BAB I (1).docx
-
Upload
khairunnisa-anwar -
Category
Documents
-
view
47 -
download
2
description
Transcript of BAB I (1).docx
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Acne merupakah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu "Acme" yang
berarti "puncak hidup". Meskipun umumnya dianggap jinak, dan kondisi self
limiting, jerawat dapat menyebabkan gangguan psikologis yang parah akibat noda
dan bekas luka yang dapat bertahan selama seumur hidup.5
Acne vulgaris merupakan penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea,
dengan gambaran klinis biasanya polimorfik yang terdiri atas berbagai kelainan
kulit berupa: komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut akibat kelainan aktif
yang telah mengubah baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang
hipertrofik.1,5
Berdasarkan Combined Acne Severity Classification oleh Lehmann (2002)
tingkat Acne vulgaris dibagi menjadi Acne ringan, sedang, dan berat. Dikatakan
Acne vulgaris ringan bila terdapat jumlah komedo kurang dari 20 atau lesi inflamasi
kurang dari 15 atau lesi total berjumlah kurang dari 30 buah.6
Namun, menurut literatur Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FKUI Acne vulgaris
ringan adalah yang memiliki kriteria klinis berikut:2
- Beberapa lesi tak beradang pada 1 predileksi
- Sedikit lesi tak beradang pada beberapa tempat predileksi
- Sedikit lesi beradang pada 1 predileksi
Catatan:
Sedikit bila lesi <5, beberapa 5-10,
Tak beradang bila terdapat komedo putih, komedo hitam, papul.
Beradang bila terdapat pustule, nodul, dan kista.
1
2. Epidemiologi
Pada umumnya Acne vulgaris terdapat pada masa remaja, meskipun kadang
kadang dapat menetap sampai dekade ketiga atau bahkan pada usia yang lebih
lanjut. Pada wanita, Acne berkembang lebih awal daripada pria, yaitu pada saat
premenarke. Lesi awal Acne mungkin terlihat pada usia 8-9 tahun dan kurang lebih
50-60% terdapat pada usia remaja 12-14 tahun. Puncak insiden pada wanita
dijumpai pada usia 16-17 tahun sedangkan pada pria antara usia 17-19 tahun.
Hampir 85% anak SMA yang berusia antara 15-18 tahun, baik laki-laki maupun
perempuan mempunyai berbagai derajat kelainan ini.1,2,7
Acne vulgaris yang berat sering terlihat pada laki-laki dan perokok. Goulden
dkk menyatakan bahwa prevalensi klinis Acne pada umur 25-34 tahun berkisar
16% pada wanita dan 6% pada laki-laki. Prevalensi ini tidak signifikan menurun
antara umur 35-44 tahun tetapi menurun secara bertahap setelah umur 45 tahun dan
berpengaruh hanya 2% pada wanita dan 1% pada laki-laki. Hal ini tidak jelas
mengapa Acne tetap ada pada umur pertengahan dengan persentase kecil dari
populasi, terutama wanita.6
3. Etiologi
Berbagai faktor. Penyebab Acne sangat banyak (multifaktorial), antara lain :
genetik, endokrin (androgen, pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan,
keaktifan dari kelenjar sebasea sendiri, faktor psikis, musim, infeksi bakteri
(Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi banyak faktor yang berpengaruh:1,5,6,7
1. Sebum
Sebum merupakan faktor utama penyebab timbulnya Acne. Acne yang keras
selalu disertai pengeluaran sebore yang banyak
2. Bakteria
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya Acne adalah corynebacterium
acnes, Stafilococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale.
2
Dari ketiga mikroba ini yang terpenting yakni C. Acnes yang bekerja secara
tidak langsung.
3. Herediter
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar
palit (glandula sebasea). Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas
Acne, kemungkinan besar anaknya akan menderita Acne.
4. Hormon
Hormon androgen. Hormon ini memegang peranan yang penting karena
kelenjar palit sangat sensitif terhadap hormon ini. Hormon androgen berasal
dari testes dan kelenjar anak ginjal (adrenal). Hormon ini menyebabkan
kelenjar palit bertamabah besar dan produksi sebum meningkat.
Pada penyelidikan Pochi, Frorstrom dkk. & Lim James didapatkan bahwa
konsentrasi testosteron dalam plasma penderita Acne pria tidak berbeda
dengan yang tidak menderita Acne. Berbeda dengan wanita, pada
testosteron plasma sangat meningkat pada penderita Acne.
Estrogen. Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap
produksi sebum. Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang
berasal dari kelenjar hipofisis. Hormon gonadotropin mempunyai efek
menurunkan produksi sebum.
Progesteron. Progesteron, dalam jumlah fisiologik tak mempunyai efek
terhadap efektivitas terhadap kelenjar lemak. Produksi sebum tetap selama
siklus menstruasi, akan tetapi kadang-kadang progesteron dapat
menyebabkan Acne premenstrual.
Hormon-hormon dari kelenjar hipofisis. Pada tikus, hormon tirotropin,
gonadotropin, dan kortikotropin dari kelenjar hipofisis diperlukan untuk
aktivitas kelenjar palit. Pada kegagalan dari kelenjar hiopofisis, sekresi
sebum lebih rendah dibandingkan dengan orang normal. Penurunan sebum
3
diduga disebabkan oleh adanya suatu hormon sebotropik yang berasal dari
baga tengah (lobus intermediate) kelenjar hipofisis.
5. Diet
Beberapa pengarang terlalu membesar-besarkan pengaruh makanan
terhadap Acne, akan tetapi dari penyidikan terakhir ternyata diet sedikit atau
tidak berpengaruh terhadap Acne. Pada penderita yang makan banyak
karbohidrat dan zat lemak, tidak dapat dipastikan akan terjkadi perubahan
pada pengeluaran sebum atau komposisinya karena kelenjar lemak bukan
alat pengeluaran lemak yang kita makan.
6. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya Acne bertambah hebat
pada musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas.
Sinar ultraviolet (UV) mempunyai efek membunuh bakteri pada permukaan
kulit. Selain itu, sinar ini juga dapat menembus epidermis bagian bawah dan
bagian atas dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada dibagian
dalam kelenjar palit. Sinar UV juga dapat mengadakan pengelupasan kulit
yang dapat membantu menghilangkan sumbatan saluran pilosebasea.
Menurut Cunliffe, pada musim panas didapatkan 60% perbaikan Acne, 20%
tidak ada perubahan, dan 20% bertambah hebat. Bertambah hebatnya Acne
pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh
banyaknya keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut.
7. Psikis
Pada beberapa penderita, stress dan gangguan emosi dapat menyebabkan
eksaserbasi Acne. Mekanisme yang pasti mengenai hal ini belum diketahui.
Kecemasan menyebabkan penderita memanipulasi Acnenya secara mekanis,
sehingga terjadi kerusakan pada dinding folikel dan timbul lesi yang
beradang yang baru, teori lain mengatakan bahwa eksaserbasi ini
4
disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar
anak ginjal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum pun meningkat.
8. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu, secara terus menerus dalam
waktu lama, dapat menyebabkan suatu bentuk Acne ringan yang terutama
terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulopustular pada pipi dan
dagu. Bahan yang sering menyebabkan Acne ini terdapat pada berbagai
krem muka seperti bedak dasar (faundation), pelembab (moisturiser), krem
penahan sinar matahari (sunscreen), dan krem malam. Yang mengandung
bahan-bahan, seperti lanolin, pektrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan
bahan-bahan kimia murni (butil stearat, lauril alcohol, dan bahn pewarna
merah D &C dan asam oleic).
Jenis kosmetika yang dapat menimbulkan Acne tak tergantung pada harga,
merk, dan kemurnian bahannya. Suatu kosmetika dapat bersifat lebih
komedogenik tanpa mengandung suatu bahan istimewa, tetapi karena
kosmetika tersebut memang mengandung campuran bahan yang bersifat
komedogenik atau bahan dengan konsentrasi yang lebih besar. Penyelidikan
terbaru diLeeds tidak berhasil menemukan hubungan antara lama pemakaian
dan jumlah kosmetika yang diapai dengan hebatnya acne.
9. Trauma
Tekanan dan gesekan dapat menginduksi komedo dan papul. Trauma fisik
yang berulang pada kulit dapat menyebabkan kerusakan unit pilosebaseus
bagian atas sehingga mengakibatkan erupsi acne. Beberapa pasien yang
mempunyai kebiasaan menggosok kulit wajahnya dapat menambah
pembentukan lesi acne.
5
10. Merokok
Paparan asap rokok dapat menginduksi terjadinya acne dan memperparah
acne. Mekanisme yang mendasari adalah reduksi aliran darah kutan melalui
penghambatan sintesis prostasiklin yang memberikan efek vasokonstriksi.
4. Patogenesis
Patogenesis Acne vulgaris sangat kompleks dan kadang-kadang masih
controversial, tetapi ada empat faktor patogen utama yang mempengaruhi terjadinya
Acne (gambar 1):1,2,5,6
1. Peningkatan sekresi sebum,
2. Hiperkornifikasi duktus pilosebasea (keratinisasi folikel),
3. Fungsi bakteri abnormal, dan
4. Peradangan
Gambar 1. Mekanisme dasar yang terlibat dalam pathogenesis Acne Vulgaris5
1. Peningkatan sekresi sebum
Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar sebasea
membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak. Terdapat korelasi antara
hebatnya Acne dan produksi sebum. Pertumbuhan kelenjar palit dan produksi
sebum dibawah pengaruh hormon androgen. Pada penderita Acne terdapat
peningkatan konversi hormon androgen yang normal berada dalam darah
6
(testosteron) kebentuk metabolit yang lebih aktif (5-alfa dihidrotestosteron).
Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya menyebabkan
proliferasi sel penghasil sebum.
Meningkatnya produksi sebum pada penderita Acne disebabkan oleh respon organ
akhir yang berlebihan (end-organ hyperresponse) pada kelenjar palit terhadap kadar
normal androgen dalam darah. Terbukti bahwa, pada kebanyakan penderita, lesi
Acne hanya ditemukan dibeberapa tempat yang kaya akan kelenjar palit.
Acne mungkin juga berhubungan dengan komposisi lemak. Sebum bersifat
komedogenik tersusun dari campuaran skualen, lilin (wax), ester dari sterol,
kholesterol, lipid polar, dan trigliserida. Pada penderita Acne terdapat
kecenderungan mempunyai kadar skualen dan ester lilin (wax) yang tinggi,
sedangkan kadar asam lemak terutama asam leinoleik, rendah. Mungkin hal ini ada
hubungan dengan terjadinya hiperkeratinisasi pada kelenjar sebasea.
2. Hiperkornifikasi duktus pilosebasea (keratinisasi folikel)
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan oleh adanya penumpukan
korniosit dalam saluran pilosebasea.
Hal ini dapat disebabkan :
Bertambahnya erupsi korniosis pada saluran pilosebasea
Pelepasan korniosit yang tidak adekuat
Kombinasi kedua faktor diatas.
Bertambahnya produksi korniosit dari sel keratinosit merupakan salah satu
sifat komedo.
Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam
linoleik dalam sebum. Menurut Downing, akibat dari meningkatnya sebum pada
penderita Acne, terjadi penurunan konsentrasi asam lenolik. Hal ini dapat
menyebabkan defisiensi asam lenoleik pada epitel folikel, yang akan menimbulkan
hiperkeratosis folikuler dan penurunan fungsi barier dari epitel. Dinding komedo
7
lebih mudah ditembus bahan-bahan yang menimbulkan peradangan. Walaupun
asam lenoleik merupakan unsur penting dalam seramaid-1, lemak lain mungkin
juga berpengaruh pada patogenesis Acne. Kadar sterol bebas juga menurun pada
komedo sehingga terjadi ketidak seimbangan antara kholesterol bebas dengan
kholesterol sulfat sehinggga adhesi korneosit pada akroinfundibulum bertambah
dan terjadi hiperkeratosis folikel.
3. Fungsi Bakteri Abnormal
Tiga macam mikroba yang terlibat dalam patogenesis Acne adalah corynebakterium
Acne, Stafylococcus epidermidis, dan pityrosporum ovale (malazzea furfur).
Adanya sebore pada pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah
corynebacterium acne, tetapi tidak ada hubungan dengan jumlah bakteri pada
permukaan kulit atau dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya Acne.
Tampaknya ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses
patologis Acne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang
hidup, sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang peranan
penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing-masing lesi. Apakah
bakteri yang berdiam dalam folikel (residen bacteria) mengadakan eksaserbasi
tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut. Menurut hipotesis Saint-
Leger skualen yang dihasilkan oleh kelenjar palit dioksidasi dalam kelenjar folikel
dan hasil oksidasi ini dapat menyeebabkan terjadinya komedo. Kadar oksigen
dalam folikel berkurang dan akhirnya menjadi kolonisasi C..Acnes. bakteri ini
memproduksi porfirin, yang bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator
untuk terjadinya oksidasi skualen, sehingga oksigen dalam folikel tambah
berkurang lagi. Penurunan tekanan oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan mengapa Acne
hanya dapat terjadi pada beberapa folikel, sedangkan folikel yang lain tetap normal
8
4. Peradangan
Faktor yang menyebabkan peradangan pada Acne belumlah diketahui dengan pasti.
Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang dihasilkan oleh C.Acnes
seperti lipase, hialuronidase, protease, lesitinase dan nioranidase, memegang
peranan penting dalam proses peradangan.
Factor kemotaktik yang berberat molekul rendah (tidak memerlukan komplemen
untuk bekerja aktif), bila keluar dari folikel, dapat menarik leukosit nucleus
polimorfi (PMN) dan limfosit. Bila masuk kedalam folikel, PMN dapat mencerna
C. Acnes dan mengeluarkan enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan
dari folikel sebasea. Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.
Bahan keratin yang sukar larut, yang terdapat di dalam sel tanduk serta lemak dari
kelenjar palit dapat menyebabkan reaksi non spesifik, yang disertai makrofag dan
sel-sel raksasa.
Pada masa permulaan peradangan yang ditimbulkan oleh C.Acnes, juga terjadi
aktivasi jalur komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative
complement pathways). Respon penjamu terhadap mediator juga amat penting.
Selain itu antibody terhadap C.Acnes juga meningkat pada penderita Acne hebat.
Terdapat empat mekanisma utama kejadian jerawat.
· Kelenjar minyak menjadi besar (hipertropi) dengan peningkatan penghasilan
sebum (akibat rangsangan hormon androgen)
· Hiperkeratosis (kulit menjadi tebal) epitelium folikular (pertumbuhan sel-sel yang
cepat dan mengisi ruang folikel polisebaceous dan membentuk plug).
· Pertumbuhan kuman, propionibacterium acnes yang cepat (folikel pilosebaceous
yang tersumbat akan memerangkap nutrien dan sebum serta menggalakkan
pertumbuhan kuman.
· Inflamasi (radang) akibat hasil sampingan kuman propionibacterium acnes.
Proses terbentuknya dimulai dengan adanya radang saluran kelenjar minyak
kulit, kemudian dapat menyebabkan sumbatan aliran sebum yang dikeluarkan oleh
9
kelenjar sebasea di permukaan kulit, sehingga timbul erupsi ke permukaan kulit
yang dimulai dengan komedo. Proses peradangan selanjutnya akan membuat
komedo berkembang menjadi papul, pustul, nodus dan kista. Bila peradangan surut
terjadi jaringan parut.
Sumbatan saluran kelenjar minyak dapat terjadi karena:
1. Perubahan jumlah dan konsistensi kelenjar minyak dalam kulit yang terjadi
karena berbagai faktor, antara lain: genetik, rasial, hormonal, cuaca, makanan,
stress fisik, dll. Terjadi pada acne vulgaris. Banyak terdapat di muka, leher,
punggung, bahu dan lengan atas.
2. Tertutupnya saluran keluar kelenjar sebasea oleh masa eksternal, baik dari
kosmetik, bahan kimia, detergen. Acne jenis ini disebut Acne venenata. Hanya
terdapat pada daerah yang terpapar, biasanya di muka, lengan atas dan bawah, serta
betis.
3. Saluran keluar kelenjar sebasea menyempit akibat radiasi sinar ultra violet atau
sinar radioaktif, dikenal sebagai Acne fisik.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan yang sering timbul biasanya lebih karena gangguan estetik atau
keindahan yang dirasakan oleh penderita, bukan karena gangguan fisik kesehatan
secara umum. Memang kadang-kadang jerawat menyebabkan rasa gatal yang
mengganggu atau bahkan rasa sakit, tetapi umumnya tidak ada efek menyeluruh
pada tubuh yang ditimbulkan.1
Penderita biasanya mengeluh adanya erupsi kulit pada tempat-tempat
predileksi, yakni di muka, bahu, leher, dada, punggung bagian atas, dan lengan
bagian atas. Dapat disertai rasa gatal. Erupsi kulit berupa komedo, papul, pustula,
nodus, atau kista. Isi komedo ialah sebum yang kental atau padat. Isi kista biasanya
pus dan darah.1,2,4,5
Klasifikasi AV berdasarkan Combined Acne Severity Classification adalah :6
10
a. Akne vulgaris ringan : bila jumlah komedo < 20, atau lesi inflamasi < 15 atau lesi
total berjumlah < 30 buah.
b. Akne vulgaris sedang : bila jumlah komedo 20 – 100, atau lesi inflamasi 15 – 50
atau lesi total berjumlah 30 – 125 buah.
c. Akne vulgaris berat bila : jumlah komedo > 100, atau lesi inflamasi > 50, atau
jumlah lesi total > 125 buah, atau kista berjumlah > 5.
Gambar 2. Jenis Lesi Acne1
6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Acne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskokleasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor
(sendok Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa padat seperti
lilin atau massa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya kadang berwarna hitam.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik
berupa sel radang kronis di sekitar folikel sebasea dengan massa sebum di dalam
folikel. Pada kista, radang sudah menghilang di ganti dengan jaringan ikat pembatas
massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan keratin yang
lepas.
11
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad renik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan laboratorium mikrobiologi
yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering tidak memuaskan.
Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit (skin surface lipids)
dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada Acne vulgaris kadar asam lemak
bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada pencegahan dan pengobatan
digunakan cara untuk menurunkannya.
Diagnosis pasti menurut Orkins (1991)
Penyakit pleomorfik dengan campuran dari komedo terbuka (“blackheads”),
komedo tertutup (“white heads”), papula, pustula, nodul,dan mungkin luka
bekas (scar)
Sebagian besar menyerang remaja
Umumnya paling banyak di muka, juga di punggung dan dada, lebih banyak
di tengah-tengah (pusat)
Menurut Andrianto dan Sukardi (1988)
Diagnosis Acne sebagai berikut :
Harus dicari faktor penyebab atau pencetusnya termasuk umur penderita
Klinis ditemukan adanya komedo dan lokalisasi yang khas.
7. Penatalaksanaan
Pengobatan jerawat didasarkan pada beratnya (ringan, sedang, berat) dan
jenis dari lesi yang timbul (noninflamasi, inflamasi, campuran). Secara umum,
pengobatan jerawat ringan melibatkan penggunaan agen topikal, sedangkan
pengobatan jerawat sedang dan berat biasanya melibatkan penggunaan kedua terapi
topikal dan sistemik atau terapi sistemik saja. Suatu pemahaman yang baik
mengenai patofisiologi acne vulgaris menuntun terapi yang rasional untuk
kesuksesan penatalaksanaan acne vulgaris.3,4,5
12
Acne vulgaris ringan merupakan kondisi yang ringan dan dapat sembuh
dengan sendirinya akan tetapi remaja sangat sensitif akan hal ini maka daripada itu
seorang dokter tetap berempati serta memberikan beberapa saran dan ajuran seperti
menjaga wajah agar tetap bersih dengan mencuci dua kali sehari.12
Acne vulgaris ringan dengan komedo (non inflamasi) dapat diobati dengan
aplikasi retinoid topikal sekali sehari seperti adapalene (krim 0,1%, gel 0,1%,
larutan 0,1%, 0,1% pledgets), tretinoin (0,025%, 0,05%, 0,1% krim; 0,025%,
0,01%, 0,04%, 0,1% gel 0,05% cair), atau tazarotene (0,05%, 0,1% krim, 0,05%,
0,1% gel). Retinoid topikal bertindak dengan memodifikasi keratinisasi folikel
abnormal. Agen topikal lainnya, seperti asam azelaic (20% tawaran krim
diterapkan), asam salisilat (2%; berbagai produk nonprescription), dan benzoil
peroksida (gel 2,5% -10%), berdasarkan aktivitas komedolitik atau keratolitik
mereka, yang mungkin juga efektif untuk acne comedonal ringan.3,4
Acne vulgaris ringan (inflamasi) dapat diobati dengan asam azelaic, benzoyl
peroxide, antibiotik topikal, atau kombinasi dari agen topikal. Asam azelaic
memiliki kegiatan anti-inflamasi dan antibakteri. Asam azelaic juga menormalkan
keratinisasi, yang mengakibatkan efek anticomedogeniknya. Benzoil peroksida
memiliki aktivitas antibakteri. Antibiotik topikal tersedia untuk mengobati jerawat
termasuk klindamisin (1% gel, lotion, solusi, atau pledgets tawaran diterapkan),
eritromisin (gel 2%, larutan, atau pledgets tawaran diterapkan), dan natrium
sulfacetamide (10% tawaran diterapkan lotion). Sulfur, yang memiliki antibakteri,
anti-inflamasi, dan aktivitas keratolitik, hadir dalam kedua resep (5%,
dikombinasikan dengan natrium sulfacetamide) dan over-the-counter (8%,
dikombinasikan dengan resorsinol) produk jerawat topikal. Banyak obat jerawat
topikal sekarang tersedia sebagai kombinasi preformulated, yang dapat diterapkan
dua kali sehari. Ini termasuk benzoil peroksida ditambah klindamisin, benzoil
peroksida ditambah eritromisin, dan natrium sulfacetamide ditambah belerang.3,4,12
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Mancini AJ. Incidence, Prevalence, and Pathophysiology of Acne.
Symposium the American Academy of Pediatrics Annual Meeting, October
28, 2007.
2. Wasitaadmadja SM. Acne Vulgaris, Rosasea, Rinofima. Dalam: Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1999: 231-36.
3. Goldblum OM. Acne Vulgaris. Medscape. 2003;2(5). Accessed on 28th
May 2013. Available at http://www.medscape.com/viewarticle/461824.
4. Fulton J. Acne Vulgaris. Medscape Reference. Update 13th May 2013.
Accessed on 28th May 2013. Available at
http://emedicine.medscape.com/article/1069804-overview.
5. Tahir MC. Review Article; Pathogenesis of acne vulgaris: simplified.
Journal of Pakistan Association of Dermatologists 2010; 20: 93-97.
6. Emverawati MPN. Polimorfisme Gen Cyp1a1 Pada Penderita Acne Ringan
Di Makassar. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Makasar; 2011.
7. Weller R, Hunter J, Savin J, Dahl M. Sebaceous and Sweat Gland
Disorders. In: Clinical Dermatology. Fourth Edition. Blackwell Publishing,
2008: 162-168.
8. The University of British Columbia. Acne in Teens. Accessed on 28 th May
2013. Available at http://learnpediatrics.com/body-systems/general-
pediatrics/acne-in-teens/
9. Widjaja, E., 2000, Rosasea dan Acne Vulgaris, Ilmu Penyakit Kulit, Ed.
Marwali Harahap, Cetakan 1, Hipokrates, Jakarta, Hal :31 – 45.
10. Siregar , R. S., Acne Vulgaris, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, Ed.
Carolin wijaya & Peter Anugrerah, Cetakan III, EGC, Jakarta, Hal : 209 –
214.
14
11. Kenneth A. Arndt, Jeffrey T. S. Hsu, M.D. Manual Dermatologic
Therapeutics. 7th edition.
12. Guideline on the Treatment of Acne, European Dermatology Forum
(September 2011)
15