BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39739/3/BAB II.pdfdapat membantu...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39739/3/BAB II.pdfdapat membantu...
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Daun jambu biji (Psidium guajava L.)
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan daun tunggal yang
berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, pangkal membulat dan tepinya rata.
Daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki panjang 6-14 cm dan lebar 3-
6 cm. Daun ini berwarna hijau kekuningan dan mempunyai pertualangan yang
menyirip (Ide, 2011).
Helai daun berbentuk bulat telur agak jorong, ujung tumpul, pangkal
membulat, tepi rata agak melekuk ke atas. Buahnya berbentuk bulat sampai
bulat telur, berwarna hijau sampai hijau kekuningan. Daging buah tebal
berwarna putih kekuningan. Biji buah banyak mengumpul ditengah, kecil-
kecil, keras, berwarna kuning kecoklatan (Tanri, 2013). Gambar tanaman daun
jamu biji dapat dilihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
(Tanri, 2013)
Gambar 2.1
Daun jambu biji
5
2.2 Taksonomi daun jambu biji
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Psidium
Spesies : Psidium guajava L. (Tanri, 2013)
2.3 Kandungan daun jambu biji (Psidium guajava L.)
Kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam daun jambu biji yang
dapat membantu penyembuhan luka adalah alkaloid, saponin, tanin dan
flavonoid (Ndukwe et al, 2013).
2.3.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa kimia bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen, umumnya tidak berwarna,
dan berwarna jika mempunyai struktur kompleks dan bercincin aromatik.
Alkaloid merupakan golongan terbesar senyawa metabolit sekunder pada
tumbuhan. Telah diketahui sekitar 5.500 senyawa alkaloid terbesar di
berbagai family. Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian
tumbuhan seperti biji, daun, ranting dan kulit kayu (Simbala, 2009).
Salah satu kandungan daun jambu biji adalah alkaloid yang dapat
meningkatkan trombosit. Trombosit akan mengeluarkan adenosin
6
difosfat (ADP) yang kemudian menyebabkan permukaan trombosit
melekat pada lapisan trombosit yang pertama. Trombosit yang baru
melekat mengeluarkan lebih banyak ADP sehingga bertambah jumlah
trombosit yang melekat. Proses penumpukan trombosit didukung oleh
tromboksan A2 yang secara langsung mendorong agregasi trombosit
sehingga dapat mempercepat pembekuan darah dengan cara
mengeluarkan lebih banyak ADP (Damhoeri dkk, 2011).
2.3.2 Saponin
Saponin merupakan salah satu kelas senyawa glikosida, steroid,
triterpenoid struktur dan spesifisitas yang memiliki solusi koloid bentuk
dalam air dan berbusa seperti sabun. Saponin dapat diklasifikasikan
sebagai steroid, triterpenoidal atau alkaloid tergantung pada sifat aglikon,
dan bagian aglikon dari saponin disebut sebagai sapogenin yang
umumnya oligosakarida. Steroid saponin hormon dapat dikelompokkan
menjadi lima kelompok dengan reseptor yang mengikat mereka,
glukokortikoid, kortikoid, mineral, androgen, estrogen, prostagen,
vitamin D derivate seperenam, dan erathormon terkait sistem. Steroid
dalam studi klinis modern telah mendukung sebagai anti inflamasi dan
analgesik agen (Astuti dkk, 2011).
Saponin diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : saponin steroid dan
saponin titerpenoid. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27)
dengan molekul karbohidrat. Saponin steroid dihidrolisis menghasilkan
suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin. Tipe saponin ini memiliki
efek meningkatkan jumlah trombosit (Prihatman, 2011). Kandungan
7
saponin dapat memicu pembentukan kolagen, yaitu protein struktural
yang berperan dalam proses penyemuhan luka (Damhoeri, 2011).
2.3.3 Tanin
Senyawa tanin secara garis besar mekanisme yang diperkirakan
adalah toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri dan
pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat
menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Tanin diduga dapat
mengerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu
permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terpengaruh permeabilitas, sel tidak
dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhenti atau
bahkan mati (Ajizah, 2010).
Tanin bersifat antiseptik pada permukaan luka, bekerja sebagai
bakteriostatik yang biasanya digunakan untuk melawan infeksi pada
luka, kulit, dan mukosa. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan
biologis. Tanin memiliki efek menangkal radikal bebas, meningkatkan
oksigenasi, meningkatkan kontraksi luka, meningkatkan pembentukan
pembuluh darah, dan jumlah fibroblas (Li dkk, 2011).
Tanin juga berfungsi sebagai astrigen yang dapat menyebabkan
penciutan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan
perdarahan ringan, sehingga mampu menutup luka dan mencegah
perdarahan yang biasa timbul pada luka (Yenti, 2011).
8
2.3.4 Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol terbesar
yang ditemukan di alam, yang terdiri dari 15 atom karbon, dengan dua
cincin benzene (C6) terikat pada suatu rantai propane (C3) sehingga
membentuk susunan C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid alam
ditemukan dalam bentuk glukosida, dengan unit flavonoid terikat pada
suatu gula. Glikosida adalah kombinasi antara suatu gula dan suatu
alkohol yang saling berikatan melalui ikatan glukosida (Lenny, 2010).
Flavonoid bersifat polar karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil ataupun mengikat gula, oleh karena itu flavonoid umumnya
larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol dan butanol. Flavonoid
dapat digunakan sebagai antioksidan. Antioksidan adalah senyawa yang
melindungi sel terhadap efek kerusakan oleh oksigen reaktif. Flavonoid
juga dapat mempengaruhi kenaikan jumlah trombosit dan memiliki
bioaktifitas sebagai anti kanker, anti virus, anti bakteri, anti peradangan
dan alergi (Sudaryono, 2011).
Quercetin merupakan golongan flavonoid yang dapat menaikkan
jumlah trombosit karena terkandung asam amino serin dan threonin yang
mampu membentuk trombopoetin yang berfungsi dalam proses maturasi
megakariosit menjadi trombosit (Sudaryono, 2011).
Flavonoid quercetin sebagai antiinflamasi yang mampu
menghambat enzim siklooksigenase dan lipooksigenase, sehingga
produksi prostaglandin dan leukotrien dapat berkurang. Penurunan
9
jumlah prostaglandin dan leukotrien mengakibatkan migrasi sel radang
ke area luka akan berkurang yang menandakan bahwa proses
penyembuhan fase inflamasi dipersingkat, sehingga dapat segera
memasuki faseproliferasi (Nijveldt dkk., 2011).
2.4 Anatomi kulit
Kulit merupakan pelindung tubuh, beragam luas dan tebalnya. Luas kulit
orang dewasa adalah 1,5 m2 - 2 m
2, tebalnya kira-kira 1,5-5 mm, bergantung
pada letak kulit, umur, jenis kelamin, dan keadaan gizi. Kulit paling tipis di
kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian medial lengan atas. Kulit tebal
terdapat pada telapak tangan dan kaki, punggung, bahu, dan bokong (Bisono,
2010).
Kulit merupakan organ tubuh terluas yang menutupi seluruh tubuh,
berfungsi sebagai pelindung yang melawan panas, cahaya, luka, dan infeksi.
Kulit juga meregulasi suhu tubuh menyimpan air dan lemak, sebagai organ
sensor, mencegah kehilangan air, dan mencegah masuknya bakteri.
Karakteristik kulit pada seluruh tubuh bervariasi (dalam hal ketebalan, warna,
dan tekstur). Kepala mengandung lebih banyak folikel rambut dari pada bagian
tubuh lainnya, sementara telapak kaki tidak mengandung satupun folikel
rambut, tetapi telapak tangan dan kaki memiliki kulit yang lebih tebal. Kulit
tersusun dari beberapa lapisan, setiap lapisan mempunyai fungsi yang spesifik
yaitu terdiri dari epidermis, dermis dan subkutan (Bisono, 2010).
Kulit merupakan salah satu organ yang terbesar yang menyusun 16% dari
berat badan. Kulit terdiri dari dua lapis utama, epitel pemukaan disebut
10
epidermis dan jaringan ikat dibawahnya, dermis dan korium, di bawah dermis
terdapat selapis jaringan ikat longgar, hipodermis, yang pada beberapa tempat
terdiri dari jaringan lemak (Bloom, 2012).
(Bloom, 2012)
Gambar 2.2
Anatomi kulit lapisan epidermis, dermis dan hipodermis
2.4.1 Epidermis
Epidermis terdapat pada permukaan tubuh dengan ketebalan
bervariasi antara 0,7 mm sampai dengan 0,12 mm, namun dapat
mencapai ketebalan 0,08 mm pada telapak tangan dan 1,4 mm pada
telapak kaki. Epidermis adalah epitel berlapis gepeng tersusun oleh
banyak lapis sel yang disebut keratinosit. Mereka secara tetap
diperbaharui melalui mitosis sel dalam lapisan basal, secara berangsur-
angsur digeser kepermukaan lapisan epitel. Selama perjalanan, mereka
berdeferensiasi memperbesar dan mengumpulkan filamen keratin makin
banyak dalam sitoplasma. Mendekati permukaan, mereka mati dan badan
sel mirip sisik mati itu secara perlahan dilepaskan. Waktu yang
dibutuhkan mencapai permukaan adalah 20-30 hari. Modifikasi struktur
selama perjalanan ini disebut sitomorfis dari sel epidermis. Bentuknya
11
yang berubah pada tingkat yang berbeda dalam epitel memungkinkan
pembagian dalam empat zona dalam potongan histologik tegak lurus
terhadap permukaan kulit. Mereka adalah stratum basal, stratum
spinosum (malpighi), stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum
korneum (Bloom, 2012).
2.4.2 Dermis
Dermis merupakan lapis kulit kuat dari jaringan ikat yang
merupakan bagian terbesar tebal kulit. Dermis mengandung pembuluh
darah, pembuluh limfe, folikel rambut, kelenjar keringat, berkas kolagen
dan nervus. Dermis dijaga kesatuannya oleh protein yang dinamakan
kolagen, dibuat oleh fibroblast. Lapisan ini juga mengandung reseptor
nyeri dan sentuh (Bloom, 2012).
Dermis dapat dibedakan menjadi 2 lapisan. Stratum papilare
superfisial dan stratum retikulare. Stratum papilare superfisial terdiri atas
fibroblast dan jenis sel jaringan ikat lain, tersebar luas diantara berkas-
berkas serat kolagen halus, terutama kolagen tipe III. Serat ini
mengandung anyaman longgar serat-serat elastin dan banyak kapiler.
Stratum retikulare yang lebih dalam terdiri atas berkas-berkas serat
kolagen kasar, yang berhimpitan, terutama kolagen tipe I dan anyaman
serat elastin. Jenis sel dari dermis yang biasa dijumpai dalam jaringan
ikat adalah fibroblast, makrofag, limfosit, dan sel mast, disana terdapat
kelompok kecil sel lemak pada bagian yang lebih dalam dari stratum
retikulare. Dermis memiliki dasar vaskular luas yang kapilernya meluas
sampai ke papila dermis, memungkinkan nutrient berdifusi ke dalam
12
epidermis yang avaskuler. Sel lain membentuk muskulus arektor pili
yang berinsersio pada bagian folikel rambut (Bloom 2012).
2.4.3 Hipodermis atau jaringan subkutan
Subkutan adalah lapisan kulit terdalam. Subkutan, terdiri dari
jaringan kolagen dan sel lemak yang membantu mempertahankan suhu
tubuh dan melindungi tubuh dari luka. Lapisan ini juga disebut
hipodermis, yang berupa jaringan ikat longgar dengan serat kolagen
halus tersusun paralel dan beberapa diantaranya menyatu dengan serat
kolagen dari dermis. Sel lemak lebih banyak daripada dalam dermis.
Lemak subkutan cenderung menumpuk pada daerah tertentu. Tidak ada
atau sedikit lemak ditemukan dalam jaringan subkutan kelopak mata atau
penis, namun di abdomen, paha, dan bokong dapat mencapai ketebalan
3cm atau lebih. Lapisan lemak ini disebut sebagai pannikulus adiposus
(Bloom, 2012)
2.5 Luka laserasi
Luka adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong atau tertusuk,
atau trauma benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua
jenis yaitu luka terbuka dan tertutup. Luka terbuka diklasifikasikan
berdasarkan obyek penyebab luka antara lain : luka insisi, luka laserasi, luka
abrasi, luka tusuk, luka penetrasi, dan luka tembak. Luka tertutup dibagi
menjadi tiga : kontusi, hematoma dan luka tekan. Luka tertutup memiliki
bahaya yang sama dengan luka terbuka. (Suryadi, 2013).
13
Luka laserasi adalah luka yang bentuknya tidak beraturan, tepi tidak
teratur dan membentuk luka terbuka sedalam kulit bahkan sampai jaringan
dibawahnya. Luka ini biasanya lebih banyak disebabkan oleh benda tumpul
dari pada benda tajam. Luka laserasi sering terkontaminasi dengan kotoran,
lemak, atau bagian lain yang berada dibawah jaringan dan faktor-faktor
tersebut sangat mungkin menyebabkan luka menjadi infeksi (Gross, 2004).
Luka laserasi adalah luka dengan tepi yang bergerigi, tidak teratur, seperti luka
yang dibuat oleh kaca atau goresan kawat (Smeltzer, 2001). Gambar luka
laserasi dapat dilihat pada gambar 2.3 di bawah ini.
(A.D.A.M., Inc; 2009 Nucleus Medical Media, Inc)
Gambar 2.3
Luka laserasi
2.6 Penyembuhan luka
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara
alami. Luka akan terisi jaringan granulasi lalu ditutup oleh jaringan epitel.
Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio per secundam
intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan
parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. Luka akan
menutup dibarengi dengan kontraksi hebat. Bila luka hanya mengenai
epidermis dan sebagian atas dermis, terjadi penyembuhan melalui proses
14
migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru
ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi yang
merupakan bagian dari proses penyembuhan luka, pada penyembuhan luka
jenis ini kontraksi yang terjadi tidaklah dominan. Cara penyembuhan lain
adalah penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem, yang terjadi
bila luka segera diupayakan bertaut biasanya dengan bantuan jahitan (De jong,
2011).
Penyembuhan luka terdiri dari tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi dan fase maturasi atau remodelling. Antara fase yang satu dan fase
lainnya memiliki rentang waktu yang saling bersinggungan atau tumpang
tindih (De jong, 2011). Fase penyembuhan luka secara seluler, biokimia dan
mekanik dapat dilihat pada gambar 2.4 dibawah ini.
(Schwartz, 2007)
Gambar 2.4
Fase Penyembuhan Luka Secara Seluler, Biokimia dan Mekanik
15
2.6.1 Fase Inflamasi
Fase inflamasi merupakan fase pertama proses penyembuhan luka.
Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan
tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokontriksi, pengerutan
pembuluh darah yang putus (retraksi), dan hemostasis. Hemostasis terjadi
karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket dan
bersama dengan jala fibrin yang terbentuk, membekukan darah yang keluar
dari pembuluh darah. Trombosit yang berlekatan akan berdegranulasi,
melepas kemoaktratan yang menarik sel radang, mengaktifkan fibroblast
lokal dan sel endotel serta vasokontriktor, sementara itu terjadi reaksi
inflamasi (De jong, 2011).
Pada fase inflamasi dimulai setelah cidera sampai hari ke-5 pasca
cidera. Tujuan utama fase ini adalah hemostasis, menghilangkan jaringan
yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun infeksi oleh agen
mikrobial patogen. Komponen jaringan yang mengalami cidera, meliputi
fibrillar collagen dan tissue factor, akan mengaktivasi jalur koagulasi
ekstrinsik dan mencegah pendarahan lebih lanjut pada fase ini. Agregasi
platelet akan membentuk plak pada pembuluh darah yang cidera. Selama
proses ini berlangsung, platelet akan mengalami degranulasi dan
melepaskan beberapa growt factor, seperti Platelet-derivied Growth
Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor β (TGF-β). Hasil akhir
dekade koagulasi jalur intrinsik dan ekstrinsiik adalah konversi
fibrinogen menjadi fibrin (Gurtner, 2007)
16
Proses koagulasi akan mengaktifkan kaskade komplemen, setelah
terjadi hemostasis. Sel mast dan jaringan ikat menghasilkan serotonin
dan histamin yang meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi
eksudasi cairan, penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat
yang menyebabkan udem. Tanda dan gejala klinik radang menjadi jelas
berupa warna kemerahan karena kapiler melebar (rubor), suhu hangat
(kalor), rasa nyeri (dolor), dan pembengkakan (tumor) (De jong, 2011).
Pada fase ini akan ditemukan netrofil pada dua hari pertama dan
berperan penting untuk memfagositosis jaringan mati dan mencegah
infeksi. Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka setelah 48-
72 jam dan menjadi sel predominan setelah hari ke-3 pasca cidera.
Makrofag juga berperan utama memproduksi berbagai growt factor yang
dibutuhkan dalam produksi matriks estrakseluler oleh fibrolas dan
pembentukan neovaskularisasi (Gurtner, 2007).
Limfosit T adalah sel inflamasi lain yang secara rutin menginvasi
luka, dengan jumlah yang lebih kecil dari makrofag. Limfosit T mengalami
puncaknya sekitar 1 minggu post-injury dan sebagai jembatan transmisi dari
fase inflamasi ke fase proliferasi penyembuhan. Data signifikan mendukung
hipotesis bahwa limfosit T memainkan peran aktif dalam modulasi
lingkungan luka. Penipisan dari limfosit T menurunkan kekuatan dan
konten kolagen, sementara penipisan selektif dari subset CD8+ limfosit
T supresor meningkatkan penyembuhan luka. Penipisan subset helper
CD4 tidak berpengaruh. Limfosit juga memberikan suatu efek down-
regulating pada sintesis kolagen fibroblast oleh interferon IFN-γ, TNF-α,
17
dan IL-1. Efek ini hilang jika sel-sel secara fisik terpisah, menunjukkan
bahwa sintesis matriks ekstraseluler diatur tidak hanya melalui faktor
larutan tetapi juga oleh kontak langsung sel antara limfosit dan fibroblast
(Schwartz, 2000).
2.6.2 Fase Proliferasi
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fibroblast berasal dari sel mesenkim
yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida, asam
aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat yang
akan mempertautkan tepi luka. Serat dibentuk dan dihancurkan kembali
untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung
mengerut. Sifat ini bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast,
menyebabkan tarikan pada tepi luka, pada akhir fase ini kekuatan
regangan luka mencapai 25% jaringan normal (De jong, 2011).
Pada fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-4 hingga hari ke-
21 pasca cidera. Pada fase ini matriks fibrin yang didominasi oleh platelet
dan makrofag secara gradual digantikan oleh jaringan granulasi yang
tersusun dari kumpulan fibroblas, makrofag dan sel endotel yang
membentuk matriks ekstraselular dan neovaskular. Fibroblas merupakan
sel yang sangat berperan dalam fase ini (Gurtner, 2007).
Fibroblast yang terisolasi pada luka mensintesis kolagen lebih
banyak daripada fibroblast biasa, mereka berkembang biak lebih sedikit,
dan mereka secara aktif melakukan kontraksi matriks. Lingkungan luka
18
kaya sitokin memainkan peran penting dalam perubahan fenotipik dan
aktivasi mediator. Sel endotel juga berproliferasi secara ekstensif selama
fase penyembuhan. Sel-sel ini berpartisipasi dalam pembentukan kapiler
baru (angiogenesis), suatu proses yang penting untuk keberhasilan
penyembuhan luka. Sel endotel bermigrasi dari venula utuh yang dekat
dengan luka. Migrasi mereka, replikasi, dan pembentukan tubulus baru
kapiler berada di bawah pengaruh sitokin dan growth factor seperti TNF-
α, TGF-β, dan VEGF, meskipun banyak sel lain yang menghasilkan
VEGF, tetapi makrofag merupakan sumber utama dalam penyembuhan
luka dan VEGF reseptor utamanya terletak pada sel endotel (Schwartz,
2000).
Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan
berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel
baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi
ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke
arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling
menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka (De jong, 2011).
Epitelisasi terjadi sampai tiga kali lebih cepat di lingkungan yang lembab
(di bawah balutan oklusif atau balutan semipermeabel) daripada di
lingkungan yang kering (Morison, 2004).
Bersama dengan tertutupnya permukaan luka, proses fibroplasia
dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah
proses pematangan dalam fase penyudahan (De Jong, 2011).
19
2.6.3 Fase Maturasi/ Remodelling
Pada fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri dari
penyerapan kembali jaringan yang berlebihan dan penataan kembali
jaringan yang dibentuk. Fase ini berlangsung dari hari ke-21 hingga
sekitar 1 tahun. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel
dan vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan
penataan serat kolagen pada luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan
baru (Gurtner, 2007).
Luka dan integritas kekuatan mekanik di luka baru ditentukan oleh
kuantitas dan kualitas kolagen yang baru disimpan. Pengendapan matriks
pada lokasi luka mengikuti pola karakteristik fibronektin dan kolagen
tipe III merupakan perancah matriks awal glukosaminoglikan dan
proteoglikan merupakan komponen matriks signifikan berikutnya, dan
kolagen tipe I adalah matriks akhir. Setelah beberapa minggu pasca injuri
jumlah kolagen dalam luka mencapai plateau, tapi kekuatan terus
meningkat selama beberapa bulan lagi. Pembentukan fibril dan cross-
linking fibril menghasilkan penurunan kelarutan kolagen, peningkatan
kekuatan, dan peningkatan ketahanan terhadap degradasi enzimatik
matriks kolagen. Remodelling jaringan parut berlanjut terus hingga 6
sampai 12 bulan pasca cedera, dengan secara bertahap menghasilkan
jaringan parut yang matang, avaskular, dan aselular (Schwartz, 2000).
Kolagenolisis adalah hasil dari aktivitas kolagenase, sebuah
metalloproteinase matriks yang membutuhkan aktivasi baik sintesis
kolagen maupun lisin kolagen, keduanya dikendalikan oleh sitokin dan
20
growth factor. Beberapa faktor mempengaruhi kedua aspek remodelling
kolagen tersebut.Sebagai contoh, TGF-β meningkatkan transkripsi
kolagen baru dan juga menurunkan perusahaan kolagen dengan
menstimulasi sintesis inhibitor jaringan dari metalloproteinase.Peristiwa
hemostasis ini, deposisi kolagen, dan degradasi, adalah penentu utama
kekuatan dan integritas luka (Schwartz, 2000).
2.6.4 Re-epitelisasi
Proses ini mengembalikan epidermis utuh seperti semula. Faktor
yang terlibat adalah migrasi keratinosit pada jaringan luka, proliferasi
keratinosit, diferensiasi neoepitelium menjadi epidermis yang berlapis-
lapis, dan mengembalikan Basement Membrane Zone (BMZ) menjadi
utuh yang menghubungkan epidermis dan dermis. Epidermal Growth
Factor (EGF), Keratinocyte Growth Factor (KGF) dan TGF- α
merupakan faktor penting untuk merangsang migrasi keratinosit,
proliferasi dan epitelisasi. Hari ke 7-9 sesudah epitelisasi, BMZ
terbentuk. Struktur kulit pada BMZ terdiri dari banyak protein matriks
ekstraseluler seperti kolagen dan laminins (Li et al, 2007)
2.6.5 Kontraksi luka
Kontraksi luka adalah suatu proses tempat terjadi penyempitan
ukuran luka dengan kehilangan jaringan. Kontraksi timbul cukup awal
dan jangan dikacaukan dengan kontraktur atau sikatrisasi, yang
menyebabkan mengecilnya ukuran jaringan parut dan karena itu
merupakan kejadian tertunda.Pada kontraksi luka, ada pergerakan
sentripetal seluruh kulit, yang hanya dapat terjadi bila kulit dapat
21
bergerak, karena itu, kontraksi jauh lebih efektif pada daerah-daerah kulit
yang bergerak bebas. Mekanisme kontraksi luka belum diketahui dengan
jelas. Mungkin terjadi karena kontraksi serat kolagen atau dengan aksi
sel kontraktil di dalam jaringan granulasi. Kontraksi kolagen tidak
mungkin terjadi karena belum pernah terlihat pada makhluk hidup.Selain
itu, kontraksi luka terjadi sebelum ada banyak kolagen di dalam luka dan
juga kontraksi timbul pada hewan penderita skrobut. Mekanisme
kontraksi lebih disebabkan oleh kontraksi fibroblast (miofibroblast).Sel-
sel ini terdapat di seluruh tubuh, terutama terpusat di sekitar luka terbuka.
Ada dua teori tentang bagaimana miofibroblast ini mendorong tepi-tepi
luka untuk mengurangi ukuran luka 80% dalam waktu 10 hari, salah satu
teori (teori bingkai gambar) mengatakan bahwa miofibril bekerja di balik
tepi luka dan mendorong tepi luka ke depan, ke arah bagian tengah. Teori
lain mengatakan bahwa miofibril pada bagian tengah luka mendorong
tepi-tepi luka ke arahnya (Sabiston, 2007).
Semua luka mengalami beberapa derajat kontraksi. Luka yang
tidak memiliki tepi operasi diperkirakan daerah luka akan berkurang oleh
tindakan ini (penyembuhan dengan niat sekunder), pemendekan jaringan
parut itu sendiri menghasilkan kontraktur. Miofibroblas berperan sebagai
sel utama yang bertanggung jawab untuk kontraksi dan hal ini berbeda
dari fibroblast normal dimana ia memiliki struktur sitoskeletal. Biasanya
sel ini mengandung aktin otot polos-α dalam serabut tebal yang disebut
stress-fibers, yang memberikan kemampuan kontraktil pada
miofibroblas. Aktin otot polos-α ini tidak terdeteksi sampai hari ke-6 dan
22
kemudian meningkat nyata sampai hari ke-15 proses penyembuhan luka.
Setelah 4 minggu proses ini memudar dan sel-sel kemudian mengalami
proses apoptosis (Schwartz, 2000).