai sesuatu yang terdiri atas nada dan ritme yang mengalun secara teratur (Rachmawati, 2005). Jadi dalam terapi, musik digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara khusus dalam rangkaian kegiatan terapi.Dalam rumusan The American Music Therapy Association, terapi musik secara spesifik disebutkan sebagai sebuah profesi dibidang kesehatan yaitu terapi musik adalah suatu profesi dibidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktifitas musik untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspek fisik, psikologis, kognitif, dan kebutuhan sosial individu yang mengalami cacat fisik (Djohan, 2006).World Music Therapy Federation mengemukakan definisi terapi musik yang lebih menyeluruh yaitu terapi musik adalah penggunaan musik dan atau elemen musik oleh seseorang terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar, meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau untuk mencapai tujuan terapi lainnya. Proses ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan fisik, emosi, mental, sosial, maupun kognitif dalam rangka upaya pencegahan, rehabilitasi, atau pemberian perlakuan. Bertujuan mengembangkan potensi dan atau memperbaiki individu, baik melalui penataan diri sendiri maupun dalam relasinya dengan orang lain, agar ia dapat mencapai keberhasilan dan kualitas hidup yang lebih baik (Djohan, 2006).2. Manfaat Terapi MusikRachmawati (2005), mengutip pada penelitian Crithley & Hensen tentang musik dan otak melaporkan bahwa karena sifatnya non-verbal, musik bisa menjangkau sistem limbik yang secara langsung dapat mempengaruhi reaksi emosional dan reaksi fisik manusia seperti detak jantung, tekanan darah, dan temperatur tubuh. Hasil pengamatan mereka menyebutkan bahwa dengan mengaktifkan aliran ingatan yang tersimpan di wilayah corpus collosum musik meningkatkan intergrasi seluruh wilayah otak.Penelitian yang berkenaan dengan pengaruh musik terhadap kondisi psikologis individu telah banyak dilakukan, dan hasilnya memperlihatkan adanya reaksi fisik dan jiwa sebagai respon terhadap musik. Reaksi tersebut dapat berupa ketenangan, relaksasi ataupun berupa perubahan dalam ritme pernafasan, tekanan darah pada jantung dan aliran darah. Menurut Djohan (2005), terapi musik secara khusus sangat efektif dalam tiga bidang pengobatan, yaitu :1. Sakit, kecemasan, dan depresi.2. Cacat mental, emosi, dan fisik.3. Gangguan neurologis.(Campell, cit Rachmawati, 2005), mengemukakan beberapa gagasan beradasarkan data-data hasil penelitian berkenaan dengan cara kerja musik dalam memberikan pengaruh terhadap kehidupan manusia dan memberikan daya penyembuh diantaranya adalah :1. Musik menutupi bunyi atau perasaan yang tidak menyenangkan.2. Musik dapat memperlambat atau menyeimbangkan gelombang otak.3. Musik mempengaruhi pernafasan.4. Musik mempengaruhi denyut jantung, denyut nadi, dan tekanan darah.5. Musik mengurangi ketegangan otot dan memperbaiki gerak dan koordinasi tubuh.6. Musik mempengaruhi suhu badan.7. Musik dapat menaikan tingkat endofrin (zat candu otak yang dapat mengurangi rasa sakit dan menimbulkan fly alamiah).8. Musik dapat mengatur hormonal.Menurut Djohan (2006), ada delapan alasan penggunaan terapi musik dalam kegiatan medis adalah :1. Sebagai audioanalgesik atau penenang dan sebaliknya untuk menimbulkan pengaruh biomedis yang positif atau psikososial.2. Sebagai fokus latihan dan mengatur latihan.3. Meningkatkan hubungan terapis, pasien, dan keluarga.4. Memperkuat proses belajar.5. Sebagai stimulator auditori atau pengaruh arus balik atau menghilangkan kebisingan.6. Mengatur kegembiraan dan interaksi personal yang positif.7. Sebagai penguat untuk kesehatan dalam hal keterampilan fisiologis, emosi, dan gaya hidup.8. Mereduksi stres pada pikiran dan kesehatan tubuh.Menurut (Djohan, 2006), penggunaan terapi musik ditentukan oleh intervensi musikal dengan maksud memulihkan, menjaga, memperbaiki emosi, fisik, psikologis, dan kesehatan serta kesejahteraan spiritual. Adapun elemen-elemen pokok yang ditetapkan sebagai intervensi dalam terapi musik, yaitu :1. Terapi musik digunakan oleh terapis musik dalam sebuah tim perawatan yang anggotanya termasuk tim medis, pekerja sosial, psikolog, guru, atau orang tua.2. Musik merupakan alat terapi yang utama. Musik digunakan untuk menumbuhkan hubungan saling percaya, mengembangkan fungsi fisik, dan mental klien melalui aktifitas yang teratur secara terprogram. Contoh intervensi bisa berupa bernyanyi, mendengarkan musik, bermain alat musik, mengkomposisikan musik, mengikuti gerakan musik, dan melatih imajinasi.3. Materi musik yang diberikan akan diatur melalui latihan-latihan sesuai arahan terapis. Intervensi musikal yang dikembangkan akan digunakan terapis didasarkan pada pengetahuannya tentang pengaruh musik terhadap perilaku, baik kelemahan atau kelebihan klien sebagai sasaran terapi.4. Terapi musik yang diterima klien disesuaikan secara fleksibel serta dengan memperhatikan tingkat usia. Terapis musik bekerja langsung pada sasaran dengan tujuan terapi yang spesifik. Sasaran yang hendak dicapai termasuk komunikasi, intelektual, motorik, emosi, dan keterampilan sosial.Lebih lanjut (Djohan, 2006), menambahkan tiga konsep utama mengenai pengaruh musik, yaitu :1. Musik penting karena merupakan sesuatu hal yang baik.2. Musik merupakan bagian dari kehidupan serta salah satu keindahan budaya manusia, selain terdapat nilai-nilai positif yang sangat berguna.3. Dengan mengembangkan kemampuan musik, maka akan dimiliki keunggulan-keunggulan yang menyertainya. Kegiatan latihan, mendengarkan, dan menghargai musik akan meningkatkan perkembangan kognitif, fisik, emosi, dan sosial.Menurut berbagai sumber kepustakaan, jenis musik tertentu memiliki pengaruh terhadap fisik dan psikologis. Tabel 1 berikut menggambarkan pengaruh jenis musik yang didengar oleh manusia.Tabel 1Musik dan PengaruhnyaNo.Jenis MusikPengaruhSumber

1.Musik RockPemicu kecenderungan merusak diri dan keinginan bunuh diri pada kaum remaja dan dewasa mudaMerrit (2003)

2.Musik yang berirama anapestic (tekanan diakhir)Merusak sistem tubuh, bertentangan dengan ritme tubuhMerrit (2003)

3.Musik hangar bingar, sumbangMemisahkan tubuh dan jiwa serta pemicu sifat agresif dan menentangMerrit (2003)

4.Musik yang bising (berasal dari kegelisahan)Kegelisahan merupakan ritme yang merusak tubuhKhan (2002)

5.Tangga nada lydis (c-c)Ditolak plato karena dianggap terlalu lunak dan kurang jantanPlato (Prier, 2002)

6.Musik Ricard WagnerAgresif (serdadu Hitler)Merrit (2003)

7.Komposisi klasik Rite of Spring karya Stravinsky, dan La Valse karya RavelMelemahkan ototMerrit (2003)

8.Musik yang mengumbar hawa nafsu dan syahwat, syair ratapan dan menyesali nasib (rendah moral)Melemahkan jiwa, agresif, perilaku tidak terkendali, liar, budi pekerti rendahKhan (2002)

9.Musik Waltz (teratur, penekanan pada irama pertama)Melatih keteraturan, sesuai dengan ritme tubuhJohn Diamon (Merrit 2003)

10.Tangga nada Doris (e-e) tangga nada muliaMeniru keadaan jiwa mereka yang penuh kebijaksanaan bertugas memimpin negaraPlato (Prier, 2002)

11.Tangga nada frigis (d-d) tanda nada menyala, berapi-apiPenuh sifat aktif, meniru semangat perjuangan para pahlawanPlato (Prier, 2002)

12.Musik klasik (Mozart)Kompleksitas tinggi, matematis, terstruktur, memiliki keseimbangan yang tinggi, dinamis, kreatif, meningkatkan kecerdasan dan kecerdasan spatialBodner (2002), A.M.S., Merrit (2003), Madaule (2002)

13.Musik GregorianBersifat spiritual, memberi kedamaian, kesadran yang tenangMadaule (2002), Prier (2002)

14.Musik tradisional daerah (etnis)Musik yang mengajarkan jati diri individu secara umumATM, SS, Rachmawati (1998)

15.Jenis musik lembutMelembutkan hati, menenangkan, melatih keanggunan, reduksi stres, dan meningkatkan produktifitasATM, SS, Rachmawati (1998)

Sumber : Rachmawati 20053. Mekanisme Musik Dalam Tubuh ManusiaMusik yang didengar melalui telinga akan distimulasi ke otak, kemudian di otak, musik tersebut akan diterjemahkan menurut jenis musik dan target yang akan distimulasi. Menurut (Campbell, cit, Rachmawati, 2005), musik berinteraksi pada suatu tingkat organik dengan berbagai macam struktur syaraf. Musik menghasilkan rangsangan ritmis yang kemusian ditangkap melalui organ pendengaran dan diolah melalui sistem syaraf dan kelenjar yang selanjutnya mengorganisasikan interprestasi bunyi kedalam ritme internal pendengarannya.(Reowijiko, cit Rachmawati 2005), menjelaskan bahwa gelombang suara musik yang dihantarkan ke otak berupa energi listrik melalui jaringan syaraf akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas fekuensi alfa, beta, theta, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan relaksasi, gelombang beta terkait dengan aktifitas mental, gelombang tetha dikaitkan dengan situasi stres dan upaya kreatifitas, sedangkan gelombang delta dihubungkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang didengar, dapat mempengaruhi frekuensi gelombang otak sesuai dengan jenis musiknya.Musik sebagai stimulus memasuki sistem limbik yang mengatur emosi, dari bagian tersebut, otak memerintahkan tubuh untuk merespon musik sebagai tafsirannya. Jika musik ditafsirkan sebagai penenang, sirkulasi tubuh, degup jantung, sirkulasi nafas, dan peredaran nafas pun menjadi tenang. Perilaku individupun menjadi tenang pula (Rachmawati, 2005).4. Jenis Terapi MusikDalam Kongres Terapi Musik ke-9 di Washington tahun 1999 (Djohan, 2006), dipresentasikan lima model terapi musik, terapi musik tersebut adalah :a. Guide Imagery and Music dari Helen BonyMerupakan terapi yang disusun secara berurutan guna mendukung, membangkitkan, dan memperdalam pengalaman yang terkait dengan kebutuhan psikologis dan fisiologis. Sepanjang perjalanan musik yang didengar, klien diberi kesempatan untuk menghayati berbagai aspek kehidupannya melalui perjalanan imajinatif. Musik yang berjalan akan membantu klien mendekonstruksikan kisah kehidupan lama dan menstimulinya dengan hal-hal baru.b. Creatif Music Therapy dari Poul Nordoff & Clive RobbinsMerupakan terapi yang memposisikan klien dan terapis sebagai pusat pengalaman. Bermain musik adalah fokus dalam sesi terapi dan mulai dari awal terapi individu dan pengalaman musikal akan diserap melalui sesi-sesi yang berlangsung.c. Behavioral Music Therapy dari Clifford K. MadsenYaitu terapi yang menggunakan musik sebagai kekuatan atau isyarat stimulus untuk meningkatkan atau memodifikasi perilaku adaptif dan menghilangkan perilaku mal-adaptif. Musik disini digunakan untuk membantu program memodifikasi perilaku.d. Improvisasi Music Therapy dari Juliette AlvinYaitu terapi musik yang didasarkan atas pemahaman suatu terapi musik akan berhasil jika klien dibebaskan untuk mengembangkan kreasinya, memainkan, atau memperlakukan alat musik sekehendak hati. Terapis samasekali tidak memberikan intervensi, mencampuri atau ataupun memberikan peraturan, struktur, tema, ritme, maupun bentuk musik. Dalam arti, tanpa seorang terapis profesional pun terapi ini bisa dilaksanakan.Adapun batasnya adalah penggunaan musik yang terpantau dalam proses pengobatan, rehabilitasi, pendidikan, atau pelatihan bagi anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan fisik, mental, atau emosional.Tiga pendekatan yang diwujudkan untuk menolong klien yang membutuhkan bantuan, yaitu :1) Pendekatan KlinisTerapi musik digunakan sebagai bagian dari terapi medis atau psikologis yang sedang dijalani klien untuk mengatasi hambatan fisik, mental, atau emosionalnya.2) Pendekatan RekrasionalMusik digunakan sebagai sarana hiburan, tidak ada tuntuan apapun yang diminta dari klien, karena tujuannya untuk menciptakan suasana hati yang postitif bagi klien.3) Pendekatan EdukatifPenerapan terapi musik dalam lingkup pendidikan yang dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan belajar. Pendidikan yang diberikan tidak memiliki target tertentu dan tidak ditetapkan untuk mencapai suatu tingkat kemampuan tertentu karena penerima terapi adalah anak-anak atau orang dewasa yang mengalami gangguan atau mempunyai hambatan.

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Asuhan KeperawatanKasus:Andy (36 tahun), masuk rumah sakit dikarenakan percobaan bunuh diri. Andy adalah seorang pengusaha sukses yang memiliki keluarga bahagia, menderita penyakit depresi akibat rasa bersalah. Semua kebahagiaannya lenyap seketika bersama hilangnya seluruh anggota keluarganya. Semua berawal dari sifat Andy yang pelupa. Andy melakukan sebuah kesalahan fatal karena lupa mematikan mesin mobilnya saat ia hendak keluar rumah karena sebuah urusan mendadak. Gas karbon monoksida yang keluar dari sisa pembakaran mobilnya memenuhi seisi rumah dan membunuh anak-anak serta istrinya saat mereka sedang tidur. Andy mengalami depresi berat akibat rasa bersalah karena ia merasa bahwa ikut andil dalam kematian keluarganya. Setiap hari, dia terlihat murung dan terus menerus menyalahkan diri sendiri sampai berhenti melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi hidupnya (tidak mau makan). Pekerjaannya terbengkalai karena tidak ada yang mengurusi. Kondisi kebersihan dirinya dan rumahnya juga tidak terurus dengan baik. Semuanya dikarenakan terlalu beratnya beban yang ditanggungnya. Dia mengatakan bahwa ia terlalu sedih dan ingin bunuh diri untuk menghukum dirinya akibat kesalahan yang tidak akan pernah dia maafkan seumur hidup.1. Pengkajian a. Identitas diriNama: AndyUmur: 36 tahunJenis kelamin: Laki-laki Pekerjaan : PengusahaStatus : Menikahb. Gangguan alam perasaan : Depresi1) Data subyektifTn. Andy mengatakan bahwa ia merasa bersalah dan ikut andil dalam kematian keluaraganya.2) Data objektifTn. Andy terlihat murung dan terus menyalahkan diri sendiri sampai berhenti melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi hidupnya. Pekerjaannya terbengkalai karena tidak ada yang mengurusi. Kondisi kebersihan dirinya dan rumahnya juga tidak terurus dengan baik.c. Koping maladatif1) Data subyektifTn. Andy mengatakan bahwa ia ingin bunuh diri untuk menghukum dirinya sendiri dirinya akibat kesalahan yang tidak akan pernah dia maafkan seumur hidup.2) Data objektif Tn. Andy masuk rumah sakit karena percobaan bunuh diri.

2. Asuhan Keperawatan a. Diagnosa 1: Resiko bunuh diri (Risk for suicide)Domain 11: safety/protectionKelas 3: ViolenceDefinisi: resiko yang timbul dari dalam diri sendiri, menciderai diri sendiri yang dapat menganam kehidupanFaktor resiko :

23

1. Perilaku Riwayat bunuh diri Ditandai dengan perubahan sikap Ditandai dengan perubahan perilaku2. Demografi Usia (pria dewasa) Jenis kelamin pria Duda 3. Psikologi Rasa bersalah4. Situasional Tinggal sendiri

5. Social Keadaan putus asa Berduka6. Verbal Menyatakan keinginan untuk mati

NOC: Depression LevelDefinisi: Keparahan dari mood melankolis dan kehilangan ketertarikan pada peristiwa kehidupan.Indikator: Klien dapat mengurangi ketridaktertarikanya terhadap aktivitas sehari-hari Klien dapat menurunkan perasaan depresiNIC: Suicide PreventionDefinisi: Mengurangi resiko dalam permasalahan diri atau kesusahan yang dialami dengan tujuan mengakhiri hidupAktivitas: Diskusikan dengan klien dampak bunuh diri Kaji tingkat resiko bunuh diri klien Berikan penanganan pada gangguan psikiatri atau gejala yang membuat klien beresiko bunuh diri ( seperti gangguan mood, gangguan personality, panik) Latih klien dalam strategi koping (misalnya impulse control, relaksasi otot progresif) Berinteraksi dengan klien secara regular dalam perawatan, keterbukaan, dan berikan kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaan. Tempatkan pasien di tempat yang mudah diamati Kaji lingkungan dan jauhkan klien dari benda-benda yang membahayakan Susun strategi agar klien tidak mengisolasi diri dan berpikir membahayakan diri Fasilitasi dukungan keluarga dan teman untuk klien Libatkan keluarga saat discharge planning.

b. Diagnosa 2: ineffective copingDomain 9 : coping/stressClass 2 : coping responseDefinisi : keidakmampuan untuk membentuk penilaian valid tentang stresor, ketidakadekuatan pilihan respon yang dilakukan, dan/atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber daya yang tersedia.Batasan karakteristik : Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar Ketidakmampuan memenuhi harapan peran Pemecahan masalah yang tidak adekuat Menggunakan bentuk koping yang mengganggu perilaku adaptif

NOC : Coping Definisi: tindakan seseorang untuk memanajemen stressor dengan sumber daya yang dimilikinya.Indikator: Klien dapat mengenal koping yang efektif Klien dapat mengenal koping yang tidak efektif Klien dapat mempverbalkan kemampuan control Melaporkan menurunnya stress Memverbalkan penerimaan dari situasi Menggunakan support social yang memungkinkan Klien menggunakan strategi koping efektif Klien dapat melaporkan penururnan perasaan negativeNIC : Coping enhancementDefinisi: membantu klien untuk beradaptasi denan stressor yang dirasakan, perubahan, atau, ancaman yang mengganggu tuntutan hidup dan peran.Aktivitas : Nilai dampak situasi hidup pada peran dan hubungan Gunakan pendekatan yang tenang dan memberikan jaminan Kenalkan klen dengan orang lain/grup yang pernah mengalam I kesuksesan dengan pengalaman yang sama Dorong penguasaan bertahap situasi Dorong pasien dalam aktivitas komunitas dan social Dorong pasien menggunakan sumber spiritual, bila diinginkan

c. Diagnosa 3 : complicated grievingDomain 9 : coping/stress toleranceClass 2 : coping responsesDefinisi : gangguan yang terjadi setelah kematian orang terdekat, ketika pengalaman distres yang menyertai kehilangan gagal memenuhi harapan normatif dan bermanifestasi gangguan fungsional.Batasan karakteristik : Depresi Menyalahkan diri Distres akibat perpisahan Mengungkapkan menyalahkan diri sendiriFaktor yang berhubungan : Kematian orang terdekat Ketidakstabilan emosionalNOC: Grief ResolutionDefinisi: penyesuaian diri terhadap kehilangan saat ini dan yang kaan dating.Indicator: Klien dapat menyelesaikan perasaan tentang kehilangan Klien dapat mengungkapkan kehilangan secara verbal Klien dapat mengungkapkan penerimaan secara verbal Klien dapat melaporkan preokupasi tentang kehilangan Klien dapat menjaga higienitas dan kebersihan diri Klien dapat mengexpresikan harapan positif tentang masa depanNIC: Grief Work FacilitationDefinisi: bantuan dengan penyelesaian kehilangan yang signifikanAktivitas: Klien dapat mengidentifikasi kehilangan Bantu klien untuk mengidentifikasi reaksi awal saat kehilangan Dorong klien untuk mengeksrpresikan perasaan tentang kehilangan Dengarkan ungkapan ekspresi berduka Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalaman sebelum kehilangan Tunjukkan rasa empati pada klien Bantu klien mengidentifikasi strategi koping individu Identifikasi sumber dukungan komunitas yang sesuai Bantu mengidentifikasi keinginan klien untuk memodifikasi perubahan gaya hidup.d. Diagnosa 4 : Bathing Self Care Deficit b.d cognitive impairementDomain 4 : activity/restClass 5 : self careDefinisi : ketidak mampuan untuk melakukan atau menyelesaikan mandi secara mandiri.Batasan Karakteristik : tidak mampu melakukan mandi dengan baikFaktor yang berhubungan : gangguan motivasiNOC: Self care : BathingDefinisi : kemampuan untuk membersihkan tubuh secara mandiri dengan atau tanpa bantuanIndikator: Pasien mampu masuk dan keluar kamar mandi dengan bantuan Pasien mampu membasahi anggota badan Pasien mampu membersihkan area perineal Pasien mampu mengeringkan badan

NIC: Self Care Assistance : BathingDefinisi : membantu pasien untuk melakukan kebersihan diri/mandiAktivitas: Menentukan besar dan jenis bantuan yang dibutuhkan Tempatkan handuk, sabun, deodorant, dan semua alat yang dibutuhkan pasien didekat ia mandi Dukung keterlibatan keluarga untuk terlibat dalam kegiatan ini.Intervensi lain Jaga privasi dan keamanan klien Monitor penyelesaian mandi dan higiene untuk mengevaluasi kemampuan self-care dan mengidentifikasi apa yang dibutuhkan Berikan feedback yang membangun

e. Diagnosa 5 : Imbalanced Nutrition : Less Than Body RequirementsDomain 2 : nutritionClass 1 : IngestionDefinition : Asupan Nutrisi tidak mencukupi kebutuhan metabolikBatasan Karakteristik : Ketidakmauan untuk makan Kurangnya minat terhadap makanan\Faktor yang berhubungan : Faktor psikologisNOC: AppititeDefinisi: Keinginan untuk makan ketika sakit dan menerima pengobatanIndicator: Klien memiliki keinginan untuk makan Klien memiliki nafsu makan Klien dapat menikmati makanan Klien mendapatkan asupan makanan yang cukup Klien mendapatkan asupan cairan yang cukup Klien mendapatkan asupan nutrisi yang cukupNIC: Nutritional MonitoringDefinisi: mengumpulkan dan analisa data pasien untuk mencegah atau meminimalkan kekurangan gizi.Aktivitas: Monitor asupan kalori dan nutrisi Bobot klien dapaat mencapai interval tertentu Monitor pemilihan makanan Monitor turgor kulit, jika diperlukan Menyediakan makanan dan minuman bernutrisi, jika diperlukan Monitor respon emosional pasien ketika ditempatkan pada situasi yang melibatkan makanan

B. Jurnal1. Jurnal Ia. Karakteristik Jurnal Judul Jurnal: Effects of music therapy on depression compared with psychotherapyNama Penulis: Sergio Castillo-Perez MD, Virginia Gomez-Perez BP, Minerva Calvillo Velasco, MSc, Eduardo Perez-Campos, PhD, Miguel-Angel Mayoral, PhD.Sumber: The Arts in Psychotherapy 37 (2010) 387390b. Latar Belakang JurnalSelama ini penatalaksanaan yang dinilai efektif untuk mengurangi gejala depresi adalah dengan terapi obat, psikoterapi, ECT. Akan tetapi terapi obat tidak menunjukkan hasil yang maksimal untuk menurunkan gejala-gejala depresi. Musik telah digunakan untuk terapi beberapa gangguan dan terbukti efektif, seperti untuk manajemen nyeri akut, nyeri karena kanker, nyeri saat melahirkan. Musik juga mempunyai efek untuk beberapa gangguan neurologi seperti depresi. Jurnal ini membandingkan efek terapi musik dengan psikoterapi pada kelompok pasien dengan depresi tingkat ringan dan sedang. c. Metode dan PopulasiSubjek: 79 pasien dari klinik rumah sakit di Huajuapan de Leon, Oaxaca, Mexico dengan diagnosis depresi ringan dan sedang.Pasien yang diinklusikan adalah pasien yang tidak sedang menjalani terapi obat dan tidak ada penyakit neurologi lain. Subjek dibagi secara acak menjadi dua grup. Yaitu 41 pasien untuk grup terapi musik dan 38 pasien untuk psikoterapi.Aspek sosiodemografi seperti riwayat pasien, intensitas depresi saat ini dan masa laludievaluasi selama wawancara.

Metode:Wawancara psikologis: seleksi awal dilakukan dengan menggunakan Skala Zung Self-rated Depression. Semua pasien dipantau untuk mendeteksi adanya ketidaknyamanan, stres, dan memberikan semua yang diperlukan untuk perhatian dan dukungan. Setiap minggu, pasien dievaluasi menggunakan Beck Depression Inventory. Beck Inventory digunakan untuk mengevaluasi intensitas depresi berdasarkan persepsi pasien. Untuk mengevaluasi hasil akhir digunakan skala Hamilton Depression. Skala Hamilton digunakan dalam penelitian ini untuk mengevaluasi gejala kuantitatif penderita depresi. Kriteria perbaikan dalam Beck Depression Inventory diukur dengan total nilai yang dilaporkan: 0-13 depresi minimal, 14-19 depresi ringan, 20-28 depresi sedang, dan 29-63 depresi berat. Total skor yang lebih tinggi menunjukkan gejala depresi lebih parah. Kriteria peningkatan Skala Depresi Hamilton diukur dengan skor total: 0-7, umumnya diterima menjadi dalam kisaran normal (atau dalam klinis remisi); 20 atau lebih tinggi, tingkat keparahan moderat. Seorang psikolog di pusat kesehatan di Huajuapan de Leon, Oaxaca, Meksiko, tersedia melalui psikoterapi individu. Metode psikoterapi yang digunakan adalah jenis konduktif- perilaku dan terdiri dari 30 menit tiap sesi dilakukan seminggu sekali. Evaluasi dilakukan mingguan. Seperti pada kelompok terapi musik, disini peneliti juga memperhatikan semua pasien untuk mendeteksi rasa tidak nyaman, stres, dan memberikan semua perhatian yang diperlukan dan dukungan.Terapi Musik: Terapis hanya memonitor perkembangan sesi pemberian terapi musik dan menjaga agar tidak ada faktor ketidaknyamanan, atau stres. Kelompok terapi musik diberikan pilihan untuk memilih jenis musik baroque dan musik klasik. Baroque (Johann Sebastian Bachs Italian Concerto in F Major, BWV 780; Arcangelo Corellis Concerto Grosso in D Major, Op. 6) dan classical music (Wolfgang Amadeus Mozarts Sonata for Two Pianos in D Major, K. 448) dipilih berdasarkan penelitian lain yang mempunyai manfaat efek neurobiologikal. Paparan musik disediakan sendiri tiap pasien, tiap sesi 50-menit sekali sehari di rumah, dan sesi satu grup setiap minggu di rumah sakit. Pasien diberikan lingkungan yang nyaman, dengan tidak ada gangguan atau faktor stres. Terapi diberikan selama delapan minggu berturut-turut. d. Hasil dan AnalisaData dianalisis menggunakan Friedmans test, didapatkan hasil nilai p 0,0356, menunjukkan nilai yang signifikan. Pasien dimonitor setiap minggunya dengan Beck Depression Inventory. Peneliti menemukan perubahan yang positif dari pada sesi ke empat di grup terapi musik, pasien menunjukkan perbaikan pada gejala depresinya. Diantara sesi pada minggu ketujuh dan kedelapan, peneliti mengamati peningkatan perbaikan gejala 29 peserta, belum membaiknya gejala 4 peserta, dan 8 meninggalkan penelitian. Sebaliknya, kelompok psikoterapi memberikan hasil akhir 12 subyek menunjukkan perbaikan gejala, 16 tanpa perbaikan, dan 10 meninggalkan penelitian.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan efek yang signifikan secara statistik untuk terapi musik, dengan kelompok terapi musik menunjukkan perbaikan gejala yang lebih baik daripada kelompok psikoterapi. Hasil ini memperluas pengetahuan dari studi sebelumnya bahwa musik klasik dan baroque tidak hanya mengurangi frekuensi gejala depresi tetapi juga merangsang perasaan senang dan menurunkan tingkat depresi. Sejumlah neuropeptida termasuk dopamin yang terlibat dalam memproduksi sensasi menyenangkan yang meningkatkan emosi positif dan mengurangi depresi. Selain itu, rendahnya tingkat dopamin di otak dan rendahnya jumlah reseptor dopamin merupakan dua penyebab utama depresi. Musik Mozart meningkatkan neurotransmisi dopaminergik dan mengatur dan atau mempengaruhi berbagai fungsi otak. Oleh karena itu efektif untuk menghilangkan gejala di sejumlah penyakit yang melibatkan disfungsi dopaminergik termasuk depresi.

2. Jurnal IIa. Karakteristik Jurnal Judul Jurnal: A Chinese Chan-based mindbody intervention for patients with depressionNama Penulis: Agnes S.Chan, Queenie Y.Wong, Sophia L.Sze, Patrick P.K.Kwong, Yvonne M.Y.Han, Mei-ChunCheung.Sumber: Journal of Affective Disorders 142 (2012) 283289b. Latar Belakang JurnalTreatment psikologikal untuk depresi dalam tiga dekade ini merupakan penelitian yang menarik dan telah ditemukan merupakan treatment yang efektif, namun derajat dari pengaruhnya relatif kecil. Tinjauan terbaru tentang keefektifan dari psikoterapi pada dewasa dengan depresi menunjukan bahwa efek terapeutik dari kombinasi antara farmakologi dan treatment psikologikal menunjukan pengaruh yang signifikan dibandingan dengan terapi farmakologi saja. Penemuan ini sama dengan penemuan lain pada pasien dengan depresi, pasien dengan depresi kronis, dan anak dan remaja dengan depresi, bahwa psikoterapi memiliki pengaruh positif dalam mengurangi depressive mood. Namun, walaupun psikoterapi memiliki pengaruh terapetik terhadap pengobatan terutama pada individu dengan level depresi yang parah, pengaruhnya cenderung terbatas.Berdasarkan keterbatasan dari pengaruh psikoterapi tradisional, baru-baru ini terdapat pengembangan penelitian yang lebih inovatif tentang metode alternatif seperti mindfulness, Tai chi, dan Mind-Body intervention. Sebuah review melaporkan bahwa mindfulness-based therapy menunjukan efek yang sedang dalam mengurangi kecemasan dan gejala mood, dimana dilaporkan memiliki pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan kenvensional psikoterapi. Tsang et al. (2003, 2006) menemukan bahwa lansia yang menerima 15 minggu training qigong menunjukan depressive mood yang lebih kecil dan rasa percayaan diri yang lebih tinggi. Penelitian lain menunjukan baha Tai Chi pada lansia di Cina dilaporkan memiliki pengaruh dalam mengurangi gejala depresi setalah melakukannya selama 45 menit setiap minggu dalam waktu 3 bulan. Berdasarkan penelitian yang mendukung tersebut yang dilakukan di China, penelitian ini akan memeriksa keefektifan dari terapi baru yaitu Chinese Chan-based Mind Body sebagai intervensi depresi. Intervensi ini, disebut juga dengan Dejian Mind-Body Intervention (DMBI), yang dikembangkan berdasarkan prinsip medis dari Shaolin Temple. Intervensi ini terdiri dari pendidikan psikologikal, Mind-Body exercises dan diet yang dimodifikasi. Penelitian secara acak menunjukkan pengaruh positif dari intervensi ini dalam meningkatkan mood pada kelompok dewasa yang dilaporkan memiliki mengalami depressive mood, dan dalam meningkatkan beberapa aspek dari kesehatan fisik. Penelitian lain juga menunjukan bahwa intervensi ini efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif dan masalah perilaku dari pasien dengan gangguan perkembangan otak dan acquired brain disorder. Penelitian terbaru menggunakan metode elektrofisiologi untuk mengukur aktivitas elektroneural berhubungan dengan Mind-Body exercises pada DMBI. Hasilnya menunjukan bahwa Passive Dan Tian Breathing memicu relaksasi dan menenangkan pikiran yang ditunjukan dengan peningkatan alpha asymmetry, dan Active Dan Tian Breathing memicu keadaan waspada dari pikiran yang ditunjukan dengan peningkatan theta coherence. Hasil ini menunjukan penjelasan yang mungkin terjadi dari efek terapeutiknya untuk menurunkan stres dan meningkatkan perhatian atau kewaspadaan pada individu. Selain itu, intervensi ini telah diterapkan di pusat pelayanan milik penulis beberapa tahun ini untuk menangani pasien dengan berbagai macam masalah psikologi dan gangguan kognitif, dan hasilnya 85% klien menunjukan peningkatan keadaan dengan level yang berbeda. Beberapa dari klien menunjukan pencapaian kondisi klinis yang signifikan pada seluruh status fungsi dan kemampuan mereka dalam bekerja dan belajar. Sebagai contoh, pasien dewasa dengan depresi mampu kembali bekerja setelah 1 bulan melakukan DMBI; anak-anak yang menderita kelumpuhan otot yang mengakibatkan kesulitan berjalan, mampu berjalan secara mandiri dan dengan mantao setelah 5 bulan intervensi. Berdasarkan hasil yang nyata dan observasi klinik, tujuan utama pada penelitian ini adalah untuk memeriksa pengaruh DMBI pada pasien dengan depresi, dengan metode randomized controlled trial.Penulis memilih untuk membandingkannya dengan cognitive behavioral therapy (CBT) karena diantara berbagai psikoterapi, CBT merupakan treatment psikologikal yang paling banyak diterapkan untuk depresi. Tujuan CBT yaitu untuk menurunkan pola pikiran negatif dari orang yang menderita depresi, untuk membantu individu menginterpretasikan lingkungannya dan berinteraksi dengan lingkungannya secara positif dan realistis, untuk mengubah perilaku yang mungkin berhubungan dengan depresi. Selain itu, study review menyimpulkan bahwa keefektifan CBT dalam menurunkan depressive mood sama dengan enam psikoterapi lain (nondirective supportive treatment, behavioral activation treatment, psichodynamic treatment, problem-solving therapy, interpersonal psychotherapy dan social skills training). Penemuan yang sama juga didapatkan dari study review yang lain tentang keefektifan dari CBT untuk depresi. Berdasarkan hasil yang positif dari penelitian sebelunya dari CBT dan DMBI pada individu dengan depresi, diharapkan bahwa kedua treatment akan menunjukan pengaruh yang positif dalam menurunkan sindrom depresi pada partisipan. Pengaruh DMBI akan menunjukan setidaknya sama atau memiliki pengaruh yang lebih besar daripada CBT. Selain itu, DMBI, menunjukan pengaruh positif pada keadaan fisik maupun mental individu ada penelitian sebelumnya dan observasi klinikal. Diharapakan bahwa partisipan yang melakukan DMBI, yang dibandingkan pada kelompok CBT, akan menunjukan peningkatan yang lebih besar pada keadaan depresi yang berhubungan dengan kognitif dan gejala fisik, seperti kesulitan konsentrasi, insomnia dan masalah gastrointerstinal.

c. Metode dan Populasi1. PartisipanTotal partisipan yaitu sebanyak 75 partisipan dengan umur antara 28 tahun hingga 62 tahun dan telah didiagnosa menderita gangguan depresi mayor yang merupakan pasien rawat jalan dari West Kowloon Psychiatric Center. Semua partisipan diskrining oleh dokter dan dikaji berdasarkan kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IV-TR) untuk Gangguan Depresi Mayor, yang ditentukan oleh Structural Clinical Interview for the DSM-IV (Chinese- bilingual SCID-I/P version) yang dilakukan oleh psikologi klinik. SCID berdasarkan diagnosa menunjukkan level keparahan depresi yang berbeda, seperti episode depresi dari ringan hingga sedang atau dalam kesembuahan yang belum sepenuhnya. Partisipan dengan riwayat cedera kepala, kejang, stroke, penyakit sistem saraf lain, penyakit psikiatri komorbid, atau dilaporkan memiliki ide bunuh diri yang kuat dieksklusikan. 75 partisipan secara acak dan sama dibagi menjadi 3 grup, yaitu : CBT, DMBI, dan waitlist control. Randomisasi dari partisipan untuk kondisi treatment, dilakukan oleh profesional medis yang tidak mengetahui desain eksperimental. Pasien juga tidak mengetahui keuntungan yang akan didapat dari kedua tehnik tersebut. Semua partisipan diberi resep antidepresan dan secara berkelanjutan dilakukan follow-up oeh psikiatrik yang bukan merupakan asisten investigator dan tidak mengetahui tugas dari masing-masing grup dan rasional dari penelitian ini.Untuk kedua grup yang mendapatkan treatment, partisipan yang keluar dari penelitian ini atau dengan angka kehadiran kurang dari 70% dieksklusikan dari penelitian ini, yang menghasilkan 17 partisipan dalam CBT grup dan 17 partisipan dalam DMBI grup. Pada kelompok kontrol, 16 partisipan tersisa di grup setelah 9 partisipan mengundurkan diri pada tahap post-assesment. Partisipan yang keluar disebabkan karena perubahan pada jadwal kerja yang tidak diharapkan atau masalah pribadi lain yang jadwalnya bersamaan dengan jadwal training. Diantara partisipan yang telah melengkapi study dengan angka kehadiran yang adekuat, 42% merupakan pekerja, dimana 26% memiliki pekerjaan full-time dan 16% sebagai pekerja part-time. Lebih dari 23 partisipan adalah wanita, yang mungkin disebabkan karena 3 alasan; (1) prevalensi wanita yang menderita depresi lebih tinggi daripada laki-laki, (2) wanita di Cina secara umum lebih menyukai berpartisipasi dalam penelitian dibanding laki-laki, dan (3) wanita lebih memungkinkan (yang tidak bekerja dan ibu rumah tangga) unntuk berpartisipasi dalam treatment yang berlangsung pada hari kerja. Tidak dari partisipan wanita yang hamil selama periode penelitian. Tetapi, informasi mengenai kemungkinan depresi mungkin berhubungan dengan perubahan hormon (misal menopause) tidak dikaji. Diantara total 50 partisipan, durasi mereka mengalami depresi dan menerima treatment antidepresan bervariasi mulai kurang dari 1 tahun sampai 42 taun, dimana 12% menerima selama kurang dari 1 tahun, 64% selama 1 sampai 10 tahun, 17% selama 11 sampai 20 tahun, dan sisanya 7% selama lebih dari 20 tahun. Tabel 1 menunjukan demografi dan karakteristik klinik dari masing-masing grup dari partisipan pada tahap awal. Ketiga grup disesuaikan berdasarkan umur, level pendidikan, jenis kelamin, keparahan gangguan depresi, Hamilton Psychiatric Rating Scale, Chinese version of Beck Depression Inventory, durasi dan penyakit tertentu dan dosis antidepresan.

2. ProsedurSemua pasien perlu menandatangi informed consent berhubungan dengan penelitian ini dan secara sukarela berpartisipasi dalam penelitian ini. Setiap partisipam secara individu dikaji oleh psikitrik dan seorang asisten peneliti pada pencatatan pengobatan dan sindrom depresi yang berhubungan dengan kuesioner standar dan test kognitif pada tahap awal dan setelah 10 minggu. Psikiatrik yang melakukan penghitungan pada kuesioner tidak sama dengan psikiatrik yang mengikuti pasien dan meresepkan antidepresan. Psikiatrik yang mengikuti pasien disarankan untuk tidak merubah tipe dar pengobatan selama periode penelitian, kecuali jika terdapat alasan medis yang tidak dapat dihindari. Tidak ada pastisipan yang dilakukan perubahan pada tipe antidepresan selama periode penelitian. Semua psikiatrik tidak mengetahui desain eksperimental dan perlakuan pada partisipan pada masing-masing grup. Setelah tahap awalm kedua kelompok treatment menjalani 90 menit sesi training selama 10 minggu, baik untuk CBT maupun DMBI, dimana kelompok kontrol tidak menerima intervensi psikologikal apapin

3. IntervensiStruktur dan format dari kedua kelompok treatment didesain berhubungan satu sama lain, dalam arti durasi dan frekuensi dari sesi, ukuran grup, tehnik pengajaran, dan elemen pembelajaran pada sesi sharing dan diskusi, dan penugasan rumah setiap minggu. Dua bentuk intervensi dicatat oleh dua terapis yang berbeda. Keduanya telah lebih dari sepuluh tahun berpengalaman dalam hal klinik sebgagai psikologi klinik. Klinikal psikologi yang mengintervensi grup CBT pada penelitian ini sama dengan intervensi pada grup yang biasanya ada di rumah sakit, sementara klinikal psikologi yang lain yang mengintervensi grup DMBI merupakan orang yang telah mengembangkan DMBI. Sepanjang 10 sesi training, partisipan pada grup teratment diajarkan prinsip dasar dan tehnik dari intervensi yang sesuai dengan grup dan dimonitor kemampuan mereka dalam menguasai tehni oleh trainer yang bertanggungjawab.

4. DMBIPengembangan intervensi terbaru ini ditetapkan berdasarkan tradisi Chinese Chan, yang disebut, Chanwuyi, dari Shaolin Temple. Intervensi ini dikenal dengan istilah DMBI yang diberi nama berdasarkan Grand Master dari Chanwuyi-Shi Dejian (seorang biarawan Shaolin). Prinsip dari DMBI adalah untuk mengurangi distress psikologi dengan memahami akar masalah yang berdasarkan filosofi Budha, dan meningkatkan kesehatan dan fisik dengan mempraktekan beberapa gerakan Shaolin qigong dan mengatur diet untuk mengurangi asupan makanan yang akan menyebabkan produksi panas yang berlebih. Mayoritas perbedaan dari intervensi ini dengan intervensi psikologikal yang konvesional adalah intervensi ini menekankan intergrative treatment yaitu pada pikiran dan tubuh, dimana pada satu sisi, merubah proses pikir dan disisi lain, meningkatkan kesehatan fisik dan mental dengan melakukan gerakan Mind-Body dan mengatur diet.10 sesi dari DMBI disampaikan oleh psikolog klinis yang telah 10 tahun berpengalaman di klinik dan familiar dengan model DMBI. Selama intervensi, partisipan akan diajarkan dan mempraktekan 4 komponen: 1) Mendengarkan tubuh mereka: Meningkatkan kesadaran tentang bagaimana keinginan yang tidak realistis (cnth keserakahan), kemarahan dan obsesi (misal memohon sesuatu atau seseorang melewati realitas) mempengaruhi kesehatan fisik dan mental mereka. Partisipan diberi nasehat untuk sadar pada beberapa gejala fisik (misal sakit kepala, nafas pendek, kurang nafsu makan, sakit perut, konstipsi, diare), dan kemudian diarahkan untuk menurunkan masalah psikosomatik. 2) Pengaturan diet : mengurangi asupan beberapa makanan (termasuk gingseng, bawang putih, daun bawang, makanan pedas, telor, daging dan ikan) yang akan menghasilkan atau mengumpulkan panas internal yang berlebihan dan kurang baik mempengaruhi mood mereka dan kesehatan fisik berdasarkan pada prinsip pengobatan Shaolin. Ini mungkin menyebabkan stres karena partisipan harus menjauhi makan-makan ini tetapi nasehat yang diberikan menekankan bahwa asupan makanan mereka untuk kebaikan gaya hidup mereka sendiri. Partisipan juga diberi nasehat untuk mengkonsumsi makanan yang baik untuk kesehatan mereka termasuk sayuran-sayuran segar, buah, gandum, kedelai, jamur, kacang tanah, ubi-ubian. Mereka dianjurkan secara bertahap mengubah diet mereka dan diarahkan untuk merasakan perubahan setelah modifikasi dari diet. Dan memonitor progresnya. 3) memelihara kesadaran diri dan kontrol diri. Tetap tenang dan rileks ketika merasakan distres dan marah dengan mempraktekkan self guide massage (contoh: qigong), misalnya memutar tangan mereka secara perlahan dan kebawah antara dada dan perut. Meletakkan tangan mereka di abdomen kemudian secara perlahan mengobservasi pernafasan mereka ketika menghirup dan menghembuskan dan memijat batang hidung mereka. 4) mempraktekkan gerakan Shaolin Mind Body. Gerakan ini hampir mirip dengan taichi dan meditasi yang diatur dengan gerakan pernafasan dan menekankan pada gerakan yang lembut, perlahan dan tenang.fungsi dari gerakan ini adalah untuk mengurangi stres, meningkatkan fleksibilitas dari empat sistem limbik, meningkatkan kekuatan kaki, dan secara keseluruhan meningkatkan kesehatan fisik dan sirkulasi darah. Latihan dihentikan ketika pasien sudah merasa hangat dan rileks. Tetapi jangan membuat pasien terlalu bekerja keras. Tujuan dari latihan ini adalah untuk membuat pasien fleksibel dalam mempraktekan self awareness. Contohnya berhenti ketika merasa hangat. Filosofi dari Shaolin Mind Body exercise berbeda dengan Western Cardiovascular Exercise, dimana Shaolin Mind Body exercise tidak membutuhkan menghasilkan keringat yang terlalu banyak, tetapi cukup sedikit saja merasa hangat dan menghasilkan sedikit keringat yang cukup untuk sirkulasi darah.

5. CBTSepuluh sesi CBT yang diadaptasi di penelitian ini berasal dari kombinasi antara berbagai sumber termasuk terapi kognitif untuk depresi, mind over mood, dan cognitive behavioral therapy kelompok. Komponen dari tipe treatment yaitu: a) relaksasi otot progressif, b) behavioral activation, c) self monitoring, d) cognitive restructuring, termasuk evaluasi dan mempertimbangkan kembali interpretasi dan prediktif kognisi, e) teknik kognitif, berpedoman pada kepercayaan dan asumsi kondisional f) latihan coping skill , g) mencegah relaps. Pada awal intervensi partisipan psikoedukasi berdasarkan model biopsikososial dari depresi dan mengenalkan mereka tentang status mood, kognisi dan perilaku. Pada masing-masing sesi terapis memulai dengan meriview pengalaman dari masing-masing partisipan pada minggu sebelumnya dan memonitir progress dari masing-masing partisipan ketika melakukan teknik dari treatment. Terapis akan membuat tahap untuk pekerjaan rumah di akhir sesi.

6. PengukuranPerubahan konsumsi antidepresan dievaluasi pada masing-masing partisipan setelah periode 10 minggu. Secara keseluruhan sindrom drpresi diukur dengan HRSD yang memiliki 17 item dan BDI II yang memiliki 21 item yang dilakukan sebelum dan setelah intervensi. Ketika HRSD diukur oleh psikiatris, BDI-II diukur oleh partisipan sendiri. Skor maksimum HRSD dan BDI-II 52 dan 63, dimana semakin tinggi skor, mengindikasikan semakin tingginya derajat depresi. Selain itu, 3 item yang berhubungan dengan kualitas tidur pada HRSD dipilih sebagai pengukur kualitas tidur pada masing-masing partisipan. Ketiga item memiliki 3 point skala dari 0-2, dimana semakin tinggi skor, semakin tinggi kesulitan. Ketiga skor diukur setelah dan sebelum untuk membandingkan. Kemampuan konsentrasi dikaji dengan menggunakan Digit Vigilance Test dimana pasien harus mencari angka 6 atau 9 diantara banyak angka lain. Total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas akan digunakan untuk perbandingan pre dan post. Dimana semakin pendek waktu yang dibutuhkan semakin tinggi kepercayaan diri dan semakin baik untuk berkonsentrasi pada tugas. Kesehatan gastrointestinal diukur oleh partisipan dengan menggunakan gastrointestinal Symptom Quuestionnaire (GSQ) yang memiliki 13 item. Dimana skala ini mengukur 3 masalah gastrointestinal yang berhubungan dengan depresi (mual, kehilangan nafsu makan dan masalah pergerakan usus). Masing-masing item bernilai 0-7. Yang jika dijumlahkan antara 0-78, dimana semakin tinggi skor, mengindikasikan semakin parahnya masalah gastrointestinal.

d. Hasil dan Analisa1. Penurunan konsumsi antidepresanSetelah treatment dilakukan,terdapat perbedaan proporsi yang signifikan dari penurunan konsumsi antidepresan. Terdapat penurunan konsumsi antidepresan yang lebih besar pada grup yang menerima DMBI setelah intervensi diberikan selama 10 minggu, dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dan pada kelompok CBT juga terdapat penurunan konsumsi antidepresan jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada tahap awal penelitian terdapat 6 partisipan pada masing-masing kelompok intervensi yang menunjukan gejala sindrom depresi sedang. Setelah intervensi 3 dari 6 partisipan tersebut pada kelompok DMBI mengalami penurunan konsumsi antidepresan dimana pada kelompok CBT tidak ada dari mereka yang menunjukkan penurunan konsumsi. Selain itu diantara 6 partisipan yang mengalami penurunan konsumsi antidepresan dikelompok DMBI setengahnya menunjukkan penurunan konsumsi obat penenang. 2. Penurunan sindrom depresiTerdapat efek yang signifikan pada waktu tetapi tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap interaksi. T test menunjukkan penurunan skor HRSD yang signifikan baik pada kelompok CBT maupun DMBI setelah intervensi dilakukan dimana kelompok kontrol tidak terjadi perubahan. Kedua kelompok intervensi menunjukkan perbaikan yang besar pada keseluruhan sindrom depresi daripada kelompok kontrol. Terdapat 62% dan 69% partisipan pada kelompok DMBI dan CBT menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan atau minimal terdapat perbaikan dua level fungsional, misalnya dari depresi yang parah ke yang ringan. 3. Self rating BDI-II Hampir sama dengan hasil pada HRSD terdapat perubahan yang signifikan pada waktu. Baik kelompok DMBI dan CBT menunjukkan penurunan yang signifikan dari skor BDI-II. Walaupun kelompok kontrol dilaporkan mengalami penurunan skor BDI II setelah 10 minggu, tetapi perbaikannya masih lebih rendah dibandingkan dengan kelompok DMBI, sedangkan pada kelompok CBT perbedaannya cukup signifikan, tetapi lebih signifikan pada kelompok DMBI. Terdapat 47% pertisipan pada kelompok DMBi menunjukkan perbaikan klinis yang signifikan dimana terdapat perubahan dari rentang abnormal kembali ke normal. Atau minimal terjadi penurunan level depresi. Penemuan ini menunjukkan bahwa partisipan pada kelompok DMBI lebih memiliki efek positif daripada pada kelompok CBT.

4. Penurunan pada gejala depresi4.1 Kemampuan konsentrasipada kelompok DMBI menunjukkan bahwa partisipan dapat menyelesaikan tugas 58 detik lebih cepat dari sebelumnya. Sebaliknya perubahan kecepatan pada kelompok CBT dan kelompok kontrol tidaklah signifikan. Ini berarti DMBI memiliki efek yang lebih besar dalam meningkatkan kepercayaan dan kemampuan bekerja pada pasien dengan depresi jika dibandingkan dengan CBT.

4.2 Kualitas tidurpada kelompok DMBI 57% partisipan mengalami penurunan skor HRSD tetntang kualitas tidur. Tetapi pada kelompok CBT maupun kontrol tidak terdapat perubahan yang signifikan, ini berarti DMBI memiliki efek yang lebih besar dalam meningkatkan kualitas tidur pada pasien dengan depresi jika dibandingkan dengan CBT.4.3 Kesehatan gastrointestinalPada kelompok DMBI menunjukkan penurunan skor yang signifikan, yang menunjukkan perbaikan kesehatan gastrointestinal. Sebaliknya pada CBT dan kontrol tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Dimana 31% pasien DMBI mengalami perbaikan kesehatan gastrointestinal. Ini berarti DMBI memiliki efek yang lebih besar dalam meningkatkan kesehatan gastrointestinal pada pasien dengan depresi jika dibandingkan dengan CBT.Jika dibandingkan dengan CBT, DMBI meunjukkan pengaruh yang hampir sama dalam menurunkan sindrom depresi berdasarkan penilaian psikiatrik dan tes evaluasi diri. Dan juga intervensi Chinese Mind Body menunjukkan efek yang sama dalam memperbaiki keparahan depresi sehingga dapat dipertimbangkan alternative lain untuk depresi selain CBT. Tetapi disisi lain DMBI menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan CBT pada beberapa dimensi. Menurut hipotesis DMBI mengembangkan model Mind Body dimana konsep tradisional kesehatan China menekankan pada interaksi antara pikiran dan tubuh yang juga merupakan hubungan antara kondisi emosional dan fisik. Dimana kesedihan yang berkepanjangan akan berefek pada kondisi paru-paru. Dan proses kognisi yang berlebihan akan berefek pada sistem pencernaan. Dan DMBI menekankan pada training yang bersamaan antara tubuh dan juga pikiran, dimana akan meningkatkan kesehatan fisik dan juga psikologi. Keuntungan DMBI yaitu tidak memaksakan seperti pada intervensi yang lain. Berdasarkan pada prinsip model DMBI tidak ada pemaksaan pengaturan pada modifikasi diet dan durasi dari latihan mind body exercise. Partisipan hanya direkomendasikan mengurangi asupan makanan tertentu untuk rencana dan gaya hidup mereka. Dan untuk melakukan exercise sebagai respon dari sinyal tubuh mereka.

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan1. Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta bunuh diri (Kaplan, 2010). 2. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi antara lain faktor biologi Neurotransmiter yang terkait dengan patologi depresi adalah serotonin dan epineprin yaitu penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi, faktor genetik berdasarkan penelitian genetik dan keluarga menunjukkan bahwa angka resiko di antara anggota keluarga tingkat pertama dari individu yang menderita depresi berat (unipolar) diperkirakan 2 sampai 3 kali dibandingkan dengan populasi umum, faktor psikososial yaitu ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan.3. Diagnosa yang dapat diangkat pada klien dengan gangguan depresi antara lain resiko bunuh diri, ineffective coping, complicated grieving, bathing self care deficit b.d cognitive impairement, imbalanced nutrition : less than body requirements4. Berdasarkan jurnal, terapi musik, Deijan Mind Body Intervention merupakan beberapa terapi yang efektif untuk mengatasi gejala depresi.

B. Saran1. Perawat diharapkan dapat memahami konsep tentang gangguan depresi 2. Perawat diharapkan dapat memahami penatalaksanaan yang tepat untuk gangguan depresi3. Perawat diharapkan dapat mengetahui dan memahami gejala gejala gangguan depresi sehingga dapat melakukan pencegahan terhadap dampak yang lebih parah dari depresi4. Perawat diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam upaya upaya pencegahan, penanganan, dan rehabilitasi terhadap klien dengan gangguan depresi

C. Implikasi Keperawatan1. Perawat harus melakukan pengkajian terhadap klien dengan gangguan depresi secara holistic.2. Perawat harus dapat memberikan edukasi untuk mencegah dampak gangguan depresi3. Perawat harus dapat memberikan edukasi pada kelompok kelompok yang rentan terkena gangguan depresi4. Perawat dapat melakukan intervensi secara invidual pada klien dengan gangguan depresi untuk memaksimalkan hasil akhir dari intervensi yang telah dilakukan.

44