BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nanas
Transcript of BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nanas
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nanas
2.1.1 Pengertian nanas
Nanas (Ananas comosus (L) Merr) adalah sejenis tumbuhan tropis
yang berperawakan tumbuhannya rendah dengan 30 atau lebih
daun yang panjang, berujung tajam, tersusun dalam bentuk roset
mengelilingi batang yang tebal.
Nanas (Ananas comosus L) bukan tanaman asli Indonesia,
melainkan berasal dari Brazilla, Argentina dan Paraguay yang
merupakan daerah tropis, namun ada juga yang menyebutkan nanas
berasal dari Amerika Selatan dan pada abad ke-16, bangsa spanyol
membawa tanaman nanas ke Filipinan dan Semananjung Malaysia
dan pada akhirnya masuk ke wilayah nusantara. Tanaman nanas
selanjutnya berkembang meluas ke seluruh dunia yang beriklim
panas (tropis). (Puspaningtyas 2013)
2.1.2 Morfologi Nanas (Ananas comosus L)
Di Indonesia, Kabupaten Subang yang merupakan salah satu
daerah penghasil nanas terbesar di Indonesia. Tumbuhan yang
mempunyai nama latin Ananas comosus ini termasuk kedalam
keluarga Bromeliaceae atau keluarga nanas nanasan yang
merupakan salah satu anggota tumbuhan berbunga. Nanas di
Indonesia mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan, kemudian
berkembang dan meluas menjadi tanam kebun, lahan kering. Nanas
adalah salah satu jenis tanaman yang banyak di gemari orang
karena rasanya enak, segar, dan sedikit asam. Secara umum, nanas
memiliki kandungan gizi dan vitamin, diantaranya kalori, protein,
lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, vitamin C, dan sedikit
vitamin B. Selain itu, nanas merupakan sumber vitamin A yang
11
baik karena 100 gram nanas dapat menyumbangkan sekitar 10-395
dari kebutuhan vitamin A sehari. Vitamin A sangat di perlukan
bagi kesehatan sistem kekebalan tubuh dan pertumbuhan. Vitamin
A dan C pada nanas bekhasiat sebagai antioksida ( Soedaryo, 2014)
Nanas (Ananas comosus) juga memiliki kandungan air 90% dan
kaya akan Kalium, Kalsium, Lodium, Sulfur, dan Khlor. Selain itu
juga kaya akan asam, Biotin, Vitamin serta Enzim Bromelin.
Bromelin pada buah nanas adalah enzim proteolitik yang di
temukan pada bagian batang, buah dan kulit nanas (Ananas
comosus). Beberapa kegunaan dari enzim ini adalah mengurangi
pembengkakan karena luka atau operasi. Enzim ini terus bekerja
sampai jaringan kulit yang sehat menampakan diri. Enzim ini juga
memiliki fungsi untuk mengangkat jaringan kulit yang mati
terutama padakulit kepala penyebab ketombe.(Usyan 2014)
Gambar 2.1 Bagian-bagian Nanas
(Namal 2014)
12
Tanaman nanas (Ananas comosus) berbentuk semak dan hidupnya
bersifat tahunan susunan tanaman nanas terdiri dari bagian utama
meliputi : akar, batang, daun, bunga dan buah (Namal 2014).
1. Akar
Nanas tumbuh di tanah dengan menggunakan akar. Akarnya
berupa akar tunggang dengan susunan akar serabut, bercabang
banya, berbentuk bulat sampai agak pesegi dan berbatang
lemah. Akar tanaman nanas menyebar, tetapi dangkal, akar-
akar cabang dan rambut-rambut akar banyak terdapat di
permukaan tanah.
2. Batang
Nanas merupakan herba tahunan atau dua tahunan dengan
tinggi 50-150 cm memiliki tunas yang keluar pada bagian
pangkalnya. Batang tanaman nanas tegak, mengandung sedikit
zat kayu, terutama di dekat permukaan tanah. Batang berwarna
kehijauan sampai keunguan dengan ruas berwarna hijau,
bergantung pada varietasnya.
3. Daun
Daun berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya
melebar menjadi pelepah daun. Helaian daun berbentuk
pedang, tebal, liat dengan panjang 80-120cm, lebar daun
berkisar antara 2-6 cm. Warna daunnya adalah hijau atau hijau
kemerahan.
4. Bunga
Bunga nanas bersifat inflorescente, tumbuh dari titik tumbuh
batang tanaman. Bunga tersebut muncul sekitar 450 hari
sesudah tanam. Tangkai buah pendek 7-15 cm, jumlah bunga
100-200. Bunga-bunga tersebut tumbuh spiral mengelilingi
tangkai buah membentuk buah majemuk bersatu kokoh.
Bunganya bermaprodit, kelopaknya 3, pendek dan berdaging,
13
mahkotanya 3. Tangkai putik lebih panjang dari pada tangkai
sari. Bunga mekar pada pagi hari.
5. Buah
Buah nanas bukan buah sejati, melainkan gabungan buah-buah
sejati, yang bekasnya terlihat pada setiap sisik pada kulit bua,
yang dalam perkembangannya tergabung bersama dengan
tongkol menjadi buah. Nanas merupakan tanaman buah yang
buahnya selalu tersedia sepanjang tahun. Buahnya tergolong
buah buni majemuk dengan bentuk bulat panjang, berdaging.
Rasa buah nanas adalah manis hingga asam manis. Berat buah
lebih kurang 0,9-1,8 kg. (Murniati,2014)
2.1.3 Klasifikasi tanaman buah Nanas
Menurut Soedarya (2013) tanaman nanas mempunyai nama botani
Ananas comosus. Tanaman nanas, jika di klasifikasikan termasuk
tanaman berbunga, klasifikasi dari tanaman nanas adalah sbagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophytae
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Farinosae (Bromeliales)
Family : Bromeliaceae
Genus : Ananas
Species : Ananas comosus Merr
2.1.4 Nama Daerah buah Nanas
Nanas memiliki berbagai nama daerah antara lain : Gona (Nias),
Henas, kenas, atau Honas (Batak), Danas atau ganas (Sunda),
Nanas (jawa), Nanas, Lanas (Madura), Ai nasi, Than baba-bab,
atau Kai nasi (Seram), Manas (Bali), Nanas (Sasak), Aruma,
14
Fanda, atau Pandal (Bima), Panda (Sumba), Pedang, Anana
(Flores, Pandang (Bugis), Nanati (Gorontalo), Nanasi (Toraja),
Nanas (Indonesia). (Dalimartha,2014)
2.1.5 Jenis buah Nanas
Berdasarkan bentuk daun dan buah. Tanaman nanas dapat di
golongkan menjadi empat, yaitu cayenne, Queen,Spanish, dan
Abacaxi. Namun, di Indonesia pada umumnya hanya di
kembangkan dua golongan nanas sebagai berikut.
1. Golongan Cayenne
Gambar 2.2 Buah nanas jenis cayenne
(sumber : Healthbenefitstimes,2010)
Ciri-cirinya daun halus, berduri sampai tidak berduri ; ukuran
buah besar, silindris, mata buah agak datar, berwarna hijau
kekuningan-kuningan, dan rasanya agak masam.
Contoh : nanas subang memiliki buah besar menggelambung ,
mahkota buat kecil, banyak berair, aroma kuat, dan rasanya
manis.
15
2. Golongan Queen
Gambar 2.3 Buah nanas jenis queen
(sumber Healthbenefitstimes,2010)
Ciri-cirinya daun pendek dan berduri tajam ; buah berbentuk
lonjong mirip kerucut sampai silindris,mata buah menonjol,
berwarna kuning kemerah merahan, dan rasanya manis.
Contoh : nanas Palembang memiliki buah kecil, mahkota buah
besar, dan rasanya manis sekali.
Contoh lain, nanas Bogor memiliki buah kecil, kulit kuning,
daging buah berserat halus, dan rasanya manis.
3. Golongan Spanyol (spanish)
Gambar 2.4 Jenis buah nanas Spanyol
(sumber foodsukleha, 2012)
Ciri-cirinya mempunyai daun panjang, bobot buah 0,9-1,8 kg,
bentuk buah membulat, mata menonjol, warna buah respondene
atau merah, warna daginng buah kuning pucat sampai putih,
16
hati besar berserat asam. Varietas yang termasuk Spanish yaitu
red Spanish, Singapora, Spanish nenas merah dan nenas putih
4. Golongan Maipure
Gambar 2.5 Buah nanas jenis Maipure
(sumber : comofos 2011)
Ciri-cirinya memiliki pinggir daun berduri, bobot buah sekitar
0,8-2,5 kg, silinder, warna buah kuning atau merah, warna
daging buah putih atau kuning tua, hati kecil sampai medium,
rasanya lebih manis dari pada cayenne, berserat. Nenas
maipure di budidayakan di Amerika Tengah dan Selatan.
2.1.6 Kandungan nanas
Daging buah nanas mengandung berbagai macam zat gizi yang
memberikan kontribusi bagi kesehata. Daging buah nanas
mengandung 85% air, 0,4% protein, 14% karbohidrat, 0,1% lemak,
dan 0,5 % seraat. Selain itu, nanas juga kaya akan vitamin A,
vitamin B, vitamin B6, vitamin, dan serat (Desty Ervira
Puspaningtyas 2013)
17
Tabel 2.1 Komponen zat gizi
Komponen Zat Gizi Jumlah
Air 88,9 gram
Energi 40 kcal
Protein 0,6 gram
Lemak 0,3 gram
Karbohidrat 9,9 gram
Serat 0,6 gram
Kalsium 22 mg
Fosfor 14 mg
Besi 0,9 mg
Magnesium 12 mg
Natrium -
Kalium 150 mg
Karoten total 90 g
Tiamin 0,02 mg
Vitamin C 22 mg
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2008)
(Irfandi,2008)
Bromelin spesialis anti peradangan kehadiran bromelin dalam
nanas sudah diketahui sejak 1891 oleh Lotz-Winter. Bromelin
adalah suatu enzim protease yang dapat di ekstraksi dan di ambil
sarinya dari buah atau kulit nanas(Ananas comosus) yang dapat
menghidrolisis protein protease atau peptida. Baik nanas yang
muda maupun yang tua mengandung bromelin, bromelin juga
terdapat pada seluruh bagian buah nanas seperti bagian daging,
buah, kulit nanas dan bonggol . Bromelin di percaya memberikan
efek anti peradangan, anti nyeri, dan anti kanker. Bromelin
memiliki kemampuan untuk mengurangi kondisi inflamasi.
(Puspaningtyas 2013)
18
Tabel 2.2 Kandungan biomelin
Bagian buah Jumlah %
Buah utuh masak 0,06 – 0,08
Daging buah masak 0,08 – 0,13
Kulit buah 0,05 – 0,08
Tangkai 0,04 – 0,06
Buah utuh mentah 0,04 – 0,06
Daging buah mentah 0,05 – 0,07
Sumber : Tabel Komposisi Pangan Indonesia (2008)
(Irfandi,2008)
2.2 Konsep ketombe
2.2.1 Definis kotembe
Ketombe atau dandruff (dandruff, dandriffe) berasal dari bahasa
Anglosaxon kombinasi dari “tan” yang berarti “tetter” (penyakit
kulit yang menyebabkan gatal) dan “drof” yang berati “dirty”
(kotor). (ranganathan,S 2014) Ketombe biasa dikenal melalui
berbagai istilah medis seperti pityriasis capitis, seborrhea sicca,
atau dermatitis seboroik ringan pada bagian kepala.(Robbins CR,
2012). Ketombe adalah suatu kondisi eksfoliasi atau pengelupasan
di kulit kepala yang terletak di atas kepala dengan gejala berupa
munculnya sisik berwarna keputihan dan menimbulkan rasa gatal.
(RahhaliN dkk , 2010).
Menurut kamus kedokteran Dorland ketombe dapat diartikan
menjadi dua pengertian. Pertama ketombe dapat diartikan sebagai
benda bersisik yang terlepas dari epidermis. Pelepasan ini dapat
tergolong normal atau berlebihan yang kedua ketombe dapat
diartikan sebagai dermatitis seboroik. Ada dua pendapat berbeda
mengenai pengertian ketombe dalam hubungan dengan dermatitis
19
seboroik. Pendapat pertama menyatakan ketombe adalah bentuk
non inflamasi dari dermatitis seboroik atau bentuk ringan dari
dermatitis seboroik.(Wolff dkk, 2012) Pendapat ini diperkuat
dengan ditemukannya jumlah nukleus yang berbeda pada kulit
kepala normal, kulit kepala dengan ketombe, dan kulit kepala
dengan dermatitis seboroik. Pada kulit kepala normal ditemukan
nukleus sebanyak 3700 sel/sq cm, dan pada kulit kepala dengan
dermatitis seboroik ditemukan nukleus sel sebanyak 76.000 sel/sq
cm. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kulit kepala dengan
ketombe dan kulit kepala dengan dermatitis seboroik memiliki
jumlah nukleus yang lebih banyak akibat proses deskuamasi
fisiologis yang berlebihan pada waktu yang cepat. Hal ini
menyebabkan retensi nukleus pada sel stratum korneum yang tidak
memiliki banyak waktu untuk matang secara sempurna (Arndt dkk,
2013). Data ini juga memberikan informasi bahwa kulit kepada
dengan dermatitis seboroik memiliki nukleus tidak matang yang
lebih banyak dibandingkan dengan kulit kepada dengan ketombe.
Pendapat kedua menyatakan ketombe adalah manifestasi dari
dermatitis seboroik pada bagian kulit kepala. Pendapat ini
menyatakan bahwa dermatitis seboroik memiliki berbagai macam
manifestasi pada daerah tertentu termasuk pada kulit
kepala.Pernyataan ini dapat diketahui bahwa ketombe adalah salah
satu bentuk dari dermatitis seboroik. (Arndt dkk, 2013).
2.2.2 Epidemiologi ketombe
Ketombe mengenai lebih dari 50 % populasi di dunia dan
meningkat setiap tahunnya. Ketombe adalah penyakit kepada yang
paling sering di derita oleh remaja dan dewasa muda, kemudian
mulai jarang pada orang tua berusia lebih dari 50 tahun. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sebum pada manusia. Ketombe juga
20
sering terjadi pada bayi yang baru lahir (cradle cap)
(Ranganathan,S 2014)
Prevalensi ketombe meningkat pada populasi yang padat walaupun
ketombe tidak di tularkan melalui kontak manusia. Hal ini
berkaitan dengan keadaan lingkungan pada populasi
tersebut(Rundramurthy dkk, 2014)
Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat menderita ketombe
kerena Indonesia adalah negara tropis. Seluruh wilayah di
Di Indonesia sendiri, banyak masyarakat menderita ketombe
kerena Indonesia adalah negara tropis. Seluruh wilayah di
Indonesia tropis akibat wilayah di Indonesia di lewati oleh garis
khatulistiwa. Suhu pantai atau laut di Indonesia rata-rata 28°C
sedangkan suhu daerah pedalaman dan pegunungan berkisar 26°C
di suhu gunung yang lebih tinggi berkisar 23°C. Area di Indonesia
juga termasuk lembab dengan kelembaban 70 hingga 90%.
Meskipun belum ada penelitian yang jelas tentang angka kejadian
ketombe di Indonesia. (Climate, 2014).
2.2.3 Etiologi ketombe
Etiologi dari ketombe bergantung dari tiga faktor, yaitu aktivitas
kelenjar sebasea, metabolisme mikroflora, dan kerentanan individu.
2.2.3.1 Aktivitas kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea adalah tipe dari kelenjar holokrin pada
bagian dermis yang mensekresikan produk berupa sebum
menuju folikel rambut. Aktivitas dari kelenjar sebasea ini
berhubungan dengan peningkatan angka kejadian ketombe
pada masa bayi (cradle cap), dan terus meningkat pada usia
remaja dan dewasa muda dan menurun pada umur dari 50
21
tahun. Ketombe dapat muncul pada kulit kepala yang kaya
akan sebum.(L,Thomas & Dawson 2012)
Pada kulit sebum berfungsi untuk transportasi dari
antioksidan, proteksi, panas kulit, diferensiasi epidermal,
dan juga proteksi dari UV. Sebum terdiri atas trigliserida,
asam lemak, max ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol
ester, dan squalene.(L,Thomas & Dawson 2012)
Trigliserida dan ester yang merupakan komponen dari
sebum akan pecah oleh mikroflora menjadi digliserida,
monigliserida, dan asam lemak. Asam lemak bebas akan
memulai respon iritan, termasuk hiperproliferasi dari kulit
kepala. Pemecahan dari sebum menjadi bahan yang iritatif
menunjukan bahwa sebum bukan merupakan penyebab
primer dari ketombe. Ketombe bisa ditemukan pada kulit
kepala yang terdiri dari banyak sebum atau tidak hal ini
juga menunjukan bahwa sebum bukan merupakan
penyebab primer dari ketombe.(L,Thomas & Dawson 2012)
2.2.3.2 Metabolime Mikroflora
Pada kulit manusia terdapat flora normal seperti pada organ
tubuh lain. Salah satu flora normal yang berada di kulit
adalah jamur genus Malassezia. Walaupun Malassezia
adalah flora normal kulit tetapi Malassezia sangat berperan
pada kelainan pada kulit salah satunya adalah ketombe.
Pada abad ke 20 nama jamur Malassezia di ubah menjadi
pityrosporum, meskipun nama Malassezia yang lebih
banyak di gunakan. Malassezia di sinyalir menjadi
penyebab primer dari ketombe. Malassezia dapat
menyebabkan suatu kelainan apabila jumlahnya berlebih.
22
Ketika jumlahnya normal, Malassezia hanya menjadi jamur
komensal. Malassezia banyak di temukan di daerah dengan
suhu panas dan lembab.(L,Thomas & Dawson 2012)
Malassezia di klasifikasikan menjadi dua spesies yaitu:
lipid dependent, spesies yang berdiri dari M.Globosa,
M.Restritica, M.Furfur, M.Obtusa, M.Slooffiae,
M.Syympodialis, M.Japonoca, M.Nana, M. Dermatis, dan
M.Syampodialis, dan Non-lipid dependent spesies yang
terdiri dari zoopholix species, dan M.Pachydermatis.
Malassezia globosa dan Malassezia Restritia adalah jenis
Malassezia yang sering menyebabkan kelainan pada kulit
kepala.(L,Thomas & Dawson 2012)
Faktor risiko sebum dan metabolisme mikroflora
Malassezia sangat berkaitan erat. Mikroflora Malassezia
hidup di daerah kaya sebum, Malassezia mensekresi enzim
hidrolitik termasuk lipase menuju extraseluler millieu.
Enzim lipase akan menghidrolisis trigliserida menjadi asam
lemak tersaturasi spesifik dan asam lemak tidak tersaturasi
serta gliserol. Asam lemak tersaturasi di gunakan
Malassezia untuk berproliferasi sedangkan asam lemak
tidak tersaturasi yang akan mengiritasi kulit kepala dengan
merusak barier pertahanan kulit yang akan menyebabkan
deskuamasi dari kulit kepala.(L,Thomas & Dawson 2012)
2.2.3.3 Kerentanan Individu
Kerentanan individu menjadi salah satu faktor dalam
perkembangan dari ketombe. Belum di ketahui secara pasti
bagaimana kerentanan individu dapat mempengaruhi
ketombe. Hal ini di duga disebabkan oleh perbedaan dari
23
fungsi barier dari stratum korneum, perbedaan respon imun
dari protein dan polisakarida yang berasal dari Malassezia
dari setiap individu.(L,Thomas & Dawson 2012)
2.2.4 Patofisiologi Ketombe
Terdapat empat rentetan kejadian pada patofisiologi ketombe
1. Ekosostem dari Malassezia dan interaksi dari Malassezia pada
epidermis
2. Inisiasi dan perkembangan dari proses inflamasi
3. Proses kerusakan, proliferassi, dan di ferensiasi pada epidermis
4. Kerusakan barrier secara fungsional maupun struktural
(Schwartz & James R,2013)
2.2.5 Gambaran Klinik Ketombe
Ketombe mempunyai gambaran klinik berupa skuama yang
berwarna putih kekuningan, berupa serbuk putih atau berupa titik-
titik pada rambut dan pundak akibat terjadinya pelepasan lapisan
keratin epidermal pada saat kulit kepala digaruk yang kemudian
menempel di batang rambut atau jatuh ke baju, rambut cenderung
rontok akibat dikorek, dan warna kulit kemerahanGejala dan Tanda
Ketombe.( Arndt KA, 2012)
Gejala klinis dari deskuamasi yang ditemukan pada pasien yeng
mengalami ketombe dan dermatitis seboroik pada umumnya
didapati rasa gatal ( 66%), iritasi (25%), dan rasa kering pada kulit
kepala (59%).
24
Gambar 2.6 Ketombe derajat ringan
(sumber : Grimalt 2013)
Gambar 2.7 Ketombe derajat sedang
(sumber : Grimalt 2013)
Gambar 2.8 Ketombe derajat berat
(sumber : Grimalt 2013)
25
Tingkatan derajat skuamasi pada spektrum ketombe-dermatitis
seboroik, 2.6 ketombe derajat ringan yaitu ketombe bergelantungan
di bagian rambur 2.7 ketombe derajat sedang yaitu, ketombe
menempel di daerah kulit kepala 2.8 ketombe derajat berat yaitu
ketombe menempel di kulit kepala tetapi berwarna kekuningan
( Grimalt 2013)
2.2.6 Gejala dan tanda ketombe berhubungan dengan alur patofisiologi
timbulnya ketombe
1. Infiltrasidari jamur Malassezia pada stratum korneum
epidermis
Jamur Malassezia dapatmenginfiltrasi stratum korenum dari
epidermis. Jamur Malassezia akan memcah komponen sebum
(Trigiserida menjadi asam lemak yang tersaturasi spesifik dan
asam lemak tidak tersaturasi spesifik) di mana hal ini akan
menimbulkan gejala inflamsi dan sisik yang merupakan
rangkaian patofisiologi Malassezia berikutnya.(Vashti, 2014)
2. Insiasi dan perkembangan dari proses Inflamasi
Pada tahap ini, gejala yang timbul adalah munculnya etitema,
gatal, panas, terasa terbakar, terganggunya kualitas dari rambut.
Pada proses ini, gejala yang timbul tergantung dari tingkatan
dermatitis seboroik yang paling rendah, dimana biasanya tidak
sampai di temukan tanda-tanda inflamasi seperti pada
dermatitis seboroik atau biasanya tanda inflamasi yang terjadi
hanya eritema.
3. Inisiasi dari proses inflamasi di sebabkan oleh pengaktifan
mediator Inflamasi karena infiltrasi jamur Malassezia pada
stratum korneum epidermis. Sitokin yang teraktifikasi adalah:
IL- 1α, IL 1-ra, IL-8, TNF-α, dan IFN γ, dan juga pengeluaran
26
histamin. Akibatnya tanda-tanda yang lebih dominan pada
gejala dari ketombe adalah sisik tipis dan juga gatal. (Avissa
Mada Vashti, 2014)
4. Proses kerusakan, proliferasi, dan diferensiasi, pada epidermis
Setelah Malassezia memicu pengeluaran mediator inflamasi,
mulai terjadi proliferasi dan diferensiasi serta kerusakan yang
lebih parah dari sebelumnya dari kulit kepala. Ketika jamur
Malassezia berkembang terjadi pemecahan trigliserida yang
menimbulkan iritasi dan hiperproliferasi epidermis. Akibatnya
Hiperproliferansi epidermis, keratinosit yang terbentuk menjadi
tidak matang dengan jumlah nukleus yang lebih banyak.
Nekleus yang jumlahnya lebih banyak akan mengalami retensi
pada stratum korneum. Hiperproliferasi dari epidermis
menyebabkan adanya gambaran sisik pada kulit kepala atau
dengan bentuk bulat bergelung seperti debu yang disebut
ketombe. (Schwartz & James R,2013)
5. Kerusakan Barrier Epidermis secara Fungsional dan Struktural
Kerusakan Barrier pada epidermis dapat menyebabkan TEWL
(Transepidermal Water Loss), hal ini menyebabkan perasaan
kering pada kulit kepala dan perasaan ketat pada kulit kepala.
Pernyataan ini sangat bertolak belakang, karena pada keadaan
seborrhea biasanya kulit kepala dan rambut terasa lembab.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ketombe dapat terjadi pada
kulit kepala kering maupun berminyak. Selain itu pada proses
ini, juga terjadi perubahan dari struktur selular sehingga
menyebabkan perubahan dari struktur lamellar yang dibentuk
oleh ceramides menjadi struktur lemak yang lebih kasar dan
struktur lemak yang tidak terstruktur (Schwartz & James
R,2013)
27
2.2.7 Penatalaksanaan Ketombe
Penatalaksanaan ketombe dilakukan secara teratur, konsisten,
tekun, dan menyeluruh. Pengobatan dapat dilakukan secara
sistemik maupun topikal. Tujuan pengobatan topikal adalah untuk
mengurangi pertumbuhan P. ovale, mengurangi hipersekresi
kelenjar sebum, menghilangkan rasa gatal atau reaksi inflamasi,
mencegah kerontokan rambut, serta membersihkan rambut dan
kulit kepala terhadap kotoran yang berasal dari sekresi kulit,
lingkungan, dan residu produk perawatan rambut. (Arndt KA,
2012) Obat-obat yang digunakan secara topikal antara lain:
1. Asam salisilat adalah beta-hidroksi asam, agen keratolitik yang
berguna dalam menghilangkan sisik, kulit hiperkeratotik, dan
mengurangi adhesi sel cellto antara korneosit. Dalam peraturan
Ka Badan POM No. HK.00.05.42.1018, dan Asam salisilat
sebagai anti ketombe dibatasi 3% untuk produk dibilas dan 2%
produk lainnya.
2. Sulfur (belerang) bersifat keratolitik dan sifat antimikroba.
3. Zinc pyrithione (ZPT) bersifat bakteriostatik, antimitosis,
normalisasi keratinisasi epitel stratum korneum, produksi
sebum, sitotoksi, dan antimikroba.
4. Tar bersifat anti inflamasi, antiproliferatif dan sitostatik.
5. Kortikosteroid topikal bersifat anti-inflamasi dan
antiproliferatif.
6. Selenium sulfida bersifat antimikroba, antimitotis ,anti-
seboroik dan muncul untuk menghasilkan efek sitostatik pada
sel-sel epidermis dan folikel epitel. Selenium sulfide dengan
kadar 1% dan 2,5% digunakan pada kulit kepala untuk
mengontol gejala ketombe.
7. Ketokenazole merupakan agen antimikotik spektrum luas yang
aktif terhadap Candida albicans dan Malassezia furfur.
28
8. Pirokton olamine atau Oxtopirox merupakan terapi infeksi
jamur sebagai salah satu komponen shampoo anti ketombe
pengganti seng pityrion. (Vashti, 2014)
2.2.8 Kulit kepala
Kulit kepala memiliki berbagai fungsi antara lain lain mengantur
kelembapan kulit, mengatur suhu tubuh, membentuk mantrl asam
dan pernapasan kulit. Pada kulit kepala terdapat sangat banyak
kelenjer minyak yang tersebar di seluruh permukaan kulit kepala,
jika rambut kepala di sisir, minyak akan terekskresikan dan
menyebar ke seluruh tangkai rambut, menyebabkan rambut tampak
kemilau, keratin kulit dapat memiliki daya tahan terhadap benturan
mekanik dan zat kimia. Permukaan kulit di selubungi oleh mantel
asam yang berupa cairan pH 4-6 . fungsi mantel asam ini terutama
untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur. (ditjen
POM,2012)
2.3 Konsep Remaja
2.3.1 Definisi remaja
Remaja adalah masa berumur belasan tahun. Pada masa remaja,
manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapu tidak dapat pula
disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa transisi antara masa
kanak-kanak dan dewasa, serta relatif belum mencapai tahap
mematangkan mental dan sosial, sehingga mereka harus
menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial yang sering
bertentangan ( Herawati,2013)
Masa remaja merupakan periode yang penting dalam rentang
kehidupan manusia, karena remaja bukan lagi seorang anak dan
juga bukan orang dewasa. Masa remaja bukan lagi seorang anak
dan juga bukan orang dewasa. Masa remaja sering pula disebut
29
adolesensi (lat. Adolescere = adultus ; menjadi dewasa atau dalam
perkembangan menjadi dewasa). Secara global masa remaja
berlangsung antara usia 12-21 tahun. Fase pada masa remaja dibagi
3 (Hurlock dalam Mappiare, 1990) yaitu masa remaja awal (13-15
tahun), masa remaja madya (15-17 tahun), masa remaja akhir (17-
21 tahun). Istilah yang biasa diberikan bagi remaja awal adalah “
teenagers” atau anak usia belasan tahun. Menurut Minks, dkk
(1999) remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-
kanak kemasa dewasa. Menurut Ausubel (Monks, dkk 1999)
remaja adalah masa suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak
kemasa dewasa. Menurut Ausubel (Monks, dkk 1999) remaja
adalah masa setelah pemasakan seksual atau yang biasa disebut
pubertas. Sedangkan menurut Panuju (1999) masa remaja
merupakan suatu masa belajar yang luas meliputi bidang intelegasi,
sosial, maupun hal-hal yang berhubungan dengan kepribadian
dengan kepribadian (Herawati, 2013)
2.3.2 Pembagian Perkembangan Masa Remaja
Dalam tumbuh kembangnya menuju dewasa, berdasarkan
kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati
tahapan berikut : (Herawati,2013)
2.3.2.1 Masa remaja / dini (early adolescence) usia 11-13 tahun.
2.3.2.2 Masa remaja pertengahann (middle adolescence) usia 14-16
tahun.
2.3.2.3 Masa remaja lanjut (late adolescence) usia 17-20 tahun.
30
2.4 Kerangka Konsep
Hidayat (2014 : 37) menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan
konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seseorang peneliti menyusun
teori atau menghubungkan secara bagus beberapa fakta yang di anggap
penting untuk masalah. Dalam kerangka konsep peneliti ingin menjelaskan
mengenai Pengaruh Pemberian Buah Nanas Terhadap Tingkat Kejadian
Ketombe Pada Remaja Putri Pondok Pesantren Darul Ilmi
Skema 2.1 Kerangka Konsep penelitian
2.5 Hipotesis
Ada Pengaruh Pemberian buah nanas Terhadap Tingkat Kejadian
Ketombe Pada Remaja Putri Pondok Pesantren Darul Ilmi kota
Banjarbaru
Ketombe
Sesudah
Ketombe
Sebelum
Kelompok
kontrol Tidak di
beri Buah Nanas
Pemberian Buah
Nanas
Derajat 3
Derajat 0
Derajat 2
Derajat 0
Derajat 1
Derajat 0
Derajat 0
Derajat 0
31