Bab 5 Rispk Pga
-
Upload
agus-taruna -
Category
Documents
-
view
179 -
download
36
Transcript of Bab 5 Rispk Pga
Halaman V-1
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
BAB BAB VV
KONSEP DASAR SISTEM KONSEP DASAR SISTEM PROTEKSI KEBAKARANPROTEKSI KEBAKARAN
5.1 KONSEP RENCANA SISTEM PENANGULANGAN KEBAKARAN KOTA
5.1.1 Pencegahan
Konsep manajemen dalam pencegahan kebakaran adalah pada pemberian
pelayanan untuk mengantisipasi ancaman bahaya kebakaran dalam bentuk :
a. Pencegahan dalam arti penyiagaan keandalan bangunan dan lingkungan
terhadap bahaya kebakaran dalam bentuk kegiatan:
1) Pemeriksaan desain bangunan dan lingkungan khususnya peralatan
proteksi kebakaran (antara lain: alat pemadam api ringan, alarm
kebakaran, hidran gedung, sprinkler), sumber air pemadam, jalur
evakuasi, dan akses untuk pemadam kebakaran, termasuk untuk
ambulan,
2) Pemeriksaan berkala dalam rangka menjamin kesiagaan manajemen
terhadap penanggulangan bahaya kebakaran bangunan dan
lingkungan (tingkat keandalan peralatan dan kesiagaan tenaga),
3) Pengawasan dan pengendalian bahan yang mudah terbakar,
4) Hasil penilaian atas butir 1), 2), dan 3) di atas bila memenuhi
persyaratan diberikan dalam bentuk rekomendasi atau perizinan.
b. Pencegahan dalam arti penyiagaan unit kerja penanggulangan kebakaran
diantaranya meliputi :
1) Pendataan daerah rawan kebakaran,
2) Penyusunan ”Prefire Plan”, yakni penyusunan rencana untuk mengkaji
dan mengembangkan strategi dan taktik yang tepat untuk setiap
Halaman V-2
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
bangunan atau lingkungan yang mempunyai potensi kebakaran tinggi
dan vital,
3) Penyiapan dan penyiagaan tenaga pemadam dan penyelamat,
peralatan teknis operasional, bahan pemadam, serta informasi
lapangan,
4) Pembinaan SATLAKAR,
5) Pembinaan kepada pengelola bangunan dan lingkungan, dalam
bentuk penyuluhan dan pelatihan.
5.1.2 Pemadamam
Konsep manajemen dalam pemadaman kebakaran adalah pemberian
pelayanan secara cepat, akurat dan efisien mulai dari informasi kebakaran
diterima sampai api padam, kegiatannya berupa:
a. Penerapan prefire plan yang telah disusun dan disimulasikan terhadap
kejadian yang sebenarnya sesuai dengan strategi dan taktik yang harus
digunakan.
b. Menjalankan seluruh fungsi-fungsi pendukung yang diperlukan seperti :
1) Memudahkan jalur pencapaian lokasi kebakaran melalui koordinasi
dengan Polisi Lalu Lintas dan DLLAJR,
2) Mengamankan lokasi kebakaran (oleh polisi atau hansip),
3) Memperbesar debit suplai air, melalui koordinasi dengan PDAM,
4) Mematikan listrik di sekitar lokasi, melalui koordinasi dengan PLN,
5) Menginformasikan Rumah Sakit (118), agar menyiapkan Ambulan
untuk mengangkut korban dari lokasi kebakaran ke Rumah Sakit,
6) Mengatur/mengamankan jalur komunikasi radio (ORARI),
7) Meminta bantuan unit pemadam lainnya (baik dari pihak swasta
maupun dari luar kota/kabupaten) bila diperlukan,
c. Fungsi pemadaman pada Daerah yang tidak tercakup oleh layanan
instansi pemadam kebakaran dapat dilaksanakan oleh
Masyarakat/Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR) yang telah dibentuk,
Halaman V-3
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
d. Pelaksanaan tugas bantuan pemadaman kebakaran sesuai dengan
permintaan dari Daerah yang bersebelahan, perlu didukung dengan
adanya naskah kesepakatan bersama di antara dua atau lebih wilayah
Kabupaten/Kota dalam bentuk (Memorandum Of Understanding/MOU).
5.1.3 Penyelamatan
Konsep manajemen dalam penyelamatan (rescue) adalah pemberian pelayanan
untuk memperkecil korban dan kerugian harta benda akibat kebakaran dan
bencana lainnya, dalam bentuk :
a. Pelayanan evakuasi dan pertolongan pertama dari tempat kejadian,
b. Bekerjasama dengan instansi terkait untuk melakukan pertolongan.
Fungsi penyelamatan (rescue) pada Daerah yang tidak ada instansi pemadam
kebakaran dapat dilaksanakan oleh Masyarakat/Satuan Relawan Kebakaran
(SATLAKAR) yang telah dibentuk.
Setiap pelaksanaan kegiatan tersebut di atas tertuju pada sasaran yaitu
mempersiapkan penduduk, petugas termasuk tim medis serta instansi terkait,
dan peralatannya untuk mencapai basis penyelamatan kebakaran yaitu:
memindahkan orang dari lokasi bencana ke tempat yang aman, mencegah
timbulnya kebakaran, mengurangi kerugian harta benda dan jiwa pada saat
kebakaran dan bencana lain, melokalisasi penjalaran api dan memadamkan
kebakaran.
5.1.4 Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan masyarakat minimal adalah melakukan penyuluhan dan
pelatihan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan partisipasi dan
kepedulian masyarakat dalam mengatasi ancaman bahaya kebakaran.
Program pelatihana satuan relawan di tiap kelurahan yang beranggota 50 orang
yang dilatih dan diajarkan pelatihan dasar untuk menghadapi situasi saat terjadi
kebakaran.
Halaman V-4
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
5.2 KRITERIA PENYUSUNAN KOMPONEN DASAR PENANGGULANGAN KEBAKARAN
5.2.1. Kriteria Teknis
Kriteria teknis untuk penyusunan komponen dasar penanggulangan kebakaran
adalah sebagai berikut :
a. Untuk menunjang terciptanya unsur keamanan terhadap bahaya
kebakaran pada suatu kota maka setiap kota perlu menyusun Rencana
Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK).
b. Perencanaan yang komprehensif untuk RISPK didasarkan atas penentuan
persyaratan kebutuhan air untuk melindungi wilayah atau daerah yang
perlu dilindungi melalui penerapan Wilayah-wilayah Manajemen
Kebakaran (WMK).
c. Kebutuhan air untuk setiap WMK ditentukan dengan analisa resiko
kebakaran dengan memperhitungkan potensi bahaya kebakaran yang
terdapat dalam WMK, yang dinyatakan dalam volume bangunan yang
terkena kebakaran, kelas bahaya hunian, kelas konstruksi bangunan dan
faktor bahaya kebakaran.
d. Dari kebutuhan air total yang dibutuhkan pada setiap WMK, serta dengan
memperhitungkan laju pengeluaran air (delivery rate) dan laju penerapan
air efektif (application rate) untuk pemadaman kebakaran, maka dapat
ditentukan kebutuhan pos atau stasiun kebakaran yang memadai,
termasuk sarana hidran, mobil tangki dan titik-titik pengisapan air yang
diperlukan untuk menjamin efektifitas pemadaman kebakaran. Dari
volume kebutuhan ini, maka dapat direncanakan jumlah dan kualifikasi
personil, sarana, peralatan dan kelengkapan penunjang lainnya.
e. Selain untuk panduan perencanaan dan evaluasi kondisi yang ada, RISPK
dapat pula digunakan sebagai perencanaan jangka panjang serta sebagai
masukan bagi pertimbangan untuk penyelenggaraan pelatihan.
f. Untuk lingkungan atau gugus bangunan yang berada dalam kelompok
beberapa kepemilikan tertentu harus dianggap sebagai satu WMK
tersendiri dan berlaku ketentuan-ketentuan bagi WMK.
Halaman V-5
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
Kesimpulan :
Perencanaan sistem proteksi kebakaran di perkotaan (RISPK) didasarkan kepada
penentuan Wilayah Manajemen Kebakaran. Perencanaan harus dimulai dengan
evaluasi terhadap tingkat resiko kebakaran dalam suatu WMK oleh instansi kebakaran
setempat. Unsur utama yang penting dalam perencanaan ini adalah penentuan
penyediaan air untuk pemadaman kebakaran di setiap WMK.
Manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan adalah segala upaya yang
menyangkut sistem organisasi, personel, sarana dan prasarana, serta tata laksana
untuk mencegah, mengeliminasi serta meminimasi dampak kebakaran di bangunan,
lingkungan dan kota.
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK) dilakukan pada daerah perkotaan
yang belum mempunyai RISPK sendiri. Jangka waktu rencana menengah adalah 1 – 5
tahun dan jangka panjang sampai dengan 20 tahun.
5.2.2 Kriteria Penyusunan Konsep Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran Kota
a. Pencegahan
1. Kesiapan bangunan dan lingkungannya terhadap ancaman bahaya
kebakaran dilakukan dengan melengkapi peralatan pencegahan dan
penanggulangan kebakaran.
2. Setiap perencana bangunan dan lingkungan sejak awal, harus sudah
memperhatikan sistem proteksi kebakaran baik aktif maupun pasif.
3. Dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatan suatu bangunan kecuali
untuk bangunan rumah tinggal tidak bertingkat, harus mendapat
rekomendasi dari instansi pemadam kebakaran, khususnya menyangkut
akses mobil dan ambulans kebakaran sesuai jalan keluar untuk
penyelamatan pada sistem proteksi kebakaran.
4. Dalam perencanaan lingkungan harus mengikuti ketentuan persyaratan
teknis tata bangunan dan lingkungan (urban design guidelines).
5. Dalam rangka mengantisipasi perkembangan teknologi, instansi kebakaran
dalam pelaksanaan tugasnya dapat membentuk tim ahli di bidang
kebakaran.
Halaman V-6
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
6. Rekomendasi sesuai pada butir 5 di atas, sekurang-kurangnya berisi
rencana darurat pemadam kebakaran (fire emergency plan).
7. Prasarana dan sarana penanggulangan kebakaran yang disediakan untuk
melindungi WMK harus dirawat dan dipelihara secara berkala, termasuk
penjadwalan penggantian sarana dan komponennya (apparatus
replacement schedule).
b. Pengenalan Kelas-Kelas Kebakaran
Kebakaran di Indonesia dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
Kelas A
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda padat,
misalnya kertas, kayu, plastik, karet, busa dan lain-
lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas ini
berupa: air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat
Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung kimia kering.
Kelas B
Kebakaran yang disebabkan oleh benda-benda
mudah terbakar berupa cairan, misalnya bensin,
solar, minyak tanah, spirtus, alkohol dan lain-
lainnya. Media pemadaman kebakaran untuk kelas
ini berupa: pasir dan Alat Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api
tepung kimia kering. Dilarang memakai air untuk jenis ini karena berat
jenis air lebih berat dari pada berat jenis bahan di atas sehingga bila kita
menggunakan air maka kebakaran akan melebar kemana-mana.
Kelas C
Kebakaran yang disebabkan oleh listrik. Media
pemadaman kebakaran untuk kelas ini berupa: Alat
Pemadam Kebakaran (APAR) atau racun api tepung
kimia kering. Matikan dulu sumber listrik agar kita
aman dalam memadamkan kebakaran
c. Peralatan Pencegahan Kebakaran
Halaman V-7
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
1) APAR/Fire Extinguishers/Racun Api
Peralatan ini merupakan peralatan reaksi cepat yang multi guna
karena dapat dipakai untuk jenis kebakaran A,B dan C. Peralatan ini
mempunyai berbagai ukuran beratnya, sehingga dapat ditempatkan
sesuai dengan besar-kecilnya resiko kebakaran yang mungkin timbul
dari daerah tersebut, misalnya tempat penimbunan bahan bakar
terasa tidak rasional bila di tempat tersebut kita tempatkan racun api
dengan ukuran 1,2 Kg dengan jumlah satu tabung. Bahan yang ada
dalam tabung pemadam api tersebut ada yang dari bahan kinia
kering, foam/busa dan CO2, untuk Halon tidak diperkenankan dipakai
di Indonesia.
2) Hydran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran
kota, sesuai namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung,
untuk hydran halaman ditempatkan di halaman, sedangkan hydran
kota biasanya ditempatkan pada beberapa titik yang memungkinkan
Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
3) Detektor Asap/Smoke Detector
Peralatan yang memungkinkan secara otomatis akan
memberitahukan kepada setiap orang apabila ada asap pada suatu
daerah maka alat ini akan berbunyi, khusus untuk pemakaian dalam
gedung.
4) Fire Alarm
Peralatan yang dipergunakan untuk memberitahukan kepada setiap
orang akan adanya bahaya kebakaran pada suatu tempat.
5) Sprinkler
Peralatan yang dipergunakan khusus dalam gedung, yang akan
memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada
suatu suhu tertentu pada daerah di mana ada sprinkler tersebut.
d. Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Tinggi
Halaman V-8
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
Setelah kita mengetahui pengklasifikasian, prinsip pemadaman dan
perlengkapan pemadaman suatu kebakaran maka kita harus bisa mengelola
kesemuanya itu menjadi suatu sistem manajemen /pengelolaan pencegahan
bahaya kebakaran.
Sebagai contoh kita ambil dari pengelolaan pencegahan kebakaran pada
bangunan tinggi, sebagai berikut :
1) Identifikasi bahaya yang dapat mengakibatkan kebakaran pada
gedung itu.
- Bahan Mudah Terbakar, seperti karpet, kertas, karet, dan lain-
lain
- Sumber Panas, seperti Listrik, Listrik statis, nyala api rokok dan
lain-lain
2) Penilaian Resiko
Resiko tinggi karena merupakan bangunan tinggi yang banyak orang
3) Monitoring
Inspeksi Listrik, Inspeksi Bangunan, Inspeksi Peralatan Pemadam
Kebakaran, Training, Fire Drill/ Latihan Kebakaran dan lain-lain
4) Recovery/Pemulihan
Emergency Response Plan/Rencana Tindakan Tanggap Darurat, P3K,
Prosedur-Prosedur, dan lain-lain.
5.1.4.1 Pemadaman dan Penyelamatan
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang
tidak kita hendaki, merugikan dan pada umumnya sukar dikendalikan. Api
terjadi karena persenyawaan dari:
- Sumber panas, seperti energi elektron (listrik statis atau dinamis), sinar
matahari, reaksi kimia dan perubahan kimia.
Halaman V-9
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
- Benda mudah terbakar, seperti bahan-bahan kimia, bahan bakar, kayu,
plastik dan sebagainya.
- Oksigen (tersedia di udara)
Apabila ketiganya bersenyawa maka akan terjadi api. Dalam pencegahan
terjadinya kebakaran kita harus bisa mengontrol Sumber panas dan Benda
mudah terbakar, misalnya: Dilarang Merokok ketika Sedang Melakukan
Pengisian Bahan Bakar, Pemasangan Tanda-Tanda Peringatan, dan
sebagainya.
Apabila sudah terjadi kebakaran maka langkah kita adalah menghilangkan
adanya Oksigen dalam kebakaran tersebut. Contoh mudahnya seperti ketika
kita menghidupkan lilin, lalu coba kita tutup dengan gelas maka api pada lilin
tersebut akan mati karena oksigen yang berada di luar gelas tidak dapat
masuk dan oksigen yang berada dalam gelas berubah menjadi Karbon
Dioksida (CO2) yang mematikan api. Ketika kita memadamkan kebakaran
dengan mengunakan APAR, karung goni yang basah dan pasir yang terjadi
adalah kita mengisolasi adanya oksigen dalam api tersebut asal semua
permukaan api tertutupi oleh ketiga media pemadaman tersebut dan api akan
mati seperti lilin yang kita tutup memakai gelas tadi. Bila kita menggunakan
air sebagai media pemadaman maka terjadi reaksi pendinginan panas dan
isolasi oksigen dari kebakaran tersebut.
Prinsip-prinsip pemadaman kebakaran:
1. Tindakan Pemadaman dan Penyelamatan meliputi:
- Penyelamatan/pertolongan jiwa dan harta benda,
- Pengendalian penjalaran api,
- Pencarian sumber api,
- Pemadaman api.
2. Rencana Operasi Pemadaman dan Penyelamatan (Rescue).
- Rencana operasi merupakan skenario yang disusun secara garis
besar dan menggambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan bila
terjadi kebakaran pada suatu bangunan atau lingkungan.
Halaman V-10
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
- Rencana operasi harus dibuat dalam bentuk yang fleksibel agar
memungkinkan petugas pemadam kebakaran melakukan
penyesuaian pada saat beroperasi.
- Rencana operasi harus dibuat untuk bangunan vital, dan beresiko
tinggi.
- Rencana operasi berisi:
a) Informasi bangunan dan/atau lingkungan yang berupa
gambar denah bangunan;
b) Informasi sumber daya yang ada (SDM, dan P/S kota);
c) Fungsi perintah dan pembagian tanggung jawab semua
regu atau unit yang terlibat;
d) Keselamatan Operasi;
e) Panduan yang menggambarkan prioritas taktik dan
hubungan fungsi yang saling mendukung;
f) Penempatan regu atau unit, logistik, dan pusat komando;
g) Hubungan dengan instansi terkait.
Rencana operasi harus diuji coba secara periodik dengan melibatkan
instansi terkait.
3. Pelaksanaan Operasi Pemadaman dan Penyelamatan (Rescue) meliputi
kegiatan:
- Tindakan awal kebakaran dan operasi pemadaman kebakaran
Tindakan awal kebakaran merupakan upaya yang dilakukan oleh
penghuni pada saat mulai terjadi kebakaran dengan maksud untuk
mengurangi kerugian yang timbul, ini meliputi:
a) Menginformasikan kepada seluruh penghuni akan adanya
kebakaran;
b) Membantu mengevakuasi penghuni;
c) Melakukan tindakan pemadaman kebakaran;
Halaman V-11
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
d) Memberitahukan kepada Instansi Kebakaran, PLN, dan
Polisi adanya kebakaran.
- Operasi Pemadaman
a) Operasi pemadaman dan penyelamatan merupakan
pelaksanaan rencana operasi yang telah disiapkan;
b) Komandan operasi pemadaman bertanggung jawab atas
keselamatan anggotanya dalam suatu operasi;
c) Operasi pemadaman mencakup tindakan size up, locate,
confine, dan extinguish. Tindakan size up adalah menaksir
besarnya kebakaran saat operasi pemadaman berlangsung,
tindakan locate ialah melokalisasikan api agar jangan
menjalar ke berbagai tempat, tindakan confine adalah
mencari sumber api saat tindakan operasi pemadaman,
sedangkan tindakan extinguish melakukan tindak
pemadaman api;
d) Dalam rangka melakukan operasi pemadaman diperlukan
strategi, dan taktik.
Yang dimaksud dengan strategi pemadaman dan penyelamatan adalah:
(1) Strategi pemadaman bukan suatu yang statis dan dapat dimodifikasi
sesuai keadaan yang terjadi,
(2) Strategi pemadaman dan penyelamatan adalah pengembangan dari
rencana operasi yang ada untuk menghadapi situasi secara efektif,
(3) Perumusan strategi merupakan tanggung jawab komandan operasi
pemadaman,
(4) Faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi
adalah:
i. Pasokan air cukup banyak dan berkelanjutan,
ii. Mengetahui secara pasti kemampuan peralatan dan personil
yang ada,
Halaman V-12
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
iii. Pendistribusian dan penempatan peralatan dan personil yang
efisien sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
Yang dimaksud dengan taktik pemadaman dan penyelamatan adalah:
(1) Taktik adalah metoda untuk mengiplementasi-kan rencana strategi
yang dibuat untuk melaksanakan pemadaman dan penyelamatan;
(2) Taktik akan menentukan peralatan, lokasi, tugas dan personil secara
spesifik;
(3) Taktik dapat dijabarkan dalam fungsi-fungsi taktis yaitu
penyelamatan jiwa, mengurangi kerugian harta benda (proteksi
eksposur), mengendalikan perambatan api (confinement),
pemadaman, ventilasi, dan overhaul;
(4) Penyelamatan jiwa merupakan pertimbangan pertama pada setiap
kejadian kebakaran dengan cara menjaga agar api tetap jauh dari
korban dan semua penghuni yang terancam harus segera dapat
ditemukan. Faktor penentu atas keberhasilan operasi ini yaitu:
i. Informasi keberadaan dan jumlah korban di lokasi,
ii. Jenis hunian,
iii. Ketinggian bangunan.
5.1.4.2 Pemberdayaan Masyarakat
A. Satuan Relawan Kebakaran (SATLAKAR)
1) Pemberlakuan SATLAKAR atau BALAKAR
SATLAKAR merupakan wadah partisipasi dan rasa tanggung jawab masyarakat
dalam rangka mengatasi ancaman bahaya kebakaran. SATLAKAR menjadi
bagian dari pelayanan pemadaman kebakaran. SATLAKAR sekurang-kurangnya
diberlakukan pada suatu lingkungan padat hunian, rumah susun, dan pasar.
2) Organisasi SATLAKAR
Pembentukan organisasi SATLAKAR sepenuhnya atas inisiatif masyarakat.
Halaman V-13
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
3) Tugas dan Fungsi SATLAKAR
SATLAKAR mempunyai tugas membantu masyarakat dalam upaya menjaga
bangunan, penghuni, harta, dan lingkungannya serta memberikan informasi
kejadian kebakaran kepada Instansi Pemadam Kebakaran.
Fungsi SATLAKAR melakukan pemadaman dini sebelum Instansi Pemadam
Kebakaran datang ke tempat terjadinya kebakaran.
4) Peralatan Pemadaman
Peralatan baku pemadaman yang wajib dipergunakan oleh SATLAKAR adalah:
pompa jinjing ringan, alat pemadam api ringan (APAR), ember, pasir, goni
basah, dan gaetan.
5) Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) SATLAKAR
Diklat SATLAKAR merupakan kewajiban Pemerintah Daerah, termasuk resiko
selama menjalani kegiatan Diklat.
6) Pembinaan SATLAKAR
Pembinaan personel SATLAKAR menjadi tanggung jawab Lurah, sedangkan
pembinaan kemampuan teknis pemadaman kebakaran ditangani oleh
Pemerintah Daerah dan atau oleh Instansi Pemadam Kebakaran.
Lurah selaku Pembina SATLAKAR mendorong berfungsinya SATLAKAR di
wilayah kelurahan masing-masing, melalui program kegiatan :
a. Membantu terselenggaranya program pendidikan dan latihan anggota
SATLAKAR untuk meningkatkan ketrampilan anggota SATLAKAR;
b. Memberi pengarahan, pertimbangan dan jadwal dalam hal pelaksanaan
tugas SATLAKAR;
c. Mengawasi kegiatan SATLAKAR di wilayah kelurahan masing-masing dalam
pelaksanaan tugas;
d. Menyusun program kerja tahunan dan lima tahunan;
e. Memberikan rekomendasi atas pembentukan unit-unit SATLAKAR pada
satuan RW.
Halaman V-14
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
B. Masyarakat Profesi dan Forum Komunikasi
1. Masyarakat profesi adalah orang perorangan dan atau badan yang
mempunyai profesi terkait, dalam hal ini yang berhubungan dengan disiplin
pencegahan dan penanggulangan kebakaran.
2. Forum komunikasi adalah forum yang terdiri dari anggota yang berasal dari
asosiasi profesi dan tokoh masyarakat.
3. Peran Masyarakat Profesi dan Forum Komunikasi, meliputi :
a. Dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran perlu
mengikutsertakan pihak swasta, dalam hal ini masyarakat profesi dan
atau forum komunikasi.
b. Kontribusi masyarakat profesi yaitu dalam bentuk tenaga bantuan,
sumberdaya, pemikiran, dan atau pengawasan yang diberikan oleh
masyarakat profesi dan atau forum komunikasi.
c. Memberikan saran teknis terutama untuk lingkungan hunian padat, di
mana hasil kajiannya menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan sarana dan prasarana lingkungan.
4. Pemerintah wajib mendorong, memberikan fasilitas keberadaan peran-serta
masyarakat profesi dalam mengontrol dan mengendalikan hal teknis yang
berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan kebakaran terutama
mengenai persamaan persepsi dalam strategi, taktis dan tugas-tugas
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.
C. Pola Kemitraan
1. Laboratorium Uji Api
Dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai daya tahan bahan
bangunan dan konstruksi terhadap bahaya kebakaran dimungkinkan adanya
pola kemitraan antara masyarakat profesi dan institusi daerah yang
bersangkutan, dengan tujuan mendapatkan sertifikasi bahan dan konstruksi
tahan api.
2. Inspeksi
a. Inspeksi bangunan gedung yang beresiko kebakaran dilakukan oleh
masyarakat profesi untuk mendapatkan sertifikat layak huni.
Halaman V-15
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
b. Hasil inspeksi menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah untuk
memberikan Ijin Perpanjangan Penggunaan Bangunan (IPPB) untuk
bangunan gedung fungsi umum.
c. Pernyataan layak huni tersebut menjadi tanggung jawab masyarakat
profesi.
3. Peringatan Dini (Early Warning)
a. Peringatan Dini dilakukan dengan menggunakan alat yang secara
otomatis atau manual berhubungan langsung dengan Instansi
Pemadam Kebakaran bilamana terjadi kebakaran.
b. Pada bangunan yang beresiko kebakaran, Pemilik atau Pengelola
bangunan dapat memasang/menggunakan peralatan yang dapat
bekerja otomatis berhubungan dengan Instansi Pemadam
Kebakaran. Penggunaan peralatan ini memberikan kontribusi subsidi
kepada peralatan yang dipasang pada tempat-tempat fasilitas sosial
dan umum.
5.1.5 Kriteria Penyusunan Konsep Komponen Penanggulangan kebakaran
5.1.5.1 Kriteria Pembagian Wilayah Manajemen Kebakaran (WMK)
Berikut ini disajikan kriteria pembagian WMK :
1. WMK dibentuk oleh pengelompokan hunian yang memiliki kesamaan kebutuhan
proteksi kebakaran dalam batas wilayah yang ditentukan secara alamiah maupun
buatan.
2. Sistem pemberitahuan kebakaran kota selanjutnya dapat dirancang untuk
menjamin respon yang tepat terhadap berbagai masalah yang mungkin terjadi
dalam setiap WMK.
3. Wilayah manajemen kebakaran ditentukan pula oleh ”waktu tanggap” dari pos
pemadam kebakaran yang terdekat. Apabila pemberitahuan kebakaran
mengalami perubahan dan pos-pos pemadam kebakaran harus memberikan
respon terhadap pemberitahuan tersebut dikaitkan dengan jarak atau
aksesibilitas, maka perencanaan wilayah manajemen kebakaranpun harus
disesuaikan dengan perubahan tersebut.
4. Daerah layanan dalam setiap WMK tidak melebihi dari radius 7,5 km.
Halaman V-16
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
5. Di luar daerah tersebut dikategorikan sebagai daerah yang tidak terlindungi
(unprotected area).
6. Daerah yang sudah terbangun harus mendapat perlindungan oleh mobil
kebakaran yang pos terdekatnya berada dalam jarak 2,5 km dan berjarak 3,5 km
dari sektor.
7. Berdasarkan unsur-unsur di atas, selanjutnya dibuat peta jangkauan layanan
penanggulangan kebakaran secara rinci yang menunjukkan lokasi dari setiap pos
pemadam di dalam wilayah tersebut.
8. Perlu diperhatikan bahwa peta jangkauan layanan proteksi kebakaran tersebut
secara geografis bisa kurang tepat, mengingat adanya jalan yang melingkar,
sungai, bukit-bukit dan batas-batas fisik lainnya.
5.1.5.2 Kriteria Perencanaan Lokasi Pos Pemadam Kebakaran
Perencanaan lokasi Pos Pemadam Kebakaran dalam Wilayah Manajemen
Kebakaran (WMK) ditentukan berdasarkan standar waktu tanggap (Response-
time) terhadap pemberitahuan kebakaran di wilayah tersebut.
5.1.5.3 Waktu Tanggap
1. Waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran (selanjutnya disebut waktu
tanggap) adalah total waktu dari saat menerima berita/pengiriman pasukan dan
sarana pemadam kebakaran ke lokasi kebakaran sampai dengan kondisi siap untuk
melaksanakan pemadaman kebakaran. Waktu tanggap terdiri atas waktu
pengiriman pasukan dan sarana pemadam kebakaran (dispatch time), waktu
perjalanan menuju lokasi kebakaran, dan waktu menggelar sarana pemadam
kebakaran sampai siap untuk melaksanakan pemadaman.
2. Faktor-faktor yang menentukan waktu tanggap adalah :
a. Tipe layanan yang dilakukan oleh instansi penanggulangan kebakaran,
b. Ukuran atau luasan wilayah yang dilayani termasuk potensi bahaya di lokasi
WMK dan kapasitas kemampuan yang ada,
c. Kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap waktu tanggap termasuk
perjalanan yang diperlukan petugas dan sarana pemadam menuju lokasi
kebakaran.
Halaman V-17
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
3. Waktu tanggap terhadap pemberitahuan kebakaran untuk kondisi di Indonesia
tidak lebih dari 15 (lima belas) menit yang terdiri atas :
a. Waktu dimulai sejak diterimanya pemberitahuan adanya kebakaran di suatu
tempat, interpretasi penentuan lokasi kebakaran dan penyiapan pasukan
serta sarana pemadaman selama 5 menit,
b. Waktu perjalanan dari pos pemadam menuju lokasi selama 5 menit,
c. Waktu gelar peralatan di lokasi sampai dengan siap operasi penyemprotan
selama 5 menit.
5.1.5.4 Jalur Mobil Pemadam Kebakaran
a. Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran harus dapat dijangkau oleh
peralatan pemadam kebakaran setempat, harus menetapkan batas
pembebanan maksimum yang aman dari jalan, belokan, jalan penghubung,
jembatan serta menetapkan jalur masuk ke lokasi sumber air pada berbagai
kondisi alam.
b. Setiap jalur masuk harus dikonstruksi sesuai dengan ketentuan dan standar
yang berlaku.
5.1.5.5 Lokasi Hydrant Pemadam Kebakaran
Ada 3 jenis hydran, yaitu hydran gedung, hydran halaman dan hydran kota, sesuai
namanya hydran gedung ditempatkan dalam gedung, untuk hydran halaman
ditempatkan di halaman, sedangkan hydran kota biasanya ditempatkan pada beberapa
titik yang memungkinkan Unit Pemadam Kebakaran suatu kota mengambil cadangan
air.
Setiap bangunan sedang dan tinggi harus dilindungi oleh suatu sistem hidran sesuai
dengan persyaratan sebagai berikut:
a. Pemasangan hidran harus memenuhi ketentuan dan dipasang sedemikian rupa
sehingga panjang selang dan pancaran air dapat mencapai dan melindungi seluruh
permukaan lantai bangunan.
b. Setiap pemasangan hidran halaman harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
5.1.5.6 Sumber Air
Halaman V-18
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
1. Pasokan air untuk pemadaman kebakaran
a. Pasokan air untuk keperluan pemadam kebakaran diperoleh dari sumber alam
seperti; kolam air, danau, sungai, jeram, sumur dalam dan saluran irigasi;
maupun buatan seperti; tangki air, tangki gravitasi, kolam renang, air mancur,
reservoir, mobil tangki air dan hidran.
b. Dalam hal pasokan tersebut berasal dari sumber alami maka harus dilengkapi
dengan sistem penghisap air. Permukaan air pada sumber alami harus dijamin
pada kondisi kemarau masih mampu dimanfaatkan.
c. Kelengkapan pada butir b. tersebut harus diberi tanda dan mudah terlihat serta
dapat digunakan pada kondisi apapun.
d. Setiap pemasangan dan pemeliharaan hidran menjadi tanggung jawab instansi
pengelola air bersih kota dan dibawah pengawasan petugas
pengawas pasokan air (water supply officer) dari instansi pemadam kebakaran
setempat.
e. Penggunaan air hidran untuk pemadam kebakaran tidak dikenakan biaya.
f. Perletakan lokasi hidran termasuk pemasangan dan pemeliharaannya sesuai
dengan ketentuan dan standar yang berlaku.
g. Tanda petunjuk letak tiap sistem penyediaan air harus mudah terlihat dan
terjangkau untuk penggunaan dalam keadaan darurat.
h. Petugas pengawas pasokan air harus menjamin bahwa tanda-tanda petunjuk
yang cepat telah terpasang pada setiap titik penyediaan air termasuk
identifikasi nama serta nomor pasokan air. Angka dan nomor tersebut harus
berukuran tinggi sedikitnya 75 mm dan lebar 12,5 mm, bersinar atau reflektif.
2. Bahan pemadam bukan air
a. Bahan pemadam bukan air dapat berupa ”foam” atau bahan kimia lain.
b. Penggunaan bahan pemadam bukan air harus disesuaikan dengan kebutuhan
berdasarkan potensi bahaya kebakaran dan harus memenuhi ketentuan dan
standar yang berlaku termasuk aman terhadap lingkungan.
5.1.5.7 Bangunan Pemadam Kebakaran
1. Bangunan Pos Pemadam Kebakaran
Halaman V-19
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
a. Bangunan Pos Pemadam Kebakaran
Pos pemadam kebakaran minimal membutuhkan lahan 200 m2, meliputi
kebutuhan ruang untuk:
1) Ruang siaga untuk 2 regu (1 regu = 6 orang),
2) Ruang administrasi,
3) Ruang tunggu,
4) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),
5) Gudang peralatan, yang mampu menampung: Garasi untuk 2 mobil pompa
4.000 liter;
6) Tandon air 12.000 liter,
7) Halaman untuk latihan rutin.
b. Bangunan sektor pemadam kebakaran
Sektor pemadam kebakaran minimal membutuhkan lahan 400 m2, meliputi
kebutuhan ruang untuk:
1) Ruang siaga untuk 4 regu,
2) Ruang administrasi,
3) Ruang tunggu,
4) Ruang rapat,
5) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),
6) Gudang peralatan dan bahan pemadam kebakaran yang mampu menampung:
Garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17 meter, 2 mobil
tangga > 30 meter, 2 mobil rescue/ambulans, 1 mobil pemadam khusus, 1
mobil alat bantu pernafasan, 2 perahu karet,
7) Tandon air 24.000 liter,
8) Halaman tempat latihan rutin.
c. Bangunan Wilayah Pemadam Kebakaran
Wilayah pemadam kebakaran minimal membutuhkan lahan 1.600 m2, meliputi
kebutuhan ruang untuk:
Halaman V-20
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
1) Ruang siaga untuk 4 regu,
2) Ruang administrasi,
3) Ruang tunggu,
4) Ruang rapat,
5) Ruang komando,
6) Ruang ganti pakaian dan kotak penitipan (locker),
7) Gudang peralatan dan bahan pemadam yang mampu menampung:
Garasi untuk 2 mobil pompa 4.000 liter, 1 mobil tangga 17 m, 3 mobil tangga >
30 m, 2 mobil rescue/ambulans, 2 mobil pemadam khusus, 2 mobil alat bantu
pernafasan, 2 perahu karet,
8) Tandon air 24.000 liter,
9) Halaman tempat latihan rutin.
d. Bangunan perbengkelan
1) Mobil pemadam kebakaran sebagai alat yang vital untuk memadamkan
kebakaran, perlu dijaga agar selalu dalam kondisi siap untuk digunakan.
2) Untuk mendapatkan kondisi dalam butir 1, maka harus diadakan
pemeliharaan yang meliputi perawatan dan perbaikan.
3) Bangunan bengkel diperlakukan bila jumlah mobil telah mencapai 20 unit
mobil pemadam kebakaran.
4) Kemampuan bengkel disesuaikan dengan kebutuhan.
e. Bangunan Asrama
1) Petugas pemadam kebakaran bekerja dengan pola: tugas, lepas/libur dan
cadangan.
2) Bila diperlukan petugas pemadam kebakaran harus siap untuk bekerja,
walaupun dalam keadaan lepas atau libur.
3) Untuk mobilitas secara cepat, diperlukan asrama untuk petugas di sekitar
kompleks pemadam kebakaran.
4) Kemampuan asrama disesuaikan dengan kebutuhan.
Halaman V-21
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
f. Bangunan Pendidikan dan Latihan
1) Untuk mendapatkan tenaga yang terampil di lapangan secara operasional
diharuskan mengikuti pendidikan dan latihan berkesinambungan.
2) Prasarana Diklat yang berupa bangunan, baik untuk tingkat propinsi, atau
beberapa propinsi maupun tingkat Nasional akan diatur dengan ketentuan
lebih lanjut.
2. Bangunan Komunikasi
a. Pusat alarm kebakaran
Untuk bangunan vital dan yang beresiko tinggi terhadap ancaman kebakaran
sebaiknya memiliki Pusat Alarm Kebakaran yang terhubung secara langsung ke
Kantor Wilayah Pemadam Kebakaran.
b. Telepon darurat kebakaran
Setiap kota perlu menyediakan nomor telepon khusus untuk pelayanan
pemadam kebakaran dan bencana.
5.1.5.8 Kebakaran Akibat Listrik
Asal Mula Terjadinya Kebakaran
Risiko akibat pemakaian listrik diperkenalkan dalam IEC30364; Electrical
Installations in Buildings atau SLI 173-1-2-3-4 dan 7; Instalasi Listrik untuk
Bangunan. Kebakaran menyebabkan kehilangan nyawa dan tak hanya meliputi
seseorang saja, tetapi dapat terjadi di tempat-tempat di mana banyak manusia
berkumpul, seperti pabrik, pusat perbelanjaan dsb.nya. Selain kehilangan nyawa
manusia juga mengakibatkan kerugian besar dalam hal materi.
Untuk mendapat kepastian apa penyebab utama dari kebakaran sering kali sangat
sulit. Biasanya bukti yang nyata telah dimusnahkan oleh api, dan tambahan pula
kerusakan yang disebabkan pada instalasi listrik karena api sering ditujukan ke
busur api (arcing) antara konduktor, karena kerusakan isolasi, dengan demikian
diambil kesimpulan yang tentunya salah besar, bahwa terjadinya kebakaran asal
mulanya dari listrik.
Menurut Mr. David Latimer; Chairman IEC-TC 64 dalam ceramahnya di BSN tahun
yang lalu, Beliu menerangkan bahwa di negaranya U. K. dan pasti juga di negara-
negara yang lain, pada umumnya dinas kebakaran tidak mempunyai pengalaman
Halaman V-22
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
dalam bidang kelistrikan, dan meskipun tidak ada tanda bekas sisa-sisa aktivitas
listrik dalam rongsokan (wreckage), bila tidak ada bukti yang nyata dan cepat,
terjadinya kebakaran dianggap karena akibat listrik.
Gambar 5.1. Gambar
5.2.
Dari statistik DKI (Lihat Gambar 5.1 dan 5.2) penyebab utama kebakaran selama
periode Januari - September 1998 adalah listrik (48%) dan obyek yang banyak
terbakar adalah perumahan (di Perancis gedung-gedung perkantoran). Kejadian-
kejadian dari kebakaran tersebut di atas ini dapat dikurangi hanya dengan
mendidik pemakai dan tak dapat dihalangi dengan persediaan peraturan untuk
instalasi listrik dan persediaan peralatan canggih. Tetapi kerusakan dalam instalasi
dapat dan mengakibatkan kebakaran dan dalam tulisan ini ditinjau apa penyebab
kebakaran dan bagaimana dapat dicegah dengan perencanaan dan seleksi
pemasangan peralatan untuk instalasi listrik.
Seperti juga disebut dalam tulisan ELEKTRO No. 23, 1998; kebakaran dapat terjadi
karena adanya tiga unsur:
1. Bahan-bahan yang mudah menyala serta harus adanya suhu cetusan api
(biasanya 200º - 500º),
2. Energi menyala menghasilkan suatu sumber panas dengan daya yang cukup
dan lama pengaruhnya,
3. Adanya gas oksigen dalam jumlah yang cukup.
Bila tiga unsur di atas tidak lengkap, maka persyaratan bahwa dapat terjadinya
kebakaran tidak dapat dipenuhinya. Jadi hubung singkat dan gangguan listrik ke bumi
adalah kemungkinan sebab terjadinya kebakaran, tetapi belum tentu sumber
kebakaran.
Halaman V-23
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
Bersamaan dengan koneksi atau sambungan kabel yang tak sempurna, suatu
fenomena yang disebut bersamaan dengan "tracking" (jejakan) adalah sumber utama
dari kebakaran yang akan dibahas di bawah ini.
Tracking adalah suatu gejala atau kejadian alam, di mana suatu lapisan konduktif
didirikan (established) di atas permukaan bahan isolasi. Bila terdapat kerusakan pada
isolasi kabel, maka pada mulanya arus yang sangat kecil (miliamps atau microamps)
secara sebentar-bentar (intermittant) mengalir di atas permukaan bahan isolasi.
Percikan api yang terjadi karena kesalahan isolasi ini sangat minimal dan gejala
tersebut dapat berjalan sangat lama, berbulan-bulan kadang-kadang bertahun-tahun.
Jadi tiap-tiap waktu arus mengalir di atas permukaan bahan isolasi, bila sifatnya
organik, akan terjadi karbonasi, tetapi sangat sedikit.
Bila lembab bertemu dengan kotoran (debu yang kotor di atas permukaan isolasi),
maka akan menghasilkan hubungan konduktif jembatan. Dalam keadaan tersebut, arus
rambat (creepage current) yang juga disebut arus tracking akan mengalir dalam tiap-
tiap peristiwa tersebut dan kerusakan yang terjadi karenanya akan menambah sampai
arus tracking dipertahankan (Gambar 5.3).
Gambar 5.3 Gambar 5.4
Semula arus kecil sekali (kurang dari 1 mA) dan tak menimbulkan banyak panas, yang
pada mulanya cukup untuk mengeringkan lembab, sehingga arus rambat tersebut
berhenti mengalir dan baru muncul lagi bila adanya pengaruh lembab yang baru, di
mana terdapat percikan api pada celah-celah yang tadinya dalam keadaan kering.
Karena proses tersebut berlangsung cukup lama terhadap permukaan isolasi, dan
dengan demikian dapat merusak isolasi, sehingga terbentuknya jembatan-jembatan
arang (coal bridges). Titik-titik gangguan ini perlahan-lahan pasti akan memperbesar,
begitu pula arus gangguan dan bila terdapat lembab berikutnya, akan menghasilkan
arus yang lebih besar, kira-kira 5-50 mA dan mengalir pada kerusakan permukaan di
mana adanya jembatan-jembatan arang (Gambar 5.4).
Halaman V-24
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
Untuk arus yang lebih besar lagi melebihi 150 mA dan kemungkinan di sekitarnya
adanya bahan yang mudah terbakar, karena pengembangan panas pada titik-titik
gangguan (P=UxI) = 230 x 150 mA = 33 Watt, jumlah percikan api bertambah pula.
Karena jembatan ini yang juga disebut "tahanan konduktif panas", yang dalam
keadaan panas lebih banyak mengalirkan arus dari pada dalam keadaan dingin, maka
proses tersebut akan dipercepat. Dengan menambah jumlah percikan api, permukaan
arang akan melebar, dan arus rambat akan terus berkembang dan akan mencapai nilai
300 - 500 mA. Antara jembatan-jembatan arang akan timbul jembatan cetusan api
yang panas, dan arus gangguan tiba-tiba akan berobah menjadi busur api. Bila busur
api menyala, maka terbentuk kelompok-kelompok arang dan setelah setengah
gelombang, arang atau karbon tersebut akan menyala dan memancarkan juga
elektron-elektron, sehingga busur api tepat menyala dan material akan membakar.
Busur api menyala, sampai arus sisa (leakage current) dapat dieliminir atau diputuskan
hanya oleh SPAS (Sakelar Pemutus Arus Sisa) atau ELCB (earth leakage circuit breaker)
500 mA atau padam sendiri. Jadi pengamanan pertama untuk menghindari tracking
dalam instalasi listrik adalah memilih dengan tepat instalasi dan peralatan supaya
cocok dalam lingkungannya di mana peralatan tersebut dipasang.
Pengamanan yang kedua adalah dengan dipasangnya SPAS, karena pengamanan
dengan dipasangnya SPAS adalah sangat efektif bila adanya gangguan isolasi ke bumi.
Seperti telah dikatakan di atas bahwa gangguan tracking adalah gangguan antara
penghantar dan netral atau bumi, maka akan menyebkan ELCB atau SPAS bekerja.
SPAS (elcb)
Sesuai PUIL 1987 - Pasal 910, bahwa untuk mencegah bahaya kebakaran harus
dipasang SPAS dalam instalasi listrik. Dalam banyak hal suatu pengaman lebur
(sekering) atau APP hanya mengamankan arus lebih atau arus hubung singkat dan
memutus seketika dalam 3 detik bagian sirkuit listrik yang berbaha. Sedangkan dalam
hal kerusakan isolasi (penuaan, retak dsb.nya) di mana periode arus rambat beroperasi
sangat lama dan karena arus bocor selalu mengalir ke bumi, maka gejala ini hanya
dapat dideteksi oleh SPAS atau elcb, red 300 mA dengan waktu tunda (time delay) dari
50 mdet. Di beberapa negara Eropa seperti Jerman dan Perancis, dalam instalasi listrik
Halaman V-25
Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota Pagar Alam Laporan Akhir
diharuskan untuk dipasang elcb dari 500mA maupun dalam gedung-gedung
perkantoran, sedangkan di U.K. dan Malaysia dengan rating 100mA.
Penyalahgunaan dan Keburukan Instalasi
Keterangan di atas adalah analisa klinis dari asal mula kebakaran dan berdasarkan
pada kerja instalasi yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku (PUIL
1987). Tetapi instalasi yang baik dapat dihalangi oleh penyalahgunaan instalatir atau
pemakai yang menyebabkan kesulitan yang disebut di atas.
Salah satu penyalahgunaan dalam instalasi listrik yang khas adalah penggunaan yang
tidak tepat dari kotak kontak, yang menurut Mr. Latimer merupakan masalah yang
umum di seluruh dunia. Sebagai pencegahan diusulkan untuk diadakan pengecekan
secara teratur oleh instansi yang berwenang terhadap instalasi listrik dan disediakan
kotak kontak yang cukup dalam tempat sesuai kebutuhan pemakai.
Kesimpulan
Kebakaran adalah bahaya yang nyata yang timbul karena pemakaian listrik. Ini
mengakibatkan kerusakan material yang cukup besar dan juga kehilangan nyawa
manusia. Untuk mengamankan terhadap musibah kebakaran tergantung dari 4 faktor :
1. Peralatan yang dipilih untuk dipasang dalam instalasi listrik harus memenuhi
standar yang berlaku dan harus sesuai dengan lingkungannya.
2. Pemasangan peralatan harus mentaati ketentuan dalam PUIL, dan bila cocok
sesuai instruksi pabrik peralatan.
3. Instalasi listrik harus diadakan pemeriksaan dan pengujian secara teratur
terhadap penyalahgunaan, kerusakan atau pelaksanaan pemasangan yang jelek,
termasuk sambungan-sambungan yang lepas.
Dipasangnya pengamanan yang cocok terhadap arus bocor, seperti SPAS.