Bab 8 Ikan Kayong

30
Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan sesungguhnya dapat dijadikan sumber bagi peningkatan kesejateraaan masyarakat khususnya di Kabupaten Kayong Utara, namun saat ini belum dioptimalkan pemanfaatannya. Salah satu hal mendasar yang menyebabkan belum optimalya pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan adalah kurang memadainya saran dan prasarana pendukung. RPJMN 2010-1014 pada prioritas ketahanan pangan menyatakan peran dari sektor perikanan dan pengembangan sarana prasarana karena berperan sebagai pengungkit (multiplier) bagi proses pembangunan. Oleh sebab itu, upaya mengoptimalka pemanfaatan dan sumberdaya dan peningkatan daya saing produk perikanan maka sarana dan prasarana menjadi sangat penting diperhatikan; dukungan sarana dan prasarana yang cukup (jumlah dan kualitas), efisien (biaya dan lokasi) dan berorientasi pada keberlanjutan pengelolaan manfaat jangka panjang. 8.1. IRAP (INTEGRATED RURAL ACCESSIBILITY PLANNING) Kebutuhan akses masyarakat dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar. Pertama, yang berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti penyediaan air, energi dan ketahanan pangan. Laporan Akhir 8-1 Bab PRIORITAS PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DASAR INDUSTRI PERIKANAN 8

description

bab 8

Transcript of Bab 8 Ikan Kayong

Page 1: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan sesungguhnya dapat dijadikan sumber

bagi peningkatan kesejateraaan masyarakat khususnya di Kabupaten Kayong Utara, namun

saat ini belum dioptimalkan pemanfaatannya. Salah satu hal mendasar yang menyebabkan

belum optimalya pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kelautan adalah kurang

memadainya saran dan prasarana pendukung. RPJMN 2010-1014 pada prioritas ketahanan

pangan menyatakan peran dari sektor perikanan dan pengembangan sarana prasarana karena

berperan sebagai pengungkit (multiplier) bagi proses pembangunan. Oleh sebab itu, upaya

mengoptimalka pemanfaatan dan sumberdaya dan peningkatan daya saing produk perikanan

maka sarana dan prasarana menjadi sangat penting diperhatikan; dukungan sarana dan

prasarana yang cukup (jumlah dan kualitas), efisien (biaya dan lokasi) dan berorientasi pada

keberlanjutan pengelolaan manfaat jangka panjang.

8.1. IRAP (INTEGRATED RURAL ACCESSIBILITY PLANNING)

Kebutuhan akses masyarakat dapat dikelompokkan dalam tiga kategori besar.

Pertama, yang berhubungan dengan kebutuhan dasar seperti penyediaan air, energi dan

ketahanan pangan. Kedua, yang berkaitan dengan aspek-aspek kesejahteraan sosial

kehidupan seperti kesehatan dan pendidikan. Ketiga, yang berkaitan dengan ekonomi aspek

kesejahteraan kehidupan pedesaan termasuk perikanan, peternakan, perdagangan dan pondok

industri. Kurangnya akses membatasi kesempatan bahwa orang harus meningkatkan dan

mempertahankan kesejahteraan sosial dan ekonomi. Peningkatan akses terbukti memiliki

korelasi dengan pengurangan kemiskinan.

Aksesibilitas ditentukan oleh lokasi di mana orang tinggal, lokasi fasilitas dan layanan

dan sistem transportasi. Akses dapat ditingkatkan melalui pemberian infrastruktur yang

menghasilkan distribusi yang lebih baik dari fasilitas dan layanan (pasokan air, sekolah,

Laporan Akhir 8-1

BabPRIORITAS PEMBANGUNAN

INFRASTRUKTUR DASAR INDUSTRI PERIKANAN

8

Page 2: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

pasar, puskesmas) atau peningkatan mobilitas masyarakat dan penyedia layanan (jalan,

saluran air, dan jembatan). Pembangunan infrastruktur bertujuan meningkatkan akses

mencapai tujuan tersebut.

Aplikasi metode IRAP (Integrated Rural Accessibility Planning) bertujuan sebagai

informasi bagi para peneliti selanjutnya dan bagi para pelaku perencanaan pembangunan

pedesaan di Kabupaten Kayong Utara untuk mengungkap tingkat aksesibilitas desa-desa

berdasarkan karakteristik zona agroekosistem sehingga dapat diketahui desa-desa yang

memiliki akses kuat, akses sedang dan akses lemah terhadap sumber-sumber produktif.

Pendekatan Integrated Rural Accessibility Planning (IRAP) adalah metode

perencanaan yang dikembangkan oleh ILO untuk meningkatkan akses di daerah pedesaan

yang dirancang untuk aplikasi tingkat pemerintah daerah. IRAP juga secara bersamaan

berusaha memperbaiki sistem transportasi pedesaan seta distribusi fasilitas dan layanan.

Tujuan dari proses IRAP adalah meningkatkan akses terhadap barang dan jasa di daerah

pedesaan untuk mengefisienkan penggunaan biaya dengan penggunaan sumberdaya lokal.

Keunggulan metode IRAP adalah unsur kesederhanaan, kemudahan penggunaaannya,

aplikasi murah dan outputnya langsung. Perencana lokal dapat menggunakannya sebagai

bagian dari kegiatan perencanaan rutin, untuk menentukan prioritas untuk sektor-sektor yang

berbeda dan masyarakat. Proses ini memungkinkan perencana dapat secara cepat menilai apa

yang harus dilakukan dan di mana dengan mengidentifikasi prioritas infrastruktur pedesaan.

Pelaksanaan prosedur IRAP di Indonesia telah dijalankan selama tiga periode. Periode

pertama pada tahun 1997-1998 di dua provinsi, periode kedua pada tahun 2001- 2002 di dua

kabupaten, dan periode ketiga pada tahun 2003-2004 di 17 kabupaten pada 3 provinsi yang

berbeda. Metode IRAP yang diterapkan di Indonesia pada dasarnya merupakan modifikasi

metode yang sudah diaplikasikan di beberapa negara, seperti Filipina, Thailand, dan Laos

dengan memperhatikan karakteristik wilayah (termasuk karakteristik geografis dan

penduduk) serta kemampuan masyarakat dan pemerintah karena akan mempengaruhi

pengumpulan data, pemetaan, perhitungan skor aksesibilitas; sedangkan kemampuan staf

perencanaan di tingkat kabupaten akan menentukan kompilasi data dan proses aksesibilitas

peta serta dan seleksi dan persiapan prioritas.

Menurut ruang lingkup instrumen survei yang digunakan dalam pengumpulan data

aksesibilitas maka kuesioner disusun pada tingkat Kecamatan/Desa. Kuesioner meliputi: (i)

area survei dan identitas responden; (ii) karakteristik umum; (iii) karakteristik penelitian yang

Laporan Akhir 8-2

Page 3: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

mencakup: mobilitas, transportasi, air bersih, listrik, pendidikan, fasilitas kesehatan,

perikanan, industri kecil, pasar; (iv) masalah dan prioritas kegiatan.

Karakteristik umum mencakup populasi dan sumber mata pencaharian untuk

memperoleh informasi terkait jumlah penduduk dan jumlah rumah tangga, sedangkan sumber

mata pencaharian untuk memperoleh informasi terkait jenis sumber mata pencaharian dan

rumah tangga terlibat dalam setiap sumber mata pencaharian. Sementara itu, karakteristik

penelitian mencakup tiga sub-bagian pada bagian mobilitas, yaitu tujuan utama, masyarakat

transportasi, dan transportasi pribadi untuk memperoleh informasi terkait masalah

aksesibilitas (kualitas jalan, tujuan, waktu, biaya dan modus transportasi) dari masyarakat

untuk mencapai pusat desa, kecamatan dan kabupaten.

Sebagian besar rumah tangga pedesaan di Indonesia menggunakan sumber tenaga

listrik dari PLN. Hanya penduduk yang lokasinya sangat terpencil masih memanfaatkan

sumber-sumber lain sehingga tujuan informasi utama terkait listrik adalah jumlah pengguna

rumah tangga dan waktu rata-rata pelayanan listrik, terutama dari PLN. Pada bagian

pendidikan, responden diharapkan dapat menginformasikan kondisi aksesibilitas anak-anak

usia sekolah perjalanan ke sekolah dasar dan menengah yang bertujuan untuk mengidetifikasi

keberadaan sekolah di tingkat desa yang selanjutnya mempertanyakan jenis moda transportasi

yang digunakan, jarak, waktu perjalanan, dan biaya perjalanan ke sekolah.

Pada bagian pendidikan akan dipertanyakan tentang fasilitas kesehatan yang

mencakup keberadaannya di tingkat desa; kondisi aksesibilitas untuk mencapai fasilitas

tersebut; jenis fasilitas dan jumlah paramedis. Pada sektor perikanan aka dipertanyakan

terkait produksi, produksi dan industri kecil, jenis komoditas yang diproduksi dan jumlah

rumah tangga yang terlibat, jumlah produksi penjualan, dan masalah aksesibilitas yang

dihadapi untuk menjual produk. Identifikasi masalah aksesibilitas mencakup kualitas jalan,

jarak, pengangkutan produk, waktu tempuh dan biaya perjalanan. Pada bagian perikanan juga

dipertanyakan tentang jenis, jumlah, dan kapasitas fasilitas pengolahan hasil.

Pada bagian pasar/pelabuhan didefinisikan sebagai pasar untuk perdagangan

konsumsi barang sehari-hari. Keberadaan pasar sangat penting sehingga perlu dipertanyakan

tentangkeberadaan, lokasi, dan tingkat kesulitan untuk mencapainya. Kualitas jalan, modus

transportasi, jarak, waktu dan biaya akan menjadi komponen yang menentukan aksesibilitas

masyarakat untuk mencapai pasar/pelabuhan.

Laporan Akhir 8-3

Page 4: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Dalam pelaksanaan IRAP di Indonesia pada periode 2003-2004, nilai indikator

dipersempit, yaitu dalam kisaran 1 sampai 3. Kisaran ini berbeda dari yang digunakan dalam

periode dari 2001-2002, yaitu 1 sampai 7. Tujuannya adalah untuk mempermudah proses

perhitungan. Jumlah indikator didefinisikan dari hasil kuesioner, sementara nilai

didefinisikan oleh staf perencana di tingkat kabupaten. Oleh karena itu, nilai indikator akan

seragam untuk semua desa di satu kabupaten. Sementara itu, tidak semua indikator memiliki

kontribusi yang sama penting dalam penentuan kondisi aksesibilitas di desa. Oleh karena itu,

harus ditentukan bobot pada masing-masing indikator, penentuan bobot indikator dalam

periode 2003-2004 tidak akan berubah dibandingkan dengan tahun

Secara teoritis diketahui bahwa kondisi akses memiliki hubungan yang berlawanan

dengan jarak, waktu dan biaya dengan rumus sebagai berikut:

Akses = f (jarak, waktu, biaya) ................................................................... (1)

Masalah akses ini menjadi lebih penting bagi masyarakat terkait dampaknya. Perhitungan

skor aksesibilitas dirumuskan berdasarkan nilai indikator dan bobot indikator rata-rata dari

setiap indikator.

Selanjutnya, langkah terakhir adalah penentuan peringkat prioritas dari masing-masing

desa/kecamatan yang didasarkan dari skor aksesibilitas, dimana semakin tinggi skor

aksesibilitas maka lebih berat masalahnya sehingga maka perlu mendapatkan prioritas untuk

meningkatkan aksesibilitas. Namun, hasil identifikasi tersebut merupakan langkah awal yang

masih harus dikonfirmasi dengan program perencanaan dan kegiatan di desa tersebut karena

pada saat yang sama ketika melakukan survei, perencanaan yang sudah direncanakan terkait

transportasi atau non-transportasi dapat meningkatkan masalah aksesibilitas pada sektor

pendidikan di desa yang satu dibandingkan desa lainnya sehingga peringkat prioritas dapat

berpindah.

8.2. REKAPITULASI NILAI AKSESIBILITAS

8.2.1. Penentuan Prioritas Sektor Kabupaten Kayong Utara

Aksesibilitas adalah tingkat kemudahan atau kesulitan terhadap akses barang dan jasa.

Konsep yang diterapkan pada kegiatan ini adalah aksesibilitas merupakan tingkat kesulitan.

Hal ini berarti semakin tinggi nilai aksesibilitas maka semakin sulit akses terhadap barang

dan jasa, dan sebaliknya semakin rendah nilai aksesibilitas maka semakin mudah akses

Laporan Akhir 8-4

Page 5: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

terhadap barang dan jasa. Rekapitulasi rerata nilai aksesibilitas infrstruktur dasar industri

perikanan dari persepsi nelayan di Kabupaten Kayong Utara diwakili oleh Kecamatan

Sukadana untuk perikanan budidaya dan Kecamatan Pulau Maya untuk perikanan tangkap

seperti tersaji pada tabel 8.1.

Tabel 8.1. Rekapitulasi Rerata Total Nilai Aksesibilitas Di Kabupaten Kayong Utara

Prioritas Uraian Rerata Total Nilai Aksesibilitas1 Listrik 10.96

1.1. Biaya penggunaan 11.261.2. Waktu penggunaan 10.67

2 Jalan dan Jasa Transportasi 8.592.1. Kualitas jalan 11.332.2. Jarak menuju lokasi 10.802.3. Biaya perjalanan menuju lokasi 7.892.4. Waktu perjalanan menuju lokasi 7.293.5. Bagaimana mencapai lokasi 5.61

3 Pasar/Pelabuhan 8.043.1. Jarak 11.823.2. Kualitas jalan menuju pasar 10.003.3. Waktu menuju pasar 7.493.4. Biaya ke pasar 6.863.5. Cara dan waktu menuju pasar 4.06

4 Perikanan 7.284.1. Jumlah fasilitas 10.194.2. Kualitas jalan menuju pelabuhan 10.134.3. Waktu menuju pelabuhan 9.304.4. Biaya menju pelabuhan 7.974.5. Jarak menuju pelabuhan 4.694.6. Tempat menjual hasil 4.504.7. Alat mengangkut hasil 4.22

5 Air 6.935.1. Kualitas air 9.375.2. Waktu menuju sumber 7.475.3. Jarak untuk mengambil air 3.94

6 Pendidikan 6.006.1. Jarak menuju sekolah 9.016.2. Waktu untuk ke sekolah 6.416.3. Biaya untuk ke sekolah 4.486.4. Cara menuju ke sekolah 4.11

7 Kesehatan 5.837.1. Jarak menuju fasilitas 8.627.2. Biaya menuju fasilitas 5.22

Laporan Akhir 8-5

Page 6: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Prioritas Uraian Rerata Total Nilai Aksesibilitas7.3. Waktu menuju fasilitas 4.987.4. Cara menuju fasilitas 4.50

Sumber: analisis primer, 2014

Hasil rekapitulasi rerata total nilai aksesibilitas di Kabupaten Kayong Utara

menunjukkan bahwa listrik menjadi prioritas pertama dalam perbaikan infrastruktur dasar

industri perikanan karena listrik mempunyai manfaat ekonomi, sosial, kultural, dan politik.

Manfaat ekonomi, pembangunan listrik akan memacu pertumbuhan industri, meningkatkan

produksi, dan memperuas jaringan perdagangan. Manfaat sosial, jaringan listrik bukan hanya

menciptakan proses pemenuhan kebutuhan hidup menjadi lebih efektif dan efisien, tetapi juga

memperlebar jaringan sosial. Manfaat politik, pembangunan politik akan memperkuat public

trust sehingga pemerintah dapat optimal melaksanakan perannya sebagai institusi yang

mengatur, melayani, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manfaat kultural,

pembangunan listrik dapat mempertemukan berbagai macam pengetahuan, norma dan nilai

sosial. Namun, kenyataannya infrastruktur listrik selama ini menghadapi persoalan, yaitu

keterbatasan infrastruktur sehingga belum terpenuhinya standar pelaanan minimum dan

terhambatnya peningkatan daya saing ekonomi, pertumbuhan dan intensitas yang masih

tinggi, pembangunan, pengelolaan proses distribusi, retribusi, dan kontrol penggunaan.

Demikian halnya dengan prioritas kedua dalam infrastruktur dasar, yaitu jalan dan

jasa transportasi yang berfungsi melayani mobilitas orang, barang, dan jasa baik lokal,

regional, nasional maupun internasional, serta peranannya sebagai pendukung pembangunan

sektor lainnya. Infrastruktur transportasi merupakan bagian yang amat penting dari

pembangunan daerah khususnya karena merupakan unsur vital dalam kehidupan masyarakat.

Infrastruktur transportasi juga merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk pengangkutan

yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan jalan akan

meminimalkan modal komplementer sehingga proses produksi dan distribusi akan lebih

efisien. Pembangunan prasarana jalan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-

wilayah baru dengan meningkatnya volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk

dan rusak akan menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian

faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.

Transportasi yang meliputi prasarana jalan, transportasi sungai, danau penyeberangan,

laut, dan udara untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat selama ini masih

menghadapi permasalahan, antara lain: (i) Belum tertatanya sistem transportasi yang

Laporan Akhir 8-6

Page 7: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

terkoneksi secara intermoda/multimoda yang mampu menurunkan biaya transportasi; (ii)

Belum memadainya sarana dan prasarana transportasi publik sehingga masyarakat

menggunakan kendaraaan pribadi; (iii) Belum optimalnya penyelenggaraan transportasi

keperintisan untuk memenuhi aksesibilitas masyarakat perdesaan; (iv) Belum optimalnya

pemanfaatan alternatif sumber pendanaan terutama dari perbankan nasional maupun swasta.

Transportasi juga berperan mendukung pembangunan sektor industri, perikanan,

perdagangan, dan pariwisata karena peningkatan kapasitas infrastruktur transportasi dapat

menunjang kawasan industri; dan memperlancar distribusi dan penyediaan jasa tansportasi

untuk mendukung pengembangan industri kecil, industri menengah termasuk industri

kerajinan dan industri rumah tangga agar dapat menunjang pemasarannya. Transportasi dapat

memperlancar distribusi komoditas hasil perikanan ke wilayah pemasaran sehingga dapat

menjamin stabilitas harga dan distribusi perdagangan; menerapkan kebijaksanaan tarif yang

wajar dan terjangkau oleh masyarakat; mengembangkan transportasi ke daerah tujuan wisata

dan mendukung kegiatan kepariwisataan dengan menyediakan sarana transportasi yang

dibutuhkan; dan mendukung perkembangan pariwisata dan perdagangan.

Prioritas ketiga adalah pasar/pelabuhan. Pasar menjadi prioritas selanjutnya dalam

infrastruktur dasar industri perikanan karena pada Kecamatan Sukadana dan Kecamatan

Pulau Maya tida memiliki fasilitas pasar atau depo perikanan bagi nelayan baik budidaya atau

tangkap sehingga hasil perikanan khususnya tangkap dijual ke pelabuhan yang berada di

kecamatan Teluk batang atau pontianak. Sementara lokasi lainnya, jarak, biaya dan waktu

menuju pelabuhan juga menjadi faktor pertimbangan nelayan hasil perikanannya, sedangkan

transportasi publik tidak tersedia.

Selanjutnya, sektor perikanan juga menjadi infrastruktur dasar keempat yang perlu

mendapat prioritas aksesibilitas karena merupakan sektor mata pencaharian utama sebagian

besar penduduk di Kabupaten Kayong Utara. Peran penting infrastruktur tersebut dalam

pengembangan suatu wilayah terutama terletak pada fungsinya sebagai input dalam proses

produksi. Oleh sebab itu, bentuk keberhasilan pembangunan masyarakat pedesaan berada

pada sektor perikanan. Pembangunan sektor perikanan bertujuan untuk meningkatkan

produksi komoditas perikanan, perluasan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan

petani secara khusus dan menunjang pertumbuhan ekonomi masyarakat.

Analisis infrastruktur industri perikanan budidaya umumnya terkait penambahan

lahan, penambahan/perbaikan saluran irigasi, jalan, balai benih, serta penyediaan pakan.

Laporan Akhir 8-7

Page 8: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Sebaran kebutuhan sarana trasnportasi berupa jalan dan penyediaan saluran air adalah

prorporsional dengan penambahan kebutuhan areal lahan budidaya. Perencanaan jaringan

jalan akses yang saling keterkaitan antar pusat-pusat kegiatan, yaitu pusat pemerintahan,

pusat kegiatan ekonomi, sentra produksi perikanan diharapkan dapat mewujudkan interaksi

yang baik pada pusat-pusat kegiatan tersebut.

Penyediaan benih bermutu dalam jumlah yang cukup merupakan salah satu kunci

keberhasilan pencapaian target produksi sehingga peran balai benih ikan tawar sangat

memerlukan penambahan kapasitas pembenihan dengan revitalisasi unit-unit pembenihan

yang sudah ada maupun penambahan unit pembenihan yang baru. Sementara itu, faktor

berikutnya adalah penyediaan pakan ikan karena biaya pakan merupakan salah satu

komponen budidaya yang cukup besar.

Analisis infrastruktur perikanan tangkap menunjukkan sangat ditetukan oleh

penambahan/revitalisasi/optimalisasi pelabuhan perikanan untuk meningkatkan hasil dan

mutu tangkapan. Pelabuhan merupakan interface antara aktivitas perikanan tangap dengan

aktivitas perikanan di darat (pengolahan dan pemasaran) sehingga pelabuhan perikanan

merupakan pusat segala aktivitas yang berhubungan dengan usaha penangkapan ikan dan

usaha pendukung lainnya seperti penyediaan bahan perbekalan, perkapalan, perbengkelan,

pengolahan hasil tangkapan, dan lain-lain.

Prioritas kelima adalah infrastruktur air karena pelaksanaan, pengembangan, dan

pengelolaan sumber daya air tersebut mengalami beberapa kendala/permasalahan yang sangat

kompleks. Secara umum permasalahan-permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan

pemenuhan standar pelayanan minimal dan dukungan terhadap daya saing sektor riil

khususnya perikanan. Air bersih juga merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan

dalam kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas

pembangunan.

Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk mendapatkannya

memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya. Sebagaimana barang ekonomi lainnya,

air mempunyai nilai bagi penggunanya, yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan

untuk penggunaan sumber daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama

manfaat dari tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan

(Briscoe dalam Oktavianus, 2003).

Laporan Akhir 8-8

Page 9: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Permasalahan yang masih dijumpai dalam pengembangan dan pengelolaan sumber

daya air akibat belum terpenuhinya standar pelayanan minimal antara lain: (i) Meningkatnya

kebutuhan air baku sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi yang

tidak disertai dengan meningkatnya pasokan air baku sehingga tingkat layanan air baku

rendah terutama; (ii) Pola pemanfaatan air yang tidak efisien, boros, dan tidak ramah

lingkungan; (iii) Belum optimalnya koordinasi dan fungsi kelembagaan pengelolaan sumber

daya air, (iv) Kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat sebagai salah satu prasyarat

terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan sumber daya air karena masih terbatasnya

kesempatan dan kemampuan.

Prioritas terakhir dalam infrastruktur dasar perikanan adalah sektor pendidikan dan

kesehatan. Infrastruktur pendidikan merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan (rehabilitasi sekolah dasar dan menengah

dan penyediaan meubeler) yang berperan dalam merangsang pertumbuhan ekonomi karena

ketersediaan prasarana pendidikan akan memudahkan masyarakat untuk belajar.

Pembangunan prasarana pendidikan turut akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah

baru dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas masyarakat yang belajar.

Sementara itu, pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan

nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia

secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh,

terpadu, dan terarah. Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta

pelayanan kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau

seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata. Pengembangan

infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas, akan mendorong peningkatan

kualitas sumber daya manusia, yang merupakan faktor input pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan.

Oleh sebab itu, sektor pendidikan dan kesehatan meskipun menjadi prioritas terakhir

tetapi sangat berperan dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia sehingga perlu

menjadi pertimbangan karena beberapa alasan: (i) Jumlah dan tenaga pendidik dibandingkan

dengan jumlah siswa memiliki rasio yang masih dibawah standar nasional; (ii) Kualitas dan

kompentensi tenaga pendidik yang masih perlu ditingkatkan; (iv) Fasilitas infrastruktur yang

perlu ditingkatkan untuk menunjang peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Sementara

itu, beberapa alasan peningkatan infrastruktur dasar sektor kesehatan antara lain: (i) jumlah

Laporan Akhir 8-9

Page 10: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

sarana kesehatan yang masih terbatas dan bahkan tidak tersedia; (ii) Tenaga kesehatan yang

amsih terbatas dan bahkan tidak tersedia untuk melayani masyarakat di Kabupaten Kayong

Utara.

8.2.2. Penentuan Desa dan Sektor Prioritas

Rekapitulasi rerata nilai aksesibilitas infrstruktur dasar industry perikanan di

Kabupaten kayong Utara yang diwakili Kecamatan Sukadana sebagai daerah perikanan

budidaya dan Kecamatan Pulau Maya sebagai daerah perikanan tangkap untuk

mengidentifikasi nilai aksesibilitas masing-masing desa seperti tersaji pada tabel 8.2.

Tabel 8.2. Rekapitulasi Rerata Total Nilai Aksesibilitas Desa

Desa/Kecamatan Sektor Aksesibilitas Rerata Nilai Aksesibilitas

Desa Sedahan Jaya/Kecamatan Sukadana

1. Jalan dan Jasa Transportasi 4,202. Air 6,683. Listrik 7,554. Pendidikan 5,455. Kesehatan 5,056. Perikanan 4,277. Pasar 13,32

Desa Tanjung Satai/Kecamatan Pulau Maya

1. Jalan dan Jasa Transportasi 9,952. Air 7,423. Listrik 11,634. Pendidikan 6,525. Kesehatan 6,536. Perikanan 8,767. Pasar 8,04

Sumber: analisis primer, 2014

Berdasarkan tabel 8.2 terlihat bahwa di Desa Sedahan menunjukkan bahwa

infrastruktur Pasar menjadi prioritas utama untuk penanganan aksesibilitas, diikuti dengan

listrik dan air; sedangkan sektor perikanan tidak menjadi prioritas penanganan utama karena

umumnya perikanan budidaya di Kabupaten Kayong Utara hanya merupakan sebagian kecil

sumber mata pencaharian masyarakat yang umumnya diusahakan bersama dengan padi (mina

padi) dan pada tingkat kabupaten hanya mencapai 4,48% dari keseluhan produksi perikanan

sedangkan 95,52% masih didominasi oleh perikanan tangkap.

Sektor perikanan menjadi sektor prioritas pananganan aksesibilitas ke-3 di Tanjung

Satai; setelah listrik dan jalan transportasi karena sebagaian besar penduduk yang bermata

pencaharian sebagai nelayan adalah perikanan tangkap apalagi Tanjung Satai merupakan

daerah kepulauan dengan sumberdaya perikanan tangkap yang masih besar potensinya namun

Laporan Akhir 8-10

Page 11: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

belum dapat dioptimalkan karena salah satunya keterbatasan saran dan prasarana. Daerah

tersebut hanya memiliki darmaga dan cold-storage, sedangkan pelabuhannya berada di

Kecamatan Teluk Batang sehingga nelayan akan membawa hasil tangkapan nya ke pelabuhan

di Kecmatan Teluk Batang tersebut untuk dijual dan bahkan sampai ke Pontianak.

8.2.3. Penentuan Intervensi Penanganan Sarana Prasarana Aksesibilitas Infrastruktur

Penentuan intervensi yang akan diambil berdasarkan nilai aksesibilitas yang telah

diperoleh dengan memperhatikan nilai aksesibilitas pada sarana dan prasarana infrstruktur

dasar seperti tersaji pada 8.3.

Tabel 8.3. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Rerata Aksesibilitas Sarana dan Prasarana Infrastruktur dasar Desa Di Kabupaten Kayong Utara

Sektor Aksesibilitas Infrastruktur

Sarana dan Prasarana Aksesibilitas Infrastruktur

Nilai Rerata Aksesibilitas DesaSukadana Pulau Maya

1. Jalan dan Jasa Transportasi 4,20 9,95Jarak menuju lokasi 4,00 12,00Kualitas jalan 4,78 13,67Biaya perjalanan menuju lokasi 4,11 8,92Waktu perjalanan menuju lokasi 3,90 8,11Bagaimana mencapai tujuan lokasi 4,22 7,05

2. Air 6,68 7,42Kualitas air 8,41 10,04Jarak untuk mengambil air 7,70 8,28Waktu menuju sumber 3,94 3,94

3. Listrik 7,55 11,43Biaya penggunaan 6,19 12,99Waktu penggunaan 8,91 10,27

4. Perikanan 4,27 8,76Tempat menjual hasil 4,42 8,66Jarak ke pasar - 7,88Jumlah fasilitas - 8,56Kualitas jalan menuju pelabuhan 4,50 9,00Biaya menuju pasar - 11,67Waktu menuju pasar 3,89 11,67Alat mengangkut produksi - 4,22Kapasitas fasilitas - 8,44

5. Pendidikan 5,45 6,52Jarak menuju sekolah 7,42 10,55Biaya untuk ke sekolah 4,11 4,81Waktu untuk ke sekolah 6,16 6,63Cara menuju ke sekolah 4,11 4,11

6. Kesehatan 5,05 6,53Jarak menuju fasilitas 7,10 10,00Biaya menuju fasilitas 4,39 5,97Waktu perjalanan menuju fasilitas 4,22 5,65Cara menuju fasilitas 4,50 4,50

7. Pasar 13,32 8,04Tempat 13,32 -

Laporan Akhir 8-11

Page 12: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Jarak menuju pasar - 11,82Biaya ke pasar - 6,86Waktu menuju pasar - 11,67Cara menuju pasar - 4,06

Berdasarkan tabel 8.3 terlihat bahwa pada Desa Sedahan Jaya menunjukkan bahwa

sarana dan prasarana infrastruktur dasar yang menjadi prioritas utama penanganan

aksesibilitas, antara lain : (i) kualitas jalan dalam jalan dan sarana transportasi; (ii) Kualitas

air dalam sarana dan prasarana air; (iii) Waktu penggunaan dalam sarana dan prasarana

listrik; (iv) Tempat menjual hasil dalam sarana dan prasarana perikanan; (v) Jarak menunju

sekolah dalam sarana dan prasarana pendidikan; (vi) Jarak menunju fasilitas dalam sarana

dan prasarana kesehatan; (vii) Tempat dalam sarana dan prasarana pasar.

Sementara itu, pada Desa Tanjung Satai menunjukkan bahwa sarana dan prasarana

infrastruktur dasar yang menjadi prioritas utama penanganan aksesibilitas, antara lain : (i)

kualitas jalan dalam jalan dan sarana transportasi; (ii) Kualitas air dalam sarana dan prasarana

air; (iii) Biaya penggunaan dalam sarana dan prasarana listrik; (iv) Biaya dan waktu menuju

pasar dalam sarana dan prasarana perikanan; (v) Jarak menunju sekolah dalam sarana dan

prasarana pendidikan; (vi) Jarak menunju fasilitas dalam sarana dan prasarana kesehatan;

(vii) Jarak menuju pasar dalam sarana dan prasarana pasar.

Hasil pengamatan ini juga menunjukkan bahwa tempat, jarak, waktu, dan jumlah

menjadi faktor kunci dalam penanganan prioritas infrastruktur dasar industri perikanan.

8.3. PENANGANAN INFRASTRUKTUR DASAR

Industrialisasi kelautan dan perikanan adalah integrasi sistem produksi hulu dan hilir

untuk meningkatkan skala dan kualitas produksi, produktivitas, daya saing, dan nilai tambah

sumber daya kelautan dan perikanan secara berkelanjutan. Tujuan industrialisasi kelautan dan

perikanan adalah terwujudnya percepatan peningkatan pendapatan pembudidaya, nelayan,

pengolah, pemasar, dan petambak. Oleh sebab itu, industrialisasi kelautan dan perikanan

dalam rencana strategis Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2010-2014 dengan

strategi sebagai berikut: (i) Pengembangan komoditas dan produk unggulan berorientasi

pasar; (ii) Penataan dan pengembangan kawasan dan sentra produksi secara berkelanjutan;

(iii) Pengembangan konektivitas dan infrastruktur; (iv) Pengembangan usaha dan investasi;

(v) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia; (vi)

Laporan Akhir 8-12

Page 13: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Pengendalian mutu dan keamanan produk; dan (vii) Penguatan pengawasan pemanfaatan

sumber daya kelautan dan perikanan.

Selanjutnya, pengembangan konektivitas dan infrastruktur dasar yang termuat dalam

salah satu strategi industri perikanan dan kelautan menjadi fokus kegiatan Infrastruktur Dasar

Industri Perikanan Daerah Tertinggal di Kabupaten Kayong Utara dapat dicapai melalui

strategi sebagai berikut:

(i) Penguatan sistem dan manajemen pelabuhan perikanan;

(ii) Pembangunan dan manajemen infrastruktur dasar dan pelayanan publik terintegrasi;

(iii) Peningkatan dan perluasan hubungan bisnis hulu-hilir, hulu-hulu dan hilir-hilir melalui

jaringan komunikasi; dan

(iv) Pengembangan hubungan geografis antar kawasan melalui pembangunan dan

manajemen infrastruktur dasar pelayanan publik yang terintegrasi.

(v) Peningkatan infrastruktur perikanan tangkap yang diarahkan untuk pembangunan secara

selektif pada lokasi terpilih, misalnya Kecamatan Teluk Batang dan Pulau maya.

(vi) Penyediaan infrastruktur perikanan budidaya dengan memprioritaskan pada perbaikan

atau pembangunan infrastruktur untuk komoditas utama, misalnya lele, nila atau

bandeng.

(vii) Peningkatan infrastruktur pengolahan dengan upaya meningkatkan kecukupan sarana

dan prasarana seperti listrik, air dan jalan.

(viii) Peningkatan infrastruktur pemasaran untuk meningkatkan prasarana pemasarana dalam

negeri dalam bentuk pengembangan depo pemasaran hasil perikanan.

(ix) Pengembangan sistem pemantauan dan pelaporan infrastrukturperikanan yang

mencakup standar satuan atau obyek penilaian kondisi.

Setelah melakukan identifikasi maka perlu dilakukan identifikasi pengelolaan

penanganan/pembangunan, termasuk didalamnya instansi yang akan melakukan penanganan

tersebut.

8.3.1. Langkah-Langkah Penanganan

8.3.1.1. Perencanaan (Planning)

Laporan Akhir 8-13

Page 14: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Perencanaan disusun secara komprehensif dan konsisten serta mengacu kepada

konsep bottom-up planning, dimana keputusan yang diambil didapat dari aspirasi bawah.

Semua masukan perencanaan harus dapat mengakomodasikan aspirasi masyarakat secara

demokratis, melalui keterlibatan berbagai kelembagaan sosial politik dan sosial ekonomi,

perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat yang dapat dilaksanakan melalui forum dialog, dan

hasilnya kemudian dikaji lebih lanjut melalui forum diskusi Pemerintah Daerah dan DPRD.

Proses pemberian masukan dan asistensi dapat dilakukan kepada Pemerintah Pusat yang

berdiri sebagai policy maker dalam lingkup nasional.

8.3.1.2. Pelaksanaan (Execution)

Pelaksanaan pembangunan daerah sebagai upaya penyelesaian permasalahan

ketertinggalan dan keterpencilan didesentralisasikan kepada pemerintah kabupaten/kota

sesuai dengan Undang-Undang nomor 32 tahun 2004. Untuk menunjang upaya Pemerintah

Kabupaten, seluruh potensi masyarakat yang tergabung dalam berbagai kelembagaan di

daerah diharapkan ikut membantu. Hal ini sejalan dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan

dasar masyarakat dan sekaligus sebagai manifestasi penerapan paradigma baru pembangunan

yang berpihak kepada masyarakat.

Dalam paradigma baru yaitu penerapan konsep good governance dalam

pembangunan, masyarakat ditempatkan sebagai pelaku utama dan kesejajaran peran antara

pemerintah, masyarakat dan pelaku bisnis dijunjung tinggi. Dalam rangka mewujudkan

kesejajaran masyarakat, dilakukan pemberdayaan dengan memberikan ruang untuk

meningkatkan partisipasi dalam setiap pengambilan keputusan.

8.3.1.3. Pengendalian/Pengawasan (Monitoring)

Pengendalian / pengawasan pada hakekatnya akan, perlu dan harus dilakukan oleh

setiap penyandang dana dalam kegiatan pembangunan. Dalam hal ini, selayaknya

pengendalian dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Internal Pemerintah

Kabupaten itu sendiri. Bahkan dalam era transparansi ini, masyarakat dan pihak swasta juga

dapat terlibat dalam pengendalian pembangunan. Pemerintah Kabupaten dengan DPRD

setempat dapat menyiapkan wadah bagi masyarakat dan pihak swasta untuk dapat

memberikan masukan/informasi hasil pengawasan, agar dapat ditindaklanjuti oleh

pemerintah. Pemberian sanksi bagi aparat/lembaga yang melakukan kesalahan menjadi syarat

Laporan Akhir 8-14

Page 15: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

mutlak berfungsinya pengawasan. Pengendalian pembangunan diajukan pada penilaian

pencapaian sasaran fungsional dari suatu program/kegiatan/proyek sehingga diharapkan dari

setiap pembangunan dapat diketahui hasil dan manfaatnya.

8.3.1.4. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi pelaksanaan pembangunan merupakan usaha yang dilakukan dalam rangka

mengukur dan menilai kinerja pembangunan seta merekomendasikan bahan masukan bagi

penyusunan rencana kebijakan pembangunan selanjutnya. Pada hakekatnya evaluasi berjalan

beriringan dengan kegiatan monitoring (Monev-Monitoring Evaluation). Sehingga pada

dasarnya seperti juga pada monitoring, evaluasi seharusnya dilakukan oleh setiap penyandang

dana pembangunan. Terutama untuk program pembangunan yang berkelanjutan dan

berjangka panjang, evaluasi memiliki arti strategis untuk mereview arah, manfaat dan

pencapaian hasil yang telah dilaksanakan.

Dalam paradigma baru, evaluasi pelaksanaan pembangunan dapat dilakukan oleh

pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Kehadiran berbagai potensi kelembagaan di

luar birokrasi pemerintah dapat dipesankan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program

pembangunan dengan difasilitasi oleh instansi pemerintah.

8.3.2. Kerangka Strategi Pembangunan Infrastruktur

8.3.2.1. Penataan Ruang Berkualitas

Konsep penataan ruang yang berwawasan lingkungan bertujuan untuk menciptakan

ruang yang berkualitas dan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat maupun sektoral

dengan memperhatikan 2 (dua) dimensi penting, yaitu: (i) Skala kewilayahan; (ii) Skala

komunitas. Skala kewilayahan terkait dengan pemanfaatan ruang menurut daya dukung dan

daya tampung. Mengingat bahwa, perkembangan jumlah penduduk akan membawa

konsekuensi terhadap peningkatan kebutuhan akan sumber daya alam dan energi untuk

menopang keberlanjutan kehidupan.

Ppenataan ruang perlu memperhatikan kapasitas daya dukung dan daya tampung

lahan, apakah ruang yang direncanakan mampu untuk mendukung keberlanjutan dari

kehidupan manusia dan makhluk hidup yang lain dalam jangka panjang. Kemampuan daya

dukung lahan akan direpresentasikan dari sumber-sumber daya alam yang akan dimanfaatkan

Laporan Akhir 8-15

Page 16: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

untuk menopang kehidupan makhluk hidup yang tinggal di atas lahan tersebut. Di samping

itu, dari sisi dimensi ruang, apakah ruang yang direncanakan tersebut mampu untuk

memberikan ruang gerak/mobilitas manusia (termasuk barang dan jasa) yang hidup di atas

lahan tersebut selama beberapa tahun perencanaan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa

seluruh aktivitas yang membutuhkan mobilitas yang akan berlangsung di atas lahan tersebut

dalam jangka waktu lama, dapat terakomodir.

Dimensi kedua adalah skala komunitas, yaitu penataan ruang harus memperhatikan

karakteristik sosial-budaya masyarakat yang akan menempati lahan tersebut. Karakter

masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan guna lahan yang di tempatinya. Oleh karena

itu, dalam penataan ruang perlu memperhatikan sifat komunitas yang akan ditempatkan

dalam lahan tersebut.

Dengan memperhatikan dua dimensi penting di atas (skala kewilayahan dan skala

komunitas), penataan ruang diharapkan dapat mewujudkan tatanan kehidupan yang seimbang

dan harmonis, sehingga dengan demikian penataan ruang yang berwawasan lingkungan

diharapkan mampu mendukung terealisasinya goal pembangunan nasional, yaitu

pembangunan yang pro-poor, pro-growth, dan pro-environment.

8.3.2.2. Penguatan Kapasitas Instansi Daerah

Strategi kedua adalah penguatan kapasitas instansi di daerah dalam penyelenggaraan

infrastruktur untuk memastikan bahwa setiap daerah memiliki pemahaman/kompetensi yang

memadai untuk mendukung terciptanya pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada

peningkatan kualitas lingkungan. Pemahaman atau kompetensi yang dibutuhkan tersebut

sangat terkait dengan kualitas sumber daya manusia sebagai aparat pemerintah yang memiliki

tugas dan kewenangan dalam menciptakan pembangunan infrastruktur yang berwawasan

lingkungan. Oleh karena itu penting kiranya memberikan pemahaman yang benar mengenai

proses pembangunan infrastruktur dari tahap perencanaan hingga operasional.

Adanya kualitas sumberdaya manusia yang memadai dalam penyelenggaraan

infrastruktur untuk meningkatkan kualitas lingkungan erat kaitanya dengan proses

perencanan penataan ruang, sebagaimana telah diamanatkan dalam UU No. 26 tahun 2007

tentang Penataan Ruang, dimana dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan pemanfaatan

Laporan Akhir 8-16

Page 17: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, maka Pemerintah dan pemerintah

daerah dapat memberikan insentif dan/atau disinsentif.

Kebijakan insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan atau

kompensasi terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, misalnya

berupa: keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan

urun saham; pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kemudahan prosedur perizinan; dan

pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. Sementara

itu, kebijakan disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,

atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, misalnya berupa:

pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk

mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan pembatasan penyediaan

infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.

Kebijakan insentif dan disinsentif dalam pembangunan infrastruktur sebagaimana

dijelaskan di atas ditujukan untuk menciptakan lingkungan yang lebih berkualitas, atau

memberikan kemanfaatan bagi masyarakat secara luas. Di samping itu, kebijakan insentif dan

disinsentif ini merupakan wujud konkret penegakan fungsi good governance dalam

penyelenggaraan infrastruktur yang berwawasan lingkungan.

Namun, masalah pokok yang seringkali menjadi kendala bagi pemerintah daerah,

yaitu mekanisme pengawasan dan pengendalian terhadap proses pembangunan di segala

sektor. Masih lemahnya pengawasan di daerah menjadi salah satu penyebab terjadinya

pergeseran dalam peruntukkan ruang. Kasus-kasus berkembangnya pemanfaatan ruang yang

tidak sesuai dengan peruntukkannya, merupakan bukti dari lemahnya mekanisme

pengawasan di daerah, terutama dalam hal pemberian ijin pembangunan fisik infrastruktur.

Untuk itu, mekanisme pengawasan perlu diperketat dan ditingkatkan.

Di samping itu, dalam rangka proses penyelesaian/legalisasi perencanaan tata ruang

wilayah (RTRW) baik di setiap provinsi maupun kabupaten/kota dalam bentuk Peraturan

Daerah (Perda), maka strategi yang kiranya dapat dilakukan oleh pemerintah adalah

dukungan finansial untuk menuju ke proses tersebut. Dukungan finansial tersebut dapat

ditempuh melalui intervensi fiskal berupa Dana Alokasi Khusus, mengingat hal ini dapat

dipandang sebagai salah satu program Pemerintah yang perlu mendapat prioritas. Dengan

demikian, proses penyelesaian legalisasi Perda Tata Ruang di tiap Wilayah Provinsi atau

kabupaten/kota dapat terwujud.

Laporan Akhir 8-17

Page 18: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

Keterlibatan masyarakat juga menjadi bagian penting dalam mekanisme pengawasan.

Strategi ini dapat menjadi salah satu strategi yang efektif untuk mendukung upaya

mewujudkan lingkungan yang berkualitas. Masyarakat perlu diberikan ruang atau saluran

untuk menyampaikan aspirasi dan inisiatifnya guna mendukung langkah-langkah pemerintah

dalam menciptakan lingkungan yang berkualitas.

8.3.2.3. Penguatan Kerjasama Antar Sektor Terkait

Kerjasama berbagai stakeholders diperlukan untuk mewujudkan sinergisme dalam

implementasinya. Prinsip kerjasama yang dibangun adalah kerjasama yang saling

memberikan manfaat/keuntungan. Manfaat yang dimaksudkan dalam hal ini adalah

terciptanya kualitas lingkungan hidup melalui pembangunan infrastruktur. Oleh sebab itu,

perlu kerjasama antara pihak-pihak yang terkait tersaji pada tabel 8.4.

Tabel 8.4. Dukungan Lintas Sektor Penyediaan Sarana dan Prasarana Perikanan

No. Dukungan Kegiatan Instansi Terkait1. Penyediaan sarana air bersih

Pekerjaan Umum

Energi dan Sumberdaya Mineral

Kesehatan

Pendidikan dan Kebudayaan

2. Pembangunan saluran irigasi untuk budidaya perikanan

3. Penyediaan jaringan listrik4. Pembangunan akses jalan dan jalan lingkungan

5. Penyediaan BBM perikanan dan pasokan untuk SPDN

6. Penyediaan sarana, prasarana, dan layanan kesehatan

7. Penyediaan sarana, prasarana, dan layanan pendidikan

Sumber: analisis data primer dan sekunder, 2014

8.3.2.4. Penguatan Kapasitas Pendanaan

Menurut UU no. 32 tahun 2009 dinyatakan secara tegas bahwa, evaluasi secara

holistik terhadap dampak yang diperkirakan akan terjadi, dimana hal tersebut telah dikaji

dalam dokumen AMDAL belum dapat berjalan secara efektif karena kelemahannya terkait

pengawasan. Di sisi lain, dokumen AMDAL mewajibkan adanya kegiatan rencana

pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atau yang disebut RKL dan RPL. Kegiatan ini

belum sepenuhnya dapat dijalankan mengingat keterbatasan sumber daya (SDM dan

Laporan Akhir 8-18

Page 19: Bab 8 Ikan Kayong

Identifikasi dan Pengembangan Infrastruktur Dasar Industri Perikanan daerah tertinggal Kabupaten Kayong Utara

finansial). Kasus-kasus yang terjadi di daerah mencerminkan masih minimnya dukungan

sumber daya yang dimiliki untuk dapat menjalankan kegiatan RKL dan RPL tersebut.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa di dalam UU 32 tahun 2009

dinyatakan bahwa setiap Pemegang izin lingkungan yang diwajibkan untuk memiliki

AMDAL maupun UKL/UPL, wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi

lingkungan hidup, bilamana pada suatu ketika terjadi adanya gangguan terhadap fungsi-

fungsi lingkungan, seperti pencemaran, polusi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hal ini

menjadi cukup krusial bagi daerah-daerah yang tidak memiliki kapasitas dalam hal

pendanaan untuk menjamin upaya pemulihan fungsi lingkungan hidup bagi proyek-proyek

pembangunan fisik yang berskala besar yang jika tidak dilakukan pengawasan secara ketat

akan menimbulkan dampak negatif dan dapat mengganggu fungsi-fungsi lingkungan hidup.

Laporan Akhir 8-19