Bab 8 Penaksiran Risiko dan Desain Pengujian.docx
Transcript of Bab 8 Penaksiran Risiko dan Desain Pengujian.docx
BAB II
PEMBAHASAN
PENAKSIRAN RISIKO DAN DESAIN PENGUJIAN
2.1 Penaksiran Risiko Pengendalian
Penaksiran resiko pengendalian adalah proses evaluasi efektivitas desain
dan operasi pengendalian intern entitas dalam rangka pencegahan atau
pendeteksian salah saji material di dalam laporan keuangan. Tahap-tahap
penaksiran risiko pengendalian adalah sebagai berikut :
1. Pertimbangan pengetahuan yang diperoleh dari pemahaman atas
pengendalian intern.
Auditor melaksanakan prosedur untuk memahami pengendalian intern
yang relevan untuk asersi laporan keuangan signifikan. Berbagai cara dapat
digunakan oleh auditor dalam mendolumentasikan pemahamannya atas
pengendalian intern kliennya : Kuesioner pengendalian intern, bagan alir, uraian
tertulis. Pemahaman auditor atas pengendalian intern dapat digunakan oleh
auditor untuk :
Mengidentifikasi salah saji potensial.
Mempertimbangkan faktor-faktor yang berdampak terhadap resiko
pengendalian.
2. Lakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi
entitas.
Berdasarkan pemahaman atas pengendalian intern, auditor kemudian
melakukan identifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi dalam asersi yang
berkaitan dengan setiap saldo akun signifikan. Misalnya : auditor dapat
mengidentifikasi salah saji potensial untuk asersi transaksi pengeluaran kas dan
untuk asersi saldo akun yang berkaitan dengan transaksi tersebut; akun kas dan
akun utang usaha.
3. Lakukan identifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah atau
mendeteksi salah saji material.
Setelah aduitor mengidentifikasi salah saji potensial yang dapat terjadi
dalam asersi yang berkaitan dengan setiap saldo akun signifikan, auditor
kemudian mengidentifikasi pengendalian yang diperlukan untuk mencegah dan
menddeteksi salah saji tersebut. Dalam melakukan identifikasi pengendalian yang
diperlukan ini, auditor harus berusaha mempertimbangkan semua unsur
pengendalian intern yang digolongkan ke dalam lima golongan : lingkungan
pengendalian, penaksiranr esiko, informasi dan komunikasi, aktivitas
pengendalian, dan pemantauan.
4. Lakukan pengujian pengendalian terhadap pengendalian yang diperlukan
untuk menentukan efektivitas desain dan operasi pengendalian intern.
Untuk mengevaluasi desain dan operasi pegnendalian intern klien, auditor
kemudian mengembangkan pengujian pengendalian terhadap setiap pengendalian
yang diperlukan untuk setiap asersi. Tujuan pengujian pengendalian ini adalah
untuk menentukan efektivitas desain dan operasi pengendalian.
5. Lakukan evaluasi terhadap bukti dan buat taksiran risiko pengendalian.
Dalam mengevaluasi bukti, auditor melakukan pertimbangan kuantitatif
maupun kualitatif. Dalam merumuskan kesimpulan tentang efektivitas kebijakan
dan prosedur pengendalian, auditor seringkali mempertimbangkan frekuensi
penyimpangan yang dapat diterima ( biasanya dinyatakan dalam persentase ) dari
pelaksanaan pengendalian semestinya. Jika hasil pengujian mengakibatkan auditor
berkesimpulan bahwa frekuensi penyimpangan melebihi batas toleransi, operasi
pengendalian dipandang tidak efekti . Penaksiran resiko pengendalian untuk suatu
asersi merupakan faktor penentu tingkat resiko deteksi yang dapat diterima untuk
suatu asersi, yang pada gilirannya akan berdampak terhadap tingkat substantif
yang direncanakan ( yang mencakup sifat, saat, dan lingkup pengujian substantif )
yang harus dilakukan untuk menyelesaikan audit. Jika risiko pengendalian ditaksir
terlalu rendah, resiko deteksi dapat terlalu tinggi ditetapkan dan auditor dapat
melaksanakan pengujian substantif yang tidak memadai sehingga auditnya tidak
efektiv. Sebaliknya, jika risiko pengendalian ditaksir terlalu tinggi, auditor dapat
melakukan oengujian substantif melebihi dari jumlah yang diperlukan, ehingga
auditor dapat melakukan audit yang tidak efisien.
2.2 Pengujian Pengendalian
Pengujian pengendalian adalah prosedur audit yang dilaksanakan untuk
menentukan efektivitas desain dan/ atau operasi pengendalian intern. dalam
hubungannya dengan operasi suatu pengendalian intern, pengujian pengendalian
yang dilakukan oleh auditor berkaitan dengan apakah kebijakan dan prosedur
sesungguhnya berjalan dengan baik. Karena kebijakan dan prosedur akan efektiv
bila diterapkan semestinya secara konsisten oleh orang yang berwenang,
pengujian pengendalain yang berkaitan dengan efektivitas operasi difokuskan
ketiga pertanyaan :
Bagaimana pengendalian tersebut diterapkan
Apakah pengendalian tersebut diterapkan secara konsisten
Oleh siapa pengenalian terebut diterapkan
Pengujian pengendalian dapat diterapkan terhadap pengendalian golongan besar
transaks dan/atau saldo akun. Karena tujuan pengendalian intern mencakup :
Keandalan laporan keuangan
Kepatuhan terhadap hukum dan perturan yang berlaku
Efektivitas dan efisiensi operasi
Pengujian pengendalian dilaksanakan oleh auditor selama perencanaan audit dan
dalam pekerjaan interim. Pengujian pengendalian dapat diterapkan dalam kedua
strategi audit yaitu :
1. Pengujian pengendalian bersamaan ( concurrent tests of controls )
Pengujian pengendalian bersamaan dilaksanakan oleh auditor bersamaan
waktunya dengan usaha pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern.
Pengujian ini dilakukan oleh auditor, baik dalam strategi pendekatan terutama
substantif maupun dalam pendekatan resiko pengendalian rendah. Pengujian
pengendalian bersamaan terdiri adari prosedur untuk memperoleh pemahaman
dan sekaligus untuk mendapatkan bukti efektivitas pengendalian intern.
2. Pengujian pengendalian tambahan atau pengujian pengendalian yang
direncakan
Pengujian pengendalian ini dilaksanakan oleh auditor dalam pekerjaan
lapangan. Pengujian pengendalian ini dapat memberikan bukti tentang penerapan
semestinya kebijakan dan prosedur pengendalian secara konsisten sepanjang
tahun yang diaudit. Pengujian ini biasanya dilaksanakan oleh auditor jika,
berdasarkan hasil pengujian pengendalian bersamaan yang memperlihatkan
pengendalian intern yang efektif, auditor kemudian mengubah strategi auditnya
dari pendekatan terutama substantif ke pendekatan resiko pengendalian rendah.
Dalam kondisi ini, pengujian pengendalian ini seringkali disebut ‘’pengujian
pengendalian tambahan’’. Pengujian pengendalian tambahan ini hanya
dilaksanakan bilamana dengan tambahan bukti tentang efektivitas pengendalian
intern, auditor akan mendapatkan taksiran awal tingkat resiko pengendalian yang
rendah dan biaya untuk mendapatkan bukti tersebut efisien.
2.3 Perancangan Pengujian Pengendalian
Banyak altenatif yang dapat dipilih auditor berkenaan dengan pengujian
pengendalian. Disamping auditor dapat memilih pengujian pengendalian
bersamaan atau pengujian pengendalian tambahan atau pengujian pengendalian
yang direncanakan, auditor dapat memilih jenis prosedur yang akan digunakan
dalam pelakssanaan pengujian pengendalian, saat dan lingkup pengujian
pengendalian.
2.3.1 Jenis pengujian pengendalian
Jenis pengujian pengendalian yang dapat dipilih auditor dalam
pelaksanaan pengujian pengendalian adalah :
1. Permintaan keterangan
Permintaan keterangan dari personel yang berwenang tentang pelaksanaan
pekerjaan mereka, yang berkaitan dengan pelaporan keuangan.
2. Pengamatan
Pengamatan dilaksanakan oleh auditor terhadap pelaksanaan pekerjaan
personel. Pengamatan atas pelaksanaan pekerjaan personel dapat
menghasilkan bukti yang serupa dengan permintaan keterangan.
3. Inspeksi
Inspeksi dilaksanakan terhadap dokumen dan laporan yang menunjukkan
kinerja pengendalian. Pelaksanaan kembali (reperforming) dilakukan oleh
auditor dengan melaksanakan kembali prosedur tertentu. Prosedur ini
cocok digunakan bila terdapat jejak transaksi yang berupa tandatangan di
atas dokumen dan cap pengesahan.
4. Pelaksanaan kembali
Prosedur pelaksanaan kembali tidak digunakan oleh auditor dalam
pemerolehan pemahaman atas pengendalian intern, namun digunakan
untuk menilai efektivitas pengendalian intern.
2.3.2 Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian
Waktu pelaksanaan pengujian pengendalian berkaitan dengan kapan
prosedur tersebut dilaksanakan dan bagian periode akuntansi mana prosedur
tersebut berhubungan. Pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan dalam
pekerjaan interim, yang dalan jangka waktu beberapa bulan sebelum akhir tahun
yang diaudit. Oleh karena itu pengujian pengendalian ini hanya memberikan
bukti efektivitas pengendalian intern dalam peridoe sejak tanggal awal tahun yang
diaudit sampai tanggal pengujian, padahal menurut standar auditing yang
ditetapkan oleh IAI, auditor diharuskan untuk mengumpulkan bukti efektivitas
pengendalian intern sepanjangan tahun yang dicakup oleh laporan keuangan yang
diaudit. Oleh karena itu, dengan pengembangan efisiensi, pengujian pengendalian
baru dilaksanakan sedekat mungkin dengan akhir tahun yang diaudit.
2.3.3 Lingkup pengujian pengendalian
Biasanya semakin luas lingkup pengujian pengendalian yang dilakukan
oleh aduitor, akan dapat dikumpulkan bukti lebih banyak mengenai efektivitas
pengendalian. Semakin banyak orang yang dimintai keterangan tentang
pengendalian intern atas asersi tertentu semakin banyak bukti yang dapat
dikumpulkan oleh aduitor. Semakin banyak pelaksanaan tugas personel yang
diamati, semakin banyak dokumen yang diinspeksi, semakin banyak prosedur
yang dilaksanakan kembali, semakin banyak bukti tentang efektivitas
pengendalian intern.
2.4 Program Audit Untuk Pengujian Pengendalian
Keputusan yang diambl oleh auditor berkaitan dengan jenis, lingkup, dan
saat pengujian pengendalian harus didokumentasikan dalam suatu program audit
dan kertas kerja yang bersangkutan. Program audit adalah daftar prosedur audit
untuk seluruh audit unsur tertentu sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci
untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada saat
tertentu dalam audit.
Berikut disajikan contoh program audit untuk pengujian pengendalian terhadap
transaksi pengeluaran kas.
Prosedur Audit Indeks
KK
Tanggal
Pelaknanaan
Pelaksana
Keberadaan atau kejadian
1.Pilih sampel transaksi pengeluaran kas
dari buku jurnal pengeluaran kas dan
tentukan keberadaan :
a.Bukti kas keluar yang telah diotorisasi
yang berwenang.
b.Dokumen pendukung bukti kas keluar
yang telah diotorisasi oleh yang
berwenang.
2.Bandingkan tanda tangan yang
tercantum dalam bukti kas keluar dengan
daftar tanda tangan manager yang
berwenang.
3.Lakukan inspeksi terhadap cap’’lunas’’
yang tercamtum dalam bukti kas keluar
dan dokumen pendukungnya.
4.Lakukan pengamatan terhdapa
pemisahan tugas otorisasi bukti kas keluar
dengan penandangan cek.
Kelengkapan
5.Periksa bukti yang digunakan dokumen
cek dan bukti kas kelua bernomor urut
tercetak dan pertanggungjawaban
penggunanya.
6.Lakukan pengamatan terhadap
penanganan dan penyimpanan cek yang
belum dipakai.
Penilaian atau alokasi
7.Untuk transaksi yang dipilih pada
langkah (1) diatas, lakukan pemeriksaan
adanya verifikasi independen terhadap
bukti kas keluar berserta dokumen
pendukungnya.
8.Lakukan inspeksi atas rekonsilasi bank.
2.5 Kerja Sama Dengan Auditor Intern Dalam Pengujian
Pengendalian
Bilamana auditor independen melakukan audit atas laporan keuangan
entitas yang memiliki fungsi audit intern, auditor independen dapat :
1. Melakukan koordinasi pekerjaan auditnya dengan auditor intern
2. Menggunakan auditor intern untuk menyediakan bantuan langsung dalam
audit
2.5.1 Koordinasi audit dengan auditor intern
Auditor dapat melakukan koordinasi pekerjaan dengan auditor intern dan
megnurangi jumlah lokasi atau divisi perusahaan yuang akan diterapi pengujian
pengendalian. Dalam mengkoordinasi pekerjaanya dengan auditor intern, auditor
independen melakukan :
1. Rapat periodik dengan auditor intern
2. Melakukan review jadwal kerja auditor intern
3. Meminta izin untuk akses ke kertas kerja auditor intern
4. Melakukan review terhadap laporan keuiangan audit
Auditor independen harus menguji pekerjaan auditor intern dan menentukan
apakah :
1. Lingkup pekerjaan auditor intern memada untuk memenuhi tujuan
pekerjaannya
2. Program audit memadai untuk mencapai tujuan auditnya
3. Kertas kerja yang dibuat memadai untuk mendokumentasikan pekerjaan
yang telah dilaksanakan, termasuk mencerminkan adanya supervisi dan
review atas pekerjaan yang telah dilaksanakan
4. Kesimpulan dibuat memadai sesuai dengan keadaan
5. Laporan sesuai dengan pekerjaan yang telah dilaksanakan
2.5.2 Bantuan langsung
Auditor independen dapat meminta auditor intern untuk memberikan
bantuan langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang secara spesifik diminta
oleh auditor independen dari auditor intern untuk menyelesaikan beberapa aspek
pekerjaan auditor independen. Sebagai contoh, auditor intern dapat membantu
auditor independen dalam memahami pengendalian intern atau dalam
melaksanakan pengujian pengendalian atau pengujian substantif. Bila bantuan
langsung disediakan, auditor harus :
1. Menentukan kompetensi dan objektivitas auditor intern dan melakukan
supervisi, review, evaluasi, serta pengujian pekerjaan yang dilaksanakan
oleh auditor intern yang luasnya disesuaikan dengan keadaan.
2. Memberitahu auditor intern mengenai tanggungjawab auditor intern
tersebut, tujuan prosedur yang dilaksanakan oleh auditor intern, serta hal-
hal yang mungkin berdampak terhadap sifat, saat, dan lingkup prosedur
audit, seperti masalah akuntansi dan auditing.
3. Memberitahu auditor intern bahwa semua masalah akuntansi dan auditing
yang signifikan yang ditenmukan selama audit harus diberitahukan kepada
auditor independen.
2.6 Pengujian Dengan Tujuan Ganda (Dual Purpose Tests)
Dihampir semua audit, pengujian pengendalian tambahan dilaksanakan
oleh auditor terutama dalam pekerjaan iuterim, sedangkan pengujian substantif
dilaksanakan terutama pada akhir tahun yang diaudit. Standar IAI mengjizinkan
auditor untuk melakukan pengujian substantif terhadap transaksi rinci dalam
periode interim, untuk mendeteksi kemungkinan kekeliruan moneter dalam akun.
Bila keadaan ini terjadi, auditor secara serentak melakukan pengujian
pengendalian atas transaksi yang sama. Sebagai contoh, Auditor dapat memriksa
faktur penjualan tentang tanda tangan otorisasi dari manajer yang berwenang dan
pada saat yang sama, auditor dapat membuat daftar kesalahan moneter yang
terdapat dalam faktur penjualan tersebut.
2.7 Penentuan Risiko Deteksi
Dalam tahap-tahap audit atas laporan keuangan, penenntuan risiko deteksi
terletak pada tahap auditor mendesain pengujian substantif. Gambar berikut
menggambarkan letak penentuan risiko deteksi dalam proses audit. Risiko deteksi
adalah risiko auditor tidak akan mendeteksi salah saji material yang ada dalam
suatu asersi.
RD =RA
RB X RP
RD = risiko deteksi
RA = risiko audit
RB = risiko bawaan
RP = risiko pengedalian
Rumus perhitungan risiko deteksi dapat diurai kan sebagai berikut :
2.7.1 Evaluasi terhadap tingkat pengujian substantif yang direncanakan
Setelah memperoleh pemahaman atas pengendalian intern yang relevan
dengan pelaporan keuangan dan setelah menaksir resiko pengendalian untuk suatu
asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan tingkat resiko
pengendalian sesungguhnya atau final dengan tingkat resiko pengendalian yang
direncanakan untuk asersi tersebut. Jika tingkat resiko pengendalian final sama
dengan yang direncanakan auditor dapat melanjutkan untuk mendesain pengujian
substantif khusus berdasarkan tingkat pengujian substantif yang direncanakan.
Jika tingkat resiko pengendalian final tidak sama dengan yang direncanakan
auditor harus mengubah tingkat pengujian substantif sebelum auditor mendesain
pengujian substantif khusus untuk menampung tingkat resiko deteksi yang dapat
diterima. Berikut merupakan gambaran strategi auditawal, risiko deteksi yang
direncanakan dan tingkat pengujian substantive yang direncanakan.
Strategi Audit Awal Risiko Deteksi Yang
Direncanakan
Tingkat Pengujian
Substantif Yang
Direncanakan
Pendekatan terutama Rendah atau sangat Tingkat tinggi
substantif rendah
Pendekatan taksiran risiko
pengendalian rendah
Moderat atau tinggi Tingkat rendah
2.8 Desain Pengujian Substantif
Menurut standard pekerjaan lapangan ketiga, auditor harus mengumpulkan
bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Pengujian substantive menghasilkan
bukti audit tentang kewajaran setiap asersi laporan keuangan signifikan. Di lain
pihak, pengujian substantive dapat mengungkapkan kekeliruan atau salah saji
moneter dalam pencatatan dan pelaporan transaksi dan saldo akun. Desain
pengujian substantive mencakup penentuan sifat, saat dan lingkup pengujian yang
diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi setiap asersi.
2.8.1 Sifat pengujian substantif
Sifat pengujian substantif mencakup jenis dan efektivitas prosedur audit dilakukan
oleh auditor. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah, auditor
harus menggunakan prosedur audit yang lebih efektif, dan biasanya memerlukan
biaya yang lebih tinggi. Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah
tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur audit yang kurang efektif, dan
biasanya memerlukan biaya yang lebih rendah. Auditor dapat menggunakan jenis
pengujian substantive berikut ini :
1. Prosedur analitik
prosedur analitik dapat digunakan auditor pada :
Tahap perencanaan audit untuk mengidentifikasi bidang audit yang
memiliki risiko salah saji yang tinggi.
Tahap pengujian dalam proses audit sebagai suatu pengujian substantif
untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu.
Tahap pengujian rinci sebagai prosedur audit tambahan.
Tahap pengujian dalam pendekatan terutama substantif.
SA Seksi 329 prosedur analitik menujukkan bahwa efektivitas dan
efisinesi yang diharapkan dari suatu prosedur analitik dalam mengidentifikasi
kemungkinan salah saji tergantung atas , antara lain :
Sifat asersi
Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk mengembangkan
harapan
Ketepatan harapan
2. Pengujian terhadap transaksi rinci
Pengujian terhadap transaksi rinsi terutama berupa prosedur pengurusan
(tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching). Dalam pengujian
terhadap transaksi rinci ini, focus perhatian auditor adalah menemukan
kemungkinan kekeliruan atau salah saji moneter, bukan penyimpangan dan
pengendalian intern. Pengusutan (tracing) merupakan prosedur audit yang
bermanfaat untuk menemukan kurang saji (understatement), sedangkan
pemeriksaan bukti pendukung (vouching) merupakan prosedur audit yang
bermanfaat untuk menemukan lebih saji (overstatement). Pengujian terhadap
transaksi rinci memerlukan waktu yang lebih banyak dan memerlukan biaya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan prosedur analitik. Namun, pengujian terhadap
transaksi rinci lebih rendah biayanya bila dibandingkan dengan pengujian
terhadap saldo akun rinci. Pengujian terhadap transaksi rinci lebih murah lagi jika
dilaksanakan bersamaan dengan pengujian pengendalian dalam pengujian dengan
tujuan ganda (dual-purpose tests).
3. Pengujian terhadap saldo akun rinci
Pengujian terhadap saldo rinci difokuskan untuk memperoleh bukti secara
langsung tentang suatu saldo akun, bukan penerbitan dan pengkreditan secara
individual ke dalam akun tersebut. Semakin tinggi risiko deteksi, semakin terbatas
prosedur audit yang dilaksanakan oleh auditor terhadap asersi yang bersangkutan
dan semakin rendah tingkat keandalan bukti audit yang diperlukan oleh auditor.
Sebaliknya, semakin rendah risiko deteksi, semakin luas prosedur audit yang
ditempuh oleh auditor dan semakin tinggi kompetensi bukti audit yang diperlukan
oleh auditor. Berikut merupakan gambar yang melukiskan dampak risiko deteksi
terhadap pengujian terhadap saldo rinci.
Risiko Deteksi Pengujian Terhadap Saldo Rinci
Tinggi Periksa secara selintas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien mengenai keakuratan matematis yang terdapat di
dalamnya.
Moderat Lakukan review terhapad rekonsiliasi bank yang dibuat
oleh klien dan lakukan verifikasi terhadap pos-pos yang
direkonsiliasi serta keakuratan matematis.
Rendah Buatlah rekonsiliasi bank dengan menggunakan rekening
Koran yang diperoleh dari klien dan lakukan verifikasi
terhadap pos-pos yang direkonsiliasi serta keakuratan
matematis.
Sangat rendah Mintalah rekening Koran bank secara langsung dari bank,
buatlah rekonsiliasi bank, lakukan verifikasi terhadap pos-
pos yang direkonsiliasi serta keakuratan matematis.
2.8.2 Saat pengujian
Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima berdampak terhadap saat
pelaksanaan pengujian substantif. Jika risiko deteksi adalah tinggi, pengujian
substantif dapat dilaksanakan berapa bulan sebelum akhir tahun yang diaudit.
Sebaliknya, jika risiko deteksi untuk asersi tertentu adalah rendah, pengujian
substantif biasanya dilaksanakan oleh auditor pada atau mendekati tanggal neraca.
2.8.2.1 pengujian substantive sebelum tanggal neraca
SA Seksi 313 pengujian substantive sebelum tanggal neraca memberikan
pansuan bagi auditor tentang :
1. faktor-faktor yang harus dipertimbangkan oleh auditor sebelum
menerapkan pengujian substantive terhadap akun rinci sebelum tanggal
neraca.
2. Prosedur yang dapat memberikan dasar memadai untuk perluasan dari
tanggal audit intern ke tanggal neraca (sisa periode) kesimpulan audit dari
pengujian substantif utama.
3. Pengkoordinasian saat (timing) pelaksanaan berbagai prosedur audit.
Auditor dapat menerapkan pengujian substantive terhadap saldo suatu
akun secara rinci dalam periode interim. Keputusan untuk melaksanakan
pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada apakah auditor dapat :
1. Mengendalikan risiko audit tambahan bahwa salah saji material yang
terdapat dalam akun pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh
auditor. Risiko ini menjadi lebih besar jika periode waktu antara tanggal
pengujian interim dengan tanggal neraca diperpanjang.
2. Mengurangi sedemikian besar biaya pengujian substantive yang
diperlukan pada tanggal neraca untuk memenuhi tujuan audit yang telah
direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca akan menjadi
lebih efisien.
Pengujian substantive yang dilakukan sebekum tanggal neraca tidak
meniadakan perlunya pengujian substantive pada tanggal neraca. Pengujian
substantive untuk periode sisa biasanya harus mencakup :
1. Perbandingan saldo akun pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah
yang tampak luar biasa dan penyelidikan jumlah perbedaan tersebut.
2. Prosedur analitik lain atau pengujian substantive lain terhadap rincian
untuk menyediakan bukti yang dapat dipakai sebagai dasar memadai untuk
memperluas kesimpulan dari audit interim ke tanggal neraca.
Bila direncanakan dan dilaksanakan semestinya, kombinasi pengujian
substantive sebelum tanggal neraca dan pengujian substantive untuk periode
sisanya dapat menghasilkan bukti kompeten bagi auditor sebagai dasar memadai
untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien.
2.8.3 Lingkup pengujian
Bukti audit diperlukan lebih banyak untuk mencapai tingkat resiko deteksi
rendah bila dibandingkan dengan tingkat resiko deteksi tinggi. Auditor dapat
mengubah jumlah bukti audit yang dikumpulkan dengan mengubah lingkup
pengujian substantif yang dilaksanakan. Lingkup pengujian menunjukkan jumlah
atau besarnya sampel yang diuji. Besarnya sampel merupakan masalah
pertimbangan professional. Auditor dapat menggunakan pendekatan statistic
untuk mengkuantifikasikan pertimbangan profesionalnya dalam menentukan
besarnya sampel untuk mencapai tingkat risiko deteksi tertentu.
2.9 Pengembangan Program Audit Untuk Pengujian Substantif
Laporan keuangan berisi lima golongan asersi yaitu : keberadaan atau
keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian
dan pengungkapan. Tujuan audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan
pendapat apakah laporan keuangan klien disajikan secara wajar, dalam semua hal
material, sesuai prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia. Laporan
keuangan dinyatakan wajar bila kelima golongan asersi yang terdapat dalam
laporan keuangan tersebut sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum di
Indonesia. Biasanya auditor mengembangkan lebih lanjut tujuan audit untuk
berbagai akun berdasarkan lima golongan asersi yang terdapat dalam laporan
keuangan. Dalam mendesain pengujian substantive, auditor harus menentukan
pengujian semestinya untuk mencapai setiap tujuan audit khusus yang berkaitan
dengan setiap asersi. Jika cara ini dilaksanakan untuk setiap akun yang disajikan
dalam laporan keuangan, tujuan audit secara umum dapat tercapai.
2.9.1 Rerangka umum pengembangan program audit untuk pengujian
substantif
Dalam pengembangan program audit untuk pengujian substantive,
kerangka umum yang dapat dipakai sebagai acuan disajikan berikut ini :
1. Tentukan prosedur audit awal
Prosedur awal ditujukan oleh auditor untuk memperoleh keyakinan bahwa
asersi dalam laporan keuangan didukung oleh catatan akuntansi yang
andal. Oleh karena itu, prosedur audit awal ini terdiri dari lima langkah
berikut :
Usut saldo pos yang tercantum di dalam neraca ke saldo akun yang
bersangkutan di dalam buku besar
Hitung kembali saldo akun yang bersangkutan dalam buku besar
Lakukan review terhadap mutasi luar biasa dalam jumlah dan sumber
posting dalam akun yang bersangkutan
Usut saldo awal akun yang bersangkutan ke kertas kerja tahun lalu
Usut posting pendebitan dan/atau pengkreditan akun tersebut ke dalam
jurnal yang bersangkutan
Lakukan rekonsiliasi akun kontrol tersebut dalam buku besar ke buku
pembantu yang bersangkutan.
Langkah kelima hanya dilaksanakan oleh auditor jika klien menyelenggarakan
buku pembantu untuk merinci akun yang bersangkutan dalam buku besar.
2. Tentukan prosedur analitik yang perlu dilaksanakan
Pengujian analitik dimaksudkan untuk membantu auditor dalam
memahami bisnis klien dan dalam menemukan bidang yang memerlukan
audit lebih intensif. Dalam prosedur analitik, auditor menghitung berbagai
ratio. Ratio yang telah dihitung tersebut kemudian dibandingkan dengan
harapan auditor, misalnya ratio tahun yang lalu, rerata ratio industri, atau
rasio yang dianggarkan. Pembandingan ini membantu auditor untuk
mengungkapkan :
Peristiwa atau transaksi yang tidak biasa
Perubahan akuntansi
Perubahan usaha
Fluktuasi acak
Salah saji
3. Tentukan pengujian terhadap transaksi rinci
pengujian terhadap transaksi rinci terutama terdiri dari prosedur
pengusutan (tracing) dan pemeriksaan bukti pendukung (vouching) untuk
membuktikan asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan
kewajiban, penilaian atau alokasi, penyajian dan pengungkapan transaksi
atau golongan transaksi.
4. Tentukan pengujian terhadap akun rinci
aduitor menentukan berbadai prosedur audit untuk membutkikan asersi
keberadaan atau keterjadian, kelengkapan, hak dan kewajiban, penilaian
atau alokasi, penyajian dan pengungkapan akun tertentu.
2.9.2 Program audit dalam perikatan pertama
Dalam perikatan pertama, penentuan pengujian substantif secara rinci
dalam program audit umumnya belum dapat diselesaikan oleh auditor sampai
dengan saat auditor menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian
intern dan setelah tingkat resiko deteksi yang dapat diterima telah ditetapkan
untuk setiap asersi signifikan. Terdapat dua hal yang memerlukan perhatian
khusus dari auditor dalam mendesain program audit dalam perikatan pertama :
1. Auditor harus memastikan bahwa saldo awal mencerminkan penerapan
kebijkaan akuntansi yang semestinya.
2. Bahwa kebijakan tersebut diterapkan secara konsisten dalam laporan
keuangan tahun berjalan. Bila terdapat perubahan dalam kebijakan
akuntansi atau penerapannya, auditor harus memperoleh kepastian bahwa
perubahan tersebut memang semestinya dilaukan dan
dipertanggungjawabkan serta diungkapkan.
2.9.3 Program audit dalam perikatan berulang
Dalam perikatan audit berulang, auditor dapat melakukan akses ke
program audit yang digunakan dalam audit tahun yang lalu dan kertas kerja yang
dihasilkan dari program audit tersebut. Dalam keadan ini, strategi audit awal yang
dipilih auditor biasanya didasarkan pada asumsi tingkat risiko pengendalian yang
dipakai dalam audit tahun yang lalu. Begitu pula, program audit untuk pengujian
substantif biasanya dipakai untuk audit tahun berjalan. Oleh karena itu, dalam
perikatan audit berulang, program audit seringkali disiapkan sebelum auditor
menyelesaikan studi dan evaluasi terhadap pengendalian intern. Jika informasi
yang diperoleh dari audit tahun berjalan menunjukkan tingkat risiko pengendalian
tidak lagi memadai, program audit perlu disesuaikan.
2.10 Perbandingan Antara Pengujian Pengendalian Dengan
Pengujian Substantif
Keterangan Pengujian pengendalian Pengujian substantif
Jenis Bersamaan ( concurrent )
Tambahan
Prosedur analitik
Pengujian terhadap transaksi rinci
Pengujian terhadap akun rinci
Tujuan Penentuan efektivitas desain dan
operasi pengendalian intern
Penentuan kewajaran asersi laporan
keuangan signifikan
Sifat pengukuran
pengujian
Frekuensi penyimpangan dari
pengendalian intern
Kekeliruan rupiah dalam transaksi dan
saldo akun
Prosedur audit yang
dapat diterapkan
Permintaan keterangan, inspeksi,
pelaksanaan kembali, dan teknik audit
berbantuan komputer
Sama dengan pengujian pengendalian
ditambah dengan prosedur analitik,
perhitungan, konfirmasi, pengusutan,
dan pemeriksaan bukti
Saat pelaksanaan Terutama pada pekerjaan interim
Komponen risiko audit Risiko pengendalian Risiko deteksi
Standar pekerjaan
lapangan
Kedua Ketiga
Diharuskan oleh standar
auditing
Tidak ya