BAB I

23
BAB I PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai dewasa. Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit- langit, merupakan kelainan kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan. Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga

description

paper

Transcript of BAB I

Page 1: BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

EPIDEMIOLOGI

Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang menjadi

masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan status sosial

ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan malah dibiarkan sampai

dewasa.

Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan kelainan

kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian epidemiologi

untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun teknik bedah untuk

mengobatinya banyak dilakukan.

Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan ras

serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. Fogh Andersen di

Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit 1,47/1000 kelahiran

hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf dan Broadbent di Amerika

Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel menemukan insiden 2,1/1000 penduduk

di Jepang.

Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti, hanya

disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran.PKIRANRAKYAT Hidayat dan

kawan-kawan di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember

1987 melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada

bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk.

Page 2: BAB I

Etiologi bibir sumbing dan celah langit-langit adalah multifaktorial. Selain faktor

genetik juga terdapat faktor non genetik atau lingkungan. Faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi terjadinya bibir sumbing dan celah langit-langit adalah usia ibuwaktu

melahirkan, perkawinan antara penderita bibir sumbing, defisiensi Zn waktu hamil dan

defisiensi vitamin B6.

Bayi yang terlahir dengan labioschisis harus ditangani oleh klinisi dari

multidisiplin dengan pendekatan team-based, agar memungkinkan koordinasi efektif dari

berbagai aspek multidisiplin tersebut. Selain masalah rekonstruksi bibir yang sumbing,

masih ada masalah lain yang perlu dipertimbangkan yaitu masalah pendengaran, bicara,

gigi-geligi dan psikososial. Masalah-masalah ini sama pentingnya dengan rekonstruksi

anatomis, dan pada akhirnya hasil fungsional yang baik dari rekonstruksi yang dikerjakan

juga dipengaruhi oleh masalah-masalah tersebut. Dengan pendekatan multidisipliner,

tatalaksana yang komprehensif dapat diberikan, dan sebaiknya kontinyu sejak bayi lahir

sampai remaja. Diperlukan tenaga spesialis bidang kesehatan anak, bedah plastik, THT,

gigi ortodonti, serta terapis wicara, psikolog, ahli nutrisi dan audiolog.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bustami dan kawan-kawan diketahui bahwa

alasan terbanyak anak penderita labioschisis terlambat (berumur antara 5-15 tahun) untuk

dioperasi adalah keadaan sosial ekonomi yang tidak memadai dan pendidikan orang tua

yang masih kurang.

Penyelenggaraan upaya kesehatan gigi sebagai salah satu kegiatan pokok

Puskesmas juga dilaksanakan sesuai dengan pola pelayanan Puskesmas tersebut.

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut terutama ditujukan kepada golongan rawan

terhadap gangguan kesehatan gigi dan mulut yaitu: ibu hamil/menyusui, anak pra sekolah

dan anak sekolah dasar serta ditujukan pada keluarga dan masyarakat berpenghasilan

rendah di pedesaan dan perkotaan.

Page 3: BAB I

Dengan penyelenggaraan upaya kesehatan gigi di Puskesmas ini diharapkan

tercapainya keadaan kesehatan gigi masyarakat yang layak (optimum).

Page 4: BAB I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing merupakan suatu kondisi terdapatnya

celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil

pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau duasisi bibir

memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisisunilateral, dan

jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.

Gambar 1. Labioschisis

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGI BIBIR

Selama minggu ketiga kehamilan neural crest akan berproliferasi dan bermigrasi

kedalam frontonasal dan bagian viscera untuk membentuk lima bentuk primitif. Pada

awal minggu ke empat lima bagian primiti terdiri dari tonjolan frontonasal, dua maxilla,

dandua mandibula. Bakal frontonasal terletak di bagian kepala atas dan di hidung.

Tonjolan maxilla terbentuk bilateral dan terletak di sebelah lateral dari stomodeum

( bakal dari mulut). Tonjolan mandibula juga terletak bilateral dan bertanggung jawab

terhadap pertumbuhan ke arah kaudal dari stomodeum.

Sel- sel neural crest ini berdiferensiasi ke dalam otot dan jaringan pengikat

wajah,tulang, kartilago, jaringan fibrosa, dan keselurhan jaringan gigi kecuali email.

Selama minggu ke empat, bagian medial dari bakal mandibula akan bergabung dalam

Page 5: BAB I

bentuk mandibula, bibir bawah, dan area pipi bagian bawah. Kemudian pada akhir

minggukeempat, Akan muncul bentukan hidung dari bagian frontonasal. Rongga hidung

dan bolamata mulai terbentuk dan meluas hingga ke bakal mulut. Dan kemudian menjadi

nostrilPertumbuhan yang cepat akan dilanjutkan hingga minggu ke enam dan tujuh,

proliferasicepat dari tonjolan maxilla akan menghasilkan bagian medial dari nasal dan

bergabungsatu sama lain dengan tonjolan lateral dari nasal hingga membentuk area pipi

dan hidung.Bibir bagian atas terbentuk selama periode ini oleh pergerakan lateral dari

tonjolan maxilla dan bagian medial dibentuk oleh fusi antara tonjolan nasal medial

Gambar 2 pemkembangan pada hari ke 45

2.2 PATOFISIOLOGI

Celah pada bibir merupakan hasil dari kegagalan pembentukan prosesus

padabagian medial dan lateral nasal, serta kegagalan penggabungan dari tonjolan

frontonasal dan tonjolan maxillaries. Celah unilateral terjadi ketika tonjolan maxillaries

gagal bergabung dengan bagian medial dari tonjolan nasal di salah satu sisi. Hal ini

akanmenyebabkan jaringan epitel (kulit) tertarik dan rusak sehingga menghasilkan bibir

sumbing.

Celah bilateral terbentuk dari proses dan hasil yang sama dalam dua alur.Ketika

jaringan tersebut rusak pada segmen intermaxillar ( bagian tengah dari bibirbagian atas),

menggantung dan seringkali mengarah ke bagian atas menuju hidung.Penutupan dari

bibir secara normal terjadi pada hari ke 35 dari perkembangan embrio.Beberapa faktor

dapat mengganggu perkembangan embrionik wajah yang normal danmenyebabkan

terjadinya bibir sumbing.

2.3 ETIOLOGI

Untuk mengetahui penyebab terjadinya bibir sumbing diperlukan pendekatan

yangsangatlah komplek, meliputi berbagai teknik yang telah diterapkan untuk

mengindentifikasi kurang lebih 30 gen yang dapat mengganggu perkembangan

danmenyebabkan berbagai tipe celah yang berbeda. Dengan teknologi genetik dan

analisisstatistik terbaru, penelusuran penyebab bimbir sumbing karena faktor genetik dan

Page 6: BAB I

lingkungan dapat menunjukkan hasil.

Faktor Genetik Penelusuran dimulai ketika Fogh-Anderson dan Warkany

menggunakan analisisstatistik untuk menyelidiki pola keturunan daru bibir sumbing

berdasarkan riwayatkeluarga.Lima puluh tahun kemudian penelitian tersebut dilanjutkan

untuk mengkonfirmasi apakah ada multipel faktor dari gen dan lingkungan

yangmempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Para peneliti telah mengidentifikasi

lebihlanjut diantara faktor genetik yang berperan sebagai predisposisi mayor yang

dapatmempengaruhi terjadinya bibir sumbing.Identifikasi dari beberapa gen yang

berpotensi menyebabkan terjadinya bibirsumbing diselesaikan dengan menggunakan

linkage. Linkage merupakan suatuteknik yang memungkinkan para peneliti untuk

mencari segmen kromosom yangditunjukkan oleh individu yang terkena. Pada kasus

bibir sumbing, segmenkromosom dari anggota keluarga yang terkena dibandingkan

dengan segmenkromosom dari anggota keluarga yang tidak terkena untuk mencari

perbedaandiantara keduanya. Sayangnya, analisis linkage terbatas karena jumlah

anggotakeluarga yang terbatas dan angka populasi kejadiannya cukup rendah

Penggabungan adalah teknik lain yang dugunakan untuk mengidentifikasi

genuntuk bibir sumbing. Terdapat beberapa keuntungan dibandingkan

denganmenggunakan linkage. Pertama, jumlah kasus yang besar dapat digunakan dan

tidak berdampak pada anggota keluarga lain, oleh karena itu kecilnya angka kejadian

tidak mempengaruhi penggabungan. Keuntungan lain adalah bahwa pemahaman

dariperkembangan biologi dapat diterapkan untuk mengidentifikasi gen

yangdiekspresikan padawaktu yang berbeda dalam perkembangan wajah,

dengandemikian memungkinkan menunjukkan gen yang dimaksud.

Transforming growth factor alpha (TGFA),trans-forming growth factor beta 3 (TGFB3),

dan MSX1 adalah gen yang telah diidentifikasi mempunyai perananpenting dala

pembentukan bibir sumbing melalui metode linkage dan asosiasi. AP2adalah gen lain

yang diidentifikasi melalui linkage.Proses yang terjadi oleh beberapa gen spesifik

tersebut mempengaruhi varias iperkembangan wajah. Namun demikian, keseluruhannya

akan bergabung danmenghasilkan berbagai sinyal molekul, faktor transkripsi, atau

hormone pertumbuhan.

Page 7: BAB I

Faktor Lingkungan Meskipun kontribusi genetik pada bibir sumbing mempunyai

peranan yang lebihbesar daripada faktor lingkungan, akan tetapi faktor lingkungan juga

mempengaruhimeski dapat dimanipulasi. Faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko

bibirsumbing dan dibagi ke dalam empat kategori besar : lingkungan kandungan,

lingkungan luar, nutrisi, dan obat-obatan.

Terdapat beberapa teratogen yang dapat menyebabkan defek pada

kelahirandiantaranya adalah antiepilepsi (fenitoin, as valproat), thaidomid, dioksin

(pestisida),asam retinoat, konsumsi alkohol dan rokok oleh ibu. Penelitian selanjutnya

terfokuspada identifikasi bagaimana jika teratogen ini berinteraksi dengan gen

spesifik.Sebagai contohnya, dioxin dan asam retinoat yang ditunjukkan untuk

memacumunculnya ekspresi TGFβ

Studi populasi digunakan untuk menunukkan bahwa konsumsi alkohol oleh

ibuberhubungan dengan tingginya kejadian bibir sumbing. Identifikasi dari gen spesifik

dan paparan alkohol juga dipelajari lebih lanjut pada penelitian selanjutnya. Penelitian

mencatat bahwa konsumsi alkholo lebih dari empat gelas per bulannya dikombinasikan

dengan MSX1 akan meningkatkan resiko terjadinya bibir sumbing,sedangkan kurang dari

20 batang rokok perharinya dapat menyebabkan peningkataninsiden bibir

sumbing.Nutrisi khususnya vitamin B dan asam folat juga dpat berperan

dalammeningkatkan terjadinya insiden bibir sumbing. Terdapat data yang

menunjukkanbahwa vitamin dapat menurunkan prevalensi terjadinya bibir sumbing pada

manusiayang pertama kali dilaporkan oleh Tolarova pada tahun 1982. Saat ini,

sedangdilakukan penelitian mengenai TGFA tipe A2, yang merupakan gen kandidat

yangdikombinasikan dengan defisiensi asam folat dan vitamin B.

2.4 KLASIFIKASI

Klasifikasi celah berdasarkan kepada perkembangan embriologik yang dipengaruhi dan

seberapa jauh keterlibatan fisik

a. Non syndromic cleft lipTidak terdapat cacat fisik atau gangguan

perkembangan kecuali bibir sumbing dantidak diketahu paparan teratogenik

Page 8: BAB I

yang menyebabkan bibir sumbing terjadi.

b. Syndromic cleft lipLabioschisis juga diklasifikasikan berdasarkan lengkap/

tidaknya celah yang terbentuk

a. Komplit

b. Inkomplit

Celah yang terbentuk melibatkan bibir dan bagian anterior dari maxilla.Selain itu dapat

juga diklasifikasikan berdasarkan lokasi/ jumlah kelainan :

a.Unilateral

b.Bilateral

gambar 3. bentuk kelainan bibir sumbing

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain

a. Masalah asupan makanan Asupan makanan merupakan masalah pertama yang

terjadi pada bayi penderita labioschisis. Adanya labioschisis memberikan

kesulitan pada bayi untuk melakukanhisapan pada payudara ibu atau dot. Tekanan

lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan

kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah reflex hisap

dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis tidak sebaik bayi normal, dan

bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat menyusu. Memegang bayi

dengan posisi tegak lurus mungkin dapatmembantu proses menyusu bayi.

Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga dapat membantu. Bayi yang

hanya menderita labioschisis atau dengan celah keci lpada palatum biasanya dapat

menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis biasanya membutuhkan

penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot inidapat keluar dengan

tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi

dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu

b. Masalah Dental: Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai

masalah tertentu yangberhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi

dari gigi geligi padaarean dari celah bibir yang terbentuk

Page 9: BAB I

c. Infeksi telinga: Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita

infeksi telinga karenaterdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang

mengontrol pembukaandan penutupan tuba eustachius

d. Gangguan berbicara: Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki

abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat

palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka

didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of

speech). Meskipun telah dilakukanreparasi palatum, kemampuan otot-otot

tersebut diatas untuk menutup ruang/ rongganasal pada saat bicara mungkin tidak

dapat kembali sepenuhnya normal. Anak mungkin mempunyai kesulitan untuk

menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh,and ch", dan terapi bicara (speech

therapy) biasanya sangat membantu.

2.6 KONSELING GENETIK DAN DIAGNOSIS PRENATAL

Perkembangan dari peralatan ultrasonografi memungkinkan diagnosis bibir

sumbing prenatal. Kemungkinan adanya bibir sumbing dapat dideteksi

denganultrasonografi pada usia kehamilan 13 minggu. Namun demikian, hampir

keseluruhannyaditunjukkan dengan USG beresolusi tinggi, level II, dan oleh tenaga

kesehatan yangprofesional. Deteksi dapat dilengkapi dengan posisi janin dan resoulsi

rendah melaluidinding abdomen. Namun demikian, dengan menggunkan ultarsonografi

vagina, deteksidini dapat dilakukan dengan sukses.

Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan menggunakan MRI. Bibir

sumbingunilateral dan inkomplet tidak dapat terdeteksi hingga trimester ketiga. Namun

demikian,celah pada bibir minor biasanya tidak dihubungkan dengan malformasi lain

danmempunyai prognosis yang baik. Pada MRI, potongan koronal akan menunjukkan

bibirdan hidung janin. Potongan aksial dari alveolus akan membantu menyingkirkan

keterlibatan gusi yang mana bervariasi dalam mengisolasi celah bibir. Pada satu

waktu,perbedaan antara celah komplit dan inkomplit sangatlah sulit karena terdapat garis

tipisdari jaringan yang terdapat pada celah komplit.

Meskipun sensitivitas dan spesifisitas dari MRI untuk mendeteksi bibir

sumbingbelum terbukti, akan tetapi hal ini mungkin jika dikombinasikan dengan

Page 10: BAB I

visualisasi daribeberapa tulang dan struktur jaringan lunak wajah. Sehingga akuasi dan

kemampuanmendeteksi bibir sumbing lebih meningkat

2.7 PENATALAKSANAAN

Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh “team

labiopalatoschisis” Yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan

bahasa, dokter gigi,ortodonsi, psikolog, dan perawat spesialis. Perawatan dan dukungan

pada bayi dankeluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai berhenti tumbuh

pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak

3 bulan. Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu :

1. Tahap sebelum operasi Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah

ketahanan tubuh bayimenerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat

dari keseimbangan beratbadan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan

yang biasa dipakai adalah ruleof ten meliputi:

a. berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg ,

b. Hb lebih dari 10gr % dan

c. usia lebih dari 10 minggu ,

d. Jumlah leukosit < 10.000/ul

jika bayi belum mencapai rule of ten ada beberapa nasehat yang harus

diberikan pada orang tua agar kelainan dan komplikasiyang terjadi tidak

bertambah parah. Misalnya memberi minum harus dengan dotkhusus dimana

ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar sendiri dengan jumlahyang optimal

artinya tidak terlalu besar sehingga membuat bayi tersedak atau terlalukecil

sehingga membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besarlubang

khusus ini tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara

perlahan dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari

masuknya susu melewati langit-langit yang terbelah. Selain itu celah pada bibir

harus direkatkan dengan menggunakan plester khusus non alergenik untuk

menjaga agarcelah pada bibir menjadi tidak terlalu jauh akibat proses tumbuh

kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah depan ( protrusio pre

Page 11: BAB I

maxilla ) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika hal ini terjadi

tindakan koreksi pada saatoperasi akan menjadi sulit dan secara kosmetika hasil

akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus tetap

direkatkan sampai waktu operasitiba

2. Tahap sewaktu operasi Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini

yang diperhatikan adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi,

hal ini hanya bias diputuskan oleh seorang ahli bedah. Usia optimal untuk operasi

bibir sumbing(labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat

pengucapan bahasa bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada

bibir lebih dari usia tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah

sehingga kalau dilakukan operasipengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang

sempurna.

Gambar 4. Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut

celahpada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura.

(D)

Operasi untuk langit-langit ( palatoplasty) optimal padausia 18 – 20

bulan mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.

Operasiyang dilakukan sesudah usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech

teraphy karena jika tidak, setelah operasi suara sengau pada saat bicara tetap

terjadi karena anaksudah terbiasa melafalkan suara yang salah, sudah ada

mekanisme kompensasi memposisikan lidah pada posisi yang salah. Bila gusi

juga terbelah (gnatoschizis)kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi

untuk gusi dilakukan pada saatusia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter gigi

ahli ortodonsi.

3. Tahap setelah operasi.

Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya tergantung

dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang

menangani akanmemberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah

operasi bibir sumbingluka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap

menggunakan sendok atau dot khususuntuk memberikan minum bayi. Banyaknya

penderita bibir sumbing yang datang ketikausia sudah melebihi batas usia optimal

Page 12: BAB I

untuk operasi membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan

secara fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetapterganggu seperti sengau dan

lafalisasi beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakanspeech teraphy pun tidak

banyak bermanfaat

Gambar 5. Sebelum dan sesudah tindakan operasi.

2.8 PROGNOSIS

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/

disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi

saatusia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara

signifikan.Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak

denganlabioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan kemampuan

bicara yangbaik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan

yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak labioschisis.

Page 13: BAB I

BAB III

KESIMPULAN

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing merupakan suatu kondisi terdapatnya

celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil

pada bagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau duasisi bibir

memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu sisi disebut labioschisisunilateral, dan

jika celah terdapat pada kedua sisi disebut labioschisis bilateral.

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain Masalah asupan makanan,

Masalah Dental,Infeksi telinga,dan Gangguan berbicara.

Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Ada tiga tahap

penatalaksanaan labioschisis yaitu :Tahap sebelum operasi,tahap saat operasi, dan setelah

operasi

Page 14: BAB I
Page 15: BAB I

DAFTAR PUSTAKA

1 .Sjamsuhidajat R, De Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jilid 2. Jakarta : EGC

2. Bender L, Patricia. 2000. Genetics of Cleft Lip and Palate. Journal of Pediatric

Nursing,Vol 15, No 4 3. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. 2005. Sumbing

Bibir dan Langitan. Dalam :Kapita

Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius –FK UI. 4. Stainer P and Moore, GE.

2004.Genetics of Cleft Lip and Palate : Syndromic

genescontribute to the incidence of non-syndromic clefts. Human Molecular Genetics,

Vol 13

5. Converse JM, hogan VM, McCarthy JG. 2006. Cleft Lip And Palate, Introduction.

Dalam:Reconstructive Plastic Surgery, ed. 11, vol. 4. Philadelphia: WB Saunders.

6. Robbin William. 2009. A Guide to Understanding Cleft Lip and Palate.Children’s

Craniofacial Association.

7. Mulliken, JB. 2004. The Changing Faces of Children with Cleft Lip and Palate.The

New England Journal of Medicine

8. Garcez,LW and Giugliani ERJ. 2005. Population-Based Study on the Practice of

Breastfeeding in Children BornWith Cleft Lip and Palate. Cleft Palate

Craniofacial Journal Vol. 42 No. 6 9. Rangeth BN, Joyson M, Sangethaa D. 2010.

Multiple Supernumerary Teeth

AssociatedWith Missing Lateral Incisor In A Patient Who Was Treated For Cleft Lip

And Palate: ACase Report. Journal of Clinical and Diagnostic Research. (4):3604- 3606

10. Smith, SS. Estroff JA, Barnewolt CE, Mulliken JB, and Levine D. 2004.

PrenatalDiagnosis of Cleft Lip and Cleft Palate Using MRI. AJR:183

Page 16: BAB I

11. John G. Brian T. Emily B. Ridgway.2012. Unilateral Cleft Lip and Nasal

Repair:Techniques and Principles. Iran J Pediatric Jun 2011; Vol 21 (No 2), Pp: 129-138

12.

12. Denke JC, Tatum S.A. Analysis and Evaluation of Rotation Priciples in Unilateral

CleftLip Repair. 2011.Journal of Plastic, Reconstructive & Aesthetic Surgery.