BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

26
9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan 2.1.1 Definisi Gibson mendefinisikan Pemberdayaan sebagai proses sosial, mengenali, mempromosikan dan meningkatkan kemampuan orang untuk menemukan kebutuhan mereka sendiri, memecahkan masalah mereka sendiri dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk mengendalikan hidup mereka (Graves, 2007). Pemberdayaan Keluarga adalah intervensi keperawatan yang dirancang dengan tujuan untuk mengoptimalkan kemampuan keluarga, sehingga anggota keluarga memiliki kemampuan secara efektif merawat anggota keluarga dan mempertahankan kehidupan mereka (Hulme P. A., 1999). Pemberdayaan Keluarga adalah mekanisme yang memungkinkan terjadinya perubahan kemampuan keluarga sebagai dampak positif dari intervensi keperawatan yang berpusat pada keluarga dan tindakan promosi kesehatan serta kesesuaian budaya yang mempengaruhi tindakan pengobatan dan perkembangan keluarga (Graves, 2007). Jadi dapat disimpulkan, pemberdayaan keluarga adalah peran perawat atau tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan yang berpusat pada keluarga dan tindakan promosi kesehatan yang bertujuan dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan keluarga sehingga keluarga mampu memecahkan masalah sendiri, mampu merawat anggota keluarga dan mempertahankan kehidupan mereka. 2.1.2 Komponen Pemberdayaan Keluarga Konsep Pemberdayaan Keluarga memiliki tiga komponen utama. Pertama, bahwa semua keluarga telah memiliki kekuatan dan mampu membangun kekuatan itu. Kedua,kesulitan keluarga dalam memenuhi

Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pemberdayaan

2.1.1 Definisi

Gibson mendefinisikan Pemberdayaan sebagai proses sosial, mengenali,

mempromosikan dan meningkatkan kemampuan orang untuk

menemukan kebutuhan mereka sendiri, memecahkan masalah mereka

sendiri dan memobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk

mengendalikan hidup mereka (Graves, 2007). Pemberdayaan Keluarga

adalah intervensi keperawatan yang dirancang dengan tujuan untuk

mengoptimalkan kemampuan keluarga, sehingga anggota keluarga

memiliki kemampuan secara efektif merawat anggota keluarga dan

mempertahankan kehidupan mereka (Hulme P. A., 1999).

Pemberdayaan Keluarga adalah mekanisme yang memungkinkan

terjadinya perubahan kemampuan keluarga sebagai dampak positif dari

intervensi keperawatan yang berpusat pada keluarga dan tindakan

promosi kesehatan serta kesesuaian budaya yang mempengaruhi

tindakan pengobatan dan perkembangan keluarga (Graves, 2007).

Jadi dapat disimpulkan, pemberdayaan keluarga adalah peran perawat

atau tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi keperawatan yang

berpusat pada keluarga dan tindakan promosi kesehatan yang bertujuan

dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kemampuan keluarga

sehingga keluarga mampu memecahkan masalah sendiri, mampu

merawat anggota keluarga dan mempertahankan kehidupan mereka.

2.1.2 Komponen Pemberdayaan Keluarga

Konsep Pemberdayaan Keluarga memiliki tiga komponen utama.

Pertama, bahwa semua keluarga telah memiliki kekuatan dan mampu

membangun kekuatan itu. Kedua,kesulitan keluarga dalam memenuhi

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

10

kebutuhan mereka bukan karena ketidakmampuan untuk

melakukannya, melainkan sistem pendukung sosial keluarga tidak

memberikan peluang keluarga untuk mencapainya. Ketiga, dalam upaya

pemberdayaan keluarga, anggota keluarga berupaya menerapkan

keterampilan dan kompetensi dalam rangka terjadinya perubahan dalam

keluarga (Dunst et all., 1994 dalam Graves, 2007).

2.1.3 Cara Meningkatkan Pemberdayaan Keluarga

2.1.3.1. Cara meningkatkan pemberdayaan keluarga

Cara meningkatkan pemberdayaan keluarga dapat dilakukan

dengan Intervensi Pemberdayaan Keluarga menurut Dunst et

al’s 1988 yang diadaptasi oleh Nissim dan Sten (1991), dalam

Ardian (2014).

a. Membangun Kepercayaan dengan membentuk hubungan

dengan keluarga, membangun komunikasi empatik dan

mendengarkan serta menerima seluruh anggota keluarga.

b. Membangun hubungan langsung dengan anggota keluarga

yang menderita sakit (Penderita/klien)

c. Prioritaskan kebutuhan keluarga yang dirasakan oleh

keluarga untuk segera ditangani terlebih dahulu

d. Membantu keluarga menentukan praktek perawatan

keluarga dengan memperhatikan praktek perawatan yang

telah dilakukan keluarga dan kebutuhan akan pendidikan

kesehatan.

e. Menyediakan informasi yang akurat dan lengkap mengenai

kondisi klien atau penderita menyangkut gejala, kontrol,

dan masa depan implikasi kondisi kronis.

f. Membantu keluarga dalam menetapkan tujuan yang

realistik

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

11

g. Membimbing Keluarga dalam menilai dukungan internal

keluarga dan sumber daya dalam memobilisasi untuk

memenuhi kebutuhan pertolongan yang dirasakan keluarga.

h. Membimbing keluarga dalam menilai kekuatan keluarga

dan memobilisasinya untuk memecahkan masalah

i. Memperkuat kemampuan keluarga untuk mengidentifikasi

beberapa alternatif pilihan keperawatan.

j. Mendiskusikan dengan keluarga mendapatkan pelayanan

dan perawatan dari fasilitas-fasiltas kesehatan yang tersedia

k. Berikan penilaian yang tepat (reinforcemet positif) terhadap

kemampuan dan keterampilan merawat anggota keluarga

yang sakit.

l. Perawat dapat melakukan promosi perawatan diri pada

keluarga melalui pendidikan, negosiasi dan melakukan

evaluasi pemberdayaan keluarga. Tentu keluarga dalam

menetapkan tujuan yang realistik

2.1.3.2. Cara Meningkatkan Partispasi Keluarga

Cara meningkatkan pertisipasi keluarga dalam program

pemberdayaan adalah :

a. Disesuaikan dengan masalah dan kebutuhan masyarakat

yang nyata

b. Dilakukan melalui organisasi yang sudah dikenal atau yang

sudah ada di tengah-tengah masyarakat

c. Memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang

bersangkutan.

d. Dapat memenuhi kepentingan masyarakat setempat.

e. Adanya control yang dilakukan oleh masyarakat. Partisipasi

masyarakat ternyata berkurang jika mereka tidak atau

kurang berperanan dalam pengambilan keputusan (Fajar,

2016).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

12

2.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberdayaan Keluarga

2.1.4.1 Faktor predisposisi (predisposing factor)

Faktor ini mencakup pengetahuan keluarga terhadap hal-hal

yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

oleh keluarga (Notoadmodjo, 2007)

Pengetahuan dan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan ini terjadi melalui panca indera yaitu mata dan

telinga (Noor. A, 2008)

Pengetahuan atau kongnitif merupakan domain yang sangat

penting bagi terbentuknyatindakan seseorang. Apabila

penerimaan perilaku baru disadari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang akan positif maka perilaku tersebut

akan bersifat langgeng (long lasting) sebaliknya bila tidak

disadari dengan pengetahuan dan kesadaran tidak

berlangsung lama (Soekidjo Notodmodjo, 2007).

Pemberdayaan keluarga dapat berupa peran sosial internal,

seperti dukungan dari suami, istri atau peran dari saudara

kandung. Peran sosial keluarga membuat keluarga mampu

berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Pengetahuan

yang tercantum dalam domain kongnitif mempunyai 6 tingkat

yaitu sebagai berikut :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya yang dimaksud tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang merendah. Kata

kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa

yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,

dan sebagainya. Misalnya kelurga dapat menyebutkan

cara untuk menangani dan merawat keluarganya yang

menderita Isolasi Sosial.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

13

b. Memahami (comprohension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui

dan dapat menginterpensikan materi tersebut secara

benar. Misalnya keluarga dapat mendengarkan dengan

baik tentang penyuluhan kesehatan yang diberikan

perawat kepada keluarga pasien.

c. Applikasi (application)

Diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi yang tepat. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai gangguan hukum-hukum rumus

metode, prinsip dan sebagainy dalam konteks atau situasi

yang lain.

d. Analisis (analysis)

Adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

objek kedalam suatu komponen-komponen tetapi masih

dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya dengan orang lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukn kepada suatu kemmpun untuk

menyusun formulasi bru dri formulasi-formulasi yang

ada, misalnya dapat menyusun, merencanakan,

meringkas penyesuikan dan sebagainya terhadap suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi tau penelitian terhadap objek.

Penilaian ini berdasarkan sutu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah

ada.

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

14

2.1.4.2 Faktor pemungkin (Enabling factor)

Faktor-faktor ini mencakup sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehtan bagi masyarakat. Termasuk fasilitas

kesehatan yaitu : Puskesmas, Rumah Sakit, Rumah Sakit

Jiwa. Wujud adanya pemberdayaan keluarga pada klien

isolasi sosial bukan hanya karena sadar dan pentingnya

kesehatan jiwa tetapi juga karena adanya kemudahan dalam

mendapatkan pelayanan kesehatan jiwa (Notoadmodjo,

2007).

2.1.4.3 Faktor penguat (reinforcing factor)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku petugas

kesehatan dalam melakukan asuhan keperawatan. Misalnya

petugas kesehatan membantu pasien dan keluarga

menyesuaikan diri dari lingkungan keluarga, dalam hal

sosialisasi, perawatan mandiri, dan kemampuan memecahkan

masalah (Notoadmodjo, 2007).

2.1.5 Cara Mengukur Pemberdayaan Keluarga

Koren, DeChillo, dan Friesen (1992) telah mengembangkan skala

penilaian yang mengukur pemberdayaan keluarga dalam konteksnya

layanan kesehatan mental untuk keluarga yang memiliki anak dengan

SED. Koren et al. mengembangkan skala penilaian mereka, Skala

Pemberdayaan Keluarga (Family Empowerment Scale - FES), dalam

konseptual dua dimensi kerangka kerja yang menentukan tiga tingkat

pemberdayaan (keluarga, sistem layanan,dan komunitas / politik) dan

tiga cara bagaimana pemberdayaan dinyatakan (Sikap, pengetahuan,

dan perilaku).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

15

Dari dua dimensi yang di kemukakan koren et al (1992), Singh et al

(1995) mengembangngkan dua dimensi pemberdayaan menjadi empat

factor :

2.1.5.1. Faktor 1 (System Advocacy)

Item ini mewakili pemikiran, keyakinan, dan perilaku keluarga

dengan memperhatikan interaksi mereka dengan sistem

pelayanan kesehatan mental.

2.1.5.2. Faktor 2 (Knowledge)

Item ini mencerminkan pemahaman dan keterampilan keluarga

tentang bagaimana cara kerja dalam sistem pengiriman layanan

kesehatan mental untuk mendapatkan layanan yang

dibutuhkan.

2.1.5.3. Faktor 3 (Competence)

Item ini mewakili persepsi keluarga, kemampuan dan

kompetensi mereka sebagai keluarga.

2.1.5.4. Faktor 4 (Self-Efficacy)

Item ini mewakili persepsi keluarga tentang kemampuan

mereka dalam memanfaatkan sistem kesehatan mental itu akan

mempengaruhi mereka atau klien secara pribadi.

2.2 Konsep Peran Keluarga

2.2.1 Definisi peran

Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seseorang

dalam situasi sosial tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan.

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh

seseorang dalam konteks keluarga. Peran merujuk kepada beberapa set

perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan

diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam situasi sosial

tertentu (Mubarak, dkk. 2009)

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

16

2.2.2 Teori Peran Keluarga

2.2.2.1 Pengertian Peran

peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku

interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan individu dalam

posisi dan situasi tertentu. Peran individu dalam keluarga di

dasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok,

dan masyarakat (hernilawati, 2013).

Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan

oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran keluarga

menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan

situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh

harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan

masyarakat (Setiadi, 2008). Menurut Setiadi (2008) setiap

anggota keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran

ayah yang sebagai pemimpin keluarga yang mempunyai peran

sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung atau pengayom,

pemberi rasa aman bagi setiap anggota keluarga dan juga

sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. Peran

ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik

anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota

masyarakat kelompok sosial tertentu. Sedangkan peran anak

sebagai pelau psikososial sesuai dengan perkembangan fisik,

mental, sosial dan spiritual.

a. Menurut Mubarak, dkk (2009) terdapat dua peran yang

mempengaruhi keluarga yaitu peran formal dan peran

informal.

1). Peran Formal

Peran formal keluarga adalah peran-peran keluarga

terkait sejumlah perilaku yang kurang lebih bersifat

homogen. Keluarga membagi peran secara merata

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

17

kepada para anggotanya seperti cara masyarakat

membagi peran-perannya menurut pentingnya

pelaksanaan peran bagi berfungsinya suatu sistem. Peran

dasar yang membentuk posisi sosial sebagai suami-ayah

dan istri-ibu antara lain sebagai provider atau penyedia,

pengatur rumah tangga perawat anak baik sehat maupun

sakit, sosialisasi anak, rekreasi, memelihara hubungan

keluarga paternal dan maternal, peran terapeutik

(memenuhi kebutuhan afektif dari pasangan), dan peran

sosial.

2). Peran Informal kelurga

Peran-peran informal bersifat implisit, biasanya tidak

tampak, hanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan

emosional individu atau untuk menjaga keseimbangan

dalam keluarga. Peran adaptif antara lain :

a) Pendorong memiliki arti bahwa dalam keluarga

terjadi kegiatan mendorong, memuji, dan menerima

kontribusi dari orang lain. Sehingga ia dapat

merangkul orang lain dan membuat mereka merasa

bahwa pemikiran mereka penting dan bernilai untuk

di dengarkan.

b) Pengharmonisan yaitu berperan menengahi

perbedaan yang terdapat diantara para anggota,

penghibur, dan menyatukan kembali perbedaan

pendapat.

c) Inisiator-kontributor yang mengemukakan dan

mengajukan ide-ide baru atau cara-cara mengingat

masalah-masalah atau tujuan-tujuan kelompok.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

18

d) Pendamai berarti jika terjadi konflik dalam keluarga

maka konflik dapat diselesaikan dengan jalan

musyawarah atau damai.

e) Pencari nafkah yaitu peran yang dijalankan oleh

orang tua dalam memenuhi kebutuhan, baik material

maupun non material anggota keluarganya.

f) Perawaatan keluarga adalah peran yang dijalankan

terkait merawat anggota keluarga jika ada yang

sakit.

g) Penghubung keluarga adalah penghubung, biasanya

ibu mengirim dan memonitori komunikasi dalam

keluarga.

h) Poinir keluarga adalah membawa keluarga pindah

ke satu wilayah asing mendapat pengalaman baru.

i) Sahabat, penghibur, dan koordinator yang berarti

mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-

kegiatan keluarga yang berfungsi mengangkat

keakraban dan memerangi kepedihan.

j) Pengikut dan sanksi, kecuali dalam beberapa hal,

sanksi lebih pasif. Sanksi hanya mengamati dan

tidak melibatkan dirinya.

b. Menurut Friedman, 1998, dalam kurniawan 2011.Peran

keluarga adalah sebagai berikut :

1) Motivator

Keluarga sebagai penggerak tingkah laku atau dukungan

ke arah suatu tujuan dengan didasari adanya suatu

kebutuhan anggota keluarga yang sakit sangat

membutuhkan dukungan dari keluarga.

2) Edukator

Dalam hal ini dapat diartikan sebagai upaya keluarga

dalam memberikan pendidikan kepada anggota keluarga

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

19

yang sakit. Untuk itu agar keluarga dapat menjadi

sumber yang efektif maka pengetahuan keluarga tentang

kesehatan khususnya bagaimana peran keluarga dalam

pelaksanaan diet DM.

3) Fasilitator

Sarana yang dibutuhkan keluarga yang sakit dalam

memenuhi kebutuhan untuk mencapai keberhasilan

pelaksanaan program tersebut. Oleh karena itu,

diharapkan keluarga selalu menyiapkan diri untuk

membawa anggota keluarga yang sakit untuk

memfasilitasi penyakit yang dihadapi penderita dengan

memberikan nutrisi yang disenangi penderita tetapi

sesuai dengan diet penderita. Keluarga mempunyai

sarana peran utama dalam pemeliharaan kesehatan

seluruh anggota keluarga dan bukan individu sendiri

mengusahakan tercapainya tingkat kesehatan yang

diinginkan

2.2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Peran Keluarga

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga sebagai

berikut :

2.2.3.1 Kelas sosial

Fungsi kehidupan dalam hubungan dengan peran keluarga sudah

tentu dipengaruhi oleh tuntutan dan kepentingan yang ada pada

keluarga.

2.2.3.2 Bentuk-bentuk keluarga

Tipe atau bentuk dalam keluarga sangatlah besar pengaruhnya

terhadap struktur peran keluarga karena dengan banyak anggota

keluarga atau sebaliknya, dapat menggambarkan hubungan

dengan pengaturan peran yang unik dan stres yang timbul dari

peran.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

20

2.2.3.3 Latar belakang keluarga

Norma dan nilai sangatlah mempengaruhi bagaimana peran

dilaksanakan dalam sebuah keluarga tertentu, pengetahuan

tentang inti dari nilai kebiasaan dan tradisi sangat penting untuk

menginterpretasikan apakah peran keluarga dalam sebuah

keluarga cocok atau tidak.

2.2.3.4 Tahap siklus kehidupan keluarga

Dalam suatu keluarga secara substansial cara yang digunakan

oleh keluarga dalam melaksanakan bebeda-beda dari satu tahap

siklus kehidupan keluarga ke tahap yang lain.

2.2.3.5 Model-model peran

Kita dapat menemukan kehidupan awal keluarga ketika

seseorang individu mempelajari perannya dari teman atau rekan

serta pengalaman awal itu (Friedman, 1998 dalam kurniawan

2011).

2.2.4 Peran Keluarga dalam Merawat Klien Skizofrenia

Peran keluarga diharapkan dalam perawatan klien gangguan jiwa adalah

dalam pemberian obat, pengawasan minum obat dan meminimalkan

ekspressi keluarga. Keluarga berperan dalam menentukan cara atau

perawatan yang diperlukan klien, keberhasilan perawat di rumah sakit

akan sia-sia jika kemudian mengakibatkan klien harus dirawat kembali

di rumah sakit (Keliat, 2002, dalam augustiany, 2009).

2.3 Skizofrenia

2.3.1 Pengertian

Menurut faisal (2008), penyakit Skiozofrenia atau Schizophrenia

artinya kepribadian yang terpecah ; antara pikiran, perasaan, dan

perilaku. Dalam artian apa yang dilakukan tiodak sesuai dengan pikiran

dan perasaannya. Secara spesifik skizofrenia adalah orang yang

mengalami gangguan emosi, pikiran, dan perilaku.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

21

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikoosa fungsional dengan gangguan

utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara

proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi

kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi : asosiasi terbagi-

bagi sehingga timbul inkoherensi (Direja, 2011).

Jadi dapat disimpulkan, skizofrenia adalah gangguan pada proses fikir,

asosiasi terbabagi sehingga timbul inkoherensi sehingga Apa yang

dilakukan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan dirasakannya.

2.3.2 Penyebab

Luana (2007) menjelaskan penyebab dari skizofrenia dalam model

diatesi-stres, bahwa Skizofrenia timbul akibat faktor psikososial dan

lingkungan. Di bawah ini pengelompokan penyebab skizofrenia, yakni:

a. Faktor Biologi

1) Komplikasi Kelahiran

Bayi laki-laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan

sering mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan

meningkatkan kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.

2) Infeksi

Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi

virus pernah dilaporkan pada orang dengan skizofrenia.

Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada

trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang

menjadi skizofrenia.

3) Hipotesis Dopamin

Dopamin merupakan neurotransmiter pertama berkontibusi

terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik

baik tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin

D2, dengan terhalangnya transmisi sinyal di sistem

dopaminergik maka gejala psikotik diredakan. Berdasarkan

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

22

pengamatan diatas dikemukakan bahwa gejala-gejala

skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas sistem

dopaminergik.

4) Hipotesis Serotonin

Gaddum, Wooley, dan Show tahun 1954 mengobservasi efek

lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang

bersifat campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Ternyata

zat ini menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang

normal. Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia

kembali mengemuka karena penelitian obat antipsikotik

atipikal clozapine yang ternyata mempunyai afinitas terhadap

reseptor serotonin 5-HT lebih tinggi dibandingkan

reseptordopamin D2.

5) Struktur Otak

Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah

sistem limbik dan ganglia basalis. Otak pada penderita

skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang normal,

ventrikel terlihat melebar, penurunan aktifitas metabolik.

Pemeriksaan mikroskopis dan jaringan otak ditemukan

sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada

masa prenatal karena tidak ditemukannya sel gila, biasa

timbul pada trauma otak setelah lahir.

b. Faktor Genetika

Prabowo (2014) sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia

diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat

yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua,

kakak laki-laki atapun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat

yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi,

kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan

populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang

menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

23

dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40% satu orang

tua 12%.

Sebagai ringkasan hingga sekarang kita belum mengetahui dasar

penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan

mempunyai pengaruh atau faktor yang mempercepat yang

menjadikan manifestasi atau faktor pencetus seperti penyakit

badaniah atau stres psikologis.

2.3.3 Tipe dan Klasifikasi Skizofrenia

Tipe dan klasifikasi skizofrenia menurut Prabowo (2014) antara

lain:

a. Skizofrenia Simplex

Sering timbul pertama kali pada masa pubertas, gejala utama

pada jenis simplex adalah kedangkalan emosi dan kemunduran

kemauan, gangguan proses berpikir sukar ditemukan, waham

dan halusinasi jarang sekali terdapat.

b. Skizofrenia Hebefrenik

Permulannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul

pada masa remaja atau antara 12-25 tahun gejala yang

menyolok ialah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan

dan adanya depersonalisasi atau double personality. Ganguan

psikomotor seperti mannerism atau perilaku kekanak-kanakan

sering terdapat pada hebefrenik, waham dan halusinasi banyak

sekali.

c. Skizofrenia Katatonik

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun dan biasanya

akut serta sering di dahului oleh stres emosional, mungkin

terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik

d. Stupor Katatonik

Pada stupor katatonik penderita tidak menunjukkan perhatian

sama sekali terhadap lingkungannya.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

24

Emosinya sangat dangkal, gejala yang paling penting ialah

gejala psikomotor seperti:

1) Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup

2) Muka tanpa mimik seperti topeng

3) Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu

yang lama, beberapa hari, bahkan kadang-kadang sampai

beberapa bulan.

4) Bila diganti posisinya, penderita menentang-negativisme

5) Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga meleleh

dan keluar, air seni dan feces ditahan

6) Terdapat grimas dan katalepsi

e. Gaduh-gelisah Katatonik

Terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi tidak disertai dengan

emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi oleh rangsangan

dari luar. Penderita terus berbicara atau bergerak saja,

menunjukkan stereotopi, menerisme, grimas, dan neologisme,

tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin

terjadi dehidrasi atau kolabs dan kadang-kadang kematian.

f. Jenis Paranoid

Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain

dalam jalanya penyakit, hebefrenik dan katatonik sering lama-

kelamaan menunjukkan gejala-gejala skizofrenia simplex, atau

gejala-gejala hebefrenik dan katatonik percampuran tidak

demikian halnya dengan skizofrenia paranoid yang jalannya

agak konstan.

Gejala-gejala yang paling menyolok adalah:

Waham primer, disertai dengan pemeriksaan yang ternyata

adanya ganguan proses berfikir, ganguan efek, emosi dan

kemauan. Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30

tahun, permulannya mungkin sub akut, tetapi mungkin juga

akut, kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

25

digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka

menyendiri agak congkak, dan kurang percaya diri pada orang

lain.

Episode skizofrenia akut, gejala skizofrenia timbul mendadak

sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya

mungkin berkabut, dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-

akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya (aneiroid).

Prognosanya baik, dalam waktu beberapa minggu atau

biasanya kurang dari 6 bulan penderita sesudah baik.

Skizofrenia residual ialah keadaan skizofrenia dengan gejala-

gejala primernya bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala

sekunder, keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan

skizofrenia.

g. Jenis Skizo-afektif (Skizofrenia Skizo Afektif)

Disamping gejala-gejala skizofrenia terdapat menonjol secara

bersamaan juga gejala-gejala depresi (skizo-depresi) atau

gejala-gejala (skizo-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi

sembuh tanpa efek, tetapi mungkin juga timbul lagi serangan.

2.3.4 Gejala

Menurut Prabowo (2014) gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi

menjadi 2 kelompok, yaitu:

2.3.4.1. Gejala Primer

a. Ganguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi

pikiran)

Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada

proses pikiran yang terganggu terutama ialah asosiasi,

kadang-kadang satu idea belum selesai diutarakan,

sudah timbul idea lain. Seseorang dengan skizofrenia

juga mempunyai kecenderungan untuk menyamankan

hal-hal, kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti,

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

26

tidak timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan

“Blocking” biasanya berlangsung beberapa detik saja,

tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari.

b. Ganguan efek dan emosi

Gangguan ini pada skizofrenia berupa:

1) Kedangkalan efek dan emosi (emotional blunting).

2) Parahimi: apa yang seharusnya menimbulkan ras

senang dan gembira, pada penderita timbul rasa

sedih atau marah.

3) Paramimi: penderita merasa senang dan gembira,

akan tetapi menangis. Kadang-kadang emosi dan

efek serta ekspresinya tidak mempunyai kesatuan,

misalnya sesudah membunuh anaknya penderita

menangis berhari-hari tetapi mulutnya tertawa.

4) Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti

dibuat-buat seperti sedang bermain sandiwara.

Yang penting juga pada skizofrenia adalah

hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan

emosi yang baik (emotional rapport). Karena

terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang

berlawanan mungkin terdapat bersama-sama,

umpamanya mencintai dan membenci satu orang

yang sama atau menangis dan tertawa tentang satu

hal yang sama ini dinamakan ambivalensi pada efek.

c. Ganguan kemauan

Banyak penderita dengan skizfrenia mempunyai

kelemahan kemauan mereka tidak dapat mengambil

keputusan, tidak dapat bertindak mengambil keputusan,

tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka

selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

27

jelas atau tepat atau mereka menganggap hal itu biasa

saja dan tidak perlu diterangkan.

d. Ganguan psikomotorik

Gejala ini juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau

gangguan perbuatan kelompok gejala ini oleh Prabowo

(2014) dimasukkan kedalam kelompok gejala

skizofrenia yang sekunder sebab didapati juga pada

penyakit lain.

2.3.4.2. Gejala Sekunder

a. Waham

Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali

dan sangat bizar Mayer-gross membagi waham dalam 2

kelompok:

Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali,

tanpa penyebab apa-apa dari luar. Waham sekunder

biasanya logis kedengarannya, dapat diikuti dan

merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan

gejala-gejala skizofrenia lain.

b. Halusinasi

Pada skizofrenia, halusianasi timbul tanpa penurunan

kesadaran dan hal ini merupakan suatu gejala yang

hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering

pada skizofrenia adalah halusinasi pendengaran (aditif

atau akustik). Kadang-kadang terdapat halusinasi

penciuman (olfaktoris), halusinasi cita rasa (gustatorik)

atau halusinasi singungan (taktik). Halusinasi

penglihatan agak jarang pada skizofrenia, lebih sering

pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma

otak organik.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

28

2.3.5 Cara perawatan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dan lingkungan

dalam merawat penderita gangguan jiwa dirumah :

2.3.5.1 Memberikan kegiatan/ kesibukan dengan membuatkan

jadwal sehari-hari.

2.3.5.2 Berikan tugas yang sesuai kemampuan penderita dan secara

bertahap tingkatkan sesuai perkembangan.

2.3.5.3 Menemani dan tidak membiarkan penderita sendiri dalam

melakukan kegiatan, misalnya; makan bersama, bekerja

bersama, rekreasi bersama, dll.

2.3.5.4 Minta keluarga atau teman menyapa ketika bertemu dengan

penderita, dan jangan mendiamkan penderita, atau jangan

membiarkan penderita berbicara sendiri.

2.3.5.6 Mengajak/ mengikutsertakan penderita dalam

kegiatan bermasyarakat, misalnya pengajian, kerja bakti

dsb.

2.3.5.7 Berikan pujian yang realistis terhadap keberhasilan

penderita, atau dukungan untuk keberhasilan sosial

penderita.

2.3.5.8 Hindarkan berbisik-bisik di depan penderita/ ada penderita

dalam suatu ruangan yang sama/ disaksikan oleh

penderita.

2.3.5.9 Mengontrol dan mengingatkan dengan cara yang baik dan

empati untuk selalu minum obat dengan prinsip benar

nama obat, benar nama pasien, benar dosis, benar waktu,

benar cara pemberian.

2.3.5.10 Mengenali adanya tanda - tanda ke kambuhan seperti; sulit

tidur, mimpi buruk, bicara sendiri, senyum sendiri, marah-

marah, sulit makan, menyendiri, murung, bicara kacau,

marah-marah, dll.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

29

2.3.5.11 Kontrol suasana lingkungan yang dapat memancing

terjadinya marah. Segera kontrol jika terjadi perubahan

perilaku yang menyimpang, atau obat habis (anonim,

2010).

2.3.6 Pengobatan

Menurut Luana (2007) pengobatan skizofrenia terdiri dari dua

macam, yaitu:

2.3.6.1 Psikofarmaka

Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat

dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik

generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua

(APG II). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di

mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan

tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan

gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan

efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal,

penimgkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan

disfungsi seksual atau peningkatan berat badan dan

memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu

APG I menimbiulkan efek samping antikolinergik seperti

mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi

dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi

tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan

10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine,

haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk

mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis,

menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi

rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah

Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada

penderita dengan gajala dominan gaduh gelisah, hiperaktif

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

30

dan sulit tidur. APG II sering disebut dengan serotonin

dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal.

Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke

empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan

rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif

mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk

golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan

rispendon.

Pengaturan Dosis

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:

a. Onset efek primer (efek klinis): 2-4 minggu

b. Onset efek sekunder (efek samping): 2-6 minggu

c. Waktu paruh: 12-24 jam (pemberiaqn 1-2 x/hr)

d. Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil,

malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas

hidup penderita

e. Obat antipsikosis long acting: fluphenazine decanoate

25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM

untuk 2-4 miggu. Berguna untuk klien yang tidak atau

sulit minum obat, dan untuk terapi pemeliharaan

Cara atau lama pemberian mulai dengan dosis awal sesuai

dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai

mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi

setiap 2 minggu bila perlu dinaikkan sampai dosis optimal

kemudian dipertahankan 8-12 minggu (stabilisasi).

Diturunkan setiap 2 minggu (dosis maintenance) lalu

dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug

holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis

diturunkan 2-4 minggu) lalu stop. Untuk klien dengan

serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

31

pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan

derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali).

2.3.6.2 Terapi Psikososial

Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain:

a. Psikoterapi individual

1) Terapi suportif

2) Sosial skill training

3) Terapi okupasi

4) Terapi kognitif dan perilaku (CBT)

b. Psikoterapi kelompok

c. Psikoterapi keluarga.

Terapi keluarga adalah model terapi yang bertujuan

mengubah pola interaksi keluarga sehingga bisa membenahi

masalah-masalah dalam keluarga. Sebuah cara baru untuk

mengetahui permasalahan seseorang, memahami perilaku,

perkembangan simtom, dan cara pemecahannya.

d. Cara Melakukan Terapi Keluarga

Dalam konseling ada beberapa proses yang harus dijalankan

sebagai pelaksanaan dari sebuah konseling. Ada empat

langkah dalam proses konseling, proses tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Mengikutsertakan Keluarga Mencakup seluruh

keluarga dalam sederetan interaksi yang berkelanjutan

dengan konselor-konselor yang multidisipliner.

Konselor memberikan konseling secara penuh selama

pertemuan tersebut pada satu keluarga dan pada waktu

itu mereka (keluarga) menceritakan problem mereka

masing-masing dan membantu sesama dalam

pemecahan persoalan.

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

32

2) Menilai masalah konselor berperan sebagai asessor atau

penilai masalah-masalah yang diceritakan oleh keluarga

tersebut lalu menjelaskan inti permasalahan.

3) Strategi-strategi khusus fungsi utama dari konselor

adalah direktif, mengarahkan, membimbing atau model

dari perilaku yang diinginkan. Konselor memberikan

teknik-teknik yang didasarkan pada penghapusan

respon yang telah dipelajari (perilaku) terhadap

stimulus, sehingga respon-respon yang baru dapat

terbentuk.

2.3.6.3. Strategi Komunikasi Perawat

Menurut Linda Carman (2007) perawat perlu memiliki

strategi komunikasi dalam menghadapi klien dengan

skizofrenia, antara lain:

a. Jangan menghakimi, membantah, atau menggunakan

logika untuk menunjukkan kekeliruan.

b. Bersikap netral ketika klien menolak kontrak.

c. Pada awalnya, gunakan metode nonverbal, seperti kontak

mata, senyum, atau menggunakan ekspresi positif. Setelah

hubungan terbina, perawat diperbolehkan menyentuh klien

dengan syarat klien siap menerima kehadiran perawat.

d. Bicara singkat, dngan kalimat sederhana selam interaksi

yang singkat dan sering.

e. Beri pertanyaan terbuka ketika memandu klien melalui

suatu pengalaman. Beri pertanyaan langsung jika

menginginkan informasi.

f. Catat dan beri komentar kepada klien tentang perubahan

yang halus akan ekspresi perasaan.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

33

g. Berfokus pada apa yang sedang terjadi disini saat ini, dan

bicarakan tentang aktivitas yang didasarkan pada

kenyataan.

h. Minta klarifikasi jika klien berbicara secara umum tentang

“mereka”.

i. Jika perlu, sampaikan penerimaan terhadap klien

meskipun beberapa pikiran dan persepsi klien tidak

dipahami oleh orang lain.

2.4 Keterkaitan Konsep

2.4.1. Keterkaitan pemberdayaan keluarga dan peran keluarga merawat klien

skizofrenia

Dalam proses perawatan klien dengan skizofrenia selain tenaga

kesehatan, peran aktif keluarga tentu sangat diperlukan, karena

keluarga adalah orang yang terdekat dan paling sering berinteraksi

dengan klien.

Adapun kurangnya pemberdayaan keluarga, dapat menimbulkan

kurangnya pengetahuan dan kemampuan keluarga tentang pentingnya

peran keluarga dalam merawat klien sehingga peran keluarga kurang

berfungsi dengan baik dan akhirnya keluarga kurang optimal dalam

mengaplikasikan peran keluarga dalam proses perawatan anggota

keluarga dengan skizofrenia.

Penelitian Hulme (1999) dalam muhtar 2013 yang membuktikan

bahwa pemberdayaan merupakan intervensi keperawatan interaktif

yang dirancang untuk membantu keluarga mengoptimalkan sumber

daya keluarga, sehingga meningkatkan kemampuan anggota keluarga

untuk merawat dan mempertahankan kehidupan keluarganya secara

efektif.

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemberdayaan

34

Oleh karena itu pemberdayaan keluarga tentu sangat penting

dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga

tentang pentingnya peran keluarga agar fungsi peran keluarga

berfungsi dengan optimal, sehingga keluarga akan menjadi lebih

berdaya dan menjalankan perannya dengan baik dalam menghadapi

dan merawat anggota keluarganya dengan skizofrenia.

Jadi dapat disimpulkan, suatu keluarga dapat dikatakan berdaya jika

keluarga itu tahu dan paham tentang pentingnya peran keluarga dalam

merawat anggota keluarga yang sakit serta mampu mengaplikasikan

peran keluarga dengan baik dalam proses perawatan klien.

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen (bebas) Variabel Dependen (terikat)

2.6 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan pemberdayaan

keluarga dengan peran keluarga dalam merawat klien dengan skizofrenia

Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Provinsi Kalimantan Selatan Tahun

2018.

Pemberdayaan

Keluarga

Peran Keluarga dalam

Merawat klien dengan

Skizofrenia