Bab 2. URAIAN MATERI POKOK · 2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai 2.1.1 Proses...
Transcript of Bab 2. URAIAN MATERI POKOK · 2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai 2.1.1 Proses...
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-1
Bab 2.
URAIAN MATERI POKOK
2.1 Uraian Materi Tentang Abrasi dan Sedimentasi Pantai
2.1.1 Proses Abrasi dan Sedimentasi Pantai
Abrasi atau kata lain biasa disebut erosi pantai. Kerusakan garis pantai tersebut
dikarenakan terganggunya keseimbangan alam daerah dipantai tersebut. Dan
meski Abrasi dapat disebabkan oleh gejala alami tapi manusia lah yang dijadikan
sebagai penyebab utama terjadinya abrasi. Abrasi ini dapat terjadi kerena
beberapa faktor antara lain, faktor alam, faktor manusia, dan salah satu untuk
mencegahnya tejadinya abrasi tersebut yakni melakukan penanaman hutan
mangrove. Beberpa faktor alam yang dapat menyebabkan abrasi antara lain,
angin yang bertiup di atas lautan sehingga menimbulkan gelombang serta arus
laut yang mempunyai kekuatan untuk mengikis sutau daerah pantai.
Akibat dari abrasi ini akan menyebabkan pantai menggetarkan batuan ataupun
tanah dipinggir pantai sehingga lama-kelamaan akan berpisah dengan daratan
dan akan mengalami abrasi pantai. Proses terjadi Abrasi yaitu pada saat angin
yang bergerak dilaut menimbulkan arus serta gelombang mengarah ke pantai,
sehingga apabila proses ini berlangsung lama akan mengikis pinggir
pantai.Kekuatan gelombang terbesar dapat terjadi pada waktu badai dan badai
inilah yang mempercepat terjadi proses pantai. Abrasi ini selain disebabkan faktor
alam bisa juga disebabkan karena faktor manusia, seperti contoh melakukan
penambangan pasir, dikatakan demikian karenapenambangan pasir begitu
penting terhadap abrasi suatu pantai yang dapat menyebabkan terkurasnya pasir
laut dan inilah sangat berpengaruhterhadap arah dan kecepatan arus laut karena
akan menghantam pantai.
Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di
lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan
yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan
kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau
padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan
pertambahan lahan pesisir ke arah laut.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-2
Sedimentasi adalah masuknya muatan sedimen ke dalam suatu lingkungan
perairan tertentu melalui media air dan diendapkan di dalam lingkungan tersebut.
Sedimentasi yang terjadi di lingkungan pantai menjadi persoalan bila terjadi di
lokasi-lokasi yang terdapat aktifitas manusia yang membutuhkan kondisi perairan
yang dalam seperti pelabuhan, dan alur-alur pelayaran, atau yang membutuhkan
kondisi perairan yang jernih seperti tempat wisata, ekosistem terumbu karang atau
padang lamun. Untuk daerah-daerah yang tidak terdapat kepentingan seperti itu,
sedimentasi memberikan keuntungan, karena sedimentasi menghasilkan
pertambahan lahan pesisir ke arah laut.
Ketika gelombang menghempas (swash) merupakan kekuatan pukulan untuk
memecahkan batuan yang ada di pantai. Butiran-butiran halus dari pecahan
batuan (material klastis), seperti kerikil atau pasir, kemudian diangkut sepanjang
pesisir (shore, zona pasang-surut), yaitu bagian yang terkadang kering dan
terkadang berair oleh gerak pasang-surut atau oleh arus terbimbing sepanjang
pesisir (long shore currents). Proses erosi dan pemindahan bahan-bahan
penyusun pantai (beach) yang terangkut disebut beachdrift, yaitu penggeseran-
penggeseran pasir atau kerikil oleh gelombang (swash dan backwash) sampai
diendapkan dan membentuk daratan baru, misalnya, endapan punggungan pasir
memanjang yang disebut off shore bars atau spit.
Adanya endapan seperti misalnya spit yang berbentuk memanjang di depan teluk
ataupun tombolo yang menghubungkan pulau dengan daratan utama,
menunjukkan adanya bagian laut yang tenang. Tenangnya gelombang karena
perlindungan tanjung dan merupakan medan pertemuan dua arah massa arus laut
yang saling melemahkan; yaitu arus dari kawasan laut luar yang memutar di
dalam teluk. Di bagian air yang tenang di situlah terjadi pengendapan (Hallaf,
2006).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-3
Gambar 1 Proses angkutan sedimen sejajar pantai.
Gambar 2 Proses terjadinya longshore current.
Adapun faktor-faktor utama yang mempengaruhi terjadinya perubahan garis
pantai adalah :
1) Faktor Hidro-Oseanografi
Perubahan garis pantai berlangsung manakala proses geomorfologi yang terjadi
pada setiap bagian pantai melebihi proses yang biasanya terjadi. Proses
geomorfologi yang dimaksud antara lain adalah :
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-4
a. Gelombang
Gelombang terjadi melalui proses pergerakan massa air yang dibentuk secara
umum oleh hembusan angin secara tegak lurus terhadap garis pantai (Open
University, 1993 ). Dahuri, et al. (2001) menyatakan bahwa gelombang yang
pecah di daerah pantai merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
proses erosi dan sedimentasi di pantai.
b. Arus
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam pengangkutan sedimen di daerah pantai. Arus berfungsi
sebagai media transpor sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu arus yang
dipengaruhi oleh hempasan gelombang. Gelombang yang datang menuju
pantai dapat menimbulkan arus pantai (nearshore current) yang berpengaruh
terhadap proses sedimentasi/ abrasi di pantai. Arus pantai ini ditentukan
terutama oleh besarnya sudut yang dibentuk antara gelombang yang datang
dengan garis pantai. Jika gelombang datang membentuk sudut, maka akan
terbentuk arus susur pantai (longshore current) yaitu arus yang bergerak
sejajar dengan garis pantai akibat perbedaan tekanan hidrostatik
(Pethick,1997).
Gambar 3 Proses perubahan arah gelombang penyebab abrasi.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-5
Gambar 4 Skema keseimbangan sedimen yang terjadi di pantai.
c. Pasut
Menurut Nontji (2002) pasut adalah gerakan naik turunnya muka laut secara
berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. Arus pasut ini
berperan terhadap proses-proses di pantai seperti penyebaran sedimen dan
abrasi pantai. Pasang naik akan menyebarkan sedimen ke dekat pantai,
sedangkan bila surut akan menyebabkan majunya sedimentasi ke arah laut
lepas. Arus pasut umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat
mengangkut sedimen yang berukuran besar
2) Faktor Antropogenik
Proses anthropogenik adalah proses geomorfologi yang diakibatkan oleh aktivitas
manusia. Aktivitas manusia di pantai dapat mengganggu kestabilan lingkungan
pantai. Gangguan terhadap lingkungan pantai dapat dibedakan menjadi gangguan
yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja. Gangguan yang disengaja
bersifat protektif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai, misalnya dengan
membangun jetti, Groin, pemecah gelombang atau reklamasi pantai. Aktivitas
manusia yang tidak disengaja menimbulkan gangguan negatif terhadap garis
pantai dan lingkungan pantai,
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-6
Gambar 5 Kondisi pantai yang terkena abrasi.
Gambar 6 Kondisi pantai yang terkena pendangkalan akibat sedimentasi.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-7
2.1.2 Proses Litoral, Abrasi, dan Sedimentasi
Sorensen (1978) dalam Supriyatno (2003) menjelaskan bahwa proses litoral
merupakan proses yang terjadi di daerah pantai akibat interaksi dari angin,
gelombang, arus, pasang-surut, sedimen, dan lain-lain seperti aktivitas manusia.
Dinamika litoral yang berdampak pada morfologi daerah nearshore utamanya
disebabkan oleh litoral transport. Litoral transport merupakan gerakan sedimen di
daerah nearshore yang disebabkan oleh gelombang dan arus. Material atau
sedimen yang dimaksud disebut dengan litoral drift (Triatmodjo, 1999). Sorensen
(1978) mengklasifikasikan litoral transport menjadi dua jenis, yaitu :
1. Onshore-Offshore transport
2. Longshore transport
Gambar 7 Proses littoral transport di area nearshore.
Yuwono (2005) membedakan antara erosi pantai dengan abrasi pantai. Erosi
pantai diartikannya sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan
semula yang disebabkan oleh tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan
kapasitas angkutan sedimen..
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-8
Gambar 8 Abrasi dan sedimentasi akibat longshore current.
2.1.3 Penyebab Abrasi Pantai
Secara detail kemungkinan penyebab abrasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Penurunan Permukaan Tanah. (Land Subsidence)
Pemompaan Air tanah yang berlebihan untuk keperluan industri dan air minum di
wilayah pesisir akan menyebabkan penurunan tanah terutama jika komposisi
tanah pantai sebagian besar terdiri dari lempung/lumpur karena sifat-sifat fisik
lumpur /lempung yang mudah berubah akibat perubahan kadar air. Akibat
penurunan air tanah adalah berkurangnya tekanan air pori. Hal ini mengakibatkan
penggenangan dan pada gilirannya meningkatkan erosi dan abrasi pantai. Hal ini
menunjukkan bahwa potensi penurunan tanah cukup besar dan memberikan
kontribusi terhadap genangan (rob) pada saat air laut pasang.
2. Kerusakan Hutan Mangrove
Hutan Mangrove merupakan sumberdaya yang dapat pulih (sustaianable
resources) dan pembentuk ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting
di wilayah pesisir. Mangrove memiliki peran penting sebagai pelindung alami
pantai karena memiliki perakaran yang kokoh sehingga dapat meredam
gelombang dan menahan sedimen. Ini artinya dapat bertindak sebagai pembentuk
lahan (land cruiser).Sayangnya keberadaan hutan mangrove ini sekarang sudah
semakin punah karena keberadaan manusia yang memanfaatkan kayunya
sebagai bahan bakar dan bahan bangunan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-9
3. Kerusakan akibat gaya-gaya hidrodinamika gelombang
Orientasi pantai yang relatif tegak lurus atau sejajar dengan puncak gelombang
dominan. Hal ini memberikan informasi bahwa pantai dalam kondisi seimbang
dinamik. Kondisi gelombang yang semula lurus akan membelok akibat proses
refraksi/difraksi dan shoaling. Pantai akan menanggai dengan mengorientasikan
dirinya sedemikian rupa sehingga tegak lurus arah gelombang atau dengan kata
lain terjadi erosi dan deposisi sedimen sampai terjadi keseimbangan dan proses
selanjutnya yang terjadi hanya angkutan tegak lurus pantai (cros shore transport)
4. Kerusakan akibat sebab alam lain
Perubahan iklim global dan kejadian ekstrim misal terjadi siklon tropis. Faktor lain
adalah kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global (efek rumah kaca)
yang mengakibatkan kenaikan tinggi gelombang
5. Kerusakan akibat kegiatan manusia yang lain
a. Penambangan Pasir di perairan pantai
b. Pembuatan Bangunan yang menjorok ke arah laut
c. Pembukaan tambak yang tidak memperhitungkan keadaan kondisi dan
lokasi
Berdasarkan data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab abrasi ada
dua faktor yakni faktor alam dan faktor manusia meskipun yang berpengaruh
paling dominan adalah faktor manusia. Penyebab terjadinya abrasi di pantai
sebagian besar (diperkirakan lebih dari 90%) diakibatkan oleh adanya campur
tangan manusia (A.Hakam,dkk, 2013). Faktor alam berjalan secara alami dan
tidak akan terlalu membuat banyak kerusakan jika saja tidak ada campur tangan
manusia dalam aktifitasnya. Manusia seringkali melakukan sesuatu yang
dianggapnya baik, namun ternyata tindakannya tersebut dapat berakibat pada
perubahan ekosistem pantai. Misalnya menebang mangrove untuk kebutuhan
bahan bakar dan bahan bangunan, menambang pasir, membuat sumur-sumur
dipesisir untuk keperluan industry secara berlebihan, dan lain-lain. Manusia terlalu
egois dalam memanfaatkan ekosistem pantai, hanya bisa mengambil tanpa bisa
memberi. Meninggalkan kerusakan-kerusakan tanpa mau memperbaikinya.
Manusia belum sadar bahwa kerusakan yang ditimbulkan oleh meraka akan
berdampak besar terhadap keberlangsungan hidup manusia itu sendiri, baik
sekarang maupun yang akan datang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-10
Survey membuktikan setidaknya ada 5 penyebab abrasi yang disebabkan oleh
manusia, yaitu (Diposaptono, 2011):
a. Terperangkapnya angkutan sedimen sejajar pantai akibat bangunan buatan
seperti Groin, jetty, Breakwater pelabuhan dan reklamasi yang sejajar garis
pantai.
b. Timbulnya perubahan arus akibat adanya bangunan di pantai / maritime.
c. Berkurangnya suplai sedimen dari sungai akibat penambangan pasir,
dibangunnya dam disebelah hulu sungai dan sudetan (pemindahan arus
sungai).
d. Penambangan terumbu karang dan pasir pantai.
e. Penebangan dan Penggundulan hutan mangrove
2.1.4 Dampak dan Penanggulangan Abrasi Pantai
Abrasi pantai disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia, seperti
pengambilan batu dan pasir di pesisir pantai, atau penebangan pohon di sekitar
pantai, kurang diperhatikannya hutan mangrove. Manusia mengambil kayu dari
hutan mangrove dan hutan pantai untuk kehidupan sehari-hari, seperti untuk
kebutuhan bahan bakar dan bahan bangunan rumah. Apabila pengambilan kayu
dilakukan secara terus-menerus maka pohon-pohon di pesisir pantai akan
berkurang dan habis. Kerapatan pohon yang rendah pada pesisir pantai
memperbesar peluang terjadinya abrasi, karena akar mangrove yang berfungsi
menahan tanah agar tidak mudah terbawa gelombang sudah habis bersamaan
dengan penebangan pohonnya yang habis ditebang manusia.
Dampak abrasi tentu sangat besar. Garis pantai akan semakin menyempit dan
apabila tidak diatasi lama kelamaan daerah-daerah yang mempunyai
permukaannya rendah akan tenggelam. Lokasi wisata terutama pantai yang indah
dan menjadi tujuan wisata akan menjadi rusak. Pemukiman warga daerah pesisir
dan tambak akan tergerus akibat gelombang laut hingga menyatu menjadi laut.
Tidak sedikit warga di pesisir pantai yang telah direlokasi gara-gara abrasi pantai
ini. Banyak dilakukan reklamasi untuk menanggulangi abrasi namun tetap
berdampak pada daerah yang memiliki ketinggian rendah dalam bentuk banjir rob.
Abrasi pantai juga berpotensi menenggelamkan beberapa pulau kecil di sekitar
perairan Indonesia.
Secara alami pantai telah memiliki pelindung alami akan tetapi dalam
perkembangannya terdapat perubahan yang sangat signifikan dan berpengaruh
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-11
pada garis pantai. Solusi untuk mengatasi abrasi tidak boleh sembarangan dan
harus memperhatikan kondisi sekitar agar solusi yang di ambil sesuai dan efektif.
Penanggunalang abrasi pada daerah pantai berbeda satu sama lain tergantung
dari kondisi fisik dan lingkungan social ekonomi pantai tersebut. Hal ini akan
dibahas lebih lanjut pada poin mitigasi abrasi.
Selanjutnya secara lebih spesifik dampak yang diakibatkan oleh abrasi antara lain
(Ramadhan, 2013) :
a. Penyusutan lebar pantai sehingga menyempitnya lahan bagi penduduk yang
tinggal di pinggir pantai secara terus menerus.
b. Kerusakan hutan bakau di sepanjang pantai, karena terpaan ombak yang
didorong angin kencang begitu besar.
c. Rusaknya infrastruktur di sepanjang pantai, mis: Tiang Listrik, Jalan, Dermaga,
dan lain-lain.
d. Kehilangan tempat berkumpulnya ikan ikan perairan pantai karena terkikisnya
hutan bakau
Daerah pantai yang mengalami abrasi sangat sulit untuk dipulihkan atau kembali
dalam keadaaan normal. Selain itu juga, kerusakan pantai akibat abrasi dapat
menggangu mata pencaharian penduduk disekitar, terutama yang berprofesi
sebagai nelayan. Pantai yang mengalami abrasi jika tidak di tanggulangi akan
berakibat kerusakan pantai yang semakin parah.
Sedia payung sebelum hujan. Setidaknya pepatah ini dapat kita gunakan utuk
meminimalisir terjadinya abrasi. Sebelum abrasi terjadi lebih parah, terdapat
tindakan pencegahan yang mungkin dapat kita lakukan baik secara perseorangan
atau berkelompok. Untuk menanggulangi atau mencegah terjadinya abrasi pantai
yaitu (Ramadhan, 2013):
1. Pelestarian terumbu karang
Terumbu karang juga dapat berfungsi mengurangi kekuatan gelombang yang
sampai ke pantai. oleh karena itu perlu pelestarian terumbu karang dengan
membuat peraturan untuk melindungi habitatnya. ekosistem terumbu karang,
padang lamun, mangrove dan vegetasi pantai lainnya merupakan pertahanan
alami yang efektif mereduksi kecepatan dan energi gelombang laut sehingga
dapat mencegah terjadinya abrasi pantai. jika abrasi pantai terjadi pada pulau-
pulau kecil yang berada di laut terbuka, maka proses penenggelaman pulau
akan berlangsung lebih cepat.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-12
2. Melestarikan tanaman bakau/mangrove
Fungsi dari tanaman bakau yaitu untuk memecah gelombang yang menerjang
pantai dan memperkokoh daratan pantai, selain untuk mempertahnakan
pantai, mangrove juga berfungsi sebagai tempat berkembangbiakan ikan dan
kepiting.
3. Melarang penggalian pasir pantai
Pasir pantai yang terus menerus diambil akan mengurangi kekuatan pantai.
4. Sedangkan pada pantai yang telah atau akan mengalami abrasi, akan
dibuatkan pemecah ombak atau talud untuk mengurangi dampak dari
terjangan ombak, tindakan ini sering juga disebut tindakan pencegahan secara
teknis.
Secara teori untuk menanggulangi dampak abrasi ada dua cara yaitu:
1. Soft Solution
a. Penanaman tumbuhan pelindung pantai
Penanaman tumbuhan pelindung pantai (bakau, nipah dan pohon api-api)
dapat dilakukan terhadap pantai berlempung, karena pada pantai
berlempung pohon bakau dan pohon api api dapat tumbuh dengan baik
tanpa perlu perawatan yang rumit. Pohon bakau dan pohom api-api dapat
mengurangi energi gelombang yang mencapai pantai sehingga pantai
terlindung dari serangan gelombang
b. Pengisian pasir (sand nourishment)
Prinsip kerja sand nourishment yaitu dengan menambahkan suplai sedimen
ke daerah pantai yang potensial akan tererosi. Penambahan sedimen dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan dari laut maupun dari darat,
tergantung ketersediaan material dan kemudahan transportasi. Suplai
sedimen berfungsi sebagai cadangan sedimen yang akan di bawa oleh
badai (gelombang yang besar) sehingga tidak mengganggu garis pantai.
Diusahakan kualitas pasir urugan harus lebih baik atau sama dengan
kualitas pasir yang akan diurug atau diameter pasir urugan diusahakan
lebih besar atau sama dengan diameter pasir asli (Triatmodjo, 1999).
2. Hard Solution
Salah satu metode penanggulangan erosi pantai adalah hard solution atau
penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi sebagai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-13
peredam energi gelombang pada lokasi tertentu. Namun banyak tulisan
sebelumnya bahwa struktur pelindung pantai dengan material batu alam yang
cenderung tidak ramah lingkungan dan tidak ekonomis lagi apabila dilaksanakan
pada daerah-daerah pantai yang mengalami kesulitan dalam memperoleh material
tersebut.
Bangunan pantai digunakan untuk melindungi pantai terhadap kerusakan karena
serangan gelombang dan arus. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
melindungi pantai yaitu:
a. memperkuat pantai atau melindungi pantai agar mampu menahan kerusakan
karena serangan gelombang
b. mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
c. mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai
d. reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai atau dengan cara lain
Sesuai dengan fungsinya, bangunan pantai dapat diklasifikasikan dalam tiga
kelompok yaitu:
a. Konstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar garis pantai
b. Konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai
c. Konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kikra-kira sejajar garis pantai
2.1.5 Jenis-Jenis Bangunan Pengaman Pantai
A. Groin
Groin adalah struktur pengaman pantai yang dibangun menjorok relatif tegak lurus
terhadap arah pantai. Bahan konstruksinya umumnya kayu, baja, beton (pipa
beton), dan batu. Pemasangan Groins menginterupsi aliran arus pantai sehingga
pasir terperangkap pada “upcurrent side,” sedangkan pada “downcurrent side”
terjadi erosi, karena pergerakan arus pantai yang berlanjut.
Penggunaan Groin dengan mneggunakan satu buah Groin tidaklah efektif.
Biasanya perlindungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri bangunan
yang terdiri dari beberapa Groin yang ditempatkan dengan jarak tertentu. Hal ini
dimaksudkan agar perubahan garis pantai tidak terlalu signifikan. Selain tipe lurus
seperti yang ada pada gambar ada juga Groin tipe L dan tipe T, yang kesemuanya
dibangun berdasarkan kebutuhan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-14
Gambar 9 Perlindungan pantai dengan Groin melengkung.
Gambar 10 Konfigurasi tipikal pantai yang dilindungi dengan sistem Groin.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-15
B. Breakwater
Breakwater atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas pantai adalah bangunan
yang dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai.
Pemecah gelombang dibangun sebagai salah satu bentuk perlindungan pantai
terhadap erosi dengan menghancurkan energi gelombang sebelum sampai ke
pantai, sehingga terjadi endapan dibelakang bangunan. Endapan ini dapat
menghalangi transport sedimen sepanjang pantai.
Gambar 11 Perlindungan pantai dengan sistem Breakwater.
Gambar 12 Konfigurasi tipikal pantai yang dilindungi dengan pemecah
gelombang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-16
C. Revetment
Revetment adalah struktur di pantai dan dibangun searah pantai dengan fungsi
utama melindungi pantai yang tererosi. Struktur Revetment secara tipikal terdiri
dari lapisan luar terbuat dari batu, beton, atau aspal untuk melindungi profil pantai
dengan kemiringan alami. Dalam praktek, dibedakan antara Revetment dan
tembok pantai berdasarkan fungsinya dalam melindungi pantai, tetapi dalam
literatur teknik biasanya tidak ada perbedaan diantara keduanya.
Gambar 13 Perlindungan pantai dengan Revetment.
2.1.6 Contoh Kasus
A. Contoh Kasus Abrasi Pantai Pulau Wawoni Sulawesi Tenggara
Pulau dengan luas sekitar 1000 km2 ini terletak pada bagian tenggara Kota
Kendari. Pulau ini bisa dicapai dengan kapal ferry sekitar 4 jam dari Kota Kendari
yang tiap hari melayani Kendari – Langara PP. Bulan April – September
gelombang besar terjadi sehingga transportasi laut praktis tidak dapat dilakukan
terutama daerah Pantai Wawonii sebelah Timur. Pada bulan-bulan tersebut terjadi
gelombang arah Timur dari Laut Banda.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-17
Kec. Wawonii
Utara
Kec. Wawonii
Timur Laut
Kec. Wawonii
Timur
Kec. Wawonii
Tenggara
Gambar 14 Peta Google Earth Pulau Wawoni.
Gambar 15 Kondisi pantai Pulau Wawoni (1).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-18
Gambar 16 Kondisi pantai Pulau Wawoni (2).
KONDISI PANTAI LABISA KECAMATAN WAWONII UTARA
Tahun 1982 penduduk Desa Labisa pindah dari lokasi ini
karena adanya abrasi sehingga mengakibatkan rumah,
Sekolah Dasar dan areal pemakaman hilang, lokasi
Desa Labisa di sebelah Barat Sungai Sungai Lansilowo.
Gambar 17 Kondisi pantai Pulau Wawoni (3).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-19
Gambar 18 Kondisi pantai Pulau Wawoni (4).
Gambar 19 Kondisi pantai Pulau Wawoni (5).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-20
Kondisi pantai di Pulau Wawonii termasuk
dalam pantai curam, dimana pada jarak kurang
dari 100 m kedalaman mencapai lebih dari -40
m. Dari informasi masyarakat, lokasi-lokasi
yang mengalami abrasi terdapat di wilayah
Wawonii Utara, Wawonii Timur Laut, Wawonii
Timur dan Wawonii Tenggara. Abrasi yang
terjadi di lokasi-lokasi tersebut di atas
didominasi karena adanya gelombang tegak
lurus pantai, dengan kondisi pantai yang
curam, pasir yang dibawa gelombang terjebak
di perairan dalam sehingga tidak dapat
kembali lagi kearah pantai. Fenomena
gelombang tegak lurus pantai ini dapat dilihat
dari foto bangunan yang tegak lurus pantai
dimana di kanan dan kiri bangunan tidak
terdapat penumpukan sedimen
Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman
1997-2006
Lokasi: Ambari
Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.
U
S
B T
TGBD
TLBL
0%
10%
20%
30%
40%
Tidak Berangin = 28.87% Tidak Tercatat = 29.66%
Gambar 20 Identifikasi permasalahan pantai Pulau Wawoni.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-21
B. Contoh Kasus Abrasi Pantai Kasipute - Boepinang Sulawesi Tenggara
1. Lokasi pertama “SID Pantai Kasipute – Boepinang Kabupaten Bombana
propinsi Sulawesi Tenggara” berada di pantai kasipute kecamatan rumbia
berjarak 180 km dari kota kendari dengan waktu tempuh ± 3 jam
2. Pantai Kasipute termasuk kedalam wilayah administrasi kelurahan kasipute
dan kelurahan lampopala
3. Panjang garis pantai kasipute sekitar 7 km, dengan kondisi pantai mengalami
abrasi dan banyak pemukiman penduduk yang berada di pesisir pantai
kasipute
4. Pada tahun 2012-2013 sudah ada desain pengamanan pantai kasipute oleh
pihak balai wilayah sungai sulawesi IV sepanjang 750 m , dan sudah ada
realisasi pebangunan pada tahun 2014, yang diperuntukkan untuk
mengamankan fasilitas umum dan pemukiman
5. Sudah ada rencana pembangunan reklamasi, talud dan jalan dari pemda
setempat yang di peruntukkan untuk wilayah komersil atau ruang publik,
panjang rencana talud yang akan dibangun untuk ruang publik sekitar 1,5 km.
6. Angin dominan yang terjadi di pantai kasipute dari arah timur terjadi pada
bulan agustus sampai oktober
7. Terdapat 3 muara sungai yang bermuara di pantai kasipute
8. Lokasi kedua “SID Pantai Kasipute – Boepinang Kabupaten Bombana propinsi
Sulawesi Tenggara” berada di pantai Boepinang berjarak 85 km dari pantai
kasipute dengan waktu tempuh ± 2 jam perjalanan.
9. Pantai Boepinang masuk kedalam wilayah administrasi kelurahan Boepinang
yang terdiri dari dua dusun yaitu dusun bajo barat dan bajo timur.
10. Pemukiman penduduk di pantai boepinang berada di atas laut, dikarenakan
mayoritas penduduk yang tinggal di pantai boepinang adalah masyarakat bajo
11. Angin dominan yang terjadi di pantai boepinang dari arah barat terjadi pada
bulan desember sampai februari
Untuk lokasi Pantai Kasipute, berikut adalah berberapa masalah yang berhasil di
identifikasi, yaitu:
1. Ketika musim angin Timur, banyak lokasi pemukiman yang terletak di pinggir
pantai sudah mulai terancam karena pada saat itu gelombang cukup besar
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-22
menghantam garis pantai. Di lokasi lain juga yang sudah mulai mengalami
kerusakan adalah tanggul jalan. Tanggul jalan ini sudah mulai mengalami
kerusakan pada kaki tanggul hal ini terjadi karena tanggul tersebut tidak di
desain untuk menahan gelombang.
2. Pada saat ini Pemerintah Kabupaten Bombana mempunyai rencana untuk
mengembangkan kawasan Pantai Kasipute sebagai area rekreasi dan ruang
publik terpadu dan pada saat ini pembangunannya sudah mulai dilaksanakan.
Namun dari segi teknis setiap perencanaan yang ada di kawasan pantai harus
mempunyai kajian teknis khususu karena setiap penambahan bangunan di
pantai akan merubah keseimbangan garis pantai yang ada. Namun untuk
kasus rencana masterplan ini Pemda Kabupaten Bombana belum mempunyai
kajian teknis terkait dengan pelaksanaan dari rencana tersebut
Sedangkan untuk lokasi Pantai Boepinang, berikut adalah berberapa masalah
yang berhasil di identifikasi, yaitu:
1. Pada saat ini lokasi pemukiman yang berada di pinggir pantai sudah mulai
terancam oleh gelombang terutama pada saat musim Barat. Ketika musim
Barat ini berlangsung banyak rumah penduduk yang mayoritas berupa rumah
panggung masyarakat Bajo, bergoyang dan posisi tiangnya mulai miring
akibat hantaman gelombang. Jika hal ini dibiarkan akan merusak pemukiman
yang jumlahnya cukup banyak di pinggir pantai.
2. Melalui pengamatan visual, jenis tanah yang ada di lokasi adalah lumpur oleh
karena itu dalam aspek perencanaan pengamanan pantai harus
dipertimbangkan daya dukung struktur supaya tidak mengalami penurunan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-23
Gambar 21 Lokasi Pantai Kasipute dan Pantai Boepinang.
Gambar 22 Lokasi Pantai Kasipute berdasarkan peta Dishidros.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-24
Gambar 23 Lokasi Pantai Boepinang berdasarkan peta Dishidros.
Gambar 24 Sketsa lokasi Pantai Kasipute (1).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-25
Gambar 25 Sketsa lokasi Pantai Kasipute (2).
Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman
2002-2012
Lokasi: Kendari
Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.
U
S
B T
TGBD
TLBL
0%
10%
20%
30%
40%
Tidak Berangin = 6.50% Tidak Tercatat = 0.07%
Gambar 26 Data windrose.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-26
Gambar 27 Kondisi Pantai Kasipute (1).
Gambar 28 Kondisi Pantai Kasipute (2).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-27
Gambar 29 Kondisi Pantai Kasipute (3).
Gambar 30 Kondisi Pantai Kasipute (4).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-28
Pembangunan Talud
dari Pihak BWSS IV
Gambar 31 Masterplan Pantai Kasipute.
Gambar 32 Kondisi Pantai Kasipute (5).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-29
C. Contoh Kasus Abrasi Pantai Pulau Lembeh Sulawesi Utara
Lokasi pekerjaan berada di Pulau Lembeh, tepatnya di Kecamatan Lembeh Utara
dan Lembeh Selatan, Kota Bitung Propinsi Sulawesi Utara. Untuk mencapai Kota
Bitung dapat ditempuh dengan menggunakan jalur darat menggunakan mobil
dengan jarak tempuh kuran lebih 2 jam. Dari Kota Bitung menuju Pulau Lembeh
dapat menggunakan jalur laut dengan waktu tempuh kuran lebih 30 menit. Pulau
Lembeh sendiri terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Lembeh Selatan
dan Kecamatan Lembeh Utara. Berikut ini akan diuraikan hasil identifikasi
kerusakan pantai untuk masing-masing lokasi di Pulau Lembeh.
Kerusakan akibat abrasi yang terdapat di Kelurahan Pasir Panjang sudah
berlangsung cukup lama. Kerusakan akibat abrasi biasanya berlangsung pada
saat gelombang tinggi terjadi yaitu antara bulan Juli – Oktober dimana gelombang
yang datang adalah gelombang Selatan
Gambar 33 Peta lokasi pekerjaan di Pulau Lembeh.
Kec.Ranowulu Kec.Aertemb
aga
Kec.Maesa
Kec.Girian
Kec.Madidir
Kec.Matuari Kec.Lembeh
Selatan
Kec.Lembeh Utara
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-30
Pulau Lembeh
Kota Bitung Kec.LembehUtara
Kec.Lembeh Selatan
Gambar 34 Peta lokasi pekerjaan di Pulau Lembeh dari Peta Dishidros.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-31
Gambar 35 Kondisi pantai di Pulau Lembeh.
Gambar 36 Kondisi pantai di Pulau Lembeh.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-32
Rekapitulasi Kondisi Pantai dan Kerusakan di Pulau Lembeh
Nama Propinsi : Sulawesi Utara
Nama Kabupaten / Kota : Bitung
Nama Kecamatan : Lembeh Selatan
Nama Desa : Pancuran
Mata Pencaharian : Nelayan
Kondisi Infrastruktur : Bangunan Pemukiman, SD dan SMP Mengalami kerusakan
Kondisi Sanitasi : Baik
Sumber Air Minum : Air permukaan
Jumlah KK : 20 KK
Lokasi Perumahan Terkait Dengan Lokasi Pantai : 20 m
Nama Sungai : -
Apakah Sudah Ada Jetty -
Kondisi Sedimentasi : -
Kejadian Banjir : -
Kerugian Akibat Banjir : -
Penyebab Banjir : -
Rentang Pasang Surut : 1.5 - 2.0 m
Tipe Pasang Surut : Semi Diurnal Dominant
Kondisi Gelombang Sehari-Hari : 0.5 - 0.75 m
Kejadian Gelombang Besar : Juli - Oktober
Kerusakan Akibat Gelombang Besar : Perumahan Penduduk Terkena Abrasi Gelombang dan Limpas Saat Pasang
Lokasi Gelombang Pecah : 150 m
Arah Gelombang Besar : Selatan
Fenomena Alam Yang Pernah Terjadi : -
Kedalaman Pantai : - 5 pada jarak 100 m
Tipe Morfologi Pantai : Teluk Landai
Jenis Kerusakan Pantai : Abrasi
Laju Kerusakan Garis Pantai Relatif Tetap Sejak ada Tanggul Pada Tahun 2000
Keberadaan Terumbu Karang : -
Keberadaan Tambak dan Pertanian : -
Material Dasar Bangunan : -
Jenis Tanah : Pasir
Keberadaan Hutan Mangrove : -
Kondisi Sekarang Hutan Mangrove : -
Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove : -
Apakah Sudah Ada Bangunan Perlindungan Pantai : Ada Berupa Tanggul Sederhana
Bagaimana Kondisi Bangunan Perlindungan Pantai : Saat Gelombang Tinggi dan Pasang Air Masih Bisa Masuk ke Pemukiman
Penyebab Kerusakan Bangunan : -
Umur Bangunan : -
Material Dasar Bangunan : Pasangan Batu
Apakah Ada Pelabuhan di Lokasi : Pelabuhan Rakyat
Jenis Pelabuhan : Dermaga Beton
Jenis Perlindungan Pelabuhan : -
5 Kondisi Fisik Pantai Deskripsi
6 Kondisi Infrastruktur Deskripsi
3 Hidrologi Deskripsi
4 Hidro-Oseanografi Deskripsi
1 Uraian Lokasi Deskripsi
2 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir Deskripsi
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-33
2.2 Uraian Materi Tentang Muara Sungai
2.2.1 Definisi Muara Sungai
Pada Estuari atau muara sungai, Komponen penting yang mengatur dinamika dan
pertukaran antara dua masa air yang berbeda adalah pasut. Meskipun demikian,
di alam ada pula estuari yang berada di daerah non pasut, daerah ini sering
dinamai dengan laguna. Di laut yang non pasut ini, sungai secara alarni lebih
sering membentuk delta dari pada estuari.
Untuk keperluan penanggulangan kerusakan muara sungai, perlu diketahui secara
pasti penyebab dominan permasalahan yang terdapat di muara sungai. Dengan
mengetahui permasalahan tersebut, perencana akan lebih mudah mencari jalan
pemecahan masalah yang paling tepat dan yang sesuai dengan lingkungan
sekitar. Ada beberapa parameter dominan yang mempengaruhi kerusakan muara
sungai, lima di antaranya adalah:
1) debit sungai,
2) angkutan sedimen sungai,
3) gelombang dan arus menyusur pantai,
4) angkutan sedimen pantai,
5) pasang surut dan arus pasang surut.
Pengaruh kelima parameter tersebut dapat berubah-ubah, tergantung pada waktu.
Pada saat musim kemarau, debit sungai dan sedimen sungai cukup kecil
sehingga pengaruhnya terhadap pembentukan muara sungai relatif kecil,
sedangkan pada waktu musim penghujan debit sungai dan sedimen sungai
sangat dominan dalam pembentukan muara sungai. Demikian pula pengaruh
gelombang pada pembentukan muara sungai, sangat tergantung pada musimnya.
Di Indonesia terdapat beberapa musim di antaranya, ialah musim kemarau dan
musim penghujan dalam kaitannya dengan banjir, musim barat dan musim timur
dalam kaitannya dengan gelombang, serta pasang purnama dan perbani dalam
kaitannya dengan arus pasang surut. Untuk menganalisis permasalahan muara
sungai, perlu dikaji parameter-parameter tersebut dengan memasukkan faktor
musim yang terdapat di wilayah setempat, dalam hal ini musim yang terdapat di
Indonesia.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-34
2.2.2 Fungsi Muara Sungai
Ditinjau dari sudut perekonomian, muara memiliki posisi yang penting karena
berfungsi sebagai pintu penghubung antara laut dan daerah pedalaman. Hal ini
dijumpai terutama di Pulau-pulau yang memiliki sungai-sungai yang lebar dan
dalam seperti Sumatera (Sungai Musi di Palembang) dan Kalimantan (Sungai
Barito, Kapuas dan Sungai Mahakam). Pengaruh pasang surut menyebabkan
perubahan muka air secara periodik di muara sungai. Debit air yang besar dan
didukung dengan energi pasang surut yang cukup tinggi akan menjaga kondisi
dasar perairan di mulut sungai dan estuari cukup dalam untuk pelayaran sungai,
sehingga kondisi muara sungai yang demikian sangat cocok digunakan sebagai
lokasi pelabuhan.
Selain dari sisi ekonomi, muara juga berfungsi sebagai penyangga ekosistem baik
terhadap sungai itu sendiri maupun terhadap lingkungan pantai sekitarnya.
Lingkungan estuari merupakan kawasan yang sangat penting bagi berbagai
spesies hewan dan tumbuhan. Pada daerah-daerah beriklim tropis seperti di
Indonesia, lingkungan estuari umumnya ditumbuhi oleh tumbuhan khas yang di
sebut Mangrove. Tumbuhan mangrove mampu beradaptasi dengan genangan air
laut yang kisaran salinitasnya cukup lebar Hutan mangrove adalah salah satu
contoh tetumbuhan muara yang selain berfungsi ekologis, juga berguna sebagai
pengaman pantai terhadap erosi (pengamanan non struktural).
2.2.3 Karateristik Fisik Muara Sungai
1) Salinitas
Salinitas di muara berfluktuasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya dan berubah
sesuai dengan waktu. Jika air laut dengan salinitas rata-rata 35o/oo bercampur
dengan air tawar (salinitas 0o/oo), campuran air tersebut akan memiliki nilai
salinitas bervariasi di antaranya. Profil salinitas muara yang diidealkan diberikan
pada Gambar 37. Dalam kenyataan di lapangan, batas-batas salinitas tidak begitu
jelas seperti ditunjukkan pada Gambar 37.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-35
Gambar 37 Profil salinitias muara (Castro dan Huber, 2007).
2) Morfologi Muara
Proses penggerak utama dalam morfologi muara adalah progradasi (progradation)
dan transgresi (transgression). Proses-proses tersebut secara umum membentuk
pantai (termasuk muara) sesuai dengan pasokan sedimen terkait dengan
kenaikan permukaan air laut relatif. Jika kenaikan muka air laut akibat pasang
tinggi, dan/atau pasokan sedimen relatif rendah, yang terjadi adalah transgresi ke
laut. Sebaliknya jika kenaikan muka air laut rendah, yang disertai dengan pasokan
sedimen yang tinggi, proses yang terjadi adalah progradasi. Gambar 38
menunjukkan proses progradasi dan transgresi yang membentuk morfologi
sebuah muara.
Gambar 38 Proses progradasi dan transgresi pembentukan muara.
Bagian sisi kiri dari Gambar 38 menggambarkan proses progradasi, yang mana
daratan akan bertambah, salah satunya karena permukaan laut yang turun relatif
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-36
terhadap daratan, atau akibat pasokan sedimen yang besar. Bagian sisi kanan
menggambarkan proses transgresif, salah satunya adalah akibat kenaikan
permukaan air laut, atau karena ketidakcukupan pasokan sedimen. Perlu
diperhatikan bahwa perubahan permukaan air laut adalah relatif, dalam arti
penurunan daratan dengan permukaan air laut konstan mempunyai pengaruh
yang sama jika elevasi daratan konstan dan permukaan air laut naik. Akibat
proses progradasi, deposisi sedimen sungai menyebabkan formasi delta. Jika
energi gelombang dan energi pasang surut rendah, sedimen sungai akan
terdeposisi di sepanjang kedua tepi sungai. Akibat gradien aliran sungai,
permukaan air pada suatu titik sepanjang sungai akan berangsur-angsur naik
karena titik tersebut terletak pada jarak yang lebih jauh dari mulut sungai. Pada
suatu saat, kemungkinan jika debit sungai tinggi, air sungai akan menggenangi
dan mengerosi tebing sungai dan terbentuk alur baru yang lebih pendek ke laut.
Proses yang sama berulang terus menerus, yang mana menyebabkan
terbentuknya formasi delta. Gelombang kuat dengan arus searah pantai akan
memperlebar formasi delta dalam arah sejajar pantai, sementara energi pasang
surut yang besar biasanya menghasilkan pola-pola tegaklurus garis pantai. Di luar
pengaruh aliran sungai dan sedimen fluvial, dataran pantai akan terbentuk jika
gaya gelombang dominan dan dataran pasang surut yang akan terbentuk jika
pengaruh pasang surut lebih dominan.
Pada proses transgresi, sebuah estuari adalah ekuivalen dari formasi delta dalam
proses progradasi, tetapi pada proses transgresi, pasokan sedimen tidak cukup
untuk mengatasi kenaikan relatif permukaan air laut. Pasokan sedimen tidak
hanya bersumber dari sungai (sedimen fluvial) tetapi juga berasal dari laut/pantai,
karena pasang naik atau gelombang memasok sedimen dari laut. Bahkan sebuah
laguna hanya mempunyai sumber pasokan sedimen dari laut, karena tidak ada
sungai yang mengalir ke dalamnya.
Bedasarkan berbagai proses geomorfologi yang terjadi, Gambar 16 memberikan
sebuah klasifikasi untuk proses progradasi dan transgresi pada pembentukan
muara sungai. Pengaruh energi yang berasal dari sungai digambarkan dalam
sumbu vertikal, sementara pengaruh pantai dalam sumbu horisontal, energi
gelombang ke kiri dan energi pasang surut ke kanan. Puncak segitiga
menggambarkan formasi delta; bagian dasar segitiga menggambarkan dataran
pantai dan dataran pasut; estuari terletak di antaranya. Laguna adalah bagian
paling akhir dari spektrum estuari. ”Kedalaman” pada gambar memberikan ide
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-37
tentang evolusi terhadap waktu, relatif terhadap perubahan permukaan air laut
dan pasokan sedimen. Sesuai dengan kenaikan permukaan air laut, delta akan
berubah menjadi estuari atau sebaliknya. Dataran pantai dan dataran pasang
surut akan ”hilang” dan berubah menjadi perairan dangkal jika permukaan laut
naik.
Gambar 39 Diagram klasifikasi muara (Boyd dkk, 1992 dan Dalrymple dkk, 1992).
Menurut Boyd dkk (1992) dan Dalrymple dkk (1992), bentuk muara sungai dapat
dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok tergantung pada faktor-faktor dominan yang
mempengaruhinya, yaitu gelombang, sungai dan pasang surut.
Pada bagian-bagian berikut diuraikan tentang bentuk-bentuk muara sungai sesuai
dengan faktor-faktor dominan yang mempengaruhinya serta masalah-masalah
yang mungkin terjadi.
Secara morfologi Muara sungai secara umum dapat dibagi menjadi tiga macam,
sesuai dengan faktor dominan yang mempengaruhi muara. Ketiga macam tipe
muara tersebut adalah sebagai berikut
a. Muara yang didominasi gelombang laut (wave-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan angkutan sedimen menyusur pantai setiap tahun
cukup besar dan arus menyusur pantai cukup dominan dalam pembentukan
muara sungai. Pada tipe ini biasanya muara tertutup oleh lidah pasir dengan pola
sedimentasi, seperti terlihat pada Gambar 40. Pola sedimentasi yang terjadi di
muara tersebut sangat tergantung pada arah gelombang.
Jika arah gelombang dominan menyudut terhadap pantai, akan terjadi penutupan
muara dengan arah penutupan sesuai dengan arah gerakan pasir menyusur
laguna
dataran pasut dataran pantai
estuari didominasi gelombang
estuari didominasi
pasut
delta
GELOMBANG PASUT
SUNGAI
delta
dataran pantai
dataran pasut
daya gelombang/ pasut
kenaik
an d
aya f
luvia
l
TRANSGRESI
WAKTU R
ELA
TIF
PROG
RADASI
Marine source
Embayed mixed source
Prograding fluvial source
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-38
pantai). Pada kondisi muara dengan arah gelombang dominan yang relatif tegak
lurus dengan pantai, pola sedimentasi akan terlihat, seperti pada Gambar 40.
Permasalahan utama pada sungai ini ialah saat awal musim hujan, yatu ketika
endapan pasir di muara cukup tinggi dan biasanya muara cukup sempit. Muara
tidak mampu menyalurkan air banjir diawal musim hujan. Jika sungai tersebut juga
digunakan untuk keperluan nelayan, nelayan tidak dapat atau sulit memasuki
muara sungai pada kondisi seperti itu.
Jika arah gelombang dominan menyudut, muara sungai akan sering berpindah
tempat sehingga dapat menyulitkan pengendalian banjir ataupun pengelolaan
daerah sekitar muara.
c) Potongan memanjang
d) Potongan melintang
TampakAtas
Alur
Tebing
Pantai
Bar
Alur
Puncak Bar
Endapan
Alur
Alur
Pantai
a) Arah gelombang tegak lurus pantai
Arah Gelombang
Arah
Gelombang
Lidah Pasir
b) Arah gelombang membentuk
sudut dengan garis pantai
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 40 Tipe muara yang didominasi gelombang laut.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-39
Gambar 41 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah laut).
Gambar 42 Contoh muara yang didominasi gelombang (arah darat).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-40
Gambar 43 Contoh muara yang didominasi gelombang laut.
b. Muara yang didominasi aliran sungai (river flow-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan debit sungai menyusur setiap tahunan cukup
besar sehingga debit tersebut merupakan parameter utama pembentukan muara
sungai. Pola sedimentasi pada muara tipe ini dapat dilihat pada Gambar 44.
Pendangkalan yang serius biasanya tidak terjadi pada tipe muara ini. Hal ini
disebabkan aliran air sungai yang terjadi cukup besar sehingga mampu
memelihara atau merawat kedalaman alur sungai. Jika aliran sungai cukup
banyak membawa material sedimen, garis pantai akan cepat maju dan
membentuk tanjungan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-41
alur
tebing
tebing
ambang
puncak ambang
alur
Tampak Atas
Potongan Melintang
mulut
pasir halus
pasir kasar
lempung
campuran pasir dan lempung
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 44 Tipe muara yang didominasi aliran sungai.
Gambar 45 Contoh muara yang didominasi sungai (delta Bengawan Solo).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-42
c. Muara yang didominasi pasang surut (tide-dominated river mouth)
Tipe muara ini ditandai dengan fluktuasi pasang surut yang cukup besar sehingga
arus yang terjadi akibat pasang surut ini cukup potensial untuk membentuk muara
sungai. Pada tipe ini terjadi angkutan sedimen dua arah (arah laut dan arah darat).
Muara biasanya berbentuk corong atau lonceng (bell shape) dengan beberapa
alur dan pendangkalan seperti terlihat pada Gambar 46.
Permasalahan utama pada tipe muara ini bukan penutupan muaranya, tetapi
pendangkalan yang terjadi di muara sungai dapat mengganggu pelayaran atau
navigasi.
Potongan Melintang A
Potongan Melintang B
Potongan Melintang C
B B
AA
Alur Endapan
Pasir
Tebing
Tebing
A
A
B
B
C
C
Pendangkalan
Sumber : Pekerjaan Manual Perencanaan Teknis Pengamanan Pantai (2007)
Gambar 46 Tipe muara yang didominasi pasang surut.
Karena sangat banyak muara sungai di Indonesia yang bermasalah, dalam usaha
memperbaiki kondisi muara tersebut haruslah dipilih muara sungai yang
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Di bawah ini diberikan pedoman untuk
menentukan pemilihan proyek perbaikan muara sungai, yaitu dengan memberikan
urutan prioritas terhadap muara yang mempunyai kriteria sebagai berikut.
a. muara sungai yang bagian hulunya merupakan daerah yang nilainya cukup
tinggi dan perlu dilindungi dari ancaman banjir, misalnya daerah industri dan
daerah permukiman yang padat;
b. muara sungai yang dipergunakan untuk keperluan pelayaran, baik untuk
keperluan niaga maupun untuk keperluan perikanan;
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-43
c. muara sungai yang bagian hulunya mempunyai potensi yang besar untuk
pertanian dan pertambakan sehingga diperlukan adanya kelancaran aliran air
di sungai tersebut;
d. muara sungai yang selalu berpindah-pindah dan merusak daerah sekitar yang
telah dikembangkan menjadi daerah pariwisata atau daerah industri.
Dalam menentukan langkah-langkah perbaikan muara sungai, perlu
dipertimbangkan cara yang paling tepat dan yang paling ekonomis. Dalam
kaitannya dengan desain bangunan jeti, yang sangat menentukan dalam
penentuan biaya adalah jenis konstruksi jeti dan panjang jeti. Oleh karena itu, agar
biaya pembuatan jeti dapat ditekan, perlu ditetapkan dengan jelas fungsi
bangunan jeti yang akan dibuat tersebut. Dengan demikian, panjang jeti dapat
disesuaikan dengan maksud tersebut. Sebagai contoh, untuk keperluan stabilisasi
muara sungai, tidak perlu dibangun jeti yang panjang. Pembuatan bangunan jeti
yang terlalu panjang justru dapat menimbulkan permasalahan di tempat yang lain
dan hal ini perlu dihindarkan. Di samping itu, perlu ditekankan bahwa ada jenis
konstruksi tertentu yang biaya pembangunannya murah, tetapi biaya
perawatannya tinggi sehingga perlu dipertimbangkan dalam desainnya.
3) Prisma Pasang Surut
Berkaitan dengan permasalahan di muara sungai perlu diketahui suatu parameter
yang dikenal dengan nama prisma pasang surut (tidal prism), P, yaitu volume air
laut yang mengalir masuk ke atau keluar dari sebuah sistem muara melalui mulut
sungai antara titik balik air surut (low water slack) dan titik balik air pasang (high
water slack) berikutnya atau sebaliknya. Apabila tidak ada aliran dari hulu sungai,
maka volume air yang masuk ke muara pada saat air pasang (flood tide) dan
volume yang keluar dari muara pada saat air surut (ebb tide) adalah sama. Prisma
pasang surut dapat dihitung secara matematis sebagai berikut
( )0
p sT atauT
P Q t dt= ………………………………………………………………………… (1)
di mana
P = prisma pasang surut
Tp = perioda air pasang
Ts = perioda air surut
Q(t) = debit yang melalui mulut sungai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-44
T = perioda pasang surut = Tp + Ts
Apabila bentuk kurva pasang surut dianggap berbentuk sinusoidal, prisma pasang
surut dapat didekati sebagai berikut
max
k
Q TP
C= ……………………………………………………………………………….…(2)
di mana
Qmax = debit maksimum
Ck = faktor koreksi, antara 0,811 – 0,999
Prisma pasang surut juga dapat dihitung secara analitis apabila distribusi
kecepatan arus pada vertikal di mulut sungai diketahui
1
1
mA a P= .....................................................................................................................(3)
di mana
A = luas penampang aliran pada muka air rata-rata untuk kondisi pasang
purnama (m2)
P = prisma pasang surut (m3)
Jarret (1976) telah menganalisis persamaan di atas berdasarkan sejumlah besar
data untuk mendapatkan nilai a1 dan m1, hasilnya adalah:
4 0.951.58 10A P−= .........................................................................................................(4)
2.2.4 Parameter Desain Muara
Sebelum melakukan upaya-upaya perbaikan muara melalui desain yang sesuai,
perlu diketahui lebih dahulu penyebab utama permasalahan yang menyebabkan
kerusakan. Dengan memahami masalah tersebut, seorang perencana akan lebih
mudah mencari solusi yang tepat sesuai dengan lingkungan sekitarnya.
Parameter-parameter yang berpengaruh terhadap permasalahan di muara adalah
1) Kecepatan arus atau debit sungai
2) Angkutan sedimen sungai (bed load dan suspended load)
3) Gelombang dan arus searah pantai
4) Angkutan sedimen pantai (bed load dan suspended load)
5) Energi pasang surut
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-45
Pengaruh kelima parameter tersebut terhadap di atas bervariasi sesuai dengan
musim. Sebagai contoh, pada waktu musim kemarau debit sungai dan sedimen
sungai cukup kecil sehingga pengaruhnya terhadap pembentukan muara sungai
relatif kecil. Sementara pada saat musim hujan debit sungai dan sedimen sungai
cukup dominan dalam pembentukan muara sungai. Demikian pula pengaruh
gelombang pada pembentukan muara sungai, sangat tergantung pada musimnya.
Di Indonesia terdapat beberapa musim di antaranya, ialah musim kemarau dan
musim penghujan dalam kaitannya dengan banjir, musim barat dan musim timur
dalam kaitannya dengan gelombang, serta pasang purnama dan perbani dalam
kaitannya dengan arus pasang surut. Untuk menganalisis permasalahan muara
sungai, perlu dikaji parameter-parameter tersebut dengan memasukkan faktor
musim yang terdapat di wilayah setempat, dalam hal ini musim yang terdapat di
Indonesia.
2.2.5 Kriteria Penanganan Muara Sungai
Karena sangat banyak muara sungai di Indonesia yang bermasalah, dalam usaha
memperbaiki kondisi muara tersebut haruslah dipilih muara sungai yang
mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi. Di bawah ini diberikan pedoman untuk
menentukan pemilihan proyek perbaikan muara sungai, yaitu dengan memberikan
urutan prioritas terhadap muara yang mempunyai kriteria sebagai berikut.
1) muara sungai yang bagian hulunya merupakan daerah yang nilainya cukup
tinggi dan perlu dilindungi dari ancaman banjir, misalnya daerah industri dan
daerah permukiman yang padat;
2) muara sungai yang dipergunakan untuk keperluan pelayaran, baik untuk
keperluan niaga maupun untuk keperluan perikanan;
3) muara sungai yang bagian hulunya mempunyai potensi yang besar untuk
pertanian dan pertambakan sehingga diperlukan adanya kelancaran aliran air
di sungai tersebut;
4) muara sungai yang selalu berpindah-pindah dan merusak daerah sekitar yang
telah dikembangkan menjadi daerah pariwisata atau daerah industri.
Dalam menentukan langkah-langkah perbaikan muara sungai, perlu
dipertimbangkan cara yang paling tepat dan yang paling ekonomis. Dalam
kaitannya dengan desain bangunan jeti, yang sangat menentukan dalam
penentuan biaya adalah jenis konstruksi jeti dan panjang jeti. Oleh karena itu, agar
biaya pembuatan jeti dapat ditekan, perlu ditetapkan dengan jelas fungsi
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-46
bangunan jeti yang akan dibuat tersebut. Dengan demikian, panjang jeti dapat
disesuaikan dengan maksud tersebut. Sebagai contoh, untuk keperluan stabilisasi
muara sungai, tidak perlu dibangun jeti yang panjang. Pembuatan bangunan jeti
yang terlalu panjang justru dapat menimbulkan permasalahan di tempat yang lain
dan hal ini perlu dihindarkan. Di samping itu, perlu ditekankan bahwa ada jenis
konstruksi tertentu yang biaya pembangunannya murah, tetapi biaya
perawatannya tinggi sehingga perlu dipertimbangkan dalam desainnya.
2.2.6 Kriteria stabilitas muara sungai
Stabilitas muara menurut Per Bruun merupakan refleksi dari perbandingan volume
prisma pasang surut (P) dibagi dengan volume angkutan sedimen menyusur
pantai (S). Nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. P/S 150 : Kondisi muara baik, terdapat sedikit tumpukan pasir dan
penggelontoran baik.
2. 100 P/S < 150 : Kondisi muara kurang baik, formasi tumpukan pasir terlihat di
mulut sungai.
3. 50 P/S < 100 : Tumpukan pasir membesar, tetapi alur muara masih dapat
menerobos tumpukan pasir.
4. 20 P/S < 50 : Mulut muara sudah dipenuhi tumpukan pasir, tetapi muara
masih berfungsi karena adanya aliran air tawar dari sungai.
5. P/S < 20 : Mulut muara sudah tidak stabil sama sekali.
2.2.7 Strategi Penanganan muara sungai
Sebagai tempat pertemuan antara sungai dan laut, sifat-sifat muara dipengaruhi
oleh besaran-besaran seperti: arus sungai (debit sungai), arus laut, gelombang,
energi pasang surut, laju transpor sedimen (dari sungai dan laut), dan besaran-
besaran lain. Seluruh besaran tersebut saling berinteraksi sebagai sebuah sistem
yang melibatkan masukan dan keluaran sehingga menghasilkan suatu bentuk
morfologi yang spesifik. Permasalahan yang paling sering dijumpai di muara
adalah sedimentasi, terutama oleh sedimen pasir yang berasal dari laut, sehingga
menyebabkan pendangkalan/pentupan sebagian atau seluruh mulut sungai.
Pendangkalan tersebut menyebabkan dua masalah pokok sebagai berikut
1) Ketidaklancaran pembuangan debit sungai (terutama pada saat banjir) ke laut
sehingga terjadi luapan (banjir) di daerah hulu sungai.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-47
2) Gangguan terhadap kapal dan perahu yang memanfaatkan muara sungai
sebagai alur pelayaran.
Untuk menanggulangi masalah tersebut perlu dilakukan penanganan untuk
menghalangi sedimen masuk ke muara sungai.
Strategi penanganan muara sungai ditentukan berdasarkan beberapa
pertimbangan, di antaranya adalah
1) pemanfaatan muara sungai
2) biaya pekerjaan
3) dampak bangunan terhadap lingkungan
4) biaya operasi dan pemeliharaan
5) ketersediaan bahan bangunan
Ada dua pilihan dasar yang perlu ditinjau, yaitu apakah muara sungai harus selalu
terbuka, atau pada waktu-waktu tertentu boleh tertutup? Apabila muara sungai
digunakan untuk lalu-lintas perahu, maka muara sungai harus selalu terbuka.
Untuk itu perlu dibuat jetty panjang yang menjorok ke laut hingga di luar zona
gelombang pecah. Apabila muara sungai hanya digunakan untuk melewatkan
debit banjir untuk mencegah luapan air sungai di bagian hulu, ada beberapa
alternatif penanganan yang bisa dilakukan.
Gambar 47 menyajikan beberapa alternatif bangunan dalam rangka penanganan
muara sungai.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-48
Gambar 47 Diagram alir tahapan penanganan muara sungai.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-49
Gambar 48 Alternatif penanganan muara sungai.
1. Tanpa jetty – pengerukan dengan alat berat
T0 : Muara Sungai Terbuka
Qs Qs
T1 : Muara Membelok
Qs penggalian
laguna
T2 : Muara Tertutup
2. Perkuatan Tebing – pengerukan dengan alat berat
T0 : Muara Terbuka
Qs Qs
T1 : Proses Penutupan
Qs
T2 : Muara Tertutup
3. Muara Sungai – Stabilisasi dengan Jetty
T2 T1
T0
T2
T1
Endapan di ujung jetty setelah T2
Sedimentasi Erosi
T0
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-50
2.2.8 Contoh Kasus
A. Contoh Kasus Muara Sungai Progo
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 49 Peta rupa bumi Sungai Progo.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 50 Peta Google Earth Sungai Progo.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-51
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 51 Desain jetty Sungai Progo oleh BCEOM.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 52 Desain jetty Sungai Progo oleh Arief Nuryanto & Nur Yuwono, 2002.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-52
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 53 Foto udara muara Progo 13 Januari 2001.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 54 Foto udara muara Progo 7 April 2004.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-53
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 55 Konstruksi yang dilaksanakan tahun 2005.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 56 Konstruksi yang dilaksanakan tahun 2005.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-54
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 57 Konstruksi rubble mound jetty sisi kanan dengan bobot batu 1-2 ton
pada tahun 2006.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 58 Konstruksi jetty sisi kiri pada tahun 2006.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-55
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 59 Kondisi konstruksi jetty pada Maret 2006.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 60 Kondisi konstruksi jetty pada Maret 2006.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-56
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 61 Kondisi muara makin menyempit pada Mei 2006.
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 62 Kondisi muara makin menyempit pada Mei 2006.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-57
Sumber : Dinamika Muara Sungai, Istiarto
Gambar 63 Perbandingan kondisi muara pada Maret dan Mei 2006.
B. Contoh Kasus Muara Sungai Opak
Gambar 64 Lokasi pekerjaan di Muara Sungai Opak.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-58
Secara geografis lokasi kegiatan Studi dan Review Desain Jetty dan Tanggul
Muara Sungai Opak berada di Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada
bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat,
serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif
membujur dari utara ke selatan.
Muara sungai merupakan tempat bertemunya arus pasang surut air laut dengan
air sungai yang saling berlawanan. Kondisi itu akan memberi pengaruh kuat pada
proses sedimentasi. Pada kasus Kali Opak, sedimentasi material tersebut
mengakibatkan terjadinya pembelokan aliran air ke arah barat atau kanan.
Fenomena tersebut bisa diketahui dari hasil rekaman citra satelit. Fenomena yang
sama tampak pula di Kali Progo di Kulon Progo, Kali Bogowonto di Purworejo, dan
Kali Serayu di Cilacap yang berada di bagian selatan Pulau Jawa dan berhadapan
dengan Samudra Hindia. Pembelokan hanya terjadi antara wilayah Bantul sampai
Cilacap. (sumber: www.technogetz.wordpress.com).
Muara Kali Opak terletak di Kecamatan Kretek dan sebagian kecil di Kecamatan
Sanden Kabupaten Bantul. Kondisi Muara Kali Opak dapat dilihat pada foto-foto
lapangan berikut ini.
Gambar 65 Lokasi foto pekerjaan di Muara Sungai Opak.
1 2 3
4 5 6
7
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-59
Gambar 66 Foto-1: Muara Kali Opak ke arah Tenggara (Pantai Parangtritis).
Gambar 67 Foto-2: Muara Kali Opak ke arah Selatan (Samudera Hindia).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-60
Gambar 68 Foto-3: Muara Kali Opak ke arah Barat Daya (Pantai Samas).
Gambar 69 Foto-4: Laguna Muara Kali Opak ke arah Barat Daya (Pantai Samas).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-61
Gambar 70 Foto-5: Laguna Muara Kali Opak ke arah Utara.
Gambar 71 Foto-6: Laguna Muara Kali Opak ke arah Barat Daya (Pantai Samas).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-62
Identifikasi Masalah Muara Sungai Opak
Beberapa faktor beloknya Muara Sungai Opak antara lain angin, pantai,
gelombang, muara sungai, musim, dan arus sungai.
Angin
Angin yang dominan bertiup dari arah tenggara dan menyudut menghantam
muara. “Pada Desember hingga Februari angin itu mulai menurun. Bahkan, pada
Maret angin bertiup dari arah barat ke tenggara,”. Angin yang bertiup lebih kuat
dikatakan sangat memengaruhi pembelokan aliran sungai karena angin itu
mendorong gelombang laut (swash).
Gelombang
Gelombang laut yang menyudut dengan bibir pantai dan muara yang membujur
dari tenggara ke barat menimbulkan longshore drift atau gerakan zig-zag sedimen
di sepanjang pantai. Pada kasus Kali Opak gerakan zig-zag yang terjadi dari arah
tenggara dan barat laut serta dari arah barat laut menghasilkan sedimen yang
memanjang dari timur ke barat. Adapun gerakan zig-zag yang berasal dari
tenggara menghasilkan sedimen lebih banyak dibandingkan dengan gerakan zig-
zag yang berasal dari arah barat. Hal itu disebabkan gerakan zig-zag di bagian
tenggara lebih lama dibandingkan gerakan zig-zag di bagian arah barat. Di bagian
tenggara, gerakan tersebut terjadi sejak April hingga November dan didukung pula
oleh suplai sedimen yang kontinu di muara Kali Opak. Sementara longshore drift
dari barat hanya terjadi selama dua bulan, dari Januari hingga Maret dan tidak
banyak berpengaruh dalam mengembalikan arus muara Sungai Opak.
Arus Sungai
Arus air sungai yang membawa sedimen dari daratan terhalang oleh sedimen dan
berbelok ke kanan. Pembelokan itu membuat posisi muara Kali Opak menjadi
miring dengan bibir pantai. Sedimen dari arah pantai yang dihasilkan longshore
drift kemudian terakumulasi bersama dengan endapan dari Sungai opak. Melalui
metode granulometri sampel sedimen pada titik sedimen antara bibir pantai dan
Sungai Opak yang berbelok. Sampel sedimen Sungai Opak memiliki komposisi
pasir dan kerikil dalam ukuran yang tidak seragam dengan warna terang.
Sementara di sungai yang berada di wilayah Gunung Kidul, Yogyakarta, tidak
terjadi pembelokan karena sedimennya berupa batuan kapur berukuran besar.
(Sumber: Yan Restu Freski dan Darmadi dari Taman Pintar Science Club,
Yogyakarta Tahun 2010)
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-63
Gambar 72 Identifikasi arah gelombang di Muara Sungai Opak.
Distribusi Kecepatan dan Arah Angin Jam-jaman
2003-2012
Lokasi: Jogja
Jenis tongkat menunjukkan kecepatan angin dalam knot.
Panjang tongkat menunjukkan persentase kejadian.
U
S
B T
TGBD
TLBL
0%
10%
20%
30%
40%
Tidak Berangin = 1.61% Tidak Tercatat = 5.26%
Wilayah Banjir
Wilayah Banjir
Arah Aliran
Sedimentasi
Gambar 73 Identifikasi permasalahan di Muara Sungai Opak.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-64
2.3 Uraian Materi Tentang Aspek Monitoring dan Evaluasi
Untuk uraian monitoring dan evaluasi kerusakan bangunan pantai akibat bencana
akan dijabarkan berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No.
08/SE/M/2010 tanggal 17 Maret 2010 tentang Pemberlakuan Pedoman Penilaian
Kerusakan Pantai dan Prioritas Penanganannya.
2.3.1 Kriteria Penilaian Kerusakan Pantai
Untuk menilai kerusakan pantai dan menentukan prioritas penanganannya
digunakan langkah-langkah sebagai berikut (bagan alir penilaian kerusakan pantai
dapat dilihat pada gambar di bawah ini).
Mulai
Persiapan
Lokasi Pantai yang Dinilai
Penilaian Kerusakan Pantai
Diskripsi Lokasi Uraian Kerusakan
Lingkungan
Uraian Kerusakan Erosi/Abrasi dan
Kerusakan Bangunan
Uraian Kerusakan Sedimentasi
Pembobotan Tingkat Kerusakan
Penentuan Tingkat Kepentingan
Prioritas Penanganan
Lokasi Baru
Urutan Prioritas
Selesai
Ya
Tidak
Gambar 74 Bagan alir penilaian kerusakan pantai.
Penilaian kerusakan pantai ini akan dilakukan melalui suatu proses penilaian yang
sudah ditetapkan sebagai surat edaran menteri pekerjaan umum No.
08/SE/M/2010 tentang “Pemberlakuan Pedoman Penilaian Kerusakan Pantai dan
Prioritas Penanganannya”, dimana dalam menilai kerusakan pantai, pendekatan
yang digunakan ada 3 (tiga) macam yaitu:
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-65
1) Kerusakan Lingkungan Pantai
Daerah pantai atau pesisir mempunyai sifat yang dinamis dan rentan terhadap
perubahan lingkungan baik karena proses alami maupun aktifitas manusia.
Manusia melakukan berbagai aktifitas untuk meningkatkan taraf hidupnya,
sehingga melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan sumber daya
alam yang berpengaruh terhadap lingkungan di daerah pantai. Daerah pantai atau
pesisir setidaknya memiliki karakteristik sebagai berikut.
1) Terdapat keterkaitan ekologis baik antar ekosistem di dalam kawasan pesisir
maupun antara kawasan pesisir dengan lahan atas dan laut lepas.
2) Dalam suatu kawasan pesisir biasanya terdapat lebih dari dua macam
sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan pembangunan, misalnya untuk wisata dan perikanan;
permukiman dan pertambakan.
3) Dalam suatu kawasan pesisir, pada umumnya terdapat lebih dari satu
kelompok yang memiliki keterampilan/keahlian dan kesenangan bekerja yang
berbeda. Hal ini mengakibatkan pemanfaatan berbagai sumberdaya yang ada.
4) Baik secara ekologis maupun ekonomis , pemanfaatan suatu kawasan pesisir
secara monokultural adalah sangat rentan terhadap perubahan internal
maupun eksternal yang menjurus pada kegagalan usaha.
5) Kawasan pesisir merupakan milik bersama (common property resources) yang
dapat dimanfaatkan oleh semua orang (open acces). Setiap pengguna
sumberdaya berkeinginan untuk memaksimalkan keuntungan sehingga
menyebabkan terjadinya pencemaran, over-eksploitasi sumberdaya alam dan
konflik pemanfaatan ruang.
Pantai secara alami berfungsi sebagai pembatas antara darat dan laut, tempat
hidup biota pantai dan tempat sungai bermuara. Dalam perkembangannya fungsi
pantai mengalami perubahan sesuai kebutuhan manusia, antara lain sebagai
tempat saluran bermuara tambak, , tempat peralihan kegiatan hidup di darat dan
di laut (pelabuhan, pelayaran), tempat hunian nelayan, tempat wisata, tempat
usaha, tempat budidaya pantai (tambak, pertanian), sumber bahan bangunan
(pasir, batu karang), kawasan idustri (PLTU, pabrik dan lain-lain).
Daerah pantai di Indonesia memiliki potensi sumber daya alam berupa sumber
daya alam dapat diperbarui (hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun,
sumber daya perikanan dan bahan-bahan bioaktif), sumber daya alam tidak dapat
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-66
diperbarui (meliputi seluruh mineral dan geologi) dan jasa-jasa lingkungan (fungsi
pantai sebagai tempat rekreasi dan pariwisata, media transportasi dan
komunikasi, sumber energi, sarana pendidikan dan penelitian, pertahanan
keamanan, penampungan limbah, pengatur iklim (climate regulator), kawasan
perlindungan (konservasi dan preservasi) dan sistem penunjang kehidupan serta
fungsi ekologisnya.
Sumberdaya alam yang ada di daerah pantai, telah dimanfaatkan untuk
pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, balk sebagai mats pencaharian,
sumber pangan, mineral, energi, devisa negara, dan lain-lain. Agar potensi
sumber daya alam ini dapat dimanfaatkan sepanjang mass dan berkelanjutan
dipedukan upaya pengelolaan yang memperhatikan aspek-aspek lingkungan
dalam arti memperoleh manfaat yang optimal secara ekonomi akan tetapi juga
sesuai dengan daya dukung dan kelestarian lingkungan, sehingga upaya dalam
pengelolaannya tidak hanya untuk memanfaatkan akan tetapi juga memelihara
dan melestarikannya.
Kriteria kerusakan lingkungan pantai yang dipergunakan pada pedoman ini
meliputi jenis kerusakan pantai yang disebabkan oleh beberapa hal berikut ini.
1) Permukiman dan fasilitas umum yang terlalu dekat dengan garis pantai.
2) Areal pertanian terlalu dekat dengan garis pantai.
3) Penambangan pasir di kawasan pesisir/gumuk pasir.
4) Pencemaran lingkungan di perairan pantai.
5) Instrusi air laut.
6) Penebangan hutan/tanaman mangrove untuk dijadikan tambak.
7) Pengambilan/perusakan terumbu karang.
8) Banjir akibat rob air pasang.
1. Erosi atau abrasi dan kerusakan bangunan
Kriteria erosi dan abrasi yang dimaksudkan disini adalah erosi/abrasi yang terjadi
karena faktor alamiah maupun akibat aktivitas manusia. Beberapa faktor
penyebab yang sering mengakibatkan terjadinya erosi/abrasi pantai antara lain
1) Faktor Manusia
a. Pengaruh adanya bangunan pantai yang menjorok ke laut.
b. Penambangan material pantai dan sungai.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-67
c. Pencemaran perairan pantai yang dapat mematikan karang dan mangrove.
d. Pengaruh bangunan air di sungai, yang mempunyai kecenderungan
menyebabkan ketidakseimbangan transpor sedimen.
e. Budidaya pesisir
f. Pengambilan air tanah yang berlebihan
2) Faktor alam: perusakan oleh bencana alam seperti gelombang badai, tsunami
dan gempa
Kriteria kerusakan bangunan yang dimaksudkan disini adalah kerusakan yang
disebabkan oleh adanya gerusan pada fondasi bangunan atau rusaknya
bangunan tersebut akibat hempasan gelombang. Gerusan yang terjadi pada
fondasi bangunan dapat menyebabkan runtuhnya bangunan atau miringnya
bangunan sehingga bangunan tidak dapat berfungsi sesuai dengan yang
direncanakan.
Hempasan gelombang dapat merusakkan bangunan yang berada di pantai
sehingga bangunan tersebut tidak dapat berfungsi dengan balk. Kerusakan ini
dapat terjadi karena bangunan tidak mampu menahan gays gelombang atau
material bangunan terabrasi oleh pukulan gelombang.
3. Kriteria Sedimentasi
Kriteria sedimentasi yang dimaksudkan disini adalah sedimentasi yang
menyebabkan banjir muara atau gangguan terhadap pelayaran yang
memanfaatkan muara sungai. Permasalahan sedimentasi di muara sungai ada
dua macam yaitu penutupan dan pendangkalan muara.
a. Penutupan muara sungai terjadi tepat di mulut muara sungai pada pantai yang
berpasir atau berlumpur yang dapat mengakibatkan terjadinya formasi ambang
(bar) atau lidah pasir (sand spit) di muara. Mulut muara adalah bagian dari
muara dimana ambang terbentuk. Proses ini terjadi akibat transpor sedimen
menyusur pantai yang cukup besar dan debit sungai yang relatif kecil sehingga
tidak mempunyai kemampuan untuk menggelontor lidah pasir yang terjadi
(terbentuk) di muara sungai. Gambar C menunjukkan mekanisme penutupan
muara sungai. Peristiwa ini menyebabkan muara sungai tidak stabil dan dapat
berpindah-pindah.
b. Pendangkalan muara sungai dapat terjadi mulai dari muara ke hulu sampai
pada suatu lokasi di sungai yang masih terpengaruh oleh intrusi air laut
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-68
(pasang surut dan kegaraman). Proses pendangkalan muara sungai
disebabkan oleh terjadinya pengendapan sedimen terutama yang berasal dari
hulu sungai. Hal ini dapat terjadi karena aliran sungai tidak mampu
mengangkut sedimen tersebut ke laut.
2.3.2 Tolok Ukur Kerusakan Pantai
Dalam menilai kerusakan pantai, pendekatan yang digunakan ada 3 (tiga) macam
yaitu:
1. kerusakan lingkungan pantai,
2. erosi atau abrasi, dan kerusakan bangunan, serta
3. permasalahan yang timbul akibat adanya sedimentasi.
Dalam mengkaji kerusakan lingkungan akan ditinjau kerusakan lingkungan yang
diakibatkan oleh:
a. Keberadaan permukiman dan fasilitas umum yang berada terlalu dekat dengan
garis pantai, sehingga permukiman/fasilitas tersebut mudah terjangkau oleh
hempasan gelombang.
b. Areal pertanian (persawahan, perkebunan dan pertambakan) yang berada
terlalu dekat dengan garis pantai sehingga areal pertanian tersebut mudah
terjangkau oleh hempasan gelombang.
c. Keberadaan penambangan pasir di kawasan pesisir sehingga dapat
berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.
d. Pencemaran perairan pantai.
e. Intrusi air laut ke air tanah (ground water) atau sungai sehingga dapat
mengganggu cumber air bersih (air minum) bagi masyarakat pesisir maupun
industri.
f. Penebangan hutan mangrove di kawasan pesisir sehingga dapat berdampak
terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.
g. Penambangan atau rusaknya terumbu karang di kawasan pesisir sehingga
dapat berdampak terhadap hilangnya perlindungan alami wilayah pesisir.
h. Kenaikan muka air laut (sea level rise) dan penurunan muka tanah (land
subsidence) yang dapat mengakibatkan banjir rob.
Untuk mengkaji kerusakan pantai akibat adanya erosi/abrasi atau gerusan dan
rusaknya bangunan pantai akan ditinjau dua hal saja, yaitu:
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-69
a. Erosi/abrasi yang dapat menyebabkan perubahan posisi garis pantai, dan
b. Erosi/abrasi yang menyebabkan gerusan pada fondasi bangunan atau abrasi
pada bangunan itu sendiri (kerusakan bangunan).
Sedangkan dalam mengkaji permasalahan sedimentasi akan ditinjau dua hal,
yaitu:
a. Sedimentasi pada muara sungai yang tidak untuk keperluan pelayaran, dan
b. Sedimentasi pada muara sungai yang digunakan untuk keperluan pelayaran.
Untuk tolok ukur kerusakan lingkungan pantai akan dibagi menjadi beberapa jenis
yaitu:
1) Kerusakan pemukiman dan fasilitas umum
Pemukiman dan fasilitas umum yang terlalu dekat dengan pantai (berada di
daerah sempadan pantai) akan menyebabkan bangunan dapat terkena hempasan
gelombang sehingga bangunan dapat mengalami kerusakan dan menganggu
aktivitas masyarakat. Tolok ukur kerusakan lingkungan pantai akibat letak
pemukiman adalah jumlah rumah yang terkena dampak dan keberadaan
bangunan di sempadan pantai. Berikut ini adalah tolok ukur kerusakan pantai
untuk permukiman (luas kawasan yang ditinjau adalah satu dusun) (Tabel 1).
Ringan : 1 rumah sampai dengan 5 rumah berada di sempadan
pantai, tidak terjangkau gelombang badai.
Sedang : 6 rumah sampai dengan 10 rumah berada di sempadan
pantai, tidak terjangkau gelombang badai.
Berat : 1 rumah sampai dengan 5 rumah berada di sempadan pantai
dalam jangkauan gelombang badai.
Amat Berat : 6 rumah sampai dengan 10 rumah berada di sempadan
pantai dalam jangkauan gelombang badai.
Amat Sangat Berat : >10 rumah berada di sempadan pantai dalam jangkauan
gelombang badai.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-70
Tabel 1 Penilaian Kerusakan Pantai pada Permukiman dan Fasilitas Umum
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
I
L-1 Kerusakan pada
permukiman dan
Fasilitas Umum
Permukiman
nelayan (fasilitas
umum) terlalu
dekat dengan
pantai
Bangunan terkena
hempasan gelombang.
Bangunan dapat rusak,
aktifitas terganggu
Jumlah rumah
(fasilitas umum) yang
terkena dampak.
Keberadaan bangunan
di sempadan pantai
pada satu dusun.
50 1 rumah sampai
dengan 5 rumah
berada di sempadan
pantai, tidak
terjangkau gelombang
badai
1)Penataan permukiman/fasilitas
umum dan kawasan
Fasilitas umum
ditinjau dari
ukurannya dapat
disetarakan dengan:
100 6 rumah sampai
dengan 10 rumah
berada di sempadan
pantai, tidak
terjangkau gelombang
badai
1)Penataan permukiman/fasilitas
umum dan kawasan
1)Kecil, setara 1 rumah
sampai dengan 5
rumah ; Daerah
layanan lokal
150 1 rumah sampai
dengan 5 rumah
berada di sempadan
pantai, dalam
jangkauan gelombang
badai
1)Penataan permukiman/fasilitas
umum dan kawasan
2)Pembangunan bangunan
pengamanan pantai
2)Sedang, setara
dengan 6 rumah
sampai dengan 10
rumah; Daerah
layanan skala sedang
200 6 rumah sampai
dengan 10 rumah
berada di sempadan
pantai, dalam
jangkauan gelombang
badai
1)Penataan permukiman/fasilitas
umum dan kawasan
2)Pembangunan bangunan
pengamanan pantai
3)Besar, setara dengan
> 10 rumah; Daerah
layanan luas
250 >10 rumah berada di
sempadan pantai,
dalam jangkauan
gelombang badai
1)Penataan permukiman/fasilitas
umum dan kawasan
2)Pembangunan bangunan
pengamanan pantai
Lingkungan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-71
Sedangkan tolok ukur untuk fasilitas umum yang terlalu dekat dengan pantai
(berada di daerah sempadan pantai) adalah tingkat kepentingan dan cakupan
daerah layanan fasilitas umum yang terkena dampak serta keberadaannya di
sempadan pantai. Apabila ditinjau dari ukuran fasilitas umumnya, maka tolok ukur
kerusakannya adalah:
a. Kecil, setara dengan 1 rumah sampai dengan 5 rumah, daerah layanan lokal.
b. Sedang, setara dengan 6 rumah sampai dengan 10 rumah, daerah layanan
Skala Sedang.
c. Besar, setara dengan > 10 rumah, daerah layanan luas.
2) Areal Pertanian
Areal pertanian yang terlalu dekat dengan pantai (berada di daerah sempadan
pantai) dapat terancam keberadaannya akibat limpasan gelombang. Tolok ukur
penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat letak areal pertanian adalah
keberadaannya di sempadan pantai dan kerentanan pantai terhadap erosi.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk areal pertanian:
o Ringan
Areal pertanian berada pada pantai yang tidak mudah tererosi, lokasi 0 m
sampaidengan 100 m.
o Sedang
Areal pertanian berada pada pantai yang mudah tererosi, lokasi 0 m sampai
dengan 100 m.
o Berat
Areal pertanian mengalami kerusakan ringan akibat hempasan gelombang.
o Amat Berat
Areal pertanian mengalami kerusakan sedang akibat hempasan gelombang.
o Amat Sangat Berat
Areal pertanian mengalami kerusakan berat akibat hempasan gelombang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-72
Tabel 2 Penilaian Kerusakan Pantai pada Areal Pertanian
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
I
L-2 Kerusakan pada
areal pertanian
(perkebunan,
persawahan dan
pertambangan)
Areal pertanian
terlalu dekat
dengan pantai
Areal pertanian terlalu
dekat dengan pantai
Keberadaan areal
pertanian di
sempadan pantai dan
kerusakan yang terjadi
50 Areal berada pada
pantai yang tidak
mudah tererosi, lokasi
0 m sampai dengan
100 m
1)Perlu penataan kawasan
pertanian
100 Areal berada pada
pantai yang mudah
tererosi, lokasi 0 m
sampai dengan 100 m
1)Perlu penataan kawasan
pertanian
150 Areal pertanian
mengalami kerusakan
ringan akibat
hempasan gelombang
2)Perlu dibuatkan bangunan
pantai sebagai pelindung
200 Areal pertanian
mengalami kerusakan
sedang akibat
hempasan gelombang
250 Areal pertanian
mengalami kerusakan
berat akibat
hempasan gelombang
Lingkungan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-73
3) Kawasan Gumuk Pasir
Penambangan pasir yang dilakukan pada gumuk pasir dapat berdampak pada
hilangnya perlindungan alami pantai. Penambangan pasir akan mengakibatkan
hilangnya bukit-bukit pasir yang berada di sepanjang pantai yang berfungsi
sebagai tembok/tanggul laut dan sebagai sumber sedimen yang bekerja sebagai
pemasok pasir pada saat terjadi badai. Oleh karena itu penambangan pasir dapat
menyebabkan lemahnya perlindungan pantai.
Tolok ukur kerusakan lingkungan pantai akibat penambangan pasir di kawasan
pesisir adalah letak lokasi penambangan pasir terhadap garis pantai dan peralatan
yang cligunakan untuk menambang.
Berikut ini adalah tolok ukur kerusakan pantai untuk penambangan pasir di
kawasan pesisir:
o Ringan
Lokasi penambangan berada pada jarak antara 200 m sampai dengan 500 m
dari garis pantai, dilakukan dengan alat berat (mekanik).
o Sedang
Lokasi penambangan pada jarak 100 m sampai dengan 200 m dari garis
pantai, dilakukan dengan alat tradisional.
o Berat
Lokasi penambangan pada jarak 100 m sampai dengan 200 m dari garis
pantai, dilakukan dengan alat berat (mekanik).
o Amat Berat
Lokasi penambangan pada jarak kurang dari 100 m dari garis pantai, dengan
alat tradisional.
o Amat Sangat Berat
Lokasi penambangan pada jarak kurang dari 100 m dari garis pantai, dengan
alat berat (mekanik).
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-74
Tabel 3 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Menurunnya Kualitas Perlindungan Alami Kawasan Gumuk Pasir
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-3 Menurunnya
kualitas
perlindungan
alami kawasan
gumuk pasir
Penambangan
pasir
Menurunnya kualitas
perlindungan alami
pantai
Lokasi
penambanganpasir
diukur dari garis
pantai dan peralatan
yang digunakan untuk
penambangan
50 Lokasi penambangan
berada pada jarak
antara 200 m sampai
500 m, dilakukan
dengan alat berat
(makanik)
1)Pengaturan secara ketat
panambangan pasir, baik
kuantitas dan lokasinya
100 Lokasi penambangan
berada pada jarak
antara 100 m sampai
200 m, dilakukan
dengan alat
tradisional
1)Penambangan secara bertahap
dihentikan
150 Lokasi penambangan
berada pada jarak
antara 100 m sampai
200 m, dilakukan
dengan alat berat
(makanik)
1)Penambangan harus segera
dihentikan
200 Lokasi penambangan
berada pada jarak
<100, dilakukan
dengan alat
tradisional
1)Penambangan harus segera
dihentikan
250 Lokasi penambangan
berada pada jarak
<100, dilakukan
dengan alat berat
(makanik)
1)Penambangan harus segera
dihentikan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-75
4) Perairan Pantai
Pencemaran lingkungan perairan pantai yang akan dikaji adalah pencemaran
yang disebabkan oleh tumpahan minyak, pembuangan limbah perkotaan dan
kandungan material halus di perairan tersebut. Pencemaran lingkungan perairan
pantai ini dapat berdampak buruk terhadap kehidupan biota pantai dan
masyarakat yang bermukim di sekitar pantai tersebut.
Tolok ukur penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat pencemaran limbah
perkotaan dan minyak adalah dilihat dari tingkat kandungan limbah yang
ditunjukkan oleh warns, kandungan sampah dan bau limbah tersebut. Dengan
demikian pencemaran perairan yang ditinjau hanya merupakan indikasi awal
pencemaran lingkungan yang harus ditindaklanjuti dengan survei berikutnya untuk
mendapatkan informasi yang lebih detail.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk pencemaran
lingkungan perairan panta:
o Ringan
Perairan pantai terlihat keruh, sedikit sampah, dan tidak ada bau.
o Sedang
Perairan terlihat keruh, kandungan sampah/minyak sedang, dan tidak berbau.
o Berat
Perairan pantai yang terlihat coklat, kandungan sampah/minyak sedang, dan
berbau namun belum mengganggu.
o Amat Berat
Perairan pantai terlihat hitam, kandungan sampah/minyak sedang dan bau
cukup mengganggu.
o Amat Sangat Berat
Perairan pantai terlihat hitam pekat, banyak sampah/minyak dan bau
menyengat.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-76
Tabel 4 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Pencemaran Kerusakan Pantai
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-4 Menurunnya
kualitas perairan
pantai
Pencemaran
lingkungan
perairan pantai
oleh limbah
perkotaan dan
idustri
Kerusakan biota
pantai dan
membahayakan
kehidupan manusia
Tingkat kekeruhan,
keberadaan sampah
dan bau
50 Perairan pantai
terlihat keruh, sedikit
sampah dan tidak bau
1)Instrumen AMDAL, UKL, UPL
2)Program kali bersih
3)Program pantai lestari
100 Perairan terlihat
keruh, kandungan
sampah/minyak
sedang dan tidak
berbau
1)Instrumen AMDAL, UKL, UPL
2)Program kali bersih
3)Program pantai lestari
150 Perairan terlihat
coklat, kandungan
sampah/minyak
sedang dan tidak
berbau
1)Instrumen AMDAL, UKL, UPL
2)Program kali bersih
3)Program pantai lestari
200 Perairan terlihat
hitam, kandungan
sampah/minyak
sedang dan bau cukup
mengganggu
1)Instrumen AMDAL, UKL, UPL
2)Program kali bersih
3)Program pantai lestari
250 Perairan terlihat hitam
pekat, kandungan
sampah/minyak
banyak dan bau
menyengat
1)Instrumen AMDAL, UKL, UPL
2)Program kali bersih
3)Program pantai lestari
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-77
5) Air Tanah
Pencemaran air tanah akibat intrusi air laut terhadap sumur-sumur penduduk dan
sumber pengambilan air baku di sekitar pantai dapat menimbulkan gangguan
terhadap penyediaan air baku dan air bersih di wilayah tersebut. Dan pada tingkat
pencemaran yang tinggi dapat membahayakan kehidupan manusia.
Tolok ukur penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat intrusi air laut terhadap
air tanah adalah besaran kadar garam pada sumur-sumur penduduk dan sumber
pengambilan air baku di luar sempadan pantai. Dengan demikian pencemaran air
tanah yang ditinjau hanya merupakan indikasi awal pencemaran lingkungan yang
harus ditindaklanjuti dengan survei berikutnya untuk mendapatkan informasi yang
lebih detail. Cara menentukan kadar garam yang terkandung di air sumur
dilakukan sesuai dengan SNI 06-2412-1991, tentang metode pengambilan contoh
uji kualitas air.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk instrusi air laut:
o Ringan
Kadar garam 0,5 g/I sampai dengan 2,5 g/l terdeteksi pada 1 sumur sampai
dengan 5 sumur.
o Sedang
Kadar garam 0,5 g/I sampai dengan 2,5 g/I terdeteksi pada 6 sumur atau lebih.
o Berat
Kadar garam 2,5 g/I sampai dengan 5 g/I terdeteksi pada 1 sumur sampai
dengan 5 sumur.
o Amat Berat
Kadar garam 2,5 g/I sampai dengan 5 g/I terdeteksi pada 6 sumur atau lebih.
o Amat Sangat Berat
Kadar garam > 5 g/I terdeteksi pada 6 sumur atau lebih.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-78
Tabel 5 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Menurunnya Kualitas Air Tanah akibat Intrusi Air Laut
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-5 Menurunnya
kualitas air tanah
Intrusi air laut Gangguan terhadap
sumur warga, sumber
air baku
Kadar garam di sumur-
sumur penduduk dan
tempat pengambilan
air baku yang berada
di luar sempadan
pantai
50 Kadar garam 0,5gr/l
sampai dengan 2,5gr/l
terdeteksi pada 1
sumur sampai dengan
5 sumur
1)Penyediaan air bersih
100 Kadar garam 0,5gr/l
sampai dengan 2,5gr/l
terdeteksi pada 6
sumur atau lebih
2)Pembatasan pembuatan sumur
dalam
150 Kadar garam 2,5gr/l
sampai dengan 5,0gr/l
terdeteksi pada 1
sumur sampai dengan
5 sumur
1)Penyediaan air bersih
200 Kadar garam 2,5gr/l
sampai dengan 5,0gr/l
terdeteksi pada 6
sumur atau lebih
250 Kadar garam >5,0gr/l
terdeteksi pada 6
sumur atau lebih
1)Pelarangan pembuatan sumur
dalam di kawasan pantai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-79
6) Hutan Tanaman Mangrove
Pengurangan/hilangnya mangrove pada kawasan pantai akibat penebangan dapat
mengakibatkan melemahnya perlindungan alami pantai dan kerusakan biota
pantai. Tolok ukur penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat penebangan
tersebut adalah ketebalan dan kerapatan hutan mangrove yang tersisa.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk hutan mangrove:
o Ringan
Ketebalan hutan (tanaman) mangrove masih 30 m sampai dengan 50 m
kondisi tanaman jarang.
o Sedang
Ketebalan hutan (tanaman) mangrove 10 m sampai dengan 30 m, kondisi
tanamari rapat.
o Berat
Ketebalan hutan (tanaman) mangrove 10 m sampai dengan. 30 m, kondisi
tanaman jarang.
o Amat Berat
Ketebalan hutan (tanaman) mangrove < 10 m, kondisi tanaman rapat.
o Amat Sangat Berat
Ketebalan hutan (tanaman) mangrove < 10 m, kondisi tanaman jarang.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-80
Tabel 6 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Penebangan Hutan (Tanaman) Mangrove
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-6 Menurunnya
kualitas
hutan/tanaman
mangrove
Penebangan
hutan/tanaman
mangrove
Tererosinya pantai
dan rusaknya biota
laut
Ketebalan dan
kerapatan
hutan/tanaman
mangrove yang tersisa
50 Ketebalan
hutan/tanaman
mangrove masih 30 m
sampai dengan 50 m,
kondisi tanaman
jarang
100 Ketebalan
hutan/tanaman
mangrove masih 10 m
sampai dengan 30 m,
kondisi tanaman rapat
150 Ketebalan
hutan/tanaman
mangrove masih 10 m
sampai dengan 30 m,
kondisi tanaman
jarang
200 Ketebalan
hutan/tanaman
mangrove <10 m,
kondisi tanaman rapat
250 Ketebalan
hutan/tanaman
mangrove <10 m,
kondisi tanaman
jarang
1)Penyuluhan tentang manfaat
hutan mangrove terhadap
pengamanan pantai
2)Rehabilitasi hutan mangrove
menjadi tebal minimal 30 m
1)Penyuluhan tentang manfaat
hutan mangrove terhadap
pengamanan pantai
2)Konservasi dan rehabilitasi
hutan mangrove
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-81
7) Terumbu Karang
Kerusakan terumbu karang pada perairan pantai akibat perusakan/pengambilan
terumbu karang dapat memberikan ancaman berupa melemahnya perlindungan
alami pantai dan kerusakan biota pantai. Tolok ukur penilaian kerusakan
lingkungan pantai akibat kerusakan terumbu karang adalah luasan terumbu
karang yang rusak karena ditambang.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk terumbu karang:
o Ringan
Kerusakan akibat penambangan di bawah 10% luas kawasan.
o Sedang
Kerusakan akibat penambangan berkisar antara 10% sampai dengan 20%
luas kawasan.
o Berat
Kerusakan akibat penambangan berkisar antara 20% sampai dengan 30%
luas kawasan.
o Amat Berat
Kerusakan akibat penambangan berkisar antara 30% sampai dengan 40%
luas kawasan.
o Amat Sangat Berat
Kerusakan > 40% luas kawasan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-82
Tabel 7 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Penambangan Terumbu Karang
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-7 Menurunnya
kualitas terumbu
karang
Penambangan
terumbu karang
Tererosinya pantai
dan kerusakan biota
laut
Luasan terumbu
karang yang rusak
akibat ditambang
50 Kerusakan di bawah
10% luas kawasan
100 Kerusakan berkisar
10% sampai dengan
20% luas kawasan
150 Kerusakan berkisar
20% sampai dengan
30% luas kawasan
200 Kerusakan berkisar
30% sampai dengan
40% luas kawasan
250 Kerusakan lebih dari
40% luas kawasan
1)Penyuluhan masyarakat pantai
mengenai pentingnya terumbu
karang
2)Konservasi dan rehabilitasi
terumbu karang yang ada
1)Penyuluhan masyarakat pantai
mengenai pentingnya terumbu
karang
2)Konservasi dan rehabilitasi
terumbu karang yang ada
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-83
8) Rob Kawasan Pesisir
Rob kawasan pesisir terutama disebabkan karena penurunan tanah dan kenaikan
muka air laut. Hal ini mengakibatkan sistem drainasi menjadi tidak berfungsi,
terganggunya aktivitas penduduk, dan terganggunya perekonomian kota. Tolok
ukur penilaian kerusakan lingkungan pantai akibat rob adalah tinggi genangan dan
luas daerah yang tergenang.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk rob kawasan pesisir:
o Ringan
Saluran drainasi lokal penuh saat terjadi rob.
o Sedang
Saluran drainasi lokal meluap pada tempat¬tempat tertentu pada saat terjadi
rob.
o Berat
Tinggi genangan di jalan antara 0 cm sampai dengan 20 cm pada skala
Sedang (paling tidak satu jalur jalan utama tergenang).
o Amat Berat
Tinggi genangan di jalan antara 0 cm sampai dengan 20 cm pada skala luas
(paling tidak dua jalur jalan utama tergenang).
o Amat Sangat Berat
Tinggi genangan > 20 cm pada skala luas.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-84
Tabel 8 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Rob pada Kawasan Pesisir
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
L-8 Rob pada
kawasan pesisir
Rob yang
terutama
disebabkan
penurunan
tanah dan
kenaikan muka
air laut
Sistem drainase tidak
berfungsi,
terganggunya aktifitas
penduduk dan
perkonomian kota
Tinggi genangan dan
luas daerah yang
tergenang
50 Saluran drainase lokal
penuh saat terjadi rob
100 Saluran drainase lokal
pada tempat-tempat
tertentu meluap pada
saat terjadi rob
150 Tinggi genangan di
jalan antara 0 cm
sampai dengan 20 cm
pada skala sedang
(paling tidak satu jalur
jalan utama
tergenang)
200 Tinggi genangan di
jalan antara 0 cm
sampai dengan 20 cm
pada skala sedang
(paling tidak dua jalur
jalan utama
tergenang)
250 Tinggi genangan >20
cm pada skala luas
1)Penyediaan air bersih
2)Pembatasan pembuatan sumur
dalam
3)Perbaikan sistem drainase
1)Penyediaan air bersih
2)Pembatasan pembuatan sumur
dalam
3)Perbaikan sistem drainase
dengan sistem polder
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-85
Untuk tolok ukur Erosi/abrasi dan Kerusakan Bangunan akan dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu:
9) Perubahan Garis Pantai
Terjadinya perubahan terhadap garis pantai dapat disebabkan oleh gangguan
terhadap angkutan sedimen menyusur pantai, pasokan sedimen berkurang,
adanya gangguan bangunan, dan kondisi tebing yang lemah sehingga tidak tahan
terhadap hempasan gelornbang. Perubahan terhadap garis pantai ini berdampak
pada mundurnya garis pantai dan terancamnya fasilitas yang ada di kawasan
pantai. Tolok ukurnya adalah laju mundurnya pantai.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk perubahan garis
pantai:
o Ringan
Garis pantai maju mundur, tetapi masih stabil dinamis.
o Sedang
Pantai mundur < 1 m/tahun.
o Berat
Pantai mundur 1 m/tahun sampai dengan 2 m/tahun.
o Amat Berat
Pantai mundur 2 m/tahun sampai dengan 3 m/tahun.
o Amat Sangat Berat
Pantai mundur > 3 m/tahun.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-86
Tabel 9 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Perubahan Garis Pantai
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
II
EA-1 Perubahan garis
pantai
Mundurnya garis
pantai (berkurangnya
areal daratan/kawasan
pantai) dan
teracamnya fasilitas
yang ada di kawasan
Laju mundurnya
pantai
50 Garis pantai maju
mundur tetapi masih
stabil dinamis
1)Penataan kawasan pantai
2)Do Nothing
100 Pantai mundur
<1m/tahun
150 Pantai mundur
<1m/tahun sampai
dengan 2m/tahun
200 Pantai mundur
2m/tahun sampai
dengan 3m/tahun
250 Pantai mundur
>3m/tahun
Erosi/Abrasi dan Kerusakan Bangunan
Gangguan
terhadap
sedimen
menyusur
pantai, pasokan
sedimen
berkurang,
adanya
gangguan
bangunan,
tebing lemah
tidak tahan
gempuran
gelombang
1)Penataan kawasan pantai
2)Pembangunan bangunan
penghambat laju erosi
disesuaikan dengan
penyebabnya; groin, tembok laut,
konservasi pasokan sedimen dari
daratan, redisain bangunan
pengganggu
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-87
10) Kerusakan Bangunan
Pada kawasan pantai sering dijumpai infrastruktur buatan manusia yang dibuat
dengan tujuan tertentu, misainya tujuan ekonomi dan transportasi, pertahanan
keamanan maupun perlindungan garis pantai. Infrastruktur buatan manusia
tersebut dapat berupa bangunan pengaman pantai, jalan, rumah, tempat ibadah
dan lainnya.
Bangunan yang dibangun pada material mudah tererosi seperti pasir atau jenis
tanah lainnya kemungkinan besar sangat rentan terhadap bahaya kerusakan
akibat gerusan. Gerusan yang terjadi pada struktur bangunan pantai diakibatkan
oleh gelombang dan arus atau kombinasi keduanya. Pada umumnya gerusan
terjadi pada bagian-bagian tertentu yang diakibatkan keberadaan struktur, terjadi
konsentrasi gelombang dan arus, yang akan memperbesar tegangan geser dasar
di bagian tersebut. Akibat gerusan adalah penurunan kestabilan dan penurunan
bangunan yang lambat faun akan mengakibatkan keruntuhan sebagian atau
bahkan seluruh struktur. Gerusan yang terjadi Pada fondasi bangunan dan
kerusakan bangunan akibat gempuran gelombang menyebabkan bangunan tidak
efektif dan membahayakan lingkungan atau masyarakat sekitar.
Tolok ukur penilaian kerusakan pantai akibat gerusan dan kerusakan bangunan
dapat dilihat dan kenampakan bangunan itu sendiri seperti keruntuhan bangunan,
abrasi bangunan, kemiringan bangunan, dan fungsi bangunan.
Berikut ini adalah tolok ukur penilaian kerusakan pantai untuk gerusan dan
kerusakan bangunan:
o Ringan
Bangunan masih dapat berfungsi balk di atas 75%
o Sedang
Bangunan masih berfungsi 50% sampai dengan 75%.
o Berat
Bangunan berfungsi tinggal 25% sampai dengan 50% tetapi tidak
membahayakan lingkungan.
o Amat Berat
Bangunan berfungsi tinggal 25% sampai dengan 50% dan membahayakan
lingkungan.
o Amat Sangat Berat
Bangunan sudah rusak parah dan memba hayakan lingkungan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-88
Tabel 10 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Kerusakan Bangunan
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
II
EA-2 50 Bangunan masih
berfungsi baik di atas
75%
100 Bangunan masih
berfungsi 50% sampai
dengan 75%
150 Bangunan berfungsi
tinggal 25% sampai
dengan 50% tetapi
tidak membahayakan
lingkungan
200 Bangunan berfungsi
tinggal 25% sampai
dengan 50% dan
membahayakan
lingkungan
250 Bangunan sudah rusak
parah dan
membahayakan
lingkungan
Erosi/Abrasi dan Kerusakan Bangunan
Terjadinya
gerusan pada
pondasi
bangunan dan
gempuran pada
bangunan
Kenampakan
bangunan seperti
keruntuhan bangunan,
abrasi bangunan,
bangunan miring,
fungsi bangunan
Bangunan tidak efektif
dan mambahayakan
lingkungan serta
masyrakat sekitar
Kerusakan
bangunan
(bangunan dapat
berupa rumah,
jalan dsb)
1)Dilakukan kegiatan perawatan
dan monitoring
2)Dibiarkan (Do Nothing )
1)Dilakukan kegiatan rehabilitasi
dan perbaikan bangunan
2)Dilakukan redesainkembali
(bangunan lama dibongkar)
3)Pembangunan konstruksi
pelindung
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-89
Sedimentasi di muara sungai terdiri atas dua proses yaitu penutupan dan
pendangkalan muara. Penutupan muara sungai terjadi tepat di mulut muara
sungai pada pantai yang berpasir atau berlumpur yang mengakibatkan terjadinya
formasi ambang (bar) atau lidah pasir di muara. Proses ini terjadi karena kecilnya
debit sungai terutama di musim kemarau, sehingga tidak mampu membilas
endapan sedimen di mulut muara. Pendangkalan muara sungai dapat terjadi mulai
dari muara ke hula sampai pada suatu lokasi di sungai yang masih terpengaruh
oleh intrusi air laut (pasang surut dan kegaraman). Proses pendangkalan muara
sungai disebabkan oleh terjadinya pengendapan sedimen dari daerah tangkapan
air yang tidak mampu terbilas oleh aliran sungai sehingga menyebabkan banjir
muara.
11) Sedimentasi Muara Sungai Tidak untuk Pelayaran
Tolok ukur penilaian kerusakan pantai karena sedimentasi dan pendangkalan
muara sungai yang tidak digunakan untuk pelayaran didasarkan pada stabilitas
muara dan persentase penutupan (Tabel 3.11)
o Ringan
Muara sungai relatif stabil dan alur muara tinggal 50% sampai dengan 75%.
o Sedang
Muara sungai tidak stabil dan alur muara tinggal 50% sampai dengan 75%.
o Berat
Muara sungai tidak stabil dan alur muara tinggal 25% sampai dengan 50%.
o Amat Berat
Muara sungai tidak stabil dan kadang kadang tertutup.
o Amat Sangat Berat
Muara sungai tidak stabil dan setiap tahun tertutup.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-90
Tabel 11 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Sedimentasi pada Muara Sungai
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
III
SP-1 50 Muara sungai relatif
stabil dan alur muara
tinggal 50% sampai
dengan 75%
1)Penataan kawasan pantai
2)Dibiarkan (Do Nothing )
100 Muara sungai tidak
stabil dan alur muara
tinggal 50% sampai
dengan 75%
150 Muara sungai tidak
stabil dan alur muara
tinggal 25% sampai
dengan 50%
200 Muara sungai tidak
stabil dan kadang-
kadang menutup
250 Muara sungai tidak
stabil dan setiap tahun
tertutup
Sedimentasi
Sedimentasi
muara sungai,
muara sungai
tidak stabil
(berpindah-
pindah), muara
sungai tidak
untuk pelayaran
Muara sungai
tertutup lidah
pasir, material
dari hulu sangat
banyak
Banjir muara sungai
pada saat muara
sungai tertutup,
muara sungai
berpindah-pindah
Stabilitas muara
sungai, proses
penutupan muara
sungai, lama
penutupan dan
dampaknya ke
kawasan pantai
1)Penataan kawasan pantai
2)Pembangunan bangunan
penghambat untuk stabilisasi
muara sungai seperti jetty
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-91
12) Sedimentasi muara sungai untuk pelayaran
Tolok ukur kerusakan pantai karena sedimentasi dan pendangkalan muara sungai
tidak stabil/berpindah-pindah dan muara sungai untuk pelayaran (Tabel 5.12)
o Ringan
Muara sungai stabil, alur menyempit dan perahu masih dapat masuk.
o Sedang
Muara sungai tidak stabil, alur menyempit tetapi perahu masih dapat masuk.
o Berat
Muara sungai tidak stabil, alur menyempit tetapi perahu sulit masuk.
o Amat Berat
Muara sungai tidak stabil, perahu hanya dapat masuk pada saat pasang.
o Amat Sangat Berat
Perahu tidak dapat masuk karena terjadi penutupan muara.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-92
Tabel 12 Penilaian Kerusakan Pantai Karena Sedimentasi Muara Sungai
Kode Jenis Kerusakan Penyebab Ancaman Parameter Penilaian Bobot Kerusakan Uraian Kerusakan Alternatif Pemecahan Masalah
SP-2 50 Muara sungai stabil
dan alur menyempit
dan perahu masih
dapat masuk
100 Muara sungai tidak
stabil dan alur
menyempit dan
perahu masih dapat
masuk150 Muara sungai tidak
stabil dan alur
menyempit dan
perahu sulit masuk
200 Muara sungai tidak
stabil dan alur
menyempit dan
perahu dapat masuk
hanya pada saat
pasang
250 Perahu tidak dapat
masuk karena terjadi
penutupan muara
sungai
Sedimentasi
muara sungai,
muara sungai
tidak stabil
(berpindah-
pindah), muara
sungai untuk
pelayaran
Muara sungai
tertutup lidah
pasir, material
dari hulu sangat
banyak
Banjir muara sungai
pada saat muara
sungai tertutup,
muara sungai
berpindah-pindah
Stabilitas muara
sungai, proses
penutupan muara
sungai, lama
penutupan dan
dampaknya ke
kawasan pantai
1)Dilakukan kegiatan perawatan
alur
2)Dibiarkan (Do Nothing )
1)Dilakukan kegiatan pengerukan
rutin
2)Dilakukan pembangunan
training jetty
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-93
Penentuan urutan prioritas penanganan kerusakan pantai tidak hanya dilihat pada
bobot kerusakan pantai, tetapi jugs didasarkan pada pembobotan tingkat
kepentingan pantai tersebut. Pembobotan tingkat kepentingan disajikan dalam
label berupa koefisien bobot tingkat kepentingan, seperti terlihat pada Tabel
berikut ini.
Tabel 13 Koefisien Bobot Tiap Kepentingan
No. Jenis Pemanfaatan Ruang Skala KepentinganKoefisien Bobot
Tiap Kepentingan
1 Konservasi warisan dunia (seperti Pura Tanah
Lot)
Internasional 2,00
2 Pariwisata yang mendatangkan devisa, tempat
ibadah, tempat usaha, industri, fasilitas
pertahanan dan keamanan, daerah perkotaan,
jalan negara, bandar udara, pelabuhan, pulau-
pulau terluar
Kepentingan Negara 1,75
3 Pariwisata domestik, tempat ibadah, tempat
usaha, industri, fasilitas pertahanan dan
keamanan, daerah perkotaan, jalan provinsi,
bandar udara, pelabuhan
Kepentingan Propinsi 1,50
4 Pariwisata domestik, tempat ibadah, tempat
usaha, industri, fasilitas pertahanan dan
keamanan, daerah perkotaan, jalan provinsi,
bandar udara, pelabuhan
Kepentingan Kabupaten/Kota 1,25
5 Permukiman, pasar desa, jalan desa, tempat
ibadah
Kepentingan lokal terkait
dengan penduduk dan
kegiatan perekonomian
1,00
6 Lahan pertanian (pertanian, perkebunan dan
pertambakan) rakyat
Kepentingan lokal terkait
dengan pertanian
0,75
7 Lahan tidak dimanfaatkan dan tidak
berdampak ekonomis dan lingkungan
Tidak ada kepentingan
tertentu dan tidak berdampak
0,50
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-94
2.3.3 Pembobotan dan Prioritas Penanganan
Penilaian kerusakan pantai dilakukan dengan menilai tingkat kerusakan pada
suatu lokasi pantai terpilih terkait dengan masalah erosi/abrasi, kerusakan
lingkungan, dan sedimentasi yang ada. Kemudian nilai bobot tersebut dikalikan
dengan koefisien pengali berdasar tingkat kepentingan kawasan tersebut. Bobot
akhor adalah hasil pengalian antara bobot tingkat kerusakan pantai dengan
koefisien bobot tingkat kepentingan. Agar prosedur pembobotan dan dan
penentuan urutan prioritas menjadi lebih sederhana maka digunakan cara
tabulasi.
Pembobotan tingkat kerusakan pantai dilakukan dengan skala 50 sampai dengan
250 dengan perincian seperti tabel berikut ini.
Tabel 14 Bobot Tiap Kerusakan
Lingkungan
Erosi/abrasi dan
Kerusakan
Bangunan
Sedimentasi
1 Ringan (R) 50 50 50
2 Sedang (S) 100 100 100
3 Berat (B) 150 150 150
4 Amat Berat (AB) 200 200 200
5 Amat Berat Sekali (ABS) 250 250 250
No. Tingkat Kerusakan
Jenis Kerusakan
Berikut ini adalah prosedur penilaian kerusakan pantai:
1. Penilaian kerusakan pantai dilakukan pada lokasi (kawasan) terjadinya
kerusakan.
2. Penilaian kerusakan pada satu lokasi dilakukan secara terpisah dengan lokasi
yang lain. Apabila satu lokasi terjadi beberapa jenis kerusakan maka penilaian
dilakukan pada kasusu kerusakan pantai terberat yang terjadi di lokasi
tersebut.
3. Khusus untuk penilaian kerusakan lingkungan harus dilakukan dengan sangat
hati-hati terutama terkait keberadaan bangunan atau fasilitas di sempadan
pantai, karena persepsi masyarakat sangat beragam (contoh: tempat ibdah
berada di sempadan pantai, hotel di sempadan pantai, lokasi rekreasi di
sempadan pantai).
4. Penilaian kerusakan pada suatu kawasan pantai yang cukup luas dapat
dilakukan dengan membagi kawasan tersebut menjadi beberapa lokasi sesuai
keperluan.
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-95
Berdasarkan data dari peninjauan lapangan dan analisis sensitifitas, maka
prioritas penanganan pantai dapat dikelompokkan menjadi:
1) Prioritas A (amat sangat diutamakan – darurat) : bobot > 300
2) Prioritas B (sangat diutamakan) : bobot 226 s/d 300
3) Prioritas C (diutamakan) : bobot 151 s/d 225
4) Prioritas D (kurang diutamakan) : bobot 75 s/d 150
5) Prioritas E (tidak diutamakan) : bobot < 75
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-96
Contoh Kasus Penilaian Kerusakan Pantai Kasipute Sulawesi Tenggara
L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 EA-1 EA-2 SP-1 SP-2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Propinsi Sulawesi Tenggara Kabupaten Bombana
1 Pantai Kasipute Kecamatan Rumbia - - - - - - - - - 200 - - 1.25
2 Pantai Boepinang Kecamatan Poleang - - - - - - - - - 200 - - 1.00
Koofisien
T ingkat
Kepentingan (f)
Lingkungan Erosi / Abrasi Sedimentasi
Bobot T ingkat Kerusakan
No. Lokasi
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-97
Bobot Akhir Prioritas Bobot Akhir Prioritas Bobot Akhir Prioritas
Bobot Kode Bobot Kode Bobot Kode (3 x 9) (5 x 9) (7 x 9)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Propinsi Sulawesi Tenggara Kabupaten Bombana
1 Pantai Kasipute Kecamatan Rumbia - - 200 EA-2 - - 1.25 - - 250 B - -
2 Pantai Boepinang Kecamatan Poleang - - 200 EA-2 - - 1.00 - - 200 C - -
*) Prioritas A (amat sangat diutamakan) : Bobot > 300
*) Prioritas B (sangat diutamakan) : Bobot 226 - 300
*) Prioritas C (diutamakan) : Bobot 151 - 225
*) Prioritas D (kurang diutamakan) : Bobot 75 - 150
*) Prioritas E (tidak diutamakan) : Bobot < 75
Berdasarkan Kerusakan
Lingkungan dan T ingkat
Kepentingannya
Berdasarkan Kerusakan
Erosi/Abrasi dan T ingkat
Kepentingannya
Berdasarkan Kerusakan
Sedimentasi dan T ingkat
KepentingannyaNo. Lokasi
Bobot T ingkat Kerusakan Pantai
Lingkungan Erosi / Abrasi Sedimentasi
Koofisien
Bobot T ingkat
Kepentingan
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-98
L-1 L-2 L-3 L-4 L-5 L-6 L-7 L-8 EA-1 EA-2 SP-1 SP-2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Pasir Panjang
1 RT 3 Pantai Kahona - - - - - - - - 200 50 - - 1.00
2 RT 4 Pamurutan - - - - - - - - 200 50 - - 1.00
1 Pantai Nusu - - - - - - - - 150 50 - - 1.00
2 Pantai Bobo Besar - - - - - - - - 150 50 - - 1.00
3 Pantai Door - - - - - - - - 150 50 - - 1.00
1 Pantai Lingkungan I - - - - - - - - 50 200 - - 1.00
1 Pantai Mawali Besar - - - - - - - - 50 50 - - 1.00
2 Pantai Mawali Kecil - - - - - - - - 50 50 - - 1.00
1 Pantai Pintu Kota - - - - - - - - 50 50 - - 1.00
Lokasi
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Doorbolaang
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Pancuran
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Utara Kelurahan Mawali
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Utara Kelurahan Pintu Kota
Koofisien
T ingkat
Kepentingan (f)
Lingkungan Erosi / Abrasi Sedimentasi
Bobot T ingkat Kerusakan
No.
Contoh Kasus Penilaian Kerusakan Pantai Pulau Lembeh
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-99
Bobot Akhir Prioritas Bobot Akhir Prioritas Bobot Akhir Prioritas
Bobot Kode Bobot Kode Bobot Kode (3 x 9) (5 x 9) (7 x 9)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Pasir Panjang
1 RT 3 Pantai Kahona - - 200 EA-1 - - 1.00 - - 200 C - -
2 RT 4 Pamurutan - - 200 EA-1 - - 1.00 - - 200 C - -
1 Pantai Nusu - - 150 EA-1 - - 1.00 - - 150 C - -
2 Pantai Bobo Besar - - 150 EA-1 - - 1.00 - - 150 C - -
3 Pantai Door - - 150 EA-1 - - 1.00 - - 150 C - -
1 Pantai Lingkungan I 200 EA-2 - - 1.00 - - 200 C - -
1 Pantai Mawali Besar - - 50 EA-1 - - 1.00 - - 50 E - -
2 Pantai Mawali Kecil - - 50 EA-1 - - 1.00 - - 50 E - -
1 Pantai Pintu Kota - - 50 EA-1 - - 1.00 - - 50 E - -
*) Prioritas A (amat sangat diutamakan) : Bobot > 300
*) Prioritas B (sangat diutamakan) : Bobot 226 - 300
*) Prioritas C (diutamakan) : Bobot 151 - 225
*) Prioritas D (kurang diutamakan) : Bobot 75 - 150
*) Prioritas E (tidak diutamakan) : Bobot < 75
Lingkungan Erosi / Abrasi Sedimentasi
Koofisien
Bobot T ingkat
Kepentingan
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Doorbolaang
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Selatan Kelurahan Pancuran
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Utara Kelurahan Mawali
Propinsi Sulawesi Utara Kota Bitung Kecamatan Lembeh Utara Kelurahan Pintu Kota
Berdasarkan Kerusakan
Lingkungan dan T ingkat
Kepentingannya
Berdasarkan Kerusakan
Erosi/Abrasi dan T ingkat
Kepentingannya
Berdasarkan Kerusakan
Sedimentasi dan T ingkat
KepentingannyaNo. Lokasi
Bobot T ingkat Kerusakan Pantai
Modul Diklat Operasi dan Pemeliharaan Bangunan Pantai
Modul MS 4 Permasalahan Kerusakan Pantai II-100