BAB-I

19
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pembangunan di bidang industri kimia di Indonesia semakin pesat perkembangannya. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya banyak pabrik kimia di Indonesia. Kegiatan pengembangan industry kimia di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri akan bahan kimia, perkembangan penggunaan teknologi dan juga ikut memecahkan masalah ketenagakerjaan. Salah satu industry kimia yang ada di Indonesia adalah industry polyester. Industri poliester memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan kondisi perekonomian di Indonesia. 1.2 Tujuan 1.3 Manfaat

description

contoh

Transcript of BAB-I

BAB IPENDAHULUAN

I.I Latar BelakangPembangunan di bidang industri kimia di Indonesia semakin pesat perkembangannya. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya banyak pabrik kimia di Indonesia. Kegiatan pengembangan industry kimia di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri akan bahan kimia, perkembangan penggunaan teknologi dan juga ikut memecahkan masalah ketenagakerjaan. Salah satu industry kimia yang ada di Indonesia adalah industry polyester. Industri poliester memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan kondisi perekonomian di Indonesia.

1.2 Tujuan

1.3 Manfaat

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Sejarah Pada tahun 1942, John Rex Whinfield dan James Tennant Dickson yang bekerja pada perusahaan Calico Printers Association di Inggris menemukan sintetis polimer linier yang dapat diproduksi melalui Ester Exchange antara Ethylene Glycol (EG) dan Dimethyl terepthalate (DMT) yang menghasilkan polyethylene terepthalate. Pada perkembangan selanjutnya produksi PET untuk serat-serat sintetis menggunakan bahan baku Terepthalate Acid (TPA) dan Ethylene Glycol (EG). Produksi serat polyester (PET) secara komersial dimulai pada tahun 1944 di Inggris dengan nama dagang Terylene dan pada tahun 1953 di Amerika Serikat (Dupont) dengan nama dagang Dacron.

II.2 Pengertian Poliesteradalah suatu kategoripolimeryang mengandunggugus fungsionalesterdalam rantai utamanya. Meski terdapat banyak sekali poliester, istilah "poliester" merupakan sebagai sebuah bahan yang spesifik lebih sering merujuk padapolietilena tereftalat(PET). Poliester termasuk zat kimia yang alami, seperti pada kulit ari tumbuhan, maupun zat kimia sintetis seperti polikarbonat dan polibutirat. Polyethylene Terepthalate (PET) memiliki rumus struktur sebagai berikut :

Poliester dapat diproduksi dalam berbagai bentuk seperti lembaran dan bentuk 3 dimensi, poliester sebagai termoplastik bisa berubah bentuk sehabis dipanaskan. Walau mudah terbakar di suhu tinggi, poliester cenderung berkerut menjauhi api dan memadamkan diri sendiri saat terjadi pembakaran. Serat poliester mempunyai kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain.

II.3 Spesifikasi Produk PET terdiri dari polimerisasi unit unit monomer etilen tereptalat, dengan pengulangan unit C10H8O4. PET merupakan salah satu bahan mentah terpenting dalam industri tekstil. Kebanyakan (sekitar 60%) dari produksi PET dunia digunakan dalam serat sintetis, dan produksi botol mencapai 30% dari permintaan dunia. Dalam penggunaannya di bidang tekstil, PET biasanya disebut dengan poliester saja. PET umumnya didaur ulang, dan diberi angka 1, yang menandakan simbol dapat didaur ulang. Berdasarkan data impor statistik tahun 2002-2004, kebutuhan polyethylene terepthalate (PET) di Indonesia adalah sebagai berikut :Tabel 1.Data Statistik Impor Polyethylene terepthalate (PET)\

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2002 2004

PET dapat berwujud padatan amorf (transparan) atau sebagai bahan semi-kristal yang putih dan tidak transparan, tergantung kepada proses dan riwayat termalnya. Densitas: + 1,4 g/cm3: 1,370 g/cm3 (amorf): 1,455 g/cm3 (kristal) Modulus young (E): 2800-3100 MPa Tensile strength (t): 55-75 MPa Temperatur glass (Tg): 75 oC Titik leleh : 260 oC Konduktivitas thermal: 0,24 W /(m.K) Kapasitas panas spesifik: 1,0 kJ / (kg.K) Penyerapan air (ASTM): 0,16 Viscositas intrinsik: 0,629 dl/g Index rerfraksi (nD): 1,57 1,58 Batas elastisitas: 50 150 % PET mudah larut dalam asam sulfat, asam nitrat, trifluoro asetat, fenol, meta kresol, dan tetrakloroetan. Bila dipanaskan pada suhu tinggi dengan adanya air, PET akan terhidrolisaPET unggul karena titik leleh yang relatif tinggi, kesetabilan dimensi baik, kekakuan-kekuatan mekanik-ketahanan impact tinggi, serapan air-koefisien ekspansi termal rendah.

1.4 Kegunaan ProdukPoliester juga digunakan untuk membuat botol, film, tarpaulin, kano, tampilan kristal cair, hologram, penyaring, saput (film) dielektrik untukkondensator, penyekat saput buat kabel dan pita penyekat.Poliester kristalin cair merupakan salah satu polimer kristalin cair yang digunakan industri yang pertama dan digunakan karena sifat mekanis dan ketahanan terhadap panasnya. Kelebihan itu penting dalam penggunaannya sebagai segel mampu kikis dalam mesin jet.Poliester keraspanas (thermosetting) digunakan sebagai bahanpengecoran, dan resin poliester chemosetting digunakan sebagai resin pelapiskaca seratdan dempul badan mobil yang non logam. Poliester tak jenuh yang diperkuat kaca serat banyak digunakan dalam bagian badan dari kapal pesiar serta mobil.Poliester digunakan pula secara luas sebagai penghalus (finish) pada produk kayu berkualitas tinggi sepertigitar,piano, dan bagian dalam kendaraan / perahu pesiar. Perusahaan Burns London,Rolls-Royce, dan Sunseeker merupakan segelinter perusahaan yang memakai poliester untuk memperhalus produk-produk mereka. Sifat-sifat tiksotropi dari poliester yang bisa dipakai sebagai semprotan membuatnya ideal untuk digunakan pada kayu gelondongan bijian-terbuka, sebab mampu mengisi biji kayu dengan cepat, dengan ketebalan saput yang terbentuk dengan kuat per lapisan. Poliester yang diawetkan bisa diampelas dan dipoleskan ke produk akhir.

BAB IIIRANCANGAN PROSES

Polyethylene Terepthalate (PET) dapat diperoleh dengan 2 cara, yaitu melalui reaksi ester exchange antara dimethylterepthalate (DMT) dengan ethylene glycol (EG) dan melalui reaksi esterifikasi langsung antara terepthalate acid (TPA) dan ethylene glycol (EG). Dibagi menjadi 3 tapap utama:1. Polimerisasidimethyl tereftalat yang merupakan bahan intermediet petrokimia yang berasal dari para-xylene direaksikan dengan etilen glikol, yang utamanya berasal dari etilen. Bahan kimia yang terbentuk, yakni sebuah monomer alkohol, kemudian dikombinasikan dengan asam tereftalat dan kemudian suhunya dinaikan hingga mencapai 280 C, sehingga terbentuklah polyester. Polyester ini terbentuk sebagai lelehan kemudian diekstrusi hingga membentuk helaian panjang polyester. 2. DryingSetelah polyester terbentuk dari polymerisasi, helaian hasilnya kemudian akan didinginkan hingga menjadi brittle. Material ini kemudian dipotong menjadi chips-chips kecil, dan kemudian dikeringkan untuk mempertahankan konsistensinya.3. Melt spinningPolymer chips ini kemudian akan dilelehkan pada suhu 260-270 C hingga membentuk cairan seperti sirup. Cairan ini kemudian dilewatkan dalam sebuah kontainer logam yang disebut spinneret, dan kemudian ditekan keluar melalui lubang-lubang kecil, yang biasanya berbentuk bulat, namun bisa juga berbentuk pentagonal, atau bentuk lainnya untuk membentuk serat-serat yang spesial. Jumlah lubang yang terdapat dalam spinneret menentukan ukuran dari benang yang terbentung, Saat tahap spinning ini, berbagai bahan kimia dapat ditambahkan ke dalam cairan untuk membuat hasil dari material yang terbentuk bersifat lebih kuat, antistatik atau lebih lentur, dan lebih mudah untuk diwarnai. Proses spinning terlihat detail seperti gambar dibawah:Terilihat bahwa larutan sirup yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi berbentuk larutan sirup, kemudian ada beberapa bagian yang tercetak sebagai bentuk chips, bentuk chips ini kemudian dikeringkan, melalui sebuah unit operasi bernama Hopper reservoir, chips ini dilelehkan kemudian dilewatkan melalui spinneret hingga benang-benang polyester kemudian terbentuk dan selanjutnya dipotong-potong sesuai panjang yang dibutuhkan.

A. Persiapan monomer Bis-Hydroxyethyl Terephthalate :1. Dimethylterepthalate dengan ethylene glycol Bishidroksietil Tereptalat Metanol2. reaksi esterifikasi antara terepthalate acid dan ethylene glycol

Bishidroksietil Tereptalat (BHET)

B. Reaksi Prepolimerisasi

C. Reaksi Polikondensasi

Kecepatan polikondensasi ditentukan oleh laju pengambilan ethylene glycol Dalam tahap prepolimerisasi DP meningkat dari 1,5 30. Pada akhir tahap polikondensasi, dimana DP mencapai 100, viskositas polimer meningkat sampai beberapa ribu poise dan pembatasan transfer massa menjadi penting. D. Reaksi Samping

Dari reaksi yang telah dijelaskan maka akan dibahas lebih lanjut Industri Pembuatan Polietilen Tereptalat dengan proses/ reaksi esterifikasi langsung , dengan pertimbanagan sebagai berikut :

Deskripsi Pembuatan PET cara Batch dengan Sistem Slurry1. Tranportasi terepthalate acidterepthalate acid yang berasal dari kontainer bulk dengan bantuan N2 bertekanan dikirim ke storage tank, kemudian menuju scale tank untuk ditimbang, kemudian masuk ke Cyclone untuk dipisahkan terepthalate acid dan N2 pembawa. terepthalate acid turun ke bawah masuk ke dalam terepthalate acid Hoper, sedangkan N2 masuk ke Bag Filter dan sebagian terepthalate acid yang terbawa disaring dengan Filter Clothes.2. Distribusi EGEG ditransfer dengan menggunakan pompa menuju ethylene glycol measuring, setelah ditimbang ethylene glycol turun dan masuk ke dalam mixing vessel agar bercampur dengan terepthalate acid dan membentu slurry.3. Persiapan Katalis Sb2O3Sb2O3 mempunyai bentuk berupa serbuk kristal yang mudah larut dalam ethylene glycol panas, berfungsi untuk mempertahankan stabilitas thermal dari reaksi pada proses polykondensasi.4. Persiapan Zat Pemburam (Dulling Agent)Persiapan TiO2 dibuat mencapai konsentari tertentu sesuai yang diinginkan.5. Proses MixingSemua bahan baku dari terepthalate acid hoper dan ethylene glycol measuring dicampur sedikit demi sedikit dalam Tangki Pencampuran dengan Anchor Agitator dilengkapi Pemecah aliran secara konstan dengan kecepatan 50-60 rpm. Kemudian slurry dimasukan kedalam slurry tank yang dilengkapi jacket pendingin. 6. Reaksi EsterifikasiSemua bahan baku yang sudah berbentuk slurry dimasukan ke dalam reaktor esterifikasi (reaktor jenis CSTR yang dilengkapi dengan pengaduk, jacket, dan isolasi. Dengan kondisi Tempratur 250 oC, Tekanan 1 Kg/cm2G , Waktu tinggal 4 jam, Fase Cair, Konversi 97,5 %. Reaksi yang terjadi antara TEREPTHALATE ACID dan ethylene glycol membentuk BHET dan Air. Reaksi dikatakan selesai apabila H2O pada splitter box mencapai 97,5%. Hasil reaksi berupa uap air dan ethylene glycol berlebih naik menuju kolom distilasi yang tersambung di bagian atas reaktor. Uap air keluar dari bagian atas kolom dan menuju kondenser, sedangkan EG yang terkondensasi dalam kolom dikembalikan kedalam reaktor. BHET dari bangian bawah reaktor esterifikasi dikeluarkan secara grafitasi dengan bantuan gas N2 sebagai pendorong.7. Reaksi Polymerisasi Merupakan tahap penggabungan molekul-molekul BHET menjadi PET dengan bantuan katalis. Proses polymerisasi berlangsung pada tekanan vakum dan perbedaan tempatur dengan menggunakan reaktor CSTR yang dilengkapi jacket, pengaduk, isolasi. Tempratur awal reaktor 260 oC, dengan adanya panas dari dowtherm dan pengadukan 44 rpm sehingga tempratur menjadi 300 oC. BHET dalam reaktor sedikit demi sedikit berpolimerisasi membentuk PET sedangkan uap EG yang dihasilkan akan terhisap oleh steam ejector dengan tekanan MPS (Medium Pressure Steam) dan LPS (Low Pressure Steam), sedangkan air yang terbentuk di tampung di hot well. Steam ejector menghisap uap ethylene glycol juga berfungsi memvakumkan reaktor polykondensasi. ethylene glycol yang sudah divakumkan dipisahkan dengan condensor (pendingin air) dan eliminator sehingga ethylene glycol yang tealh dipisahkan turun kembali dengan gaya grafitasi menuju primary EG receiver dan secondary EG receiver lalu masuk ke dalam tangki R-EG untuk di recovery dan dipakai kembali sebagai bahan baku bersama ethylene glycol murni pada R-Esterifikasi. Pengambilan ethylene glycol dengan memvakumkan, mengakibatkan pembentukan rantai molekul, semakin panjang rantai molekul maka berat molekul semakin tinggi, sehingga nilai viskositas intrisik akan naik sesuai dengan angka yang diinginkan.8. Hasil sampingDiethylene Glycol (DEG) merupakan hasil reaksi samping dari EG berlebih dalam suasana asam. Pembentukan DEG sangat sulit dihilangkan , namun jumlahnya dapat diperkecil dengan mongontrol tempratur atau menambahkan katalis Tetra Ethylene Amoniu Hidroksida (TEAH). Proses polimerisasi berlangsung 2-3 jam diakhiri dengan kondisi suhu 300 oC. PET yang dihasilkan selanjutnya dialiri ke tahap extrusi9. Tahap EktrusiPET dalam bentuk lelehan yang dihasilkan dari reaktor polimerisasi dimasukan ke dalam die head. Disini terjadi proses perubahan fisik dari lelehan menjadi strand (serat dengan ukuran cukup besar). Dengan batuan N2 bertekanan tinggi lelehan PET ditekan melalui celah spineret yang ada dalam die head pada tempratur 291 oC. Strand keluar dari die head (lubang spineret) setelah mengalami pendinginan secara tiba-tiba dengan air pada suhu 17 oC. Selanjutnya strand masuk USG (Under Strand Granulator) Cutter untuk dipotong kecil-kecil dengan ukuran 3 x 3 x 5 mm. untuk mengurangi kadar air chips PET diseprotkan dengan udara bertekanan 3 kg/cm2G.

BAB IVPENUTUPIV.1 KesimpulanIV.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA