BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit jantung koroner 2.1.1 ...
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Hernia 2.1.1 ...
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Hernia 2.1.1 ...
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit Hernia
2.1.1 Definisi Hernia
Hernia adalah suatu penonjolan pada organ atau struktur melalui
di dinding otot perut. Hernia meliputi jaringan subkutan yang umumnya
terdiri dari kulit , peritoneal kantung, dan yang mendasarinya adalah
Visera, seperti loop usus atau organ-organ internal lainnya.
Pembedahan mendadak termasuk Faktor yang terjadi peningkatan
tekanan intra-abdomen, selama mengangkat penyakit ini terjadi
diakaibatkan beban berat atau batuk yang berkepanjangan sehingga
peningkatan tekanan intra-abdomen berhubungan dengan kehamilan,
obesitas, atau asites (Schwartz,2010).
Hernia adalah sering terjadinya dan muncul sebagai tonjolan
dilipatan paha atau skrotum. Biasanya Orang awam menyebutnya turun
bero atau hernia. Terjadi Hernia inguinalis yaitu ketika dinding
abdomen bertambah ke bawah melalui dinding sehingga menerobos
usus. (Nurarif&kusuma2016).
Dari pengetahuan di atas penulis dapat buat kesimpulan bahwa
hernia adalah merupakan dimana keadaan keluarnya suatu organ yang
tidak bisa kembali ke tempat semula secara manual atau struktur organ
dari tempatnya yang normal melalui suatu defek pada area inguinal dan
akan memberikan implikasi tindakan invasif bedah dengan
7
mengembalikan struktur organ terebut secara pembedahan dengan
menutup defek di inguinal, dan yang melalui inguinalis internis yang
terdapat di sebalah lateral vasa evisgastrika imperior menyusuri kanalis
inguinalis dan keluar kerongga perut melalui anulus inguinalis
eksternus, serta suatu keadaan terjadi pembesaran nya pada isi usus atau
suatu rongga melalui lubang (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012).
2.1.2 Etiologi Hernia
Hal-hal yang dapat mengakibatkan timbulnya hernia secara
umum adalah mengendong barang yang sangat berat, batuk,
kegemukan, mengedan, asites (terjadi kumpulan cairan abnormal di
daerag rongga perut), aktifitas fisik yang berlebihan. Etiologi terjadinya
hernia yaitu :
1. Hernia inguinal
Menurut Black,J dkk (2012) hernia ingunal terjadi karena
beberapa faktor antara lain :
a. Terjadi penurunan kekuatan otot dindingabdomen.
b. Terjadi tekanan pada intra abdominal
c. HerniaHiatal
Faktor Hernia Hiatal biasanya belum diketahui, namun bisa
terjadi karena adanya kelemahan pada jaringan penyokong.
Faktor resiko terjadinya Hernia Hiatal adalah: Pertambahan
usia, kegemukan, dan Merokok
d. HerniaUmbilical
Hernia umbilical terdapat jika penutupan umbilikus tidak
8
sempurna.
e. Hernia Femoralis
Akibat adanya hernia Femoralis adalah kehamilan multipara,
kegemukan dan keturunan penahanikat.
Faktor kekurangan bagan fascia dan aponeurosis tranversa,
degenerasi/atropi, tekanan intra abdomen meningkat, pekerjaan
mengangkat benda-benda berat, batuk kronik, gangguan BAB, dan
gangguan BAK.
2.1.3 Manifestasi Klinis
Menurut Arief Mansjoer (2004), manifestasi klinis dari hernia
adalah sebagai berikut :
1. Adanya pembekakan ( asimptomatik)
Keluhan benjolan di daerah inguinal yang timbul berupa adanya
atau skrotal yang hilang timbul. Misalnya nyeri mengedan, batuk-
batuk, tertawa, atau menangis. Bila klien tenang, benjolan akan
hilang secara spontan. Timbul bila terjadi peningkatan tekanan
intra peritoneal.
Keluhan nyeri pada hernia ini jarang ditemui, walaupun yang
dirasakan di daerah perut epigastrium atau para umbilikal berupa
nyeri viseral sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantung hernia bila usus tidak dapat kembali akibat regangan pada
mesenterium karena jepitan oleh anulus inguinalis, terjadi
gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase segmen usus yang
terjepit. Secara klinis keluhan klien adalah rasa sakit yang terus
9
menerus. Keadaan ini disebut hernia strangulata.
Gangguan pasase usus seperti abdomen kembung dan muntah
pemeriksaan fisik dan Tanda klinik tergantung pada isi hernia.
Pada Inspeksi : dilihat hernia inguinalis lateralis muncul sebagai
penonjolan diregio ingunalis pada saat klien mengedan dapat yang
berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Palpasi: pada funikulus
spermatikus kantong hernia yang kosong dapat dirasakan sebagai
geseran dari lapis kantongyang mengutamakan alasan gesekan dua
permukaan sutera. Tangan sutera ini disebut tanda sarung, tetapi
umumnya gejala ini sulit ditemukan.
Pemerikasaa bisa teraba pada usus, omentum (seperti karet),
atau ovarium. bila ada hernia berisi bagian maka tergantung pada
isinya, Dengan jari kelingking atau jari telunjuk pada anak kusia
dini, bisa dipraktekan mendorong isi hernia dengan menonjolkan
kulit skrotum melalui annulus eksternus sehingga dapat ditentukan
apakah isi hernia dapat direposisi atau tidak. Apabila hernia dapat
direposisi, pada saat jari masih berada dalam annulus eksternus,
klien dianjurkan mengedan. Kalau seandai nya hernia teraba
diujung jari, maka hernia inguinalis lateralis, dan kalau stepi jari
menyentuh itu menandakan hernia inguinalis medialis. Didalam
hernia pada bayi wanita yang teraba benjolan yang padat biasanya
terdiri dariovarium.
2. Gejala Klinis
Gejala klinis hernia banyak diketahui oleh kondisi isi hernia.
10
tanda yang muncul seperti berupa adanya pembengkakan di
selangkangan dipaha yang timbul saat waktu berdiri, batuk, bersin,
atau mengedan dan tidak ada setelah terlentang. Keluhan nyeri
jarang dijumpai bila ada yang dirasakan di dibagian epigastrium
atau periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Hernia inguinalis yang sering pada anak yaitu
hernia inguinalis lateralis (indirect). 60%dari kasus hernia
inguinalis terjadi saat dibagian sisi kanan,30% pada sisi kiri dan
10% bilateral.
2.1.4 Patofisiologi
Pendapat Syamsuhidayat (2004), hernia inguinalis bisa
didapatkan sebab anomali kongenital atau akibat yang didapat. Hernia
dapat diketahui jika setiap usia. Penyakit ini sering diderita pada laki-
laki ketimbang pada perempuan.Berbagai faktor akibat terjadi pada
depat pintu masuk anulus internus hernia yang cukup lebar sehingga
dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu, yang dapat
mendorong melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu
diperlukan pula faktor isi herniayang ada.
Faktor peningakatan tekanan di dalam rongga karena peninggian
tekanan di dalam rongga perut perut yang dipandang berperan kausal.
Kanalis inguinalis adalah terjadi Pada bulan ke-8 kehamilan kanal yang
normal pada fetus, terjadi melalui kanal tersebut desensus testis.
Penurunan testis terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan
11
prosesus vaginalis peritonei yang akanmenarik peritonium ke daerah
skrotum sehingga. prosesus ini telah mengalami obliterasi Pada bayi
yang sudah lahir, umumnya sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut. kanalis ini tidak menutup dalam beberapa hal
tersebut.
Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. jika kanalis kanan terbuka maka biasanya
yang kiri juga terbuka. Dalam keadaan normal, pada usia 2 bulan
kanalis yang terbuka ini akan menutup. Bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi) akan timbul hernia inguinalis
lateralis kongenital. Kanalis inguinalis telah menutup Pada orang tua.
tetapi karena menyebabkan lokus minoris resistensie, sebab saat
keadaan yang terjadinya tekanan intra-abdominal lebih terasa, hernia
inguinalis lateralis akuisita tersebut dapat terbuka kembali dan timbul.
Akibat kerusakan Nervus Ilioinguinalis dan Nervus Iliofemoralis
setelah apendiktomi Kelemahan otot dinding perut terjadi akibat-akibat
jaringan kanal (Erfandi, 2009).
Pada hernia akan terjadi kelemahan atau kegagalan menutup
yang bersifat kongenital usus ke dalam anulus inguinalis di atas kantong
skrotum, disebabkan oleh prolaps sebagian. kemudian akan mengalami
nyeri dan gelala-gejala obstruksi usus (perut kembung, nyeri kolik
abdomen, tidak ada flatus, tidak ada feces, muntah). Bila usus yang
prolaps bisa menyebabkan Hernia inkarserata terjadi konstriksi bila
suplai darah ke kantong skrotum, Isi hernia dapat
12
kembalikeronggaperitoneumdisebutherniainguinalreponibilis,bila tidak
dapat kembali disebut hernia inguinal ireponibilis (Mansjoer, 2004).
Keluhan yang timbul hanya berupa benjolan di lipat paha yang
muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, mengedan, dan menghilang
setelah berbaring terjadi pada hernia reponibilis. Keluhan nyeri jarang
dijumpai pada hernia ini, walaupun ada nyeri dirasakan di daerahcpada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantunghernia.
Bila usus tidak dapatkembali karena jepitan oleh anulus
inguinalis, terjadi gangguan pembuluh darah dan gangguan pasase
segmen usus yang terjepit. Keadaan ini disebut hernia strangulata. rasa
sakit yang terus menerus Secara klinis keluhan klien adalah Terjadi
gangguan pada usus seperti nyeri padaperut kembung dan muntah.
Akibat penimbunan racun yang akan mengakibatkan terjadinya infeksi
dalam tubuh Pembuluh darah yang terjepit . dinding usus yang akan
berakibat buruk yaitu kematian Infeksi ini akan menjadi sumber infeksi
ke seluruh tubuh.
13
Factor pencetus : Aktifitas berat, bayi premature,
kelemehan dinding abdomen, intraabdominal
tinggi, adanya tekanan.
Hernia
Hernia umbilkalis
kongenital Hernia paraumbilikalis Hernia ingunalis
Masuknya omentum
organ intensinal ke
kantong umblikalis
Kantung hernia melewati
dinding abdomen
Kantung hernia melewati
celah inguinal
Ansietas Pembedahan
Insisi bedah Peristaltic usus menurun
Nafsu makan menurun
Hernia insisional Kantung hernia memasuki
celah bekas insisi
WOC (Web OfCausa)
Resti pendarahan
Resti infeksi
Nurarif & Kusuma, 2016.
Diatas ligamentum
ingunal mengecil bila
berbaring
Intervensi bedah
relative/konservatif
Nekrosis intestinal
Heatus hernia
Kantung hernia
memasuki rongga thorak
Ketidak seimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Intake makanan
inadekuat
Mual
Benjolan pd region
inguinal
Dinding posterior canalis
inguinalis yg lemah
Nyeri
Gangguan Pola Tidur
Terputusnya jaringan
syaraf
Konstipasi
Asupan gizi kurang
Ketidak nyamanan
abdominal
Gang. Suplai darah ke
intestinal
Prostusi hilang timbul
14
Hubungan antar konsep
Penyebab hernia
sebagai berikut
Aktifitas berat, bayi
premature, kelemehan
dinding abdomen,
intraabdominal tinggi,
adanya tekanan.
Pasien post op hernia dengan masalah
keperawatan nyeri akut
Gejala pada pasien hernia yaitu berupa
adanya pembengkakan di area
selakangan di paha yang timbul saat
waktu berdiri, batuk, bersin, atau
m,emngedan dan tidak setelah
terlentang.
Asuhan keperawatan pada pasien
post op hernia dengan masalah
keperawatan nyeri akut
Pengakajian pada pasien post
op hernia dengan masalah
keperawatan nyeri akut
Diagnosa keperawatan
digunakan sebagai
landasan untuk
intervensi
1. Pemberian analgesik 2. Manajemen nyeri
Tindakan non farmakologis
1. Distraksi relaksasi 2. Genggam jari
Implementasi dilakukan
berdasarkan intervensi
yang telah disusun
Evaluasi dapat dilihat dari
hasil implementasi yang
sudah dilakukan.
Keterangan
Ditelaah :
Tidak dilelaah :
Berhubungan :
Gambar 2.4 Hubungan Antar KonsepAsuhan Keperawatan Pada Pasien Post OP Hernia
Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut
15
2.1.5Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara
lain :
1. Terjadi pelengketan berupa isi hernia hal ini disebut hernia inguinalis
lateralis ireponsibilis.
2. Terjadi tekanan pada cincin hernia maka akan terjadi banyaknya
usus yang masuk. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya isi usus
diikuti dengan gangguan vascular. Keadaan ini disebut hernia
inguinalis strangulata (Mansjoer, 2012).
2.1.6Pemeriksaan Penunjang
1. Pengecekan laboratorium untuk mengetahui kerusakaan organ lain
seperti jantung dan ginjal.
2. Pemeriksaan EKG untuk mengetahui hasil hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pemeriksaan urin untuk mengetahui hasil urin, glukosa, darah dan
protein serta faal ginjal.
4. Rontgen dan CT-SCAN.
2.2Konsep Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan suatu bentuk dari ketidaknyamanan yang
didefinisikan dalam berbagai perspektif. Asosiasi Internasional untuk
penelitian nyeri (Internasional Association for the study of pain, IASP
1979) menurut Suzanne C. Smeltzer, (2002) yang diambil dari buku
Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri oleh Sulistyo Andarmoyo (2013)
16
mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual, potensial, atau yang dirasakan dalam kejadian-
kejadian saat terjadi kerusakan.
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan pengalaman
emosional yang tidak menyenangkan, dan muncul akibat kerusakan
jaringan aktual atau potensial atau dapat juga digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa International Association for the Study of
Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan
berlangsung kurang dari enam bulan (Herdman, 2009)
Rasa nyeri yang terjadi pada tubuh sebenarnya merupakan respon
pertahanan untuk memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya
pada jaringan tubuh (Tortora & Derrickson, 2012).
2.2.2 Fisiologi Nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik, emosi, dan perilaku.
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan
membentuk untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yaitu :
resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula
spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam massa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat
pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah
17
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus nyeri mencapai korteks
serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri.
Seseorang klien yang sedang merasakan nyeri, tidak dapat
membedakan komponen-komponen tersebut. Akan tetapi, dengan
memahami setiap komponen, perawat akan terbantu dalam mengenali
faktor-faktor yang dapat menimbulkan nyeri, gejala yang menyertai
nyeri, dan rasional serta kerja terapi yang dipilih (Potter & Perry, 2006).
2.2.3 Karateristik Nyeri Akut dan Nyeri Kronis
Tabel 2.3 perbandingan karakteristik Nyeri akut dan Nyeri Kronis
Karakteristik Nyeri akut Nyeri Kronis
TuTujuan/keu
ntungan
Memperingatkan adanya cedera
atau masalah
Tidak ada
Awitan Mendadak Terus menerus atau
intermiten
Iiij Intensitas Ringan sampai berat Ringan sampai berat
Durasi Durasi singkat (dari beberapa
detik sampai 6 bulan)
Durasi lama (6 bulan
atau lebih)
Respons
Otonom
Konstan dengan respon stres
simpatis
Frekuensi jantung meningkat
Dilatasi pupil meningkat
Mortalitas gastrointestinal
menurun
Aliran saliva menurun (mulut
kering)
Tidak terdapat respons
otonom
Jh komponen
psikologis
Ansietas Depresi
Mudah marah
Menarik diri dan
minat dunia luar
Menarik diri dari
persahabatan
18
Respons jenis
lainnya Tidur terganggu
Libido menurun
Nafsu makan
menurun
Contoh Nyeri bedah, trauma Nyeri kanker, atritis,
neuralgia trigeminal.
Sumber : Dikutip dari Porth CM. Parthopysiologi:Concepts Of Altered
Health State, Philadelphia, JBLippincott, 1995 dalam Smeltzer,
2002 dalam Andarmoyo 2013.
2.2.4 Teori Nyeri
Terdapat beberapa teori tentang terjadinya rangsangan nyeri,
diantaranya :
a. Teori Pemisahan (Specifity Theory), menurut teori ini, rangsangan
sakit masuk medulla spinalis melalui kornu dorsalis yang bersinaps
di daerah posterior, kemudian anak ke tractus lissur dan menyilang
di garis median ke sisi lainnya, dan berakhir di korteks sensoris
tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
b. Teori Pola (Pattern Theory), rangsangan nyeri masuk melalui akar
ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel T.
Hal ini mengakibatkan suatu respon yang merangsang ke bagian
yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri, serta kontraksi menimbulkan
persepsi dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Presepsi
dipengaruhi oleh modalitas respon dari reaksi sel T.
c. Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory), menurut teori
ini, nyeri tergantung dari kerja serat saraf besar dan kecil yang
keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada
serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas subtansia gelantinosa
19
yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas
sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut
terhambat. Rangsangan serat besar dapat langsung merangsang
korteks serebri. Hasil presepsi ini akan di kembalikan kedalam
medulla spinalis serat eferan dan reaksinya mempengaruhi aktivitas
sel T. Rangsangan pada serat kecil akan menghambat aktivitas
substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme, sehingga
merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan
rangsangan nyeri.
d. Teori Tranmisi dan Inhibisi, adanya stimulus pada nociceptor
memulai tranmisi impuls-impuls saraf, sehingga tranmisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian,
inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada
serabut-serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut
lamban dan endogenopiate system supresif. (Hidayat, 2006:217)
2.2.5 Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri akut
Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit,
atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan
intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk
waktu singkat (Meinharr dan Mccaffery, 1983: NH, 1986 dalam
Smeltzer, 2002).
Nyeri akut dapat berhenti dengan sendirinya (self-limiting) dan
akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan
20
pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut berdurasi singkat
(kurang dari 6 bulan), memiliki omset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi.
Nyeri ini biasanya disebabkan trauma beda atau inflamasi.
Kebanyakan orang pernah mengalami nyeri jenis ini, seperti pada saat
sakit kepala, sakit gigi, terbakar, tertusuk duri, pasca persalinan, pasca
pembedahan, dan lain sebagainya.
Nyeri akut terkadang disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis
yang akan memperlihatkan gejala-gejala seperti peningkatan respirasi,
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, dan dilatasi
pupil. Secara verbal klien yang mengalami nyeri akan melaporkan
adanya ketidaknyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakan.
2. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsunglama,
intensitasnya bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan
(McCaffery, 1986 dalam Potter & Perry, 2005)
Nyeri kronik dibagi menjadi dua, yaitu nyeri kronik nyeri kronik
nonmalignan dan malignan (Potter & Perry, 2005). Nyeri kronik
nonmalignan merupakan nyeri yang timbul akibat cedera jaringan
yang tidak progresif atau yang menyembuh (Scheman, 2009 dalam
Potter & Perry, 2005), bida timbul tanpa penyebab yang jelas
misalnya nyeri pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi
kronik, misalnya osteoarthritis (Tanra, 2005, dalam Potter & Perry,
2005). Sementara nyeri kronik malignan yang disebut juga nyeri
21
kanker memiliki penyebab nyeri yang dapat diidentifikasi, yaitu
terjadi akibat perubahan pada saraf. Perubahan ini terjadi bisa karena
penekanan pada saraf akibat metastase sel-sel kanker maupun
pengaruh zat kimia.
2.2.6 Sifat Nyeri
Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Nyeri
merupakan segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri
tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa merasa
nyeri (Andarmoyo, 2013).
Apabila seseorang merasakan nyeri, maka perilakunya akan
berubah. Misalnya, seeorang yang kakinya terkilir menghindari
aktivitas mengangkat barang yang memberi beban penuh pada kakinya
untuk mencegah cedera lebih lanjut (Potter & Perry, 2006).
2.2.7 Respons Tubuh Terhadap Nyeri
1. Respons Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien
terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.Arti nyeri bagi
setiap individu berbeda-beda antara lain :
1) Bahaya atau merusak
2) Komplikasi seperti infeksi
3) Penyakit yang berulang
4) Penyakit baru
5) Penyakit yang fatal
6) Peningkatan ketidakmampuan
22
7) Kehilangan mobilitas
8) Menjadi tua
9) Sembuh
10) Perlu untuk penyembuhan
11) Hukuman untuk berdosa
12) Tantangan
13) Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
14) Sesuatu yang harus ditoleransi
15) Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat
pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial
budaya.
2. Respons Fisiologis
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial):
2) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
3) Peningkatan heart rate
4) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
5) Peningkatan nilai gula darah
6) Diaphoresis
7) Peningkatan kekuatan otot
8) Dilatasi pupil
9) Penurunan motilitas GI
3. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1) Muka pucat
23
2) Otot mengeras
3) Penurunan HR dan BP
4) Nafas cepat dan irreguler
5) Nausea dan vomitus
6) Kelelahan dan keletihan
4. Respons Tingkah Laku
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas,
Mendengkur)
2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit
bibir)
3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot,
peningkatan gerakan jari & tangan
4) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari
percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang
perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri).
2.2.8 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat
harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan
fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami,
karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
24
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau
meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara
bermakna dalam berespon terhadapnyeri.Beberapa kebudayaan
mempengaruhi jenis kelamin dalam memaknai nyeri misal,
menganggap bahwa anak laki – laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam
situasi yang sama (Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo 2013).
3. Kebudayaan
Keyakinan dan nilai kebudayaan mempengaruhi cara
individu mengatasi rasa nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal
ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo dan
Flaskerud, 1991; Potter dan Perry, 2006 dalam Andarmoyo,
2013).
Budaya dan etnisitas berpengaruh pada bagaimana
seseorang merespon terhadap nyeri.Sejak dini pada masa kanak-
kanak, individu belajar dari sekitar mereka merespon nyeri yang
bagaimana yang dapat diterima atau tidak dapat diterima(
Smeltzer, S.S & Bare, B.G,2002 dalam Andarmoyo, 2013).
4. Makna nyeri
Makna seseorang yang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi
pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
25
Hal ini juga dikaitkan dengan latar belakang budaya individu
tersebut. individu akan mempersepsikan nyeri dengan cara
berbeda-beda, apabila nyeri tersebut memberikan pesan ancaman,
suatu kehilangan, hukuman, dan tantangan(Potter&Perry,2006
dalam Andarmoyo, 2013).
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri
dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian
yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,
sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik
untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Hubungan antar nyeri dan ansietas bersifat kompleks.
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri,tetapi nyeri juga
dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas (Paice, 1991) dikutip
dari Potter & perry (2006),melaporkan suatu bukti bahwa
stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbicyang diyakini
mengendalikan emosi seseorang,khususnya ansietas(Andarmoyo,
2013).
7. Pengalaman masa lalu
Apabila individu mempunyai riwayat nyeri tanpa pernah
sembuh atau menderita nyeri yang berat maka ansietas atau rasa
takut dapat muncul. Apabila individu mengalami nyeri dengan
26
jenis yang sama berulang-ulang,tetapi kemudian nyeri dapat
berhasil dihilangkan akan lebih mudah bagi individu untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri akibatnya, individu akan lebih
siap untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
menghilangkan nyeri (Potter & Perry, 2006 dalam Andarmoyo
2013).
8. Pola koping
Nyeri dapat menyebabkan ketidakmampuan,baik sebagian
maupun keseluruhan. Individu seringkali menemukan berbagai
cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan
psikologis nyeri.Penting untuk memahami sumber-sumber koping
klien selama klien mengalami nyeri, sumber–sumber yang
dimaksud seperti berkomunikasi dengan keluarga pendukung
melakukan latihan,atau menyanyi dapat digunakan dalam rencana
asuhan keperawatan dalam upaya mendukung klien dan
mengurangi nyeri (Potter& Perry,2006 dalam Andarmoyo, 2013).
9. Support keluarga dan social
Faktor lain yang mempengaruhi respon nyeriadalah
kehadiran orang terdekat individu dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Individu yang mengalami nyeri sering bergantung
pada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh
dukungan, bantuan, dan perlindungan. Meskipun nyeri tetap
dirasakan,kehadiran orang yang dicintai individu akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan. Apabila tidak ada
27
keluarga atau teman,seringkali pengalaman nyeri membuat
individu semakin tertekan. Kehadiran orangtua sangat penting
bagi anak-anak yang sedang mengalami nyeri ( Potter
&Perry,2006 dalam Andarmoyo, 2013).
2.2.9 Upaya Dalam Mengatasi Nyeri
Upaya dan teknik yang dapat dilakukan dalam mengatasi nyeri adalah
sebagai berikut :
1. Teknik distraksi
Teknik distraksi merupakan cara pengalihan perhatian pasien dari rasa
nyeri. Adapun cara mengalihkan nyeri sebagai berikut :
a. Bernapas lambat dan berirama
b. Aktif mendengarkan musik
c. Mendorong untuk menghayal
d. Menonton televisi
2. Relaksasi
Relaksasi merupakan pelemasan otot sehingga akan mengurangi
ketegangan otot yang dapat mengurangi rasa nyeri. Teknik yang
dilakukan yaitu dengan nafas dalam secara teratur dengan cara
menghirup udara melalui hidung, tahan dan keluarkan secara perlahan
melalui mulut.
3. Teory Gate Control
Serabut saraf di kulit merupakan serabut saraf berdiameter besar
yang menghantarkan impuls ke susunan saraf pusat. Apabila terkena
rangsangan misalnya pemijatan, maka rasa nyeri dapat dikendalikan
28
dengan menutup pintu gerbang disubstansia gelatinosa medulla
spinalis sehingga nyeri tidak sampai ke otak.
4. Akupuntur
Sebuah teknik tusuk jarum yang menggunakan jarum – jarum kecil
dan panjang untuk menusuk ke bagian tertentu dalam tubuh untuk
menghasilkan ketidakpekaan terhadap rasa nyeri.
5. Hipnosa
Teknik yang menghasilkan suatu keadaan tidak sadarkan diri yang
dicapai melalui gagasan yang disampaikan oleh orang yang
menghipnotisnya.
6. Analgetik
Mengurangi persepsi nyeri seseorangtentang rasa nyeri, terutama
melalui daya kerja atau sistemsaraf pusat dan mengubah respon
seseorang terhadap rasa tidak nyaman.
(Elang & Engkus Kusnadi, 2013)
2.2.10 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif
dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama
dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang
yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang
paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap
nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
29
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
a. Skala intensitas nyeri deskriptif
gambar 2.2 Skala intensitas nyeri deskriptif
b. Skala intensitas nyeri numeric
Gambar 2.3 Skala intensitas nyeri numeric
c. Skala analog visual
Gambar 2.4 Skala analog visual
d. Skala nyeri menurut bourbanis
Gambar 2.5 Skala nyeri menurut boubanis
30
e. Skala Wong-Baker (Berdasarkan ekspresi wajah)
Gambar 2.6 Skala Wong-Baker (Berdasarkan Ekspresi Wajah)
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi
dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,
menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan
baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi
berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta
untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau
31
parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk
dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat
keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal
(Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang
terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun
dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak
tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan
meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia
rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah
kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik
(Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai
nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah
intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai
nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual Visual analog scale (VAS) tidak
melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada
32
setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa
memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
2.2.11 Penatalaksanaan Non-Farmakologis
Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi
komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya
dengan suplementasi minyak ikan cod), kompres panas dan dingin serta
massase untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat, dan
penyinaran menggunakan sinar inframerah. Terapi komplementer
berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan relaxasi progressive
(Afriyanti, 2009).
Terapi bedah dilakukan pada keadaan kronis, bila ada nyeri berat
dengan kerusakan sendi yang ekstensif, keterbatasan gerak yang
bermakna, dan terjadi ruptur tendo.Metode bedah yang digunakan
berupa sinevektomi bila destruksi sendi tidak luas, bila luas dilakukan
artrodesis atu artroplasti. Pemakaian alat bantu ortopedis digunakan
untuk menunjang kehidupan sehari-hari (Sjamsuhidajat, 2010).
Penatalaksanaan non farmakologi sebagai berikut :
a. Tindakan Fisik
Tindakan fisik dapat digunakan selain intervensi farmakologis untuk
penatalaksanaan nyeri.
33
b. Tindakan perilaku kognitif
Beberapa teknik perilaku kognitif dapat juga berperan sebagai
tindakan pelengkap pengendali nyeri.
c. Distraksi dan diversi
Aktivitas seperti berkunjung, bermain game, menonton televisi, atau
melaksanakan proyek kerajinan tangan,dapat membantu
mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakan.
d. Kelompok pendukung
Kelompok pendukung dan sesi terapi kelompok dapat membantu
individu dalam mengatasi nyeri dengan memberikan kesempatan
kepada mereka untuk mengekspresikan perasaan mereka dan
membicarakan tentang nyeri dengan orang lain yang dapat turut
merasakan. Secara tidak langsung dapat membantu untuk tukar
informasi untuk membantu mempertahankan kemampuan
fungsional.
2.3 Konsep Definisi Asuhan Keperawatan Klien Post OP Hernia
2.3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase
proses keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data
dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga / tenaga
kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk diagnosa keperawatan
(Poter, 2009). Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif
dan objektif (mis: tanda-tanda vital, wawancara pasien / keluarga,
34
pemeriksaan fisik dan peninjauan informasi riwayat pasien pada rekam
medik (NANDA, 2015)
A. Identitas Klien
Di identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin,
agama, status perkawinan, tanggal MRS, dan diagnosa medis.
B. Riwayat kesehatan
1. Keluhan Utama
Ada pembekakan di inguinal dan terasa nyeri
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri, ada benjolan,mual muntah
3. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
Wawancara di tunjukan untuk mengetahui penyakit yang di
derita klien.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dapat diketahui adanya penyakit menular (TB, HIV/AIDS),
menahun dan menurun (HT dan DM).
C. Riwayat Psiko, Sosio dan Spiritual
Klien masih berhubungan dengan temannya dan bermain
seperti biasanya, suka bekerja menolong orang tua, klien masih
dapat berkomunikasi dengan orang tuanya. Bagaimana dukungan
keluarga dalam keperawatan agar membantu dalam proses
penyembuhan.
D. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
35
a. Sebelum Masuk Rumah Sakit
Pasien sering melakukan aktivitas yang berlebihan, berkebun,
mengangkat sawit dan menimbangkaret
b. Setelah Masuk Rumah Sakit
1. Tidak mampu beraktivitas seperti biasanya
2. Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu
bagiantubuh.
3. Membutuhkan papan/matras yang keras saattidur.
4. Gangguan dalam berjalan.
E. Eliminasi
Gejala :
1. Konstipasi, mengalami kesulitan dalamdefekasi.
2. Adanya retensi urine
F. Istirahat Tidur
Penurunan kualitas tidur.
G. Personal Hygiene
Penurunan kebersihan diri dan ketergantungan terhadap bantuan
orang disekelilingnya.
H. Integritas Ego
Gejala : ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah
pekerjaan, dan finansial keluarga.
I. Kenyamanan
Gejala : nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin akan
memburuk jika batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada
36
hentinya, nyeri yang menjalar ke kaki, bokong, bahu atau lengan,
kaku pada leher (Doenges, 2011).
J. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum : meliputi keadaan penderita yang sering
muncul adalah kelemahan fisik.
2. Tingkat kesadaran : normal, letargi, stupor, koma (tergantung
kadar gula yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan kadar gula dalam darah).
3. Tanda-tanda Vital
TD : Normal / hipertensi (N: 120/80mmHg).
Suhu : Hipotermi (N: 36oC- 37
oC).
Nadi : Tachicardi (N: 80-120 x/mnt).
RR : Normal / meningkat (N: 30-60 x/mnt).
4. Kepala dan Leher
Inspeksi : Ekspansi wajah menyeringai, merintih,
menahansakit.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid dan limfe
padaleher
5. Rambut
Lurus/keriting, distribusi merata/tidak, warna, Ketombe,
kerontokan
6. Mata
Simetris / tidak, pupil isokhor, skelara merah muda, konjunctiva
tidakanemis
37
7. Hidung
Terdapat mukus / tidak, pernafasan cuping hidung.
8. Telinga
Simetris, terdapat mukus / tidak
9. Bibir
Lembab,tidak adastomatitis.
10. Dada
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat tarikan otot bantu
pernafasan
Palpasi : Denyutan jantung teraba cepat, badan
terasa panas, nyeri tekan(-)
Perkusi Jantung : Dullness
Auskultasi : Suara nafasnormal.
11. Abdomen
Inspeksi : terdapat luka post operasi di abdomen
regioninguinal
Palpasi : Terabamassa, terdapat nyeri tekan pada daerah
inguinalis
Perkusi : Dullness
Auskultasi : Terdengar bising usus (N= <5 permenit)
12. Ekstremitas
Atas : Simetris, tidak ada edema
Bawah : Simetris, tidak adaedema
38
13. Genetalia
Inspeksi : Scrotum kiri dan kanan simetris, adalesi.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang
respons individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan
aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk
pemilihan intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung
gugat perawat(NANDA, 2015).
1. Nyeri akut b.d diskontuinitas jaringan akibat tindakanoperasi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mualmuntah
3. Gangguan pola tidur b.d nyeri
4. Resiko tinggi perdarahan b.dpembedahan
5. Resiko tinggi infeksi b.d lukaoperasi
2.3.3 Analisis Jurnal
ANALISA JURNAL STUDI LITERATURE REVIEW
N
o
Tema
penelitia
n
Nama
peneliti
Jumlah
Respon
den
Jenis
Peneliti
an
Tujuan
Penelit
ian
Metode
dan
Interven
si
Hasil
Penelitian
1. Pengaru
h
murrotal
al-quran
Terhada
p
Intensita
s Nyeri
Pada
Pasien
Post
Peneliti
an
menurut
(Khairu
n
Nuhan,
Titi
Astuti,
2018)
kata
kunci :
mengen
ahi
terapi
murotal
al-quran
pada
pasien
post
operasi
sectio
caesare
Quasi
experim
ent
Penelit
ian ini
bertjua
n
untuk
mengu
rangi
nyeri
post
operasi
pada
Penelitia
n ini
merupak
an pre
eksperi
men
dengan
rancanga
n one
group
pre dan
Berdasarkan
hasil
penelitian
ada
perbedaan
selisih
penurunan
intensitas
nyeri pada
pasien post
operasi SC
39
Operasi
Sectio
Caesarea
Nyeri,
Post
SC,
Terapi
Murotal
al-
quran.
Volume
: J
Kepera
watan
Vol.XI
V No. 1
Juli
2018
a
menunj
ukkan
bahwa
sebanya
k 11
orang
yang
mengik
uti
peneliti
an ini.
pasiren
hernia
.
post test
di
RSUD
Prof.
DR.
Margon
o
Soekardj
o Tahun
2014.
Sampel
sebanya
k 10
kelompo
k untuk
perlakuk
an dan
10
kelompo
k untuk
kelompo
k
control.
Interven
si :
penelitia
n Rohmi
(2014)
yang
meneliti
tentang “
Pengaru
h Terapi
murrotal
al-quran
Terhada
p
Penurun
an
Intensita
s Nyeri
Dan
Kecemasan
Persalin
an di
RSUD
Prof Dr
sebelum dan
sesudah
diberikan
murrotal al-
quran pada
kelompok
perlakuan
adalah mean
3.27 dengan
standar
deviasi
0.457. hasil
uji Wilcoxon
kelompok
perlakuan di
dapatkan p-
value 0.002
(p-value <
0.05) yang
artinya
perbedaaan
penurunan
intensitas
nyeri pada
pasien post
operasi SC
sebelum dan
sesudah
diperdengark
an murottal
pada
kelompok
perlakuan,se
damgkan
kelompok
kontrol
didapatkan
p-value
0.003 (p-
value < 0.05)
yang artinya
Ada
perbedaan penurunan
intensitas
nyeri pada
pasien post
operasi SC
40
Margon
o
Soekardj
o. Hasil
penelitia
n ada
perbedaa
n yang
signifika
n pada
intensita
s nyeri
sebelum
terapi
murotal
al-quran
adalah
6,57.
Rata-
rata
setelah
dilakuka
n terapi
murotal
al-quran
adalah
4,93.
Dengan
demikia
n dapat
disimpul
kan
bahwa
terapi
murrotal
al-quran
efektif
menurun
kan
nyeri.
sebelum dan
sesudah
diperdengark
an murrotal
pada
kelompok
kontrol.
2. Pengaru
h
Pemberi
an
Terapi
Seft Dan
Menden
garkan
Peneliti
an
Dilakuk
an Oleh
Alvin
Abdilla
h Dan
Merlyna
Mengen
ai terapi
murotal
Al-
Quran
pada
pasien
post
Peneliti
an ini
menggu
nakan
pre
eksperi
ment
dengan
Penelit
ian ini
bertuju
an
untuk
menget
ahui
efektifi
Penelitia
n ini
menggu
nakan
pre
ekspremi
net
dengan
Hail uji
statistik
dengan
menggunaka
n Uji
Wilcoxon
Test,
didapatkan
41
Bacaan
Al-
Quran
Terhada
p Nyeri
Pasien
Post
Operasi
Hernia
Suryani
ngsih
Dari
Sekolah
Tinggi
Ilmu
Kesehat
an
(Stikes
Ngudia
Husada
Madura
)
operasi
hernia
menunj
ukkan
bahwa
sebanya
k 13
orang
yang
mengik
uti
peneliti
an ini.
model
one
group
pre-post
test
design
tas
pembe
rian
terapi
murrro
tal al-
quran
pada
pasien
dalam
mengu
rangi
nyeri
post
operasi
pada
pasien
hernia.
model
one
group
pre-post
test
design
yaitu
mencari
hubunga
n sebab
akibat
pada
kelompo
k subjek
saja.
Pemberi
an
interven
si
murottal
al-quran
pada
pasien
post OP
hernia
dinilai
sangat
efektif
untuk
menurun
kan
nyeri,
penelitia
n ini
diikuti
oleh 13
responde
n dan
sebagian
besar
responde
n di
ruang Irna
RSUD
Syambru
Bangkal
an
hasil P Value
: 0,002
dengan a
0,05 maka
0,002 < 0,05
membuktika
n bahwa H1
diterima
sehingga H0
ditolak yang
menunjukka
n ada
pengaruh
sebelum dan
sesudah
terapi SEFT
dan bacaan
Al-Quran,
hal ini
dibuktikan
dengan teori
(AlKahel,
2011) yaitu
“Bagian sel
tubuh yang
sakit,
kemudian
diperdengark
an bacaan
Al-Quran
sebanyak 3
kali selama
45 menit,
akan
mempengaru
hi
gelombang
dalam tubuh
dengan cara
merespon
suara dengan
getaran-
getaran sinyalnya
dikirimkan
ke sistem
saraf pusat”.
Sebelum
42
sebelum
diberika
n terapi
SEFT
dan
bacaan
Al-
Quran
adalah
nyeri
berat.
Hampir
setengah
nya
responde
n
diruang
IRNA
RSUD
Syambru
Bngkala
n
sesudah
diberika
n terapi
SEFT
dan
murrotal
Al-
Quran
adalah
nyeri
ringan.
Dengan
demikia
n dapat
disimpul
kan
bahwa
ada
pengaru
h skala
nyeri post
operasi
pada
responde
n
diberikan
intervensi
sebagian
besar ada 8
(61,5%)
responden
mengalami
nyeri berat,
sedangkan
sesudah
diberikan
intervensi
hampirseteng
ahnya ada 6
(46,1%)
responden
mengalami
nyeri ringan
dengan
masing-
masing
Mean
sebelum dan
sesudah
diberikan
terapi
mendengarka
n bacaan Al-
Quran yaitu
3,08 dan
1,23.
43
sebelum
dan
sesudah
diberika
n terapi
SEFT
dan
menden
garkan
bacaan
Al-
Quran
diruang
Irna
RSUD
Syamrab
u
Bangkal
an.
3. Pengaru
h
Pemberi
an
Terapi
Murrotal
Al-
Quran
Terhada
p
Tingkat
Nyeri
Pada
Pasien
Post
Operasi
Hernia
Inguinali
s
Jurnal
Ners
Widya
Husada
Volume
6 No 1,
Hal 23-
30,
Maret
2019, p
ISSN
2356-
3060
Progra
m Studi
S1 Ilmu
Kepera
watan,
Sekolag
Tinggi
Ilmu
Kepera
watan
(STIKE
S)
Widya
Husada
Semara
ng.
Mengen
ai terapi
murotta
l Al-
Quran
pada
pasien
post
operasi
Hernia
menunj
ukkan
bahwa
sebanya
k 46
respond
en,
teknik
samplin
g yang
digunak
an
purposi
ve
samplin
g
dengan
sampel
sejumla
Peneliti
an ini
kuantita
tif
berjenis
pre
eksperi
mental
dengan
one-
group
pretest-
posttest
design.
Tujuan
dari
penelit
ian ini
adalah
untuk
menget
ahui
pengar
uh
pembe
rian
terapi
murott
al al-
quran
terhada
p
tiungk
at
nyeri
pada
pasien
post
oiperas
i
hernia
inginal
is
Penelitia
n ini
menggu
nakan
pre
eksperim
ental
dengan
model
one
group
pre-post
test
design
yaitu
mencari
hubunga
n sebab
akibat
pada
kelompo
k subjek
saja.
Pemberi
an
interven
si
murrotal
Al-
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
dengan
menggunaka
n uji
stastistik
Wilcoxon
Signed Rank
Test
didapatkan
nilai
signifikan
p=0,00 , 0,05
menunjukka
n Ho ditolak
dan Ha
diterima,
artinya ada
pengaruh
pemberian
terapi
murotal Al-
Quran
artinya ada
pengaruh
pemberian
terapi
44
h 30
respond
en
orang
yang
mengik
uti
peneliti
an ini.
diruan
g
Kenan
ga
RSUD
Dr.H
Soewo
ndo
Kendal
.
Quran
pada
pasien
post Op
Hernia
dinilai
sangat
efektif
untuk
menrunk
an
tingkat
nyeri,
penelitia
n ini
diikuti
oleh 30
responde
n dan
sebagian
besar
responde
n
diruang
Kenanga
RSUD
Dr.H.
Soewon
do
Kendal
diberika
n terapi
bacaan
Al-
Quran.
jurrotal Al-
Quran
terhadap
tingkat nyeri
pasien post
operasi
hernia
inginalis
diruang
Kenanga
RSUD Dr. H
Soewondo
Kendal. Nilai
total 30, nilai
negatif rank
didapatkan
hasil 28 hal
ini
menunjukka
n bahwa
sebagian
besar 28
responden
mengalami
penurunan
skala nyeri
setelah
diberikan
intervensi,
nilai positive
rank
didapatkan
hasil 0 hal
ini
ditunjukkan
bahwa pada
saat proses
penelitian
tidak
ditrmukan
responden
yang
mengalami peningkatan
skala nyeri
pada saat
setelah
diberikan
45
intervensi
terapi
murottal Al-
Quran.
2.3.4 Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN DAN
KRITERIA HASIL
RENCANA ATAU INTERVENSI
KEPERAWATAN DAN
RASIONAL
1 Nyeriakut
berhubungan
denganagen
pencederafisik
:prosedur operasi,
ditandai
denganpasien
mengeluh
nyeri,bersikap
protektif(mis.
waspada,
menghindari
nyeri),gelisah,
frekuensinadi
meningkat,
sulittidur,
tekanandarah
meningkat
polanapas berubah.
Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkannyeri
menurun dengan kriteria
hasil:
Tingkat Nyeri
1. Keluhan nyeri
menurun
2. Tampak meringis
menurun
3. Sikap protektif
menurun
4. Gelisahmenurun
5. Kesulitan tidur
menurun
6. Frekuensi nadi
membaik
7. Tekanan darah
membaik
8. Pola napas
membaik
1. Pemberian analgetik
Observasi
a. Identifikasi riwayat alergi obat
Rasional : Untuk mengetahui
adanya reaksi alergi obat yang
akan diberikan selanjutnya.
b. Monitor tanda – tanda vital
Rasional : Untuk mengetahui
keadaan umum pasien dan
keluahan apa yang timbul
Terapeutik
a. Dokumentasikan respons
terhadap efek analgetik dan efek
yang tidak diinginkan
Respons : Untuk mengetahui
keluhan apa yang dirasakan
pasien saat obat diberikan
Edukasi
a. Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat
Rasional : Untuk memberikan
pengertian kepada pasien fungsi
46
obat yang iberikan
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik sesuai terapi
Rasional : Untuk mempercepat
proses penyembuhan pasien
2. Manajemen nyeri
Observasi
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, dan
intensitas nyeri
Rasional : Untuk mengetahui
lokasi nyeri dan skala yang
muncul saat nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Rasional : untuk mengetahui
seberapakah rasa nyeri yang
dialami oleh pasien
c. Identifikasi respons nyeri non
verbal
Rasional : Untuk mengetahui
mimik wajah yang diperlihatkan
pasien saat nyeri muncul
d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
Rasional : Untuk mengetahui apa
saja yang memperburuk dan
memperingan keadaan nyerinya
Terapeutik
a. Berikan teknik non-farmakologis
47
untuk mengurangi nyeri
Rasional : Untuk mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
Rasional : Untuk mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien dan
memberikan kenyamanan
c. Fasilitasi istirahat dan tidur
Rasional : Untuk mengurangi rasa
nyeri yang dirasakan pasien
Edukasi
a. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
Rasional : Untuk memberikan
pemahaman agar pasien tidak
gelisah saat nyeri timbul
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Untuk membantu
proses penyembuhan pasien pasca
operasi/untuk mengurangi nyeri
Murrotal al-quran adalah rekaman suara yamg dilakukan oleh seorang qori
(pembaca al-quran), direkam dan diperdengarkan dengan tempo yang lambat serta
harmonis. Terapi murrotal al-quran merupakan salah satu music yang memiliki
pengaruh positif bagi pendengarnya. Mendengarkan ayat-ayat suci akan
48
mendatangkan ketenangan jiwa. Lantunan ayat-ayat suci al-quran secara fisik
mengandung unsure-unsur manusia yang merupakan instrument penyembuhan
nyeri dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara murrotal al-quran dapat
menurunkan hormone-hormon stress, meningkatan perasaan rileks, mengurangi
rasa nyeri. Berdasarkan penelitian (Widayarti, 2011) murrotal al-quran dapat
mengurangi rasa nyeri pada pasien post operasi hernia.
Pada perspektif AlQuran mengenai ilmu penerapan kesehatan
sangat di perlukan untuk membawa kita dalam kesehatan didunia sebagai mana
disebutkan dalam firman Allah Surat Yunus ayat 57 :
نن ن ة للمم ؤم م حم ر هدي و دورن و ا فن ٱلص ف اء لم شن بكمم و ر ظ ة عن ىم تمكم اء أ يه ا ٱلاس ق دم ج ي
“wahai manusia , telah datang kepada kalian kepadamu pelajaran dari tuhanmu
dan penyembuh bagi penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman.
Ini adalah salah satu doa kesembuhan yang dibaca Rasulullah SAW untuk
keluarganya sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Aisyah
RA :
ر لش سقما يغادر ل شفاء أنت إل لشا أ لش ل لشا أنت لش شا
Artinya, “Tuhanku, Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit. Berikanlah
kesembuhan karena Kau adalah penyembuh. Tiada yang dapat menyembuhkan
penyakit kecuali Kau dengan kesembuhan yang tidak menyisakan rasa nyeri,”
(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, [Damaskus: Darul Mallah, 1971 M/1391
H], halaman 113).
2.3.5 Implementasi
Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan
ditunjukkan kepada nursing olders untuk membantu klien mencapai
49
tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang
menengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2009).
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan implementasu meliputi :
a) Harus berdasarkan dengan respons klien
b) Harus berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, hasil penelitian
keperawatan, standart pelayanan profesional dan hukum serta kode
etik keperawatan
c) Berdasarkan dengan sumber yang tersedia
d) Sesuai dengan tanggungjawab dann tanggunggugat profesi
keperawatan
e) Harus memahami dengan benar mengenai rencana intervensi
keperawatan
f) Perawat harus mampu menciptakan sebuah adaptasi untuk
meningkatan self care
g) Upaya dalam meningkatkan status kesehatan klien
h) Mampu menjadi pelindung bagi klien
i) Memberikan dukungan, pendidikan dan bantuan
j) Bersifat holistik
k) Mampu menjalin kerjasama dengan profesi lain
l) Mendokumnetasikan tindakan
2.3.6 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawtan,
50
rencana keperawatan dan implementainya.Meskipun tahap evaluasi
diletakan pada akhir proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Evaluasi juga
diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah tujuan
intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Nursalam, 2009).
Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan evaluasi antara lain adalah :
a) Sudah tercapainya tujuan yang telah ditentukan dalam tujuan
b) Pasien masih dalam proses mencapai hasil yang sudah ditentukan
c) Adanya indikasi belum tercapainya sebuah tujuan keperawatan yang
diharapkan.
Kriteria keberhasilan pada pasien post op Hernia :
1. Pasien mampu mengontrol nyeri dengan teknik distraksi dan
relaksasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain maupun dari
perawat.
2. Pasien mampu beraktivitas mandiri.
3. Pasien mampu bermobilisasi secara mandiri.