BAB 4 neuro

3
33 BAB 4 DISKUSI & KESIMPULAN Diskusi Pada kasus didapati gejala klinis berupa lemah keempat anggota gerak dengan gangguan miksi dan defekasi. Beberapa teori menyatakan berat atau tidaknya manifestasi klinis seseorang yang mengalami trauma medulla spinalis tergantung dari letak traumanya. Tetraplegia atau quadriplegia merupakan gejala klinis yang ditemui apabila trauma yang terjadi mengenai medulla spinalis setentang bagian leher dan menyebabkan hilangnya kekuatan otot pada keempat ekstremitas. Pemeriksaan neurologis merupakan pemeriksaan yang pertama kali dilakukan untuk mendiagnosis terjadinya kontusio spinal. Pemeriksaan neurologis meliputi symptom yang dapat menunjukana hilangnya fungsi motorik ataupun sensorik di level lesi spinalnya. Gejala lain yang dapat muncul ketika terjadi kontusio spinal adalah nyeri,  parasthesia, spasme otot, dan gangguan fungsi bowel/bladder. Pada kasus didapati tetraplegia yang disertai dengan gangguan fungsi defekasi dan miksi. Pada kasus, sebelum lemah keempat anggota gerak ini os mengalami pemukulan di leher bagian belakang dengan menggunakan tangan teman os. Penyebab utama trauma medulla spinallis dibagi menjadi dua bagian, yaitu trauma primer dan trauma sekunder. Trauma primer dapat terjadi akibat trauma langsung terhadap medulla spinalis itu sendiri. Kecelakaan mobil, jatuh dan terkena tembakan adalah ketiga hal terbanyak yang dapat menyebabkan trauma medulla spinalis. Ketika terdapat kecurigaan terjadinya kontusio spinal tindakan cepat untuk mendiagnosis perlu dilakukan. Evaluasi utuk mendiagnosis yang dilakukan meliputi x-rays, CT-Scan , dan bisa juga dilakukan MRI ataupun myelogram. Pasien telah difoto vertebra cervical lateral pada tanggal 7 januari 2013 dengan hasil konsul

Transcript of BAB 4 neuro

7/14/2019 BAB 4 neuro

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-neuro 1/3

33

BAB 4

DISKUSI & KESIMPULAN

Diskusi

Pada kasus didapati gejala klinis berupa lemah keempat anggota gerak dengan

gangguan miksi dan defekasi. Beberapa teori menyatakan berat atau tidaknya

manifestasi klinis seseorang yang mengalami trauma medulla spinalis tergantung

dari letak traumanya. Tetraplegia atau quadriplegia merupakan gejala klinis yang

ditemui apabila trauma yang terjadi mengenai medulla spinalis setentang bagianleher dan menyebabkan hilangnya kekuatan otot pada keempat ekstremitas.

Pemeriksaan neurologis merupakan pemeriksaan yang pertama kali dilakukan untuk 

mendiagnosis terjadinya kontusio spinal. Pemeriksaan neurologis meliputi symptom

yang dapat menunjukana hilangnya fungsi motorik ataupun sensorik di level lesi

spinalnya. Gejala lain yang dapat muncul ketika terjadi kontusio spinal adalah nyeri,

 parasthesia, spasme otot, dan gangguan fungsi bowel/bladder. Pada kasus didapati

tetraplegia yang disertai dengan gangguan fungsi defekasi dan miksi.

Pada kasus, sebelum lemah keempat anggota gerak ini os mengalami pemukulan di

leher bagian belakang dengan menggunakan tangan teman os. Penyebab utama

trauma medulla spinallis dibagi menjadi dua bagian, yaitu trauma primer dan trauma

sekunder. Trauma primer dapat terjadi akibat trauma langsung terhadap medulla

spinalis itu sendiri. Kecelakaan mobil, jatuh dan terkena tembakan adalah ketiga hal

terbanyak yang dapat menyebabkan trauma medulla spinalis.

Ketika terdapat kecurigaan terjadinya kontusio spinal tindakan cepat untuk 

mendiagnosis perlu dilakukan. Evaluasi utuk mendiagnosis yang dilakukan meliputi

x-rays, CT-Scan , dan bisa juga dilakukan MRI ataupun myelogram. Pasien telah

difoto vertebra cervical lateral pada tanggal 7 januari 2013 dengan hasil konsul

7/14/2019 BAB 4 neuro

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-neuro 2/3

34

 pembacaan radiologis berupa : Tampak alignment vertebra cervical lordotik, dengan

deformitas bentuk corpus C4 C5 C6 dan kesan deformitas / mal aligment C4-C5-C6.

Managemen fase akut yang dilakukan pada penderita kontusio spinalis adalah

melindungi agar tidak terjadi cedera tambahan. Hal tersebut bertujuan untuk  

menghindari tejadinya cedera sekunder dan mengontrol perubahan fisiologis yang

terjadi akibat cedera primernya. Pada pasien dipasang collar brace untuk 

meminimalkan pergerakan daerah kepala dan leher.

Tujuan dalam penatalaksanaan kontusio spinal adalah re-growth di tempat terjadinya

lesi. Target lain dalam penatalaksanann kontusi spinal adalah meminimalkan

komplikasi neurologic yang terjadi akibat fragmentasi dan distorsi sinyal akibat lesi ,

dan juga nyeri serta spastisitas yang ditimbulkan trauma. Penatalaksanaan yang

dilakukan meliputi fisioterapi aktif disamping terapi farmakologi seperti baclofen,

dantrolene dan lain-lain. Pada pasien diberikan Na Diclofenac untuk manajemen

nyerinya.

Kesimpulan

Seorang laki-laki berinisial DS berusia 15 tahun datang ke RSHAM dengan

keluhan lemah keempat anggota gerak. Hal ini dialami os sejak 3 hari sebelum masuk 

rumah sakit. Sebelum lemah keempat anggota gerak ini os mengalami pemukulan di

leher bagian belakang dengan menggunakan tangan teman os. Setelah dipukul os

mengalami pingsan selama kurang lebih 10 menit. Kejang, muntah, nyeri kepala,

tidak dialami oleh pasien. Buang air kecil dan buang air besar terhambat dialami

 pasien kurang lebih 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat penyakit terdahulu : tidak dijumpai. Dan pasien didiagnosis dengan

Tetraparese tipe UMN + Hipestesi setentang C5-6 + Ret. Urin ec DD/ Kontusio

medula spinalis/ Mielitis.

7/14/2019 BAB 4 neuro

http://slidepdf.com/reader/full/bab-4-neuro 3/3

35

Dan ditatalaksana dengan Bed Rest, Collar Brace terpasang, kateter terpasang IVFD

R Sol 20 gtt/I, Inj. Dexamethasone 1 amp./6 jam, Inj. Ranitidin 1 amp/ 12 jam, Na

Diclofenac 2x50 mg, dan injeksi ketorolac kalau perlu.

Kepada keluarga pasien telah dijelaskan bahwa os akan dikonsulkan kepada bagian

 bedah saraf untuk penjajakan lebih lanjut, tetapi tanpa menunggu hasil konsul,

keluarga os memilih untuk pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 15 Januari

2013.